292
SELEKSI KLON HARAPAN KENTANG DI DATARAN
TINGGI PADA MUSIM KERING
Selection of advanced potato clones in highland at dry season
Kusmana
E-mail: kusmana63@yahoo.com Balai Penelitian Tanaman Sayuran
Jl. Tangkuban Perahu No. 517 Lembang Bandung, 40391
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk mempelajari adaptasi kentanf pada musim kemarau di dua lokasi yaitu Banjarnegara dan Garut. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2009. Rancangan yang digunakan adalah rancangan kelompok dengan tiga ulangan. Setiap unit percobaan terdiri atas 30 lubang per petak. Hasil penelitian menun-jukkan bahwa klon yang memberikan hasil tertinggi di Garut adalah klon 8 (19.9 t ha-1), klon 9 (16.9 t ha-1) dan klon 6 (15,4 t ha-1). Sedangkan di daerah Banjanegera adalah klon 1, 2, 4, 6, 8 and 10 dengan hasil 18-19 t ha-1. Jenis kentang yang baik digunakan untuk pembuatan chip bermutu adalahklon 1, 6, 8, 9 and 10.
Kata Kunci: kentang, adaptasi, klon dan musim kemarau
ABSTRACT
The objective of the research was to look adaptif potatoes both in Banjarnegara and Garut district in dry season. The experiment was conducted at July unti October 2009. The experimental design was Randomized Complete Block Design consisted of 3 replications. An experiment unit consisted of 30 hills per plot. The experiment resulted that high yielding clones in Garut obtained from clone 8 (19.9 t ha-1), clone 9 (16.9 t ha-1) and clone 6 (15,4 t ha-1). Whereas, the high yielding clones in Banjarnegara were obtained from clones 1, 2, 4, 6, 8 and 10 with yielded ranged from 18-19 t ha-1. Good chipping quality were obtained from clones 1, 6, 8, 9 and 10.
Key words: potatoes, adaptation, clone, and dry season
PENDAHULUAN
Karakter kuantitatif seperti hasil umbi, kandungan air pada umbi ken-tang sangat dipengaruhi oleh lingkung-an tumbuh, sehingga diperluklingkung-an uji adaptasi sebelum varietas tersebut di-tanam dan diusahalkan oleh pengguna. Tadinya penelitian ini diseting untuk pengujian multilokasi untuk bahan pe-lepasan varietas baru, namun dengan adanya peraturan baru yaitu dengan diberlakukannya UU no 38 istilah pe-lepasan varietas diganti dengan pendaf-taran varietas. Langkah yang dilakukan dalam pendaftaran varietas ialah
me-lakukan uji keunggulan dan uji ke-benaran varietas.
Beberapa varietas unggul telah dihasilkan oleh Badan Litbang Per-tanian dan swasta namun sampai saat ini yang dominan diusahakan petani baru varietas Granola dan Atlantic. Granola ditanam sebagai kentang sayur sedang-kan Atlantic sebagai kentang olahan bahan baku kripik. Penggunaan varietas yang sangat terbatas pada kedua varietas tersebut sebenarnya tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan erosi gene-tik. Oleh karena itu perlu dihasilkan varietas yang disukai oleh pengguna atau bahkan sangat dianjurkan untuk
293
dilakukan promosi yang cukup gencar agar varietas yang dihasilkan Badan Litbang pertanian dapat dikenal oleh pengguna.
Kabupaten Garut (Jawa Barat) dan Kabupaten Banjarnegara (Desa Batur) merupakan dua sentra pertanaman kentang di Pulau Jawa (Subhan dan Asandhi, 1998). Hasil Penelitian se-belumnya daerah Cikajang Garut me-rupakan lokasi yang sangat cocok untuk kentang denagn memberikan nilai induk lingkungan yang tinggi (+10.7) dan sebaliknya lokasi Batur memberikan nilai indek lingkungan yang rendah (Kus-mana, 2005). Pengujian pada lokasi yang kurang menguntungkan juga perlu dilakukan karena beberapa varietas ada yang mampu beradaptasi pada ling-kungan yang marjinal seperti varietas Panda dan Repita.Penelitian bertujuan mendapatkan klon kentang unggul pada ekosistem dataran tinggi Garut dan Banjarnegara. Keluaran dari Penelitian ini ialah mendapatkan minimal satu klon unggul dengan daya hasil tinggi dan adaptif pada kondisi lingkungan se-tempat. Hipotesis dari Penelitian ini ialah paling tidak akan dihasilkan satu klon unggul berdaya hasil tinggi serta dapat dijadikan sebagai bahan baku kripik kentang.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilakukan di dua lokasi yaitu di Banjarnegara, Jawa Tengah pada ketinggian tempat 1500 m di atas per-mukaan laut dan di Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut (Jawa Barat) pada ketinggian tempat 1200 m di atas per-mukaan laut. Waktu Penelitian dilaku-kan pada bulan Juli sampai November tahun 2009. Bahan Penelitian terdiri dari
10 klon kentang hasil persilangan tahun 2005 dengan menggunakan salah satu tetuanya ialah varietas Granola. Ran-cangan Percobaan yang digunakan ialah Rancangan Acak Kelompok dengan jumlah ulangan sebanyak 3 kali. Populasi tanaman setiap petak per-cobaan ialah 30 tanaman (ukuran plot 7,2 m2). Jarak tanam yang digunakan 70 cm x 30 cm.
Budidaya tanaman meliputi per-siapan lahan dengan cara peng-olahan tanah dengan dicangkul kemudi-an diratakan, dibuat larikan untuk pupuk buatan. Pupuk kandang yang diguna-kan pupuk diguna-kandang ayam se-banyak 15 t ha-1, Pupuk buatan 1200 kg NPK
Phonska 15:15:15. Pupuk kandang di-be-rikan sebelum tanam sedangkan pupuk buatan diberikan dua kali saat tanam dan umur 30 hari setelah tanam. Jarak tanam yang digunakan 75 cm x 30 cm. Pemeliharaan tanaman meliputi pem-bumbunan dilakukan dua kali yaitu pada umur 3 minggu dan 6 minggu, pada saat pembumbunan pertama se-kaligus dilakukan penyiangan. Pe-nyi-raman dilakukan 2 kali seminggu dengan cara di Leb (digenangi) mulai saat tanam sampai tanaman berumur 80 hari setelah tanam. Pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dilakukan seoptimal mungkin meng-gunakan pestisida yang direkomen-dasikan Balitsa.
Bahan tanaman yang digunakan ialah 10 klon baru kentang ditambah 2 varietas pembanding yaitu Granola dan Atlantic. Pengamatan dilakukan ter-hadap (1) Jumlah tanaman tumbuh di-amati dengan cara menghitung tanam-an yang muncul diatas permukaan tanah
294
pada umur 3 minggu setelah tanam, (2)Vigor tanaman diamati dengan meng-gunakan skor 1= sangat buruk dan 9= sangat vigor, diamati pada umur 60 hari setelah tanam (3) Jumlah batang meng-hitung jumlah batang yang keluar dari permukaan tanah, (4) Tinggi tanaman diamati pada saat berbunga dengan cara mengukur mulai dari permukaan tanah sampai bagian tanaman tertinggi, (5) Insiden serangan virus dihitung ber-dasarkan gejala jumlah tanaman yang terserang, (6) hasil umbi per tanaman jumlah dan bobot, (7) Proporsi umbi konsumsi dan (8) Bobot umbi/ha. Analisis data menggunakan statistik program PKBT STAT 2. Uji lanjut meng-gunakan Duncan taraf nyata 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Klon-klon yang menampilkan jumlah tanaman hidup terbanyak ditam-pilkan varietas pembaniding Granola diikuti klon 2, klon 3, klon 7 dan klon 8 nyata lebih tinggi dibandingkan dengan varietas pembanding Atlantic. Klon 4, klon 6 serta Atlantic diduga tidak toleran terhadap kekeringan karena pada awal pertumbuhan tidak ada hujan serta air irigasi sangat terbatas. Pertumbuhan awal tanaman sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air irigasi, kesiapan tunas serta gangguan hama dan penyakit. Perkembangan tunas otomatis akan membentuk pertumbuhan organ tumbuh lainnya seperti batang, daun, stolon dan umbi.
Untuk mendapatkan pertum-buhan yang optimal tanaman kentang selama pertumbuhannya memerlukan air antara 100 – 200 liter tanaman-1
(Haverkort, 1982). Untuk mensiasati
ke-kurangan air di musim kemarau petani biasanya menggunakan benih berukur-an besar sehingga dihasilkberukur-an per-tum-buhan tanaman yang seragam serta vigor tanaman yang baik. Hal ini karena pada umbi bibit yang berukuran besar memiliki cadangan makanan yang lebih banyak dibandingkan umbi bibit ber-ukuran kecil. Namun demikian peng-gunaan umbi bibit besar memberikan konsekuensi tidak efisien karena diper-lukan bibit sebanyak 2,5 – 3,5 ton ha-1
atau dua kali lebih banyak dibandingkan benih ukuran normal. Pemuliaan toleransi terhadap kekeringan dihadap-kan pada tiga permasalahan proses fisiologi tanaman yaitu efisiensi foto-sintetis dan pertumbuhan kanopi, inisiasi umbi serta penyebaran hasil foto-sintetis (Vayda, 1994).
Tanaman tertinggi dihasilkan klon 3, diikuti klon 1 dan klon 5 nyata lebih tinggi dibandingkan varietas pem-banding Granola dan Atlantic. Tinggi tanaman dapat dibedakan dari tipe pertumbuhan tipe determinate memiliki tinggi lebih rendah dibanding-kan dengan yang indeterminate (Struik and Wiersema, 1999). Tanaman yang deter-minate berumur panjang dan umumnya produktivitasnya tinggi. Tinggi tanaman merupakan karakter kuantitatif dimana ekspresinya sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Hasil yang dicapai varietas pembanding Granola pada penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian sebelumnya yang mencapai 59 cm (Kusmana dan Basuki, 2004).
Jumlah batang terbanyak dihasil-kan klon 8 (4.5 buah) yang merupadihasil-kan satu-satunya klon yang menampilkan jumlah batang nyata lebih tinggi dari
295
varietas pembanding Atlantic dan Granola (2.5 buah). Untuk mendapatkan jumlah batang yang ideal dapat dilaku-kan dengan cara menggunadilaku-kan ukuran umbi bibit dan mempelajari umur fisio-logi bibit (Wiersema, 1987). Umbi bibit ukuran besar akan menghasilkan jumlah tunas dan batang lebih banyak diban-dingkan dengan umbi bibit ukuran kecil. Demikian juga penggunaan bibit pada stadia “multiple sprout” akan meng-hasilkan jumlah batang yang banyak di-bandingkan dengan menggunakan bibit pada stadia apical. Jumlah mata tunas akan menentukan jumlah batang yang dihasilkan, selain jumlah tunas diten-tukan oleh ukuran umbi juga di-penga-ruhi secara genetis atau oleh varietas yang digunakan (Struik and Wiersema, 1999).
Vigor tanaman yang ditampilkan dengan nilai antara 5.7 – 9 (sedang – sangat baik). Vigor dengan nilai 9 hanya ditampilkan oleh kedua varietas pem-banding namun demikian tidak berbeda nyata dengan yang ditam-pilkan klon 1, klon 4 dan klon 9. Tanam-an yang sangat vigor dicirikan dengan penampilan yang sangat subur, batang kekar dan besar serta kanopi daun rimbun menutupi bagian batang dan tanah dibawah-nya.Gejala serangan virus tidak di-temukan pada klon 4, klon 9 serta pada varietas Granola dan Atlantic dikedua lokasi uji. Klon-klon yang me-miliki se-rangan gejala virus rendah juga di-hasilkan klon 2, klon 3, klon 8. Klon 1 dan klon 7 merupakan klon yang paling banyak terserang virus (Tabel 1).
Tabel 1. Jumlah tanaman tumbuh, tinggi tanaman, jumlah batang utama, jumlah tanaman terserang virus Klon Tanaman tumbuh (#) Tinggi tanaman (cm) Jumlah tanaman (#) Vigor Tanaman (1-9) Jumlah Tanaman terserang virus Garut (#) Banjarnegar a (#) Klon 1 24.3 bc 69,6 ab 1.7 a 7.7 abc 3 a 7 ab Klon 2 27.7 abc 49.2 cde 2,3 a 6.3 cd 0 b 1 cd
Klon 3 28.7 ab 74.4 a 2.9 a 6.3 cd 0 b 1 cd
Klon 4 17.3 e 54.0 bc 1.5 a 7,.7 abc 0 b 0 cd
Klon 5 24.3 bc 60.0 ab 2.1 a 5.7 d 1 b 5 bc
Klon 6 20.3 de 49.2 de 2.6 a 8.3 ab 0 b 7 ab
Klon 7 27.7 abc 38.4 f 2.3 a 7.0 bcd 7 a 10a
Klon 8 28.0 abc 50.4 de 4.5 b 5.7 d 1 b 1 cd
Klon 9 24.7 bc 48.0 e 2.6 a 7.7 abc 0 b 0 d
Klon 10 23.7 cd 49.0 de 2.3 a 5.7 d 1 b 1 cd
Granola 29.7 a 51.6 de 2,5 a 9.0 a 0 b 0 d
296
Gejala serangan virus lebih banyakditemukan dilokasi Banjarnegara, hal ini karena pada elevasi yang lebih tinggi gejala serangan virus lebih mudah diamati karena symptomnya lebih cepat muncul. Jenis virus yang ditemukan pada pe-nelitian ini ialah virus daun menggulung (PLRV) dengan gejala yang khas yaitu tanaman yang terserang pada bagian daunnya menggulung dari bagian atas sampai bagian bawah daunnya. Me-nurut Hooker (1982) menyebutkan bahwa serangan virus dapat menyebab-kan kehilangan hasil, infeksi laten, per-ubahan warna daun, pertumbuhan kerdil, matinya jaringan daun dan nekrosis pada umbi serta umbi dapat berubah bentuk. Varietas Granoala ter-masuk varieta yang toleran terhadap beberapa virus penting. Kendali genetik untuk ketahanan virus oligogenik se-hingga pemuliaan untuk ketahanan virus relatif lebih mudah dilakukan. Pada tanaman kentang OPT (Organisme pengganggu tumbuhasn) virus ter-masuk salah satu OPT utama karena kentang diperbanyak secara vegetatif se-hingga virus seringkali terbawa benih. Virus pada kentang selain dibawa bibit juga dapat ditularkan oleh vektor dan secara mekanis (Hooker, 1982).
OPT lainnya yang ditemukan di penelitian ini ialah ulat penggorok umbi namun tingkat serangannya relatif rendah (< 10%) untuk semua perlakuan. Ulat penggorok masuk kedalam umbi terutama pada umbi yang tidak tertutup tanah. OPT penyakit yang timbul namun serangannya juga rendah ialah OPT
Alternaria spp.
Hasil dan kualitas umbi
Umbi yang dihasilkan
per-tanam-an untuk seluruh klon maupun varietas yang diuji relatif rendah, yaitu kurang dari 10 umbi/tanaman (Tabel 2). Ren-dahnya umbi yang dihasilkan karena kekeringan, hal ini sependapat dengan Vayda (1994) bahwa tanaman kentang sangat sensitif terhadap terjadinya ke-keringan dan cuaca panas. Varietas Granola dalam keadaan kecukupan air dapat menghasilkan umbi sampai 13 umbi/tanaman (Kusmana, 2003). Jum-lah umbi/tanaman berpengaruh ter-hadap bobot hasil, semakin banyak umbi yang dihasilkan semakin besar bobot umbi. Pembentukan umbi kentang di-awali dengan formasi stolon dan stolon mulai terbentuk sejak tanaman muncul dari permukaan tanah. Banyaknya stolon yang dibentuk ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya varietas, kedalaman tanam, ukuran umbi bibit, kelembaban tanah serta ketersediaan nutrisi (Struik and Wiersema, 1999). Pemberian air irigasi yang cukup pada saat pemben-tukan stolon akan menstimulasi tum-buhnya stolon yang banyak, sebaliknya dengan kurang-nya pemberian air pada awal masa pertumbuhan berakibat rendahnya jumlah umbi yang dihasilkan. Bobot hasil tertinggi di Garut dihasilkan klon 8 (19.9 t ha-1), diiukuti klon 9 (16.9 t
ha-1) dan klon 6 (15,4 ton ha-1) setara
dengan hasil varietas pem-banding Granola dan Atlantic. Untuk lokasi di Banjarnegara hasil tertinggi ditampilkan varietas Granola (548 g tanaman-1)
kendati tidak berbeda nyata dengan klon-klon lainnya kecuali dengan klon 3 yang menampilkan hasil terendah. Demikian juga untuk hasil per hektar di
297
Tabel 2. Jumlah umbi per tanaman, bobot umbi per tanaman, bobot umbi per ha, persentase umbi konsumsi
Klon Jml. Umbi Tanaman-1
(#)
Bobot umbi tan-1 (g) Hasil ton ha-1 Umbi konsumsi
Garut (g) Banjar negara (g) Garut (ton) Banjar negara (ton) Garut (%) Banjar negara (%) Klon 1 7.5 a 270 cd 432 ab 11.2 cd 18.0 ab 59 ab 14 e Klon 2 4.9 bcd 187 d 433 ab 7.80 d 18.0 ab 71 ab 27 e Klon 3 5.1 abc 210 cd 211 c 8.70 cd 8.70 c 42 abc 38 cde Klon 4 5.1 abc 293 bcd 460 ab 12.2 bcd 19.2 ab 77 a 73 a Klon 5 4.8 bcd 300 bcd 346 ab 12.5 bcd 12.5 b 68 ab 40 bc Klon 6 5.6 abc 370 abc 447 ab 15.4 abc 18.6 ab 85 a 75 a Klon 7 6.9 ab 260 cd 352 ab 10.8 cd 14.7 b 19 c 44 bc Klon 8 6.7 ab 477 a 444 ab 19.9 a 18.5 ab 63 ab 63 ac Klon 9 6.5 ac 407 abc 379 ab 16.9 abc 15.8 ab 72 ab 67 ab Klon 10 4.7 bcd 360 bcd 444 ab 15.1 abc 18.5 ab 79 a 59 ad Granola 7.6 a 373 abc 548 a 15.6 abc 22.8 a 64 ab 80 a Atlantic 4.0 cd 397 abc 407 ab 16.5 abc 17.0 ab 84 a 59 b Tabel 3. Warna daging umbi, rasa dan penampilan krippik 1o klon kentang dan dua
varietas pembanding Klon Warna daging
umbi Rasa umbi dikukus (1 -3) Karakteristik kripik Warna (1 -3) Kerenyahan (1-3) Gosong (1-3)
Klon 1 Krem (cream) 3 Putih (white) 3 3
Klon 2 Krem (cream) 1 kuning (yellow) 1 1
Klon 3 Krem (cream) 2 kuning (yellow) 2 3
Klon 4 Krem (cream) 3 kuning (yellow) 3 2
Klon 5 Krem (cream) 3 kuning (yellow) 3 2
Klon 6 Krem (cream) 3 Putih (white) 3 3
Klon 7 Putih (white) 3 Putih (white) 3 3
Klon 8 Krem (cream) 2 kuning (yellow) 2 2
Klon 9 Putih (white) 3 Putih (white) 3 2
Klon 10 Putih (white) 3 Putih (white) 3 3
Granola kuning (yellow) 3 Putih (white) 2 1
Atlantic Krem (cream) 2 Putih (white) 3 3
298
Garut tertinggi dihasilkan klon 8 (19.9 tha-1), 9 (16,9 t ha-1), klon 10 (15,1 t ha-1),
klon 6 (15,4 t ha-1) setara dengan varietas
Granola (15,6 t ha-1), dan Atlantic (16,5 t
ha-1). Varietas Granola masih terbaik di
Banjarnegara dengan hasil 22.8 t ha-1
walaupun hasil yang ditampilkan tidak berbeda nyata dengan klon 1, klon 2, klon 4, klon 6, klon 8 dan klon 10. Hasil dan kkualitas umbi kentang dikendalikan oleh banyak gen dan pewarisan sifat kuantitatif sangat dipengaruhi oleh lingkungan, sehingga klon yang baik pada suatu lokasi belum tentu baik apabila ditanam pada lokasi lainnya. Respon hasil yang berbeda pada setiap lingkungan terjadi akibat adanya interaksi antara genotip dengan ling-kungannya (Eberhurt and Russell, 1966) Hasil yang tinggi menjadi kurang berarti apabila umbi yang dihasilkan berukuran kecil, karena umbi yang kecil memiliki nilai jual yang rendah. Proporsi yang ideal dikehendaki petani ialah 70-80% umbi berukuran besar (umbi kelas konsumsi) dan sisanya yaitu 20-30% ukuran bibit. Klon yang menghasil-kan proporsi hasil umbi ideal di Garut dihasilkan klon 2, klon 4, klon 9 dan klon 10. Untuk lokasi Banjarnegara proporsi umbi ideal dihasilkan klon 4, klon 6 dan Granol
Kualitas Olahan
Hasil tes yang dilakukan di Laboratorium pasca panen Balitsa 7 klon yang memiliki rasa enak ketika di-kukus.yaitu berasal dari klon 1, klon 4, klon 5, klon 6, klon 8, klon 9 dan klon 10 sebanding dengan rasa varietas Granola. Untuk hasil olahan kripik yang memiliki kombinasi renyah dan tampilan kripik
yang baik dihasilkan klon 1, klon 6, klon 8, klon 9 dan klon 10 sebanding dengan varietas olahan Atlantic.Kendala utama industri kripik ialah terbatasnya bahan baku yang cocok untuk industri. Varietas yang diinginkan industri ialah tidak gosong ketika digoreng, rasa enak serta menghasilkan rendemen kripik yang tinggi. Warna kecoklatan setelah di-goreng disebabkan oleh tingginya kan-dungan gula reduksi (Saona dan Wrolstand, 1997; Roe et al., 1991)
KESIMPULAN
Klon yang menampilkan hasil tinggi di Garut dihasilkan klon 8 (19.9 t ha-1),
diiukuti klon 9 (16.9 t ha-1) dan klon 6
(15,4 t ha-1).
Klon yang menampilkan hasil tinggi di Banjarnegara dihasilkan klon 1, klon 2, klon 4, klon 6, klon 8 dan klon 10 dengan kisaran hasil umbi antara 18-19 t ha-1.
Hasil olahan kripik terbaik ditampilkan klon 1, klon 6, klon 8, klon 9 dan klon 10.
DAFTAR PUSTAKA
Eberhurt, S.A. and W.A. Russell. 1966. Stability Parameter for Comparing Varieties. Crop Sci. 3(6): 36-40. Hooker. W.J. 1982. Virus Diseases of
Potato. Technical Information Bulletin 19. International Potato Center. CIP-Lima, Peru. 22pp
Kusmana. 2003. Evaluasi beberapa klon kentang asal stek batang untuk uji ketahanan terhadap Phytophtora
infestans. J. Hort. 13(4): 220-228
Kusmana, R.S. Basuki. 2004. Produksi dan mutu umbi klon kentang dan kesesuainya sebagai bahan baku kentang goring dan kripik kentang J. Hort. 14(4): 246-252
299
Kusmana. 2005. Uji Stabilitas Hasil Umbi 7 Genotipa Kentang di Dataran Tinggi Pulau Jawa. J. Hort. 15(4): 224-259.
Roe, M.A. and R.M. Faulk 1991. Color Development in a Model System during Frying:Role Individual Amino Acid Sugar. J. Food. Sci. 56(6): 1711-1713
Subhan dan A.A. Asandhi, 1988. Waktu Aplikasi Nitrogen dan Penggunaan Kompos dalam Budi Daya Kentang di Dataran Medium. J. Hort. 8(2): 1072-1077.
Saona. L.E.R. R.E. Wrolstad. 1997. Influence of Potato Composition of Chip Color Quality. Am. Potato. J. 74: 87-106.
Struik, P.C.and S.G. Wiersema.1999. Seed Potato Technologi Wageningen Pers. Wageningen The Netherland. 381 pp.
Vayda. M.E.,1994. Environmental Stress and Its Impact on Potato Yield. In. J.E. Bradshaw and Mackay. G. R. (ed.). Potato Genetics. CAB. International, Wallingford,pp.239-261