• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN PENCATATAN KELAHIRAN BAGI ANAK DITINJAU DARI HUKUM ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II PENGATURAN PENCATATAN KELAHIRAN BAGI ANAK DITINJAU DARI HUKUM ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGATURAN PENCATATAN KELAHIRAN BAGI ANAK DITINJAU DARI HUKUM ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

A. Pencatatan Kelahiran Menurut KUHPerdata

Pencatatan kelahiran adalah bukti sah mengenai status anak yang dikeluarkan oleh catatan sipil. Pencatatan kelahiran adalah akta atau catatan otentik yang dibuat oleh pegawai catatan sipil berupa catatan resmi tentang tempat dan waktu kelahiran anak, nama anak, dan nama orang tua anak secara lengkap dan jelas, serta status kewarganegaraan anak.

Peristiwa kelahiran merupakan peristi-wa hukum yang memerlukan adanya suatu pengaturan yang tegas, jelas dan tertulis se-hingga terciptanya kepastian hukum dalam masyarakat. Oleh karena itu peristiwa kelahi-ran perlu mempunyai bukti yang otentik, karena untuk membuktikan identitas sese-orang yang pasti dan sah adalah dapat kita lihat dari akta kelahiran yang di keluarkan oleh suatu lembaga yang berwenang mengeluarkan akta tersebut.21

Pencatatan kelahiran merupakan hal yang sangat penting bagi orang yang bersang-kutan maupun bagi negara, karena dengan adanya pencatatan kelahiran yang teratur maka dapat diketahui persentase pertambahan penduduk setiap tahunnya, hal ini akan mem-bantu pemerintah dalam menetapkan kebijak-sanaan yang berhubungan dengan masalah kependudukan. Penduduk di satu pihak merupakan pihak penduduk juga penentu sasaran pembangunan. Dengan kata lain penduduk sebagai pelaku utama dalam pembangunan. Namun apabila pertumbuhan penduduk berlangsung tanpa kendali dan tanpa dibarengi dengan per-kembangan teknologi dan pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang baik, maka yang terjadi bukan perkembangan Negara yang

21

(2)

ma-ju, justru akan menimbulkan masalah lain se-perti kemiskinan dan tingkat kriminalitas yang meningkat. Ada tiga alasan mengapa pencatatan kelahiran itu penting, yaitu sebagai berikut:

1. Pencatatan kelahiran adalah pengakuan formal mengenai keberadaan seorang anak, secara individual terhadap Negara dalam hukum.

2. Pencatatan kelahiran adalah elemen pen-ting dari perencanaan nasional. Untuk anak-anak, memberikan dasar demografis agar strategi yang efektif dapat dibentuk. 3. Pencatatan kelahiran adalah cara untuk me-ngamankan hak anak lain, misalnya iden-tifikasi anak sesudah berperang, anak dite-lantarkan atau diculik, agar anak dapat me-ngetahui orang tuanya (khususnya jika la-hir diluar nikah), sehingga mereka men-dapat akses pada sarana atau prasarana da-lam perlindungan negara dalam batas usia hukum (misalnya : pekerjaan, dan dalam sistem peradilan anak) serta mengurangi atau kemungkinan penjualan bayi atau pembunuhan bayi.22

Pada prinsipnya pencatatan kelahiran adalah hanya sebuah catatan administratif dianggap penting karena data yang ada di dalam akta kelahiran dapat digunakan sebagai bukti jati diri bagi si anak, sehubungan dengan hak waris atau klaim asuransi dan pengurusan hal administratif lainnya seperti tunjangan keluarga, paspor, KTP, SIM, pengurusan perkawinan, perizinan, mengurus beasiswa dan lain-lain.

Pada dasarnya aspek hukum pencatatan kelahiran dalam usaha perlindungan anak merupakan suatu wujud dari kekuatan suatu pembuktian tentang status seorang anak yang baru dilahirkan. Dimana dengan status tersebut maka diketahui siapa orang tuanya yang memiliki kewajiban untuk memelihara dan mendidiknya.

Dengan demikian maka aspek hukum pelaksanaan pencatatan dalam usaha perlindungan anak memberikan suatu keadaan bahwa pencatatan tersebut akan

22

(3)

memberikan bukti kedudukan anak baik itu statusnya, maupun juga orang tua dan keluarganya. Sehingga pelaksanaan pencatatan tersebut dituangkan dalam suatu bentuk akta yaitu akta kelahiran.

Sebagaimana disebutkan oleh Sudikno Mertokusumo, bahwa fungsi terpenting dari pada akta adalah sebagai alat bukti. Sampai seberapa jauhkah akta mempunyai kekuataan pembuktian ? tentang kekuataan pembuktian dari pada akta dapat dibedakan antara : Yang dimaksudkan dengan kekuataan pembuktian lahir, ialah kekuataan pembuktian yang didasarkan atas keadaan lahir, apa yang tampak pada lahirnya, yaitu bahwa surat yang tampaknya (dari lahir) seperti akta, dianggap (mempunyai kekuataan) seperti akta sepanjang tidak terbukti sebaliknya.

Kekuataan pembuktian formil itu menyangkut pertanyaan :benarkah bahwa ada pertanyaan. Jadi kekuataan pembuktian formil ini didasarkan atas ada tidaknya pernyataan oleh yang bertanda tangan di bawah itu. Kekuataan pembuktian formil ini memberi tentang peristiwa bahwa pejabat dan para pihak menyatakan dan melakukan apa yang dimuat dalam akta kelahiran.

Kekuatan pembuktian materiil ini menyangkut pertanyaan : “ benarkah isi pernyataan di dalam akta itu ? jadi kekuataan pembuktian materiil ini memberi kepastian tentang materi suatu akta, kepastian tentang peristiwa bahwa pejabat atau para pihak menyatakan dan melakukan seperti yang dimuat dalam akta.23

Akta catatan sipil adalah akta otentik karena akta tersebut dibuat oleh pejabat yang berwenang yang diberi wewenang untuk itu oleh penguasa, dimana dalam hal ini pegawai pencatat sipil, baik dengan maupun tanpa bantuan dari yang berkepentingan yang mencatat apa yang dimintakan untuk dimuat di dalamnya oleh yang

23

Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1982, hal. 122.

(4)

berkepentingan adalah kekuataan pembuktian lahir, kekuatan pembuktian formil dan kekuatan pembuktian materiil.

Menurut Pasal 165 HIR (Pasal 285 Rbg,) maka akta otentik bagi para pihak dan ahli warisnya serta mereka yang memperoleh hak dari padanya, merupakan bukti sempurna, tentang apa yang termuat di dalamnya dan bahkan tentang yang terdapat dalam akta sebagai pengaturan belaka, yang terakhir ini hanya sepanjang yang dituturkan dalam akta tersebut tidak ada hubungan langsung dengan pokok akta menurut Pasal 1871 KUH Perdata hal itu hanya akan berlaku sebagai permulaan bukti tertulis. Adapun isi Pasal 1871 KUH Perdata adalah :

Selanjutnya menurut Pasal 1872 KUH Perdata apabila akta otentik yang bagaimanapun sifatnya diduga palsu, maka pelaksanaannya dapat ditangguhkan. Akta catatan sipil sebagaimana diuraikan di atas adalah akta otentik yang sesuai pasal di atas dapat dijadikan sebagai bukti tentang apa yang ada di dalamnya baik itu tentang adanya kelahiran, kematian, pengakuan anak dan juga perceraian.

Sebagai azas berlaku acta publica probant sese ipsa, yang berarti bahwa suatu akta yang lahirnya tampak sebagai akta otentik serta memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan, maka akta itu berlaku atau dapat dianggap sebagai akta otentik, sampai terbukti sebaliknya. Hal ini berarti bahwa tanda tangan pejabat dianggap sebagai aslinya, sampai ada pembuktian sebaliknya.

Beban pembuktiannya terletak pada siapa yang mempersoalkan otentik tidaknya akta catatan sipil tersebut. Beban pembuktian ini terikat pada ketentuan khusus seperti yang diatur dalam Pasal 1348 HIR. (1) Suatu akta otentik namunlah tidak memberikan bukti yang yang sempurna tentang apa yang termuat di dalamnya sebagai suatu penuturan belaka, selainnya sekedar apa yang dituturkan itu ada hubungannya langsung dengan pokok isi akta. (2) Jika apa yang termuat disitu sebagai suatu penuturan belaka

(5)

tidak ada hubungannya langsung dengan pokok isi akta, maka itu hanya dapat berguna sebagai permulaan pembuktian dengan tulisan.

Kekuataan pembuktian lahir ini berlaku bagi kepentingan atau keuntungan dan terhadap setiap orang dan tidak terbatas pada para pihak saja. Sebagai alat bukti maka akta otentik catatan sipil yang dikeluarkan pejabat, ini keistimewaannya terletak pada kekuataan pembuktian lahir.

Menurut Pasal 1868 KUH Perdata “Suatu akta otentik yalah suatu akta yang di dalam bentuk ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akte dibuatnya “.

Berpedoman pada Pasal 250 KUHPerdata yang disebutkan berikut ini : “Tiap-tiap anak yang dilahirkan atau ditumbuhkan sepanjang perkawinan, memperoleh si suami sebagai bapaknya.” Sesuai dengan pasal di atas maka dapat diketahui bahwa yang termasuk anak sah adalah setiap anak yang lahir dan tumbuh sepanjang perkawinan dimana dia akan mendapatkan suami ibunya sebagai ayahnya.

Ketentuan ini sangat luas pengertiannya, karena seorang anak yang lahir dari hubungan yang dilakukan sebelum perkawinan antara lain dengan perzinahan

seorang isteri dengan orang lain dapat dikatakan sebagai anak sah.Hal tersebut diperjelas dalam Pasal 252 KUHPerdata :“Suami boleh mengingkari keabsahan si anak, apabila dapat membuktikan, bahwa sejak tiga ratus sampai seratus delapan puluh hari sebelum lahirnya anak itu, baik karena perpisahan maupun sebagai akibat sesuatu kebetulan, berada dalam ketakmungkinan yang nyata, untuk mengadakan hubungan dengan isteinya.

Dengan menunjuk pada ketakmampuan yang nyata, suami tak dapat mengingkari, bahwa anak itu adalah anaknya.”Berhubungan dengan hal tersebut, Undang-undang menetapkan suatu tenggang kandungan yang lama, yaitu 300 hari dan

(6)

tenggang kandungan yang paling pendek , yaitu 180 hari. Seorang anak yang lahir 300 hari setelah perkawinan orang tuanya dihapuskan adalah anak yang tidak sah.24

Disebutkan dalam Pasal 251 KUHPerdata, suami dapat menyangkal sahnya anak apabila anak tersebut dilahirkan sebelum lewat 180 hari sejak hari perkawinan orang tuanya, maka ayahnya berhak menyangkal sahnya anak itu, kecuali :

1. Jika ia sudah mengetahui bahwa istrinya mengandung sebelum pernikahan dilangsungkan.

2. Jika ia hadir pada waktu dibuatnya surat kelahiran dan surat tersebut turut ditandatangani olehnya. Dalam kedua hal tersebut si ayah dianggap telah menerima dan mengetahui anak yang lahir itu sebagai anaknya sendiri.

3. Jika si anak meninggal tak kala dilahirkannya.

Jikalau seorang anak dilahirkan sebelum lewat 180 hari setelah hari pernikahan orang tuanya, maka ayahnya berhak menyangkal sahnya anak itu, kecuali jika ia sudah mengetahui bahwa isterinya mengandung sebelum pernikahan dilangsungkan atau ia hadir pada waktu dibuatnya surat kelahiran dan surat kelahiran ini turut ditandatangani olehnya. Dalam kedua hal tersebut si ayah dianggap telah menerima dan mengakui anak yang lahir itu sebagai anaknya sendiri. Penyangkalan sahnya anak tidak tergantung pada terus berlangsungnya atau dihapuskannya perkawinan, begitu pula tidak tergantung pada pertanyaan apakah anak itu masih hidup atau telah meninggal, meskipun sudah barang tentu seorang anak yang lahir mati tidak perlu disangkal sahnya.25

Apabila istri dituduh berzinah dengan lelaki lain dan kelahiran anak tersebut disembunyikan terhadapnya. Maka disini suami harus membuktikan bahwa istrinya telah berzina dengan lelaki lain dalam waktu 180 dan 300 hari sebelum kelahiran anak

24

R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta : Intermasa, 1994, hal 48

25

(7)

tersebut Pasal 253 BW. Suami juga dapat menyangkal sahnya anak apabila anak itu dilahirkan 300 hari setelah adanya keputusan perpisahan meja dan tempat tidur ; kecuali apabila si istri dapat membuktikan dengan menunjuk segala peristiwa bahwa suamilah bapak anak itu Pasal 254 BW.Suami dapat menyangkal sahnya anak apabila ia dapat membuktikan bahwa sejak 300 hari sampai dengan 180 hari sebelum lahirnya anak tersebut, baik karena perpisahan maupun karena suatu hal, berada dalam ketidakmungkinan untuk mengadakan hubungan dengan istrinya Pasal 252 BW.Menyangkal sahnya anak dapat dilakukan dengan beberapa cara, yang diterangkan dalam Pasal 256 sampai dengan Pasal 260 KUHPerdata, yang secara singkat sebagai berikut :

1. Seorang suami yang hendak menyangkal sahnya anak, harus mengajukangugatan melalui hakim dalam waktu satu bulan apabila ia berdiam di tempatkelahiran si anak/ sekitarnya.

2. Apabila suami tidak hadir atau tidak berada ditempat ketika anak dilahirkan, gugatan harus diajukan 2 bulan setelah kembalinya suami.

3. Apabila kelahiran tersebut disembunyikan oleh istrinya kepadanya, maka gugatan harus diajukan 2 bulan setelah suami mengetahui tipu muslihat.

4. Semua akta yang dibuat di luar hakim yang berisi penyangkalan tentang sahnya anak, harus diikuti dengan gugatan dimuka hakim dalam waktu 2 (dua) bulan ; dan apabila dalam jangka waktu tersebut suami meninggal dunia, maka gugatan dapat dilanjutkan oleh ahli waris dalam waktu 2(dua) bulan setelah meninggalnya suami (Pasal 256 BW).Tuntutan yang diajukan oleh suami menjadi gugur, apabila para ahli waris tidak melanjutkannya dalam waktu 2 bulan setelah meninggalnya suami (Pasal 257 BW).

(8)

5. Hakim yang menerima gugatan penyangkalan tersebut harus menunjuk seseorang yang istimewa yang akan mewakili anak yang disangkal itu, yang paling banyak mengetahui tentang keadaan anak tersebut dan paling berkepentingan, harus dipanggil secara sah.

Penyangkalan sahnya anak tidak tergantung pada terus berlangsungnya atau dihapuskannya perkawinan, begitu pula tidak tergantung pada pertanyaan apakah nak itu masih hidup atau telah meninggal, meskipun sudah barang tentu seorang anak yang lahir mati tidak perlu disangkal sahnya.26

Pembuktian keturunan harus dilakukan dengan surat kelahiran yang diberikan oleh Pegawai Pencatatan Sipil. Jika tidak mungkin didapatkan surat kelahiran, hakim dapat memakai bukti-bukti lain asal saja keadaan yang nampak keluar, menunjukkan adanya hubungan seperti antara anak dengan orang tuanya.27

Pasal 280 KUHPerdata/B.W. yang mengatakan bahwa :“Dengan pengakuan yang dilakukan terhadap seorang anak luar kawin, timbullah hubungan perdata antara si anak dan bapak atau ibunya”. Berdasarkan pasal tersebut ada kemungkinan seorang anak tidak mempunyai ibu dan tidak mempunyai ayah, dalam arti antara si anak dengan ibunya dan ayahnya tidak mempunyai hubungan hukum dan anak luar kawin hanya dapat mempunyai hubungan hukum dengan orang yang mengakuinya, misalnya ibu dari anak tersebut maka anak tersebut mempunyai hubungan hukum dengan ibunya saja.

Hubungan hukum antara seorang perempuan dan seorang anak yang dilahirkan di luar perkawinan baru ada apabila si ibu mengakui anak itu sebagai anaknya dan pengakuan demikian itu harus ia lakukan dengan cara tertentu yaitu menurut Pasal 281 B.W., yaitu dalam akta kelahiran si anak atau dalam akta perkawinan si ibu dengan

26

Ibid, hal. 48-49

27

(9)

seorang lelaki atau bapak biologis di muka pegawai catatan sipil/secara otentik notaris tersendiri. Perlu diterangkan, bahwa di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 283 tidak membolehkan pengakuan terhadap anak-anak yang dilahirkan dari perbuatan zina (“overspel”) atau yang dilahirkan dari hubungan dua orang yang dilarang kawin satu sama lain.28

Sesuai dengan Pasal 280 KUHPerdata yang mengatakan bahwa :“Dengan pengakuan yang dilakukan terhadap seorang anak luar kawin, timbullah hubungan perdata antara si anak dan bapak atau ibunya ”Menurut hukum Perdata Barat, pengakuan merupakan suatu perbuatan untuk merelakan hubungan hukum antara anak dengan orang tuanya yang mengakuinya. Menurut sistem yang dianut oleh B.W. dengan adanya keturunan di luar perkawinan saja belum terjadi suatu hubungan keluarga antara anak dengan orang tuanya. Barulah dengan “pengakuan” (erkenning) lahir suatu pertalian kekeluargaan dengan akibatnya (terutama hak mewaris) antara anak dengan orang tua yang mengakuinya. Tetapi suatu hubungan kekeluargaan antara anak dengan keluarga si ayah atau ibu yang mengakuinya belum juga ada.29

Pengakuan ini biasanya dilakukan oleh ibu pada saat anak itu didaftarkan di Kantor Catatan Sipil, yang juga dicantumkan dalam akta kelahiran. Selain pada saat didaftarkan, pengakuan juga dapat dilakukan dengan akta otentik yang dibuat, kemudian oleh Pegawai Catatan Sipil atau Notaris pengakuan juga dapat dilakukan pada saat perkawinan kedua orang tuanya yang membawa akibat pengesahan anak tersebut.Pengakuan harus dilakukan dihadapan pejabat yang berwenang dan dicantumkan dalam akta kelahiran. Meski ada ketentuan yang memungkinkan seorang laki-laki atau bapak melakukan pengakuan anak, namun pengakuan itu hanya bisa dilakukan dengan persetujuan ibu. Pasal 284 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu

28

Ibid. hal. 50

29

(10)

pengakuan terhadap anak luar kawin, selama hidup ibunya, tidak akan diterima jika si ibu tidak menyetujui. Pasal 278 KUHPidana pun mengatur tentang ancaman pidana bagi orang yang mengakui anak luar kawin yang bukan anaknya. Hal sebaliknya dengan si ibu, si ibu dapat melakukan pengakuan tanpa persetujuan dari ayah terlebih dahulu, seorang ayah yang hendak melakukan pengakuan harus telah mencapai usia 18 tahun dan pengakuan itu dilakukan bukan karena paksaan, khilaf, tipuan atau bujukan.

Sebaliknya seorang ibu dapat melakukan pengakuan tanpa adanya batas umur seperti diterangkan dalam Pasal 282 B.W., hal ini dilakukan karena pembuat Undang-undang menganggap seorang perempuan yang sudah dapat melahirkan dapatlah dikatakan telah dewasa. Selain itu juga untuk melindungi kepentingan si anak sendiri, jangan sampai anak tersebut tidak dapat diakui oleh si ayah atau ibunya. KUHPerdata juga memungkinkan seorang bapak melakukan pengakuananak pada saat atau setelah perkawinan dilangsungkan. Seperti yang diterapkan dalam Pasal 273, yang menyatakan bahwa anak yang dilahirkan di luar kawin, selain karena perzinahan atau dosa darah--, dianggap sebagai anak sah, apabila bapak dan ibunya itu kemudian menikah, dan sebelum perkawinan diselenggarakan, anak tesebut diakui oleh bapak dan ibunya.

Pengakuan anak luar kawin bisa dilakukan bilamana anak luar kawin yang dimaksud adalah akibat adanya hubungan seorang laki-laki dan perempuan yang statusnya adalah :

a. Kedua pihak masih lajang (tidak dalam ikatan perkawinanan yang sah). b. Akibat adanya perkosaan.

c. Kedua pihak sudah melakukan perkawinan, tetapi lalai mengakui anak luar kawinnya, maka atas surat pengesahan dari Presiden pengakuan dapat dilakukan. Pengakuan anak yang dilarang (Pasal 282 KUHPerdata):

(11)

a. Oleh anak yang belum dewasa, atau belum mencapai usia 19 tahun; (catatan : khusus bagi perempuan yang melakukan pengakuan, diperbolehkan meski ia belum mencapai usia 19 tahun).

b. Dilakukan dengan paksaan, bujuk rayu, tipu dan khilaf c. Ibu dari anak tersebut tidak menyetujui

d. Terhadap anak yang dilahirkan akibat hubungan antara pihak yang masih terikat perkawinan (zinah) maupun anak sumbang kecuali mendapat dispensasi dari Presiden. (Anak sumbang adalah anak yang lahir dari hubungan antara dua orang yang dilarang menikah satu sama lain)

Pasal 283 KUHPerdata, mengatakan bahwa anak yang lahir akibat perzinahan maupun hubungan sumbang, tidak dapat diakui kecuali terhadap yang terakhir ada dispensasi dari Presiden, menurut Pasal 285 KUHPerdata pengakuan

yang dilakukan sepanjang perkawinan suami-isteri untuk kepentingan anak luar kawin, yang diperoleh sebelum kawin dari perempuan atau laki-laki lain daripada suami atau isterinya, tidak boleh membawa kerugian baik bagi suami atau isteri, maupun bagi anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan mereka. Dan jika perkawinan itu dibubarkan, pengakuan tersebut akan memperoleh akibatnya, jika dari perkawinan tersebut tidak dilahirkan seorang keturunan.

Dimungkinkan untuk memaksa seorang anak laki-laki untuk mengakui seorang anak, jika anak laki-lak tersebut telah melanggar Pasal 285, 286, 287, 288, 294 dan Pasal 332 KUHPerdata, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 287 KUHPerdata, pengakuan yang dilakukan ibu maupun ayah dan tuntutan oleh seorang anak, dapat ditentang berdasarkan Pasal 286 KUHPerdata. Dimungkinkan pula pengakuan yang dilakukan terhadap anak yang belum lahir. Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 2 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa anak yang ada dalam kandungan seorang

(12)

perempuan, dianggap sebagai telah dilahirkan, bila kepentingan anak menghendakinya.30

Dengan demikian, sebelum anak yang diakui tersebut lahir, maka bisa terjadi hubungan hukum kekeluargaan antara ayah dengan anak, sebagai akibat adanya pengakuan secara parental terhadap anak yang belum lahir tersebut. Biasanya pengakuan sebelum lahir ini diterapkan pada peristiwa khusus yang merupakan pengecualian untuk suatu kepentingan, misalnya dalam hal warisan.31

Adapun bukti-bukti otentik tersebut dapat digunakan untuk mendukungkepastian, tentang kedudukan seorang itu adalah adanya akta yang dikeluarkan oleh suatu lembaga, dimana lembaga inilah yang berwenang untuk mengeluarkan akta- akta mengenai kedudukan hukum seseorang. Sesuai bunyi Pasal 261 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyatakan bahwa : “keturunan anak sah dapat dibuktikan dengan akta - akta kelahiran mereka, sekedar telah dibukukan dalam register catatan sipil’’.

B. Pengertian Pencatatan Kelahiran Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, merupakan suatu upaya pemerintah untuk mengatasi keanekaragaman, dan menciptakan kesatuan (unifikasi) hukum bagi rakyat Indonesia yang heterogen, khususnya di bidang perkawinan. Apabila dalam perkawinan telah dilahirkan anak-anak dan jika telah memiliki akta nikah, harus segera mengurus akta kelahiran anak-anak ke Kantor Catatan Sipil setempat agar status anak pun sah di mata hukum. Jika pengurusan akta kelahiran anak ini telah lewat 14 (empat belas) hari dari yang telah ditentukan, terlebih dahulu harus mengajukan permohonan pencatatan kelahiran anak kepada Pengadilan

30

Ibid, hal 2

31

(13)

Negeri setempat. Dengan demikian, status anak dalam akta kelahirannya bukan lagi anak luar kawin. Keabsahan suatu perkawinan menurut UU Perkawinan adalah didasarkan pada hukum agama dan kepercayaan masing-masing, sehingga sejak berlakunya UU Perkawinan ini maka upacara perkawinan menurut hukum agama bersifat menentukan tentang sah atau tidaknya perkawinan itu. Hal ini berakibat banyak orang tidak melakukan pencatatan pada kantor catatan sipil. Berdasarkan penjelasan umum UU Perkawinan, mengenai pencatatan perkawinan, pencatatan kelahiran, pencatatan kematian merupakan suatu peristiwa penting bukan suatu peristiwa hukum. Pencatatan perkawinan dalam suatu akta merupakan akta nikah. Akta nikah adalah bukti tentang perkawinan dan merupakan alat bukti yang sempurna mengenai adanya perkawinan.

Anak dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga Negara berkewajiban memenuhi hak setiap anak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi, perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi. Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak, karena anak dari sisi perkembangan fisik dan psikis manusia merupakan pribadi yang lemah, belum dewasa dan masih membutuhkan perlindungan.

Akta kelahiran adalah akta catatan sipil hasil pencatatan terhadap peristiwa kelahiran seseorang. Sampai saat ini masih banyak anak Indonesia yang identitasnya tidak/belum tercatat dalam akta kelahiran, secara de jure keberadaannya dianggap tidak ada oleh negara. Hal ini mengakibatkan anak yang lahir tersebut tidak tercatat namanya, silsilah dan kewarganegaraannya serta tidak terlindungi keberadaanya. Banyak permasalahan yang terjadi berpangkal dari manipulasi (rekayasa) identitas anak, semakin tidak jelas identitas seorang anak, maka semakin mudah terjadi

(14)

eksploitasi terhadap anak seperti anak menjadi korban perdagangan bayi dan anak, tenaga kerja dan kekerasan. Faktor atau penyebab kegagalan pencatatan anak salah satunya adalah kealpaan pemerintah untuk melakukan pencatatan kelahiran anak terutama anak-anak dari keluarga miskin. Selain itu disebabkan juga oleh kelalaian orang tua si anak dalam melakukan pencatatan. Salah satu hal penting yang melekat pada diri manusia adalah Akta Kelahiran. Akta Kelahiran menjadi isu global dan sangat asasi karena menyangkut identitas diri dan status kewarganegaraan.

Sebagai salah satu sistem pencatatan yang ada pada sebuah negara, pencatatan kelahiran bersifat universal pada dasarnya merupakan pengakuan negara atas status keperdataan seseorang. Dalam pengertian yang lebih konkrit, pencatatan kelahiran" memberikan pengakuan hukum dari negara terhadap identitas, silsilah dan kewarganegaraan seseorang, yang diwujudkan melalui dokumen pencatatan kelahiran, yaitu akta kelahiran.

Kelahiran merupakan kehadiran anggota keluarga baru yang harus segera dilaporkan. Kepemilikan Akta Kelahiran merupakan wujud pemenuhan kewajiban dan tanggung jawab orang tua terhadap anak. Adapun kendala dalam pelaksanaan pencatatan kelahiran menurut Undang- Undang No. 1 Tahun 1974 meliputi:

1. Masih rendahnya pemahaman para orang tua dan keluarga, mengenai nilai guna dari Akta Kelahiran serta kewajiban pelaporan kelahiran tepat waktu (kurang dari 60 hari kerja), sehingga pendaftaran kelahiran baru dilakukan ketika anak usia sekolah.

2. Kurangnya kepemilikan persyaratan untuk pelaporan kelahiran (tidak adanya bukti kelahiran dari penolong kelahiran, tidak dimilikinya Buku Nikah/Akta Perkawinan Orang Tua).

(15)

3. Masih rendahnya komitmen Kepala Daerah, para pembuat kebijakan publik dan petugas pencatatan sipil dalam mengimplementasikan proses Akta Kelahiran bebas biaya, sehingga disebagian pemerintah daerah masih menjadikan Akta Kelahiran sebagai sumber pendapatan daerah.

4. Masih terbatas dan belum terpenuhinya baik alokasi anggaran, kelembagaan, ketatalaksanaan dan SDM, baik ditingkat pusat maupun daerah yang memadai dalam proses pemberian layanan pembuatan Akta Kelahiran supaya tidak dikenai biaya.

5. Masih ada kesan seolah pembuatan akta kelahiran mahal, prosedur birokrasi berbelit-belit, jarak tempuh dari desa ke-kecamatan/ke-kabupaten/kota terlalu jauh sehingga proses pengurusan banyak melibatkan jasa pihak ketiga.

6. Adanya Ketentuan perundang-undangan (UU No. 23/2006 tentang Adminduk) yang menetapkan bahwa untuk kelahiran yang pelaporannya melebihi 1 tahun sejak tanggal kelahirannya melalui ijin penetapan PN (saat ini baru diberlakukan bagi kelahiran setelah UU No. 23/2006).

Mencermati permasalahan-permasalahan dalam pencatatan kelahiran tersebut, maka persoalan-persoalan dalam pencatatan kelahiran bukan semata akta kelahiran telah gratis saja, namun lebih jauh dari itu perlu peningkatan kualitas pelayanan pencatatan kelahiran secara lebih luas meliputi kelembagaan, ketatalaksanaan, alokasi anggaran, SDM, dan sebagainya. Oleh karena itu pemberian Akta Kelahiran adalah menjadi tanggungjawab negara dalam hal ini pemerintah pusat maupun daerah. Jadi Pemerintah, penuhilah hak anak dalam hal Akta Kelahiran, karena di dalam Akta Kelahiran terdapat Hak Asasi Manusi (HAM) dan sesungguhnya merupakan pelaksanaan amanat UUD 1945, UU No. 23/2002 yang berkaitan keperdataan seseorang berupa hak identitas dan kewarganegaraan.

(16)

1

Suatu perkawinan diharapkan sekali hadirnya keturunan yaitu anak. Tidak selamanya anak terlahir dari suatu perkawinan yang sah, banyak pula fenomena yang terjadi di dalam masyarakat dimana anak lahir di luar perkawinan. Hal ini banyak terjadi dan akan mengakibatkan status anak yang beragam, apabila pernikahannya sah anak yang terlahir pun tentunya akan sah, apabila hasil dari perkawinan yang tidak sah akan memberikan status anak luar kawin bagi anak yang baru dilahirkannya.

Anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Ketentuan ini pun berlaku bagi anak yang dilahirkan dari perkawinan yang tidak dicatatkan. Perkawinan yang tidak dicatat dapat diartikan bahwa pristiwa perkawinan tersebut tidak pernah ada, sehingga anak yang lahir dari perkawinan tersebut, menurut undang-undang dikatagorikan sebagai anak luar kawin. Status hukum dari seorang anak luar kawin hanya akan mempunyai hubungan keperdataan dari ibu dan keluarga ibunya saja sedangkan dengan ayah biologis dan keluarganya anak luar kawin sama sekali tidak mempunyai hubungan keperdataan. Demikian pula dalam hal pembuatan identitas diri anak berupa akta kelahiran, maka dalam akta kelahiran anak luar kawin akan tercatat bahwa anak tersebut adalah anak luar kawin dengan hanya mencantumkan nama ibunya saja, sedangkan nama bapaknya tidak tercantum. Fakta tersebut menunjukkan adanya diskriminasi dan tidak adanya perlindungan hukum bagi anak yang lahir dari perkawinan yang tidak dicatatkan.32

32

Sonny Dewi Judiasih, Kedudukan Hukum Dan Identitas Anak Yang Lahir Dari Perkawinan

Yang Tidak Dicatatkan, Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Makalah disampaikan pada seminar

(17)

C. Hak Anak Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

Anak adalah amanah sekaligus karunia dari Tuhan Yang Maha Esa sehingga harus senantiasa kita jaga, karena dalam diri anak melekat harkat, martabat dan hak-hak dasar sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Anak merupakan cikal bakal sumber daya manusia dari suatu bangsa dan merupakan unsur utama dalam proses pembangunan.33Sumber daya manusia yang berkualitas sangat diperlukan dalam upaya mencapai sasaran pembangunan, dimana hal tersebut berkaitan erat dengan potensi anak sebagai generasi penerus cita-cita bangsa. Setiap anak memiliki hak atas kelangsungan hidup, tumbuh, berkembang, berpartisipasi serta hak untuk memperoleh perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi. Upaya-upaya perlindungna anak harus telah dimulai sedini mungkin agar kelak dapat berpartisipasi secara optimal bagi pembangunan bangsa dan Negara.34

Hak merupakan alat yang memungkinkan warga masyarakat dengan bebas mengembangkan bakatnya untuk penunaian tugasnya dengan baik. Kemungkinan kesempatan ini harus diselenggarakan oleh negara dengan jalan membentuk kaidah-kaidah atau peraturan-peraturan hukum. Kaidah-kaidah-kaidah hukum yang memberikan kepada para anggota masyarakat untuk mengembangkan bakatnya lebih bermanfaat bagi perkembangan hukum dan demi tercapainya tertib hukum. Perlindungan dapat juga diartikan sebagai segala upaya yang ditujukan untuk mencegah, rehabilitasi dan memberdayakan anak yang mengalami tindak perlakuan salah (child abused), dieksploitasi dan penelantaran, agar dapat menjamin kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak secara wajar, baik fisik, mental dan sosialnya.35 Anak tetaplah anak,

33

Penjelasan Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

34

Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana bagi Anak di Indonesia, Cetakan kedua, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm 1

35

(18)

dengan segala ketidakmandirian yang ada sangatlah membutuhkan perlindungan dan kasih saying dari orang dewasa di sekitarnya. Anak mempunyai hak yang harus diimplementasikan dalam kehidupan dan penghidupan mereka.36

Pemberian jaminan terhadap status hukum anak (anak sah), salah satunya adalah dengan kepemilikan akta kelahiran.37 Menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 27 menerangkan bahwa:

1) Identitas diri setiap anak harus diberikan sejak kelahirannya.

2) Identitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam akta kelahiran. 3) Pembuatan akta kelahiran didasarkan pada surat keterangan dari orang yang

menyaksikan dan/atau membantu proses kelahiran.

4) Dalam hal anak yang proses kelahirannya tidak diketahui, dan orang tuanya tidak diketahui keberadaannya, pembuatan akta kelahiran untuk anak tersebut didasarkan pada keterangan orang yang menemukannya

Perlindungan adalah pemberian jaminan atas keamanan, ketenteraman, kesejahteraan dan kedamaian dari perlindungan atas segala bahaya yang mengancam pihak yang dilindungi. Perlindungan hukum adalah hal perbuatan melindungi menurut hukum.38

Berdasarkan konsep hukum yang berlaku sebagai suatu sistem, maka konsep perlindungan hukum bagi anak dalam hal ini adalah perlindungan hukum yang dilakukan secara sistemik yang meliputi substansi hukum, struktur hukum dan kurtur hukum.39 36 Nashriana, Op.Cit, hlm 13 37 http://inspirasiwarganegara.blogspot.com/2012/03/tingkat-kesadaran-hukum-masyarakat.html diakses tanggal 18 Oktober 2014

38

Nurini Aprilianda, Perlindungan Hukum Terhadap Tersangka Anak dalam Proses

Penyidikan, Tesis Program Studi Ilmu Hukum, Program Pasca Sarjana Universitas Brawijaya, Malang,

2001, hlm 41

39

Abintoro Prakoso, Pembaharuan Sistem Peradilan Pidana Anak, Cetakan I, Penerbit Laksbang Grafika, Yogyakarta, 2013, hlm 15

(19)

Perlindungan anak ini bermanfaat bagi anak dan orang tuanya serta pemerintahnya, maka kordinasi kerjasama perlindungan anak perlu diadakan dalam rangka mencegah ketidakseimbangan kegiatan perlindungan anak secara keseluruhan. Dasar pelaksanaan perlindungan anak adalah :40

1. Dasar filosofis, Pancasila dasar kegiatan dalam berbagai bidang kehidupan keluarga, bermasyarakat, bernegara dan berbangsa, Pancasila menjadi dasar filosofi pelaksanaan perlindungan anak.

2. Dasar etis, pelaksanaan perlindungan anak harus sesuai dengan etika profesi yang berkaitan, untuk mencegah perilaku menyimpang dalam pelaksanaan kewenangan, kekuasaan, dan kekuatan dalam perlindungan anak.

3. Dasar yuridis, pelaksanaan perlindungan anak harus didasarkan atas UUD 1945 dan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku. Penerapan dasar-dasar yuridis harus secara integratif, yaitu penerapan terpadu menyangkut peraturan perundang-undangan dari berbagai bidang hukum yang nerkaitan.

Apabila masih belum ada peraturan perundangan-undangan yang mengatur masalah-masalah tertentu, maka sebaiknya diterapkan Pasal 27 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970, yaitu yang menyinggung masalah hukum, hakim dan yurispudensi. Sebaiknya ini diterapkan untuk mengatasi dengan segera permasalahan perlindungan anak.

Perlindungan anak dapat dilakukan secara langsung maupun secara tidak langsung. Secara langsung maksudnya kegiatannya langsung ditujukan kepada anak, dapat dilakukan dengan cara melindungi anak dari berbagai ancaman dari luar dan dalam dirinya, mendidik, membina, mendampingi anak dengan berbagai cara, mencegah anak kelaparan dan mengusahakan kesehatannya, menyediakan sarana

40

(20)

pengembangan diri, dan sebagainya. Sedangkan perlindungan anak dilakukan secara tidak langsung, tetapi ditujukan kepada orang lain yang terlibat dalam usaha perlindungan anak, seperti orang tua atau yang terlibat dalam perlindungan anak, yang bertugas mengasuh, membina, mendampingi anak; mereka yang terlibat mencegah anak kelaparan, mengusahakan kesehatan, mereka yang menyediakan sarana mengembangkan diri anak; mereka yang terlibat dalam pelaksanaan sistem peradilan pidana anak yang adil.

Sementara itu pengertian perlindungan anak berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 merupakan segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-hanya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat manusiaHukum perlindungan anak sebagai hukum tertulis maupun tidak tetulis yang menjamin anak benar-benar dapat melaksanakan hak dan kewajibannya.41

Didasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, maka setiap anak berhak untuk :

1. Hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Hak ini sesuai dengan ketentuan pasal 28 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945 dan prinsip-prinsip pokok yang tercantum dalam Konvensi hak anak. 2. Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status

kewarganegaraan. Anak didaftarkan segera setelah kelahiran dan sejak lahir berhak atas sebuah nama, berhamemperoleh kewarganegaraan dan sejauh yang memungkinkan dipelihara oleh orang tuanya.42

41

Ibid

42

(21)

3. Hak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua.43

4. Hak untuk mengetahui orang tuanya.44 Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan dan diasuh orang tuanya sendiri. Hak anak untuk mengetahui siapa orang tuanya dalam arti asal usulnya, dimaksudkan untuk menghindari terputusnya silsilah dan hubungan darah antara anak dengan orang tua kandungnya, sedangkan hak untuk dibesarkan dan diasuh orang tuanya dimaksudkan agar anak dapat patuh dan menghormati orang tuanya.

5. Hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual dan sosial.

6. Hak mendapat pendidikan dan pengajaran.45 Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajarandalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.

7. Hak menyatakan dan didengar pendapatnya.46 Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai kesusilaan.

8. Hak istirahat dan memanfaatkan waktu luang.47 Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak sebaya, bermain, berekreasi dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat dan tingkat kcerdasannya demi pengembangan diri.

43

Pasal 5Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

44

Pasal 7 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

45

Pasal 9 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

46

Pasal 10 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

47

(22)

9. Hak anak penyandang cacat.48 Setiap anak penyandang cacat berhak untuk memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.

10. Berhak mendapat perlindungan.49 Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminasi, eksploitasi, penelantaran, kekerasan, ketidakadilan, perlakuan salah lainnya.

11. Hak diasuh orang tuanya.50 Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri kecuali jika ada alasan dan atau aturan hukum yang sah menunjukan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan pertimbangan terakhir. Pemisahan dimaksud tidak menghilangkan hubungan anak dan orang tuanya.

12. Hak memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik, pelibatan dalam sengketa bersenjata, pelibatan dalam kerusuhan social, pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan, pelibatan dalam peperangan.51 13. Hak memperoleh perlindungan dan penganiayaan, penyiksaan atau penjatuhan

hukuman yang tidak manusiawi.52

14. Hak memperoleh kebebasan.53 Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum.

15. Penangkapan, penahanan atau tindak pidana penjara sesuai dengan hak yang berlaku.54

16. Hak anak yang dirampas kebebasannya.55 Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk:

48

Pasal 12 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

49

Pasal 13 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

50

Pasal 14 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

51

Pasal 15 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

52

Pasal 16 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

53

Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

54

(23)

a. Mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa.

b. Memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku.

c. Membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum.

Anak memiliki hak yang mesti dipenuhi oleh orang tuanya. Selama ini anak di luar kawin hanya memiliki hubungan dengan ibu dan keluarga ibunya sehingga sebagai dampaknya anak mengalami tekanan batin dalam pergaulannya dan ayah biologisnya seolah-olah terlepas dari tuntutan hukum untuk bertanggung jawab atas perbuatannya yang telah menyebabkan anak tersebut lahir ke dunia.

D. Persyaratan untuk memperoleh akta kelahiran bagi anak menurut Undang-undang No.23 tahun 2006 tentang administrasi kependudukan

Sistem administrasi kependudukan merupakan sub sistem dari Sistem Administrasi Negara, yang mempunyai peranan penting dalam pemerintahan dan pembangunan. Dalam konteks administrasi kependudukan di Indonesia yang biasa disebut dengan singkatan Adminduk telah diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Ruang lingkup administrasi kependudukan meliputi tiga komponen yaitu: 1) Kegiatan penataan dan penertiban dalam penerbitan dokumen dan data kependudukan melalui pendaftaran penduduk; 2) Kegiatan penataan dan penertiban dalam penerbitan dokumen dan data kependudukan melalui pencatatan sipil; 3) Kegiatan penataan dan penertiban dalam penerbitan dokumen dan data

55

(24)

kependudukan melalui pengelolaan informasi administrasi kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain.56

UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, menegaskan setiap kelahiran wajib dilaporkan oleh penduduk kepada instansi pelaksana di tempat terjadinya peristiwa kelahiran paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak kelahiran. Sedangkan untuk kelahiran mati dilaporkan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak lahir mati. Pembatasan jangka waktu pelaporan ini akan menentukan jenis akta kelahiran yang dikeluarkan dan prosedur pembuatannya. Misalkan untuk pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu 1 (satu) tahun dilaksanakan berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri.

Adapun Persyaratan untuk memperoleh akta kelahiran bagi anak yaitu:

1. Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran.57 Penduduk Warga Negara Indonesia mengisi Formulir Surat Keterangan Kelahiran dengan menunjukan persyaratan.58

2. Pencatatan kelahiran dalam Register Akta Kelahiran dan penerbitan Kutipan Akta Kelahiran terhadap peristiwa kelahiran seseorang yang tidak diketahui asal-usulnya atau keberadaan orang tuanya, didasarkan pada laporan orang yang menemukan dilengkapi Berita Acara Pemeriksaan dari kepolisian.59

3. Pencatatan peristiwa kelahiran dilakukandengan memperhatikan:60

56

Miftah Thoha. Dimensi-dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara. Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2005, hlm 27

57

Pasal 27 ayat (2) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan

58

Pasal 53 Peraturan Presiden Nomor 25 tahun 2008 Tentang Persyaratan Dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk Dan Pencatatan Sipil

59

Pasal 28 ayat (1) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan

60

Pasal 51 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 25 tahun 2008 Tentang Persyaratan Dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk Dan Pencatatan Sipil

(25)

a. tempat domisili ibunya bagi penduduk Warga Negara Indonesia

b. di luar tempat domisili ibunya bagi penduduk Warga Negara Indonesia;

c. tempat domisili ibunya bagi penduduk Orang Asing;

d. di luar tempat domisili ibunya bagi penduduk Orang Asing;

e. Orang Asing pemegang Izin Kunjungan; dan

f. anak yang tidak diketahui asal usulnya atau keberadaan orang tuanya

4. Pencatatan kelahiran penduduk Warga Negara Indonesia dilakukan dengan memenuhi syaratberupa:61

a. Surat kelahiran dari dokter/bidan/penolong kelahiran;

b. nama dan identitas saksi kelahiran;

c. KK orang tua;

d. KTP orang tua; dan

e. Kutipan Akta Nikah/Akta Perkawinan orang tua.

5. Formulir Surat Keterangan Kelahiran ditandatangani oleh pemohon dan diketahui oleh Kepala Desa/Lurah. Kepala Desa/Lurah berkewajiban meneruskan Formulir Surat Keterangan Kelahiran kepada UPTD Instansi Pelaksana untuk diterbitkan Kutipan Akta Kelahiran. Pejabat Pencatatan Sipil pada Instansi Pelaksana/UPTD Instansi Pelaksana mencatat dalam Register Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran dan menyampaikan kepada Kepala Desa/Lurah atau kepada pemohon.62

61

Pasal 52 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 25 tahun 2008 Tentang Persyaratan Dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk Dan Pencatatan Sipil

62

Pasal 53 Peraturan Presiden Nomor 25 tahun 2008 Tentang Persyaratan Dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk Dan Pencatatan Sipil

(26)

6. Pencatatan kelahiran Penduduk Warga Negara Indonesia dilakukan dengan tata cara:63

a. Penduduk Warga Negara Indonesia mengisi Formulir Surat Keterangan Kelahiran dengan menyerahkan surat kelahiran dari dokter/bidan/penolong kelahiran dan menunjukkan KTP ibu atau bapaknya kepada Instansi Pelaksana.

b. Pejabat Pencatatan Sipil pada Instansi Pelaksana mencatat dalam Register Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran.

7. Pencatatan kelahiran anak yang tidak diketahui asal usulnya atau keberadaan orang tuanyadilakukan dengan tatacara:64

a. Pelapor/pemohon mengisi formulir surat keterangan kelahiran dengan menyertakan Berita Acara Pemeriksaan Kepolisian.

b. Pejabat Pencatatan Sipil pada Instansi Pelaksana mencatat dalam Register Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran.

Dalam Pasal 27 (1) Undang-undang No. 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan disebutkan bahwa setiap kelahiran wajib dilaporkan oleh penduduk kepada instansi pelaksana di tempat terjadinya peristiwa kelahiran paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak kelahiran. Selanjutnya, Pasal 27 (2) menyebutkan bahwa berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran. Begitu besarnya manfaat akta kelahiran, hampir setiap urusan kita membutuhkan akta kelahiran, namun kendati demikian masih banyak masyarakat yang enggan mengurusnya secara cepat. Mereka sering menunda pengurusannya karena malas.

63

Pasal 54 Peraturan Presiden Nomor 25 tahun 2008 Tentang Persyaratan Dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk Dan Pencatatan Sipil

64

Pasal 58 Peraturan Presiden Nomor 25 tahun 2008 Tentang Persyaratan Dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk Dan Pencatatan Sipil

(27)

bahkan masih ada yang tidak mau mengurusnya sama sekali. Padahal idealnya, pembuatan akta kelahirandilakukan dalam waktu 60 hari sejak persalinan. Dengan demikian setiap kelahirandilaporkan dengan cepat, sehingga mendukung upaya pencatatan kependudukan secara akurat, sebagaimana diamanahkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006.

Peningkatan pelayanan Administrasi Kependudukan sejalan dengan tuntutan pelayanan Administrasi Kependudukan yang profesional, memenuhi standar teknologi informasi, dinamis,tertib, dan tidak diskriminatif dalam pencapaian standar pelayanan minimal menuju pelayanan prima yang menyeluruh untuk mengatasi permasalahan kependudukan, perlu dilakukan penyesuaian terhadap beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Meskipun akta kelahiran merupakan dokumen yang sangat penting, namun masih banyak masyarakat yang enggan mengurusnya secara cepat. Mereka sering menunda pengurusannya karena malas. bahkan masih ada yang tidak mau mengurusnya sama sekali. Padahal idealnya, pembuatan akta kelahiran dilakukan dalam waktu 60 hari sejak persalinan. Dengan demikian setiap kelahiran dilaporkan dengan cepat, sehingga mendukung upaya pencatatan kependudukan secara akurat, sebagaimana diamanahkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006. Begitu besarnya manfaat Akta Kelahiran, hampir setiap urusan, membutuhkan Akta Kelahiran. Akta Kelahiran ini bisa dikatakan sebagai kebutuhan administrasi dasar yang harus dipenuhi oleh setiap orang.65

Sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan Pasal 27, bahwa setiap kelahiran wajib dilaporkan oleh penduduk kepada instansi pelaksana (Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil

65

Eric Tampubolon. 2006. Tinjauan terhadap Aturan Pencatatan Sipil dalam Undang-Undang

Referensi

Dokumen terkait

sangat penting untuk memperkuat positioning produk ramah lingkungan Pertamax ini. Kedua, hasil penelitian juga menemukan bahwa sikap memediasi pengetahuan lingkungan terhadap

Akan tetapi pada lahan yang terdegradasi, seperti pada hutan yang telah banyak dibuka menjadi kebun kelapa sawit dan agrofrest karet di Batang Serangan, Sumatera Utara, daya

(1) Permohonan perubahan jenis bidang penyelenggara pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf (b) dilakukan lembaga pelatihan dengan

Dari hasil survei tersebut dapat disepakati oleh TIM bahwa Desa Perigi layak digunakan sebagai tempat untuk melaksanakan program Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa dasar hukum tindak pidana Begal merujuk pada pasal 362, 363, dan 365 KUHP, pasal 362 KUHP

Kemampuan penghambatan pertumbuhan isolat bakteri oleh ekstrak ganggo tersebut berkaitan dengan komponen kimia yang kemungkinan bersifat sebagai antibakteri.. Komponen

Rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah adakah pengaruh ukuran perusahaan likuiditas dan solvabilitas tehadap profitabilitas secara simultan dan parsial

a) Mayoritas perusahaan yang tidak melakukan fraudulent financial reporting pada sektor pertambangan yang terdaftar di BEI pada tahun 2014-2017 sebesar 80 (85,1%).