• Tidak ada hasil yang ditemukan

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Samarinda Ulu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Samarinda Ulu"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dukipi Daerah Penelitian

Demografi Daerah Penelitian

Kemmatan

Loa

Janan adalah salah satu Keamatan di wilayah Kabupaten Daerah Tingkat U Kutai Karhnegara, Provinsi Kalimantan Timur. Batas wilayah Kecamatan Loa Janan secara administratif adalah sebagai berikut :

-

Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Samarinda Ulu

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Samarinda Seberang, Kecamatan Palaran, dan Kecamatan Samboja.

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Pasir - Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Jempang.

Data BPS Kabupaten Kutai (2001) menggambarkan bahwa, Kecamatan Loa Janan terletak pada 115'53' - 116'26' Bujur Timur dan 0'30' - 0'6 Lintang Selatan dengan luas wilayah sebesar 644.2 Km2. Ketinggian tempat berkisar antara 0 - 500 meter di atas permukaan laut. Jarak dari ibukota Propinsi adalah

35 Km dan jarak dari ibukota Kabupaten 55

Km.

Kecamatan

Loa

Janan tepamya terletak pada ruas jalan antara kota Samarinda (Ibukota Propinsi) dan Balikpapan. Ruas jalan tersebut juga merupakan jalan antar propinsi yang menghubungkan Propinsi Kalimantan Timur dengan Propinsi Kalimantan Selatan, sehingga Kecamatan h a Janan menjadi suatu pintu gerbang masuk ke Ibukota Propinsi. Tabel 2 menggambarkan keadaan Kecamatan Loajanan.

(2)

Tabel 2 . Keadaan Desa di Kecamatan Loa Janan Kabupaten Kutai Kartanegara

Sumber: BPS Kabupaten Kutai Kartagenara Tahun 2001

Keadaan penduduk

Penduduk di Kecamatan Loa Janan bejumlah 38.815 jiwa yang terdiri atas laki-laki 19.255 jiwa (49.6%) dan wanita 19.560 (50.4 %) dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 10.917 KK. Jumlah penduduk di tiga desa (Purwajaya, Tani Bhakti, dan Batuah) sebanyak 1 1.630 jiwa atau 30.0% dari jumlah pmduduk &

Kecamatan Loa Janan dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 3.186 KK atau 29.2% dari jumlah kepala keluarga di Kecamatan Loa Janan.

Jumlah rumah tangga petani di Kecamatan Loa Janan adalah 4.081 KK, sedangkan jumlah rumah tangga petani pada tiga desa di wilayah penelitian (Tani Bhakti, Purwajaya, dan Batuah) sebanyak 2.494 KK titau 61.1% dari nunah tangga petani di Kecamatan Loa Janan. Dengan demikian sebagian besar nunah tangga petani di Kecamatan Loa Janan terkonsentrasi di tiga desa tersebut. Gambaran

(3)

lainnya bahwa mayoritas mmah tangga (78.3%) di wilayah penelitian (Desa Tani Bhakti, Purwajaya, dan Batuah) menggantungkan sumber pendapatan dari sektor pertanian, baik sub sektor pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan, maupun peternakan. Kelompok pekejaan yang lainnya adalah sebagai Pegawai Negeri SipilIABRI (5.4%), bumh pemsahaan/industri (4.7%), pedagany/industri keciU bidang jasa dan angkutan (9.9 %), dan lain-lain (1.7 %). Kecamatan Loa Janan mempunyai ciri penduduk yang heterogen, selain penduduk lokal sebagian lagi mempakan penduduk pendatang, yaitu berasal dari transmigrasi pada awal tahun 1962, bumh pekerja bidang industri atau jasa, dan pedagang. Penduduk pendatang tersebut kebanyakan berasal dari Pulau Jawa dan Sulawesi.

Keadaan Tanah dan Iklim

Jenis tanah yang dominan di wilayah Kecamatan Loa Janan tidak berbeda dengan keadaan umumnya di wilayah Provinsi Kalimantan Timur, yang didominasi oleh jenis tanah (Jltisol (Podsolik Merah Kuning). Karakteritik khusus dari jenis tanah ini adalah tingkat kemrlsaman tanah yang tinggi ( pH berkisar antara 4 - 5 3 ,

dan tanah marginal yang miskin akan unsur hara utama N, P dan K, keterikatan unsur P yang tinggi, dail defisiensi beberapa unsur mikro lainnya. Topografi tanah di daerah ini sangat bervariasi, mulai dari landai, bergelombang, hingga berbukit-bukit. Tingkat kemiringan lahanpun bervariasi, pada daerah yang berbukit dapat dijurnpai kelerengan yang sangat terjal yang menyebabkan lahan tersebut tidak dapat dipemntukkan bagi usaha pertanian .

(4)

Iklim di Mlayah penelitian tergolong tropik basah, yang dicirikan tidak adanya batasan yang jelas antara musim kemarau dan musim hujan. Hujan dapat tejadi sepanjang tahun dengan rata-rata curah hujan antara 2.000-3.000 mm per tahun. Suhu udara berfluktuai cukup tingi antara siang dan malam dengan kisaran suhu 23" hingga 32" C.

Penggunaan Lahan Pertanian

Luas lahan potensial untuk usaha pertanian pada daerah penelitian adalah seluas 10.708 Ha yang terdiri atas lahan sawah seluas 1.733 Ha (16.2%) dan lahan kenng seluas 8.975 Ha (83.8 %), namun belum seluruh lahan potensial tersebut termanfaatkan. Lahan pertanian ptensial yang telah mmanfaatkan seluas

6.918 Ha (64.6%) yang terdiri atas lahan sawah seluas 1.046 Ha (15.1%) dan sebagai lahan perkebunan clan tegalan seluas 5.872 Ha (84.9%). Berdasarkan data tersebut telah menggambarkan bahwa di lokasi penelitian potensi lahan kering lebih dominan, sehingga pengembangan usahatani komoditas perkebunan khususnya lada lebih menonjol dibanding dengan taman pangan seperti padi dan palawija.

Tabel 3 menyajikan secara rinci potensi dan penggunaan lahan di tiga desa lokasi penelitian, yaitu Desa Purwajaya, Desa Tani Bhakti, dan Desa Batuah Pemanfaatan lahan pertanian untuk usahatani di daerah penelitian adalah: (1) lahan perkebunan 4.278 Ha (39.9%), (2) tegalan 1.317 Ha (12.3%), (3) sawah setengah teknis dan tadah hujan 1.046 Ha (9.8%), (4) lahan pekarangan 277 Ha

(5)

(2.6%), dan (5) lahan belum dimanfaatkan seluas 3103 Ha (28.9%) lahan kering dan 687 Ha (6.4%) lahan sawah.

Tabel 3. Penggunaan

Lahan

Peruntukan Usaha Pertanian di Kecamatan Loa Janan

Surnber : BPS Kabupaten Kutai KartanegaraTahun 2001 (diolah)

Lahan perkebunan mempunyai porsi terbesar dalam pemanfaatan lahan untuk usahatani. Usaha pertanian penduduk pada umumnya mempakan tanaman dengan komuditas utama lada. Tanaman lada merupakan salah satu komuditas andalan di wilayah Kabupetan Kutai Kartanegara. Salah satu daerah penghasil lada terbesar di daerah ini adalah Kecamatan Loa Janan.

Luas pertanaman lada di Kalimantan Timur pada tahun 2001 sebesar 10.788,5 Ha dengan produksi sebesar 5.873,5 ton. Sebagian besar luas pertanaman lada (65.1%) di Kaltim berada di Kabupaten Kutai Kartanegara sebesar 7.025 Ha dengan produksi sebesar 4.804 ton (Dinas Perkebunan Kaltim, 2001 ). Kecamatan Loa Janan adalah salah satu sentra pertanaman lada di Kabupaten Kutai kartanegara. Sebagian besar (74.7%) luas pertanaman lada di Kabupaten Kutai Kartanegara terdapat di Kecamatan Loa Janan. Luas pertanaman lada di

(6)

Kecamatan Loa Janan sampai tahun 2001 seluas 3.975 Ha dengan produksi 3.590 ton. Produksi rata-rata pertanaman lada di Kecamatan

Loa

Janan 1.370,75 kgkh atau 3 1 % lebih tinggi dari rata-rata produksi pertanaman lada di Kalimantan Timur (Disbun Kabupaten Kutai Kartanegara, 2001).

Data Luas perkebunan lada Tahun 1996 di Kecamatan h a Janan 6.281 Ha dengan rata-rata luas lahan usahatani lada 3.06 H a m (Disbun Kabupaten Kutai Kartanegara,1997). Setelah tejadi kemarau panjang dan kebakaran hutan 1997 yang menyebabkan banyak kebun petani lada yang musnah. Hingga pada saat ini rata-rata luas lahan usahatani lada di daerah penelitian baru mencapai 1.97 H a m . Beberapa tahun terakhir ini luas perkebunan di Kecamatan h a Janan terus meningkat. Namun peningkatan tersebut sejak tahun 1997 - 2001 baru sebesar 35.6%, masih jauh bila dibandingkan dengan luas tamanan lada tahun 1996 sebesar 6.282 Ha. Pada tahun 2001 luas perkebunan lada di Kecamatan Loa Janan mencapai 3.975 Ha (Data Disbun Kabupaten Kutai Kartanegara, 2001).

Sarana dan Prasarana

Ketersediaan sarana dan prasarana sosial ekonomi merupakan satu syarat penting yang mendukung pengembangan suatu daerah, sekaligus m e ~ p a k a n salah indikator penting tingkat kemajuan suatu daerah. Prasarana jalan penghubung antar desa di +;ayah pnelitian sangat memadai. Jalan yang menghubungkan tiga desa daerah penelitian me~pakan jalan propinsi sehingga tejamin akan kelancaran hubungan ketiga desa wilayah tersebut. Kondisi jalan adalah jalan

(7)

beraspal sepanjang 112

km

yang menghubun-&an dengan Kecamatan, Kabupaten dan Ibukota Propinsi. Sedangkan jalan desa sebagian besar masih jalan tanah dengan kondisi mulai dari jelek hingga cukup baik, dan masih sebagian kecil yang merupakan jalan pengerasan dengan kondisi baik.

Sarana yang berkaitan dengan sektor pertanian yang ada di wilayah penelitian relatif baik. Lembaga penunjang yang tediri atas institusi pemerintah, yaitu Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kecamatan, Cabang Dinas Perkebunan

..

kecamatan, BPP h a Janan, BBI Hortikultura, Kebun Pembibitan Lada, Instalasi Kebun Percobaan Pengolahan Lada, clan lembaga ekonomi yang terdiri dan 1 buah Koperasi dan 2 buah KUD. Ketersediaan sarana pertanian didukung pula oleh beberapa kios sarana produksi pertanian yang terdapat di wilayah penelitian. Dengan demikian akan menunjang ketersediaan sarana produksi yang dibutuhkan masyarakat petani di wilayah tersebut.

Data pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kecamatan

Loa Janan menunjukkan bahwa petugas penyuluh di Kecamatan h a Janan bejumlah 15 orang tenaga penyuluh yang dikelompokkan ke dalan empat sub sektor. Adapun 15 orang tenaga penyuluh tersebut adalah: (1) penyuluh pertanian tanaman pangan clan hortikultura bejumlah 10 orang (6 orang penyuluh program

IDT dan 4 orang penyuluh pengamat hamalpenyakit tanaman), (2) penyuluh perkebunan berjumlah 2 orang, (3) penyuluh peternakan 2 orang, dan (3) penyuluh perikanan 1 orang.

(8)

Kelembagaan Kelompoktani

Kelembagaan kelompoktani di Kecamatan Loa Janan berjumlah 92 kelompoktani. Tabel 4 menyajikan data keadaan kelompok tani pada tujuh desa di Kecamayan Loa Janan sampai dengan tahun 2001.

Tabel 4. Keadaan Kelompoktani di Kecamatan Loa Janan

S u m h data : Dinas P&an Tanaman Pangan dan Hortikultura Kecamatan Loa Janan Tahun 2001

Jumlah anggota kelompoktani yang ada keseluruhannya berjumlah 3.280 orang, setiap kelompok mempunyai jumlah anggota yang bewariasi antara 14 sampai 94 orang atau rata-rata jumlah anggota sekiiar 36 orang. Wilayah kelompoktani pada umumnya meliputi satu Rukun Tetangga atau Dusun, sehingga petani yang tergabung dalam anggota kelompoktani di Kecamatan Loa janan bertempat tinggal saling berdekatan. Keuntungan yang diperoleh adalah bahwa petani lebih saling kenal dan akrab, anggota lebih sering berhubungan.

(9)

Jumlah kelompok terus berkembang, dan perkembangan kelompoktani yang telah ada sekarang ini pada umumnya merupakan pemekaran dari kelompoktani yang telah ada. Jika suatu kelompok telah memiliki anggota yang sangat banyak, maka kelompok tersebut akan dipecah menjadi beberapa kelompoktani baru, sehingga perkembangan kelompoktani yang ada sekarang merupakan pemekaran kelompok yang mempunyai anggota dalam jumlah besar yang disebabkan perkembangan dan pertambahan anggota atau penduduk.

Selain kelembagaan kelompoktani tersebut pada saat ini di Kecamatan Loa Janan telah berdiri assosiasi petani, yaitu Asosiasi Petani Lada Indonesia (APSI) Tingkat Kabupaten. Tujuan berdirinya asosiasi petani lada ini adalah untuk mengupayakan peningkatan kemajuan petani lada

Karakteritik Individu Petani

Karakteritik individu petani dalam penelitian ini yang diduga berhubungan dengan tingkat kemampuan dalam pengambilan keputusan &lam usahataninya, yaitu meliputi: umur, tingkat pendidikan dan jumlah pendidikan non formal, pengalaman berusahatani, pendapatan, luas lahan garapan, motivasi,

dan

kekosmopolitan. Tabel 5 menunjukkan karateristik petani yang mempakan gambaran karakteritik pengurus kelompok, anggota kelompok dan gabungannya sebagai karakeritik petani.

(10)

Tabel 5. Karakteritik Individu Petani

Keterangan : - *) n pengurus = 36; n anggota = 54

- angka dalam kurung adalah frekuansi petani

Urnur merupakan suatu aspek ymg berpengaruh terhadap kemampuan fisik, psikologis dan biologis seseorang. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa umur petani berkisar antara 24 hingg 75 tahun. Sebagian besar petani (81.19/0) berusia kurang dari 55 tahun. Bila dilihat dari usia produktif, maka dapat

(11)

produktif yang berarti memiliki kemampuan fisik relatif baik pula. Pengurus kelompok cenderung berusia rata-rata lebih tua dari anggota kelompok. Klausmeier dan Gwin (1966) menyatakan bahwa, umur m e ~ p a k a n salah satu faktor utama yang mempengadu efisiensi belajar. Kisaran urnur sebagian besar petani merupakan usia produktif, sebagai gambaran rata-rata petani dapat melakukan kegiatan secara optimal karena pada usia yang relatif muda, mempunyai kondisi fisik yang relatif baik, dengan ditambah pengalaman yang hperolehnya sehingga potensi dan kemampuan pada dirinya masih dapat dikembangkan. Dahama dan Bhatnagar (1980) menyatakan bahwa kapasitas belajar seseorang berkembang pesat sampai umur 20 tahun dan mencapai puncaknya pada umur sekitar 50 tahun. Hasil analisis data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa hanya 25.5% yang telah menempuh pendidikan setara SMP ke atas. Sebagian (50.0%) petani berpendidikan tingkat SD, dan sisanya (24.5%) tidak tamat SD. Sebagan besar pengurus (52.8%) berpendidikan SMP, sedangkan sebagian besar anggota (48.1%) berpendidikan SD. Pengurus mempunyai tingkat pendidikan relatif lebih tinggi dibanding anggota kelompok. Gambaran tingkat pendidikan ini berarti sebagian besar masyarakat telah memiliki kemampuan baca-tulis, yang berarti mampu mengakses informasi dari media cetak. Ticgkat pendidikan seperti ini tentunya karena daerah ini relatif telah maju. Tersedianya sarana pendidikan mulai clan tingkat SD sampai SMP, bahkan di Desa Batuan terdapat sekolah SMA. Faktor lain yang menunjang kemajuan daerah ini adalah kemudahan transportasi dan jarak yang relatif tidak jauh dengan kota terdekat, yaitu ke ibukota Kabupaten: 60

(12)

Km; ke ibukota propinsi: 36

Km;

dan ke Kecamatan: 25 Km. Kondisi jalan yang baik dan ketersediaan transportasi umum mempermudah mobilitas penduduk. Disamping itu adanya kesadaran masyarakat setempat akan pentingnya pendidikan. Tingkat pendidikan yang demikian cenderung menggambarkan tingkat kemajuan dan kemampuan sumberdaya yang relatif baik, sehingga me~pakan modal dasar bagi masyarakat untuk dapat mengakses berbagai informasi dan kemampuan berkembang lebih maju.

Pendidikan non formal adalah keikutsertaan petani &lam kegiatan pendidikan non formal dalam bentuk kursus, pelatihan, magang dan sekolah lapang, serta sejenisnya yang berkaitan dengan usahatani tanaman perkebunan khususnya komoditas lada. Hasil analisis pada Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar petani (56.7%) belum pernah mengikuti pendidikan non formal dalam bentuk pelatihan, kursus, magang maupun sekolah lapang. Sebagian besar pengurus kelompok (77,8 %) cenderung mempunyai kesempatan atau pernah mendapatkan jenis pendidikan non formal seperti kursus, pelatihan, magang dan sekolah lapang. Hanya sebagian kecil anggota kelompok (20.4%) pernah mendapatkan pendidikan non formal seperti di atas.

Petani dan petugas lapangan menyatakan bahwa keterbatasan keikutsertaan petani &lam kegiatan pelatihan, kursus, magang dan sekolah lapang karena biasanya jwnlah dan volume jenis kegiatan tersebut terbatas sehingga belum memungkinkan bagi petani setempat. Berdasarkan pengamatan dalam penelitian, mayoritas penerima pendidikan non formal tersebut adalah pengurus dan petani

(13)

yang telah maju dan mau dan bersedia untuk menerapkan hasil kursus atau pelatihan yang diberikan. Calon peserta biasanya ditunjuk oleh petugas lapangan, dengan harapan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh &pat diterapkan dan ditiru oleh anggota kelompok atau masyarakat sekitarnya.

Pengalaman petani berusahatani berdasarkan data peneiitian berkisar antara 4 hingga 45 tahun. Hasil penelitian pa& Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar petani (83.4%) telah memiliki pengalaman berusahatani lada lebih dari 10 tahun. Jumlah pengurus kelompoktani yang memiliki pengalaman berusahatani Qatas 10 tahun cenderung lebih banyak dibanding anggota kelompok. Pengalaman petani dalam berusahatani yang relatif lama menggambarkan bahwa petani cukup banyak memiliki pengetahuan dan keterampilan berusahatani lada sesuai pengalaman berusahatani yang telah ditekuninya selama ini. Berbekal pengalaman usahatani tersebut maka segala inovasi dan sesuatu ha1 barn yang berkaitan dengan usahataninya selalu dibandingkan dengan pengalaman usahatani yang dialaminya selama ini. Petani yang berpengalaman relatif lama dalam usahataninya cenderung bersifat lebih kritis. Hal ini sesuai dengan Dahama dan Bhatnagar (1969) yang menyatakan bahwa pengalaman seseorang akan memberikan kontribusi terhadap minat dan harapannya untuk belajar lebih banyak.

Tingkat pendapatan usahatani adalah jumlah pendapatan yang berasal dari hasil komoditas utarna (lada) selama satu tahun. Tabel 5 menggambarkan bahwa pendapatan petani yang berada pa& kategori tinggi barn sebagian kecil petani (8,9 %). Sebagian besar petani (84.4%) mempunyai pendapatan pada kategori

(14)

masih sedang (5,5 - 19 juta). Ada kecendemngan bahwa rata-rata tingkat

pendapatan pengurus kelompok relatif lebih tinggi dibanding anggota kelompok tani, karena pendapatan pengurus kelompok rata-rata di atas 5.5 juta, d a n g k a n 11.1 % anggota masih memiliki pendapatan dalam kategori rcndah (< 5.5 juta). Luas lahan garapan petani responden a& kecenderungan terkait dengan pendapatan usahatani. Hal ini &pat terlihat dari data penelitian pada Tabel 5 bahwa hanya sebagian kecil petani (14.5%) yang mempunyai luas lahan usahatani diatas 2,5 Hz, sedangkan 73,3 % petani responden memiliki luasan lahan yang diusahakannya berkisar 0.7 - 2.5 Ha.

Pendapatan mempakan gambaran tingkat kemampuan permodalan petani di wilayah penelitian. Berdasarkan pengamatan bahwa petani yang mempunyai tingkat pendapatan pada kategori tinggi, cenderung mempunyai luas lahan garapan yang relatif lebih luas. Beberapa petani yang kaya (maju) memiliki kebun lada yang produktif dengan luasan di atas 5 Ha, bahkan beberapa orang petani di Desa Batuah (KM 34 dan KM 46) memiliki kebun lada mencapai 5 H a m bahkan 9

-

10 H a m dengan rata-rata produksi berkisar 1,4 - 1,6 toniha.

Dengan demikian berarti produksinya di atas rata-rata produksi petani lada di Kxbupaten Kutai Kartanegara yaitu 1,03 ton/Ha (Disbun Kabupaten, 2001). Petani yang memiliki lahan garapan yang relatif luas cenderung memililu tingkat pendapatan dalam usahatani yang tingg. Petani yang tingkat pendapatannya tinggi tersebut mempunyai ketersediaan modal untuk pengembangan usahataninya. Sesuai dengan pendapat Mosher (1966) yang menyatakan bahwa ketersediaan

(15)

modal merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu usahatani, oleh karena modal memegang perana penting &lam mengembangkan usahataninya.

Berdasarkan penjelasan sebelum musim kemarau 1997 rata-rata petani mempunyai luasan usahatani lada pada herah penelitian mencapai 3 Ha per keluarga tani. Data luas perkebunan la& Tahun 1996 di Kecamatan Loa Janan 6.281 Ha dengan rata-rata luas lahan usahatani lada 3.06 HaKK (Disbun Kabupaten

Kutai Kartanegara, 1996). Namun pada saat ini rata-rata luas lahan usahatani la& di daerah penelitian baru mencapai 1.98 Ha/KK. Kemarau panjang yang berakibat kebakaran rnenyebabkan banyak kebun-kebun yang terbakar dan hingga pada saat penelitian masih sebagian besar kebun yang bekas terbakar belum diusahakan kembali. Namun &lam beberapa tahun terakhir ini rata-rata luasan lahan garapan cenderung meningkat, karena petani membuka dan menanami kembali kebun yang telah terbakar pada musim kemarau 1997 yang lalu. Berdasarkan pengarnatan petani telah mulai menanami kembali kebunnya secara bertahap sesuai dengan ketersediaan modal yang dimiliki petani. Perkembangan luas perkebunan di Kecamatan Loa Janan tahun 2001 mencapai 3.975 Ha dan sejak tahun 1997 - 2001 te jadi peningkatan sebesar 35.6%, namun masih jauh bila dibandingkan dengan luas tamanan la& tahun 1996 sebesar 6.282 Ha. (Disbun Kabupaten Kutai Kartanegara, 200 1 ).

Motivasi merupakan dorongan &lam berusahatani pada diri petani, baik dorongan yang berasal &ri &lam (inrrinsik) maupun dari luar (eksrrinsik). Se-an

(16)

besar petani (61.1 %) pada saat ini masih belum memiliki motivasi yang besar dalam berusahatani la&. Bila dilihat dari kedua kelompok petani maka sebagian besar pengurus kelompok (55.6 %) mempunyai tingkat motivasi lebih tinggi dari anggota kelompok. Ada sebagian anggot~ kelompok (50 %) yang mempunyai tingkat motivasi dengan kategori sedang.

Komoditas lada yang merupakan komoditas unggulan pada usahatani di daerah tersebut, selain tersedianya pasar juga memiliki tingkat harga yang cukup menarik, ha1 inilah yang merupakan salah satu motivasi ekstrinsik bagi petani untuk memilih komoditas tersebut. Namun belakangan ini tingkat harga komoditas ini agak merosot, sehingga mengkhawatirkan petani bila ha1 ini terus berlanjut dan dapat merugikan. Motivasi pribadi (intrinsik) yang kuat terkait dengan adat dan nilai yang berlaku di masyarakat setempat, yakni bila seorang individu yang telah mampu untuk menunaikan ibadah haji menunjukkan status sosial lebih tinggi di &lam masyarakatnya, ha1 ni merupakan salah satu motivasi intrinsik petani, disamping memiliki usaha tani yang luas dan usuahatani yang maju.

Kekosmopolitan adalah sifat terbuka petani yang selalu berusaha untuk mencari informasi &lam bidang usahatani untuk kebutuhan peningkatan kemampuannya. Petani yang memiliki sifat kekosmopolitan yang tinggi baru mencapai 37.8 %. Sebagian besar pengurus (52.8 %) cenderung mempunyai sifat kekosmopolitan lebih tinggi dibanding anggota kelompok. Pemgamatan menunjukkan bahwa pada umumnya pengurus kelompoktaru kebanyakan adalah kontaktani,

(17)

tokoh atau pemuka masyarakat setempat lebih mudah mengakses informasi dari luar karena memiliki intensitas berinteraksi yang cukup tinggi dengan pihak diluar komonitasnya, seperti petani maju, petugas pertanian, maupun lembagalinstansi pemerintah.

Faktor Eksternal Petani

Pelaksanaan usahatani baik secara langsung maupun tidak langsung dipengaruhi oleh berbagai faktor luar (faktor eksternal petani) baik alam, fisik, lingkungan sosialnya, termasuk berbagai kebijakan dan program-program dari pemerintah. Faktor eksternal petani, sedikit banyak berpengaruh terhadap din individu petani &lam pengelolaan usahatanhya. Dalam penelitian ini secara kuantitatif beberapa faktor ekstemal tersebut dianalisis melalui empat sub variabel, yaitu: ( 1 ) intensitas penyuluhan, (2) ketersediaan informasi, (3) ketejangkauan sarana produksi, dan (4) keterikatan petani terhadap adat yang berlaku di masyarakatnya.

Intensitas penyuluhan dalam penelitian ini merupakan kegatan penyuluhan yang diterima atau diikuti petani yang berkaitan dengan kegiatan usahatani, baik melalui kelompoktani maupun kepada perorangan petani. Hasil analisis pada Tabel 6 menunjukkan bahwz int5nsit;c: penyuluhan dinilai oleh sebagian besar petani (84.4%) cenderung masih rendah. Hal ini tidak jauh berbeda yang dirasakan, baik oleh pengurus maupun anggota kelompok.

(18)

Pengamatan pada indikator menunjukkan, intensitas penyuluhan yang rendah karena intensitas kunjungan yang kurang dari dua kali dalam sebulan

dan

rendahnya intensitas berbagai kegiatan penyuluhan. Petani atau anggota kelompok ti&k hanya berharap seringnya penyuluh berkunjung ke petani atau kelompok, aktifitas penyuluhan dengan intensitas kunjungan yang tinggi, narnun yang dirasakan lebih penting oleh petani

adalah

berbagai infonnasi dan materi yang diberikan &lam kegiatan belajar, terutama yang diharapkan sesuai dengan keinginan atau yang diperlukan petani, serta untuk &pat mengatasi pennasalahan &lam usahataninya

Tabel 6. Faktor Eksternal Petani

Keterangan : - *) n pengums = 36; n anggota = 54

- angka dalam kumng adalah frekuansi petani

61.1 (33) 24.1 (13) 14.8 (8) Keterkaitan adat

(X12)

< 9 9-12 > 12 65.6 (59) 24.4 (22) 10.0 ( 9 ) Longgar Cukup Terikat 72.2 (26) 25.0 ( 9 ) 2.8 ( 1)

(19)

Kebutuhan informasi dan materi dalam kegiatan belajar kelompok juga sering belum dapat terpenuhi, menunjukkan ada kecenderungan keterbatasan kemampuan penyuluh &lam memenuhi kebutuhan petani. Petani menyatakan bahwa penyuluh tidak banyak lagi dapat membantu memecahkan permasalahan petani, materi penyuluhan yang diberikan tidak banyak hal-ha1 yang baru atau inovasi yang diperlukan untuk peningkatan dan pengembangan usahatani mereka, dan cam penyampaian informasi atau materi penyuluhan kebanyakan hanya berbentuk informasi dan diskusi. Petani berharap dalam kegiatan penyuluhan dapat diberikan dalam bentuk contoh, mencoba dan mempraktekkan atau demonstrasi percontohan agar lebih mudah diamati dan ditim. Salah satu kasus petani dalam mengatasi permasalahan pengendalian "penyakit busuk akar" pada tanaman lada, petani hanya diberikan informasi, sedangkan petani lebih berharap bagaimana cara pengendalian yang efektif dan benar diperlukan demonstrasi atau contoh yang dapat dilihat dan dicoba oleh petani. Keinginan petani adanya keragaman metoda yang lebih bervariasi, karena petani tidak hanya menginginkan informasi saja dalam kegiatan belajar, tetapi mencoba dan cara penerapan berbagai ha1 baru agar tidak hanya mengetahui dari informasi, tetapi juga keterampilan dan mempunyai pengalaman terhadap informasi inovasi yang diberikan.

Keadaan penyuluh yang berjumlah dua orang untuk wilayah kerja di Kecamatan Loa Janan yang relatif luas ini, merupakan gambaran beban kerja penyuluh di wilayah tersebut. Wilayah kegatan penyuluhan yang luas dengan

(20)

Kebutuhan informasi dan materi dalam kegiatan belajar kelompok juga sering belum dapat terpenuhi, menunjukkan ada kecenderungan keterbatasan kemampuan penyuluh dalam memenuhi kebutuhan petani. Petani menyatakan bahwa penyuluh tidak banyak lagi dapat membantu memecahkan permasalahan petani, materi penyuluhan yang diberikan tidak banyak hal-hal yang baru atau inovasi yang diperlukan untuk peningkatan dan pengembangan usahatani mereka, dan cara penyampaian informasi atau materi penyuluhan kebanyakan hanya berbentuk informasi dan diskusi. Petani berharap dalam kegiatan penyuluhan dapat diberikan dalam bentuk contoh, mencoba dan mempraktekkan atau demonstrasi percontohan agar lebih mudah diamati dan ditiru. Salah satu kasus petani dalam mengatasi

permasalahan pengendalian "penyakit busuk

akar" pada

tanaman lada, petani hanya diberikan informasi, sedangkan petani lebih berharap bagaimana cara pengendalian yang efektif dan benar diperlukan demonstrasi atau contoh yang dapat dilihat dan dicoba oleh petani. Keinginan petani adanya keragaman metoda yang lebih bervariasi, karena petani tidak hanya menginginkan informasi saja dalam kegiatan belajar, tetapi mencoba dan cara penerapan berbagai ha1 baru agar tidak hanya mengetahui dari informasi, tetapi juga keterampilan dan mempunyai pengalaman terhadap informasi inovasi yang diberikan.

Keadaan penyuluh yang bejumlah dua orang untuk wilayah k e j a di Kecamatan Loa Janan yang relatif luas ini, merupakan gambaran beban k e j a penyuluh di wilayah tersebut. Wilayah kegiatan penyuluhan yang luas dengan

(21)

kondisi jalan di bebeapa wilayah penyuluhan yang relatif kurang baik, merupakan salah satu masalah dan tantangan yang dihadapi oleh petugas penyuluh.

Hasil analisis pa& Tabel 6 menunjukkan bahwa hanya 4.4 % informasi yang tersedia sesuai dengan yang diinginkan petani, sehingga sebagian besar petani merasakan keterbatasan informasi yang sesuai dengan kebutuhannya. Bila dikaitkan dengan rendahnya intensitas penyuluhan, maka dapat diduga bahwa rendahnya

.. ketersediaan informasi bagi petani terkait dengan rendahnya intensitas kegatan .' penyuluhan. Petani menilai bahwa, kegatan penyuluhan masih belum banyak dapat memberikan berbagai informasi yang diharapkan petani terutama dalam mengatasi permasalahan dalam usahataninya. Penjelasan penyuluh di wilayah tersebut menyatakan bahwa mereka merasakan keterbatasan akan berbagai materi yang dapat digunakan untuk membantu petani dalam mengatasi permasalahan dan sangat minimnya kebutuhan berbagai informasi baru bagi penyuluh.

Hasil analisis pada Tabel 6 menunjukkan bahwa sebagian besar petani (5 1.1 %) merasakan sangat kurangnya ketersediaan informasi, terutama ditunjukkan oleh sebag~an besar (57.4%) anggota kelompok Sebagan (50.0%) pengurus kelompok pada kategori sedang, ha1 ini karena pengurus mempunyai intensitas intemksi yang lebih tinggi dengan petugas, penyuluh dan orang di luar kelompoknya sehingga merupakan peluang memperoleh informasi lebih banyak.

Kebutuhan informasi bagi petani pada saat ini tidak hanya terbatas pada informasi yang berkaitan dengan budidaya, karena petani selain telah memiliki pengamalan berusahatani lada yang relatif lama, a& sebagian petani telah banyak

(22)

menerapkan berbagai teknik budidaya yang telah diperoleh dari kursus, pelatihan dan petani dari herah lain yang lebih maju. Berdasarkan informasi petani menyatakan bahwa petani juga membutuhkan infomasi pasar, behgm altematif usahatani baru, hingga peluang kemungkinan kerjasama dengan pihak lain.

Proses penyaluran informasi sebagian besar merupakan saluran interpersonal, ada kecenderungan acuan petani banyak

berasal

dari

sesama

petani,

petani diluar kelompok, petani maju, dan pengusahalpedagang. Kesadaran petani akan komoditas usahataninya yang merupa!! komoditas ekspor, maka usaha peningkatan mutu hasil telah menjadi bagian terpenting yang perlu diupayakan. Masalah harga yang sangat fluktuatif menjadi problem petani, bagaimana agar dapat menyiasatinya agar tidak terlalu dim* pada saat harga merosot. Hal tersebut diantaranya yang membuat petani sangat merasakan kebutuhan akan informasi dan banyak pengalaman. Tuntuan kebutuhan informasi oleh petani telah semakin banyak dan petani telah mulai kritis terhadap informasi dan inovasi. Adanya perubahan petani kearah meningkatnya kebutuhan terhadap ketersediaan dan keragaman informasi, mungkinkah berarti pada saat ini kemampuan penyuluh sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan petani ?

Keterjangkauan sarana produkyi adalah tingkat keterjangkauan petani terhadap sarana produksi untuk usahataninya yang terdiri atas: ketersediaan, kesesuaian dengan keperluan, dan keterjangkauan harga. Hasil analisis pada Tabel 6 menunjukkan bahwa hampir sebagian petani (47.8%) memiliki keterjangkauan yang tinggi terhadap sarana produksi dan hanya kurang dari 5 %

(23)

yang mempunyai keterjangkauan yang rendah terhadap sarana produksi. Mayoritas pengurus (61.1%) mempunyai keter;angkauan yang tinggi terhadap sarana produksi, sedangkan 62.1 % anggota kelompok masih belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan sarana produksi untuk usahataninya.

Keterbatasan dalam memenulri kebutuhan sarana produksi sesuai dengan yang diperlukan dalam usahataninya, terutama dirasakan petani adalah karena keterbatasan modal. Ketersediaan sarana produksi di wilayah,penelitian relatif tidak menjadi masalah, karena hampir semua sarana produksi yang diperlukan tersedia, baik jenis, jumlah, ketersediaan waktu diperlukan, dan kemudahan mendapatkannya. Keterjangkauan yang rendah pada sebagian kecil petani (4.4%) terhadap saprodi, terutama petani yang memiliki tingkat pendapatan yang masih rendah sehingga belum memiliki kemampuan untuk memenuhi sarana produksi yang sesuai dengan kebutuhan usahataninya. Alasan utama yang dikemukakan bahwa tingkat harga sarana produksi terutama pupuk dan obat- obatan yang tinggi menyebabkan petani tidak dapat memenuhi seluruh kebutuhan saranii produksi bagi usahataninya.

Hasil analisisi pada Tabel 6 menggambarkan bahwa sebagian besar petani (65.6%) memiliki keterikatan yang rendah (kelonggaran) terhadap tradisil kebiasaan berusahatani. Sebagian kecil petani (10 %) yang masih terikat oleh kebiasaan dan adat dalam berusahatani. Pengurus kelompok cenderung mempunyai keterikatan adat dan kebiasaan yang longgar dibanding anggota kelompok. Gambaran ini mengindikasikan bahwa masyarakat mulai telah

(24)
(25)

Peranao Kelompoktani sebagai Wahana Belajar Kelompok

Hasil analisis terhadap pranan kelompoktani secara keseluruhan melalui dua sub peubah yang diamati menggambarkan bahwa peranan kelompoktani sebagai wahana belajar mengajar anggota kelompok lebih tinggi dibanding sebagai wahana kerjasama kelompok. Hasil analisis pada Tabel 7 dan tabel 8 menunjukkan bahwa sebagian besar indikator menggambarkan masih lemahnya peranan kelompok baik sebagai wahana belajar maupun

wahana

kerjasama anggota. Kelemahan yang lebih menonjol pada peran kelompok sebagai wahana kerjasama yang ditunjukkan lemahnya kemampuan perencanaan usaha bersama, kerjasama mengatasi masalah,

dan

pemenuhan kebutuhan anggota secara bersama. Kelompoktani seharusnya dapat berperan besar dalam menjalin kerjasama anggota kelompok sehingga mempunyai kekuatan clan posisi tawar (burguining power dun

bargaining position) yang lebih kuat. Oleh sebab itu disinilah pentingnya peranan penyuluhan dalam me~ngkatkan peranan kelompoktaw terutama kemampuan peranan sebagai

wahana

kerjasama anggota kelompok.

Peranan kelompok s e w wahana belajar tersebut berdasarbn hasil analisa pada Tabel 7 sebagian besar petani (80 %) merasakan cendrung masih rendah. Hal ini lebih banyak dirasakan oleh sebagian besar anggota (88.9 %) kelompok dibanding pengurus kelompok. Hasil analisis pada Tabel 7 secara lebih rinci menunjukkan bahwa tingkat keaktifan yang tinggi tiap kegiatan

(26)

ada rasa kewajiban untuk menyampaikan berbagai informasi yang didapat

dari

petugas, penyuluh, dan berbagai sumber informasi lain kepada anggotanya Pengurus kelompok mempunyai kesempatan dan intensitas yang lebih tinggi untuk berhubungan dengan petugas, petani diluar kelompok, maupun pihak-pihak yang menjadi sumber berbagai informasi bagi petani.

Materi yang sesuai dengan kebutuhan belajar dinyatakan sebagian besar

petani (62.2 %) sangat kurang. Sebagian besar pengurus (52.8%)

dan

anggota kelompok (68.5%) menilai bahwa materi dalam belajar dikelompok kurang sesuai dengan kebutuhan petani, demikian pula dengan keragaman jenis infomasi yang diperlukan petani &lam kegiatan belajar di kelompoknya. Sebagian besar petani (53.3%) menilai kurangnya berbagai jenis infomasi dan materi dalam kegiatan belajar di kelompok.. Hal ini temtama lebih dirasakan oleh sebagian besar anggota (61. I%), sedangkan sebagian (47.2%) pengum Pengurus dalam kategori sedang. Berbagai informai

dan

materi yang diperlukan petani dalam kegiatan belajar tersebut berkaitan yang berkaitan dengan usahataninya mencakup berbagai teknik budidaya, pasca panen, hingga infonnai pasar. Petani mengemukakan bahwa: (1) Materi belajar yang diperlukan

tidak

hanya teknih usaha budidaya saja, tetapi juga untuk mengatasi masalah, seperti pengendalian penyakit busuk akar yang belum bisa diatasi oleh petani,

dan

pasca panen untuk meningkatkan mutu dari hasil lada petani, (2) Bagaimana usaha untuk meningkatkan mutu hasil agar dapat mengikuti keinginan pembeii/pasar, (3) Usaha atau

teknis

pemasaran hasil

(27)

pertanian agar petani mendapatkan keuntungan lebih tin& dibanding penjuaUpengumpu1.

Keaktifan berinteraksi adalah untuk keaktifan anggota pertukaran dan penyebaran berbagai informasi atau inovasi usahatani yang didapatkan dari berbagai sumber informasi oleh anggota kepada

sesama

anggota di kelompoknya. Hasil analisis pada Tabel 7 menunjukkan bahwa secara keseluruhan tingkat interaksi anggota belajar masih rendah, sebag~an besar petani (55.5%) masih dalam kategori sedang. Sebagian be& pengurus (63.9%) memang mempunyai kemampuan berinteraksi dengan anggota di dalam kelompok cenderung lebih tinggi dibanding anggota kelompok.

Keaktifan berinteraksi anggota kelompok dengan sesama petani atau anggota lebih banyak pertukaran pengalaman usahatani diantara sesama anggota,

sedangkan informasi ha1 baru sangat jarang. Informasi atau inovasi yang didapatkan petani lebih banyak berasal dari sesama petani, terutama yang berasal dari orang luar kelompok, atau bahkan dari luar daerah. Pengurus kelompok pada umumnya memiliki kesempatan lebih banyak berhubungan dengan sumber informasi

dan

mempunyai kemampuan mengakses informasi yang lebih baik dibanding rata-rata anggota kelompok. Pengurus juga mempunyai interaksi yang relatif lebih tingg! dengan sesama anggotanya, dan pada proses interaksi dengan anggota berbagai informasi tersebut disampaikan. Penyarnpaian

clan

komunikasi informasi sesama anggota kelompok lebih banyak melalui antar pribari diantara anggota kelompok (interpersonal).

(28)

Ketidaksesuaian materi dan kurangnya keragaman informasi yang dibutuhkan petani, mengindikasikan bahwa ada kecenderungan materi yang diberikan &lam kegiatan belajar-mengajar

di

kelompok

banyak

yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan keingnan petani. Ada beberapa petani tertentu, karena menginginkan informasi yang sesuai dengan yang diinginkan dan diperlukannya, maka petani b e ~ p a y a dengan caranya sendiri mencari i n f o m i dan mengernbangkan teknologi yang

sesuai dengan

kebutuhan dan kondisinya dengan mzncoba mengatasi dan memecahkan masalah yang dihadapinya.

Petant menghenhki rnateri yang disampaikan &lam kegiatan &lam kelompok sesuai dengan permasalahan dan kebutuhan yang berkaitan dengan usahataninya. Berbagai macam informasi inovasi yang selain merupakan kebutuhan untuk memecahkan berbagai m l a h , harapan petani juga &pat memberikan alternatif pilihan inovasi untuk peningkatan usahatani dan pendapatan, jtga petani menginginkan mereka mendapat be* alternatif pilihan untuk pengembangan usahatani, dan memberikan peluang-peluang baru &lam pengembangan usahatani, bahkan memberikan kesemptan

dan

peluang untuk solusi dalam rnenjalin hubungan dengan pihak lain atau ketiga. Kebutuhan informasi yang beragam merupakan gambaran dari tuntutan petani akan berbagru infsrmasi agar &pat menjadi pilihan-pilihan inovasi yang

sesuai

dan tepat dengan kebutuhannya dalam berinovasi &lam usahatmi. Penelitian penyduhan menunjukkan bahwa berbagai informasi sangat diperlukan pads saat pertama mendengar dan saat mengambil keputusan terhadap inovasi, dan

di

negara yang s~stem med~a rnassanya telah maju maka petani memperoleh informasi berbagai

(29)

inovasi dari media tersebut (van den Ban, 1999). Dengan adanya gambaran kurangnya kesesuaian materi informasi yang dibutuhkan petani, dan banyaknya keragaman jenis informasi yang dibutuhkan petani, &pat merupakan indikasi perlunya kepekaan institusi pelayanan dan penyedia jasa i n f o m i akan kebutuhan petani yang selalu berkembang dan berubah sesuai perubahan-perubahan disekeliling petani yang mempengaruhi usahataninya.

Peranan Kelompok sebagai Wahana Kerjasama Kelompoktani

Hasil analisis pada Tabel 8 menunjukkan bahwa peranan kelompoktani sebagai wahana kejasama kelompok cenderung masih rendah, hanya 13.3 % petani yang merasakan peranan kelompok sebagai wahana kejasama &lam kategori tinggi. Sebagian besar pengum (50.0%) dan anggota kelompok (66.7%) merasakan peranan kelompoktani sebagai wahana kejasama kelompok dalam katerori sedang.

Perencanan usahatani secara bersama sebagian besar petani (86,7 %) t e m u k dalarn kategori kurang baik, yaitu pada sebagian besar anggota kelompok (96.3%) dan pengurus kelompok (72.2%). Hal ini sebagai indikasi bahwa perencanaan usahatani belum sesuai dengan keinginan anggota kelompok. Perencanaan usahatani bersama yang menurut penilaian petani masih kurang baik, maka berdampak pula pada kemampuan anggota kelompok dalam mengatasi pennasalahan bersama dalam usahataninya.

(30)

Tabel 8. Peranan Kelompoktani sebagai Wahana Ke jasama Kelompoktani

Keterangan : - ') n pmgurus = 36; n anggota = 54

- an& dalam kurung adalah frekuansi p&

Hasil andisis pada Tabel 8 menunjukkan bahwa tingkat kemampuan ke jasama kelompok

dalam

mengatasi masalah bersama pada sebagtan

besar

petani masih

rendah,

hanya

7.8%

yang tergol~ng kakgori tinggi,

dan

sebagtan besar petani (61.1%)

dalam

kategori rendah Sebagkn besar anggota (74.1%) dan 41.7% pengunrs masih

dalarn

kategori rendah

dalam

kerjasama mengatasi masalah Hal ini menggambarkan banyaknya

usahatani

tidak &pat diatasi dan dipecahkan bersama oleh anggota kelompok.

Perencanaan kegiatan usahatani pada kenyataanya lebih banyak dilakukan oleh masing-masing individu anggota kelompok. Perencanaan kegiatan usahatani

(31)

lada oleh petani terdiri atas dua bagan, yaitu rencana pengembangan pertanaman baru atau peremajaan, dan pemeliharan tanaman atau kebun. Tanaman lada merupakan tanaman tahunan, sehingga penanaman tidak dilakukan setiap tahun atau setiap musim. Berdasarkan pengamatan temyata petani dalam merencanakan pengembangan pertananam baru dilakukan secara bertahap bersama dengan peremajan tanaman yang telah tua dibuat untuk pelaksanaan pada musim berikutnya .setelah panen, namun persiapan lahan dilaksanakan pada musim tersebut. Perencanaan pemeliharan kebun yang telah berproduksi, menurut petani hanya merupakan kegiatan rutin, yang meliputi pembersihan rumput yang dilakukan setiap bulan, pemupukan setelah panen besar dan tiga atau emapt bulan sekali. Beberapa petani mengemukakan bahwa perencanaan kegiatan secara kelompok, biasanya bila

ada

program pengembangan usahatani baru. Beberapa rencana kegiatan kelompoktani, yaitu: pengembangan tanaman buah-buahan dan pengembangan tanaman jati super. Perencanaan usahatani kelompok tersebut sebagian

besar

merupakan program dan kegiatan proyek. Kebanyakan petani belurn sepenuhnya tertarik terhadap kegiatan program pengembangan tersebut, dan

ada

juga petani yang tidak berminat untuk ikut serta dalam program atau kegiatan tersebut.

Kemampuan pemenuhan seluruh kebutuhan usahatani anggota

secara

bersama melalui kelompok hanya oleh sebag~an kecil petani (3.3%). Sebagm besar

petani

(63.3%) berada pada kategori sedang, yang berarti dapat melaksanakan pemenuhan s e w a n kebutuhan usahataninya secara bersama, ha1 ini didapati pada

(32)

sebagian besar pengurus (69.9%) dan anggota kelompok (59.3%). SBdangkan sebagm kebutuhan

usabatani

yang tidak

dilakukan

bemama,

dilalcranakan

sendiri secara individu oleh petani. Walaupun ada bebefapa petani yang melaksanakan

secara bersama

bila

secara

kebetulan

pada

saat

bersamaan

memerlukan saprodi, sehingga dirasakan

akan

dapat menghemat biaya transportani

dan

waktu. Kekmdiam be&aga~ kebutuhan

usahatani

di

d a d penelitian menyebabkan petani tidak merasa selalu merasa perlu untuklalmmenuhi kebutuhan

secara

bersama, karena

petani beaangapm bahwa sebag~an besar kebutuhan

usahatani

untuk

pemeliharaan

dan

peramtan kebun yang merupakan kebutuhan sepanjang

tahun

relatif mudah mendapatkannya

karena

tesedia

di

lokasi mereka. Kebutuhan tersebut sebag~an

besar

dapat

dipenuhi

secara

individu

asalkan tersedia modal

untuk

keperluan tersebut. Manfaat berkelompok yang besar sebagai wahana belajar mengajar

dan

wahana

keqasama

aqgota kelompok dapat

dirasakan

hauya

oleh sebagm kecil petani (10.0%)).

Manfat

berkelompok jmda kategori cukup d h a k a n oleh sebagian

besar pe& (78.9).

Masih rendabnya

tingkat pemnan kelompok sebaga~ wahana belajar dan kejasama anggota, tergambar

pada

rendahnya keseluruhan

indikator

peranan kelompk yang

diamati,

&again besar petani (90.00h) belum mgdsalran peranan kelompok memberikm

manfaat

yang

besar.

Persepsi terludap Sifat Inqvasi

Persepsi petani te-p sifat inovasi yang

diamati

dalarn penelitian ini sesuai dengan konsep Roger dan Shoemaker (1983)

yang

terdm atas: (1) keuntungan

(33)

relatif, (2) kompatibilitas, (3) kompleksitas, (4) triabilitas, dan ( 5 ) obsewabilitas. Dalam menganalisis persepsi petani terhadap sifat inovasi tersebut dilihat pula bagaimana persepsi pengurus dan anggota kelompok

Hasil analisis pada Tabel 9 menunjukkan bahwa persepsi sebagian besar petani terhadap sifat suatu inovasi secara keseluruhan menunjukkan kecenderungan baik, baik persepsi terhadap keuntungan relatif, kompleksitas, triabilitas. Sedan&n.persepsi terhadap kompatibilitas dan obesewabilitas pada

sebagian besar petani cendrung dalam kategori sedang. Hal ini mengindikasikan bahwa petani umumnya dapat pemahami sifat inovasi yang menjadi pertimbangan sebelum mengambil keputusan dalam adopsi inovasi dalam usabataninya

Persepsi terhadap keuntungan relatif suatu inovasi adalah perbandingan tingkat keuntungan atau keunggulan

dari

suatu inovasi dibandingkan dengan yang telah dilaksanakan atau dimiliki petani. Hasil analisis pada Tabel 9 menunjukkan bahwa persepsi sebagian

besar

petani (67.8%) terhadap inovasi dalam usahatani lada adalah menguntungkan. Hampir seluruh pengurus (80.6%) dan sebagian besar anggota (59.3%) mempersepsikan bahwa inovasi &lam usahatani lada menguntungkan. Tidak terdapat petani yang berpersepsi bahwa inovasi dalam usahatani lada tidak menguntungkan.

Cara petani memandang bahwa suatu inovasi memiliki keuntungan relatif yang lebih tinggi dibanding yang telah dilaksanakan, yaitu bahwa jika penerapan inovasi tersebut dapat memberikan hasil yang lebih baik, yaitu produksi dan keuntungan yang lebih tin@ dibanmng cara yang dilaksanakan petani sebelumnya

(34)

Tabel 9. Persepsi Petani terhadap Sifat Inovasi

Keuntungan relatif (XIS)

Kompatibilitas

(XM)

Kompleksitas XI^)

Keterangan : - *) n pengurus = 36; n anggota = 54

-

angka dalam kunrng adalah frekuansi petani

Salah seorang petani lada di RDR

(KM46)

Desa Batuah yang menggunakan jenis bibit lada unggul dari Bangka Alasan penggunaan bibit tersebut adalah: (1) produksi yang lebih tinggi, dan (2) panen cukup satu kali dalam setahun, sehingga &pat menghemat pembiayaan tenaga yang selalu terjadi pada lada lokal yaitu untuk pengumpulan hasil panen lada "enteng "

(panen

kecil)

di sepanjang musim.

Persepsi ter* kompatibilitas (kesesuaian) suatu i n o d adalah kesesuaian suatu inovasi yang dengan kebutuhan dan kebiasaan yang telah ada pada petani. Hasil analisis pada Tabel 9 menunjukkan bahwa penepsi sebagian

besar

petani

(35)

(92.2%) terhadap kompatibilitas inovasi adalah cukup sesuai, baik pada pengurus maupun anggota kelompok Penilaian petani terhadap inovasi yang masih belum sesuai adalah karena petani beranggapan bahwa: (1) kebanyakan inovasi belum sesuai dengan yang diharapkan, dan (2) petani belum yakin sebelum melihat keberlanjutan dari hasil inovasi tersebui. Pengalaman petani menunjukkan bahwa banyak saran/informasi inovasi yang dianjurkan, namun belum tentu sesuai dengan harapan dan keinginan petani, walaupun petani mengetahui saran/informasi tersebut mempunyai keunggulan dan kelebihan dibanding cara petani. Petani perlu mencoba, karena menurut beberapa petani pengalaman mencoba tersebut dapat mereka dapat mengamati sehingga menemukan cara dan hail yang lebih baik.

Persepsi terhadap komplekitas (tingkat kerumitan) suatu inovasi adalah tingkat kerumitan inovasi yang dirasakan petani. Hasil analisis pada Tabel 9 menunjukkan bahwa persepsi sebagian besar petani (70.0%) terhadap tingkat kerumitan suatu inovasi adalah mudah, artinya: inovasi &lam usahatani tidak memiliki tingkat kevmitan yang tinggi. Hal ini terdapat pada 72.2% pengurus milupun 68.5% anggota kelompok. Menurut pandangan petani terhadap suatu inovasi yang diinformasikan atau dianjurkan hams mempunyai kemudahan untuk diterapkan. Berdasarkan pengalaman petani bahwa kemudahan yang dimaksudkan adalah ( I ) tidak memerlukan cara yang sulit untuk diterapkan, (2) mudahan mendapatkan bahan dan peralatan dalam menerapkan inovasi tersebut, dan (3) dapat memungkinkan untuk disesuaikan dengan keinginan dan keperluan petani.

(36)

Persepsi terhadap triabilitas (tingkat kemudahan) suatu inovasi adalah tingkat kemudahan suatu inovasi untuk dicoba oleh petani. Hasil analisis pada Tabel 9 menunjukkan bahwa sebagian petani (57.8%) berpersepsi mudah dalam mencoba suatu inovasi, namun bila dibandingkan maka persepsi petani terhadap tingkat kemudahan &lam mencoba inovasi temyata terdapat pada sebagian besar (75.5%) pengurus kelompok, sedangkan sebagian besar anggota kelompok (5 1.4%) terdapat pada kategori sedang. Menurut petani bahwa saran dan informasi berbagai inovasi dalam usahatani sebelum diterapkan perlu selalu dicoba terlebih dahulu walaupun jumlah dan skala yang relatif kecil. Manfaatnya adalah (1) agar petani &pat belajar dan mengetahui keunggulan dan kelemahannya. (2) dapat mengetahui apakah hasilnya kesesuaian dengan yang diinginkan petani.

Persepsi terhadap obsewabilitas suatu inovasi adalah persepsi petani terhadap tingkat kemudahan untuk dapat melihat hasil suatu inovasi. Hasil analisis

pada

Tabel 9 menunjukkan bahwa tingkat persepsi yang tinggi terhadap obsewabilitas terhadap inovasi hanya sebagian kecil petani (15.6%), sedangkan tingkat persepsi pa& kategori sedang terhadap tingkat obsewabilitas inovasi terdapat pada sebagian besar petani (60.0 %). Menurut petani bahwa tidak mudah untuk mengamati inovasi &lam usahatani tanaman tahunan, khususnya komoditas lada, karena sebagai tanaman tahunan maka tanaman lada memerlukan waktu yang lama untuk &pat dilihat hasilnya.

(37)

Tingkat Kemampuan Petani dalam Pengambilan Keputusan Usahatani

Kemampuan petani &lam usahatani beram mampu menggunakan potensi yang dimiliki dalam mengambil keputusan

secara

tepat, mampu beradaptasi secara optimal, inovatif, dan selaku menyesuaikan perubahan lingkungan fisik dan sosialnya. Perwujudan kemampuan individu petani ditunjukkan ofeh kemampuan dirinya

untuk

memanfaatkan potensi diri (pengeiahuan, sikap dan keterampilan) yang dimiliki untuk menetapkan pilihan terbaik dalam usahatani dan kehidupannya.

Pengambilan keputusan yan8 tepat dan rasional bagi petani dalam mengadopsi suatu inovasi dengan selalu mempertimbangkan sifat atau karakteritik dari inovasi yang diadopsi dan kemungkinan resiko dari inovasi tersebut. Tingkat kemampuan petani dalam pengambilan keputusan dalam usahatani yang dimaksudkan dalam penelitian ini

adalah

tingkat kemampuan petani sebagai anggota kelompoktani

untuk

memanfaatkan potensi dirinya (pengetahuan, sikap dan keterampilan) dalam menetapkan keputusan adol?si inovasi yang dianggap paling tepat dan rasional, dan keberanian beresiko dengan mempertimbangkan berbagai kemungkinan resiko dan ketidakpastian yang mungkin tejadi dalam pel- usabataninya. Dalam penelitian ini tingkat kemampuan petani dalam pengambilan keputusan &lam usahataninya diukur dengan menggunakan indikaotor : (1) tingkat kemampuan mengadopsi inovasi pada usahataninya, dan (2) tingkat keberanian beresiko dalam usahatani.

(38)

Analisis hasil penelitian pada Tabel 10

secara

m u m menunjukkan bahwa tingkat kemampuan sebagian besar petani dalam pengambilan keputusan adopsi suatu inovasi masih relatif rendah. Walaupun ada kecenderungan kearah kategori tinggi namun kemampuan tersebut lebih menonjol pada pengurus kelompok dibanding anggota kelompok. Sedangkan keberanian beresiko &lam usahatani pada sebagian besar petani menunjukkan kategori tinggi baik pengurus maupun anggota kelompok.

Tabel '10. Tingkat Kemampuan Petani dalam Pengambilan Keputusan Usahatani

Keterangan : - *) n pengurus = 36; n anggota = 54

- angka &lam kwung adalah 6ekuand petani

Skor tingkat adopsi petani responden bervariasi dari 28 hingga 72, sedangkan skor keberanian mengambil resiko berkisar antara 1 1 hingga 24. Hasil analisis pada Tabel 10 menunjukkan

bahwa

petani yang mampu mengambilan keputusan dalam usahatani, baru mencapai 41,l % sedangkan sebagan besar petani (56.9 %) masih belum memiliki kemampuannya yang tinggi dalam

(39)

pengambilan keputusan dalam usahataninya. Tingkat kemampuan yang tinggi dalam pengambilan keputusau tersebut temyata terdapat pada sebagian

besar

(6 1.1%) )pengunrs kelompok, sedangkan anggota kelompok baru mencapai (27.7%).

Hasil analisis pada Tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian besar petani (54.5 %) mempunyai tingkat keberanian beresiko yang tinggi dalam berusahatani, Hal ini ditemui baik pada s e b a n besar pengurus kelompok (61.1%) maupun anggota kelompok (50.0%).

Secara keseluruhan hasil analisis menggambarkan bahwa rata-rata petani memiliki tingkat kekeranian beresiko lebih tinggi dibanding adopsi inovasi dalam usahatani. Hal ini menunjukkan bahwa umumnya petani telah siap melaksanakan inovasi dalam usahataninya, namun bils dikaitkan dengan Tabel 6 maka dukungan faktor ekstemal terutama k e t e d a a n informasi inovasi yang masih terbatas dan inovasi yang belum banyak dengan kebutuhan petani. Bila dikaitkan dengan Tabel 9 maka petani lebih berani beresiko dalam usahataninya dengan mengadopsi inovasi yang memberikan keuntungan yang lebih tinggi walaupun pada dasamya inovasi tersebut menurut persepsi dan penilaian petani'mempunyai tingkat kesesuaian yang mash rendah. Bila dikaitkan dengan Tabel 11, maka ditunjukan adanya keterkaitan hubungan bahwa petani yang mempunyai tingkat pendapatan yang tinggi cenderung lebih tinggi dalam kemampuan adopsi inovasi dalam usahataninya.

Tingkat kemampuan pengambilan keputusan dalam adopsi inovasi usahatani yang lebih tinggi pada pengurus (61.1%) dibanding anggota kelompok

(40)

(27.7%), sedangkan keberanian beresiko termasuk kategori tinggi baik pengurus maupun anggota. Hal ini &pat dikaitkan dengan pembabasan pada Tabel 4, yaitu bahwa karakterisik individu petani pengurus memang mempunyai kualitas karakteristik individu yang lebih tinggi dibanding anggota, dalam arti potcmi kemampuan intelektual yang lebih baik dalam

ha1

intensitas pendidikan non formal, tingkat motivasi, dan sifat kekosmopolitan. Selain itu pengurus kelompok umunya cenderung memiliki tingkat pendaptan yang lebih tinggi

dan

lahan usahatani yang lebih luas. Alasan lain yang banyak dikemukakan bahwa petani yang kaya dan mampu selalu miliki tempt penjemuran dan gudang. Selalu berusaha untuk mempertahankan mutu hasil panen agar tetap baik. Golongan petani ini berani menahan hasil panennya di gudang atau t e m p t perlyimpanan,

untuk sementara tidak dijual pada musim panen raya karena saat itu harga jual hasil panen rendah. Berbeda dengan sebagan kecil petani (13.3 %) yang memiliki keberanian beresiko yang rendah biasanya terdesak oleh kebutuhan hidup dan pembiayaan usahatani, maka hasil p e n segera untuk keperluan tersebut.

Hasil analisis

pada

Tabel 10 menunjukkan bahwa ada sebagian kecil petani (13.3%) yang tergolong rendah dalam keberanian beresiko dalam usahatani. terutama lebih banyak didapati pada anggota kelompok (14.8%).

Berdasarkan pengamatan ternyata petani yang enggan

akan

beresiko &lam usahatani adalah petani yang telah berumur tua dan lahan garapan yang relatif sempit. Kebanyakan alasan yang dikemukakan petani adalah bahwa menerapkan

(41)

rekomendasi, a n j m dan cara baru memerlukan biaya tambahan sedangkan modal usahatani yang ada relatif kecil. Petani tersebut bemahatani dengan beberapa komoditas (diversifikasi) usahatani seperti sayuran, padi sawah, dan buah-buahan

untuk

mengurangi kekhawatiran bila hasil usahatani utama (lada) kurang memberikan keuntungan yang layak daii tidak &pat memenuhi kebutuhan hidupnya.

Hubungan Tingkat Kemampuan Petani dalam Pengambilan Keputusan Usahatani dengan Karakteristik Individu PeQni

&n Faktor Eksternal

Kemampuan petani &lam usahataninya berarti mampu menggunakan potensi yang dimiliki dalam menentukan keputusan yang tepat dan rasional. Perwujudan kemampuan individu petani tersebut ditunjukkan oleh kemampuan dirinya

untuk

memanfaatkan potensi din (pengetahuan, sikap dan keterampilan) yang dimiliki dalam pengambilan keputusan dengan menetapkan pilihan terbaik. Tingkat kemampuan petani dalam pengambilan keputusan usahatani yang dimaksud &lam penelitian ini adalah keputusan &lam mengadopsi inovasi yang dianggap paling tepat dan rasional dan keberanian beresiko &lam pelaksanaan

-ya. Tingkat kemampuan petani dalam pengambilan keputusan usahatani dalam penelitian ini diamati dengan menggunakan dua indikator, yaitu: (1) tingkat adopsi inovasi, dan (2) keberanian bemiko dalam

usahatani.

Hub- faktor-faktor karaktertik individu petani dan karakterisitk ekstemal di luar petani yang diduga berhubungan dengan t~ngkat kemampuan petani &lam pengambilan

(42)

keputusan usahatani dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan uji statistik Rank Spearmen (r.),

untuk

mengetahui tingkat keeratan hubungan antara peubah-peubah yang diamati tersebut.

Hasil analisis secara

umum

ditunjukkan Gambar

2

dm Gambar 3 bahwa tingkat kemampuan petani dalam pengmibilan keputusan dalam usahatani berhubungan dengan faktor-faktor karakteritik individu petani dan faktor eksternal petani. Sifat hubungan sangat nyata positif (p = 0.01) dan nyata positif (p

:

0.05)

masing-masing dengan tingkat keeratan hubungan yang

berbeda,

kecuali dengh umur yang berhubungan nyata negatif.

Berdasarkan Gambar 2 dan Gambar 3 menunjukkan bahwa tingkat kemampuan petani &lam pengambilan keputusan mengadopsi inovasi dan keberanian beresiko dalam usahataninya berhubungan erat dengan faktor-faktor karakteritik individu petani dibanding faktor ekstemal. Hal ini menggambarkan bahwa adanya kecenderungan petani relatif mampu dalam merespon perubahan lingkungan yang selalu berubah, meskipun berbagai faktor eksternal seperti ketersedim informasi, tingkat ketejangkauan terhadap sarana produksi, dan intensitas kegiatan penyuluhan masih lemah dukungamya terhadap -tan

kmampuan petani dalam pengambilan keputusan

usahataninya.

c~ambar 2 menjelaskan keemtan hubungan tingkat kemarnpuan petani &lam pengambilan keputusan usahatani dengan karakteristik individu

(43)

Gambar

2

:

Hubungan

Faktor-Faktor Karakteristik Internal Petani yang

Berhubungan

dengan Tingkat Kemampuan Petani dalam Pengambilan Keputusan Usahatani

Tingkat kemampuan petani dalam pengambilan keputusan dalam usahatani, yaitu adopsi terhadap inovasi

dan

keberanian beresiko dalam usahatani ditentukan oleh

kualitas karakteritik individu petani. Kemampuan petani &lam pengambilan keputusan usahatani tersebut lebih terlihat menonjol pada petani yang lebih muda dalam usia.

(44)

Hasil analisis pada Gambar 3 menujukkan ha1 yang lebih menarik, bahwa faktor eksternal petani berhubungan lebih erat dengan keberanian petani beresiko dalam usahatani dibanding kemampuan adopsi terhadap inovasi. Hal ini menunjukkann bahwa peranan faktor eksternal lebih menentukan keberanian petani dalam mengambil resiko dalam usahataninya. Semakin meningkat dukungan faktor ekstemal maka kecenderungan meningkatkan keyakinan petani sehingga lebih berani beresiko dalam berusahatani.

FAKTOR EKSTERNAL PETANl

1

Gambar 2 : Hubungan Faktor Ekstemal dengan Tingkat Kemampuan Petani dalam Pengambilan Keputusan Usahatani

(45)

Berdasarkan hasil analisis pada Gambar 3 tersebut maka dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan kemampuan petani dalam keberanian beresiko dalam usahawninya maka dukungan faktor eksternal menjadi sangat penting yaitu dalam bentuk ketersediaan informasi dan keterjangkawn terhadap sarana produksi. Menurut petani bahwa informasi petanian yang dibutuhkan berturut-turut

dari

yang paling penting adalah informasi harga komoditas yang

diusahakan,

teknik pasca panen untuk meningkatkan mutu hasit, pengendalian hama

dan

rumput pengganggu (gulm), dan teknik peningkatan produksi.

Dukungan faktor ekstemal berupa tersedianya berbagai informasi yang dibutuhkannya dan keternjangkauan petani terhadap

sarana

produksi untuk usahataninya mendorong keberanian petani dalam mengambil resiko dalarn berusahatani. Beberapa petani yang kxitis dalam merencanakan dan mengembangkan usahataninya selalu mempertimbangkan

harp

yang layak untuk hasil p e n n y a , perkuaan besamya basil

usabatani

yang dapat terjual, clan keterjaminan ketersediaan kebutuhan

usahatatunya

Tingkat kemampuan petani dalam pengambilan Mubungan secara negatif dengan keterkaitan adat. Hal ini memberikan makna bahwa tingkat kelonggaran adat yang berlaku pada petani menentukan tingkat kemampuan petaninya dalam pengrunbilan keputusan usahatani. Masyarakat petani yang lebih longgar terhadap adat lebih terbuka terhadap penbhan-perubahan, keterbhannya terhadap berbapi inovasi,

hal

bam, dan sejalan dengan meningkatnya kemampuan &lam pengambilan keputusan dalam usahataninya.

(46)

Komponen karakteristik petani yang paling nyata dan erat keterkaitannya dengan Kemampuan pe.tani &lam pengambilan keputman adopsi inovasi adalah tingkat pendapatan petani, kekosmopolitan, dan pendidikan non formal, sedangkan komponen karakteristik petani yang paling nyata dan erat keterkaitannya dengan kemampuan petani dalam mengambil kepu?usan keberanian beresiko dalam usahatani adalah kekosmopolitan dan tingkat pendapatan. Komponen faktor eksternal yang paling nyata dan erat keterkaitannya dengan peningkatan kemampuan petani &lam pengambilan keputusan adopsi inovasi adalah ketersediaan informasi, sedangkan faktor ektemal yang paling nyata berperan terhadap peningkatan kemampuan petani &lam mengambil keputusan keberanian beresiko &lam

usahatani

adalah keterjangkauan petani terfiadap sarana produksi dan ketersediaan informasi.

Hasil analisis pada Tabel 11 secara lebih rinci menunjukkan bahwa faktor karakteritik individu petani yang berhubungan sangat nyata dan positif dengan tingkat adopsi inovasi berturut-turut dari yang paling

erat

adalah (I) tingkat pendapan usahatmi,

(2)

kekosmopolitan, (3) tingkat pendidikan non formal, (4) tingkat pendidikan formal, (5) motivasi, dan (5) luas lahan usahatani. Umur berhubungan nyate dan negatif dmgan tingkat adopsi inovasi dalam usahatani. Maknanya hasil analisis ini adalah bahwa tingkat kemampuan

petani

dalam mengadopsi inovasi ditentukan oleh: (1) tingkat pendapatan

usahatani,

(2) kekosmopolitan, (3) tingkat pendidikan non formal,

(4)

tingkat pendidikan formal,

(47)

(5)

motivasi pada kategori yang tinggi dan

(5)

petani yang mrmpunyai lahan usahatani yang luas.

Tabel 1 1. Hubungan Tifigkat Kemampuan Petani dalam Pengambilan Ke~utusan Usahatani den~an

-

Karakteritik Individu Petani dan

aho or

Eksternal Petani

Variabel / sub variabel

Tk.

Kemampuan P a .

dalam

Pengambilan Keputusan Usahatani

**) berhubungan sangat nyata p = 0.01

Pendidikan formal (X2) Pendidikan nonformal

(X3)

Pengalaman berusahatani (X4)

t

Ketersediaan informasi

(X

10)

Kete jangkauan saprodi (X I

I)

Keterkaitan adat

(X

12)

Keterangan hasil uji korelasi *) berhubungan nyata p = 0 05 0.3 12" 0.003 0.297" 0.004 -0.376" 0.000 0.338" 0.001 0.387" 0.000 -0.289" 0.006

(48)

Petan] yang mempunyai ciri tingkat pendapatan yang tinggi cenderung lebih tinggi kemampuannya mengadopsi inovasi. Sifat petani yang lebih kosmopolit selalu membutuhkan ketersediaan berbagai informasi yang relevan dalam mengembangan wahataninya, memiliki tingkat pendidikan yang lebih tin& dan lebih banyak memperoleh kesempatan mendapatkan pendidikan non formal &lam bentuk kursus, pelatihan dan magang serta motivasi yang tinggi dalam

-

,

menjadikan peta~ lebih mampu untuk mempertimbangkan inovasi

secara

rasional dan sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya.

Keberanian beresiko &lam mengadopsi inovasi berhubungan dengan hampir semua indikator karakteristik individu petani dengan tingkat keeratan yang berbeda. Karakkristik individu

pada

Tabel 11 menunjukkan yang berhubungan sangat nyata dan positif dengan keberanian mengambil resiko dalam usahatani berturut-turut dari tingkat yang paling erat

adalah

dengan; (I) kekosmopolitan, (2) tingkat pendapatan usahatani, (3) tingkat pendidikan formal, (3)

jumlah

pendidikan non formal,

dan

(4)

luas lahan usahatmi.

Sedangkan

terhadap

umur

berhubmgan nyata

dan

negatif.

Petani yang mempunyai karakteritik kekosmopolitan yang tin&

dengan

t q k a t pemhdikan yang m e w lebih berani mengambil resiko, lrtlreaa

kemampuan mempertimbangkan secara lebih realistis dengan memiliki kemampuan kognitif, afektif

dan

psikomotor yang relatif lebih baik. Tingkat kcberanian yang lebih tinggi dijumpai pada petani yang miliki usia yang lebih muda. Bila dilihat peranan ketersediaan informasi terkait cukup erat maka dukungan kegiatan

Gambar

Tabel  2  .  Keadaan Desa di Kecamatan Loa Janan  Kabupaten Kutai Kartanegara
Tabel  4.  Keadaan Kelompoktani di Kecamatan Loa Janan
Tabel  9.  Persepsi Petani terhadap Sifat Inovasi
Gambar  2  :  Hubungan  Faktor-Faktor  Karakteristik  Internal Petani yang  Berhubungan  dengan Tingkat  Kemampuan Petani  dalam Pengambilan  Keputusan  Usahatani
+7

Referensi

Dokumen terkait

 Pada konsep temperatur yaitu pada termokopel ini menggunakan dua termokopel yang dimana memiliki temperatur yang berbeda maka akan terbentuk aliran energi yang

Hasil menunjukkan bahwa dimensi strategi outsourcing IT mempunyai hubungan signifikan terhadap dimensi keberhasilan outsourcing IT yang ditunjukan dengan didukungnya hasil

Selain sentimen global, pergerakan IHSG pada pekan ini akan dipengaruhi pertemuan Bank Indonesia (BI) yang diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuan..

Maknanya, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa layanan konseling kelompok singkat berfokus solusi (SFBC) efektif untuk meningkatkan kemandirian pengambilan keputusan peserta

Orang bergantung pada n menggunakan berbagai jenis alat fisik (hardware), perintah dan prosedur pemrosesan informasi (software), saluran komunikasi (jaringan), dan

Seperti yang dikemukakan Semi (1993): “berbicara atau bercakap memainkan peranan penting karena bahasa pada hakikatnya adalah bahasa lisan”. Dalam kehidupan sehari-hari

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT GAGAL NAPAS AKUT  ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT GAGAL NAPAS AKUT !. TUGAS KEPERAWATAN GAWAT DARURAT TUGAS KEPERAWATAN

Perusahaan dengan tambang batu bara terbesar ini juga menyambut positif pen cabutan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 82 Tahun 2017 tentang Penggunaan