• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1 Latar Belakang

Industri perbankan di Indonesia yang semakin berkembang dari tahun ke tahun membuat persaingan antar bank semakin ketat dengan berbagai produk dan layanan yang ditawarkan (Business Review, 2012). Persaingan yang terjadi, membuat pihak bank saling berebut nasabah ataupun calon nasabah. Untuk menjaring banyak nasabah, pihak bank harus berusaha menawarkan produk-produk yang menarik, pelayanan prima, dan kemudahan dalam pemberian kredit nasabah (Ekowati, 2010). Menurut Taufik, seorang Chief Business Officer MarkPlus, (dalam Business Review, 2012) mengatakan bahwa sepanjang tahun 2011, 10 bank terbesar tetap agresif, baik dalam mengembangkan aset maupun mencapai profit. Perkembangan aset di masing-masing bank mencapai lebih dari 10 persen. Sampai pada 30 September 2013, berdasarkan data dari Bank Indonesia dan laporan keuangan bank, 10 bank masih bertahan pada peringkatnya masing-masing. Bank Mandiri menempati peringkat teratas dengan pangsa pasar sebesar 13, 63 persen, kemudian disusul oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI) dengan pangsa pasar sebesar 11, 87 persen dan Bank Central Asia yang memiliki pangsa pasar sebesar 10, 74 persen. Peringkat sembilan dan sepuluh ditempati oleh Bank Tabungan Negara dan Bank Permata dengan pangsa pasar sebesar 2,3 persen sampai 2,4 persen (Perpustakaan Online, 2013).

Adanya persaingan yang semakin ketat, menuntut bank-bank di Indonesia untuk meningkatkan pelayanan nasabah sehingga para nasabah merasa puas dengan apa yang telah mereka dapatkan. Banyak cara yang dapat dilakukan bank dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan nasabah, salah satunya dengan memberikan kesan/citra yang baik dalam hal produk maupun pelayanan kepada nasabah (Saragih, 2013). Dalam memberikan pelayanan yang baik, perbankan Indonesia baik swasta maupun BUMN masih mengalami kendala dengan adanya komplain yang diterima dari para nasabah. Data Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menunjukan, Bank Mandiri mendapat komplain sebanyak 14 aduan, BNI mendapat 13 aduan, Bank Danamon, dan CIMB Niaga, mendapat 9 aduan. Sementara nasabah Bank Permata mengirimkan

(2)

keluhan sebanyak 7 aduan, dan Bank BCA hanya dikomplain 6 nasabah (Neraca, 2013). Hal ini menjadi tugas bagi frontliner bank dalam menanggapi keluhan nasabah dalam rangka menciptakan pelayanan yang bermutu. Frontliner inilah yang menjadi penentu awal nyaman atau tidaknya seseorang dilayani.Menurut studi Harvard pada tahun 2010, 75% pelanggan yang mempunyai persepsi atas suatu brand ditentukan oleh pengalaman pelanggan ketika berkomunikasi/berinteraksi dengan pegawai dari perusahaan tersebut. Jika para frontliner itu ramah, bersahabat, dan aksesibel atau mudah dihubungi, maka pelanggan akan menciptakan kesan baik yang berdampak pada citra perusahaan (Iyaa, 2012).

Citra sebuah perusahaan merupakan hal penting dikarenakan citra positif dapat memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk berkomunikasi dan mencapai tujuan secara efektif, sedangkan citra negatif sebaliknya. Citra positif dapat digunakan sebagai pelindung terhadap kesalahan kecil, kualitas teknis atau fungsional sedangkan citra negatif dapat memperbesar kesalahan tersebut. Citra menggambarkan pengalaman dan harapan konsumen atas kualitas pelayanan perusahaan (Sutojo, 2004). Ada banyak hal yang dapat dilakukan perusahaan dalam menciptakan, meningkatkan dan memelihara citra positif di mata publik, salah satunya dengan melakukan impression management (Anggita, 2010).

Impression management merupakan proses mengatur perilaku dalam rangka untuk menciptakan kesan tertentu pada orang lain (Sallot, Lynne M., 2013). Gagasan impression management juga mengacu pada praktek dalam komunikasi profesional dan hubungan masyarakat, di mana istilah ini digunakan untuk menggambarkan proses pembentukan perusahaan atau citra publik organisasi (Piwinger & Ebert, 2001 dalam Sharma, dan Avnish, 2012). Organisasi mempraktikkan impression management dengan menciptakan opini yang lebih positif di antara masyarakat, klien, pelanggan, konsumen atau pasien mereka (Ivancevich, dkk, 2006). Tujuan impression management adalah untuk mengarahkan pendapat orang lain atau kesan dengan cara pengendalian informasi, baik dalam situasi pribadi maupun sosial.

Menurut Jones dan Pittman (1990 dalam Weiten, Dunn, dan Hammer, 2012), ada lima taktik dalam impression management yaitu ingratiation, self promotion, exemplification, supplication dan intimidation. Ingratiation, merupakan perilaku yang

(3)

mata publik seperti berbagi informasi, bertindak sebagai mitra, bersikap baik, senyum, menyenangkan orang lain, dan jujur. Taktik yang kedua adalah self promotion, perilaku organisasi yang menampilkan kompetensi, keefektifan, dan kesuksesan organisasi. Strategi ini dapat digunakan ketika organisasi berusaha untuk menciptakan atau mempertahankan atribusi kompetensi. Selanjutnya adalah exemplification, perilaku yang digunakan oleh organisasi untuk memberikan gambaran integritas, tanggung jawab sosial, dan kelayakan moral dengan tujuan untuk menjadi teladan bagi orang lain. Kemudian supplication, yaitu perilaku organisasi yang menggambarkan suatu ketergantungan dan kerentanan untuk tujuan meminta bantuan dari orang lain. Individu menekankan ketergantungan dan kelemahan sendiri untuk mendapatkan bantuan dari orang lain yang lebih mampu. Taktik yang terakhir adalah intimidation, organisasi mencoba terlihat kuat dan menakutkan. Taktik ini digunakan untuk menyampaikan kesan kekuasaan dan ketegasan organisasi.

Organisasi menggunakan taktik impression management untuk mengelola citra organisasi dan menumbuhkan citra positif di luar lingkup organisasi (Terrell dan Kwok, 2011). Impression management adalah fenomena psikologis yang kuat dengan banyak potensi yang belum dijelajahi dalam lingkup organisasi. Karyawan atau perusahaan dapat menyebarkan strategi impression management untuk menciptakan persepsi orang lain terhadap mereka (Kamau, 2009). Dalam organisasi saat ini, kesan merupakan hal yang sangat penting. Impression management umumnya dianggap menjadi bagian mendasar dari kehidupan organisasi dan penting untuk komunikasi organisasi yang efektif (Rosenfeld, Giacalone, & Riordan, 1995 dalam Schokker, 2007). Gardner (1992 dalam Goethals, 2008) menjelaskan bahwa keberhasilan baik individu dan organisasi secara keseluruhan bergantung pada keterampilan dalam mengelola kesan. Impression management yang baik tidak hanya akan membantu karyawan untuk bertahan dalam pekerjaan mereka, tetapi juga untuk berkembang dalam pekerjaan mereka. Organisasi berusaha untuk mengatur dan mengontrol informasi serta mempengaruhi kesan untuk mendapatkan reward tertentu seperti mendapatkan legitimasi setelah peristiwa kontroversial, mendapat citra positif, dan meminimalisir rusaknya citra organisasi (Mohammed, Gardner, dan Paolillo, 2012).

(4)

Strategi impression management yang umum dilakukan perusahaan perbankan adalah dengan melakukan pelayanan prima, misalnya saja Bank Mandiri yang menerapkan tiga konsep pelayanan “dipaksa, terpaksa, dan terbiasa”, berkat tiga konsep tersebut, Bank Mandiri menjadi juara pertama pada pelayanan prima yang diadakan Marketing Research Indonesia (MRI). Selain pelayanan prima, pihak perbankanjuga melakukan promosi, serta berperan dalam berbagai kegiatan sosial seperti “Mandiri Charity Fun Run” yaitu perlombaan lari sekaligus acara berbagi yang diadakan di kawasan Senayan (Mandiri News, 2002). Berbeda dengan kebanyakan tempat kerja yang lain, derajat interaksi yang tinggi dan saling ketergantungan antara karyawan dan pelanggan muncul dalam setting pelayanan perbankan. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa sebagian besar pelayanan yang dilakukan melalui interaksi pribadi, sering kali terjadi tatap muka (Ashforth & Humphrey, 1993; Bowen & Schneider, 1988; Hochschild , 1983 dalam Safay, 2009).

Dalam interaksi pelayanan, pelanggan memiliki kemungkinan untuk melihat dan menilai tindakan karyawan (Grove et al., 1989 dalam Safay, 2009). Maka dapat dikatakan, salah satu fitur penting untuk evaluasi layanan adalah kesan pelanggan terhadap penyedia layanan. Hal ini dikarenakan layanan merupakan hal yang tidak dapat dinyatakan secara jelas dari segi pelanggan sehingga sering menggunakan kesan untuk mengevaluasi layanan yang disediakan (Bowen et al., 1988 dalam Safay, 2009), termasuk penampilan penyedia layanan (Bessom & Jackson, 1975 dalam Safay, 2009). Para penyedia layanan pada gilirannya dapat menggunakan pengetahuan ini untuk mempengaruhi kesan pelanggan dari layanan dalam arah yang telah ditentukan. Selain itu, service encounters sering melibatkan emosi para tenaga kerja, yang merupakan ekspresi emosi yang diharapkan organisasi (Hochschild, 1983 dalam Safay, 2009). Kesan yang terbentuk melalui pengamatan dari ekspresi emosi karyawan merupakan aspek penting dalam evaluasi kinerja pelayanan. Sebagai contoh, ketika seorang penyedia layanan menampilkan kinerja yang buruk seperti berteriak pada pelanggan, maka hal tersebut akan menciptakan kesan negatif di mata pelanggan. Namun karyawan yang tersenyum ramah dapat menciptakan kepuasan pelanggan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan potensi penjualan bagi perusahaan (Safay, 2009). Hal ini menggambarkan pentingnya impression management dalam berinteraksi dengan publik

(5)

Salah satu manfaat citra positif perusahaan adalah meningkatkan kebanggaan karyawan terhadap organisasi (Philip Kotler dan Howard Barich, 1991). Kebanggaan terhadap organisasi adalah perekat yang membuat karyawan berkomitmen untuk organisasi mereka. Karyawan bangga berkomitmen untuk organisasi mereka bahkan ketika gaji mereka rendah, mereka tidak menyukai bos mereka, atau organisasi berkinerja buruk. Jika karyawan tidak memiliki kebanggaan, semangat dan produktivitas mereka akan menurun (Katcher, 2014).

Menurut Bowen dan Lawler (1992 dalam Gouthier dan Rhein 2011), berlangsungnya hubungan jangka panjang perusahaan dengan konsumen bergantung oleh karyawan perusahaan itu sendiri, karena hubungan jangka panjang tersebut merupakan hasil dari interaksi antara karyawan dengan konsumen. Agar hubungan antara perusahaan dan konsumen berjalan dengan baik, maka dibutuhkan perilaku kerja yang positif dari karyawan. Pengendali utama dari perilaku kerja yang positif dan juga kunci dari setiap kompetisi adalah rasa bangga karyawan perusahaan itu sendiri (Katzenbach, 2003a, dalam Gouthier & Rhein, 2011). Rasa bangga (Pride) merupakan salah satu emosi penting yang cukup berperan dalam fungsi psikologis. Lebih tepatnya, rasa bangga dapat meningkatkan perilaku prososial seperti altruism dan perilaku adaptif seperti prestasi (Hart & Matsuba, in press; Weiner, 1985, dalam Tracy & Robins, 2014). Rasa bangga pada karyawan juga secara positif mempengaruhi keputusan karyawan untuk tetap bekerja di suatu perusahaan, meningkatkan pelayanan dan mengurangi keinginan untuk keluar dari perusahaan (Appleberg, 2005, dalam Gouthier & Rhein, 2011).

Adanya rasa bangga terhadap organisasi dibuktikan oleh beberapa pernyataan dari pegawai yang bekerja di bank, baik swasta maupun pemerintah. Misalnya seorang pegawai bernama Billy Arkan, mengaku bangga sebagai pegawai bank Mandiri pada saat berhasil menjadi Best Employee Bank Mandiri tahun 2010. Lingkungan kerja yang ramah dan kondusif membuatnya semakin cinta kepada Bank Mandiri. Setiap hari dalam bekerja, Billy selalu memikirkan bagaimana memberikan yang terbaik kepada bank tersebut. Bahkan setiap kali ada kesempatan bertemu dengan teman-teman kuliah, pertemuan keluarga, dan pesta pernikahan Billy berusaha untuk memasarkan produk-produk Bank Mandiri. Kemudian, yang membuatnya semakin bangga adalah kesan

(6)

orang luar terhadap Bank Mandiri yang semakin hari semakin baik (Investor Daily, 2011).

Andi sebagai karyawan BRI merasa senang bekerja di perusahaan yang sangat memperhatikan kebutuhan, dan kesejahteraan pegawainya. Saat ini Andi sangat nyaman dan bangga bisa bergabung dengan bank yang selalu melayani dengan setulus hati. Rahmat Kurniawan yang juga bekerja di BRI sebagai sales mengaku bangga karena ia bekerja sepenuh hati dan penuh dengan ketulusan, sehingga semuanya membuahkan hasil, walau di awal, Rahmat sempat pesimis tidak bisa mengejar target, namun ia tetap semangat dan bekerja dengan penuh tanggung jawab (Investor Daily, 2011).

Perasaan bangga dapat bekerja di salah satu bank terbesar di Indonesia juga diungkapkan Maria Goreti yang bekerja sebagai teller di BCA. Maria mengakui, semenjak masih SMA, ia bercita-cita ingin bekerja di bank. Menurut dia, menjadi pegawai bank merupakan orang-orang pilihan karena harus berpenampilan rapi. Selain itu, bekerja pada perusahaan besar dapat memberikan kesan mewah. Ia sangat bersyukur dapat bekerja di bank (Tribun News, 2012). Perasaan serupa juga diungkapkan Suwanto yang bekerja di Bank BNI sebagai MSO (Merchant Sales Officer) dengan tugas memasarkan kartu kredit / debit dan berstatus sebagai karyawan kontrak Outsourching yang mengaku bangga bekerja di bank. Dia tidak begitu mempermasalahkan status kepegawaiannya. Intinya dia bisa bekerja di Bank BNI. Bank Plat Merah milik Pemerintah.

Dari semua uraian di atas, maka penulis bermaksud meneliti tentang impression management pada perusahaan perbankan yang nantinya akan dilihat hasil “Hubungan antara impression management dan kebanggaan terhadap organisasi pada pegawai perbankan di Jakarta”.

1.2 Rumusan Permasalahan

Secara garis besar permasalahan yang dapat dirangkumkan dari uraian latar belakang di atas adalah: Adakah hubungan antara impression management dan kebanggaan terhadap organisasi pada pegawai perbankan di Jakarta?

(7)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji secara empiris apakah ada hubungan antara impression management dengan kebanggaan terhadap organisasi pada pegawai perbankan di Jakarta. Penelitian ini juga untuk melengkapi penelitian psikologi industri dan organisasi di Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

H1: (1) Terdapat perbedaan produktivitas kerja antara karyawan yang diberi insentif dengan karyawan yang tidak diberi insentif (2) Terdapat perbedaan

7.4.4 Kepala LPPM menentukan tindakan perbaikan yang harus dilakukan pada periode Pelaporan Hasil Pengabdian kepada masyarakat berikutnya.. Bidang Pengabdian kepada masyarakat

Ketika orang-orang dari budaya yang berbeda mencoba untuk berkomunikasi, upaya terbaik mereka dapat digagalkan oleh kesalahpahaman dan konflik bahkan

Dengan cara yang sama untuk menghitung luas Δ ABC bila panjang dua sisi dan besar salah satu sudut yang diapit kedua sisi tersebut diketahui akan diperoleh rumus-rumus

Dari teori-teori diatas dapat disimpulkan visi adalah suatu pandangan jauh tentang perusahaan, tujuan-tujuan perusahaan dan apa yang harus dilakukan untuk

Penelitian yang dilakukan di TK AndiniSukarame Bandar Lampung betujuan meningkatkan kemampuan anak dalam mengenal konsep bilangan melalui media gambar pada usia

Ketersediaan informasi lokasi rumah sakit, fasilitas dan layanan yang tersedia di rumah sakit dan tempat kejadian dapat tersedia secara jelas dan terkini sehingga penentuan

Alhamdulillahirobbil’alamin segala puji syukur dan sembah sujud, penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat, hidayah, dan kasih sayang-Nya sehingga penyusun