• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Ketahanan Pangan Masa New Normal Covid-19

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Strategi Ketahanan Pangan Masa New Normal Covid-19"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Seminar Nasional dalam Rangka Dies Natalis ke-44 UNS Tahun 2020 “Strategi Ketahanan Pangan Masa New Normal Covid-19”

Pembangunan Pertanian Wilayah Perbatasan: Introduksi Teknologi Padi Mendukung

Ketahanan Pangan Wilayah Perbatasan Provinsi Aceh

Muhammad Ismail, Lamhot Edy Pakpahan, Rachman Jaya, Asis, dan Husaini

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh

Abstrak

Dari sisi aksesibilitas penyediaan beras kawasan perbatasan sangat dipengaruhi oleh aspek musim, sehingga dapat dikatakan ketahanan pangannya masih sangat rentan. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas komoditas padi sawah dan padi gogo yang merupakan bagian dari kegiatan diseminasi inovasi teknologi pertanian di wilayah perbatasan. Kegiatan pengelolaan usahatani padi dilaksanakan dari Agustus 2017 hingga Januari 2018. Data produksi padi diperoleh dari introduksi varietas padi, komponen teknologi Jajar Legowo Super pada petak demonstrasi plot di desa Blang Situngkoh kecamatan Pulo Aceh. Data yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA dalam Rancangan Acak Kelompok dan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada tingkat kepercayaan 95%. Secara agronomis seluruh varietas introduksi memiliki capaian rata-rata dan potensi hasil yang lebih baik dibandingkan dengan varietas Ciherang yang biasa digunakan petani. Inpari 38 memiliki capaian rata-rata dan potensi hasil tertinggi dibandingkan dengan varietas introduksi Inpari 30, Inpari 39, dan Inpari 42 serta varietas Ciherang. Tingkat kelayakan usahatani terbesar pada varietas Inpari 38 dengan R/C ratio 1,28 namun tidak berbeda dengan Inpari 30. Kata kunci: mandiri pangan, Pulo Aceh, wilayah perbatasan

Pendahuluan

Pemerintah menargetkan Indonesia menjadi lumbung pangan dunia pada tahun 2045, secara konseptual lumbung pangan dimaksud diarahkan pada pengembangan sistem pertanian modern berbasis kawasan khusus dan inovatif, baik teknologi maupun manajemen dengan memperhatikan berbagai faktor strategis. Sasarannya adalah peningkatan produksi, kualitas, dan daya saing komoditas pangan, sehingga fokus utama pengembangan pertanian di wilayah perbatasan adalah peningkatan produksi dan kualitas komoditas pangan eksisting. Adapun sasaran akhir pengembangan pertanian wilayah perbatasan adalah pemenuhan kebutuhan pangan lokal atau nasional dan berlanjut kepada ekspor dengan mengutamakan kesejahteraan petani dan kelestarian lingkungan. UU No. 43 tahun 2008 menjelaskan bahwa konsep wilayah perbatasan tidak hanya melingkupi batasan secara geografis melainkan termasuk merupakan kawasan strategis pembangunan nasional yang dapat dijadikan lokalita perdana pengembangan lumbung pangan. Dalam konteks kewilayahan provinsi Aceh, kecamatan Pulo Aceh kabupaten Aceh Besar menjadi

(2)

fokus perhatian melalui konsep umum lumbung pangan berupa upaya pemenuhan kebutuhan pokok (food security) bagi kawasan Pulo Aceh, karena pada kenyataanya sampai saat ini kebutuhan pokok kecamatan Pulo Aceh masih kekurangan beras sebanyak 200-300 ton/tahun dan umumnya masih dipasok dari kota Banda Aceh.

Secara umum wilayah perbatasan Pulo Aceh masih menghadapi masalah infrastruktur, informasi, teknologi, serta ketersediaan sarana dan prasarana produksi. Demikian pula dengan kondisi demografi, jumlah penduduk yang sedikit juga mempengaruhi perilaku sosial ekonomi. Berdasarkan data BPS tahun 2017 penduduk kecamatan Pulo Aceh berjumlah 4.135 jiwa yang menghuni dua buah pulau besar yaitu pulau Breuh dan pulau Nasi. Bila dilihat dari potensi sumber daya pertanian yang dimiliki wilayah perbatasan justru mempunyai potensi yang baik untuk pengembangan, tidak hanya komoditas pangan melainkan hortikultura dan perkebunan.

Petani Pulo Aceh hanya menanam padi sekali setahun (September/Oktober) dengan rata-rata produksi gabah/padi sebesar 3,5 ton/hektar, hal ini tentu akan sangat mempengaruhi ketersediaan beras bagi penduduknya. Penanaman padi tersebut diusahakan pada lahan sawah tadah hujan seluas 313 hektar. Ketidakmampuan petani meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) disebabkan tidak tersedianya air bagi pengelolaan usahatani bila diluar musim tanam. Adapun komoditas hortikultura yang umum ditanam adalah cabai merah dan rawit sebagai tanaman sela pada kebun cengkeh di lahan tegalan. Komoditas cengkeh menjadi andalan petani untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Atas dasar kondisi geografis, kelembagaan, dan sosial ekonomi kecamatan Pulo Aceh seperti itu maka arah kebijakan pembangunan wilayah perbatasan Aceh hingga beberapa tahun kedepan adalah membangun model peningkatan produktivitas pangan. Melalui peningkatan produktivitas diharapkan terwujud kemandirian pangan hingga mampu menjadi daerah penyangga kebutuhan pangan di Aceh.

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh berupaya mengadopsi model pengembangan pertanian wilayah perbatasan yang dikembangkan Kementerian Pertanian melalui diseminasi inovasi teknologi Jajar Legowo Super kepada petani Pulo Aceh. Modifikasi paket teknologi komponen Jajar Legowo Super yang dilakukan diharapkan dapat diterapkan pada seluruh sawah tadah hujan yang dimiliki, sehingga memberikan manfaat langsung yang jauh lebih baik bagi petani, dan secara tidak langsung kepada pemerintah daerah. Untuk mengetahui efektivitas introduksi inovasi teknologi maka dilakukan kajian mendasar analisis produksi dan penerimaan usahatani padi sawah tadah hujan dari kondisi eksistingnya.

Metodologi

Penelitian ini dilaksanakan di desa Blang Situngkoh kecamatan Pulo Aceh kabupaten Aceh Besar dari Januari 2017 hingga januari 2018, adapun data produksi dan harga diperoleh dari

(3)

pelaksanaan demonstrasi plot dan pendampingan teknologi yang merupakan bagian kegiatan diseminasi inovasi teknologi pertanian di wilayah perbatasan. Digunakan lahan sawah tadah hujan seluas 3 ha milik 10 orang petani kooperator dari kelompok tani Makmu Beusare untuk menerapkan inovasi teknologi pada demplot tersebut. Adapun pelaksanaan pengelolaan usahatani padi dilakukan dari Agustus 2017 hingga Januari 2018.

Diseminasi inovasi teknologi diberikan dengan pendekatan partisipatif berupa pendampingan teknologi usahatani padi sawah kepada 10 orang petani kooperator. Penerapan teknologi berupa sistem tanam jajar legowo Super dalam demostrasi plot dengan komponen teknologi sebagai berikut: (1) varietas unggul baru berpotensi hasil tinggi (Inpari 30, Inpari 38, Inpari 39, Inpari 42, dan Inpago 8); (2) penggunaan biodekomposer yang diberikan bersamaan saat pengolahan tanah; (3) pupuk hayati (Agrimeth) diberikan pada benih yang diaplikasikan sebagai seed treatment, (4) pemupukan berimbang berdasarkan rekomendasi KATAM Terpadu yaitu pupuk Urea, SP-36, dan KCl masing masing sebanyak 200 kg, 150 kg, dan 75 kg per hektar yang diberikan secara bertahap; (5) pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) menggunakan pestisida nabati dan anorganik berdasarkan ambang batas kendali. Pengaturan jarak tanam legowo 2:1 digunakan alat bantu berupa caplak roda, dan pemanenan dilakukan secara manual berkelompok menggunakan sabit bergerigi.

Demonstrasi plot menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan perbedaan varietas (5 varietas) yang menjadi dasar perbedaan introduksi teknologi (perlakuan), diulang sebanyak 3 kali sehingga terdapat 15 plot demostrasi dengan luas total 3 ha. Variabel yang diamati adalah produksi tanaman pada setiap plot demonstrasi varietas dan penerimaan usahataninya. Variabel produksi tanaman (agronomi) dianalisis dengan analisis sidik ragam (ANOVA), dilanjutkan dengan Uji Nyata Terkecil (BNT) dengan taraf kepercayaan 95%. Persamaan ANOVA berdasarkan Sastrosupadi (2000), yaitu:

BNT α = tα (v) x √2𝐾𝑇𝐺/𝑈𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛

dimana: tα (v) = nilai baku tabel T pada taraf uji α dan derajat bebas v; dan KTG = Kuadran Tengah Galat.

Selanjutnya untuk menentukan kelayakan usahatani digunakan analisis Return Cost Ratio. Soekartawi (2006) menyatakan bahwa R/C ratio adalah perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Secara matematik dapat dituliskan sebagai berikut:

a = R/C R = Y.Py C = FC + VC dimana :

(4)

R = Penerimaan (revenue) (Rp) C = Biaya (cost) (Rp)

Py = Harga output (price yield) (Rp/kg) Y = Output (yield) (ton)

FC = Biaya tetap (fixed cost) (Rp)

VC = Biaya tidak tetap (variable cost) (Rp)

Jika a>1, usahatani menguntungkan (feasible), jika a<1, usahatani tidak menguntungkan (infeasible) dan jika a=1, dikatakan impas (break even point).

Hasil dan Pembahasan Kondisi Umum Lokasi

Secara geografis Kecamatan Pulo Aceh terletak di ujung Utara pulau Sumatera dengan luas 90,55 km2 (9,056 ha) dengan ketinggian 19 meter di atas permukaan laut dan berbatasan langsung

dengan Samudera Indonesia dan Selat Malaka. Penduduk berjumlah 4.315 jiwa dengan sex ratio 116 didominasi oleh pria. Pulau Breuh salah satu pulau besar yang berpenghuni selain pulau Nasi di kecamatan pulo Aceh kabupaten Aceh Besar. Desa Blang Situngkoh memiliki hamparan sawah yang menyatu dengan hamparan sawah desa Lampuyang, Gugob, dan Paloh seluas ±10,7 hektar.

Adapun mata pencarian utama penduduk desa Blang Situngkoh adalah petani dan nelayan, umumnya tiap petani memiliki tanaman cengkeh yang ditanam di lahan-lahan tegalan. Cengkeh dan cabe rawit yang ditanam secara tumpang sari menjadi andalan utama bagi perekonomian di desa ini. Rasio laki-laki dan perempuan sebesar 90 yang didominasi oleh perempuan, namun demikian tidak ditemukan pekarangan yang ditanami sayur-sayuran secara khusus. Kondisi demikian menyebabkan kebutuhan sayuran juga harus dipasok dari Banda Aceh. Demikian pula halnya dengan kebutuhan input usahatani seperti benih, pupuk, dan obat-obatan. Hanya terdapat satu orang pedagang sayuran keliling yang memasarkan hasil panennya sendiri di pulau Breuh.

Karakteristik Petani

Secara umum petani di desa Blang Situngkoh telah berpengalaman dalam berusahatani padi namun dengan adopsi inovasi yang rendah. Adopsi inovasi lebih didominasi pada penggunaan varietas dan pemupukan dengan mengandalkan perkiraan dan penampilan fisik tanaman. Rendahnya adopsi teknologi juga dipengaruhi usia petani yang relatif tua sehingga kurang mampu menerima inovasi ditambah dengan rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki. Kondisi seperti ini telah disampaikan oleh Rogers dan Shoemaker (1971) mengemukakan umumnya orang yang cepat berhenti dari penggunaan inovasi itu salah satunya karena pendidikannya kurang. Namun hal yang berbeda ditemukan di desa Gampong Meunasah Pulo, Sawang, Aceh Utara bahwa tidak terdapat korelasi umur dengan tingkat adopsi varietas unggul baru padi IPB3S, dimana pemilihan varietas didasarkan atas keberhasilan usahatani musim sebelumnya (Andriyan et al, 2017).

(5)

Beberapa masalah yang menyebabkan rendahnya produktivitas usahatani padi di Pulo Aceh adalah: a) minimnya informasi pengelolaan usahatani yang baik, b) tidak tersedianya input dan sarana prasarana produksi secara tepat waktu, jumlah, dan jenis, c) belum berfungsi dengan baik kelembagaan penyuluhan maupun infrastruktur sumberdaya manusia, d) budaya melepaskan ternak ke sawah setelah panen padi, serta e) terbatasnya alat transportasi antar pulau, dan f) berbedanya iklim di Pulo Aceh dengan umumnya sentra produksi padi kabupaten Aceh Besar. Beberapa alasan tersebut sejalan dengan pendapat Krisnamurthi (2014) bahwa teknologi pertanian yang telah dikembangkan belum dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh petani karena alasan mendasar, seperti keengganan untuk mengadopsi teknologi baru, perbedaan sistem pertanian, perbedaan budaya daerah, dan kurangnya pengertian dan pengetahuan dalam mengoperasionalkan teknologi pertanian dengan baik.

Peningkatan produktivitas padi

Varietas yang diujicobakan adalah Inpari 32, Inpari 38, Inpari 39, Inpari 42, dan Inpago 8 yang digunakan di lahan sawah tadah hujan. Kelima varietas ini digunakan atas dasar karakteristik lahan tadah hujan yang hanya mengandalkan air hujan. Penanaman padi hanya dilakukan sekali setahun pada bulan September

Gambar 1. Rata-rata produktivitas varietas padi introduksi dan varietas yang dibudidayakan petani dengan uji BNT 95%

Gambar 2. Perbandingan rata-rata produksi tanaman di lapangan, rata-rata hasil dan potensi hasil dari deskripsi tanaman

5,8 a 5,8 a 5,7 ab 5,2 b 4,3 c 4,5 c 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000

Inpari 30 Inpari 38 Inpari 39 Inpari 42 Inpago 8 Ciherang

Rat a-rat a P ro d u ks i (kg ) 5,80 5,80 5,70 5,20 4,30 4,50 7,20 5,71 5,89 7,11 5,20 7,00 9,60 8,16 8,45 10,58 8,10 7,00 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00

Inpari 30 Inpari 38 Inpari 39 Inpari 42 Inpago 8 Ciherang

Pr o d u ks i ( to n /h a)

(6)

Tabel 1. Persentase capai hasil dan potensi hasil varietas introduksi

Varietas Produksi Real Rata-rata % Capaian Potensi % Capaian

Inpari 30 5.80 7.20 80.56 9.60 60.42 Inpari 38 5.80 5.71 101.58 8.16 71.08 Inpari 39 5.70 5.89 96.77 8.45 67.46 Inpari 42 5.20 7.11 73.14 10.58 49.15 Inpago 8 4.30 5.20 82.69 8.10 53.09 Ciherang 4.50 7.00 64.29 7.00 64.29

Keterangan: Rata-rata dan potensi berdasarkan deskripsi varietas introduksi

Gambar 1 menunjukkan bahwa produksi varietas Inpari 30 tidak berbeda nyata dengan Inpari 38 dan 39 tetapi berbeda nyata dengan Inpari 42, Ciherang dan Inpago 8. Hasil ini menjadi gambaran bahwa varietas introduksi secara umum memiliki hasil yang lebih baik jika dibandingkan dengan varietas Ciherang yang dibudidayakan oleh petani lokal. Gambar 2 menunjukkan bahwa produksi Inpari 38 mampu mencapai/lebih besar dari hasil rata-rata deskripsi tanaman sehingga menjadi gambaran tentang perbedaan produksi lapangan dengan Inpari 30 yang memiliki produksi yang sama dan tidak berbeda dari hasil uji beda BNT 95%, tetapi memiliki kemampuan untuk mencapai hasil rata-rata dan potensi yang berbeda. Inpari 38 memiliki capaian hasil 101% jika dibandingkan dengan hasil rata-rata deskripsi tanaman dan 71% dari potensi hasil tanaman, sedangkan Inpari 30 dengan produksi yang sama hanya mencapai hasil 80% dari hasil rata-rata deskripsi tanaman dan 60% dari potensi hasil tanaman.

Produksi varietas Ciherang (pembanding) merupakan tanaman budidaya petani dengan input teknologi yang minim/rendah. Varietas dengan produksi terendah ditunjukkan oleh Inpago 8 karena pada dasarnya Inpago 8 merupakan varietas dengan potensi hasil yang rendah yang diprioritaskan untuk pengembangan pada lahan kering. Dari hasil analisis persentase capaian produksi lapangan, hasil rata-rata dan potensi hasil berdasarkan deskripsi varietas menunjukkan bahwa Inpari 38 mencapai hasil produksi rata-rata lapangan lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil rata-rata pada deskripsi tanaman dan mencapai potensi hasil 71%, atau paling tinggi dari varietas yang lain.

Persentase hasil rata-rata produksi lapangan dari rata-rata produksi deskripsi tanaman menunjukkan rendahnya pencapaian hasil rata-rata varietas Ciherang yang dikembangkan oleh petani. Rata-rata hasil lapangan varietas Ciherang hanya mencapai 64% dari hasil rata-rata deskripsi, berbeda sampai 10% dari capaian terendah hasil rata-rata varietas introduksi sebesar 73% pada varietas Inpari 42. Inpari 42 memiliki rata-rata produksi lebih tinggi dari Ciherang karena Inpari 42 merupakan varietas unggul baru yang memiliki rata-rata dan potensi hasil yang lebih baik dari Ciherang, sehingga sangat diharapkan petani Pulo Aceh memiliki ketertarikan untuk beralih ke Inpari 42. Inpari 38 memiliki capaian rata-rata dan potensi hasil lebih tinggi dibandingkan dengan varietas lainnya, hal ini karena Inpari 38 merupakan varietas amphibi yang dapat tumbuh baik pada kondisi lahan tergenangi maupun kondisi kering. Karakter amphibinya sesuai dengan data curah

(7)

hujan Pulo Aceh pada tahun 2017 (BMKG, 2018) yang sangat bervariasi dari sangat rendah sampai sedang.

Gambar 3. Data curah hujan Pulo Aceh tahun 2016-2017 (BMKG, 2018)

Curah hujan terendah terjadi pada bulan Februari sebesar 40 mm dan tertinggi pada bulan Mei sebesar 256 mm, sehingga pada bulan-bulan tertentu tanaman akan kekurangan air, karena tipe lahan budidaya padi Pulo Aceh adalah lahan tadah hujan yang ketersediaan airnya sangat tergantung pada curah hujan.

Tabel 2. Analisis usahatani padi berbagai varietas di desa Blang Situnkoh, Pulo Aceh

Uraian Biaya (Rp)

Inpari 30 Inpari 38 Inpari 39 Inpari 42 Inpago 8 Ciherang

Benih 266.000,00 266.000,00 266.000,00 266.000,00 266.000,00 500.000,00 KCl 347.000,00 347.000,00 347.000,00 347.000,00 347.000,00 - Urea 508.000,00 508.000,00 508.000,00 508.000,00 508.000,00 254.000,00 SP-36 450.000,00 450.000,00 450.000,00 450.000,00 450.000,00 300.000,00 Pestisida Padat 332.569,07 332.569,07 332.569,07 332.569,07 332.569,07 - Pestisida Cair 178.107,58 178.107,58 178.107,58 178.107,58 178.107,58 105.773,74

Total Biaya Input 2.081.676,65 2.081.676,65 2.081.676,65 2.081.676,65 2.081.676,65 1.264.773,74 Tenaga Kerja 6.573.000,00 6.573.000,00 6.573.000,00 6.573.000,00 6.573.000,00 6.450.000,00 sewa Lahan 8.613.000,00 8.613.000,00 8.464.500,00 7.722.000,00 6.385.500,00 6.682.500,00 Perontokan 2.610.000,00 2.610.000,00 2.565.000,00 2.340.000,00 1.935.000,00 2.025.000,00

Ongkos angkut 580.000,00 580.000,00 570.000,00 520.000,00 430.000,00 450.000,00

Total Biaya (a) 20.457.676,65 20.457.676,65 20.254.176,65 19.236.676,65 17.405.176,65 16.872.273,74

Produksi (kg) (b) 5.800,00 5.800,00 5.700,00 5.200,00 4.300,00 4.500,00

Harga (Rp) (c) 4.500,00 4.500,00 4.500,00 4.500,00 4.500,00 4.500,00

Penerimaan (b.c-a) 26.100.000,00 26.100.000,00 25.650.000,00 23.400.000,00 19.350.000,00 20.250.000,00

R/C ratio 1,28 1,28 1,27 1,22 1,11 1,20

Tabel 2 menunjukkan seluruh varietas introduksi memberikan nilai R/C ratio yang layak, dinama seluruhnya menunjukkan nilai lebih besar dari 1. Varietas Inpari 38 dan Inpari 30 menunjukkan nilai paling besar, namun demikian secara agronomi varietas Inpari 38 lebih utama dikembangkan di Pulo Aceh. Hal ini didasarkan pada kemampuan adaptasinya pada lahan sawah tadah hujan lebih baik dari Inpari 30 dan varietas lain yang diuji. Varietas Inpago 8 menunjukkan nilai R/C paling kecil, hal ini sudah diduga sebelumnya karena karakteristiknya memang berbeda

18 14 18 18 1 7 8 16 10 9 10 4 572 174,4 303,5 373,9 40 135,5 111 256 66 124 252 87 0 5 10 15 20 0 100 200 300 400 500 600 700

Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep

2016 2017

JHH JCH (mm)

(8)

dan bukan diperuntukkan dikembangkan pada lahan sawah tadah hujan di dalam musim penghujan. Namun demikian dari perspektif ekstensifikasi menuju kemandirian pangan wilayah perbatasan, varietas Inpago 8 layak dikembangkan petani Pulo Aceh melalui peningkatan Indeks Pertanaman. Penanaman Inpago 8 baik dilaksanakan diluar musim tanam yakni pada Februari hingga Juli setiap tahunnya.

Kesimpulan dan Saran

Penerapan inovasi teknologi padi dalam bentuk demonstrasi plot di Pulo Aceh dapat menjadi salah satu model pendekatan teknologi kepada petani padi di wilayah perbatasan provinsi Aceh. Hasil capaian potensi produksi tertinggi pada Inpari 38 sebesar 71%, namun dari sisi penerimaan usaha tani tidak berbeda dengan Inpari 30. Inpari 30 dan 38 menunjukkan tingkat penerimaan usaha tani yang sama dan layak diusahakan oleh petani di Pulo Aceh. Implikasi manajerial yang dapat disarankan adalah diperlukan peningkatan pengetahuan dan keterampilan petani, penyediaan input, perbaikan infrastruktur serta perbaikan sistem penyuluhan kepada petani.

Daftar Pustaka

Andriyan Kiki, Elly S, Agussabti. (2017). Kemandirian Petani dalam Mengadopsi Varietas Benih Unggul Padi IPB 3Sdi Gampong Meunasah Pulo, Sawang, Aceh Utara. Jurnal Agribisnis Mahasiswa Pertanian Unsyiah, 2(2):.171-182 www.jim.unsyiah.ac.id/JFP.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. (2017). Petunjuk Teknis Budidaya Padi Jajar Legowo Super. Kementerian Pertanian. Jakarta.

Jamil A dan I Nyoman Widiarta. (2016). Inovasi Teknologi Tanaman Pangan Mendukung Program Upsus Pajale. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian. Banjarbaru, 20 Juli 2016. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.

Jamil, A, S. Abdulrachman, P. Sasmita, Z. Zaini, Wiratno, R. Rachmat, R. Saraswati, L. R. Widowati, E. Pratiwi, Satoto, Rahmini, D. D. Handoko, L. M. Zarwazi, M. Y. Samaullah, A. Maolana, A. D. Subagio. (2016). Budidaya Padi Jajar Legowo Super. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian. Jakarta.

Kementerian Pertanian. (2017). Grand Design Pengembangan Lumbung Pangan Berorientasi Ekspor-Wilayah Perbatasan (LPBE-WP). Biro Perencanaan Kementerian Pertanian. Jakarta.

Krisnawati K, Purnaningsih N, Asngari P. (2013). Persepsi Petani Terhadap Peranan Penyuluh Pertanian di Desa Sidomulyo dan Muari, Distrik Oransbari, Kabupaten Manokwari Selatan. Sosio Konsepsia, 2(3): 303-314.

Krisnamurthi B. (2014). Kebijakan untuk Petani: Pemberdayaan untuk Pertumbuhan dan Pertumbuhan yang Memberdayakan. Disampaikan pada Pembukaan Konferensi Nasional XVII dan Kongres Nasional XVI Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia. Bogor (ID). Rogers EM, Shoemaker FF. (1971). Communication of Innovation. New York: The Free Press; A

Division of Macmillan Publishing Co. Inc.

Sastrosupadi, A. (2000). Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Yogyakarta: Kanisius Zakiah. (2016). Ketahanan Pangan dan Kemiskinan di Provinsi Aceh. Analisis Kebijakan

Pertanian, 14(2): 113-124.

Gambar

Gambar 2. Perbandingan rata-rata produksi tanaman di lapangan, rata-rata hasil dan potensi   hasil dari deskripsi tanaman
Gambar 3. Data curah hujan Pulo Aceh tahun 2016-2017 (BMKG, 2018)

Referensi

Dokumen terkait

Dan Allah akan mengokohkan yang benar dengan ketetapan-Nya, walaupun orang-orang yang berbuat dosa tidak menyukai(nya).” ( Q.S Yunus: 81-82). Maka sekonyong- konyong tongkat itu

bandeng, kakap putih dan kerapu macan, juga telah berhasil dipijahkan dan diproduksi benihnya antara lain berbagai jenis kerapu kerapu lumpur (E. corallicola),

,engingatkan kembali ke&#34;ada ibu tentang &#34;ers/nal $ygiene &#34;ada balita  dengan membiasakan kebiasaan 9u9i tangan setela$ melakukan aktiitas?.

Industri perbankan di Indonesia menjadi prioritas investasi utama di ASEAN karena menawarkan suku bunga kredit yang lebih tinggi dibandingkan dengan suku bunga yang ditawarkan

Kedua ciri ini dapat diamati dengan mata telanjang (Gandahusada, 1998). Waktu keaktifan mencari darah dari masing - masing nyamuk berbeda – beda, nyamuk yang aktif

Definisi ini dipenuhi oleh elemen-elemen rangkaian seperti R, L, dan C, karena elemen-elemen ini akan memberikan sinyal keluaran (tegangan atau arus) tertentu jika diberi

Kembalinya dasar pengaturan hukum agraria kepada hukum asli Indonesia terdapat dalam Pasal 5 UUPA, bahwa hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang

Dari 176 spesimen yang memenuhi kriteria inklusi, 55 spesimen diekslusi antara lain karena hasil MAC ELISA CSS pada fase akut negatif tetapi positif pada