SINONIM SINONIM
Premature ejaculation
Premature ejaculation (PE), ejakulasi(PE), ejakulasi praeco praecox x ,, zaoxie
zaoxie (bahasa Cina),(bahasa Cina), early release, prematureearly release, premature ejaculation
ejaculation (PE),(PE), early ejaculationearly ejaculation (EE),(EE), rapid rapid ejaculation
ejaculation(RE). Di dalam artikel ini, digunakan(RE). Di dalam artikel ini, digunakan istilah ejakulasi dini (ED).
istilah ejakulasi dini (ED). DEFINISI
DEFINISI
Ejakulasi merupakan proses keluarnya cairan Ejakulasi merupakan proses keluarnya cairan ejakulat (berupa semen/mani) yang ditandai ejakulat (berupa semen/mani) yang ditandai dengan keluarnya komponen-komponen dengan keluarnya komponen-komponen ejakulat, ejakulasi
ejakulat, ejakulasi antegrad antegrad , penutupan, penutupan sfngter uretra interna, dan pembukaan sfngter uretra interna, dan pembukaan sfnkter uretra eksterna. Ejakulasi terjadi sekitar sfnkter uretra eksterna. Ejakulasi terjadi sekitar 2-10 menit dari
2-10 menit dari dimulainya hubungan seksual;dimulainya hubungan seksual; sekitar 75% pria berejakulasi 2 menit setelah sekitar 75% pria berejakulasi 2 menit setelah penis memasuki vagina. Berikut beberapa penis memasuki vagina. Berikut beberapa defnisi ejakulasi dini:
defnisi ejakulasi dini:
Menurut ICD X, kriteria ED ditujukan untuk Menurut ICD X, kriteria ED ditujukan untuk mereka yang memenuhi kriteria umum mereka yang memenuhi kriteria umum disungsi seksual, yaitu ketidakmampuan disungsi seksual, yaitu ketidakmampuan pasangan seksual dalam mengendalikan pasangan seksual dalam mengendalikan ejakulasi secara cukup untuk menikmati ejakulasi secara cukup untuk menikmati hubungan seksual. Bermaniestasi sebagai hubungan seksual. Bermaniestasi sebagai terjadinya ejakulasi sebelum/segera setelah terjadinya ejakulasi sebelum/segera setelah aktivitas seks dimulai (sekitar 15 detik); tidak aktivitas seks dimulai (sekitar 15 detik); tidak cukup ereksi untuk memungkinkan terjadinya cukup ereksi untuk memungkinkan terjadinya hubungan seks. Hal ini bukan akibat dari hubungan seks. Hal ini bukan akibat dari lama tidak berhubungan seks. Seorang pria lama tidak berhubungan seks. Seorang pria didiagnosis ED bila berejakulasi dalam waktu didiagnosis ED bila berejakulasi dalam waktu 15 detik setelah penetrasi.
15 detik setelah penetrasi. 1.
1. Ejakulasi Ejakulasi dengan dengan rangsang/stimulrangsang/stimulasiasi minimal yang terjadi mendahului hasrat, minimal yang terjadi mendahului hasrat, keinginan, birahi, sebelum atau segera setelah keinginan, birahi, sebelum atau segera setelah penetrasi (masuknya penis ke vagina), yang penetrasi (masuknya penis ke vagina), yang menyebabkan ketidaknyamanan (
menyebabkan ketidaknyamanan (bother bother ) atau) atau penderitaan (
penderitaan (distressdistress), sedangkan penderitanya), sedangkan penderitanya sedikit atau tidak memiliki pengendalian sedikit atau tidak memiliki pengendalian (
(Second International Consultation onSecond International Consultation on Sexual Sexual and Erectile D
and Erectile Dysunctionysunction).). 2.
2. Ejakulasi yang Ejakulasi yang menetap atau menetap atau berulangberulang dengan sedikit stimulasi/rangsangan dengan sedikit stimulasi/rangsangan sebelum, saat, atau segera setelah penetrasi sebelum, saat, atau segera setelah penetrasi dan sebelum penderita menghendakinya dan sebelum penderita menghendakinya
(sedikit atau tidak memiliki pengendalian); (sedikit atau tidak memiliki pengendalian); sehingga menyebabkan penderita dan/ sehingga menyebabkan penderita dan/ atau pasangannya khawatir, menderita, atau pasangannya khawatir, menderita, atau tertekan. (
atau tertekan. (International Consultation onInternational Consultation on Urologica
Urological l DiseaseDisease).).
3. Disungsi seksual pria yang ditandai 3. Disungsi seksual pria yang ditandai dengan ejakulasi yang selalu atau hampir dengan ejakulasi yang selalu atau hampir selalu terjadi sekitar satu menit sebelum atau selalu terjadi sekitar satu menit sebelum atau di dalam vagina saat melakukan penetrasi dan di dalam vagina saat melakukan penetrasi dan ketidakmampuan untuk menunda ejakulasi di ketidakmampuan untuk menunda ejakulasi di (hampir) semua penetrasi; juga akibat-akibat (hampir) semua penetrasi; juga akibat-akibat negati seperti: penderitaan, kekhawatiran, negati seperti: penderitaan, kekhawatiran, kecemasan, rustrasi dan/atau menghindari kecemasan, rustrasi dan/atau menghindari hubungan seksual (
hubungan seksual (International Society or International Society or Sexual Medicine
Sexual Medicine).). 4.
4. Ejakulasi Ejakulasi tak terkendaltak terkendali dengi dengan can ciri khasiri khas berupa orgasme berulang atau menetap berupa orgasme berulang atau menetap dengan sedikit rangsangan seksual sebelum, dengan sedikit rangsangan seksual sebelum, saat, atau setelah penetrasi (masuknya saat, atau setelah penetrasi (masuknya penis ke vagina) dan sebelum seseorang penis ke vagina) dan sebelum seseorang menginginkannya.
menginginkannya. 5.
5. Keadaan Keadaan seorang seorang pria supria sudah dah mengalamimengalami orgasme dan berejakulasi sebelum ia sengaja orgasme dan berejakulasi sebelum ia sengaja menghendakinya.
menghendakinya.
Semua defnisi di atas memahami ED dari aspek Semua defnisi di atas memahami ED dari aspek saat berejakulasi (
saat berejakulasi (short time interval betweenshort time interval between penetration
penetration and ejaand ejaculationculation), ketidakmampuan), ketidakmampuan mengendalikan atau menunda ejakulasi ( mengendalikan atau menunda ejakulasi (lack lack o control over ejaculation
o control over ejaculation), dan konsekuensi/ ), dan konsekuensi/ akibat negati dari ED (
akibat negati dari ED (distress by one or bothdistress by one or both partners
partners).).
EPIDEMIOLOGI EPIDEMIOLOGI
WHO (
WHO (W W orld orld Health Health OrganizationOrganization)) menyebutkan hak untuk sehat secara seksual menyebutkan hak untuk sehat secara seksual (
(sexual healthsexual health) merupakan hak asasi manusia.) merupakan hak asasi manusia. Jadi, memang sebaiknya ada kebebasan dari Jadi, memang sebaiknya ada kebebasan dari gangguan organik, penyakit, dan kekurangan gangguan organik, penyakit, dan kekurangan yang mengganggu kebebasan seksual dan yang mengganggu kebebasan seksual dan reproduksi. Bentuk disungsi (gangguan) reproduksi. Bentuk disungsi (gangguan) seksual yang umum dialami pria adalah seksual yang umum dialami pria adalah ejaculatory dysunction
ejaculatory dysunction, ejakulasi dini, ejakulasi dini , ,disungsidisungsi ereksi, dan penurunan libido.
ereksi, dan penurunan libido.
Ejakulasi dini (ED) merupakan gangguan/ Ejakulasi dini (ED) merupakan gangguan/ disungsi seksual pria yang paling sering disungsi seksual pria yang paling sering dijumpai. ED memengaruhi sekitar 14-30% pria dijumpai. ED memengaruhi sekitar 14-30% pria berusia lebih dari 18 tahun, 30%-40% pria yang berusia lebih dari 18 tahun, 30%-40% pria yang akti secara seksual, dan 75% pria di saat tertentu akti secara seksual, dan 75% pria di saat tertentu di dalam kehidupannya. Di seluruh dunia, ada di dalam kehidupannya. Di seluruh dunia, ada sekitar 22-38% penderita ED. Menurut Carson sekitar 22-38% penderita ED. Menurut Carson C dan Gunn K (2006), sekitar 25%-40% dari C dan Gunn K (2006), sekitar 25%-40% dari semua pria menderita ED. Beberapa sumber semua pria menderita ED. Beberapa sumber bahkan menyebutkan 30-75% dari semua pria bahkan menyebutkan 30-75% dari semua pria di dunia menderita ED.
di dunia menderita ED.
Ejakulasi dini merupakan problem seksual Ejakulasi dini merupakan problem seksual terutama pada penderita diabetes melitus, di terutama pada penderita diabetes melitus, di samping impotensi dan
samping impotensi dan hilangnya libido.hilangnya libido. PENYEBAB
PENYEBAB
Penyebabnya kompleks dan multiaktor, Penyebabnya kompleks dan multiaktor, meliputi int
meliputi interaksi antara aktor psikologiseraksi antara aktor psikologis dan biologis. Faktor psikologis meliputi: eek dan biologis. Faktor psikologis meliputi: eek pengalaman dan pengkondisian seksual pengalaman dan pengkondisian seksual pertama kali (termasuk pengalaman seks di pertama kali (termasuk pengalaman seks di usia dini, hubungan seks pertama kali, dsb), usia dini, hubungan seks pertama kali, dsb), terburu-buru ingin mencapai klimaks atau terburu-buru ingin mencapai klimaks atau orgasme, teknik seksual, rekuensi aktivitas orgasme, teknik seksual, rekuensi aktivitas seksual, rasa bersalah, cemas, penampilan seksual, rasa bersalah, cemas, penampilan seksual, problematika hubungan, dan seksual, problematika hubungan, dan penjelasan psikodinamika.
penjelasan psikodinamika.
Faktor biologis meliputi: ketidaknormalan Faktor biologis meliputi: ketidaknormalan kadar hormon seks dan k
kadar hormon seks dan kadar neurotransmiter,adar neurotransmiter, ketidaknormalan aktivitas reeks sistem ketidaknormalan aktivitas reeks sistem ejakulasi, permasalahan tiroid tertentu, ejakulasi, permasalahan tiroid tertentu, peradangan dan ineksi prostat atau saluran peradangan dan ineksi prostat atau saluran kemih, ciri (
kemih, ciri (traitstraits) yang diwariskan, teori) yang diwariskan, teori evolutionary
evolutionary , sensitivitas penis, reseptor, sensitivitas penis, reseptor dan kadar neurotransmiter pusat,
dan kadar neurotransmiter pusat, degreedegree o arousability
o arousability , kecepatan reeks ejakulasi., kecepatan reeks ejakulasi. Riset terbaru menduga hipersensitivitas Riset terbaru menduga hipersensitivitas penis merupakan salah satu penyebab yang penis merupakan salah satu penyebab yang mendasari ED.
mendasari ED.
Faktor lainnya yang dapat juga berperan, Faktor lainnya yang dapat juga berperan, seperti: impotensi (disungsi ereksi), kerusakan seperti: impotensi (disungsi ereksi), kerusakan sistem sara akibat pembedahan atau trauma sistem sara akibat pembedahan atau trauma (luka), ketergantungan narkotika dan obat (luka), ketergantungan narkotika dan obat (triuoperazin) yang digunakan untuk (triuoperazin) yang digunakan untuk
Ejakulasi Dini
Ejakulasi Dini
Dito Anurogo
Dito Anurogo
Fakultas Kedokteran Universitas Palangka Raya / RS PKU Muhammadiyah
Fakultas Kedokteran Universitas Palangka Raya / RS PKU Muhammadiyah Palangka Raya,Palangka Raya,
Kalimantan Tengah, Indonesia
Kalimantan Tengah, Indonesia
Alamat korespo
mengobati cemas dan gangguan mental lainnya.
Ejakulasi dini yang dimulai setelah beberapa tahun dapat disebabkan oleh ineksi saluran kemih, konik antarpasangan, atau gangguan neurologis.
SIKLUS RESPONS SEKSUAL
Bolte mengemukakan model linear untuk menjelaskan siklus respons seksual. Ia mengemukakan lima ase, yaitu:
1. Fase kehendak/libido seksual ( sexual desire/libido)
Fase ini terdiri dari berbagai antasi, imajinasi, kha-yalan tentang aktivitas seksual dan kehendak/ dorongan yang berhubungan dengannya. 2. Fase perangsangan seksual ( sexual excitement, arousal )
Fase ini terdiri dari perasaan subjekti tentang rangsang seksual, kenikmatan, dan perubahan fsiologis yang menyertai. Perubahan utama pada pria adalah penis mulai berdiri dan menegang. Sedangkan pada wanita, ditandai dengan menyempitnya pembuluh darah di panggul, pelumasan (lubrikasi) dan “pengembangan” vagina, “pembengkakan” organ kelamin luar.
3. Fase plateau
Fase menuju orgasme. Testis pria tertarik ke skrotum. Vagina terus “mengembang” karena aliran darah meningkat, klitoris menjadi sangat sensiti. Pernapasan, detak jantung, dan tekanan darah meningkat secara bertahap. Spasme otot mulai terjadi di wajah, tangan, kaki seiring dengan meningkatnya tegangan otot-otot.
4. Fase orgasme
Fase ini merupakan puncak (climax ) kenikmatan seksual yang diiringi kontraksi ritmis dan pelepasan tegangan seksual yang kuat dan mendadak. Pada pria, terjadi kontraksi ritmis otot-otot dasar penis, diikuti dengan ejakulasi. Pada wanita, vagina berkontraksi. 5. Fase resolution (refection,
satisaction)
Fase terakhir, nal, istirahat, ditandai dengan keintiman/kemesraan yang meningkat, suasana nyaman, relaksasi otot, kelelahan. Kepuasan pasangan merupakan hal penting pada ase ini.
PROSES EJAKULASI
Proses ejakulasi terdiri dari ase emission (pemancaran) dan expulsion (pengeluaran) dua reeks persaraan sequential yang jelas berbeda namun dikoordinasi dan distimulasi oleh input sara sensoris. Serabut sara sensorik n. pudendus di glans penis mengirim inormasi menuju sacral cord dan bagian otak korteks serebral sensoris.
Reeks ejakulasi dimodulasi oleh otak dan medula spinalis; seseorang dapat berejakulasi dengan stimulasi getaran penis.
Gambar 1 Neurophysiology o ejaculation. Sumber: Wyllie MG, Hellstrom WJG. (2010)
(Keterangan: OT, oxytocin; 5-HT, 5-hydroxytryptamine (serotonin); NA, noradrenaline, ACh, acetylcholine; NO, nitric oxide; BC, bulbocavernosus muscle.)
Neurotransmiter 5-hidroksitriptamin (5-HT, serotonin) terlibat pada pengendalian ejakulasi. Eek “perlambatan” (retarding efect ) 5-HT pada ejakulasi dikarenakan aktivasi sentral (yaitu: spinal dan supraspinal) reseptor 5-HT1B dan 5-HT2C, sedangkan rangsangan reseptor 5-HT1A menimbulkan ejakulasi. Pendekatan Patofsiologis
Respon ejakulasi dipicu oleh stimulasi (rangsangan) genital dan kortikal. Glans penis memiliki reseptor taktil yang dihubungkan melalui penis bagian dorsal dan n. pudendus menuju medula spinalis segmen sakral. Sara simpatis yang terlibat dalam emisi semen berasal dari intermediolateral columns medula spinailis (T10–L2), melintasi rangkaian simpatis dan n. hipogastrikus menuju pelvic plexus dan melalui cavernous nerve menuju vas deerentia. Aktivitas simpatis memproduksi kontraksi otot polos epididymis dan vas deerens yang memindahkan sperma menuju urethra posterior. Vesikula seminalis dan kelenjar prostat berkontraksi mengeluarkan cairan yang bercampur dengan sperma; kemudian bercampur dengan cairan yang berasal dari kelenjar bulbourethral membentuk semen (mani).
Semen menyebabkan tekanan pada dinding ampullae urethra yang memuncak menuju aferent impulses, yang mencapai tulang belakang (S2–4) melalui sara pudendal dan pelvik. Pengeluaran diperantarai oleh motor neurons di nucleus Onu yang melewati pudendal nerve; mempersiapkan kontraksi harmonis otot bulbo-cavernosus dan ischio-cavernosus di dasar panggul.
Penderita ejakulasi dini primer idiopatik memiliki penile sensory thresholds yang lebih rendah dan/atau cortical penile thresholds yang lebih besar daripada rekannya yang normal. Riset pada hewan dan manusia menghubungkan serotonergic genesis dan penyebab genetik.
Pendekatan Neurobiogenesis
Stimulasi di reseptor sensoris mukosa glans penis (Krause nger corpuscles) diteruskan oleh serabut aeren n. pudendus menuju S4, juga menuju pleksus hipogastrik di ganglia simpatetik T10–L2. Inormasi sensoris diteruskan ke otak, dimana tiga pusat ejakulasi terletak; dua di hipotalamus (medial preoptic area dan paraventricular nucleus) dan satu di midbrain ( periaqueductal grey ).
Pusat-pusat ini memadukan emisi semen, ejakulasi, dan orgasme. Hasil yang berupa e-erent dopamine oleh pusat-pusat ini diatur oleh nucleus paragigantocellularis; memiliki pengaruh menghambat (inhibitory ) dari neu-ron serotonergik yang terpusat dan menuju lumbar–sacral motor nuclei , yang secara kuat (tonically ) menghambat ejakulasi. Neurotrans-miter yang terlibat di pusat-pusat ini termasuk noradrenalin, gamma-aminobutyric acid , oksi-tosin, nitric o xide, serotonin dan estrogen. Ejakulasi dipicu oleh serabut eeren dopamin yang beraksi di pusat reseptor D2 dan serabut eeren spinal, yang meneruskan inormasi menuju ganglia simpatetik di T10–L2 dan serabut sakral. Hal ini menstimulasi n. pudendus di daerah S2–S4, menghasilkan beberapa tahapan berikut:
1. Tahap Pertama
Terjadi kontraksi otot polos prostat, seminal vesicles, vas deerens and epididymis. Kejadian ini meningkatkan volume semen yang didorong menuju uretra posterior dengan kontrol sistem sara simpatetik, memproduksi emisi (pengeluaran/pancaran semen).
2. Tahap Kedua
Kontraksi ritmis dasar panggul dan otot bulbo-ischiocavernosus dikendalikan oleh sara parasimpatis yang mengesampingkan (override) sara simpatis. Hal ini mendorong cairan semen keluar melalui uretra, menghasilkan ejakulasi.
3. Tahap Ketiga
Tahap ini berupa orgasme.
Ejakulasi dini primer karena hiposensitivitas 5-hydroxytryptamine 2c (5-HT2c) serotonin receptors atau hipersensitivitas reseptor serotonin 5-HT1, menyebabkan penurunan ambang ejakulasi dan pemendekan waktu IELT (intravaginal ejaculation latency time). GAMBARAN KLINIS
Secara umum, disungsi seksual dibagi menjadi:
a. Gener alized : terjadi pada semua situasi seksual (kondisi yang mendukung ke arah aktivitas seks) dan dengan semua pasangan. b. Situational : terjadi hanya pada situasi tertentu atau dengan pasangan tertentu. ED dapat teridentifkasi saat pria atau pasangannya mengalami kesulitan hubungan. Seringkali pula teridentifkasi saat pasangan wanita mengeluhkan problem atau kesulitan seksual.
Saat mengunjungi dokter, beberapa penderita mengeluhkan hal-hal yang terkadang tidak relevan, seperti: ukuran penis yang kecil, penyakit prostat, inertilitas, masalah di punggung atau tulang belakang. ED dapat menyebabkan pria merasa cemas, malu, dan tidak puas, begitu pula pasangannya. Pertanyaan terbuka yang dapat membantu : ”Bagaimana keadaan rumah tangga?”
Dahulu ED dianggap sebagai ekspresi konik psikologis yang tidak disadari. Juga pernah dihubungkan dengan gangguan urologis, dengan berbagai terapi. Baru pada tahun 1943, seorang ahli endokrinologi dari Jerman, Bernhard Schapiro, memperkenalkan dua tipe ED (A dan B) berdasarkan penyebab dan terapi. Dua tipe ini sekarang dikenal sebagai ED primer (lielong) dan ED sekunder (acquired ).
1. Primer (lielong, selamanya)
ED primer merupakan suatu gangguan ejakulasi neurobiologis dan juga berhubungan dengan gangguan neurotransmisi serotonergik (5-hidroksitriptamin [5-HT]) sistem sara pusat.
Dimulai sejak pengalaman seks pertama kali dan menjadi masalah di sepanjang kehidupan. Secara umum ditandai dengan ketidakmampuan untuk menunda ejakulasi di semua atau di hampir semua aktivitas penetrasi penis ke vagina, sehingga berakibat negati, seperti sedih, tertekan, menderita, menghindari ketertarikan seksual.
Ciri khasnya: ejakulasi terlalu cepat, baik sebelum penetrasi (memasuki vagina) atau <1–2 menit setelahnya, dengan intravaginal ejaculation latency time (IELT) sekitar 0–2 menit. Untuk kegunaan praktis, ejakulasi primer adalah jika terjadi dalam waktu satu menit setelah penetrasi ke vagina.
Diagram 1Neurobiogenesis o ejaculation (Sumber: Palmer NR, Stuckey BGA 2008:663)
Neurobiogenesis o ejaculation
Periaqueductal grey Midbrain
Hyopthalamus
Increased dopamine SSRIs act to stop serotonin inhibition, thereby raising serotonin level D2receptors Eferent bres Aferent bres (Krause nger corpuscles) Mucosal sensory receptors Ejaculation then Orgasm Sensory neurones Pudendal nerve Seminal vesicle Prostate Bulbourethral gland Motor bres
Smooth muscle contractions Increase in volume
and uid content o semen Stage I (emission) Stage II (ejaculation) Stage III (orgasm) Sympathetic
spinal cord reex Eferent spinal cord impulse
Rhythmic contractions o the bulbo-and ischio-cavernous muscles bulbo-and
pelvic oor muscles
nPGi – nucleus paragigantocellularis.
Sperm to posterior urethra Vas deerens Epididymis Spinal cord T10-L2 sympathetic ganglia Hypogastric plexus Lumbar spinal cord Serotonergic neurones in nPGi
}
Medial preoptic area Paraventricular nucleus
2. Sekunder (acquired , didapat)
Ejakulasi dini yang onset nya bertahap atau mendadak, berkembang setelah sebelumnya memiliki hubungan seksual memuaskan tanpa masalah ejakulasi. Hal ini juga menyebabkan penderitaan pribadi dan masalah keharmonisan hubungan. Dapat juga dikatakan sebagai ED setelah suatu periode ungsi seksual yang adekuat.
Menurut American Psychiatric Association, ejakulasi dini sekunder ditandai oleh ejakulasi yang menetap atau berulang dengan rangsangan yang minimal sebelum, pada saat, atau sejenak setelah penetrasi dan sebelum ejakulasi yang sesungguhnya diharapkan terjadi. Ciri khasnya: waktu untuk ejakulasi pendek namun biasanya tidak secepat ejakulasi primer.
3. Premature-like Ejaculatory Dysunction
Pria yang mengeluh ED meskipun kenyataannya memiliki waktu ejakulasi normal, yaitu: 3-6 menit atau lebih lama. Jadi ada persepsi subjekti penderita bahwa ia cepat mengalami ejakulasi baik menetap maupun tidak menetap selama berhubungan seks. Tipe ini tidak bisa dianggap sebagai gejala atau penyakit medis yang sebenarnya. 4. Natural variable premature
ejaculation
ED yang ditandai dengan ejakulasi dini yang tidak teratur dan tidak tetap, mewakili variasi normal dalam penampilan seksual. Tipe ini diusulkan oleh Waldinger MD, Schweitzer DH. (2006) untuk klasifkasi terbaru DSM-V dan ICD-11.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan/tes laboratorium atau fsiologis harus berdasarkan pada penemuan spesifk dari riwayat (penyakit, dan lain-lain) penderita atau pemeriksaan fsik dan tidak direkomendasikan secara rutin.
Beberapa pilihan alat diagnostik berupa kuesioner (datar pertanyaan terstruktur) dapat membantu penilaian (assessment ) ED, antara lain:
1. Intravaginal ejaculation latency time (IELT) 2. Kombinasi IELT dengan patient-reported outcome (PRO)
3. Premature Ejaculation Diagnostic Tool (PEDT)
4. Premature Ejaculation Prole (PEP) 5. Index o Premature Ejaculation (IPE)
6. Male Sexual Health Questionnaire Ejaculatory Dysunction (MSHQ-EjD)
7. Chinese Index o Premature Ejaculation (CIPE)
8. Arabic Index o Premature Ejaculation (AIPE) Penggunaan kuesioner merupakan pilihan dokter, sesuai indikasi dan ketersediaan kuesioner. Parameter patient reported outcomes (PROs) dapat diketahui dari kuesioner PEP yang dapat diisi sendiri. Sedangkan IELT merupakan pengukuran koitus yang objekti dan prospekti, menggunakan stopwatch yang dipegang pasangan seks penderita ED. Penggunaan IELT yang dinilai oleh dokter di dalam praktek cukup akurat, dalam uji klinis diperlukan IELT yang dipadukan dengan stopwatch.
Pertanyaan sederhana sebagai deteksi dini: 1. “Do you eel you ejaculate (come) too quickly?” untuk dugaan ejakulasi dini dan 2. “Do you ever have di culty reaching orgasm or ejaculating? untuk dugaan delayed (retrograde) ejaculation. PENANGANAN
Disungsi ereksi (impotensi), disungsi sek-sual lainnya, atau ineksi saluran kemih dan reproduksi seperti: prostatitis sebaiknya per-tama kalinya diterapi sebagai ED. Penanganan ED terutama pendekatan kombinasi, meng-gunakan terapi behavioural dan perpaduan medikasi (obat) seperti: golongan anestesi topikal, SSRI (selective serotonin re-uptake in-hibitors), dan phosphodiesterase-5 inhibitors. Strategi behavioural dan psikologis Strategi behavioural terutama program ”stop-start ” yang dikembangkan oleh Semans beserta modifkasinya, teknik pencet (squeeze) yang dianjurkan oleh Masters dan Johnson serta modifkasinya. Masturbasi sebelum berhubungan seks merupakan teknik yang digunakan banyak pria berusia lebih muda. Angka kesuksesan dalam jangka pendek mencapai 50-60%.
Teknik “stop-start ” ala Semans dikenal lebih dari 50 tahun yang lalu, bermanaat memperpanjang reeks neuromuskular yang bertanggung jawab atas terjadinya ejakulasi. Pria penderita ED memberitahu pasangannya untuk menghentikan rangsangan genital sampai sensasi subjekti high arousal
menghilang. Rangsangan diberikan lagi dan siklus diulangi bila perlu. Kelemahan studi Semans adalah kurang kelompok kontrol. Studi behavioural lebih lanjut oleh Wolpe dan Lazarus, juga “squeeze technique” yang diperkenalkan oleh Masters dan Johnson tidak dapat membuktikan bahwa teknik behavioural ini mengobati ED dengan pasti. Teknik psikoseksual-behavioural dapat dikombinasi dengan terapi obat untuk mengoptimalkan eek terapi.
Konseling Psikologis
Konseling bermanaat dengan disertai terapi lain, untuk meningkatkan rasa percaya diri. Namun tidak eekti untuk ED primer.
Anestetik topikal
Krim lidocaine-prilocaine (5%) digunakan 20-30 menit sebelum berhubungan seks. Formulasi aerosol lidocaine 7,5 mg plus prilocaine 2,5 mg (Topical Eutectic Mixture or Premature Ejaculation, TEMPE) dipakai 20–30 menit sebelum bersenggama dan dibersihkan sebelum bersentuhan dengan pasangan. Uji di Inggris dan Belanda menunjukkan dengan terapi ini, skor IELT naik secara signifkan. K rim lignocaine–prilocaine (eutectic mixture o local anaesthetic agents [EMLA]) dioleskan tipis di penis (bagian glans dan distal shat ) lalu ditutupi dengan kondom selama 10–20 menit. Jika akan bersenggama, kondom dilepas, sisa krim dicuci perlahan. Skor IELT terbukti naik secara signifkan. Krim ini terbukti eekti bila dikombinasikan dengan sildenafl 50 mg sebelum coitus dan secara signifkan lebih eekti daripada sildenafl saja.
Severance Secret (SS) cream mengandung: Panax ginseng, Angelica root, Cistanches deserticola, Zanthoxyl species, torlidis seed , bunga cengkeh (clove ower ), asiasari root , kulit kayu manis (cinnamon bark ), dan toad venom. Dioleskan di ujung penis 1 jam sebelum dan dicuci segera sebelum berhubungan seks. Krim SS sebanyak 0,2 gram meningkatkan IELT dari 1,37 menit menjadi 10,92 menit. Eek samping krim SS adalah iritasi, sensasi terbakar, dan ejakulasi yang tertunda.
Semprotan (spray ) lignocaine dipakai di di glans penis (3–6 semprotan), 5–15 menit sebelum bersenggama. Meskipun telah ada selama 25 tahun, namun kemanjurannya belum teruji.
Eek samping agen anestetik yang nyata adalah penis menjadi mati rasa ( penile numbness), yang pada gilirannya memicu hilangnya kemampuan untuk ereksi.
Terapi Obat (Farmakoterapi)
Farmakoterapi merupakan dasar terapi ED primer. Terapi obat ( klomipramin, sertralin, paroksetin, dan sildenafl ) menghasilkan skor IELT yang lebih baik daripada terapi behavioural .
SSRIs (Selective serotonin reuptake inhibitors)
Dosis paroksetin adalah 10–40 mg setiap hari atau 20 mg 3–4 jam sebelum bersenggama, sertralin 25-200 mg setiap hari atau 50 mg 4-8 jam sebelum bersenggama, dan uoksetin
10-60 mg.
Eek samping SSRI berupa: lelah, letih, menguap, mengantuk, mual, muntah, mulut kering, diare, berkeringat; biasanya ringan dan berangsur-angsur membaik setelah 2-3 minggu. Eek samping lainnya: libido berkurang, anorgasmia (tidak bisa orgasme), anejaculation (tidak bisa berejakulasi), dan disungsi ereksi (impotensi). Dapoksetin merupakan SSRI berpotensi kuat. Biasa dipakai 1-3 jam sebelum bersenggama, dengan dosis 30 dan 60 mg. Eek sampingnya: mual, mencret, sakit kepala, dan sensasi berputar. Antidepresan trisiklik
Klomipramin dengan dosis 25–50 mg setiap hari atau 25 mg 4–24 jam sebelum bersenggama. Penggunaan klomipramin 3-5 jam sebelum bersenggama juga eekti. Kepuasan seksual kedua pasangan meningkat, terutama dengan dosis yang lebih tinggi. Pemberian klomipramin harian terbukti meningkatkan skor IELT lebih tinggi daripada penggunaan harian SSRI (uoksetin atau sertralin), namun profl eek sampingnya juga meningkat.
Eek samping meliputi: bibir kering, sulit buang air besar, merasa “berbeda”, mual, gangguan tidur, lelah/letih, sensasi berputar dan sensasi panas (hot ashes).
Obat antidepresan, seperti neazodon, sitalopram, dan uvoksamin, tak bermanaat untuk mengobati ED.
Phosphodiesterase type 5 inhibitors (Penghambat PDE5)
Sildenafl (50 mg sebelum bersenggama) meningkatkan rasa percaya diri, persepsi tentang pengendalian ejakulasi, kepuasan seksual menyeluruh, menurunkan ambang kecemasan, mengurangi waktu reractory untuk mencapai ereksi kedua setelah ejakulasi.
Inhibitor PDE5 (seperti sildenafl) me-ningkatkan kadar nitric oxide sentral (mengurangi dorongan simpatis) dan perier (memicu dilatasi/pelebaran otot polos vas deeren dan vesikula seminalis, “menghambat” vasokonstriksi simpatis), sehingga mem-perpanjang IELT pada pria penderita ED. Diukur dari garis dasar IELT pada 1 menit, IELT meningkat hingga 15 menit dengan sildenafl, 4 menit dengan clomipramine, 3 menit dengan sertraline, 4 menit dengan paroxetine, dan 3 menit dengan teknik ‘ pause-squeeze’. Obat Baru
Blokade adrenergik ED bertujuan menurunkan tonus simpatis saluran sperma sehingga menunda atau memperlambat terjadinya ejakulasi.
Tramadol merupakan golongan analgesik, bekerja sentral, yang memadukan penggiatan (activation) reseptor opioid dan penghambatan re-uptake serotonin dan noradrenalin. Riset membuktikan obat golongan alpha-1 adrenergic antagonists, yaitu terazosin, aluzosin, dan juga tramadol eekti mengatasi ED. Namun masih diperlukan riset lanjutan. Hingga kini obat-obat ini belum direkomendasikan.
Herbal
Terdapat herbal Cina yang berpotensi menghentikan ejakulasi dini. Herbal ini harus digunakan dengan “pasangannya”, yaitu LongGu-MuLi, JinYingZi-QianShi . Beberapa herbal lainnya amat berpeluang diteliti lebih lanjut karena berpotensi mengatasi ED, misalnya:
1. Abutilon indicum L. ( Sinonim: Kanghi) 2. Acacia decurrens
3. Achyranthes aspera Linn. ( Sinonim: Latjeera, Apamarg)
4. Agrimonia pilosa ( Sinonim: Agrimonia spp., Agrimony)
5. Angelica archangelica ( Sinonim: Angelicas ractus, Angelicae herba)
6. Avena sativa ( Sinonim: green oats, wild oats, oatstraw)
7. Azadirachta indica A. Juss. ( Sinonim: Neem) 8. Chamaesyce hirta (L.) Millsp. ( Sinonim: Euphorbia hirta, Euphorbia piluliera, Euphorbia capitata)
9. Chlorophytum borivilianum ( Sinonim: saed musli)
10. Cornus o cinalis ( Sinonim: Shan Zhu Yu) 11. Cuscuta chinensis
12. Elettaria Cardamomu ( Sinonim: Cardamom, Chhoti elaichi)
13. Epimedium sagittatum ( Sinonim: horny goat weed)
14. Ficus racemosa L. ( Sinonim: Gular)
15. Gynostemma Pentaphyllum ( Sinonim: Jiaogulan)
16. Hibiscus rosa-sinensis L. ( Sinonim: Joba- phool)
17. Hygrophila auriculata ( Sinonim: Talmakhana)
18. Hypericum peroratum
19. Linum usitatissimum L. ( Sinonim: Alsi) 20. Morinda o cinalis ( Sinonim: Morindae sp, Ba Ji Tian)
21. Myristica ragrans ( Sinonim: buah pala, nutmeg, Jaiphal, Jatiphala, Madashauda) 22. Nelumbo nuciera ( Sinonim: Lotus)
23. Rhizoma curculiginis ( Sinonim: curculigo rhizome)
24. Rhodiola rosea L. ( sinonim: Sedum roseum, golden root, roseroot)
25. Schizandra chinensis ( Sinonim: Schizandra sphenanthe, Schizandra berry)
26. Sida cordiolia ( Sinonim: Sida acuta, Bala) 27. Sphaeranthus indicus L. ( Sinonim: Mundi) 28. Terminalia catappa L. ( Sinonim: Indian almond, ebelebo)
29. Tribulus terrestris L. ( Sinonim: Yellow Vine, 30. Puncture Vine, Chhoti Gokhru, Goathead dan Caltrop)
31. Trigonella oenum-graecum ( Sinonim: Fenugreek)
32. Turnera difusa ( Sinonim: Damiana) Withania somniera Dunal ( Sinonim: Ashwagandha, Indian Ginseng)
Ramuan herbalMuira puama danGinkgo biloba telah diteliti pada 202 wanita dengan keluhan hasrat seks yang rendah (low sex drive), 65% menunjukkan respons yang secara signifkan lebih tinggi setelah memakai ramuan ini.30
REFERENSI:
1. Bolte S. The Impact o Cancer and Its Treatment on the Sexual Sel o Young Adult Cancer Survivors and as Compared to Their Healthy Peers. Dissertation. The Catholic University o America. Washington, DC. 2010.
2. Brotto LA, Mehak L, Kit C. Yoga and Sexual Functioning: A Review. J. Sex & Marital Therapy 2009;35:378–90, 3. Carson C, Gunn K. Premature ejaculation: defnition and prevalence. Int J Impot Res. 2006;18 (Suppl 1): S5–13. 4. Dass V. Ayurvedic Herbs or Male Reproductive Problems. Light on Ayurveda. J Health. Summer 2007.
5. Wespes E, Amar E, Eardley I, Giuliano F, Hatzichristou D, Hatzimouratidis K, et.al. Guidelines on Male Sexual Dysunction: Erectile dysunction and premature ejaculation. European Associa-tion o Urology 2009.
6. Ebadi M. Pharmacodynamic Basis o Herbal Medicine. Taylor & Francis Group, LLC. CRC Press. USA. 2007; 552.
7. Falahatkar S, Asgari SA, Hosseini SH, Joashani MA, Emadi SA, Khaledi F. E cacy and Saety o Herbal Drug, Hypericum Peroratum in the Treatment o Premature Ejaculation. Journal o Guilan University o Medical Sciences. 69: 53-8.
8. Gregory A. Broderick. Oral Pharmacotherapy or Male Sexual Dysunction: A Guide to Clinical Management. 2005; 17;379-401. 9. Harahap R. Disungsi Seksual pada Penderita Diabetes Mellitus Pria. Maj Kedokt Nusantara 2006;39(3): 176-9.
10. Hatzimouratidis K, Amar E, Eardley I, Giuliano F, Hatzichristou D, Montorsi F, et.al. Guidelines on Male Sexual Dysunction: Erectile Dysunction and Premature Ejaculation. Eur Urol 2010;57:804–14.
11. Jing-Nuan Wu. An Illustrated Chinese Materia Medica. Oxord University Press. New York. 2005:228.
12. Khan VA, Khan AA. Herbal olklores or male sexual disorders and debilities in western Uttar Pradesh. Indian J Traditional Knowledge.2005;4(3): 317-24.
13. Mayo Clinic. Premature ejaculation. Mayo Foundation or Medical Education and Research (MFMER). March 24, 2009. Cited rom: http://www.mayoclinic.com/health/premature-ejacula-tion/DS00578
14. McCarty EJ, Dinsmore WW. Premature ejaculation: treatment update. Int J STD AIDS 2010;21:77-81.
15. McMahon CG, Abdo C, Incrocci L, et al. Disorders o orgasm and ejaculation in men. J Sex Med. 2004;1(1):58-65.
16. Mills E, Dugoua JJ, Perri D, Koren G. Herbal Medicines in Pregnancy & Lactation: An Evidence-Based Approach. Taylor & Francis Group. UK. 2006.
17. Ministry o Health & Population (MOHP). Monograph or Herbal Medicinal Products. Central Administration o Pharmaceutical Aairs (CAPA) in collaboration with World Health Organiza-tion (WHO). 2007: 16-8.
18. Palmer NR. Stuckey BGA. Premature ejaculation: a clinical update. MJA 2008; 188 (11): 662–6.
19. Park J, et al. Complementary and alternative medicine in men’s health. Journal o Men’s Health. 2008;5:305.
20. Patrick DL, Altho SE, Pryor JL, Rosen R, Rowland DL et al. Premature ejaculation: an observational study o men and their partners. J Sex Med 2005; 2:358-67.
21. Rahmatullah M, Mollik AH, Ali Azam ATM, Islam R, Chowdhury AM, Jahan R, et.al. Ethnobotanical Survey o the Santal Tribe Residing in Thakurgaon District, Bangladesh. Am-Eurasian J. Sustain. Agric., 3(4): 889-98, 2009.
22. Ratnasooriya WD, Dharmasiri MG, Rajapakse RAS, De Silva MS, Jayawardena SPM, Fernando PUD, De Silva WN, Nawala AJMDNB, Warusawithana RPYT, Jayakody JRC, Digana PMCB. Tender lea extract o Terminalia catappa has antinociceptive activity in rats. Pharmaceutical Biol. 2002;40:60-6.
23. Sadock BJ. Abnormal sexuality and sexual dysunctions. In: Sadock BJ, Sadock V,eds. Synopsis o Psychiatry, Philadelphia : Lippincott Williams & wilkins; 2003.
24. Saratikov AS, Krasnov EA. Chapter III: Stimulative properties o Rhodiola rosea. In: Saratikov AS, Krasnov EA, eds. Rhodiola rosea is a valuable medicinal plant (Golden Root). Tomsk, Russia: Tomsk State University; 1987. p. 69-90.
25. Saratikov AS, Krasnov EA. Chapter VIII: Clinical studies o Rhodiola. In: Saratikov AS, Krasnov EA, eds. Rhodiola rosea is a valuable medicinal plant (Golden Root). Tomsk, Russia: Tomsk State University Press; 1987. p. 216-27.
26. Siu-king MAK. Medical Treatment o Premature Ejaculation. Hong Kong Medical Diary, Medical Council o Hong Kong (MCHK). Medical Bull. 2009;14 (10).
27. Unny R, Chauhan AK, Joshi YC, Dobhal MP, Gupta RS. A review on potentiality o medicinal plants as the source o new contraceptive Principles. Phytomedicine 2003;10:233–60. 28. Waldinger MD. Advances in Treatment or Premature Ejaculation. Eur Urol Rev. 2008: 102-5.
29. Waldinger MD, Schweitzer DH. Changing paradigms rom a historical DSM-III and DSM-IV view toward an evidence-based defnition o premature ejaculation. Part II—Proposals or DSM-V and ICD-11. J Sex Med. 2006;3:693–705.
30. Waynberg J, Brewer S. Eects o Herbal vX on libido and sexual activity in premenopausal and postmenopausal women. Adv Ther 2000; 17: 255-62. 31. WHO.The ICD-10 Classifcation o Mental and Behavioural Disorders: Diagnostic Criteria or Research, 1993.
32. WHO. International Statistical Classifcation o Diseases and Related Health Problems: Tenth Revision. Vol 1. Geneva: World Health Organization; 1992:355-6. 33. Wyllie MG, Hellstrom WJG. The link between penile hypersensitivity and premature ejaculation. BJU Int 2010:1-6.