• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dinas Perikanan, Kelautan, dan Pertanian Kota Bontang. 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Dinas Perikanan, Kelautan, dan Pertanian Kota Bontang. 1.1 Latar Belakang"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

1.1 Latar Belakang

Rencana Strategis Dinas Perikanan, Kelautan dan Pertanian merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dari sistem perencanaan pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) Kota Bontang. Dokumen renstra ini dijadikan pedoman dalam penyusunan Rencana Kerja (Renja) Dinas Perikanan, Kelautan dan Pertanian. Renstra yang disusun ini merupakan operasionalisasi RPJMD Kota Bontang khususnya dibidang Perikanan, Kelautan dan Pertanian. Dokumen Renstra ini memiliki kedudukan penting dalam pembangunan daerah, disamping sebagai kewajiban bagi semua SKPD dalam pelaksanaan amanat peraturan perundangan.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bontang Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah, Dinas Perikanan, Kelautan dan Pertanian mempunyai tugas pokok melaksanakan pemerintahan dalam bidang perikanan, kelautan dan pertanian yang meliputi pertanian tanaman pangan, hortikulktura, perkebunan, kehutanan dan peternakan dengan azas otonomi dan pembantuan.

Kota Bontang merupakan satu di antara daerah 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi Kalimantan Timur. Wilayah Kota Bontang yang terletak diantara 117023’ – 117038’ Bujur Timur dan antara 0001’ – 0012’ Lintang Utara memiliki luas

wilayah 49.757 ha, terdiri dari 34.977 ha (70,3 %) wilayah laut dan 14.780 ha (29,7%) wilayah daratan. Wilayah pesisir dan laut yang terbentang pada panjang garis pantai 24,4 km, berada pada posisi Alur Laut Kepulauan Indonesia II (ALKI II) Selat Makassar, sedangkan wilayah daratan berada pada poros jalan Trans Kalimantan (Samarinda – Bontang – Sangatta). Potensi sumberdaya perikanan yang dimiliki oleh wilayah ini dapat dikelompokkan menjadi sumberdaya alam di perairan pesisir dan laut, serta perairan umum, sumberdaya manusia (SDM) dan sumberdaya modal (kapital) sebagaimana ditampilkan oleh tabel dibawah ini.

(2)

Tabel 1.1. Potensi Sumberdaya Perikanan dan Kelautan Kota Bontang

No Indikator Potensi Satuan Nilai

A Perairan Pesisir dan Laut

A.1 Hutan Mangrove Ha 2.935

a. Kondisi Baik b. Kondisi Sedang c. Kondisi Rusak 1.715 273 947

A.2 Gosong Pulau * Ha 940

A.3 Padang Lamun (sea grass) Ha 741

A.4 Terumbu Karang : Ha 6.454

a. Kondisi Cukup Ha 3.254

b. Kondisi Kurang Ha 3.200

A.5 Area Marikultur Ikan dan Rumput Laut Ha 423

A.6 Tambak Produktif Ha 149

B Perairan Umum

B.1 Area Karamba Tawar Ha 8

B.2 Kolam Ha 21

C SDM dan Kapital

C.1 Jumlah RTP Laut 2.991

a. Perahu Tanpa Motor RTP 464

b. RTP Motor Tempel RTP 790 c. RTP Kapal Motor - < 5 GT - 5 – 10 GT - 10 – 20 GT RTP 868 965 98 C.2 Perahu/Kapal Perikanan 1.347

a. Perahu Tanpa Motor Unit 81

b. Motor Tempel Unit 480

c. Kapal Motor - < 5 GT - 5 – 10 GT - 10 – 20 GT Unit 295 254 20 C.3

Jumlah Unit Penangkapan a. Perahu Tanpa Motor b. Motor Tempel c. Kapal Motor - < 5 GT - 5 – 10 GT - 10 – 20 GT Unit 464 951 665 443 23 C.4 RTP Budidaya a. Tambak RTP 90 b. Kolam RTP 62 c. Karamba Tawar RTP 48 d. Marikultur RTP 311 C.5 Jumlah Nelayan KK 2.991

C.6 Jumlah Kelompok Nelayan (penangkapan, budidaya, dan pengolahan) Kelompok 136

D Produksi dan Nilai Produksi

D.1 Perikanan Tangkap

(3)

b. Nilai Produksi Rp.000 447.883.006 D.2 Perikanan Budidaya

a. Jumlah Produksi Berupa Komoditi Ikan Ton 7.962,2 b. Jumlah Produksi Rumput Laut Ton 7.860,8

b. Nilai Produksi Rp.000 16.491.860

Keterangan : * Semua gosong pulau memiliki ekosistem hutan mangrove kecuali pulau beras basah

Sumber : Buku tahunan Statistik Perikanan, Kelautan dan Pertanian Kota Bontang Tahun 2012), RPJMD Kota Bontang 2011 – 2016 dan Blueprint Perikanan dan

Kelautan Kota Bontang (2009)

Pemanfaatan potensi sumberdaya ikan di wilayah perairan pesisir dan laut pada

tahun 2011 mencapai jumlah produksi 10,234,90 ton dengan nilai produksi Rp. 447.883.006.000. Jenis ikan ekonomis penting yang dihasilkan dari perikanan

tangkap pada tahun yang sama berupa cakalang (728,4 ton), tongkol (1.181,8 ton), kembung (585,4 ton) serta udang, rajungan dan teripang (597 ton). Sentra produksi perikanan tangkap berada di wilayah Tanjung Laut Indah, Berbas Pantai, Tanjung Limau dan Loktuan. Produksi perikanan budidaya laut (karamba tancap dan apung) dan perairan darat/umum(kolam) meliputi kerapu, kakap, baronang, kuwe, mas, nila dan lele mencapai mencapai 7.962,2 ton (50,32% dari total produksi perikanan budidaya) dan produksi rumput laut sebesar 7.860,8 ton berat basah (49,68%). Sentra produksi perikanan budidaya berada di wilayah Bontang Kuala, Tanjung Laut Indah, Berbas Pantai, Gunung Elai, Loktuan, Sekambing, Guntung dan Kanaan

Potensi dibidang pertanian tanaman pangan berupa daya dukung lahan, pertanian bukan sawah seluas 4.397 ha dan lahan bukan lahan pertanian adalah 10.239 Ha. Lahan tersebut umumnya diusahakan untuk tanaman palawija dan hortikultura. Produktivitas lahan pertanian sejak tahun 2006 – 2010 relatif konstan berada pada besaran 3,2 ton/ha. Lahan yang tersedia ini dapat juga dimanfaatkan sebagai penghasil hijauan untuk pakan ternak berupa jerami atau sisa hasil pertanian atau hijauan yang tumbuh dipematang atau dipinggir jalan setapak. Jumlah populasi ternak pada tahun 2012 sebesar 666 ekor ternak besar (sapi, kerbau, sapi perah), 2.212 ekor ternak kecil (kambing, domba, babi) dan 75.670 ekor ternak unggas (ayam buras dan itik). Usaha peternakan yang terus berkembang adalah penggemukan sapi potong, kerbau dan kambing. Ternak ini sebagian didatangkan dari luar daerah. Jumlah kelompok tani ternak di Kota Bontang sebanyak 12 kelompok. Usaha peternakan lain yang tergolong

(4)

pesat pertumbuhannya saat ini adalah ternak babi dan usaha Rumah Burung Walet sebanyak 482 unit.

Luas lahan perkebunan di wilayah Kota Bontang mencapai 74,5 ha, dengan komoditi yang diusahakan yaitu kelapa dalam, kopi, kakao, kemiri, aren, jamnu mete dan kepala sawit. Perkebunan komoditi kelapa dalam memiliki luas lahan terbesar disbanding komoditi lain yaitu 26,5 ha (35,57%), disusul perkebunan kemiri 22 ha (29,53%) dan perkebunan kelapa sawit 10 ha (13,42%)

Potensi dibidang kehutanan berupa kawasan hutan lindung dan Taman Nasional Kutai seluas 5.950 Ha (11,96 %). Kawasan Hutan Lindung terdapat di Kelurahan Bontang Lestari, Kelurahan Telihan, Kelurahan Belimbing dan Kanaan, sedangkan Kawasan Taman Nasional Kuta terdapat di Kelurahan Bontang Kuala, Bontang Baru, Gunung Elai dan Guntung.

Dalam rangka memanfaatkan potensi di sektor perikanan, kelautan dan pertanian yang ada, agar dapat memberikan hasil yang optimal, maka perlu disusun perencanaan strategis yang didasarkan pada potensi, peluang serta kendala yang dihadapi dalam pengembangan dan pembangunan perikanan, kelautan dan pertanian selama lima tahun kedepan.

Rencana strategis menjadi rangkaian rencana kegiatan seluruh komponen organisasi yang dapat diimplementasikan untuk mencapai visi dan misi Dinas Perikanan Kelautan dan Pertanian. Rencana Strategis yang disusun memiliki orientasi terhadap hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu 2011 – 2016 dan merupakan langkah awal untuk menetapkan sasaran kinerja yang terukur

1.2 Landasan Hukum

1. Undang-undang Republik Indonesia No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme;

2. Undang-undang Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pembentukan Pemerintah Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur dan Kota Bontang

3. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;

4. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;

(5)

5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal;

6. Undang-undang No 31 tahun 2009 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009

7. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;

8. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah;

9. Undang-undang No 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan

10. Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 108 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pertanggung jawaban Kepala Daerah;

12. Peraturan Pemerintah no 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan

13. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah

14. Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Instansi Pemerintah;

15. Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 tentang perubahan atas Peraturan Daerah nomor 5 Tahun 2007 tentang Rencana pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Bontang tahun 2006-2011;

16. Peraturan Daerah Kota Bontang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Bontang Tahun 2011 – 2016 1.3 Maksud dan Tujuan

Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 18 Tanggal 21 Nopember 2011 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah daerah Kota Bontang dan Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah, maka Renstra Dinas Perikanan dan Kelautan serta Renstra Dinas Pertanian perlu disempurnakan. Renstra Dinas Perikanan, Kelautan dan Pertanian Kota Bontang 2011 – 2016 merupakan pedoman arah kebijakan dan strategi pembangunan dalam bidang pertanian dan perikanan dalam kurun waktu 2011 – 2016. Adapun maksud penyusunan Renstra Dinas Perikanan, Kelautan dan Pertanian Kota Bontang Tahun 2011-2016 adalah :

(6)

a. Sebagai dokumen perencanaan jangka menengah Dinas Perikanan, Kelautan dan Pertanian Kota Bontang selama 5 (lima) tahun yang selaras dengan RPJMD Kota Bontang Tahun 2011–2016.

b. Sebagai arahan dan pedoman penyusunan program dan kegiatan 5 (lima) tahun dalam bentuk Rencana Kerja (Renja) pada tiap-tiap tahun.

1.4 Sistematika Penyajian Rencana Strategis

Penyajian Rencana Strategis Dinas Perikanan, Kelautan dan Pertanian Kota Bontang terdiri dari enam bab sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Landasan Hukum 1.3 Maksud dan Tujuan 1.4 Sistematika dan Penulisan

BAB II GAMBARAN PELAYANAN SKPD

2.1 Tugas, Fungsi, dan Struktur Organisasi SKPD 2.2 Sumber Daya SKPD

2.3 Kinerja Pelayanan SKPD

1) Tabel 2.1 Pencapaian Kinerja Pelayanan SKPD 2006-2010

2) Tabel 2.2 Anggaran dan realisasi Pendanaan Pelayanan SKPD 2006-2010 2.4 Tantangan dan Peluang Pengembangan Pelayanan SKPD

BAB III. ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan SKPD

3.2 Telaahan Visi, Misi, dan Program Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Terpilih

3.3 Telaahan Renstra K/L dan Renstra Provinsi 3.4 Telaahan Rencana Tata Ruang Wilayah 3.5 Penentuan Isu-isu Strategis

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD

4.2 Tujuan dan Sasaran Jangka Menengah SKPD 4.3 Strategi dan Kebijakan

(7)

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF

BAB VI INDIKATOR KINERJA SKPD YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD

(8)

2.1 Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi

Dinas Perikanan, Kelautan dan Pertanian mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerintahan di bidang perikanan dan kelautan dan bidang pertanian berdasarkan azas otonomi dan pembantuan. Adapun tugas pokok tersebut :

a. Perumusan kebijakan teknis lingkup bidang perikanan tangkap dan budidaya, bidang kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil, bidang bina usaha dan pengolahan hasil, bidang pertanian, kehutanan dan perkebunan serta bidang peternakan

b. Pengkoordinasian, pengendalian seluruh kegiatan pada unit kerja dinas c. Pembinaan terhadap pelaksanaan tugas pejabat structural, kelompok

jabatan fungsional dan staf di lingkungan dinas

d. Pelaksanaan pelaporan tugas dinas sebagai pertanggungjawaban e. Pemberian saran dan pertimbangan kepada atasan

f. Pelaksanaan tugas kedinasan lain yang diberikan atasan 2.1.1. Struktur Organisasi

Struktur organisasi Dinas Perikanan, Kelautan dan Pertanian Kota Bontang berdasarkan Peraruran Daerah Kota Bontang Nomor 29 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah, terdiri dari :

1. Kepala Dinas

2. Sekretariat, membawahkan : a. Sub Bagian Umum

b. Sub Bagian Perencanaan Program dan Keuangan 3. Bidang Perikanan Tangkap dan Budidaya, membawahkan :

a. Seksi Perikanan Budidaya b. Seksi Perikanan Tangkap

4. Bidang Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, membawahkan

a. Seksi Tata Ruang, Pemberdayaan Laut, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil b. Seksi Pengawasan Pengendalian Kelautan dan Perikanan

(9)

5. Bidang Bina Usaha dan Pengolahan Hasil a. Seksi Bina Usaha Perikanan

b. Seksi Pengolahan Hasil

6. Bidang Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan a. Seksi Pertanian Pangan dan Hortikultura b. Seksi Kehutanan dan Perkebunan

7. Bidang Peternakan

a. Seksi Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner b. Seksi Produksi, Pengembangan dan Penyebaran Ternak 8 a UPT. Pangkalan Pendaratan Ikan ( PPI )

b UPT. Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) 2.2 Sumberdaya Dinas Perikanan, Kelautan dan Pertanian 2.2.1. Kepegawaian

Dinas Perikanan, Kelautan dan Pertanian Kota Bontang pada tahun 2011 memiliki sumber daya manusia aparatur sebanyak 81 (delapan puluh satu) orang pegawai, yang terdiri dari 51 (lima puluh satu) orang PNS, 11 (sebelas) CPNS, 8 (delapan) orang pegawai tidak tetap (PTT), 9 (sembilan) honor kegiatan dan 2 (dua) Tenaga Pendamping Pusat. Jumlah Pegawai menurut latar belakang pendidikan adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1. Jumlah Pegawai Menurut Latar Belakang Pendidikan

No Uraian Latar Belakang Pendidikan

S 2 S 1 SM/D3 SLTA SLTP

1. Kepala Dinas 1 - - - -

2. Sekretariat - 6 2 2 2

3. Bidang Perikanan Tangkap dan Budidaya - 6 1 1 - 4. Bidang Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil 1 3 - 3 - 5. Bidang Bina Usaha dan Pengolahan Hasil - 3 - 4 - 6. Bidang Pertanian, Kehutanan dan

Perkebunan - 5 - 1

(10)

No Uraian Latar Belakang Pendidikan

S 2 S 1 SM/D3 SLTA SLTP

8. UPT. Pangkalan Pendaratan Ikan ( PPI ) - 2 1 - -

9. UPT. Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) - 4 - - -

10. Balai Penyuluh Pertanian - 6 - - -

JUMLAH 3 41 4 11 2

Sumber : Dinas Perikanan, Kelautan dan Pertanian Kota Bontang (2013)

Jumlah pegawai Dinas Perikanan, Kelautan dan Pertanian Kota Bontang menurut struktur organisasi dan jabatannya adalah sebagai berikut :

Tabel 2.2. Jumlah Pegawai Menurut Struktur Organisasi

No Uraian Jumlah Pegawai Jumlah Eselon 2 Eselon 3 Eselon 4 Staf PNS Non PNS 1. Kepala Dinas 1 - - 1 - 1 2. Sekretariat - 1 2 9 2 14

3. Bidang Perikanan Tangkap dan

Budidaya - 1 2 5 13 21

4. Bidang Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil - 1 1 4 - 7 5. Bidang Bina Usaha dan Pengolahan Hasil - 1 1 5 - 7 6. Bidang Pertanian, Kehutanan dan

Perkebunan - 1 2 3 9 15

7. Bidang Peternakan - 1 2 5 6 14

8. UPT. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) - - 2 1 5 8

9. UPT. Balai Benih Ikan Pantai - - 2 2 10 14

10. Balai Penyuluh Pertanian (BPP) - - - 6 - 6

JUMLAH 1 6 14 41 45 107

(11)

Dari data di atas terdapat pegawai honor dari pusat ditempatkan di bidang Perikanan Tangkap 1 orang, Perikanan Budidaya 1 orang dan di bidang peternakan 1 orang.

2.2.2. Perlengkapan

Untuk menunjang kegiatan dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya, Dinas Perikanan, Kelautan dan Pertanian Kota Bontang telah memiliki gedung kantor di kawasan perkantoran Pemerintah Kota Bontang. Sarana dan prasarana pelayanan yang telah dibangun adalah:

a. Balai Penyuluhan Pertanian di Bontang Lestari b. Balai Benih Ikan Pantai di Tanjung Laut Indah c. Pangkalan Pendaratan Ikan di Tanjung Limau d. Rumah Potong Hewan

Sarana prasarana perkantoran yang telah dimiliki tersebut masih perlu ditingkatkan, karena kondisinya belum memadai dalam memperlancar pemberian pelayanan kepada masyarakat.

2.3. Kinerja Pelayanan

Selama periode Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah tahun 2006-2011, Dinas Perikanan, Kelautan dan Pertanian telah melaksanakan program dan kegiatan masing-masing bidang sebagaimana yang diwajibkan dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Pelaksanaan program dan kegiatan tersebut diukur menggunakan empat indikator pencapaian kinerja pelayanan yang meliputi Meningkatnya Produksi Perikanan, Meningkatnya Produksi Pertanian, Meningkatnya Produksi Peternakan, Rehabilitasi, rebosisasi dan konservasi Hutan dan lahan kritis, Pemulihan Terumbu Karang.

(12)

Tabel 2.3. Pencapaian Kinerja Pelayanan Dinas Perikanan, Kelautan dan Perikanan Kota Bontang

No Indikator Kinerja sesuai Tugas dan Fungsi SKPD Target SPM Target IKK Target Indikat-or Lainnya

Target Renstra SKPD Tahun ke- Realisasi Capaian Tahun ke- Rasio Capaian pada Tahun ke- 2006 2007 2008 2009 2010 2006 2007 2008 2009 2010 2006 2007 2008 2009 2010

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

1 Meningkatnya Produksi Perikanan

(Ton) - Ada -

1.225 2.030 2.850 6.385 14.281 1.172 1.863 5.554 7.998 11.387 95,63 91,75 194,88 125,26 79,73 2 Meningkatnya Produksi Pertanian

(Ton) - Ada - - - - - - 409,6 360,8 435,2 444,8 262,4 - - - - -

3 Meningkatnya Produksi Peternakan

(Ton) - Ada - - - - - - 254,19 256,79 - 263,118 - - - - -

4 Kehutanan : Ada -

a Lindung (Ha) Reboisasi Hutan - Ada - 25 275 525 775 1125 375 - 150 - - 1.500 - 28,57 - - b Hutan Rakyat (Ha) - Ada - 25 50 50 50 50 449 - - - - 1.796 - - - - c (Ha) Rehabilitasi Mangrove - Ada - 0 100 150 250 300 - - 76,0 16,96 5,0 - - 50,67 6,78 1,67 d Konservasi Tanah (Sumur Resapan)

(Unit) - Ada - 0 222 422 622 722

- 18 - 54 - - 811 - 868 0 5 Pemulihan Terumbu Karang (Ha) - 1 Dok - 0 0 1,5 2 3,5 0 0,21* 1,6 2,79 3,86 - - 106,67 139,50 110,29

Sumber : Dinas Perikanan, Kelautan dan Pertanian Kota Bontang (2011) Keterangan :

* Pemulihan tahun 2007 adalah kegiatan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Timur yang dilakukan di wilayah Kota Bontang. Luas total terumbu karang adalah 6.454 ha, dengan luas kerusakan 3.227 ha. Luas terumbu karang yang mengalami pemulihan pada tahun 2011, seluas 5,27 ha.

(13)

Dalam rangka melaksanakan tugas pokok dan fungsi pelayanan masyarakat khususnay dibidang perikanan, pertanian, peternakan dan kehutanan, serta dalam upaya mencapai target indikator kinerja yang ditetapkan maka, kemampuan pengelolaan pendanaan yang telah di anggarkan menjadi salah satu tolok ukur penting terrealisasinya target kinerja tersebut. Selama tahun 2007-2010, alokasi anggaran pendanaan program dan kegiatan yang telah direncanakan pada kurun waktu tersebut telah mencapai pertumbuhan rata-rata dan angka realisasi rata-rata per tahunnya sebagaimana diperlihat oleh Tabel 2.4 berikut:

(14)

Tabel.2.4

Anggaran dan Realisasi Pendanaan Pelayanan Dinas Perikanan, Kelautan, dan Pertanian Kota Bontang

Uraian

Anggaran pada Tahun Realisasi Anggaran pada Tahun Rasio antara Realisasi dan

Anggaran Tahun Rata-rata Pertumbuhan

2007 2008 2009 2010 2007 2008 2009 2010 2007 2008 2009 2010 Anggaran Realisasi 1 3 4 5 6 8 9 10 11 13 14 15 16 17 18 BELANJA DAERAH Belanja tidak langsung Belanja pegawai 643.000.000 2.315.505.923 4.059.065.509 3.610.222.844 575.988.725 1.768.301.927 2.957.302.459 3.521.680.541 89,58 76,37 72,86 97,55 722.044.569 704.336.108 Belanja langsung Belanja pegawai 1.689.205.000 1.433.311.000 1.776.101.375 1.419.958.000 1.319.644.075 933.981.000 1.296.124.620 1.232.760.320 78,12 65,16 72,98 86,82 283.991.600 246.552.064 Belanja barang dan

jasa 4.132.902.856 6.550.821.247 7.909.445.096 9.173.804.338 3.686.382.773 4.590.439.908 6.237.444.840 8.342.229.250 89,20 70,07 78,86 90,94 1.834.760.868 1.668.445.850 Belanja modal 2.276.909.898 1.843.568.980 2.362.128.075 1.057.126.100 2.064.439.898 1.361.690.100 2.086.746.800 947.305.690 90,67 73,86 88,34 89,61 211.425.220 189.461.138

(15)

2.4. Tantangan dan Peluang Pengembangan Pelayanan Dinas Perikanan, Kelautan dan Pertanian

Dinas Perikanan, Kelautan dan Pertanian Kota Bontang memiliki tantangan dalam mewujudkan visi berupa :

a. Sistem dan organisasi pemerintahan Kota Bontang yang selalu Dinamis (mengalami perubahan pada waktu-waktu tertentu) dalam upaya peningkatan kualitas penyelenggaraan SKPD

b. Keterbatasan sumberdaya alam yang dimiliki berupa lahan pertanian tanaman pangan dan peternakan serta perairan laut untuk kegiatan budidaya pantai, marikultur (budidaya laut) dan penangkapan

c. Keterbatasan modal usaha bagi nelayan, pembudidaya ikan dan petani serta keterbatasan adopsi teknologi pengolahan hasil perikanan dan jaringan pemasaran

d. Keterbatasan sumberdaya manusia pada Dinas Perikanan, Kelautan dan Pertanian

e. Adanya degradasi sumberdaya alam perairan pesisir dan laut seperti sumberdaya mangrove, terumbu karang dan padang lamun (sea grass)

Adapun beberapa hal yang menjadi peluang bagi Dinas Perikanan, Kelautan dan Pertanian dalam mewujudkan visi tersebut adalah :

a. Adanya dukungan pemerintah provinsi berupa program penghijauan lahan pertanian dalam arti luas (Kaltim Green) dan pengembangan usaha perikanan melalui program 500.000 karamba untuk budidaya perikanan

b. Adanya dukungan perusahaan BUMN (PKT dan PT. Badak) untuk mengembangkan usaha rakyat dibidang perikanan dan pertanian dalam bentuk program pemberdayaan masyarakat (corporate social responsibility)

c. Adanya potensi SDA khususnya pesisir, laut dan pulau-pulau kecil dan SDM dibidang perikanan dan pertanian : kelompok nelayan dan pembudidaya ikan, kelompok pengolahan hasil perikanan dan kelompok petani

d. Adanya kebutuhan pasar regional dan internasional terhadap produk perikanan laut yang belum mampu dipenuhi

(16)

3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Perikanan, Kelautan dan Pertanian

Tabel 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsinya

Aspek Kajian Capaian/Kondisi Saat ini

Standar yang Digunakan

Faktor yang Mempengaruhi

Permasalahan Pelayanan SKPD INTERNAL (KEWENANGAN SKPD) EKSTERNAL (DILUAR KEWENANGAN SKPD) (1) (2) (3) (4) (5) (6) Produksi Perikanan 79,73 Komsumsi Ikan 193,43 Cakupan Bina Kelompok Nelayan 6,54 Produksi Perikanan Kelompok Nelayan 79,73

Berdasarkan Peraturan Walikota No 29 Tahun 2008 mengenai tugas pokok dan fungsi Dinas Perikanan, kelautan dan Pertanian Kota Bontang yang menitikberatkan pada pelayanan dalam bidang perikanan, kelautan dan pertanian, dalam pelaksanaannya masih menemui beberapa permasalahan diantaranya :

3.1.1. Perikanan Tangkap dan Budidaya

Ikan-ikan tangkapan nelayan hanya memenuhi kebutuhan lokal sedangkan kebutuhan regional dan internasionalnya hanya dapat dipenuhi dalam kebutuhan kecil. Dengan demikian pengembangan kegiatan perikanan mempunyai peluang yang sangat besar mengingat kebutuhan konsumsi ikan baik dalam negeri maupun luar negeri terus mengalami peningkatan

(17)

Pengelolaan sumberdaya alam perikanan belum optimal dan masih tergantung pada alam, sehingga dilakukan upaya penangkapan ikan dengan mengembangkan teknologi modern yang dapat melakukan kegiatan penangkapan ikan hingga ke perairan Selat Makassar, yang merupakan lalu lintas migrasi ikan dengan potensi sumberdaya ikan yang cukup besar. Berdasarkan data PDRB, kontribusi sub sektor perikanan terhadap total perekonomian regional Bontang masih berada dibawah 2% .

Jumlah produksi perikanan tangkap maupun budidaya belum mampu memenuhi permintaan untuk konsumsi di Kota Bontang, walaupun jumlah total produksi perikanan pada tahun 2012 cenderung meningkat dari dua tahun sebelumnya yaitu 2010. Pada tahun 2012 jumlah produksi perikanan (tidak termasuk rumput laut) mencapai 26.057,9 ton (terdiri dari 10.234,9 ton dari perikanan tangkap dan 15.823 ton dari perikanan budidaya yang terdiri dari 7.962,2 ton komoditi ikan, udang, moluska dan 7.860,8 ton komoditi rumput laut), sedangkan pada tahun 2010, jumlah produksi perikanan mencapai 11.386,6 ton (terdiri dari 8.384,6 ton dari perikanan tangkap dan 3.002 ton dari perikanan budidaya). Jumlah peningkatan produksi perikanan termasuk komoditi rumput laut selama kurun waktu 2010 – 2012 sebesar 14.671,3 ton. Peningkatan jumlah produksi ini belum mampu mengimbangi peningkatan konsumsi ikan di wilayah Kota Bontang, yang mengalami peningkatan sebesar 46,43% (dari 103,6 menjadi 193,40 kg per kapita) selama kurun waktu 2006 – 2010.

Sumberdaya perikanan khususnya yang terdapat di wilayah perairan pesisir dan laut masih belum tergarap secara optimal. Kebijakan pembangunan daerah baik ditingkat pusat, provinsi hingga kabupaten/kota selama ini cenderung berorientasi ke wilayah daratan, sehingga alokasi sumberdaya pembangunan tidak dilakukan secara seimbang dalam mendukung pembangunan wilayah darat dan laut sebagai sentra produksi perikanan. Secara umum permasalahan pengembangan perikanan tangkap di Wilayah Kota Bontang adalah sebagai berikut :

a. Belum memadainya prasarana pendaratan hasil tangkapan dan belum mampu menampung kapal yang berukuran 30 GT atau lebih, sebagai akibat dari alur pelayaran yang dangkal

b. Pemanfaatan PPI belum maksimal sebagai sentra produksi perikanan

c. Masih banyaknya pelanggaran yang dilakukan nelayan dalam melakukan penangkapan (illegal and destructive fishing)

d. Pengetahuan, sikap dan keterampilan nelayan masih rendah sehingga berdampak terhadap rendahnya produktivitas usaha

(18)

e. Kurangnya Ketersediaan Bahan Bakar

f. Kurangnya Dukungan Pendanaan, Terutama dari Lembaga-Lembaga Keuangan (Bank), walaupun ada, tetapi nelayan tidak mampu memenuhi persyaratan administrasinya seperti keharusan adanya jaminan atau agunan (sertifikat tanah dan rumah, surat kepemilikan kendaraan roda 2 atau 4)

g. Belum maksimalnya jalinan kerjasama pemerintah kota Bontang dengan pemerintah kabupaten tetangga (seperti Kutim dan Kukar) dalam mengembangkan kegiatan perikanan laut, mengingat adanya nelayan Bontang yang melakukan perluasan fishing ground ke wilayah perairan kabupaten Kutim dan Kukar

Kebijakan pengembangan perikanan budidaya di wilayah Kota Bontang diarahkan kepada pengembangan usaha budidaya laut (marikultur) dengan komoditas unggulan perikanan seperti rumput laut, kerapu, kakap, kuwe dan beberapa jenis ikan ekonomis penting lainnya. Usaha marikultur rumput laut maupun jenis ikan ekonomis penting perlu terus dikembangkan, baik melalui intensifikasi (teknik budidaya dan pasca panen, penggunaan bibit unggul dan pakan) maupun ektensifikasi (didalam dan luar perairan Kota Bontang melalui kerjasma antar pemda dan kelompok pembudidaya).

Wilayah Kota Bontang memiliki kendala atau tantangan dalam hal pengembangan marikultur rumput laut, ikan dan biota laut lainnya, berupa adanya keterbatasan lahan perairan laut. Beberapa bagian dari perairan laut telah dibatasi penggunaannya, hanya untuk alur pelayaran kapal-kapal pengangkut gas bumi dan pupuk yang diproduksi oleh PT. Badak dan PT. Pupuk Kaltim. Potensi perairan pesisir dan laut yang masih dapat dimanfaatkan untuk kegiatan perikanan adalah 9.384 ha. Luas lahan yang dapat dugunakan untuk kegiatan marikultur sebesar 1.000 ha. Beberapa permasalahan lain yang sering ditemui dalam usaha perikanan budidaya adalah sebagai berikut :

a. Keterbatasan bibit/benih. Benih masih bergantung pada benih alam dan dari luar daerah

b. serangan hama dan penyakit bagi komoditi budidaya rumput laut, jenis ikan dan udang

c. Teknologi budidaya dan pasca panen yang digunakan sangat terbatas akibat kurangnya dukungan keuangan

d. Produktivitas usaha masih berada pada skala subsisten, belum berorientasi pada skala ekonomi khususnya pada jenis usaha marikultur karamba jaring apung

(19)

e. Kurang tertatanya irigasi tambak yang ada

f. Perhatian Pembudidaya pada Kelestarian Lingkungan masih kurang

g. Adanya dinamika (penurunan) kualitas perairan laut (fisika kimia biologi) sebagai media marikultur, yang dapat mengganggu perkembangbiakan ikan, rumput laut dan biota laut lainnya. Hal ini dapat berupa pencemaran lingkungan perairan oleh kegiatan industri dan aktivitas manusia di wilayah pesisir

3.1.2. Pesisir, Kelautan dan Pulau-pulau kecil

Pengelolaan perairan pesisir dan laut dan pulau-pulau kecil belum optimal. Wilayah Kota Bontang memiliki sumberdaya alam di wilayah perairan pesisir, laut dan pulau-pulau kecil (yang berjumlah 16 pulau) mangrove, terumbu karang dan padang lamun (sea grass). Citra IKONOS 2006 menunjukkan bahwa luas ekosistem mangrove di pesisir dan laut Kota Bontang adalah 2.073 ha (DKP Bontang & PT Plarenco, 2008), dengan tingkat kerusakan 46,19%. Hutan mangrove di wilayah pesisir Kota Bontang ini terdiri atas 12 jenis yaitu paku laut (Acrostichum aureum), bakau (Rhizopora apiculata, R. stylosa, R. mucronata), tancang (Bruguiera gymnorrhiza), rambai laut (Sonneratia alba), api-api (Avicenia marina, A. alba), nipah (Nypa sp), Ceriops decandra, Lumnitzera littorea, dan L. racemosa. Beberapa aktivitas manusia yang dapat mengancam kelestarian mangrove adalah perluasan pemukiman di sepanjang wilayah pesisir, pembukaan lahan tambak, penebangan pohon manrove untuk berbagai kebutuhan, dan pencemaran kronis terhadap perairan. Penurunan kualitas dan kuantitas hutan mangrove ditandai dengan menurunnya kerapatan tegakan dan munculnya spot-spot baru di belakang garis terluar yang tampak dari air.

Sumberdaya lain dari pesisir dan laut adalah lamun. Lamun merupakan produsen utama yang sangat diperlukan oleh ikan-ikan herbivora. Ancaman kerusakan terhadap padang lamun sangatlah berdampak terhadap perkembangbiakan populasi ikan, yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas hasil tangkapan ne;ayan, khususnya yang menggunakan alat tangkap jaring insang dan belat. Jenis-jenis biota laut yang sering dijumpai di kawasan padang lamun ini adalah ikan baronang, ikan bawis, ikan kerapu, ubur-ubur, udang, kerang, keong, bulu babi, teripang, dan lain-lain. Luas padang lamun di Perairan Laut Kota Bontang adalah 741 ha, 296 ha (45%) mengalami kerusakan. Terdapat 11 jenis lamun di kawasan pesisir dan laut Kota Bontang, 6 jenis diantaranya merupakan jenis yang umum dijumpai pada tiap-tiap pulau, yaitu:

(20)

Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides, Halodule uninervis, Halophila ovalis,

Syringodium isoetifolium, Thalassia hemprichii. Terdapat 2 jenis lamun yang hanya dijumpai pada pulau tertentu saja, yaitu Halodule pinifolia, dan Halophila minor

misalnya, di P. Manuk-manuk. Beberapa aktivitas manusia yang dapat berdampak buruk terhadap keberadaan padang lamun adalah pengerukan konvensional oleh masyarakat untuk menancapkan keramba yang berada di padang lamun, serta perluasan pemukiman di atas air misalnya di kampung Tihik-Tihik dan Selangan. Adapun jenis-jenis lamun yang terdapat di wilayah perairan pesisir Bontang disajikan di bawah ini Tabel. 3.1. Jenis, Kerapatan dan Persen Penutupan Lamun di Perairan Kota Bontang

No Spesies Kerapatan (ind/m2) Persen Penutupan Relatif (%)

1 Syringodium 1 8,99

2 Thalassia hemprichii 64 27,45

3 Enhalus acoroides 23 20,15

4 Halophilla ovalis 87 43,5

Sumber: Survei, 2008, dalam: DKP Bontang & PT Plarenco, 2008

Sumberdaya lain yang tidak kalah pentingnya dalam memicu percepatan produksi perikanan laut adalah terumbu karang. Ekosistem terumbu karang tersebar hampir di seluruh bagian pesisir dan pulau-pulau. Perairan Laut Kota Bontang memiliki terumbu karang seluas 6.454 ha, 3.200 ha berada pada kondisi rusak. Adapun jenis terumbu karang meliputi Acropora, Montiphora, Euphylia, Plerogyra, Fungia, Heliofungia Caulastrea, Pectinia, Goniopora dan Mellepora. Jenis karang lunak lainnya meliputi Lobophyton, Sinularia, dan Sarcophyton. Pada umumnya karang berada dalam radius 1,5 – 2 mil laut pada posisi yang berhadapan dengan pabrik PT PKT dan PT Badak LNG. Rata-rata persentase tutupan karang dalam kategori sedang (berkisar antara 30 – 50 %). Substrat dasar terumbu karang di daerah yang jauh dari lokasi pabrik berupa pecahan karang (Rubble, R) dan karang mati (Dead Coral, DC atau Dead Coral with Algae, DCA). Daerah yang berdekatan dengan lokasi industri misalnya Pulau Gusung didominasi oleh substrat pasir (PT PKT, 2001). Pada kawasan sejarak >2 mil laut, persentase tutupan karang meningkat menjadi >50%, hal ini misalnya terlihat di wilayah Karang Segajah, pulau Beras Basah, dan Kedindingan. Adapun persentase penutupan karang berdasarkan wilayah penyebarannya ditampilkan pada tabel berikut. Tabel 3.2. Pensentase Penutupan Karang Keras di Beberapa Wilayah Penyebaran

(21)

No Wilayah Penyebaran % Penutupan 1 Tanjung Sekubur 35,99 2 Selangan 13,89 3 Melahing 32,35 4 Pulau Agar-agar 33,14 5 Tebok Batang 2,00 6 Kedidingan 30,73

7 Pulau Beras Basah 30,86

8 Manuk-manukan 5,83

9 Karang Segajah 15,29

10 Karang Kiampau 5,29

11 Tihik-tihik 14,83

Sumber : Dinas Perikanan, Kelautan dan Pertanian Kota Bontang (2011)

Beberapa hal yang dapat mengancam kelestarian terumbu karang adalah sedimentasi lumpur pada kawasan terumbu karang dan pencemaran perairan, terutama yang diakibatkan oleh aktivitas manusia baik secara berkelompok, individu maupun lembaga (perusahaan). Berdasarkan hasil studi yang dilakukan PT PKT & PPLH UNDIP (2001) dengan membandingkan nilai ruderal-competitor-stress tolerator dalam r-c-s ternary diagram yang digolongkan berdasarkan morfologinya, memperlihatkan bahwa terumbu karang di 12 stasiun pengamatan tergolong kelas CC=1. Hal ini berarti terumbu karang tersebut didominasi oleh karang massive dan submassive yang relatif toleran terhadap sedimen. Sedimentasi yang terjadi kemungkinan berasal dari bahan-bahan organik serasah lamun atau mangrove, mengingat lokasi ekosistem terumbu karang yang dekat dan karenanya berinteraksi dengan lamun maupun komunitas mangrove. Enam stasiun (stasiun 10, 11, 15, 16, 19, dan 20,) termasuk kelas CC=2 (Gambar 3.3.4.), artinya terumbu karang di stasiun tersebut didominasi oleh karang cabang selain Acropora yaitu

Porites cylindrica dan karang foliose (Montipora foliose, M. lamellosa). Jenis karang tersebut berkemampuan sangat baik untuk hidup di perairan keruh yang disebabkan oleh sedimen organik. Penyebab kekeruhan mungkin berasal dari serasah lamun dan/atau mangrove yang telah mati, mengingat sebagian besar stasiun pengamatan tersebut berdekatan dengan ekosistem lamun dan mangrove. Sebuah stasiun sekitar Bontang Kuala (T-5, 000 8,389’ LU - 1170 32,350’BT) merupakan satu-satunya stasiun

(22)

yang termasuk dalam kelas CC=3. Pada stasiun tersebut ditemukan 24 spesies, termasuk

Acropora tabulata yang kerapatannya tergolong sedang.

Pengelolaan pulau-pulau kecil dalam bentuk berbagai program pembangunan relatif masih belum optimal. Pengadaan sarana prasarana wilayah seperti jaringan air bersih dan listrik belum terwujud, sehingga sangat mempengaruhi tingkat kesejahteraan sosial ekonomi masyarakatnya. Pada hal pulau-pulau kecil relatif memiliki potensi sumberdaya perikanan terutama dalam hal mendukung pemenuhan kebutuhan produk perikanan di tingkat lokal hingga nasional, kegiatan wisata bahari dan penelitian. Secara umum permasalahan yang sering timbul dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah sebagai berikut :

a. Sarana Prasarana wilayah yang masih kurang dalam memenuhi kebutuhan masyarakat di wilayah pulau-pulau kecil (air bersih, listrik, jembatan pemukiman) seperti perkampungan atas air Melahing, Selangan dan Tihik-tihik b. Kerusakan Ekosistem pesisir, laut dan pulau-pulau kecil (mangrove, terumbu

karang dan padang lamun) akibat adanya aktivitas manusia (illegal fishing, budidaya tambak, dan industri)

c. Tumpang tindih dan konflik pemanfaatan ruang

d. Belum ditetapkannya perda mengenai tata ruang laut, pesisir dan pulau-pulau kecil untuk zonasi wilayah pemanfaatan ekonomi dan konservasi

e. Beberapa kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan lindung oleh masyarakat dan pemerintah masih dimanfaatkan sebagai kawasan ekonomi rumah tangga

Sedangkan permasalahan yang timbul dan dihadapi oleh pemerintah dan masyarakat dalam kegiatan pengawasan dan pengendalian adalah sebagai berikut :

a. Kurangnya Sarana dan Prasarana Pengawasan dan Pengendalian b. Kurangnya Tenaga Pengawas

c. Penggunaan Surat Ijin yang kadaluarsa

d. Belum maksimalnya kerjasama pemkot Bontang dengan pemda tetangga (seperti Kutim dan Kukar) dalam hal pengawasan dan pengendalian kegiatan perikanan khususnya di wilayah perairan pesisir dan laut

3.1.3. Bina Usaha dan Pengolahan Hasil

Usaha pengolahan hasil perikanan cukup berkembang di daerah ini. Usaha pengolahan umumnya berbahan baku dari sumberdaya perikanan laut seperti rumput

(23)

laut, ikan, dan udang. Hasil pengolahan sudah mulai dipasarkan di wilayah Kalimantan Timur. Terdapat 5 wilayah sentra produksi pengolahan hasil perikanan sebagaimana ditampilkan pada tabel berikut.

Tabel 3.3. Wilayah Sentra Produksi Pengolahan Hasil Perikanan

No Sentra Produksi Keterangan

1 Tanjung Laut Indah Pengolahan ikan kering dan dodol rumput laut

2 Berbas Pantai Pengolahan ika n tuna (gillet), ikan asin, rumput laut kering, teripang, sirip ikan hiu, kerang-kerangan

3 Berbas Tengah Pengolahan amplang, dodol, dan manisan/permen rumput laut

4 Bontang Kuala Pengolahan ikan asin, rumput laut kering, teripang, sirip ikan hiu, kerang-kerangan, dodol rumput laut, terasi, udang papai

5 Gunung Elai Pengolahan amplang ikan bandeng

6 Loktuan Pengolahan kepiting rajungan, ikan asin dan ebi Sumber : Dinas Perikanan, Kelautan dan Pertanian Kota Bontang (2011)

Secara umum permasalahan bina usaha dan pengolahan hasil adalah sebagai berikut : a. Aneka komoditas produk perikanan yang dikembangkan sudah mengalami

diversifikasi produk dan sering ditampilkan pada kegiatan pameran tingkat lokal, regional Kaltim dan nasional, namun demikian, upaya segmentasi dan penetrasi pasar lokal hingga nasional belum maksmial dilaksanakan oleh pelaku usaha, pemerintah dan mitra lainnya.

b. Monitoring keanggotaan kelompok belum maksimal dilakukan sehingga sering terjadi keanggotaan kelompok yang masih tumpang tindih dengan kelompok lain (keanggotaan kelompok yang bersifat ganda)

Berdasarkan permasalahan yang terjadi, perlu upaya peningkatan pemasaran produk olahan perikanan dan penataan keanggotaan kelompok beserta manajemennya.

3.1.4. Bidang Pertanian, Kehutanan dan Peternakan a. Pertanian Tanaman Pangan

Potensi pertanian tanaman pangan Kota Bontang tidak terlalu menonjol mengingat Bontang adalah daerah perkotaan. Selama ini Kota Bontang masih

(24)

mengandalkan suplai bahan-bahan makanan dari daerah lain seperti Kutai Kartanegara, Kutai Timur dan Samarinda. Kinerja pembangunan pada aspek pelayanan umum yang berkaitan dengan urusan pertanian selama periode 2006-2010 dapat tergambar melalui tabel berikut ini.

Tabel 3.4. Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Pertanian Kota Bontang Tahun 2006-2010

No Uraian Tahun

2006 2007 2008 2009 2010 1. Produktivitas padi atau bahan pangan utama lokal lainnya per

hektar 3,2 3,2 3,2 3,2 3,2

2. Kontribusi sektor pertanian/perkebunan terhadap PDRB

a Dengan Migas 0,08 0,08 0,06 0,09

b Tanpa Migas 1,05 0,79 0,68 0,62

3. Kontribusi sektor perkebunan(tanaman keras)

terhadap PDRB 2,70 2,73 2,73 2,47

4. Cakupan bina kelompok petani 0,00 0,00 62,22 59,09 43,14 Sumber : Dinas Perikanan, Kelautan dan Pertanian Kota Bontang, Tahun 2011 dan

BPS Kota Bontang, Tahun 2010

Produktivitas padi atau bahan pangan utama lokal di Kota Bontang selama 5 tahun ini sama yaitu sebesar 3,2 to/ha. Pada tahun 2006 – 2009, kontribusi sub sektor pertanian terhadap ekonomi regional berkisar 0,06% - 0,09%, Sedangkan kontribusi perkebunan berkisar 2,47% - 2,7%. Jumlah kelompok tani yang mendapatkan bantuan dari pemerintah kota pada tahun 2008 sebesar 62,22%, pada tahun 2010 mengalami penurunan menjadi 43,14%.

Beberapa masalah yang ditemukan dalam pengembangan sub sektor pertanian tanaman pangan di Kota Bontang berdasarkan data aktual adalah sebagai berikut:

Terbatasnya anggaran pembangunan untuk sektor pertanian

Terbatasnya jumlah petugas fungsional/ penyuluh

Terdapat beberapa kelompok tani yang tidak aktif

Masih rendahnya pengetahuan dan ketrampilan SDM pertanian dan pelaku usaha pertanian.

(25)

Terbatasnya sarana prasarana penunjang

Terbatasnya sarana pembinaan dan penyuluhan

Terbatasnya lahan untuk pertanian, karena sebagian lahan masuk dalam wilayah kabupaten tetangga

Terbatasnya kemampuan akses informasi petani tentang teknologi pascapanen, pengolahan dan pemasaran hasil pertanian

Masih rendahnya mutu produk pertanian dan hasil olahannya. b. Peternakan

Kebutuhan daging di Kota Bontang sejak tahun 2008 hingga 2010 meningkat tajam. Pada tahun 2008, pemotongan sapi tercatat 2.619 ekor dan kambing 1.526 ekor. Jumlah pemotongan ini meningkat pada tahun 2010 menjadi 3.609 ekor untuk sapi (37,8%) dan 1.884 ekor untuk kambing (23,5%). Namun demikian, Kota Bontang hanya mampu menyediakan sapi sebesar 482 ekor (13,35%) dan kambing 295 ekor (15,66%) untuk memenuhi kebutuhan daging pada tahun 2010. Dalam upaya memenuhi kebutuhan akan daging ternak ruminansia (sapi, kerbau, dan kambing) dan jenis unggas (ayam dan itik) maka Kota Bontang harus mendatangkan dari luar daerah.

Bila dibandingkan tahun 2007 hingga tahun 2010, keadaan populasi peternakan di Kota Bontang mengalami dua kondisi yaitu (a) kondisi peningkatan populasi yang terjadi pada jenis ternak sapi (18,46%) dan ayam buras (0,58%), dan (b) kondisi penurunan populasi yang terjadi pada jenis ternak kerbau (71,43%), kambing (20%) dan itik (168,63%). Populasi dan jumlah pemotongan ternak di Kota Bontang pada tahun 2007 hingga 2010 dapat dilihat pada tabel-tabel dibawah ini.

Tabel 3.5. Populasi Ternak di Kota Bontang pada Tahun 2007 - 2010 No. Jenis Ternak

Tahun 2007 2008 2009 2010 --- ekor --- 1. Sapi 393 343 257 482 2. Kerbau 12 15 5 7 3 Kambing 354 283 268 295 4. Ayam Buras 68.578 77.885 76.227 68.975 5. Itik 2.055 838 666 765

(26)

Sumber : Bontang Dalam Angka 2010

Tabel 3.6. Jumlah Pemotongan Hewan di Kota Bontang pada Tahun 2008 - 2010

No. Jenis ternak

Tahun 2008 2009 2010 --- ekor --- 1. Sapi 2.619 3.030 3.609 2. Kerbau - - - 3. Kambing 1.526 1.696 1.884 4. Ayam Buras - - - 5. Itik - - -

Sumber : Bontang Dalam Angka 2010

Dengan meningkatnya permintaan akan ternak ruminansia, terutama sapi potong, merupakan peluang yang besar dalam mengembangkan populasi ternak jenis ini. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi pengadaan ternak dari luar daerah Kota Bontang dan sekaligus dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat peternak lokal. Upaya peningkatan populasi sapi potong membutuhkan daya dukung lahan, daya dukung hijauan, dan daya dukung sumberdaya manusia yang memadai. Oleh sebab itu, ketiga hal tersebut perlu menjadi perhatian dalam mengembangkan ternak di Kota Bontang.

Dalam hal daya dukung lahan, pada tahun 2010 Kota Bontang memiliki lahan pertanian bukan sawah yang relatif sempit, yaitu hanya 4.397 ha. Lahan tersebut umumnya diusahakan untuk tanaman palawija dan hortikultura. Apabila dikelola dengan baik, maka sebagian dari lahan tersebut secara terintegrasi dapat dimanfaatkan sebagai penghasil hijauan untuk pakan ternak. Integrasi ternak di lahan pertanian tidak saja berasal dari jerami atau sisa hasil pertanian, namun juga dapat berasal hijauan yang tumbuh dipematang atau dipinggir jalan setapak. Apabila hijauan tersebut merupakan hijauan pakan yang memiliki kualitas tinggi, maka daya dukungnya menjadi tinggi. Potensi ini masih belum diperhatikan, padahal komponen ini merupakan potensi yang besar dalam pemeliharaan ternak ruminansia. Mengenai hal ini perlu adanya studi potensi sumberdaya pakan hijauan untuk mendukung pengembangan ternak.

Peternak pada umumnya memperoleh pengetahuan beternak secara turun temurun dari orang tuanya. Pengetahuan yang diperoleh berdasarkan pengalaman saja

(27)

tanpa diiikuti dengan adopsi inovasi teknologi. Kemampuan beternak tersebut pada umumnya sangat terbatas, sehingga untuk meningkatkan kemampuan cara beternak yang benar dan baik maka perlu dilakukan pelatihan keterampilan beternak, terutama bagi peternak baru yang akan mendapatkan bantuan sapi dari pemerintah. Untuk melaksanakan kegiatan ini perlu membentuk kelompok-kelompok petani-peternak agar koordinasi antara pemerintah (penyuluh) dengan kelompok petani-peternak dapat berjalan sesuai dengan program-program yang dibuat bersama.

Jumlah pemotongan sapi yang terus terjadi sejak tahun 2009 – 2010 (7 ekor – 10 ekor per hari) tentunya membutuhkan rumah pemotongan hewan (RPH) yang memadai. Direktorat Jenderal Peternakan menekankan perlunya produk ternak yang ASUH (aman, sehat, utuh, dan halal). Hal ini dimaksudkan untuk menjamin penerapan RPH yang hiegenis dengan sanitasi yang baik. Agar diperoleh rumah potong hewan yang memadai, perlu dilakukan studi kelayakan mengenai rencana pembangunan rumah potong hewan tersebut. Selain itu, tenaga pemotong hewan merupakan orang yang terlatih dan menguasai tehnik pemotongan hewan, dan penanganan ternak sebelum dan setelah pemotongan agar diperoleh daging dengan kualitas yang baik. Berdasarkan uraian di atas, maka beberapa permasalahan yang ditemukan antara lain:

1. Kurangnya populasi ternak, khususnya untuk ternak ruminansia memberikan implikasi terhadap masuknya ternak dari luar daerah, yang berarti berkurangnya pendapatan masyarakat akibat terbatasnya pemeliharaan ternak.

2. Belum optimalnya peran kelompok petani-peternak

3. Sistem pemeliharaan ternak hanya berdasarkan pengalaman secara turun temurun. 4. Belum terbangunnya RPH yang ASUH

5. Kurangnya SDM yang mampu menangani RPH yang ASUH c. Kehutanan

Berdasarkan data penggunaan tanah Kota Bontang, diketahui bahwa luas penggunaan tanah untuk kepentingan pemukiman dan kawasan industri/pabrik adalah seluas 3.422.38 ha atau 23,15 % dari luas total wilayah terestrial (daratan) kota Bontang, sementara luas hutan (hutan kota, hutan sejenis dan bakau) adalah seluas 4.076,97 ha atau 27,58 % dari luas total wilayah terestrial kota Bontang. Kondisi ini merupakan gambaran aktual pengunaan lahan dan hutan di Kota Bontang berdasarkan hasil pemaparan pada dokumen RPJM, sebagaimana ditampilkan pada tabel berikut.

(28)

Tabel 3.7. Jenis Penggunaan Tanah di Kota Bontang N

o

Jenis Penggunaan Tanah Luas

Hektar % 1 Permukiman a. Rumah/Bangunan Gedung 1.355,56 9,17 b. Pekarangan 980,64 6,63 c. Fasilitas Sosial 29,76 0,20 d. Fasilitas Umum 462,43 3,13

e. Permukiman Atas Air 53,94 0,36

f. Jasa 69,52 0,47

2 Tambak produktif dan non produktif 323,18 2,19 3 Kawasan Industri/Pabrik a. PT. Pupuk Kaltim 192,46 1,30 b. PT. Badak NGL 278,07 1,88 4 Rawa 53,54 0,36 5 Danau/Waduk/Situ 15,11 0,10 6 Hutan Kota 196,98 1,33 7 Hutan Sejenis 2.764,48 18,70 8 Bakau 1.115,51 7,55 9 Belukar 6.870,98 46,49 10 Tanah Terbuka 17,83 0,12 Jumlah 14.780,00 100,00

Sumber : Naskah Akademik RTRW dan RPJM (2011)

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa proporsi hutan di Kota Bontang berada pada posisi di bawah proporsi hutan yang dipersyaratkan yaitu minimal 30%. Luas hutan ini akan dapat dipastikan semakin berkurang apabila tidak dilakukan pengelolaan dalam jangka waktu yang cepat. Seiring dengan pertambahan penduduk yang semakin cepat maka kebutuhan lahan untuk berbagai kepentingan akan bertambah Dengan demikian lahan hutan dipastikan mendapat tekanan yang tinggi, terutama untuk kepentingan pertambangan, pertanian, perkebunan, pemukiman, galian C dan pemanfaatan hasil hutan kayu dan non kayu baik yang bersifat legal maupun illegal.

Berdasarkan data luas hutan sebagaimana tergambar pada tabeldi atas maka dapat diketahui permasalahan dibidang kehutanan sebagai berikut:

 Kondisi hutan lindung sekarang ini adalah hutan yang telah dibuka, semak belukar dan padang alang-alang. Kerusakan lahan di wilayah Kota Bontang ditandai dengan adanya tanah terbuka sekitar 17,83 Ha (0,12 %) dan semak

(29)

belukar seluas 6.870,98 Ha (46,49%). Kondisi lahan ini dapat mengarah kepada kondisi lahan kritis. Hingga tahun 2010 luas lahan kritis di wilayah Kota Bontang mencapai 2.361 ha

 Wilayah kota Bontang sebagai kawasan hilir akan menjadi obyek penerima dampak dari setiap kegiatan yang ada pada kawasan hulu.

 Faktor eksternal pengelolaan : Keterbatasan lahan bagi kebutuhan lahan pertanian/perkebunan, pendidikan masyarakat, dan keterbatasan pemahaman peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 Faktor internal pengelolaan : keterbatasan kualitas dan kuantitas tenaga pengelola (tenaga penyuluh dan tenaga tehnis), keterbatasan sarana/ prasaran pengelolaan, dan keterbatasan dana pengelolaan.

3.2. Telaahan Visi, Misi, dan Program Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Terpilih

Dinas Perikanan, kelautan dan Pertanian Kota Bontang mempunyai peran dan posisi penting baik dalam upaya menyukseskan visi dan misi pemerintah Kota Bontang maupun pencapaian tugas pokok dan fungsi seperti yang tertuang dalam Peraturan Walikota No 29 Tahun 2008 tentang tugas pokok dan fungsi Dinas Perikanan, Kelautan dan Pertanian Kota Bontang. Berdasarkan tupoksinya, maka dilakukan penyusunan rencana strategi yang berbasis pada isu-isu strategis yang diidentifikasi dari adanya kondisi nyata saat ini, capaian kinerja pada periode rentsra sebelumnya dan target capaian kinerja pada renstra 5 tahun mendatang (2011 – 2016), sehingga rencana strategis lebih realistis.

Analisis isu-isu strategis merupakan salah satu bagian penting dokumen rencana strategis dan sangat menentukan dalam penyusunan renstra bidang pembangunan perikanan kelautan dan pertanian untuk melengkapi tahapan-tahapan yang telah dilakukan sebelumnya. Identifikasi isu yang tepat dan bersifat strategis meningkatkan akseptabilitas prioritas pembangunan sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan etika birokrasi. Oleh karena itu penyajian analsis adalah untuk menjelaskan butir-butir penting isu-isu strategis yang akan menentukan kinerja pembangunan dalam 5 (lima) tahun mendatang. Penyajian isu-isu strategis meliputi permasalahan pembangunan bidang perikanan kelautan dan pertanian dan isu strategis. Kepala daerah terpilih menyampaikan 10 isu-isu strategis pembangunan kota Bontang sebagai berikut:

(30)

1) Kependudukan 2) Pendidikan 3) Kesehatan 4) Ketenagakerjaan 5) Kesejahteraan sosial 6) Lingkungan hidup 7) Perikanan dan kelauatan 8) Parawisata

9) Energy listrik 10) Air minum

Adapun telaah terhadap isu-isu strategis daerah Kota Bontang yang berkaitan dengan Perikanan, Kelautan dan Pertanian adalah sebagai berikut :

Isu No 5 : Kesejahteraan Sosial

Aspek kesejahteraan sosial sangat memegang peranan penting dalam menentukan angka kemiskinan. Pada tahun 2010, angka kemiskinan di wilayah Kota Bontang masih tinggi sebesar 19%, berada di atas target penurunan angka kemiskinan nasional sebesar 3%. Tingginya tingkat kemiskinan ni tidak terlepas dari kondisi masyarakat petani dan nelayan yang masih berada pada kondiski kesejahteraa sosial yang relatif rendah, sehingga memberikan sumbangan yang signifikan terhadap tingkat kemiskinan. Jumlah petani yang termasuk dalam kategori keluarga miskin sebanyak 803 jiwa, sedangkan nelayan miskin sejumlah 701 orang. Pada tahun 2011 – 2016, diupayakan secara maksimal pencapaian peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat nelayan, pembudidaya ikan, pengolah, petani dan peternak, terutama yang berada di wilayah pesisir dan laut. Berbagai program pembangunan yang berkaitan dengan kesejahteraan sosial terus diwujudkan selama periode tersebut, baik dalam hal bantuan sarana produksi perikanan pertanian, peningkatan kapasitas infrastruktur wilayah (listrik dan air bersih serta jembatan) pemukiman nelayan, pembudidaya ikan, pengolah, petani dan peternak, peningkatan skill nelayan, pembudidaya ikan, pengolah, petani dan peternak, pembentukan jaringan pemasaran dan kemitraan untuk pengembangan usaha dibidang perikanan, kelautan, pertanian, peternakan dan kehutanan.

(31)

Isu No 6. Lingkungan hidup

Kondisi lingkungan hidup di Kota Bontang saat ini mengalami kerusakan, baik akibat ulah manusia maupun akibat pencemaran lingkungan. Secara umum ekosistem mangrove Kota Bontang terus mengalami degradasi akibat pembukaan lahan dan pemanfaatan kayu. Mangrove dimanfaatkan untuk keperluan kayu bakar, alat tangkap belat, bahan bangunan rumah. Sementara itu, kondisi terumbu karang di perairan laut Kota Bontang secara umum mempunyai kualitas sedang, artinya hanya beberapa lokasi saja yang mempunyai kondisi cukup bagus.

Upaya konservasi dan rehabilitasi lingkungan pesisir, laut dan pulau-pulau kecil dengan kandungan sumberdaya ekosistem mangrove, padang lamun dan terumbu karang, terus diupayakan agar mampu memberikan daya dukung maksimal terhadap produktivitas sumberdaya alam perikanan yang terkandung didalamnya. Rehabilitasi dan konservsi sumberdaya mangrove memberikan arti penting bagi terjaganya kondisi yang baik bagi sumberdaya padang lamun (sea grass) dan terumbu karang. Terjaganya kondisi sumberdaya ini secara langsung maupun tidak, dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas sumberdaya ikan dan biota laut lainnya, sehingga sangat mendukung usaha perikanan yang dilakukan nelayan seperti usaha budidaya (marikultur rumput laut dan ikan), dan penangkapan. Peningkatan produktivitas kedua jenis usaha ini akan mampu meningkatkan produktivitas usaha pengolahan yang menjadi kunci pencapaian visi dinas. Ekosistem yang terdapat dikawasan hutan lindung dan TNK juga perlu dilakukan upaya rehabilitasi dan konservasi melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat dengan pola hutan kemasyarakatan, yang memperhatikan keseimbangan aspek sosial ekonomi dan ekologi/lingkungan. Isu No 7. Perikanan dan Kelautan

Ikan-ikan hasil tangkapan hasil tangkapan nelayan hanya memenuhi kebutuhan lokal sedangkan kebutuhan pasar regional dan internasional hanya dapat dipenuhi dalam jumlah kecil. Diperlukan upaya peningkatan produktivitas usaha yang dijalankan oleh nelayan baik dalam hal budidaya (terutama marikultur) maupun penangkapan ikan dan biota laut lainnya. Konsep migrasi nelayan ke wilayah penangkapan Kabupaten tetangga (Kukar, Kutim, Berau), dapat dilakukan melalui kerjasama regional antar pemerintah dan masyarakat. Usaha

(32)

perikanan rakyat perlu terus didukung dengan memberikan bantuan penguatan modal (kapital, skill dan pengetahuan) dan pasar, terutama melalui pola kemitraan usaha nelayan, pembudidaya ikan dan pengolah dengan usaha menengah/besar secara menguntungkan dan berkelanjutan, yang difasilitasi oleh pemkot. pengembangan wilayah penangkapan dalam sistem zonasi (WPP 713 dan WPP 716) terus ditingkatkan agar dapat menghasilkan kapasitas produksi yang optimal dan berkelanjutan.

Pola kemitraan yang dapat berjalan dengan baik akan mampu meningkatkan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan hingga ke perairan selat Makassar, secara optimal berdasarkan aspek sosekbud dan lingkungan. Hal ini dapat meringankan beban pemerintah dalam hal pemberian bantuan modal usaha (kapital dan non kapital) kepada nelayan, pembudidaya ikan, pengolah, petani, dan peternak, dengan demikian fenomena ketergantungan mereka terhadap pemerintah dapat diminimalisasi. Tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan yaitu peningkatan pendapataan masyarakat (pelaku usaha perikanan) dan pendapatan regional Bontang dapat tercapai secara maksimal

Isu No 8 Pariwisata

Wilayah Kota Bontang memiliki sumberdaya pesisir dan laut (mangorve, lamun, terumbu karang, pantai, biota laut dan ikan) yang potensial dikembangkan sebagai tujuan wisata pantai dan bahari. Keberadaan pulau-pulau kecil yang dihuni oleh masyarakat nelayan yang mengusahakan kegiatan penangkapan, marikultur, pengolahan dan pengawetan hasil perikanan menjadi faktor penarik bagi wisatawan dalam dan luar Kota Bontang.

Konsep ekowisata bagi masyarakat umum dan peneliti merupakan hal yang bisa diterapkan dalam pengembangan ke depan. Hasil perikanan tangkap maupun marikultur yang diolah secara tradisional dan khas daerah menjadi sajian utama kuliner bagi wisatawan, begitu pula halnya dengan hasil olahan perikanan yang dapat dijadikan oleh-oleh bagi wisatawan. Produktivitas usaha pembudidaya dan nelayan perlu ditingkatkan dalam mendukung kegiatan wisata tersebut. Peningkatan sektor pariwisata terutama dari wisata bahari dan pantai, akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan ekonomi regional Kota Bontang. Urusan kepariwisataan ini bukanlah

(33)

merupakan tugas pokok dan fungsi dari Dinas Perikanan, Kelautan dan Pertanian, namun demikian, secara tidak langsung, dinas memiliki peran vital dalam menyukseskan tujuan pembangunan kepariwisataan yang ingin dicapai oleh Pemerintah Kota Bontang.

Berdasarkan isu-isu strategis tersebut, maka dirumuskan Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kota Bontang 2011 – 2016 yaitu

“Terwujudnya Masyarakat Kota Bontang yang Berbudi Luhur, Maju, Adil dan Sejahtera”.

Visi ini diharapkan akan mewujudkan, keinginan dan amanat masyarakat Kota Bontang dengan tetap mengacu pada pencapaian tujuan nasional seperti diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945 khususnya bagi masyarakat Kota Bontang dan selaras dengan RPJM Nasional 2009-2013 serta RPJMD Provinsi Kalimantan Timur 2008 – 2013 serta RPJPD Kota Bontang 2005 - 2025.

Adapun telaah terhadap makna dari butir-butir visi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

 Berbudi Luhur dimaksudkan sebagai suatu karakter masyarakat yang berbudi luhur dan memiliki sikap budaya bangsa sesuai dengan nilai-nilai agama dan Pancasila. Masyarakat nelayan, pembudidaya ikan, pengolah, petani, dan peternak yang memiliki karakteristik kepribadian yang keras diharapkan dapat menjalankan makna dari visi ini dengan meningkatkan solidaritas dalam masyarakat, menerima dengan baik semua pihak yang bertujuan untuk membangun daerah demi kepentingan negara dan bangsa, dan mengembangkan nilai-nilai kearifan luhur yang tidak bertentangan dengan agama dan negara, terutama nilai-nilai kearifan lokal dibidang usaha perikanan, kelautan dan pertanian yang cenderung lebih mengakar dalam kehidupan sosial masyarakat.

 Maju dimaksudkan sebagai suatu kondisi wilayah dan masyarakat yang memiliki daya saing dan unggul baik dalam skala regional maupun nasional dalam berbagai bidang pembangunan. Wilayah pemukiman masyarakat petani dan nelayan yang umumnya berada di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil haruslah menjadi wilayah utama yang merepleksikan tercapainya butir ini. Penataan lingkungan pemukiman nelayan, pembudidaya ikan, dan pengolah yang berada di kawasan pesisir serta pemukiman petani dan peternak menjadi pilar utama keberhasilan perwujudan visi. Masyarakat nelayan, pembudidaya ikan,

(34)

pengolah, petani, dan peternak harus memiliki daya saing yang tinggi terhadap dunia luar (regional dan internasional) dalam hal produk perikanan dan pertanian yang dihasilkan, manajemen usaha dan sosial kapital (manajemen dan solidaritas kelompok)

 Adil dimaksudkan sebagai suatu kondisi masyarakat yang memiliki kesamaan hak dalam hukum dan pelayanan kemasyarakatan, pemerintahan dan pembangunan yang dapat mewujudkan pemerataan distribusi dan akses terhadap sumberdaya dan hasil-hasil pembangunan. Sasaran pembangunan tidak hanya dititikberatkan pada wilayah industri, pertokoan, kantor dan jasa saja, tetapi lebih diarahkan pada wilayah sentra produksi pertanian dan perikanan, yang sebagian besar terletak di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, dengan demikian masyarakat yang bermukim di wilayah tersebut dapat menikmati sumberdaya –sumberdaya yang dimiliki daerah serta hasil pembangunan yang diciptakan. Perlakuan yang sama dalam hal pemberian hak hukum dan pelayanan terhadap semua komponen masyarakat tidak terkecuali nelayan, pembudidaya ikan, pengolah, petani, dan peternak, menjadi pilar utama dari butir misi ini

 Sejahtera dimaksudkan sebagai suatu kondisi wilayah dan masyarakat Kota Bontang yang secara lahiriah dan batiniah mendapatkan rasa aman dan makmur dalam menjalankan kehidupan. Peningkatan kesejahteraan sosial bagi masyarakat nelayan, pembudidaya ikan, pengolah, petani, dan peternak menjadi bagian penting pada butir visi ini. Secara faktual, masyarakat nelayan, pembudidaya ikan dan pengolah yang umumnya berada pada kondisi geografis yang relatif terisolir dari daratan masih berada pada kondisi kesejahteraan sosial yang relatif rendah, begitu pula halnya dengan petani dan peternak. Pelaku usaha mikro ini membutuhkan penanganan kesejahteraan pada aspek pendidikan, kesehatan, sumberdaya ekonomi produktif dan kemananan.

Adapun telaah terhadap misi ke 3 dan misi ke 4 dari pembangunan Kota Bontang yang berkaitan dengan Dinas Perikanan, Kelautan dan Pertanian adalah sebagai berikut :

a. Meningkatkan Kualitas Lingkungan Hidup

Merupakan upaya pemerintah dan masyarakat Kota Bontang untuk meningkatan kualitas dan kelestarian lingkungan hidup sebagai upaya untuk mengelola daya

(35)

dukung dan memulihkan kualitas daya tampung lingkungan hidup dalam rangka mewujudkan pembangunan di Kota Bontang yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan, sehingga seiring dengan meningkatnya kualitas dan keletarian lingkungan hidup Kota Bontang keberlanjutan pembangunan di daerah ini dapat lebih terjamin. Misi ini sangat relevan dengan misi ke 5 dari Dinas Perikanan, Kelautan dan Pertanian Kota Bontang yaitu meningkatkan pelestarian hutan, lahan, ekosistem pesisir, laut dan pulau-puau kecil. Upaya perbaikan/pemulihan lingkungan daratan (pertanian, kehutanan, dan peternakan) serta lingkungan pesisir dan laut perlu terus ditingkatkan dalam mendukung misi ini. Konservasi dan rehabilitasi daratan, lingkungan pesisir dan laut terus diupayakan agar mampu memberikan daya dukung maksimal terhadap kualitas lingkungan hidup dan produktivitas sumberdaya yang terkandung didalamnya, sehingga secara berkelanjutan dapat meningkatkan upaya pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya lingkungan perikanan, kelautan dan pertanian, yang dapat berdampak positif terhadap peningkatan pendapatan masyarakat pelaku usaha (nelayan, pembudidaya ikan, pengolah, petani, dan peternak) dan ekonomi regional Bontang.

b. Memperkuat Struktur Ekonomi Dan Mempercepat Pemenuhan Kebutuhan Listrik, Air Bersih Serta Infrastruktur Lainnya.

Misi ini merupakan upaya pemerintah dan masyarakat Kota Bontang meningkatkan kemampuan perekonomian daerah dengan struktur perekonomian yang kokoh, dan mempercepat upaya pemenuhan kebutuhan listrik dan air bersih, pembangunan infrastruktur wilayah secara efektif dan efisien dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat kota dan mendorong investasi serta tumbuh kembangya ekonomi berbasis kerakyatan dan sektor ekonomi basis yang mempunyai daya saing baik ditingkat regional, nasional dan internasional. Misi ini sangat berkaitan erat dengan misi ke 1, 2, 3, dan 4 dari Dinas Perikanan, Kelautan dan Pertanian Kota Bontang. Beberapa upaya yang dilakukan adalah penciptaan lingkungan pemukiman petani nelayan yang higinis dan berestitika sehingga mendukung peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat, produktivitas usaha dan peningkatan daya tarik wilayah bagi pengunjung dalam dan luar daerah Kota Bontang melalui konsep ekowisata bahari dan pantai. Pengadaan infrastruktur jembatan, jalan, air bersih dan listrik merupakan tujuan prioritas bagi

(36)

pembangunan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Selain itu pembangunan infrastruktur di wilayah pesisir dan pantai dapat menambah estetika lingkungan dan mempertahankan serta memulihkan kelestariannya. Penguatan struktur ekonomi daerah dapat dimulai dari fondasi awal perekonomian makro wilayah yaitu meningkatkan kekuatan ekonomi masyarakat pelaku usaha produktif mikro khususnya yang bergerak dibidang usaha pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam perikanan, kelautan dan pertanian melalui bantuan sarana produksi bagi nelayan, pembudidaya ikan, pengolah, petani, peternak, pengadaan sarana prasarana pendukung perikanan dan pertanian, dan peningkatan skill nelayan, pembudidaya ikan, pengolah, petani, dan peternak.

3.3. Telaahan Renstra Kementerian/Lembaga (K/L)

3.3.1. Telaah Renstra Kementerian Kelautan dan Perikanan

Tujuan RPJM 2011-2015 diarahkan untuk Kerangka pencapaian tujuan RPJMD dirumuskan lebih lanjut dalam Rencana Strategis Dinas Perikanan, Kelautan dan Pertanian Kota Bontang Tahun 2011-2016 (Renstra DPKP) yang merupakan penjabaran dari visi dan misi Kota Bontang 2011 – 2016 yaitu

“Terwujudnya Masyarakat Bontang yang Berbudi Luhur, Maju, Adil

dan Sejahtera”

Rencana Strategis Pembangunan Dinas Perikanan, Kelautan dan Pertanian Kota Bontang Tahun 2011-2016 memiliki kaitan dengan 5 prioritas nasional sebagai berikut :

1. Prioritas 1: Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola; Pemantapan tata kelola pemerintahan yang lebih baik melalui terobosan kinerja secara terpadu, penuh integritas, akuntabel, taat kepada hukum yang berwibawa, dan transparan. Peningkatan kualitas pelayanan publik yang ditopang oleh efisiensi struktur pemerintah di pusat dan di daerah, kapasitas pegawai pemerintah yang memadai, dan data kependudukan yang baik.

2. Prioritas 4: Penanggulangan Kemiskinan; Penurunan tingkat kemiskinan absolut nasional pada tahun 2014 menjadi 8-10%. Angka kemiskinan di Kota Bontang masih cukup tinggi sekitar 19,2%. Diupayakan penanggulangan tingkat kemiskinan di wilayah ini bisa mencapai target nasional maupun daerah yang sebesar 9%. Masyarakat nelayan, pembudidaya ikan, pengolah, petani, dan

Gambar

Tabel 1.1.  Potensi Sumberdaya Perikanan dan Kelautan Kota Bontang
Tabel 2.1.  Jumlah Pegawai Menurut Latar Belakang Pendidikan
Tabel 2.2.  Jumlah Pegawai Menurut Struktur Organisasi
Tabel 2.3.  Pencapaian Kinerja Pelayanan Dinas Perikanan, Kelautan dan Perikanan Kota Bontang
+7

Referensi

Dokumen terkait

dihadirkanNya di sekeliling penulis, maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan penulisan skripsi ini, yang penulis beri judul “ Evaluasi Penggunaan Media Kampanye

Sayogianya bagi bapa itu bahwa memelihara akan anaknya itu daripada bercampur dengan kanak-kanak yang telah biasa adat mereka itu bersedap-sedap dan bersuka-suka dan

KETEPATAN PENGAKUAN PENDAPATAN DALAM HUBUNGANNYA DENGAN KEWAJ ARAN PEKYAJ I AN LAPORAN KEUANGAN PADA PT... Ar s ono

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui perbedaan aktivitas belajar, prestasi belajar aspek kognitif, dan prestasi belajar aspek afektif antara siswa yang

Kompetensi yang dimaksud dijelaskan dalam Panduan Tugas Akhir Mahasiswa Jenjang Pendidikan Strata 1 bahwa: “ Penyaji tari harus memiliki kemampuan menyajikan repertoar tari hasil

Pendapat di atas menjelaskan bahwa awalnya ada tiga manfaat utama ketika sebuah OPAC diperkenalkan ke dalam perpustakaan, antara lain: mengurangi biaya

Bagi para pembela etika kepedulian, pandangan semacam ini tidak hanya memosisikan etika kepedulian sebagai universalisasi dari pilihan bebas individu untuk masuk dalam

Kriging yaitu suatu teknik perhitungan untuk estimasi atau simulasi dari suatu variabel terregional (regionalized variable) yang memakai pendekatan bahwa data yang dianalisis