• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Pesantren Al-Falah Cicalengka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Pesantren Al-Falah Cicalengka"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

75 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN

1. Gambaran Umum Pesantren Al-Falah Cicalengka

Lokasi pesantren Al-Falah Cicalengka berada di Kecamatan Cicalengka sebelah timur kabupaten Bandung. Untuk menuju daerah ini bisa ditempuh dengan naik angkutan umum elf atau bus jurusan Bandung-Garut. Dari jalan utama (jalan Bypass) untuk sampai ke pesantren bisa ditempuh dengan jalan kaki, naik ojeg atau apabila membawa kendaraan sendiri bisa langsung ke perkomplekan pesantren Al-Falah. Jarak dari jalan utama ke perkomplekan pesantren Al-Falah yaitu 500 meter. Antara pemukiman penduduk setempat dengan komplek pesantren terdapat dinding pembatas yaitu tembok yang sangat tinggi agar keamanan santri terjamin. Di area pesantren terdapat satu buah sungai yaitu sungai Cibodas di sebelah barat.

Wilayah pesantren Al-Falah terbagi atas dua daerah. Al-Falah I terdapat di Jl. Kapten Sangun No.6 Cicalengka dan Al-Falah II terdapat di Jl. Nagreg Bandung. Komplek pesantren Al-Falah I membentang dari timur ke barat. Pesantren Al-Falah I terbagi atas dua komplek yang sangat luas. Sekilas kompleks tersebut hanya terlihat seperti pemukiman penduduk. Ketika kita memasuki komplek pertama sebelah barat, maka bangunan pertamana yang akan kita jumpai adalah rumah pengasuh pesantren Al-Falah yaitu Bapak KH. Q. Ahmad Syahid, Ph.D.

(2)

76 Seperti pesantren-pesantren lain, pada bagian tengah (pusat) komplek, terdapat sebuah masjid tempat ibadah santri , kiai dan penduduk setempat. Masjid tersebut berukuran 11 x 13 m. Disamping masjid sebelah kiri terdapat gedung madrasah MTs. putri kelas VII-IX dan di atas masjid terdapat asrama putri. Sebelah kanan masjid, terdapat Gedung STAI Al-Falah (Sekolah Tinggi Agama Islam) yang menyatu dengan kantor MTs. Di depan gedung STAI terdapat asrama putra, asrama pengurus yang berdampingan dengan ruang perpustakaan dan ruang kesektariatan Ponpes Al-Falah.

Komplek kedua Al-Falah I bersebrangan dengan komplek pertama. Ketika kita memasuki komplek kedua, maka kita akan melihat taman yang sangat luas dan bangunan yang tinggi. Bangunan tersebut adalah gedung madrasah putra. Sebelah kiri gedung adalah kediaman anak ketiga KH. Syahid yaitu H. Rif’at Aby Syahid, S.Pd, beliau merupakan salah satu pengasuh ponpes Al-Falah. Disebelah kanan terdapat rumah besar yang merupakan kediaman kepala sekolah MTs. yaitu bapak Drs. H. Nanang Naisabur beserta istri (istrinya merupakan anak kedua KH. Syahid). Di depan gedung madrasah terdapat lapangan yang luas yang berfungsi untuk berbagai macam kegiatan santri seperti upacara, bermain, perayaan haul dan kegiatan lainnya.

Di komplek pesantren Al-Falah I, santri tinggal di asrama yang terpisah tapi berdekatan. Asrama santri putra berjumlah 12 asrama dengan jumlah santri sebanyak 319 orang. Asrama santri putri berjumlah 9 asrama dengan jumlah santri sebanyak 224 orang. Jadi keseluruhan jumlah santri Al-Falah I Cicalengka adalah 543 orang. Asrama ini dipimpin langsung oleh KH. Syahid.

(3)

77 Kompleks Al-Falah II yang berada di Nagreg terdiri dari asrama santri putra dan putri plus sekolah Madrasah Aliyah (MA), Taman Kanak-kanak dan Madrasah Diniyah. Lokasi Al-Falah II sangat cocok sekali untuk dijadikan pesantren. Komplek pesantren Al-Falah II jauh dari keramaian apalagi rumah penduduk. Al-Falah II berada di bawah pegunungan yang udaranya sangat sejuk dan dingin. Jarak dari jalan utama ke pesantren adalah 1 km. Untuk sampai ke pesantren, dapat menggunakan mobil atau berjalan kaki. Berbeda dengan Al-Falah I, luas wilayah Al-Falah II lebih besar.

Ketika memasuki gerbang, sebelah kiri kita akan melihat masjid, aula dan asrama putri. Sebelah kanan pintu gerbang, kita akan melihat rumah kediaman Wafa Wafiah (salah satu pengasuh ponpes Al-Falah dan anak KH. Syahid), kediaman istirahat KH. Syahid, ruang sekertariat, OSIS, Koperasi, wartel, gedung TK, gedung MD, Gedung MA dan asrama putra. Didepan asrama putra terdapat lapangan yang sangat luas yang merupakan tempat bermain bola santri putra. Di depan gerbang, kira-kira 500 meter terdapat kediaman kepala sekolah MA yang merupakan anak pertama KH. Syahid yaitu KH. Cecep Abdullah Syahid, S.Ag. Jumlah santri Al-Falah II sebanyak 297 orang. Jumlah asrama yaitu 10 asrama, asrama putri 6 dan asrama putra 4. Kini jumlah luas keseluruhan komplek Al-Falah I dan II adalah 125 tumbak atau 1200 meter persegi.

Pengasuh pondok pesantren Al-Falah adalah Drs. KH. Q. Ahmad Syahid, PhD yang akrab dipanggil Ayah atau Kang Haji Syahid. Beliau merupakan salah satu qori terbaik yang dimiliki bangsa Indonesia karena beliau menjadi juara

(4)

78 pertama pada MTQ pertama tahun 1969. Sosok kepemimpinan beliau sangat disegani oleh pimpinan pesantren dan kiai-kiai lainnya di Jawa Barat.

Program yang diselenggarakan di pondok pesantren Al-Qur’an Al-Falah adalah:

1. Taman Kanak-Kanak (berlokasi di Al-Falah II Nagreg) 2. Madrasah Diniyah (di Al-Falah II Nagreg)

3. Madrasah Tsanawiyah (di Al-Falah I Cicalengka)

4. Madrasah Aliyah Umum (MAU) (di Al-Falah II Nagreg) 5. Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK) (di Al-Falah II Nagreg) 6. Santri Takhosus

7. Majelis Ta’lim

8. Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) 9. Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Falah.

Karena adanya peraturan baru tentang pendidikan yang tercantum dalam UU Sistem Pendidikan Nasional yang baru yaitu UU No. 20 tahun 2002, maka mulai tahun ajaran 2006-2007 Madrasah alayah Keagamaan (MAK) dilebur ke Madrasah Aliyah.

Yayasan lembaga pendidikan Islam Asy-Syahidiyah Al-Falah memiliki lembaga pendidikan formal dari tingkat dasar hingga tingkat tinggi. Lembaga pendidikan yang ada di bawah yayasan lembaga pendidikan Islam Asy-Syahidiyah ini adalah:

(5)

79 Tabel 1.2

Nama lembaga & jumlah siswa yang ada di pondok pesantren Al-Falah Cicalengka

No Nama Lembaga Kepala Sekolah Jumlah siswa/

santri

1 TK (Taman

Kanak-Kanak)

Hj. Ela Kholilah S.Ag 30 orang

2 MD(Madrasah

Diniyah)

Yandi Ramdani S.Ag 25 orang

3 MTs (Madrasah

Tsanawiyah)

Drs. H. Nanang Naisabur 460 orang

4 MA (Madrasah

Aliyah)

KH. Cecep Abdullah Sy S.Ag 297 orang

5 Takhosus H. Rif’at Aby Syahid S.Ag 83 orang

6 STAI Al-Falah KH. Q. Ahmad syahid PhD 51 orang

JUMLAH TOTAL 946 ORANG

Santri di pesantren Al-Falah yang mengenyam pendidikan formal cukup banyak tetapi jumlahnya lebih sedikit dari yang tinggal di asrama. Para santri yang pesantren di Al-Falah baik putra maupun putri berdatangan dari daerah luar seperti Jawa Barat, Jakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur, bahkan ada juga yang datang dari Lampung, Medan, Riau, kalimantan bahkan Timor-Timur.

Disamping lembaga-lembaga formal di atas, di pondok pesantren Al-Falah juga menyelenggarakan kegiatan-kegiatan seperti: OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah), Lembaga Bahasa Arab, Latihan Komputer, latihan kepramukaan, laboratorium bahasa dan qidrot dan LDK (latihan dasar kepemimpinan).

Dalam lingkungan asrama, kitab-kitab yang dikaji dapat digolongkan menjadi beberapa macam ilmu yaitu: tajwid, fiqh, tafsir, tauhid, nahwu, shorof, qiroat dan hadist. Jumlah kitab tajwid lebih banyak dipelajari oleh santri karena Al-Falah identik dengan metode pembelajaran Al-Qur’an. Pesantren yang berdiri pada masa orde baru ini, semula menggunakan sistem salaf, semakin hari semakin

(6)

80 meningkat sehingga pesantren ini menjadi pesantren modern, dengan perpaduan antara sistem salaf dengan kegiatan formal di sekolah. Dengan usia yang relatif muda, pesantren yang didirikan pada tahun 1971, telah mencetak qoriah-qoriah terbaik, baik tingkat nasional maupun tingkat internasional.

2. Gambaran Umum Desa Waluya Cicalengka

Desa Waluya adalah salah satu desa yang terkenal agamis atau nyantri di Kecamatan Cicalengka. Jika kita akan mengunjungi desa yang berada di sebelah timur Kabupaten Bandung tersebut, cukup dengan menggunakan kendaraan umum seperti elf atau bus jurusan Bandung- Garut. Dikarenakan bus hanya melewati jalur utama (Bypass), kendaraan cukup berhenti di Paramanmuncang. Setelah itu naik angkot jurusan Cileunyi-Cicalengka dan berhenti di Pasar Cicalengka (Baron). Dari kawasan pasar Cicalengka yang merupakan pusat pasar tradisional di Cicalengka, kita cukup berjalan atau naik ojeg untuk memasuki wilayah Desa Waluya. Kantor Kepala Desa terletak di Rw. 05 yaitu Kampung Ciseke. Jika kita akan mendatangi kantor kepala desa, cukup dengan menggunakan kendaraan bermotor atau ojeg.

Selain identik dengan kawasan industri dan home industry, Desa Waluya pun identik dengan kawasan pariwisata Curug Cinulang. Luas Desa Waluya adalah 126.5 ha yang membentang luas dari barat ke timur. Wilayah Desa Waluya dikelilingi oleh gunung yang menjulang tinggi, rel kereta api dan sawah yang membatasi kampung satu dengan kampung yang lainnya. Batas-batas daerah Desa Waluya adalah:

(7)

81 - sebelah barat : Desa Margaasih

- sebelah timur : Desa Cikuya

- sebelah utara : Desa Cicalengka Wetan - sebelah selatan: Desa Hegarmanah

Batas desa dihalangi oleh sungai, jalan, jembatan, rel kereta api dan sawah.

Jumlah penduduk Desa Waluya secara keseluruhan adalah 9. 483 orang (laki-laki = 4783 orang dan perempuan = 4704 orang) dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 2276 kk. Keseluruhan jumlah penduduk terbagi atas 17 RW (rukun warga) yaitu Kp Balong, Kp. Dungus Maung/ Cikuya, Kp. Ciseke, Kp. Pajagalan, Kp. Ciseke (Kp. Waluya+ Kp. Ciseke+ Kp. Kebon Sereh), Kp. Cijalupang, Kp. Kebon Kapas Kulon (Ciawitali), Kp. Kebon Kapas Kulon, Kp. Kebon Kapas, Kp. Kebon Kapas, Kp. Kebon Kapas, Kp. Urug, Kp. Cijalupang, Kp. Kebon Kapas Kulon, Kp. Cikurutug Kidul, Kp. Randukurung, Kp. Kebon Kapas.

Mata pencaharian pokok masyarakat Desa Waluya sebelum adanya industri adalah pengangguran dan petani. Setelah dibangunnya pabrik dan berkembangnya home industry pada tahun 1980, mata pencaharian masyarakat adalah buruh pabrik. Walaupun masih ada mata pencaharian yang lainnya seperti pengrajin, pedagang, peternak, montir, supir, buruh bangunan dan pegawai negeri. Kondisi Desa Waluya sebelum adanya industri adalah desa agraris yang dominan sawahnya ditanami padi. Namun ketika munculnya kawasan industri, maka wilayah Desa Waluya berubah menjadi gersang. Tidak semua kampung di

(8)

82 Desa Waluya terdapat industri. Kawasan industri dan home industry di Desa Waluya umumnya terdapat di Kampung Kebon Kapas dan Ciawitali.

Karakteristik masyarakat Desa Waluya adalah agamis atau Islami (nyantri) karena di daerah tersebut terdapat banyak sekali pesantren. Ada dua pesantren yang cukup terkenal se-Kecamatan Cicalengka yaitu pesantren Al-Falah dan Nurul Wasilah. Banyak sekali masyarakat yang tertarik untuk belajar ilmu agama Islam di kedua pesantren tersebut. Banyak masyarakat yang mendatangi kedua pesantren karena kedua pesantren memiliki ciri khas yang berbeda. Pesantren Al-Falah identik dengan seni baca Al-Qur’an dan tilawahnya sedangkan Nurul Wasilah terkenal dengan pembelajaran Kitab Kuningnya. Kedua pesantren telah memberikan kontribusi yang sangat positif bagi perkembangan ilmu keagamaan di Desa Waluya.

Pendidikan formal yang dimiliki dan tersedia di Desa Waluya hanya terbatas pada pendidikan dasar saja yaitu Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, TPA dan lembaga pendidikan agama. Jumlah SD yang dimiliki adalah empat SD yaitu SDN Randukurung, SDN Waluya, SDN Cikuya dan SDN Sawah Lega. Jumlah TK yang dimiliki adalah empat TK yaitu TK Miftahul Hasanah, TK Al-Ikhlas, TK Al-Huda dan TK As-Syifa. Jumlah TPA adalah enam TPA dan lima lembaga pendidikan agama.

Masyarakat Desa Waluya dipimpin oleh seorang kepala desa yang sangat memperhatikan kemajuan dan kemunduran desa. Beliau bernama Cecep Kurniawan. Dalam menjalankan tugasnya, beliau dibantu oleh empat wakil pembantu desa, yaitu Engkus Kuswara menjabat sebagai kaur ekbang, Ikin

(9)

83 menjabat sebagai bendahara, Deni menjabat sebagai kaur pemerintahan dan Sanaryo menjabat sebagai sekertaris desa.

B. DESKRIPSI HASIL PENELITIAN

Penelitian yang dilakuakan adalah melakukan wawancara terhadap masyarakat pesantren Al-Falah dan masyarakat Desa Waluya. Profil mereka adalah:

1) H. Rif’at Aby Syahid S.Ag, usia 32 tahun, merupakan anak ketiga dari pimpinan pesantren Al-Falah KH. Syahid. Selain itu beliau merupakan salah satu pengasuh pondok pesantren Al-Falah. Untuk selanjutnya disebut dengan kode 1 RA.

2) Engkus Kuswara, usia 35 tahun, merupakan aparat Desa Waluya yang menjabat sebagai kaur ekbang. Beliau telah 12 tahun bekerja di pemerintahan desa. Beliau bertempat tinggal di Rw. 05 Kampung Ciseke. Untuk selanjutnya disebut dengan kode 2 EK.

3) Saryono, usia 65 tahun merupakan salah satu tokoh masyarakat Desa Waluya yang masih menjabat sebagai ketua Rw. 01 Kampung Balong. Beliau telah 35 tahun menjabat sebagai ketua Rw. Beliau bertempat tinggal di Rt. 01 Rw. 01 Kp. Balong Desa Waluya. Untuk selanjutnya disebut dengan kode 2 SR. 4) Yuyun, usia 35 tahun merupakan masyarakat biasa yang memiliki home

industry sate jebred. Beliau bertempat tinggal di Rt.02 Rw.01 Kp. Balong Desa Waluya. Beliau telah membuka usaha sate jebred selama delapan tahun. Untuk selanjutnya disebut dengan kode 2 YN.

(10)

84 5) H. A. Zacky Burhan S.PdI, usia 24 tahun, merupakan Rois’AM pondok pesantren Al-Falah. Berasal dari Majengka. Menjadi santri Al-Falah selama 5 tahun. Sekarang tinggal di asrama pengurus putra + asatidz. Lulus STAI Al-Falah tahun 2004. Untuk selanjutnya disebut dengan kode 1 ZB.

6) Ai Neni S.PdI, usia 25 tahun berasal dari Ciparay. Merupakan salah satu pengurus putri ponpes Al-Falah. Di MTs menjabat sebagai pengurus perpustakaan dan di ponpes menjabat sebagai guru Al-Qur’an. Menjadi santri Al-Falah selama 5 tahun kemudian diangkat menjadi pengurus. Lulus STAI Al-Falah tahun 2002. Untuk selanjutnya disebut dengan kode 1 IN.

7) Evi Rossyidah S.PdI, usia 22 tahun berasal dari Bekasi. Merupakan salah satu pengurus santri putri ponpes Al-Falah. Di MTs menjabat sebagai wali kelas VII A dan guru bahasa arab. Menjadi santri Al-Falah selama 5 tahun. Lulus STAI Al-Falah tahun 2006. Untuk selanjutnya disebut dengan kode 1 ER. 8) Yayan Taryana, usia 38 tahun asal dari Rt.01 Rw.12 Kp. Urug Desa Waluya.

Memiliki pabrik home industry kerudung rajutan Al-Jaya selama 10 tahun. Rutin mengikuti pengajian wirid thoriqoh di pesantren Al-Falah setiap hari minggu. Telah mengikuti pengajian selama 1 tahun. Untuk selanjutnya disebut dengan kode 2 YT.

9) Eutik, usia 60 tahun asal dari Rw. 15 Kp. Cikurutug Kidul Desa Waluya. Memiliki pabrik home industry kerupuk selama 20 tahun. Untuk selanjutnya disebut dengan kode 2 ET.

10)Siti Solihat, usia 25 tahun mahasiswi tingkat-5 STAI Al-Falah Cicalengka. Asal Kp. Cijalupang Desa Waluya. Menjadi santri Al-Falah selama 4 tahun,

(11)

85 kemudian diangkat menjadi pengurus putri. Untuk selanjutnya disebut dengan kode 2 ST.

11)T. Nouval Istikhori, usia 22 tahun mahasiswa tingkat-1 STAI Al-Falah Cicalengka. Asal Kp. Pajagalan Desa Waluya. Menjadi santri Al-Falah selama 5 tahun kemudian diangkat menjadi pengurus santri putra dan menjabat sebagai guru bahasa arab di MTs, sebagai seksi pendidikan di ponpes Al-Falah. Untuk selanjutnya disebut dengan kode 2 NI.

12)Hj. Sri Hartati Permanasari, usia 28 tahun mahasiswi tingkat-3 STAI Al-Falah cicalengka. Asal Kp Cikurutug Kidul Desa Waluya. Menjadi santri Al-Falah selama 8 tahun kemudian diangkat menjadi pengurus santri putri. Untuk selanjutnya disebut dengan kode 2 SH.

Deskripsi tentang perubahan sosial yang terjadi di masyarakat akibat adanya industri dan peran pesanten Al-Falah dalam memelihara ikatan kekeluargaan, akan dijelaskan berdasarkan wawancara dengan narasumber di atas. Deskripsi hasil penelitian pun mengacu pada permasalahan pokok dan tujuan dari penelitian ini.

1. Gambaran Kehidupan Sosial Masyarakat Industri Desa Waluya a. Keberadaan Industri di Desa Waluya

Desa Waluya merupakan wilayah Kecamatan Cicalengka Kabupaten Bandung. Jumlah Rw (rukun warga) cukup banyak yaitu 17 Rw, seperti yang dikemukakan oleh 2 EK. Nama Rw atau kampung yang berada di daerah Desa Waluya adalah Kp Balong, Kp. Dungus Maung/ Cikuya, Kp. Ciseke, Kp. Pajagalan, Kp. Ciseke (Kp. Waluya+ Kp. Ciseke+ Kp. Kebon Sereh), Kp.

(12)

86 Cijalupang, Kp. Kebon Kapas Kulon (Ciawitali), Kp. Kebon Kapas Kulon, Kp. Kebon Kapas, Kp. Kebon Kapas, Kp. Kebon Kapas, Kp. Urug, Kp. Cijalupang, Kp. Kebon Kapas Kulon, Kp. Cikurutug Kidul, Kp. Randukurung, Kp. Kebon Kapas. Tidak semua Rw ada industri, khususnya industri kecil, dominan industri terdapat di Kp. Kebon Kapas seperti di Rw. 09,10,11,15, dan 16. Industri tersebut lebih dispesifikan dalam home industry yaitu pabrik tahu, kerupuk, kerajinan tangan rumah tangga, roti, ciput+kerudung rajutan. Selain home industry, di Desa Waluya terdapat pabrik/ perusahaan besar yang bergerak di bidang garmen, nama perusahaannya adalah PT. Cemara Agung.

Hadirnya industri memberikan angin segar bagi masyarakat. Industri di Desa Waluya bermunculan pada tahun 1986, ketika itu masyarakat Desa Waluya masih berprofesi sebagai petani. Reaksi masyarakat ketika adanya industri sangat menggembirakan dan antusias sekali karena menurut masyarakat, industri dapat memperbaiki perekonomian dan dapat beralih profesi menjadi karyawan pabrik sebagaimana yang dikemukakan oleh 2 EK. Tapi dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat, meningkat pula biaya yang harus dikeluarkan. Untuk itu reaksi 2 YN terhadap keberadaan industri biasa-biasa saja karena ada atau tidak adanya industri, kebutuhan hidup keluarga tidak akan cukup. Sementara itu menurut 2 SH, reaksi terhadap adanya industri sangatlah mengagetkan karena industri dapat memberikan dampak yang positif sekaligus negatif. Dengan industri semua menjadi serba mudah dan serba ada.

Hadirnya industri di tengah-tengah masyarakat memang memberikan secercah cahaya bagi masyarakat yang menganggur untuk mendapatkan pekerjaan

(13)

87 yang layak. Masyarakat Desa Waluya adalah masyarakat yang agraris, kemudian setengah dipaksa untuk menjadi masyarakat industri. Untuk membangun suatu industri, pilihlah tempat-tempat yang di daerah itu belum ada budaya agrarisnya, yang tempatnya tandus. Dulu Desa Waluya subur makmur, gemah ripah, sekarang sudah mulai banyak kekeringan, hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh 1 RA.

Arah peningkatan perekonomian masyarakat setelah adanya industri sangat meningkat secara signifikan yaitu sebanyak 30 persen sebagaimana yang dikemukakan oleh 2 EK. Peningkatan ekonomi terjadi karena masyarakat yang dulunya bekerja sebagai petani, gaji yang diterimanya tidak tentu tapi setelah menjadi karyawan pabrik, gaji yang diperoleh sesuai dengan target ia bekerja. b. Kondisi Kehidupan Masyarakat Desa Waluya sebelum dan setelah

adanya industri di bidang pendidikan, keagamaan, sosial budaya dan ekonomi

 Bidang Pendidikan

Kehidupan sosial masyarakat Desa Waluya sebelum dan setelah adanya industri dalam berbagai bidang jelas berbeda. Perbedaan dalam bidang pendidikan, sebelum dan setelah adanya industri tidak terlalu mencolok mungkin dari segi fisiknya saja meningkat. Dulu hanya ada lima SD dan delapan madrasah, sekarang SD dimerger menjadi 4, TK, madrasah serta lembaga pendidikan agamanya lebih banyak. Bangunan fisik yang dulu tidak layak huni, sekarang khusus untuk Desa Waluya bisa dikatakan paling baru bangunan-bangunan sekolahnya, sebagaimana yang dikemukakan oleh 2 EK dan 2 SR.

(14)

88 Setelah bekerja di pabrik dan mempunyai penghasilan yang cukup, banyak orang tua yang berkeinginan untuk menyekolahkan anaknya di lembaga pendidikan formal, sebagaimana yang dikemukakan oleh 2 SS . Ada pula orang tua yang karena kesibukan bekerja, tidak memperhatikan pendidikan anaknya. Sehingga anak menjadi terbengkalai, malas belajar dan tidak naik kelas, hal tersebut dikemukakan oleh 1 ZB.

 Bidang Keagamaan

Khusus dibidang keagamaan, untuk masyarakat Desa Waluya yang dikategorikan daerah agamis atau religius, untuk rutinitas keagamaan tidak ada perbedaan yang berarti. Banyak pesantren di Desa Waluya yang dikategorikan besar untuk kecamatan Cicalengka yaitu pesantren Al-Falah dan pesantren Nurul Wasilah yang terrdapat di Rw. 17 Kp. Kebon Kapas. Secara fisik, bangunan ibadahnya pun meningkat disertai dengan sarana dan prasarana yang memadai, sebagaimana yang dikemukakan oleh 2 EK.

Sebagai tokoh masyarakat, 2 SR menilai bahwa agama merupakan pondasi dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai agama sangat dipegang teguh oleh masyarakat Desa Waluya. Selain bekerja, beribadah adalah salah satu rutinitas yang dikerjakan masyarakat dalam kehidupannya. Pengajian merupakan salah satu kegiatan keagamaan yang selalu ramai diikuti oleh penduduk setempat, baik itu pengajian anak-anak, remaja dan orang tua. Dengan adanya industri, keadaan tersebut secara berangsur-angsur mengalami penurunan.

Sarana keagamaan memang meningkat. Menurunnya hal tersebut dibarengi pula oleh meningkatnya kesibukan masyarakat sehingga mereka tidak mempunyai

(15)

89 waktu lagi untuk pergi ke masjid atau pengajian. Setelah bekerja, masyarakat merasakan bahwa waktu yang mereka miliki sangatlah berharga. Sisa waktu yang ada digunakan untuk istirahat. Dengan demikian keluarga menjadi terlantar, anak-anak kurang mendapat bimbingan dan perhatian. Pengajian anak-anak-anak-anak pun menjadi berkurang karena mereka lebih tertarik menonton televisi dirumah. Hal tersebut dirasakan oleh 2 ET.

Hal senada juga dikemukakan oleh 2 NI dan 2 SS yang menyatakan bahwa mereka lebih merasakan kehidupan beragama sebelum masuknya industri di desanya. Masyarakat terlihat aktif dalam mengikuti kegiatan keagamaan. Setelah masuknya industri, masyarakat jarang terlihat mengikuti pengajian karena terbatasnya waktu yang mereka miliki.

Prinsip keagamaan yang dipegang oleh seseorang memeng berbeda-beda. Hal tersebut dikemukakan oleh salah satu bos ciput “Al-Jaya” yaitu 2 YT. Dengan banyaknya pekerjaan, tidak mengurungkan niat untuk tetap mengunjungi pesantren Al-Falah bersama istrinya untuk pengajian rutinan mingguan yaitu thoriqohan. Kegiatan rutinan sudah beliau laksanakan selama satu tahun terakhir ini. Karena walaupun sibuk, beliau masih menyempatkan diri untuk mengisi jiwa rohaninya dengan mendengarkan pengajian di pesantren Al-Falah.

 Bidang Sosial Budaya

Masyarakat Desa Waluya adalah masyarakat yang terkenal ramah, kompak dan suka tolong menolong. Saat itu penduduk yang masih ada adalah penduduk asli Desa Waluya yang masih memegang teguh nilai-nilai budaya leluhur dan belum terpengaruh budaya luar. Setelah adanya industri, hal tersebut sukar

(16)

90 ditemukan. Secara fisik mareka bertetangga tapi secara bathin, hati mereka terpisah. Tidak ada lagi kebersamaan, kegotong- royongan dan saling kerja sama satu sama lain. Kekompakan yang dulu ada kini telah hilang, sebagaimana dikemukakan oleh 2 SR.

Pendapat tersebut bertolak belakang dengan pendapat 2 YT. Dengan adanya industri dapat membantu kegiatan sosial masyarakat. Industri dapat memberikan bantuan berupa dana untuk perbaikan jalan atau rumah-rumah peribadatan. Hal tersebut sering di lakukan oleh 2 YT.

 Bidang Ekonomi

Keadaan ekonomi masyarakat sebelum adanya industri, sangatlah minim (menurut 2 EK). Sebagian besar masyarakat Desa Waluya bermata pencaharian sebagai buruh tani, sisanya adalah bekerja sebagai buruh bangunan, berjualan bahkan banyak yang menganggur. Sebagian besar penghasilan mereka sangatlah kecil. Tetapi setelah masuknya industri, terjadi perubahan dalam lapangan pekerjaan. Sebagian besar penduduk beralih memilih bekerja di pabrik. Sehingga penghasilan masyarakat lebih baik dari sebelumnya.

Hal senada diungkapkan oleh 2 YN, bahwa mereka lebih tertarik bekerja disektor industri. Selain penghasilannya lebih besar, bekerja di pabrik tidak menggunakan tenaga yang ekstra seperti menjadi buruh tani. Industri pun dapat meningkatkan kemajuan di bidang ekonomi sehingga dapat menyekolahkan anak sampai pendidikan atas, sebagaimana dikemukakan oleh 2 YT dan 2 SH.

Lain halnya dengan 2 SR, usaha di bidang pertanian masih tetap menjadi usaha pokok masyarakat Desa Waluya. Hal tersebut dikarenakan rendahnya

(17)

91 tingkat pendidikan dan masyarakat tidak memiliki keahlian di bidang lain. Selain itu masyarakat sudah terbiasa melakukan pekerjaannya sebagai petani, walaupun banyak masyarakat yang beralih profesi menjadi karyawan pabrik.

b. Dampak yang dirasakan Masyarakat Desa Waluya akibat Industrialisasi Hadirnya industrialisasi di tengah-tengah masyarakat membawa angin segar bagi kehidupan mereka. Namun industrialisasi dapat memberikan dampak, baik itu positif maupun negatif. Dampak yang dirasakan akibat adanya industrialisasi, jelas ke arah positif sebab industrialisasi dapat menyerap tenaga kerja khususnya pemuda-pemuda yang semula menganggur kini bekerja, sebagaimana yang diungkapkan oleh 2 EK.

Sebagai tokoh masyarakat, 2 SR berpendapat bahwa industri dapat berdampak positif dan negatif. Dampak positif yang dirasakan adalah dengan adanya industri dapat menyerap tenaga kerja dan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat. Hal tersebut senada dengan 2 ET dan 2 SS. Namun, industri dapat berdampak negatif yaitu dapat menimbulkan sifat individualistis (tidak saling mengenal) antar sesama anggota masyarakat, sebagaimana yang dikemukakan 2 YN. Dampak negatif lainnya dapat terlihat dari kesibukan menyebabkan merenggangnya atau longgarnya ikatan kekeluargaan di antara keluarga dan tetangga, sebagaimana dikemukakan 2 YT. Selain itu banyak masyarakat yang bekerja tidak ada waktu untuk saling berkomunikasi dengan tetangga. Dan kehadiran pendatang yang bekaerja sebagai karyawan yang membawa budaya dan pengaruh yang baru.

(18)

92 c. Dampak Industri terhadap Hubungan Kekeluargaan pada Masyarakat

Industri

Hubungan kekeluargaan yang terjalin di masyarakat akibat adanya industri di satu sisi bisa dikategorikan lebih kuat, karena hadirnya pendatang baru menyebabkan masyarakat saling mengenal satu sama lain. Tapi di satu sisi di karenakan kesibukan masing-masing, menyebabkan hubungan kekeluargaan merenggang, contoh tidak mengenal tetangga yang lainnya, sebagaimana dikemukakan oleh 2 EK.

Hal senada dikemukakan oleh 2 SR bahwa industrialisasi menyebabkan hubungan kekeluargaan di masyarakat semakin merenggang dan tidak saling komunikasi baik sesama anggota keluarga, tetangga maupun masyarakat. Ikatan kekeluargaan cenderung kearah renggang karena kesibukan. Industri dapat merenggangkan hubungan sosial karena industri lebih cenderung milik perorangan (individu), sebagaimana dikemukakan oleh 2 SS.

2. Relasi Sosial yang terjadi pada Masyarakat Industri di Desa Waluya Kehadiran industri ke Desa Waluya telah mengakibatkan hilangnya nilai-nilai yang ada di masyarakat, termasuk dalam hal memelihara ikatan kekeluargaan sesama masyarakat. Ikatan kekeluargaan yang terjadi pada masyarakat Desa Waluya sebelum adanya industri dan setelah adanya industri jauh berbeda. Masyarakat yang terkenal ramah, suka akan kebersamaan, suka tolong menolong, pos ronda rutin, berubah seketika setelah adanya industri. Ikatan kekeluargaan setelah adanya industri menjadi terkikis sedikit demi sedikit, hal tersebut dibuktikan dengan jarangnya pelaksanaan ronda malam yang menyebabkan

(19)

93 banyaknya masyarakat Desa Waluya yang menjadi korban pencurian. Selain itu jika ada musyawarah atau gotong-royong, pasti yang menghadiri hanya tokoh masyarakat desa setempat saja.

Jika ada yang masyarakat meninggal, dulu masyarakat berbondong-bondong mengadakan tahlilan dan pengajian, tapi setelah adanya industri hal tersebut tidak tampak lagi, sebagaimana dikemukakan oleh 2 EK dan 2 SR. Ikatan kekeluargaan yang sedikit demi sedikit terkikis terjadi karena sikap terbuka masyarakat dalam menerima perubahan sehingga mengakibatkan mengendornya rasa kekeluargaan dan kegotong royongan dalam masyarakat (menurut 2 NI).

Hal tersebut senada dengan pendapat 2 SH bahwa relasi sosial yang di realisasikan dalam hal ikatan kekeluargaan pada masyarakat Desa Waluya sebelum adanya industri sangat terlihat kompak dan terlihat kebersamaannya diberbagai bidang. Misalnya kalau ada yang memperbaiki jalan desa, maka masyarakat tanpa disuruh akan membantu pembangunan tersebut, tapi setelah masyarakat banyak yang bekerja di pabrik, untuk melaksanakan kerja bakti pun harus menggunakan undangan tersendiri. Tidak hanya laki-laki saja yang bekerja dipabrik, wanita pun banyak yang bekerja dengan alasan untuk lebih memenuhi kebutuhan hidup yang serba kekurangan. Hal tersebut menyebabkan peran ibu bergeser yang tadinya berprofesi hanya sebagai rumah tangga saja, kini bertambah sebagai pencari nafkah sehingga melupakan kodratnya sebagai istri bagi suaminya dan ibu bagi anak-anaknya.

Kuantitas pertemuan sangat menentukan kualitas ikatan kekeluargaan yang terjalin di masyarakat. Banyak masyarakat yang bekerja sehingga hubungan yang

(20)

94 terjalin sesama anggota keluarga pun tampak merenggang. Hal tersebut sangat kontras sekali ketika masyarakat belum bekerja di pabrik. Hal tersebut diakibatkan oleh kesibukan akan bekerja dan komunikasi dengan keluarga dan tetangga. Kesibukan mengakibatkan masyarakat tidak lagi memiliki waktu untuk bekerja bakti atau jaga malam (ronda), sebagaimana dikemukakan oleh 2 YT.

Ikatan kekeluargaan yang sudah ditinggalkan akibat adanya industri adalah kebersamaan, gotong royong, yang berbau tradisional telah hilang. Masyarakat Desa Waluya telah kehilangan nilai-nilai budaya yang dulu berlaku di masyarakat. Hubungan dalam keluarga akan renggang atau hilang apabila kuantitas pertemuan kurang secara langsung berpengaruh terhadap kualitas. (dikemukakan 2 EK)

Faktor yang menyebabkan renggangnya ikatan kekeluargaan yang terjadi di masyarakat adalah tingginya mobilitas penduduk, majunya teknologi dan kehadiran para pendatang yang datang ke Desa Waluya. Dari ketiga hal tersebut, tidak ada yang lebih dominan, semua mempunyai peranan yang sama dalam setiap perubahan yang terjadi di masyarakat, sebagaimana dikemukakan 2 EK.

Tokoh masyarakat yang diwakili oleh 2 SR, berpendapat bahwa pendatang merupakan salah satu faktor pendorong yang mempunyai peranan cukup besar dalam perubahan budaya masyarakat. Hal senada diungkapkan oleh 2 YN bahwa pendatang memiliki peranan yang besar terhadap perubahan yang terjadi. Dengan adanya pendatang, mereka telah memperkenalkan hal-hal yang baru yang sebelumnya tidak diketahui oleh masyarakat.

Berbeda dengan pendapat 2 SS, majunya teknologi mengakibatkan perubahan yang besar dalam kehidupan mereka. Dengan adanya televisi dan

(21)

95 radio, masyarakat mengetahui semua peristiwa dan kejadian serta kemajuan melalui media tersebut. Bahkan dengan adanya handphone telah merubah pola hidup masyarakat.

Masyarakat Desa Waluya cenderung cepat menerima segala perubahan baru yang masuk. Masyarakat cepat tanggap mengikuti setiap perubahan dan perkembangan. Hal tersebut dikemukakan oleh semua informan.

3. Peran Pesantren Al-Falah dalam Mengatasi Dampak pergeseran ikatan kekeluargaan pada Masyarakat Industri di Desa Waluya

a. Sejarah berdirinya pesantren Al-Falah Cicalengka

Pondok pesantren Al-Qur’an Al-Falah didirikan oleh Al-Mukarrom Drs. K.H. Q. Ahmad Syahid bin K.H. Muhamad Soleh pada tanggal 3 Mei 1971 di atas tanah milik pribadi yang berukuran 125 tumbak/1.200 meter persegi. Asal mula tanah dibeli dari Saudara Cecep (H. M. Soleh bin Ramlisah). Ketika tanah itu diserah terimakan kepada pendiri, disana sudah berdiri sebuah rumah tua yang sudah lapuk berukuran 7 x 9 m, yang sudah dikosongkan kemudian rumah itu diisi oleh sendiri.

Salah satu pengasuh ponpes Al-Falah yang merupakan anak ketiga dari K.H. Syahid, 1 RA, mengatakan bahawa ide awal pesantren ini disebut pesantren Qur’an karena pengasuh pesantrennya adalah yang mendalami dunia Al-Qur’an. Lebih spesifik lagi pada tahun 1969, H. Syahid menjadi qori pertama yang menjuarai MTQ pertama. Semula dengan menggunakan sistem safiah (tradisional), santrinya yang tidak kenal usia, status, ijazah. Metode tersebut berjalan dari tahun 1971-1983 yaitu tradisional murni dari mulai santrinya dua

(22)

96 orang bertambah menjadi sekitar 150 orang sampai tahun 1983. Kemudian muncul ide bahwa semakin besar tantangan zaman, semakin besar pula wawasan ke depan untuk bisa bersaing di tengah-tengah masyarakat.

Dari sanalah muncul ide untuk memasukan kurikulum sekolah ke pesantren atau membuat sekolah dalam pesantren. Bukan tanpa tantangan terutama dari para kiai tradisional murni menetang habis-habisan sekolah dimasukan ke dalam pesantren. Hal tersebut menyebabkan semakin banyaknya orang tua yang memasukan anaknya ke pesentren plus menyekolahkannya. Hingga jumlah siswa menjadi 1200 orang yang tersebar di Al-Falah 1 yang berlokasi di Cicalengka dan Al-Falah II yang berlokasi di Nagreg. Luas lokasi sekarang berjumlah 8 ha. Jumlah bangunannya bertambah. Banyak masyarakat yang semula menentang pesantren, kini berubah mendukung pesantren.

Sarana dan prasarana para santri di pesantren Al-Falah dari tahun ke tahun semakin meningkat, yaitu:

1) Tahun 1972, dibangun madrasah berukuran 5 x 7 m dengan biaya dari pendiri, wali santri dan swadya masyarakat.

2) Tahun 1974, dibangun musola berukuran 11 x 15 m yang terbuat dari kayu dengan biaya hasil swadaya dari masyarakat.

3) Tahun 1975, dibangun asrama putra berukuran 4 x 16 m yang terbuat dari kayu dengan biaya hasil dari swadaya masyarakat.

4) Tahun 1975, dibangun Mesjid berukuran 11 x 13m dengan biaya hasil swadaya dari masyarakat.

(23)

97 5) Tahun 1976-1979, dibangun asrama putri berukuran 7 x 17 m, dengan biaya

hasil dari swadaya masyarakat.

6) Tahun 1980-1984, terjadi perluasan pesantren seluas 40 tumbak, dengan biaya hasil dari dana donatur khusus dan kas Yayasan Asyahidiyah.

7) Tahun 1983-1984, dibangun madrasah berukuran 7 x 16 m dengan biaya hasil bantuan Pemda Kabupaten bandung.

8) Tahun 1985 dibangun madrasah berlantai dua berukuran 4 x 16 m, dengan biaya hasil bantuan dari Bapak Rektor UNINUS Bandung.

9) Tahun 1986, dibangun seperti:

a. Kantor Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah b. Koperasi MTs

c. Asrama putra seluas 5 x 10 m

10)Tahun 1987-1989, dibangun berbagai sarana pendukung antara lain pos satpam, penambahan ruang belajar, kamar mandi dan dapur umum.

11)Tahun 1993-1994, dibangun aula lantai tiga sebagai tempat pendidikan dan berbagai acara.

12)Tahun 1993-1994, terjadi perbaikan kantor MTs, MA dan STAI Al-Falah. 13)Tahun 1995, terjadi perluasan pesantren di Kecamatan Nagreg, seluas 4 ha

dan telah dibangun asrama putra dan putri, ruang belajar, masjid, aula, pengairan dan lain-lain.

14)Tahun 1997, dibangun asrama putra dan putri sebanyak 8 lokal.

15)Pada akhir tahun 1997, dibangun asrama putri yang berlokasi di Nagreg dengan jumlah delapan kamar dengan asrama yang sangat permanen.

(24)

98 16)Tahun 1997 Pimpinan ponpes Al-Qur’an Al-Falah mendirikan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) dan Alhamdulillah dari sejak berdirinya KBIH, tidak kurang dari 100 jemaah haji bisa diberangkatkan dan dibimbing langsung oleh Pimpinan pinpes Al-Qur’an Al-Falah.

17)Tahun 1999, di lokasi Al-Falah II Nagreg didirikan TK yang memadukan kurikulum Departemen Agama dengan Departemen Pendidikan Nasional Pesantren ini berdiri pada masa orde baru dengan memakai sistem salaf, semakin hari semakin meningkat sehingga pesantren ini menjadi pesantren modern.

c. Ciri khas pesantren Al-Falah sehingga berbeda dengan pesantren lain Ciri khas ponpes Al-Falah yang utama adalah Al-Qur’an yang berkonsentrasi dibidang tilawah dan Qira’at yang merupakan basic dan menjadi trademark pesantren Al-Falah. Selain Al-Qur’an, ciri yang lainnya adalah figur H. Syahid disamping sebagai qori, banyak disepuhkan oleh para kiai dan qori di Jawa Barat, gaya kepemimpinan H. Syahid dalam suatu pesantren membuahkan suatu ciri atau trademark, gaya tersendiri dan pembawaannya yang imbasnya adalah kepada para santri. Sehingga ciri pesantren Al-Falah yang lainnya adalah ahlaqnya, moralnya yang dibimbing oleh kiai secara langsung. Sesuai dengan visi ponpes Al-Falah adalah mencetak aliminal ‘amilin, wal’amilin nal’alimu yaitu orang yang alim dan pandai beramal juga orang yang beramal dan alim. (menurut 1 RA)

Hal senada dikemukakan oleh 1 ZB, bahwa ponpes Al-Falah lebih berkonsentrasi di bidang tilawah dan qiroat. Al-Falah di mata masyarakat adalah sebagai ponpes yang telah mencetak qoriah terbaik dalam artian dapat mencetak

(25)

99 qori-qori yang bisa melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an secara bagus. Dikarenakan ponpes Al-Falah identik dengan Al-Qur’an, maka program atau jadwal belajarnya pun lebih banyak mengkaji ilmu Al-Qur’an dibandingkan mengkaji ilmu yang lainnya, sebagaimana dikemukakan oleh 2 NI.

b. Perkembangan Pesantren Al-Falah

 Lembaga pendidikan

Sebagai lembaga pendidikan agama Islam Al-Falah telah menjalankan fungsinya sejak tahun 1971. Dengan bermodalkan nekad untuk mendirikan suatu pondok pesantren di tengah-tengah kehidupan masyarakat yang tidak mendukung, Al-Falah mendirikan pondokan dan pengajian. Bermula dengan dua orang santri, kini berkembang menjadi 1200 santri yang tersebar di Al-Falah I dan II. Lembaga pendidikan formal yang diusung oleh Al-Falah yaitu Taman Kanak-Kanak di Nagreg, Madrasah Diniyah di Nagreg, MTs di Cicalengkam Madrasah Aliyah di Nagreg, dan STAI di Nagreg. (menurut 1 ZB)

Demi memenuhi permintaan para orang tua murid untuk menyekolahkan anaknya di ponpes Al-Falah, maka pada tahun pelajaran 2002/ 2003 dengan jumlah pendaftar 298 orang dan pada tahun ini telah dibangun ruang kelas baru dengan lantai yang berjumlah 12 kelas. Kurikulum yang diterapkan di lembaga pendidikan Al-Falah menggunakan perpaduan sistem salaf dengan kurikulum dari departeman pendidikan nasional, sebagaimana yang dikemukakan oleh 1 ER.

 Tempat penyebaran keagamaan

Salah satu tujuan didirikannya lembaga keagamaan adalah untuk menyebarkan agama Islam. Telah sejak dulu, agama Islam disebarkan di

(26)

100 Indonesia melalui perantara wali sango. Begitu pula di pesantren Al-Falah, menurut 1 RA, Al-Falah dijadikan tempat penyebaran agama dimulai sejak berdirinya Al-Falah. Berawal dari ke apatisan masyarakat sekitar untuk menerima berdirinya pesantren ini, berubah 180 derajat mendukung kepada pesantren.

Dengan selalu mengadakan pengajian rutinan setiap hari selasa dan minggu diperuntukan bagi masyarakat dan selalu memberikan bimbingan ahlak tentang perilaku baik dan buruk, ponpes Al-Falah membuktikan eksistansinya sebagai pesantren tempat penyebaran keagamaan.

 Lembaga sosial kemasyarakatan

Setiap pesantren pasti memiliki fungsi sosial kemasyarakatan. Menurut 1 RA, secara tidak langsung semua pesantren memiliki fungsi sosial karena gelar pesantren dan gelar kiai merupakan gelar sosial. Kita tidak bisa menyebut diri kita kiai, kalau masyarakat tidak menyebut kita kiai. Karena fungsi pesantren adalah sosial, maka pesantren tidak pernah memilah-milih siapa yang datang, pesantren tidak pernah membuat suatu kriteria.

Dengan mendirikan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) pada tahun 1997, pesantren Al-Falah telah membuktikan sebagai lembaga sosial, sebagaimana dikemukakan oleh 1 AN. Selain itu pesantren pun selalu mengadakan hubungan dengan pihak masyarakat dan pihak industri. Misalnya dengan mendatangkan khotib shalat jum’at atau shalat Id dari kiai-kiai pesantren Al-Falah, sebagaimana dikemukakan oleh 1 RA.

(27)

101 c. Peran Pesantren Al-Falah dalam Memelihara Ikatan Kekeluargaan pada

Masyarakat Industri Desa Waluya

Pihak pesantren secara tidak langsung merasakan adanya perubahan akibat adanya industri karena mau tidak mau pesantren selalu berhubungan dengan masyarakat sekitar dan pihak industri, sebagaimana dikemukakan oleh 1 RA. Pesantren selalu diminta oleh pihak industri sebagai penyambung lidah kepada masyarakat karena pesantren lebih dekat dengan masyarakat dibandingkan pihak industri.

Dampak yang ditimbulkan dari adanya industri pada kehidupan masyarakat ada positif dan negatif. Dampak positif terlihat dari meluasnya lapangan kerja. Perlu ada lembaga lain seperti industri. Lapangan pekerjaan memang diperlukan tapi pihak industri perlu mencermati dampak negatif dari adanya industri terhadap lingkungan alam dan fisik. Polusi udara dan pencemaran lingkungan sangat dirasakan oleh 2 SH sebagai salah satu santri mukim Al-Falah.

Sedangkan efek sosial timbul dari adanya urbanisasi yang luar biasa sehingga menyebabkan renggangnya ikatan kekeluargaan yang terjadi di masyarakat. Dengan bekerja, orang sibuk dengan dunia kerjanya dan melupakan dunia sosial. Jika pihak industri dan masyarakat dapat menyadari hak dan kewajibannya masing-masing, maka dampak negatif tidak akan terjadi, sebagaimana dikemukakan oleh 1 RA.

Ketika industri memberikan dampak negatif bagi masyarakat khususnya dalam ikatan kekeluargaan, pesantren haruslah menjalankan peran dan fungsi sebagaimana mestinya. Pesantren harus dapat membimbing siapapun dan dimana

(28)

102 pun masyarakat berada, bukan berada pada posisi memaksa tapi mengajak dan posisi membimbing, sebagaimana dikemukakan oleh 1 RA.

Hal senada diungkapkan oleh 1 ZB yang mengatakan bahwa idealnya pesantren harus menjadi solusioner atau pemecah masalah. Pesantren tidak harus menarik diri dari berbagai masalah yang timbul di masyarakat. Pesantren pun harus bertugas sebagai khoirul umul ausatuha artinya sesuatu yang paling baik harus berada di tengah. Jika industri sudah memberikan dampak negatif bagi masyarakat, maka pesantren bertugas sebagai penengah yang memberikan bimbingan dan penyuluhan terhadap masyarakat, sebagaimana dikemukakan oleh 2 NI.

Ada beberapa upaya yang dilakukan oleh pihak pesantren atau kiai-kiai khususnya K.H. Sayahid untuk tetap memelihara ikatan kekeluargaan di masyarakat. Pesantren dan KH. Syahid berupaya agar tidak terjadi kerenggangan baik antar santri maupun masyarakat. Pihak pesantren selalu mendekati masyarakat, sering melakukan tukar pikiran atau pendapat dengan masyarakat. Selain itu pesantren pun mengadakan acara rutinan dengan masyarakat yang di adakan di pesantren sehingga terjalin tali silaturahmi dari jemaah-jemaah pengajian. Pengajian itu sendiri rutin dilaksanakan setiap hari selasa dan minggu. (menurut 1 ZB dan 1 RA)

Pesantren pun selalu mengadakan acara-acara atau kegiatan agar masyarakat tahu bahwa pesantren terbuka untuk umum dan ingin merangkul semua masyarakat. Kegiatan tersebut seperti pawai mengitari Kecamatan Cicalengka, mengadakan wirid thoriqoh dan dengan mengadakan Forum

(29)
(30)
(31)

105 bidang sosial budaya adalah berkurangnya pernikahan usia dini, terpenuhinya kebutuhan masyarakat dan mendorong masyarakat berfikir lebih maju.

Adapun dampak negatif dari adanya industri di Desa Waluya adalah telah mengakibatkan adanya pergeseran nilai-nilai di masyarakat. Seperti nilai kesopanan, menonjolkan sifat individualistis, pencemaran lingkungan dan hilangya jati diri masyarakat karena kehadiran para pendatang yang membawa budaya dan kebiasaan yang baru. Industri pun dapat merenggangkan ikatan kekeluargaan yang terjalin karena kesibukan masing-masing masyarakat sehingga tidak ada waktu untuk gotong royong bahkan musyawarah. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Widiawati (1997: 16) bahwa “Dampak dari industrialisasi membawa dua akibat bagi masyarakat yaitu akibat positif dan negatif”.

Munculnya industrialisasi dan prosesnya bukanlah suatu hal yang sederhana. Bukan hanya menyangkut kemampuan pemerintah atau kekuatan ekonomi lain yang ada dalam masyarakat. Didirikannya suatu industri membutuhkan kesiapan sosial budaya dari masyarakat untuk menerima, mendukung serta melestarikan keadaan industri di tengah-tengah masyarakat. Hal tersebut senada dengan pendapat Soetrisno (1995: 159) bahwa “Membangun masyarakat industri bukanlah hanya sekedar membangun pabrik melainkan membangun suatu masyarakat yang baru”.

Berdasarkan kedua pendapat di atas dengan melihat kehidupan sosial masyarakat Desa Waluya, sebelum dan setelah adanya industri jelas berbeda. Industri telah merubah pola hidup tradisional menuju masyarakat yang berpola hidup modern. Sebelum masuknya industri, masyarakat tidak mengenal dan

(32)

106 menggunakan alat-alat cangguh serta modern dalam kehidupannya. Mereka menggunakan peralatan tradisional seperti kayu bakar untuk memasak, kerbau dan cangkul untuk mengolah sawah, mandi dan mencuci pakaian di sungai, dan lain sebagainya. Setelah adanya industri keadaan tersebut berubah. Kini masyarakat mulai mengenal perangkat baru yang serba praktis dan modern, seperti mesin cuci, kompor gas, traktor, komputer, televisi, handphone dan sebagainya.

Kehadiran industri di Desa Waluya selain melahirkan inovasi-inovasi baru seperti peralatan-peralatan yang serba canggih, juga melahirkan pola hidup modern, seperti konsumtif, materialistis, individualistis dan egoistis dalam hubungan masyarakat sehingga dapat merenggangkan ikatan kekelurgaan dalam pelaksanaan interaksi sosialnya. Ruang lingkup ikatan kekeluargaan tidak hanya terbatas pada hubungan antar sesama anggota keluarga saja, tapi meluas kepada hubungan antar tetangga dan masyarakat.

Dengan adanya industri, ikatan kekeluargaan yang terjalin menjadi semakin merenggang. Hal tersebut terjadi karena kesibukan masyarakat bekerja di pabrik, sedangkan sisa waktu mereka bekerja digunakan untuk beristirahat. Tidak ada waktu bagi masyarakat untuk saling bercengkrama, melaksanakan kerja bakti untuk kebersihan kampung dan kegiatan sosial lainnya. Sikap toleransi, gotong royong dan saling tolong menolong sedikit demi sedikit terkikis akibat industrialisasi.

Keadaan tersebut sesuai dengan pendapat Parsons yang dikutip oleh Soekanto (1983: 76-77) menyatakan bahwa:

Hubungan (ikatan) kekeluargaan yang terjadi pada masyarakat tradisional atau pedesaan cenderung melakukan interaksi sosial secara menyeluruh

(33)

107 dan total, karena tidak ada perbedaan peranan yang menonjol. Tapi pada masyarakat industri, terjadi peranan-peranan dengan pembatasan-pembatasan yang agak ketat, sehingga interaksi sosial pun terjadi pada batas-batas tertentu yang ditentukan secara struktural. Di dalam masyarakat industri, pola interaksi sosialnya ditentukan oleh norma-norma universalisme dan berorientasi pada kemajuan.

Dengan demikian, keberadaan industri di Desa Waluya telah mengakibatkan perubahan situasi dan kondisi masyarakat secara cepat. Industri telah melahirkan suatu gejala percampuran kebudayaan antara budaya tradisional dan modern yang menimbulkan dampak positif dan negatif di masyarakat.

b. Relasi Sosial Yang Terjadi Pada Masyarakat Industri Di Desa Waluya Perubahan-perubahan sosial tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan karena perubahan kebudayaan merupakan bagian dari perubahan sosial yang terjadi di masyarakat. Perubahan sosial budaya merupakan ciri khas bagi semua masyarakat, baik itu masyarakat tradisional maupun modern. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Soekanto (2002: 343) bahwa:

Tidak ada masyarakat yang berhenti perkembangannya, karena setiap masyarakat akan mengalami perubahan yang terjadi secara lambat ataupun secara cepat. Perubahan yang terjadi tidak akan berhenti pada satu bidang saja, melainkan akan diikuti oleh perubahan-perubahan pada bidang lainnya.

Hadirnya industri di tengah-tengah masyarakat Desa Waluya telah mengakibatkan pertemuan dua kebudayaan yang berbeda yaitu budaya agraris dan budaya industri. Pertemuan dua kebudayaan menyebabkan benturan-benturan di masyarakat. Sikap asli masyarakat Desa Waluya menunjukan adanya usaha untuk mempertahankan nilai-nilai tradisional yang sudah hidup secara turun temurun dan dijadikan living law dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Akan tetapi

(34)
(35)
(36)

110 bekerja mulai dari pukul 02.00-22.00 WIB. Keseharian mereka digunakan untuk bekerja karena menurut mereka waktu adalah uang (time is money).

Datangnya penduduk baru ke suatu daerah berarti hadirnya sekelompok orang dari daerah lain. Peristiwa tersebut menyebabkan terjadinya pertemuan dua budaya yang berbeda yaitu budaya yang dibawa oleh pendatang dan budaya masyarakat setempat (budaya lokal). Bagi penduduk setempat akan mengalami proses penerimaan, sedangkan bagi kelompok pendatang akan mengadakan proses penyesuaian. Baik pendatang ataupun pribumi akan sama-sama mengalami proses perubahan. Seperti yang diungkapkan oleh Soekanto (2002: 352) bahwa:

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial dan perubahan kebudayaan mungkin sumbernya di dalam masyarakat itu sendiri ataupun sebaliknya, yang dapat berupa penemuan baru (invension), pertumbuhan penduduk (population) atau kebudayaan (cultural).

Kehadiran pendatang pekerja pabrik yang tinggal di Desa Waluya telah membawa pengaruh terhadap pergeseran nilai-nilai dan norma seperti yang dikemukakan oleh salah satu informan yaitu mahasiswa tingkat 3 STAI Al-Falah Cicalengka yaitu:

Dahulu sebelum remaja bekerja di pabrik, penampilan dan perilakunya tidak neko-neko. Tapi sekarang ketika sudah bekerja di pabrik, banyak remaja laki-laki yang memakai tindik di telinganya, pakaian wanitanya pun serba ketat, padahal mereka masih mampu membeli pakaian yang lebih layak. Dari mana mereka bisa membeli pakaian dan menindik telinga kalau mereka tidak punya uang, uang mereka peroleh dari gaji yang mereka dapat karena bekerja di pabrik.

Dari keterangan di atas terlihat ada keterkaitan antara pergeseran nilai dan kebiasaan pendatang. Kehadiran pendatang mengkibatkan adanya ledakan penduduk yang sangat pesat. Pendatang menyebabkan timbulnya budaya baru yang berpengaruh terhadap budaya asli masyarakat setempat khususnya para

(37)

111 remaja. Gaya berpakaian, pergaulan bebas dan hidup praktis serta modern merebak seiring dengan bermunculannya pendatang yang bekerja di pabrik.

Selain diakibatkan ledakan penduduk, perubahan sosial dapat terjadi karena majunya arus teknologi informasi. Seperti yang dikemukakan oleh Allen yang dikutip oleh Laurer (1993: 217) ia memberikan contoh tentang penemuan mobil, dengan adanya penemuan mobil maka akan berakibat pada arus trasportasi. Mobil, kereta api, kapal dan motor menjadi penunjang mobilitas masyarakat yang mengakibatkan urbanisasi masyarakat dari desa ke kota ataupun sebaliknya. Begitu pula dengan penemuan mesin-mesin industri yang menyebabkan industrialisasi semakin berkembang pesat.

Seperti yang telah dijelaskan terdahulu bahwa proses industrialisasi yang terjadi di masyarakat bisa berdampak positif dan negatif. Hal tersebut akan terjadi, bergantung pada kesiapan masyarakat setempat baik secara fisik maupun mental dalam menerima perubahan. Dan tergantung bagaimana agent of change beserta lembaga-lembaga dalam masyarakat menjalankan tugasnya sebagai chanel dari perubahan tersebut.

Sikap yang ditunjukan masyarakat Desa Waluya dalam menerima perubahan terbagi dalam dua macam yaitu ada yang cenderung cepat dan lambat. Jika pada mulanya ada sebagian masyarakat yang tertutup terhadap perubahan-perubahan karena masyarakat takut stabilitasnya akan terganggu, dengan derasnya teknologi, masyarakat pada kondisi tertentu tidak dapat lagi menghindar. Masyarakat harus menyesuaikan diri dengan kondisi yang baru karena kondisi sebelumnya sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman.

(38)

112 Kemajuan teknologi dan informasi sudah dapat dirasakan di tengah-tengah masyarakat setelah kehadiran industri. Masyarakat tidak lagi memiliki orientasi yang sempit dan terbatas, mereka memiliki sikap yang terbuka terhadap segala hal yang terjadi di masyarakat karena industri. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat Desa Waluya termasuk masyarakat yang tanggap terhadap perkembangan dan proses perubahan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Soekanto (2002: 345) bahwa:

Perubahan sosial dan kebudayaan terbagi ke dalam beberap bentuk, yaitu perubahan lambat dan perubahan cepat; perubahan kecil dan perubahan besar; perubahan yang direncanakan (planned-change) dan perubahan yang tidak dikehendaki (unintended-change) atau perubahan yang tidak direncanakan (unplanned-change).

Melihat kenyataan di lapangan, perubahan sosial dan kebudayaan yang terjadi di masyarakat Desa Waluya berjalan secara cepat. Industri berkembang pesat selama 20 tahun. Dahulu kawasan Desa Waluya adalah sawah dan perkebunan, kini setelah bermunculan industri, persawahan telah digantikan oleh bangunan-bangunan industri. Rumah tangga pun dijadikan sebagai tempat industri. Para stakeholder berupaya merencanakan bahwa daerah Cicalengka strategis untuk dijadikan kawasan industri. Semenjak itulah industri bermunculan. Perubahan dari masyarakat agraris ke industri di Desa Waluya tergolong perubahan yang besar karena dengan adanya industri, berbagai aspek kehidupan berubah termasuk dalam memelihara ikatan kekeluargaan di masyarakat. Peluang menuju arah perubahan pada masyarakat Desa Waluya dikarenakan industri menawarkan teknologi baru yang sesuai dengan kebutuhan masa depan. Masyarakat Waluya langsung menerima perubahan itu secara cepat.

(39)
(40)

114 Kurangnya kesiapan dan ketidaktahuan masyarakat mengakibatkan terjadinya perubahan secara cepat. Masyarakat Desa Waluya cenderung bersikap terbuka terhadap perubahan, artinya masyarakat tidak menyaring terlebih dahulu budaya mana yang sesuai dengan kepribadian masyarakat. Pesantren sebagai lembaga pendidikan, tempat penyebaran keagamaan dan lembaga sosial kemasyarakatan harus menjadi agent of change yang tanggap terhadap segala permasalahan dan perubahan yang terjadi di masyarakat.

Melirik pendapat dari Qomar (2002: 7) mengatakan bahwa salah satu tujuan pesantren adalah “Mendidik santri untuk membantu meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat lingkungan dalam rangka usaha pembangunan masyarakat”. Artinya santri-santri pesantren Al-Falah dididik tidak hanya untuk menjadi bagian dari listening-speaking society (masyarakat yang suka mendengar dan berbicara) tetapi menciptakan santri yang reading society (seseorang yang mampu membaca situasi dan kondisi yang ada di masyarakat) serta mampu berperan sebagai solusioner.

Berbagai upaya yang dilakukan oleh pihak pesantren dan K.H.A. Syahid sebagai sesepuh pesantren Al-Falah merupakan langkah awal yang baik agar dapat menyatukan visi dan misi masyarakat dengan pihak industri. Seperti dengan mengadakan kegiatan sosial khitanan masal. Dari kegiatan itu masyarakat kaya atau miskin, yang bekerja atau penggangguran dapat mengikutsertakan anaknya untuk dikhitan secara masal. Kegiatan yang mengikutsertakan masyarakat itu akan menimbulkan sikap saling kenal satu sama lain dan memelihara silaturami. Selain itu pihak pesantren Al-Falah selalu melakukan pengajian rutinan setiap hari selasa

(41)

Referensi

Dokumen terkait

Ibu hamil dan ibu bersalin yang ada di Desa Binaus juga melakukan tradisi yang unik yang sudah ada sejak nenek moyang mereka yaitu ibu hamil yang pada saat

Salah satu dasar terbentuknya pecinan adalah karena faktor sosial, dimana merupakan keinginan masyarakat Tionghoa sendiri untuk hidup berkelompok karena adanya perasaan

Mengenai kegiatan guru pada proses pembelajaran masih ditemui beberapa aspek yang belum optimal sehingga hanya memperoleh nilai pengamatan dengan kriteria cukup

memnbuat santri menjadi jenuh mendengar keterangan ustadz yang kurang jelas”(Wawancara pengurus Pondok Pesantren Al- Hikmah, Hery Suwasono, 01/03/2016). Disimpulkan bahwa

Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Gorontalo dan dilakukan selama 3 hari yakni hari pertama persiapan alat dan

Menurut hasil observasi penulis, sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatan pendidikan dan pembinaan santri Pondok Pesantren Assalafi Al Fithrah cukup memadai,

Luas tanah yang dimiliki oleh pondok pesantren TPI Al Hidayah adalah kurang lebih 2 hektar, yang telah dipakai sekitar 1,5 hektar. Dari semua tanah yang

Hasil interview dengan pengurus Pondok Pesantren Riyadlul Jannah Pacet Mojokerto, tgl.. b) Para alumni pondok pesantren lulusan dari Institut Teknologi Bandung (ITB) kembali