• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pilot Project Analisis Kelayakan Pendirian KPK-Regional (KPK-R)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pilot Project Analisis Kelayakan Pendirian KPK-Regional (KPK-R)"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

Pilot Project Analisis Kelayakan Pendirian

KPK-Regional (KPK-R)

(2)

Kompleksitas

1975: 135 juta penduduk Indonesia 27 Provinsi ??? Kab/Kota Tak ada KPK 2013: 245 juta penduduk Indonesia. 33 Provinsi ??? Kab/Kota KPK di Jakarta

(3)

Gambaran sistem pemerintahan di Indonesia

(4)

Perubahan Struktural pasca reformasi

Birokrat

Judikatif

Politisi

Politisi

Judikatif

Birokrat

• Perubahan struktur

organisasi tidak

diikuti perubahan

perilaku dan pola

berfikir

• Reformasi di

Indonesia mirip

dengan English Civil

War (1642–1651)

(5)

Dampak Otonomi Daerah

Otonomi

Daerah

Orba

• Pemerintah pusat bak seorang jenderal tanpa pasukan (jalur informasi dan kebijakan terputus), sehingga asymmetric information semakin memburuk

– Moral hazard merebak – Adverse selection tumbuh

(6)

Tantangan

Korupsi

KPK

• Otonomi daerah menyebarkan korupsi ke tingkat

daerah

• Namun DPR membatasi ruang gerak KPK agar

hanya berada di Jakarta saja.

(7)

Posisi Indonesia Dibanding Negara Lain

Indonesia Negara Maju Kapitalis Negara Maju Sosialis

Peran negara dalam

engelolaan sumberdaya umum cenderung minim

Pengelolaan sumberdaya umum diatur ketat oleh pemerintah

Pengelolaan sumberdaya umum diatur ketat oleh pemerintah Perencanaan pembangunan

berjangka ultra pendek

Perencanaan pembangunan jangka panjang

Perencanaan pembangunan jangka panjang

Sebagian besar sektor kesehatan diserahkan ke mekanisme pasar

Sektor kesehatan diatur ketat oleh pemerintah dan

penggunaan asuransi intensif

Sektor kesehatan diatur dan dikelola penuh oleh pemerintah Tidak memiliki Single Identity

Number

Memiliki Single Identity Number

Memiliki Single identity Number

(8)

Tantangan

• Korupsi telah mengalami ‘displacement effect’ atau

bahkan pemerataan ke daerah-daerah (korupsi ikut

terdesentralisasi)

• Namun KPK justru dipaksa DPR untuk tetap berada

di pusat (sentralistik).

• Terdapat playing field yang tidak seimbang antara

koruptor vs KPK

(9)

Pendahuluan

• Korupsi sebagai extra ordinary crime

merupakan salah satu masalah utama di Indonesia

• Teknik korupsi di Indonesia termasuk yang tercanggih di dunia dan belum tentu ditemukan di negara lain

– Makelar kasus – Joki napi, dll

• KPK sejak berdiri tahun 2005

berhasil mengukir kinerja terbaik di dunia:

– 100% conviction rate

• KPK memiliki fungsi:

– Penindakan korupsi – Pencegahan korupsi

• Meski KPK terbukti menjadi

lembaga anti korupsi tersukses

di dunia, keberadaan KPK

masih terbatas di Jakarta.

Sementara wilayah Indonesia

terbentang dari Sabang hingga

Merauke, yang setara dengan

dari London hingga Moskwa

(10)

Permasalahan

• Sejak era reformasi, korupsi

menyebar dari Pusat menuju ke

daerah akibat otonomi daerah

• Didasarkan database korupsi

dari P2EB FEB UGM,

sebagian besar kasus korupsi

yang ditangani MA 2001-2012

terjadi di daerah.

• Skala korupsi di daerah tidak

kalah dengan skala korupsi di

tingkat pusat

• Database Korupsi P2EB (2001-2012): – Korupsi pusat

• Jumlah kasus: 158 (kasus atau orang?)

• Nilai Rp27,79 triliun (harga berjalan)

(mhn dibuat harga 2012),

• rata-rata korupsi = Rp 175,9 miliar

(median lbh bagus)

– Korupsi daerah

• Jumlah kasus: 1673,

• nilai Rp43,53 triliun (harga berjalan, • rata-rata korupsi Rp26 miliar

(komentar perbaikan sama dengan di atas)

(11)

Permasalahan (1)

• Teknik korupsi yang

terjadi di daerah tidak

lebih sederhana daripada

yang terjadi di pusat

• Fungsi pencegahan KPK

masih terbatas untuk

kementerian dan lembaga

di pusat dan belum

menjangkau lembaga

pemerintah tingkat daerah.

• Akses masyarakat ke KPK tidak homogen akibat:

– Kendala geografis – Budaya tatap muka – Reliabilitas sistem pos

– Kendala teknologi komunikasi • Dari sisi pelaporan, keterbatasan

akses menimbulkan biaya transaksi yang tidak sedikit.

• Delik korupsi seringkali terkait dengan spesifikasi geografis.

(12)

Permasalahan (2)

• Dari sisi penanggulangan dan

pencegahan korupsi,

heterogenitas akses

meningkatkan biaya transaksi.

• Biaya koordinasi antara KPK

dan lembaga terkait di daerah

cenderung tinggi akibat

heterogenitas akses

• Inspeksi LHKPN terpaksa

dilakukan dengan metoda

purposive random sampling

• Mandat KPK sesuai UU

KPK (2002) adalah

menangani korupsi skala

besar (Rp 1 miliar ke atas)

• Nilai rupiah saat ini merosot

tajam dibandingkan nilai

rupiah tahun 2002 akibat

tingginya inflasi

– Total inflasi lebih dari 100%

selama kurun waktu tersebut

(13)

Tantangan

• Bagaimana meningkatkan akses masyarakat terhadap

KPK di tingkat daerah?

• Bagaimana meningkatkan detection rate terhadap

tindak pidana korupsi di tingkat daerah?

• Bagaimana meningkatkan conviction rate terhadap

tindak pidana korupsi di tingkat daerah?

• Bagaimana meningkatkan aspek pencegahan korupsi di

tingkat daerah?

(14)

Usulan Strategi

• KPK-Regional (KPK-R) perlu

dibentuk di daerah

• KPK-R adalah kepanjangan tangan dari KPK dan fokus pada

penanggulangan dan pencegahan korupsi di daerah.

• Diperlukan pilot project

pembentukan KPK-R di lima pulau utama di Indonesia: 1) Jawa; 2)

Sumatera; 3) Kalimantan; 4) Sulawesi dan 5) Papua

• Monitoring dan evaluation dilakukan untuk mengetahui efektivitas

pembentukan KPK-R

• Keberlangsungan KPK-R

ditentukan oleh keberhasilan

pilot project KPK-R yang

dihitung dengan menggunakan

impact evaluation

• Evidence-based policy digunakan

untuk menentukan apakah

KPK-R memiliki value for money

dan hasil analisis menjadi dasar

apakah pilot project akan di

mainstream ke wilayah lain di

Indonesia atau tidak

(15)

Impact Evaluation KPK-R

• KPK-R – Input: • Biaya pendirian KPK-R • Biaya operasional KPK-R – Output

• Jumlah kasus yang ditangani • Jumlah pelaporan

• Kerjasama pencegahan

– Outcome

• Conviction rate di daerah

• Kualitas tuntutan jaksa KPK-R di daerah

• Nilai korupsi yang berhasil dicegah di daerah

• Wilayah program:

– Jawa Timur, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan dan Papua

• Counterfactual:

– Jawa Tengah, Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara dan Papua Barat

• Baseline:

– Kasus korupsi di PN dan PT untuk 3 tahun terakhir sebelum KPK-R dibentuk

(16)

Periodisasi Pilot Project

Persiapan KPK-R dan

baseline survey • 1 tahun Pelaksanaan Pilot Proyek &

monitoring • 3 tahun • Diikuti monitoring Evaluasi Pilot Project

• 1 tahun

(17)

Kondisi Pelaporan Kasus Existing

• Mekanisme pelaporan saat ini

masih sensitif terhadap

kemudahan akses pelapor ke

KPK

• Semakin sulit akses pelapor ke

KPK (akibat faktor geografis,

teknologi dan budaya), inersia

masyarakat untuk tidak

melaporkan kasus korupsi ke

KPK meningkat

• Semakin sulit wilayah asal

pelapor, semakin tinggi biaya

transaksi yang harus

ditanggung oleh KPK untuk

menindaklanjuti laporan

tersebut

• Jika KPK terkendala

anggaran, maka KPK akan

cenderung menindaklanjuti

laporan di daerah yang dekat

dengan kantor KPK

(18)
(19)

Keterangan Payoffs

• B(R) = manfaat pelaporan bagi si pelapor

• MCR(AC) = marginal cost

pelaporan (bagi si pelapor) yang merupakan fungsi dari akses. Akses yang mudah dinyatakan dengan AC, sementara akses yang sulit

dinyatakan dengan AC’ dimana AC & AC’ adalah bilangan positif.

• B(SC) = manfaat pelaporan

masyarakat terhadap KPK yang merupakan fungsi dari searching cost (SC) dan B(SC) berslope

• RB(E) = manfaat reputasi

penindakan yang merupakan fungsi dari biaya penindakan dan fungsi berslope positif

• MCE(AC) = marginal cost of enforcement yang merupakan

fungsi dari AC atau akses. Semakin sulit mengakses daerah, semakin tinggi nilai MCE.

• AC dan AC’ bernilai positive dan AC’>AC, yang berarti akses ke daerah sulit membutuhkan biaya lebih besar daripada akses ke daerah yang mudah dijangkau.

(20)

Solusi

• Di kawasan dengan akses mudah:

– q

m*

= MCR(AC)-B(R,TT)/[B(R,T)-B(R,TT)]

– p

m*

= MCE(AC)- RB(E,TL(AC))/[RB(E,TL(AC))-RB(E, L(AC))]

– Syarat: MCE(AC) < 2RB(E, TL(AC))-RB(E,L(AC))

– Non degenerate: RB(E,TL(AC))>RB(E, L(AC))

– Mixed strategy: MCE(AC)≥RB(E, TL(AC))

• Di kawasan dengan akses sulit:

– q

s*

= MCR(AC*)-B(R,TT)/[B(R,T)-B(R,TT)]

(21)

Kondisi Pelaporan Pasca KPK-R

• Mekanisme pelaporan dengan

adanya KPK-R semakin

mudah bagi masyarakat di

daerah (menurunkan biaya

transaksi untuk pelaporan)

• Semakin mudah pelaporan ke

KPK melalui KPK-R

meningkatkan potensi

masyarakat untuk melaporkan

adanya kasus korupsi di

daerah

• KPK-R menurunkan biaya

transaksi yang harus ditanggung

oleh KPK untuk

menindaklanjuti laporan dari

daerah

• Jika KPK terkendala anggaran,

maka keberadaan KPK-R

menurunkan tendensi

penanganan laporan di wilayah

pusat saja. Dengan demikian

tidak ada perbedaan likelihood

pelaporan antara di pusat dan di

(22)
(23)

Kondisi Penindakan Existing

• Semakin jauh suatu daerah

dari pusat, semakin tinggi

potensi untuk melakukan

tindak korupsi

• Semakin jauh suatu daerah,

semakin besar biaya KPK

untuk menindak korupsi di

daerah tersebut

• Biaya marginal enforcement

(MCE(AC)) bagi KPK

meningkat ketika harus

menangani kasus di daerah

dengan akses yang sulit

• Jika KPK terkendala

anggaran, maka KPK akan

cenderung menindak kasus

korupsi di daerah yang dekat

dengan kantor KPK

(24)
(25)

Keterangan Payoffs

• B(C) = manfaat yang diterima dari aktivitas korupsi, berbanding lurus dengan intensitas korupsi C

• CPE(AC) = biaya individu selama proses penyidikan dan pengadilan, yang berbanding lurus dengan akses • DC(S) = direct disutility of

sentencing, yang besarnya berbanding terbalik dengan intensitas hukuman S • IC(S) = indirect disutility of

sentencing, yang besarnya berbanding terbalik dengan intensitas hukuman S • R(S) = efek reputasi yang muncul

• B(E) = manfaat yang muncul akibat enforcement, yang besarnya berbanding lurus dengan probabilitas maupun intensitas enforcement

• RI(E) = institutional reputation benefits yang muncul akibat enforcement dan berbanding lurus dengan probabilitas maupun intensitas enforcement

• MCE(AC) = marginal cost of enforcement yang besarnya berbanding terbalik dengan akses (AC). Jika akses ke suatu daerah semakin sulit, maka semakin besar pula marginal cost of enforcement yang harus ditanggung oleh KPK

• Akses ke suatu daerah diasumsikan

(26)

Solusi

• Di kawasan dengan akses mudah:

– qm* = B(C)/[CPE(AC)+DC(S)+IC(S)+R(S)]

– pm* = MCE(AC)/[B(E)+R(E)]

• Di kawasan dengan akses sulit:

– qs* = B(C)/[CPE(AC’)+DC(S)+IC(S)+R(S)]

– ps* = MCE(AC’)/[B(E)+R(E)]

• Dimana: AC’>AC, sehingga MCE(AC)<MCE(AC’), dan CPE(AC)<CPE(AC’)

• Sehingga: q

*

m

> q

*s

, p

*m

>p

*s

, dengan demikian potensi untuk

melakukan korupsi lebih tinggi di daerah dengan akses sulit,

dan probabilitas penanganan korupsi di daerah dengan akses

sulit cenderung lebih rendah dibandingkan dengan daerah

dengan akses mudah.

(27)

Kondisi Penindakan Pasca KPK-R

• Biaya marginal enforcement kasus korupsi di daerah

menurun pasca KPK-R

• Masalah region specific corruption method dengan

mudah diatasi oleh keberadaan KPK-R

• Terdapat potensi spesialisasi penanganan kasus

korupsi yang spesifik di daerah tertentu

• Akibatnya probabilitas enforcement di pusat dan di

daerah akan relatif sama

(28)
(29)
(30)

Kondisi Pencegahan Existing

• Kegiatan pencegahan oleh KPK cenderung terbatas

kepada K/L di tingkat pusat

• KPK masih terbatas dalam menjangkau intansi

pemerintah di tingkat daerah untuk melaksanakan

fungsi pencegahan

• Fungsi pencegahan berbanding terbalik dengan

kesulitan akses ke daerah

(31)
(32)

Keterangan Payoffs

• B(R) = manfaat pelaporan bagi si pelapor

• MCR(AC) = marginal cost

pelaporan (bagi si pelapor) yang merupakan fungsi dari akses. Akses yang mudah dinyatakan dengan AC, sementara akses yang sulit

dinyatakan dengan AC’ dimana AC & AC’ adalah bilangan positif.

• B(SC) = manfaat pelaporan

masyarakat terhadap KPK yang merupakan fungsi dari searching cost (SC) dan B(SC)beslope positif.

• RB(E) = manfaat reputasi

penindakan yang merupakan fungsi dari biaya penindakan dan fungsi berslope positif

• MCE(AC) = marginal cost of enforcement yang merupakan

fungsi dari AC atau akses. Semakin sulit mengakses daerah, semakin tinggi nilai MCE.

• AC dan AC’ bernilai positive dan AC’>AC, yang berarti akses ke daerah sulit membutuhkan biaya lebih besar daripada akses ke daerah yang mudah dijangkau.

(33)
(34)

Kondisi Pencegahan Pasca KPK-R

• KPK pusat akan fokus pada pencegahan di tingkat

pusat, KPK-R fokus pada pencegahan di tingkat daerah

• Sistem LHKPN dapat ditingkatkan efektivitasnya

dengan menggunakan metoda stratified random

sampling untuk inspeksi pelaporan

• Biaya transaksi untuk melakukan koordinasi dengan

SKPD di tingkat daerah dalam rangka program

(35)
(36)
(37)

KPK’s Existing Structure

Pimpinan

Deputi Bidang

Pencegahan Deputi BidangPenindakan Informasi & DataDeputi Bidang

Deputi Bidang Pengawasan Internal & Pengaduan Masyarakat Sekretariat Jenderal Penasihat

(38)

Tipe Struktur Berdasarkan Tanggung Jawab

• Ada dua tipe hierarchy (Calvo and Wellisz, 1978):

1. Divisional hierarchy (M–Form): all activities pertaining

to a product or region are organized into divisions.

2. Functional hierarchy (U–Form): all activities pertaining

to a particular function are organized into departments.

Apabila KPK ingin lebih menjangkau

pemberantasan Korupsi di daerah

(39)

KPK with Divisional Hierarchy

PIMPINA N Kepala Perwakilan X Kepala Perwakilan Y Kepala Bidang A di X Kepala Bidang B di X Kepala Bidang A di Y Kepala Bidang B di Y Penasihat

Dengan penambahan unit kantor perwakilan, maka KPK dapat lebih

menjangkau

pemberantasan korupsi di daerah. Namun terdapat problem koordinasi dan supervisi, dimana tiap bidang menjadi lebih sulit berkoordinasi antar

(40)

Tipe Struktur Berdasarkan Informasi

• Ada dua tipe hierarchy (Calvo and Wellisz, 1978):

1. Centralized Structure: All activity is reported to the

CEO, all pairwise synergies and global synergies can be

identified.

2. Decentralized Structure: No activity is reported to the

CEO, some pairwise synergies are identified by middle

managers but global synergies cannot be identified.

Centralized Structure diperlukan agar

kehadiran kantor Perwakilan tidak

(41)

Refinement: Matrix Structure (MS)

PIMPINAN Kepala Bidang A Kepala Perwakilan X Kepala Perwakilan Y Kepala Bidang B Kepala Bidang A di X Kepala Bidang A di Y Kepala Bidang B di X Kepala Bidang B di Y Penasihat

(42)

• Dengan matrix structure, tidak ada pendelegasian kewenangan. Kantor Perwakilan KPK hanyalah

kepanjangan tangan dari KPK. • Pembagian tugas dan fungsi tiap

bidang yang ada di perwakilan tetap berada dibawah pengawasan dan tanggung jawab dari existing deputi bidang yang ada di Jakarta.

• Kepala Perwakilan hanya bertugas sebagai koordinator dari unit bidang dan bertanggung jawab langsung kepada pimpinan KPK.

Refinement: Matrix Structure (MS)

• Kepala Bidang di

perwakilan hanyalah

kepanjangan tangan

dari Deputi Bidang

KPK yang sudah ada.

• Koordinasi antara

kantor perwakilan

dengan yang di Jakarta

dapat dilakukan melalui

via internet

(43)

• Kepala Bidang dari perwakilan daerah tertentu

harus bertanggung jawab kepada dua pihak:

Kepala Perwakilan dan Deputi Bidang. Mereka

harus bisa menyeimbangkan kepentingan

perwakilan dan kepentingan bidang.

• Ini memberi tantangan complexitas prioritas

(44)

Pertanyaan

• Maximum Capacity dari Komisaris, terutama jika

semakin banyak pelaporan?

– Usul: 5C3, dilakukan randomisasi collegial -> baik

dari susunan tim komisaris maupun proposal mana

yang dikerjakan.

(45)

Kesimpulan

• Pembentukan KPK-R di daerah sangat layak untuk dilakukan karena akan: – Meningkatkan potensi pelaporan kasus korupsi di daerah

– Meningkatkan kemampuan KPK dalam melakukan penindakan korupsi terutama di daerah

– Meningkatkan kemampuan KPK dalam melaksanakan pencegahan korupsi terutama di daerah

• Pilot project pembentukan 5 KPK-R dapat segera dilakukan dan diikuti oleh monitoring dan evaluasi untuk membangun evidence-based policy

• KPK-R menjamin peningkatan pelaporan dari daerah, penanggulangan korupsi di daerah dan juga koordinasi di daerah antara KPK-R dan instansi daerah

(46)

Referensi

Dokumen terkait

Pada pernyataan ini Qisthi merasa tidak diketahui identitasnya sebagai muslim kemudian disetujui oleh Gita yang merasa dirinya sama seperti Qisthi. Seperti yang

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses penyusunan anggaran pada Pemkab Bandung, menguji apakah terdapat pengaruh positif signifikan partisipasi

1. Melakukan pengumpulan data yang diperoleh dari hasil kuesioner yang telah diberikan kepada 41 responden yang berisi 8 pernyataan untuk variabel X1 , 5 pernyataan

Pada penelitian ini menunjukan bahwa semakin pemilik atau pengelola usaha kain endek di Kabupaten Klungkung memiliki sikap proaktif, inovatif, keagresifan dalam

Balai Besar Veteriner Denpasar (BBV Denpasar) telah melakukan pengembangan metoda indirect FAT Rabies dengan menggunakan antibodi monoklonal yang berasal dari

Pada dasarnya ada empat jenis kerusakan lingkungan perairan pantai yang disebabkan oleh kegiatan manusia, yang bisa memberikan dampak pada lingkungan lamun. Pertama, kerusakan

Σ–307: tri žerjavnice tu razpostavijo brž po dvorani αὐτίκα λαμπτῆρας τρεῖς ἵστασαν ἐν μεγάροισιν Σ–374: polje pa štirih orál, in plug zarezal bi

6 Dengan demikian, peneliti dapat memilah-milah sesuai fokus penelitian yang telah disusun, peneliti juga dapat mengenal lebih dekat dan menjalin hubungan baik