• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lembaga penyidik pemberantasan tindak pidana korupsi merupakan lembaga yang menangani kasus tindak pidana korupsi di Indonesia maupun di Negara-negara lain. Pemberantasan korupsi di Indonesia telah berjalan cukup lama. Berbagai upaya dilakukan terhadap para pejabat publik atau penyelenggara Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk mewujudkan Negara yang bersih serta bebas dari korupsi. Seperti halnya korupsi bagi Hongkong yang harus diberantas sampai ke akar-akarnya.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dalam Pasal 1 angka 1 jo. Pasal 6 jo. Pasal 10, merumuskan yang dimaksud dengan penyidik adalah orang yang melakukan penyidikan yang terdiri dari pejabat yaitu Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia (POLRI) yang terbagi menjadi Pejabat penyidik penuh dan pejabat penyidik pembantu, serta Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. Namun, dalam hal tertentu berdasarkan Pasal 284 ayat (2) KUHAP jo. Pasal 30 ayat (1) huruf d Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, jaksa juga memiliki kewenangan sebagai penyidik terhadap perkara / tindak pidana khusus, seperti perkara Hak Asasi Manusia dan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu berdasarkan Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) disebutkan bahwa

(2)

“penyidik adalah penyidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang diangkat dan diberhentikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi”.

Kewenangan penyidik dalam pasal 7 ayat (1) KUHAP yaitu:

a. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;

b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;

c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;

d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan; e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

f. Mengambil sidik jari dan memotret seorang;

g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;

i. Mengadakan penghentian penyidikan;

j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan Pasal 14 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yaitu: “…melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya”. Dalam pasal 30 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, di bidang pidana kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu bersadarkan undang-undang. Berdasarkan pasal 6 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK memiliki tugas:

a. koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;

b. supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;

(3)

c. melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi;

d. melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan e. melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

Berdasarkan Pasal 12, dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 huruf c, KPK berwenang:

a. melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan;

b. memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri;

c. meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa;

d. memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain yang terkait;

e. memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk memberhentikan sementara tersangka dari jabatannya;

f. meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi yang terkait;

g. menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya atau pencabutan sementara perizinan, lisensi serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa;

h. meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar negeri;

i. meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani.

Lembaga penyidik pemberantasan tindak pidana korupsi di Hongkong yaitu Independent Commission Against Corruption (ICAC Hongkong) yang dipimpin oleh seorang Commissioner dan dibantu oleh empat kepala divisi yaitu:

(4)

1) Operation Department (Departemen Operasi);

2) Corruption Prevention Department (Departemen Prevensi Korupsi);

3) Community Relation Department (Departemen Hubungan Masyarakat);

4) Administration Branch (Cabang Administrasi).

Adapun tugas Commissioner diatur dalam Pasal 12 Ordinance, yang meliputi hal-hal sebagai berikut:

1) menerima dan mempertimbangkan pengaduan terjadinya praktik korupsi dan menyelidiki setiap pengaduan yang dianggap layak. 2) Penyidikan:

a. Setiap pelanggaran yang dituduhkan atau dicurigai berdasarkan ICAC Ordinance;

b. Setiap pelanggaran yang dituduhkan atau berdasarkan Prevention of Bribery Ordinance;

c. Setiap pelanggaran yang dituduhkan atau dicurigai berdasarkan Corrupt and Illegal Practices Ordinance;

d. Setiap pelanggaran yang dituduhkan atau dicurigai berdasarkan pemerasan yang dilakukan oleh Hongkong SAR atau melalui penyalahgunaan jabatannya;

e. Setiap kolusi yang dituduhkan atau dicurigai berdasarkan Prevention of Bribery Ordinance;

f. Setiap kolusi yang dituduhkan atau dicurigai berdasarkan (oleh dua orang atau lebih termasuk pegawai-pegawai pemerintah Hongkong SAR) untuk melakukan pemerasan oleh atau melalui penyalahgunaan jabatan pegawai pemerintah yang bersangkutan. 3) Menyelidiki setiap perbuatan pegawai pemerintah menurut pendapat

Commissioner, berkaitan atau mendorong praktik korupsi dan melaporkannya kepada Chief Executive.

4) Memeriksa praktik dan prosedur masing-masing departemen dari pemerintah dan badan umum, guna mempermudah pengungkap praktik korupsi serta menjamin revisi metode kerja dan prosedur yang menurut pendapat Commissioner dapat mendorong praktik korupsi.

5) Menginstruksikan, menasihati, dan membantu setiap orang atas permintaannya, mengenai bagaimana cara praktik korupsi dapat ditiadakan oleh orang yang bersangkutan.

6) Memberi saran kepada departemen dari pemerintah atau badan umum mengenai perubahan dalam praktik dan prosedur yang sesuai

(5)

dengan pelaksanaan yang efektif dari tugas masing-masing departemen atau badan umum bersangkutan yang dianggap perlu oleh Commissioner, guna mengurangi kemungkinan terjadinya praktik korupsi.

7) Mendidik publik untuk melawan seluruh aspek jahat korupsi.

8) Mengumpulkan dan memupuk dukungan publik dalam memerangi korupsi.

Walaupun pemberantasan korupsi semakin ditingkatkan, namun korupsi masih meraja lela di masayarakat. Secara organisasi dan hukum masih terdapat beberapa kelemahan mengenai pemberantasan tindak pidana korupsi, salah satunya yaitu pemberantasan korupsi dilaksanakan oleh beberapa instansi. Sekarang ini pemberantasan korupsi dilakukan oleh Kejaksaan, Kepolisian dan KPK. Alasan dibentuknya KPK sesuai UU No 30 Tahun 2002 karena Lembaga Pemerintah yang menangani perkara tindak pidana korupsi belum berfungsi secara efektif dan efisien. Oleh karena itu Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi perlu ditingkatkan secara profesional, intensif dan berkesinambungan.

Ketiga badan tersebut Undang-Undang pembentukannya berbeda, dalam penegakan hukum mengacu pada KUHAP dan hukum acara yang diatur dalam Undang-undang Khusus ( Undang-Undang pembentukannnya) masing-masing. Dahulu sebelum adanya KPK, antara Kejaksaan dan Kepolisian pernah terjadi perbedaan pendapat dalam penanganan kasus Bank. Tugas yang sama dalam satu organisasi atau negara , ditangani 3 instansi. Pembagiannya antara lain dibedakan jumlah korupsi yang ditangani, kalau KPK Rp. 1 Milyar ke atas.

Agar pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia lebih efektif dan berhasil sebaiknya dilaksanakan oleh satu badan yang dibentuk secara nasional dan pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan korupsi dilaksanakan

(6)

secara terpadu dan terkoordinir. Kejaksaan, Kepolisian dan KPK dilebur menjadi satu badan di mana sebagai acuan adalah korupsi di Indonesia segera dapat diberantas, jadi bukan kepentingan masing-masing instansi. Kalau perlu khusus untuk badan ini tidak berlaku undang-undang tidak berlaku surut.

Penelitian terdahulu dengan fokus “Komparasi Lembaga Penyidik Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia dan Hongkong”, pernah dilakukan sebelumnya oleh Mega Anjarsari telah meneliti “Studi Komparasi Hukum Pengaturan Asas Mekanisme Pengambilalihan Perkara (Takeover Mechanism Principles) dalam Penyidikan Perkara Korupsi Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Hongkong Independent Commission Against Corruption”, dengan fokus kajian pada lembaga penyidik dalam sistem hukum pidana Indonesia dan Hongkong. Adapun persamaan dalam penelitian ini adalah penelitian yang sama-sama membahas tentang perbandingan hukum pengaturan penyidikan perkara korupsi di Indonesia dan Hongkong, sedangkan perbedaannya terletak pada bahan kajian. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mega Anjarsari lebih menitikberatkan pada Hukum Pengaturan Asas Mekanisme Pengambilalihan Perkara (Takeover Mechanism Principles) dalam Penyidikan Perkara Korupsi, sedangkan penelitian ini lebih menekankan pada lembaga penyidik perkara korupsi.

Dalam hal ini terlihat bahwa Indonesia dan Hongkong mempunyai kebutuhan yang sama dalam hal pemberantasan korupsi sampai ke akar-akarnya. Untuk itu perlu membandingkan lembaga penyidik pemberantasan tindak pidana korupsi dalam sistem hukum pidana Indonesia dengan sistem hukum pidana

(7)

Hongkong untuk melihat perbedaan maupun persamaan yang dimiliki sehingga dapat mengetahui apa yang perlu diperbaiki terhadap kewenangan penyidikan tindak pidana korupsi di Indonesia.

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai lembaga penyidik perkara korupsi yang ada di Indonesia dan di Hongkong, sehingga penulis ingin mengangkat tema skripsi yang berjudul:

“STUDI KOMPARASI LEMBAGA PENYIDIK PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM SISTEM HUKUM PIDANA INDONESIA DENGAN SISTEM HUKUM PIDANA HONGKONG”

B. Rumusan Masalah

Agar permasalahan yang akan diteliti menjadi lebih jelas dan penulisan penelitian hukum mencapai tujuan yang diinginkan maka perlu disusun perumusan masalah yang didasarkan pada uraian latar belakang di atas. Adapun perumusan masalah dalam penelitian hukum ini adalah:

1. Bagaimanakah lembaga penyidik pemberantasan tindak pidana korupsi dalam sistem hukum pidana Indonesia?

2. Bagaimanakah lembaga penyidik pemberantasan tindak pidana korupsi dalam sistem hukum pidana Hongkong?

3. Apakah perbedaan dan persamaan lembaga penyidik pemberantasan tindak pidana korupsi dalam sistem hukum pidana Indonesia dan sistem hukum pidana Hongkong?

(8)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian pada hakekatnya mengungkapkan apa yang hendak dicapai oleh peneliti, yang mana tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui lembaga penyidik pemberantasan tindak pidana korupsi dalam sistem hukum pidana Indonesia.

2. Untuk mengetahui lembaga penyidik pemberantasan tindak pidana korupsi dalam sistem hukum pidana Hongkong.

3. Untuk mengetahui perbedaan dan persamaan lembaga penyidik pemberantasan tindak pidana korupsi dalam sistem hukum pidana Indonesia dengan sistem hukum pidana Hongkong.

D. Kegunaan Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan manfaat pada pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan hukum acara pidana pada khususnya.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu tambahan referensi, masukan data ataupun literatur bagi penulisan hukum selanjutnya yang berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

c. Hasil penelitian diharapkan dapat menyumbangkan pemecahan atas permasalahan yang diteliti.

(9)

2. Manfaat Praktis a. Bagi Penulis

Bagi penulis secara pribadi untuk menambah wawasan dan sebagai prasyarat untuk memenuhi tugas akhir kesarjanaan Strata Satu (SI) di Universitas Muhammadiyah Malang.

b. Bagi Penegak Hukum

Sebagai bahan pertimbangan dan rekomendasi bagi pemerintah dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. Bagi Masyarakat

Untuk menambah wawasan kepada masyarakat tentang perbandingan penyidikan perkara korupsi dalam sistem hukum pidana Indonesia dengan sistem hukum pidana Hongkong.

E. Metode Penelitian

Penelitian hukum merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori ataupun konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.1

“Dua syarat utama yang harus dipenuhi sebelum mengadakan penelitian dengan baik dan dapat dipertanggung jawabkan adalah peneliti harus terlebih dahulu memahami konsep dasar ilmunya dan metodologi penelitian disiplin

1 Peter Mahmud Marzuki, 2011. Penelitian hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Hal.

(10)

ilmunya.”2 “Di dalam penelitian hukum, konsep ilmu hukum dan metodologi yang digunakan di dalam suatu penelitian memainkan peran yang sangat signifikan agar ilmu hukum beserta temuan-temuannya tidak terjebak dalam kemiskinan relevansi dan aktualitasnya.”3

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian hukum normatif (Normatif Legal Reseacrh):

1. Metode Pendekatan: “Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum kepustakaan. Penelitian hukum normatif didefinisikan sebagai penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Disebut juga penelitian hukum doktrinal yaitu penelitian hukum yang mempergunakan data sekunder.”4

2. Jenis Bahan Hukum

Adapun jenis bahan hukum yang dijadikan obyek atau fokus dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi tiga bahan hukum, yaitu berupa:

a. Bahan Hukum Primer adalah bahan hukum yang diperoleh dari hukum positif atau hukum perundang-undangan, diantaranya:

2 Johnny Ibrahim, 2008. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif Edisi Revisi. Malang:

Bayu Media Publishing. Hal. 26.

3Ibid. hal. 28.

4 Elvira Dewi Ginting, 2010. Analisis Hukum Mengenai Reorganisasi Perusahaan Dalam Hukum

(11)

- Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP);

- Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

- Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

- Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

- Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia;

- Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia;

- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;

- Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi;

- Hongkong Independent Commission Against Corruption (ICAC Hongkong).

b. Bahan Hukum Sekunder adalah bahan yang berisi penjelasan mengenai bahan hukum primer, penulis menggunakan bahan hukum sekunder yang berupa buku-buku yang berkaitan dengan penelitian hukum ini.

(12)

c. Bahan Hukum Tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Peneliti menggunakan Penelitian Terdahulu, kamus hukum, buku literature, hasil karya dari kalangan hukum, media elektronik, dan media cetak sebagai bahan hukum tersier. d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum: Kegiatan pengumpulan data

dalam penelitian ini adalah dengan cara pengumpulan (dokumentasi) data sekunder berupa peraturan perundangan, artikel maupun dokumen lain yang dibutuhkan untuk kemudian dikategorisasi menurut pengelompokan yang tepat. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Studi Kepustakaan, yaitu berupa pengumpulan data bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang telah ditentukan yang terkait dengan permasalahan penelitian.

e. Teknik Analisa Bahan Hukum: teknik analisa bahan hukum dalam penulisan hukum yang normatif adalah analisa perbandingan (comparative analysis).

F. Sistematika Penelitian Hukum

Untuk menjabarkan gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan dalam penulisan hukum, maka penulis menyiapkan suatu sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika ini terdiri dari 4 (empat) bab. Tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang

(13)

dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini. Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis menguraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan metode penelitian, dan sistematika penelitian hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini penulis menguraikan mengenai teori yang menjadi landasan atau memberikan penjelasan secara teoritik berdasarkan literatur-literatur yang berkaitan dengan penulisan hukum ini. Kerangka teori tersebut meliputi tinjauan tentang Perbandingan Hukum, tinjauan tentang lembaga penyidik pemberantasan tindak pidana korupsi, tinjauan tentang sistem hukum pidana Indonesia, dan tinjauan tentang sistem hukum pidana Hongkong.

BAB III : PEMBAHASAN

Dalam pembahasan ini adalah pembahasan permasalahan yang menjadi kajian. Dalam bab ini peneliti memaparkan data-data hasil penelitian yang telah dianalisa dengan didukung pengumpulan data primer, sekunder dan rujukan yang peneliti paparkan dalam bab sebelumnya dengan tujuan untuk mendukung analisa terhadap permasalahan yang diteliti.

(14)

BAB IV : PENUTUP

Dalam bab ini adalah bab terakhir yang berisikan dengan dua sub yaitu: kesimpulan dan saran/rekomendasi. Dalam hal ini kesimpulan dari peneliti adalah hasil analisis pada bab III harus disesuaikan dengan permasalahannya, sebab dapat disebut ringkasan jawaban atas permasalahan yang telah dirumuskan dalam bab II. Peneliti juga dapat menambah kesimpulan yang lain yang dianggap penting. Kemudian dari kesimpulan tersebut kemungkinan akan timbul hal-hal yang perlu disarankan.

Referensi

Dokumen terkait

Website ini berfungsi untuk memberikan informasi yang berhubungan dengan kegiatan pembelajaran dan kegiatan lain serta situasi dan kondisi di sekolah tersebut kepada para orang

man, bahwa seorang animator dapat mengkreasi sebuah objek atau efek yang tidak mampu dihasilkan camera man. Seorang animator mampu membuat visualisasi angin topan,

Siswa berpikir jika gaya yang melakukan usaha pada benda berlawanan arah dengan gaya lain yang bekerja pada benda maka usahanya negatif..

Sehingga dihasilkan asam amino dalam bentuk bebas.Hidrolisa ikatan peptida dengan cara ini merupakan langkah penting untuk menentukan komposisi asam amino dalam sebuah protein

Dari pengertian ini kita dapat mngetahui bahwa pembelajaran berbasis masalah ini difokuskan untuk perkembangan belajar siswa, bukan untuk membantu guru mengumpulkan informasi

Demikian halnya dengan keluarga, adalah sebagai lembaga pendididkan pertama seorang anak, sebuah keluarga yang cendrung jauh dari dunia ilmu pengetahuan akan menghasilkan

Rumusan masalah pada penelitian penulisan hukum ini dengan penelitian diatas memang hampir sama tetapi terdapat perbedaan pada objek penelitiannya, pada

“Objek Pajak Parkir adalah penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu