• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN (STUDI KASUS DI KECAMATAN ANDONG KABUPATEN BOYOLALI)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN (STUDI KASUS DI KECAMATAN ANDONG KABUPATEN BOYOLALI)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN (STUDI KASUS DI KECAMATAN ANDONG KABUPATEN BOYOLALI)

Sekar Wulan Pratiwi, Endang Siti Rahayu, Bekti Wahyu Utami

Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jalan Ir. Sutami No.36 A Kentingan Surakarta 57126 Telp./Fax.(0271) 637457

Email: sekarwulanpratiwi@gmail.com Telp. 0852 338 337 37

Abstract: This study aims to describe the level of energy and protein consumption; to describe the proportion of expenditure on food to total expenditure of poor households; to describe food security condition of poor households and to analyze factors that affect the food security of poor households in the District Andong Boyolali Regency. The method used in this study is descriptive method. This research is a case study which is one kind of descriptive research. The technique used in this study is a survey technique. Location research selected by purposively in District Andong with consideration of the area is a food surplus areas, however, is faced with problems of high poverty levels. The data used are primary data and secondary data. Secondary data is used as supporting data. Data analysis used the level of energy and protein consumption analysis, the proportion of food expenditure to total expenditure analysis, the level of food security analysis, and multiple linear regression analysis. The result of the research showed that the average of energy consumption level is 67.44% and the average of protein consumption level is 69.72%. The average proportion of food expenditure is 62,02%. Food security condition of poor households in District Andong Boyolali Regency is 61,67% are food insecurity, 21,67% are less food, 8,33% are food vulnerable and food secure. Factors that affect the food security of poor households in the District Andong Boyolali Regency are household income, household size and ownership of productive assets at 95% confidence level.

Keywords : Food Security, Poor Households, Energy and Protein Consumption, Proportion of Expenditure on Food, Multiple Linear Regression Analysis Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya tingkat konsumsi energi dan protein rumah tangga miskin, mengetahui besarnya proporsi pengeluaran pangan terhadap total pengeluaran rumah tangga, mengetahui tingkat ketahanan pangan rumah tangga, dan mengetahui faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan rumah tangga miskin di Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali. Metode dasar yang digunakan adalah metode deskriptif dengan jenis penelitian studi kasus. Teknik penelitian yang digunakan adalah survey. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive yaitu di Kecamatan Andong dengan pertimbangan daerah tersebut merupakan daerah surplus pangan, namun dihadapkan dengan permasalahan tingkat kemiskinan yang tinggi. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder digunakan sebagai data pendukung. Analisis data yang digunakan yaitu analisis tingkat konsumsi energi dan protein, analisis proporsi pengeluaran pangan terhadap total pengeluaran, analisis tingkat ketahanan pangan, dan analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukan bahwa besarnya rata-rata tingkat konsumsi energi sebesar 67,44%, sedangkan tingkat konsumsi protein sebesar 69,72%. Rata-rata proporsi pengeluaran pangan terhadap total pengeluaran rumah tangga sebesar 62,08%. Kondisi ketahanan pangan rumah tangga miskin adalah rumah tangga rawan pangan sebesar 61,67%, rumah tangga kurang pangan sebesar 21,67% dan rumah tangga rawan pangan beserta rumah tangga tahan pangan sebesar 8,33%. Faktor yang berpengaruh nyata terhadap ketahanan pangan rumah tangga miskin adalah pendapatan rumah tangga, jumlah anggota keluarga dan kepemilikan aset produktif.

Kata Kunci : Ketahanan Pangan, Rumah Tangga Miskin, Konsumsi Energi dan Protein, ProporsiPengeluaran Pangan, Analisis Regresi

(2)

PENDAHULUAN

Pangan merupakan kebutuhan esensial dan merupakan hak asasi yang mendasar bagi manusia. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Repulik Indonesia No 7 Tahun 1996 tentang pangan yang secara tegas menyatakan bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia sehingga dalam pemenuhannya merupakan hak asasi setiap rakyat Indonesia. Pemenuhan pangan pun harus tersedia setiap waktu. Selain itu, dalam pemenuhan pangan tidak hanya dari segi kuantitas saja, namun juga dari segi kualitas. Pangan yang dikonsumsi harus aman, bermutu dan bergizi. Selain itu pangan juga harus terjangkau oleh daya beli masyarakat. Mengingat pertumbuhan penduduk yang terus meningkat tentunya akan membutuhkan ketersediaan pangan dari hasil pertanian yang cukup guna memantapkan ketahanan pangan suatu daerah. Hal tersebut dikarenakan ketahanan pangan memiliki posisi sentral dalam peningkatan produktivitas nasional dan perbaikan kualitas hidup warga negara. Berbicara mengenai ketersediaan pangan, Kabupaten Boyolali merupakan salah satu daerah surplus pangan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian Kabupaten Boyolali pada tahun 2013, surplus pangan terjadi terutama untuk komoditas beras, jagung, kacang tanah, dan ubi kayu. Kondisi di Kabupaten Boyolali tersebut mengindikasikan bahwa Kabupaten Boyolali termasuk dalam kondisi tahan pangan. Kondisi tersebut juga terjadi di Kecamatan

Andong yang merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Boyolali. Menurut Ariningsih dan Handewi (2008), meskipun persediaan pangan cukup secara nasional maupun regional, namun hal tersebut tidak menjamin adanya ketahanan pangan rumah tangga atau individu. Hal tersebut dikarenakan tidak semua rumah tangga pada suatu daerah mampu mengakses pangan yang tersedia. Fenomena ini juga terjadi di Kecamatan Andong, daerah tersebut surplus pangan namun dihadapkan dengan permasalahan tingkat kemiskinan yang tinggi. Proporsi rumah tangga miskin di Kecmatan Andong merupakan tertinggi di Kabupaten Boyolali, yaitu sebesar 94,53%. Oleh karena itu pencapaian tingkat ketahanan pangan yang mantap di tingkat nasional maupun regional saja tidak cukup. Mantapnya ketahanan pangan tingkat desa dan tingkat rumah tangga serta individu merupakan sasaran pembangunan ketahanan pangan suatu negara. Berdasarkan uraian yang tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui besarnya tingkat konsumsi energi dan protein, besarnya proporsi pengeluaran pangan terhadap total pengeluaran rumah tangga, mengetahui kondisi ketahanan pangan ringkat rumah tangga dan mengetahui faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan rumah tangga miskin di Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali.

METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif. Jenis penelitian ini adalah studi kasus yang merupakan salah satu jenis penelitian deskriptif. Teknik

(3)

penelitian yang digunakan adalah teknik survey. Penentuan sampel desa dilakukan dengan metode

cluster random sampling. Pembagian cluster berdasarkan jarak desa menuju pasar utama Kecamatan Andong, dengan pertimbangan bahwa akses fisik rumah tangga mempengaruhi kemudahan rumah tangga untuk memperoleh jenis pangan yang cukup dan lebih beragam serta lebih mudah aksesnya dalam melakukan kegiatan ekonomi. Sampel desa yang terpilih adalah Desa Mojo dan Desa Sempu. Penentuan jumlah sampel responden yaitu secara proporsional. Metode pengambilan sampel rumah tangga responden dalam peneitian ini menggunakan metode simple random

sampling dengan teknik undian.

Metode Analisis Data

Analisis yang dilakukan untuk mengetahui Tingkat Konsumsi Energi (TKE) dan Tingkat Konsumsi Protein (TKP) Rumah Tangga Miskin, dilakukan perhitungan jumlah aktual konsumsi energi dan protein rumah tangga miskin. Jumlah konsumsi energi dihitung dengan rumus:

…………..(1)

Sedangkan untuk konsumsi protein dihitung dengan rumus :

………….(2)

dimana Gij adalah jumlah energi atau protein yang dikonsumsi dari pangan j (energi dalam satuan kkal dan protein dalam satuan gram); BPj adalah berat pangan j yang dikonsumsi (gram); Bddj adalah bagian yang dapat dimakan dari 100 gram pangan (%); dan KGij adalah kandungan energi atau protein per 100 gram pangan j yang dikonsumsi

(energi dalam satuan kkal dan protein dalam satuan gram) (Suyatno, 2011).

Tingkat Konsumsi Energi (TKE) dan Tingkat Konsumsi Protein (TKP), diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

……….(3)

…….(4)

(Supariasa et al, 2001)

Klasifikasi tingkat konsumsi energi dan protein menurut Depkes (1990)

dalam Supariasa (2001) yaitu kategori baik apabila TKG lebih dari sama dengan 100% AKG, sedang apabila TKG 80-90% AKG, kategori kurang apabila TKG 70-80% AKG, dan defisit apabila TKG kurang dari 70% AKG.

Besarnya proporsi pengeluaran pangan dihitung dengan rumus :

Keterangan :

Qp :Proporsi pengeluaran pangan terhadap total pengeluaran (%) Kp :Pengeluaran untuk konsumsi

pangan (Rp)

ΣPt :Total pengeluaran rumah tangga miskin (Rp)

Kriteria ketahanan pangan rumah tangga miskin dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

(4)

Tabel 1. Kategori Rumah Tangga Berdasarkan Indikator Ketahanan Pangan

Konsumsi Energi per Unit Ekuivalen Dewasa

Proporsi Pengeluaran Pangan Rendah

(<60% pengeluaran total)

Tinggi

(60% pengeluaran total) Cukup

(>80% syarat kecukupan energi)

Tahan Pangan Rentan Pangan

Kurang

(≤80% syarat kecukupan energi)

Kurang Pangan Rawan Pangan

Jonsson dan Toole (1991) dalam Maxwell et al (2000) Model yang digunakan untuk

mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan diestimasi dengan menggunakan

Ordinary Least Square (OLS) dengan persamaan sebagai berikut : Y = a + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4

X4 + β5 X5 + β6 X6 + µ ……(5) dimana Y adalah Ttingkat ketahanan pangan rumah tangga miskin dengan pendekatan pengeluaran pangan (Rp/bulan); a adalah konstanta; β1-β6 adalah koefisien regresi; X1adalah tingkat pendapatan rumah tangga miskin (Rp/bulan); X2 adalah lama pendidikan ibu rumah tangga miskin (Tahun); X3 adalah jumlah anggota pada rumah tangga miskin

(Orang); X4 adalah kepemilikan aset produktif (Rp); X5 adalah jumlah subsidi raskin yang diterima oleh rumah tangga miskin (Kg); X6 adalah harga beras (Rp); dan µ adalah nilai residu

HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Rumah Tangga Miskin Berikut rata-rata konsumsi energi dan protein UED (Unit Ekuivalen Dewasa), AKG UED yang dianjurkan dan TKG rumah tangga responden di Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali.

Tabel 2. Rata-rata Konsumsi Energi dan Protein UED, AKG UED dan Tingkat Konsumsi Gizi Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Andong

Kabupaten Boyolali.

Kandungan Gizi Konsumsi AKG UED TKG (%)

Energi (Kkal/orang/hari) 1.517,47 2250 67,44

Protein (Gram/orang/hari) 39,05 56 69,72

Sumber : Analisis Data Primer, 2014 Berdasarkan hasil penelitian, secara umum tingkat konsumsi protein pada rumah tangga miskin lebih tinggi dari tingkat konsumsi energi. Hal tersebut dikarenakan jenis pangan yang biasa dikonsumsi dan terjangkau oleh daya beli rumah tangga miskin sebagai pangan pendamping nasi adalah jenis pangan protein nabati. Jenis pangan protein nabati yang biasa dikonsumsi yaitu tahu dan tempe. Jenis pangan protein

nabati tersebut memiliki kandungan energi yang rendah, sehingga kondisi ini menyebabkan tingkat konsumsi energi rumah tangga miskin mengalami defisit. Kondisi defisitnya konsumsi energi tersebut jelas menunjukan bahwa rumah tangga miskin tidak tahan pangan akibat jenis pangan yang dikonsumsi didominasi oleh jenis pangan yang rendah energi.

(5)

Sebaran kategori tingkat konsumsi energi dan protein rumah tangga responden akan disajikan

pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Sebaran Kategori Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali

No Kategori

Tingkat Kecukupan Gizi

Energi Protein Jumlah RT % Jumlah RT % 1 Baik (TKG  100%) 2 3 0 0 2 Sedang (TKG 80-99%) 8 13 6 10 3 Kurang (TKG 70-80%) 8 13 17 28 4 Defisit (TKG <70%) 42 70 37 62 Jumlah 60 100 60 100

Sumber : Analisis Data Primer, 2014 Pada Tabel 3 menunjukan bahwa sebagian besar nilai TKE dan TKP rumah tangga responden termasuk dalam kategori defisit. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa kondisi defisit energi dan protein berkaitan dengan kuantitas dan kualitas jenis pangan yang dikonsumsi. Pangan yang dikonsumsi rumah tangga miskin tidak mencukupi secara kuantitas dan jenis pangan yang dikonsumsi secara

kualitas bukan merupakan jenis pangan yang mengandung energi maupun protein yang tinggi.

Proporsi Pengeluaran Pangan Terhadap Total Pengeluaran Rumah Tangga Miskin

Pengeluaran rumah tangga dibedakan menjadi dua jenis pengeluaran, yaitu pengeluaran pangan dan pengeluaran non pangan. Pengeluaran pangan dan non pangan rumah tangga responden akan disajikan pada Tabel 4 berikut. Tabel 4. Rata-rata Pengeluaran Pangan dan Non Pangan Rumah Tangga Miskin di

Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali.

No Pengeluaran Pangan Rata-rata (Rp/bulan) Persentase (%)

1 Padi-padian 135.955,75 11,03

2 Umbi-umbian 2.833,33 0,23

3 Ikan 32.688,69 2,65

4 Daging 27.204,17 2,21

5 Telur dan susu 101.325,71 8,22

6 Sayur-sayuran 37.007,14 3,00

7 Kacang-kacangan 54.510,12 4,42

8 Buah-buahan 5.002,38 0,41

9 Minyak dan lemak 53.366,43 4,33

10 Minuman 48.829,76 3,96

11 Bumbu-bumbuan 85.364,17 6,92

12 Konsumsi Lain 52.144,29 4,23

13 Makanan dan minuman jadi 49.672,62 4,03

14 Tembakau dan sirih 79.392,86 6,44

Jumlah 765.297,42 62,08

No Pengeluaran Non Pangan Rata-rata (Rp/bulan) Persentase (%)

1 Perumahan 61.138,57 4,959

2 Aneka barang dan jasa 148.768,16 12,067

3 Biaya pendidikan 191.641,62 15,545

4 Biaya Kesehatan 5.538,89 0,449

5 Sandang 6.979,17 0,566

6 Barang tahan lama 41,67 0,003

7 Pajak dan asuransi 29.983,14 2,432

8 Keperluan sosial 23.449,80 1,902

Jumlah 467.541,02 37,920

Jumlah Total Pengeluaran 1.232.838,44 100,000

Sumber : Analisis Data Primer, 2014 Berdasarkan hasil penelitian, menunjukan bahwa proporsi

pengeluaran rumah tangga responden memiliki proporsi pengeluaran

(6)

pangan yang lebih besar dari proporsi pengeluaran non pangan. Hal ini menunjukan bahwa rumah tangga responden merupakan golongan rumah tangga kurang sejahtera. Kurangnya kesejahteraan pada rumah tangga miskin akan berdampak pada akses ekonomi rumah tangga dalam memperoleh pangan yang cukup dan sesuai dengan persyaratan gizi akibat rendahnya kemampuan daya beli. Sehingga pangan yang dikonsumsi hanya bertujuan sebatas menghilangkan rasa lapar. Artinya, dengan keterbatasan tersebut, rumah tangga yang tingkat kesejahteraannya rendah rentan mengalami kerawanan pangan akibat pangan yang dikonsumsi tidak sesuai dengan

kecukupan yang dibutuhkan dan tidak sesuai dengan persyaratan gizi. Hasil penelitian ini sesuai dengan Hukum Engel yang menyatakan bahwa pada saat terjadi penurunan pendapatan, porsi yang dibelanjakan untuk pangan akan semakin meningkat, sebaliknya, jika pendapatan meningkat maka konsumen lebih memilih membelanjakan sebagian besar pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan non pangan.

Ketahanan Pangan Rumah Tangga Miskin

Sebaran rumah tangga menurut tingkat ketahanan pangan rumah tangga miskin di Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5. Sebaran Rumah Tangga menurut Tingkat Ketahanan Pangan pada Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali Kategori Ketahanan Pangan Proporsi Pengeluaran Pangan (%) TKE (%) Jumlah RT (%)

Tahan Pangan (Proporsi pengeluaran pangan < 60% dan TKE > 80%)

46,25 88,60 5 8,33

Rentan Pangan (Proporsi pengeluaran pangan  60& dan TKE > 80%)

70,61 100,92 5 8,33

Kurang Pangan (Proporsi pengeluaran pangan < 60% dan TKE ≤ 80%)

47,61 57,67 13 21,67

Rawan Pangan (Proporsi pengeluaran pangan  60% dan TKE ≤ 80%)

71,06 63,49 37 61,67

Jumlah 60 100

Sumber : Analisis Data Primer, 2014 Berdasarkan dari hasil penelitian, menunjukan bahwa sebagian besar rumah tangga responden termasuk dalam kategori rumah tangga rawan pangan. Sebagian besar pendapatan dialokasikan untuk memenuhi

kebutuhan pangan, namun konsumsi pangan masih belum terpenuhi dari segi gizi, yaitu energi, bahkan tergolong defisit. Kerawanan pangan pada rumah tangga miskin dapat berimplikasi langsung pada kondisi

(7)

kurang gizi dan akan berdampak buruk bagi kesehatan. Dampak lebih lanjut yaitu pada anak-anak balita dan anak-anak usia sekolah. Jika jenis asupan pangan yang dikonsumsi memiliki nilai gizi yang rendah atau tidak mampu mencukupi AKG yang dianjurkan dapat mengakibatkan penurunan kemampuan daya ingat dan konsentrasi. Jika kondisi kerawanan pangan pada rumah tangga miskin tidak segera diatasi, kondisi yang lebih buruk yaitu munculnya penyakit kekurangan energi dan protein (KEP) yang biasa diderita balita, anak yang sedang tumbuh dan ibu hamil. Hal tersebut tentu menyebabkan tumbuh kembang anak-anak generasi penerus bangsa menjadi terganggu. Konsisi ini menimbulkan dampak jangka panjang, yaitu menjadi rendahnya kualitas sumber daya manusia. Selain itu, kerawanan pangan yang terjadi dapat menimbulkan gangguan fungsional lain seperti menurunnya produktivitas kerja, naiknya frekuensi terkena penyakit infeksi dan lebih parah yaitu meningkatnya angka kesakitan dan kematian.

Faktor–faktor yang

Mempengaruhi Ketahanan Pangan Rumah Tangga Miskin

Analisis terhadap ketahanan pangan dilakukan pada tingkat rumah tangga miskin. Variabel terikat pada penelitian ini yaitu ketahanan pangan rumah tangga miskin dengan pendekatan pengeluaran pangan. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh estimasi model persamaan regresi berganda ketahanan pangan

rumah tangga miskin di Kecamatan Andong adalah sebagai berikut: Ln Ῠ = 6,157 + 3,345 Ln X1 + 1,305

X2 + 4,749 X3 + 2,320 Ln X4 + 0,187 X5 + 1,972 Ln X6

dimana Ln Y adalah ketahanan pangan dengan pendekatan pengeluaran pangan rumah tangga (Rp/bulan); Ln X1 adalah pendapatan rumah tangga (Rp/bulan); X2 adalah lama pendidikan formal ibu rumah tangga (Tahun); X3 adalah jumlah anggota keluarga; Ln X4 adalah kepemilikan aset produktif (Rp); X5 adalah jumlah subsidi raskin yang diterima (Kg); dan LnX6 adalah harga beras (Rp)

Berdasarkan hasil analisis uji F yang dilakukan, diperoleh nilai sigifikansi sebesar 0,000. Nilai signifikansi pada uji F lebih kecil dari α sebesar 0,05. Hal ini berarti variabel independen yang diamati secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap ketahanan pangan rumah tangga. Nilai adjusted R square yang diperoleh pada penelitian yakni sebesar 0,649. Artinya, variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen sebesar 64,9%, sisanya sebesar 35,1% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukan ke dalam model. Adapun uji t disajikan pada Tabel 6 berikut.

(8)

Tabel 6. Uji t (Parsial) Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig B Std.error Beta (Constanklut) 7,344 1,193 6,157 0,000

Pendapatan rumah tangga 0,232 0,069 0,326 3,345 0,002

Lama pendidikan formal ibu rumah tangga

0,021 0,016 0,112 1,305 0,198

Jumlah anggota keluarga 0,165 0,035 0,467 4,749 0,000

Kepemilikan aset produktif 0,015 0,006 0,188 2,320 0,024 Jumlah subsidi raskin yang

diterima

0,001 0,008 0,015 0.187 0,852

Harga beras 0,209 0,106 0,171 1,972 0,054

Variabel Dependen : Ketahanan pangan dengan pendekatan pengeluaran pangan

Sumber : Hasil Analisis SPSS 17.0 Berdasarkan hasil analisis dari uji, dapat diketahui bahwa pendapatan rumah tangga, jumlah anggota keluarga, dan kepemilikan aset produktif secara individu berpengaruh nyata terhadap ketahanan pangan rumah tangga miskin di Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali pada tingkat kesalahan 5 %.

Pendapatan rumah tangga responden memiliki pengaruh terhadap ketahanan pangan responden. peningkatan pendapatan pada rumah tangga responden akan mendorong rumah tangga untuk melakukan pengeluaran pangan dengan jumlah yang lebih besar. Hal tersebut dikarenakan dengan meningkatnya pendapatan, kuantitas pangan yang dibeli akan lebih mencukupi dan kualitas pangan akan lebih baik, sehingga ketahanan pangan rumah tangga responden lebih terjamin.

Selain pendapatan, jumlah anggota rumah tangga juga berpengaruh terhadap ketahanan pangan rumah tangga. Jumlah anggota keluarga yang lebih besar akan meningkatkan pengeluaran

pangan, namun bukan berarti ketahanan pangan rumah tangga responden akan meningkat. Hal tersebut dikarenakan sebenarnya adanya penurunan pengeluaran pangan per kapita, yang artinya kuantitas dan kualitas pangan yang dikonsumsi per kapita akan menurun, sehingga akan menyebabkan meningkatnya resiko rawan pangan pada rumah tangga responden.

Kepemilikan aset produktif juga mempengaruhi ketahanan pangan rumah tangga responden. Gilarso (2004) juga menyatakan bahwa kepemikan kekayaan atau aset pada rumah tangga akan mempengaruhi besarnya pengeluaran rumah tangga. Hasil penelitian ini menunjukan persamaan dengan teori tersebut. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sari dan Bambang (2009), yang menyatakan bahwa kepemilikan aset produktif yang semakin rendah akan menyebabkan kerawanan pangan yang lebih tinggi, kepemilikan aset produktif lebih mengarah pada tingkat pendapatan rumah tangga, bila pendapatan rendah maka daya beli terhadap pangan juga rendah.

(9)

Memiliki nilai aset produktif yang tinggi, tentu dapat membantu mencukupi kebutuhan konsumsi pangan rumah tangga responden dengan jumlah yang cukup dan kualitas pangan yang lebih baik, dan dapat pula sebagai tambahan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan non pangan atau kebutuhan yang tidak terduga tanpa mengurangi konsumsi pangan, sehingga kondisi ketahanan pangan rumah tangga responden lebih terjamin.

Lama ibu rumah tangga menempuh pendidikan formal pada penelitian ini tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ketahanan pangan rumah tangga. Menurut peneliti, lama pendidikan tidak berpengaruh karena responden cenderung mengikuti kebiasaan makan sehari-hari, atau cenderung mengikuti kebiasaan makan masyarakat sekitar. Hal ini sesuai dengan teori Duesenberry yang menyatakan bahwa selera rumah tangga atas barang konsumsi adalah interdependen. Menurut Waluyo (2002), interdependen berarti pengeluaran konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh pengeluaran konsusmi yang dilakukan masyarakat sekitar (tetangga).

Jumlah subsidi raskin yang diterima rumah tangga responden pada penelitian ini tidak memiliki pengaruh terhadap ketahanan pangan rumah tangga. Berdasarkan hasil penelitian, hal tersebut dikarenaka sebagian besar rumah tangga responden tidak terlalu menggantungkan adanya pembagian raskin. Sebagian besar responden menjual beras raskin untuk membeli beras yang kualitasnya lebih bagus.

Selain itu, beras raskin juga terkadang digunakan responden untuk menyumbang tetangga yang mempunyai hajatan.

Hasil penelitian juga menunjukan bahwa harga beras tidak mempengaruhi ketahanan pangan rumah tangga responden. Hal ini sejalan dengan penelitian Sianipar et

al (2012). Hal tersebut dikarenakan

rumah tangga responden tidak memperdulikan harga beras. Tidak adanya kepedulian tersebut dikarenakan beras merupakan jenis pangan utama yang sangat dibutuhkan oleh rumah tangga miskin, sehingga berapapun harganya maka rumah tangga responden akan tetap membelinya. Hal tersebut juga dilatarbelakangi karena adanya anggapan bagi rumah tangga responden bahwa rumah tangga responden merasa belum makan dan kurang berenergi ketika mereka belum memakan nasi.

SIMPULAN

Terjadinya kondisi defisit pada TKE dan TKP rumah tangga responden dikarenakan rendahnya daya beli pada rumah tangga responden yang ditandai dengan besarnya proporsi pengeluaran pangan yang lebih besar dari pengeluaran non pangan. Berdasarkan hasil tersebut, sebenarnya sudah dapat diketahui bahwa kondisi ketahanan pangan pada rumah tangga miskin di Kecamatan Andong adalah rawan pangan. Hal tersebut menunjukan bahwa ketahanan pangan di Kecamatan Andong belum baik, karena ketahanan pangan belum sampai hingga tingkat rumah tangga, terutama rumah tangga miskin. Faktor yang mempengaruhi kondisi

(10)

ketahanan pangan pada rumah tangga responden yaitu pendapatan rumah tangga, jumlah anggota keluarga dan kepemilikan aset produktif dengan tingkat kepercayaan 95 %.

Adapun rekomendasi yhang dapat diberikan untuk meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga miskin di Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali yakni Pemerintah Kabupaten Boyolali bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Kecamatan Andong perlu membuat program yang ditunjukan untuk peningkatan pendapatan seperti adanya pelatihan atau pemberian ketrampilan dan bantuan modal kepada rumah tangga miskin di Kecamatan Andong, karena karena rendahnya TKE dan TKP rumah tangga miskin disebabkan karena rendahnya pendapatan rumah tangga. Pemberian penyuluhan dan ketrampilan mengolah hasil panen pada komoditas unggulan seperti kacang tanah dan ubi kayu perlu dilakukan agar rumah tangga responden dapat lebih memaksimalkan hasil komoditas tersebut dan mampu untuk meningkatkan nilai tambah pada komoditas tersebut

Kurangnya diversifikasi pangan pada rumah tangga miskin juga menyebabkan rendahnya TKE dan TKP. Peningkatan pengetahuan tentang gizi dengan diadakannya penyuluhan perlu dilakukan. Penyuluhan yang dilakukan yaitu seperti adanya sosialisasi pangan yang murah dan begizi, serta perlu adanya sosialisasi mengenai informasi pentingnya diversifikasi pangan, kecukupan dan keseimbangan gizi serta pengaruhnya terhadap kesehatan. Sosialisasi

mengenai PUGS (Pedoman Umum Gizi Seimbang) yang berisi 13 pesan dasar untuk mencapai gizi seimbang juga perlu dilakukan. Sehingga diharapkan mampu memperbaiki pola makan baik dari segi kuantitas maupun kualitas.

Jumlah anggota keluarga berpengaruh terhadap ketahanan pangan rumah tangga responden. Oleh karena itu perlu adanya sosialisasi atau penyuluhan mengenai pentingnya keluarga berencana bagi rumah tangga miskin agar jumlah anggota keluarga pada rumah tangga miskin lebih dapat dikendalikan guna memantapkan ketahanan pangan tingkat rumah tangga.

DAFTAR PUSTAKA

Arinigsih, E dan Handewi PSR. 2008. Strategi Peningkatan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Rawan Pangan. Jurnal

Analisis Kebijakan Pertanian.

Vol 6 No 3. September 2008 Suyatno. 2011. Praktikum:

Menghitung Kandungan Zat Gizi Pangan dan Konsumsi Pangan. Bag. Gizi FKM

UNDIP. Semarang

Maxwell, D, Carol L, Margaret AK, Marie R, Saul M dan Clement A 2000. Urban Lielihoods

and Food and Nutrition Seurity in Greater Ara,

Ghana. IFPRI in

Collaborative with Noguchi Memorial for Medical Research and World Health Organization. Washington, D.C.

Gilarso, T. 2004. Pengantar Ilmu

Ekonomi Makro.Kanisius.

(11)

Sianipar, JE. Slamet H dan Ronal TPH. 2012. Analisis Ketahanan Pangan Rumah Tangga Tani di Kabupaten Manokwari. SEPA . Vol. 8 No.2 Pebruari 2012

Supariasa, DN, Bachyar B dan Ibnu F. 2001. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Sari MR dan Bambang P. 2009. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kerawanan Pangan Rumah Tangga Miskin di Desa Wiru Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang. JEJAK. Vol 2 Nomor 2. September 2009

Waluyo, E.. 2001. Teori Ekonomi

Makro. Universitas

Referensi

Dokumen terkait

Modal kerja dari suatu perusahaan jasa akan relatif lebih rendah dibandingkandengan kebutuhan modal kerja perusahaan dagang. Sedangkan modal kerja perusahaan dagang

Untuk siswa- siswa yang masuk kategori sedang dan rendah sesuai tabel diatas masuk dalam kategori rendah, hal ini dapat dilihat dari hasil jawaban yang

Coordination and Collaboration.. lending portfolio to finance adaptation projects. The BAU of the current credit assessment process is that banks will assess a project based on

Teknologi informasi dan komunikasi juga memberikan dampak-dampak terhadap masyarakat semisal, kita lebih mudah dalam menyelesaikan pekerjaan karena adanya teknologi,

Secara umum protokol mempunyai fungsi untuk menghubungkan penerima dan pengirim dalam berkomunikasi serta agar komunikasi yang terjadi dapat berjalan dengan baik.. Fragmentasi

Urutkan file baru dengan cara membelokkan standard input dan standard output ke file baru.urut. Buatlah direktori latihan2 sebanyak 2 kali dan belokkan standard error

Dalam lingkup Aceh, beberapa tindakan yang dapat dilakukan pada saat ini adalah (a) perlu ada sebuah kanun tentang kebijakan (policy) bahasa dan sastra daerah agar semua

Intat dara baroё adalah acara mengantar pengantin perempuan (dara baroё) di tempat pihak pengantin laki-laki (lintoё baroё). Cina buta adalah seorang wanita atau