KEWASPADAAN BERDASARKAN TRANSMISI
1. Nomor Modul :
2. Mata Ajaran : Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi 3. Waktu : 4 JPL (T : 90 menit; P : 90 menit) 4. Tujuan Instruksional Umum : Peserta mampu peserta mampu
memahami prinsip dasar kewaspadaan berdasarkan transmisi
5. Tujuan Instruksional Khusus : 1) Peserta mampu menjelaskan pengertian, tujuan dan
perkembangan kewaspadaan berdasarkan transmisi kontak 2) Peserta mampu menjelaskan
pengertian dan langkah-langkah kewaspadaan berdasarkan transmisi droplet
3) Peserta mampu mejelaskan pengertian dan langkah-langkah kewaspadaan berdasarkan transmisi airborne
6. Pokok Bahasan : Kewaspadaan berdasarkan transmisi Sub Pokok Bahasan : 1) Pengertian, tujuan dan
perkembangan kewaspadaan berdasarkan transmisi kontak 2) Pengertian, tujuan dan
perkembangan kewaspadaan berdasarkan transmisi droplet 3) Pengertian, tujuan dan
perkembangan kewaspadaan berdasarkan transmisi airborne 7. Metode : Ceramah, tanya jawab dan praktek
lapangan 8. Proses Penyajian :
Langkah 1 : Pelatih memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan sesi Langkah 2 : Peserta diberikan tugas baca tentang :
- Pengertian, tujuan dan perkembangan kewaspadaan berdasarkan transmisi kontak
- Pengertian, tujuan dan perkembangan kewaspadaan berdasarkan transmisi droplet
- Pengertian, tujuan dan perkembangan kewaspadaan berdasarkan transmisi airborne
Latihan kemudian didiskusikan bersama Langkah 4 : Pelatih memberikan rangkuman
9. Media : Lembar bacaan MD, Laptop, LCD
10. Pengajar : Dokter atau perawat yang telah mengikuti pelatihan kewaspadaan berdasarkan transmisi
11. Evaluasi : Test Formatif
12. Bahan Rujukan :
1) Garner JS and The Hospital Control Practices Advisory Committee (HICPAC), 1996. Guidline for Isolation Precautions in Hospital. Infect Control
2) Hosp Epidemol 17 (1):53-80 and Am J Infect Control 24(1):24-52. Infection Control Sign. ETNA Communications, Chicago.IL. Copyright 2000. Dapat diakses di www.etnacom.com
3) Depkes RI. Modul Pelatihan Kewaspadaan Universal. Jakarta 2000.
4) JNPK-KR, YBP-SP, JHPIEGO. Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas. Jakarta 2004.
5) Depkes RI, Perdalin. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya. Edisi ke 2. Jakarta 2009.
KEWASPADAAN BERDASARKAN TRANSMISI
Infeksi nosokomial atau yang sekarang disebut sebagai infeksi berkaitan dengan pelayanan difasilitas pelayanan kesehatan atau Healthcare associated infections (HAIs) dan infeksi yang didapat dari pekerjaan merupakan masalah penting di seluruh dunia yang terus meningkat (Alvarado 2000). Sebagai perbandingan, bahwa tingkat infeksi nosokomial yang terjadi di beberapa negara Eropa dan Amerika adalah rendah yaitu sekitar 1% dibandingkan dengan kejadian di negara-negara Asia, Amerika Latin, dan Sub-Sahara Afrika yang tinggi hingga mencapai lebih dari 40% (Lynch dkk 1997). Di Indonesia telah dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 382/MenKes/SK/III/2007 tentang Pelaksanaan
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit maupun fasilitas pelayanan kesehatan lain sebagai upaya untuk memutus siklus penularan penyakit dan melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan masyarakat yang menerima pelayanan kesehatan, baik di rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Sedangkan petugas kesehatan termasuk petugas pendukung seperti petugas laboratorium, rumah tangga, CSSD, pembuang sampah dan lainnya juga terpajan pada risiko besar terhadap infeksi. Petugas kesehatan harus memahami, mematuhi dan menerapkan kewaspadaan isolasi yaitu kewaspadaan standar, kewaspadaan berdasarkan transmisi agar tidak terinfeksi.
A. Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi
Dibutuhkan untuk memutus mata rantai transmisi mikroba penyebab infeksi dibuat untuk diterapkan terhadap pasien yang diketahui maupun dugaan terinfeksi atau terkolonisasi patogen yang dapat ditransmisikan lewat udara, droplet, kontak dengan kulit atau permukaan terkontaminasi. Jenis kewaspadaan berdasarkan transmisi : 1) Kontak
2) Melalui Droplet
3) Melalui Udara (Airborne)
4) Melalui Common Vehicle (makanan, air, obat, alat, peralatan) 5) Melalui vektor (lalat, nyamuk, tikus)
Suatu infeksi dapat ditransmisikan lebih dari satu cara.
Kewaspadaan berdasarkan transmisi ini dapat dilaksanakan secara terpisah ataupun kombinasi dengan kewaspadaan standar seperti kebersihan tangan dengan mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan menggunakan sabun, antiseptik ataupun antiseptik berbasis alkohol, memakai sarung tangan sekali pakai bila kontak dengan cairan tubuh, gaun pelindung dipakai bila terdapat kemungkinan terkena percikan cairan tubuh, memakai masker, google untuk melindungi wajah dari percikan cairan tubuh.
B. Kewaspadaan Transmisi Kontak
Cara transmisi yang terpenting dan tersering menimbulkan HAIs. Ditujukan untuk menurunkan risiko transmisi mikroba yang secara epidemiologi ditransmisikan melalui kontak langsung atau tidak langsung. Kontak langsung meliputi kontak permukaan kulit terluka/abrasi orang yang rentan/petugas dengan kulit pasien terinfeksi atau kolonisasi. Misal perawat membalikkan tubuh pasien, memandikan, mambantu pasien bergerak, dokter bedah dengan luka basah saat mengganti verband, petugas tanpa sarung tangan merawat oral pasien HSV atau scabies.
Transmisi kontak tidak langsung terjadi kontak antara orang yang rentan dengan benda yang terkontaminasi mikroba infeksius di lingkungan, instrumen yang
terkontaminasi, jarum, kasa, tangan terkontaminasi dan belum dicuci atau sarung tangan yang tidak diganti saat menolong pasien satu dengan yang lainnya, dan melalui mainan anak. Kontak dengan cairan sekresi pasien terinfeksi yang ditransmisikan melalui tangan petugas atau benda mati dilingkungan pasien.
Sebagai cara transmisi tambahan melalui droplet besar pada patogen infeksi saluran nafas misal : para influenza, RSV, SARS, H5N1.
Pada pedoman isolation tahun 2007, dianjurkan juga kenakan masker saat dalam radius 6-10 kaki dari pasien dengan mikroba virulen.
Diterapkan terhadap pasien dengan infeksi atau terkolonisasi (ada mikroba pada atau dalam pasien tanpa gejala klinis infeksi) yang secara epidemiologi mikrobanya dapat ditransmisikan dengan cara kontak langsung atau tidak langsung. Petugas harus menahan diri untuk menyentuh mata, hidung, mulut saat masih memakai sarung tangan terkontaminasi ataupun tanpa sarung tangan.
Hindari mengkontaminasi permukaan lingkungan yang tidak berhubungan dengan perawatan pasien misal : pegangan pintu, tombol lampu, telepon.
C. Kewaspadaan Transmisi Droplet
Diterapkan sebagai tambahan kewaspadaan standar terhadap pasien dengan infeksi diketahui atau suspek mengindap mikroba yang didapat ditransmisikan melalui droplet (>5µm). Droplet yang besar terlalu berat untuk melayang di udara dan akan jatuh dalam jarak 1m dari sumber transmisi droplet melibatkan kontak konjungtiva atau mucus membrane hidung/ mulut, orang rentan dengan droplet partikel besar mengandung mikroba berasal dari pasien pengindap atau carrier dikeluarkan saat batuk, bersin, muntah, bicara, selama prosedur suction, bronkhoskopi. Dibutuhkan jarak dekat antara sumber dan resipien < 1m. Karena droplet tidak bertahan diudara maka tidak dibutuhkan penanganan khusus udara atau ventilasi. Misal : adenovirus. Transmisi droplet langsung, dimana droplet mencapai mucus membrane atau terinhalasi. Transmisi droplet ke kontak, yaitu droplet mengkontaminasi permukaan tangan dan ditransmisikan ke sisi lain misal : mukosa membrane. Transmisi jenis ini lebih sering terjadi daripada transmisi droplet langsung, misal : commoncold, respiratory syncitial virus (RSV). Dapat terjadi saat pasien terinfeksi batuk, bersin, bicara, intubasi endotrakheal, batuk akibat induksi fisioterapi dada, resusitasi kardiopulmoner.
D. Kewaspadaan Transmisi Melalui Udara (Airborne Precautions)
Kewaspadaan transmisi melalui udara (kategori IB) diterapkan sebagai tambahan Kewaspadaan Standar terhadap pasien yang diduga atau telah diketahui terinfeksi mikroba yang secara epidemiologi penting dan ditransmisikan melalui jalur udara. Seperti misalnya transmisi partikel terinhalasi (varicella zoster) langsung melalui udara.
Ditujukan untuk menurunkan risiko transmisi udara mikroba penyebab infeksi baik yang ditransmisikan berupa droplet nuklei (sisa partikel kecil < 5μm evaporasi dari droplet yang bertahan lama di udara) atau partikel debu yang mengandung mikroba penyebab infeksi.
Mikroba tersebut akan terbawa aliran udara > 2m dari sumber, dapat terinhalasi oleh individu rentan di ruang yang sama dan jauh dari pasien sumber mikroba, tergantung pada faktor lingkungan, misal penanganan udara dan ventilasi yang penting dalam pencegahan transmisi melalui udara, droplet nuklei atau sisik kulit luka terkontaminasi (S. aureus).
KEWASPADAAN BERBASIS TRANSMISI
KONTAK DROPLET UDARA/AIRBORNE
Penempatan Pasien
Tempatkan diruang rawat terpisah, bila tidak mungkin kohorting, bila keduanya tidak mungkin maka pertimbangkan epidemiologi mikrobanya dan populasi pasien. Bicarakan dengan petugas PPI (kategori IB). Tempatkan dengan jarak >1 m3 kaki antara TT.
Jaga agar tidak ada kontaminasi silang
Tempatkan pasien di ruang terpisah, bila tidak mungkin kohorting. Bila keduanya tidak mungkin, buat pemisah dengan jarak >1 meter antar TT dan jarak dengan pengunjung.
Pertahankan pintu terbuka, tidak perlu penanganan khusus terhadap udara dan ventilasi (kategori IB)
Tempatkan pasien di ruang terpisah yang mempunyai; tekanan negatif, pertukaran udara 6-12X/jam, pengeluaran udara terfiltrasi sebelum udara mengalir ke ruang atau tempat lain di RS.
Usahakan pintu ruang pasien tertutup. Bila ruang terpisah tidak memungkinkan, tempatkan pasien dengan pasien lain yang mengidap
ke lingkungan dan pasien lain (kategori IB)
mikroba yang sama, jangan dicampur dengan infeksi lain (kohorting) dengan jarak > 1 meter. Konsultasikan dengan petugas PPIRS sebelum menempatkan pasien bila tidak ada ruang isolasi dan kohorting tidak memungkinkan (kategori IB) Transport Pasien Batasi gerak,
transport pasien hanya jika perlu saja. Bila diperlukan pasien keluar ruangan perlu kewaspadaan agar resiko minimal transmisi ke pasien lain atau lingkungan (kategori IB)
Batasi gerak dan transportasi untuk batasi droplet dari pasien dengan mengenakan masker pada pasien
(kategori IB) dan menerapkan hygiene respirasi dan etika batuk
Batasi gerakan dan transport pasien hanya kalau diperlukan saja. Bila perlu untuk pemeriksaan pasien dapat diberi masker bedah untuk cegah menyebarnya droplet nuklei (kategori IB) APD Petugas Sarung tangan dan
cuci tangan Memakai sarung tangan bersih non steril, lateks saat masuk ke ruang pasien, ganti sarung tangan setelah kontak dengan bahan infeksius (feses, cairan drain), lepaskan sarung
Masker
Pakailah bila bekerja dalam radius 1m terhadap pasien (kategori IB), saat kontak erat.
Masker digunakan untuk melindungi hidung dan mulut, dipakai saat memasuki ruang rawat pasien dengan infeksi saluran nafas.
Perlindungan saluran nafas Kenakan masker respirator (N95/kategori N pada efisiensi 95%) saat masuk ruang pasien atau suspek TB paru.
Orang yang rentan seharusnya tidak boleh masuk ruang pasien yang
tangan sebelum keluar dari kamar pasien dan cuci tangan dengan antiseptic (kategori IB)
Gaun
Pakai gaun bersih, tidak steril saat masuk ruang pasien untuk melindungi baju dari kontak dengan pasien, permukaan
lingkungan, barang diruang pasien, cairan diare pasien, ileostomy, colostomy, luka terbuka.
Lepaskan gaun sebelum keluar ruangan.
Jaga agar tidak ada kontaminasi silang ke lingkungan dan pasien lain(kategori IB)
Apron
Bila gaun permeable, untuk mengurangi penetrasi cairan, tidak dipakai sendiri
diketahui atau suspek campak, cacar air kecuali petugas yang telah imun.
Bila terpaksa harus masuk maka harus mengenakan masker respirator untuk pencegahan. Orang yang pernah sakit campak atau cacar air tidak perlu memakai masker (kategori IB). Masker bedah/prosedur (min) Sarung tangan Gaun Goggle Bila melakukan tindakan dengan kemungkinan timbul aerosol. Peralatan Untuk Perawatan Pasien Bila memungkinkan peralatan nonkritikal dipakai untuk satu pasien dengan infeksi mikroba yang
Tidak perlu
penanganan udara secara khusus karena mikroba tidak bergerak jarak jauh.
Transmisi pada TB Sesuai pedoman TB CDC “Guidline for Preventing of Tuberculosis In Healthcare
sama. Bersihkan dan disinfeksi sebelum dipakai untuk pasien lain (ketagori IB)
Facilities”
Peralatan Untuk Perawatan Pasien
MDRO, MRSA, VRSA, VISA, VRE, MDRSP (Strep pneumoniae) Virus herpes
simplex, SARS, RSV (indirek mel mainan), S. Aureus, MDRO, VRE, C. Difficile, P. Aeruginosa,
influenza, norovirus (juga makanan dari air) B. pertussis, SARS, RSV, influenza, adenovirus, rhinovirus, N. Meningetidis, streptococ group A, mycoplasma pneumoniae. MTB (obligat airborne)
Campak, cacar air (kombinasi
transmisi), norovirus (partikel feses, vomitus), rotavirus melalui partikel kecil aerosol.
Tujuan terpenting PPI adalah menjaga petugas, peralatan dan permukaan tetap bersih. Bersih diartikan :
1. Bebas dari kotoran
2. Telah dicuci setelah terakhir dipakai 3. Penjagaan kebersihan tangan personal 4. Bebas polutan dan bahan tidak diinginkan
Garner JS and The Hospital Control Practices Advisory Committee (HICPAC), 1996. Guidline for Isolation Precautions in Hospital. Infect Control
Hosp Epidemol 17 (1):53-80 and Am J Infect Control 24(1):24-52. Infection Control Sign. ETNA Communications, Chicago.IL. Copyright 2000. Dapat diakses di www.etnacom.com
Depkes RI. Modul Pelatihan Kewaspadaan Universal. Jakarta 2000.
JNPK-KR, YBP-SP, JHPIEGO. Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas. Jakarta 2004.
Depkes RI, Perdalin. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya. Edisi ke 2. Jakarta 2009