• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dina Okfina Ria, Suradi, Reviono, Jatu Aphridasari, Maryani

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Dina Okfina Ria, Suradi, Reviono, Jatu Aphridasari, Maryani"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

J Respir Indo Vol. 34 No. 4 Oktober 2014

174

Korespondensi: dr. Dina Okfina Ria, Sp.P Email: okfinariad@yahoo.com; HP: 082322301972

Tingkat Resistensi terhadap Antibiotik dan Durasi Rawat Inap

pada Pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik Eksaserbasi

Akut di Rumah Sakit Dr. Moewardi

Dina Okfina Ria, Suradi, Reviono, Jatu Aphridasari, Maryani

Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta

Abstrak

Latar Belakang: Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan masalah kesehatan di dunia. Morbiditas dan mortalitas pasien dengan

PPOK terkait dengan eksaserbasi yang berulang. Eksaserbasi memicu berbagai kondisi klinis yang mempengaruhi durasi rawat inap. Resistensi terhadap antibiotik ditemukan pada infeksi sekunder pada pasien PPOK. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara tingkat resistensi terhadap antibiotik dan durasi rawat inap pada pasien dengan PPOK eksaserbasi akut.

Metode: Disain studi yang digunakan ialah potong lintang dan analisis statistik dengan uji chi square. Penelitian ini dilakukan di Rumah

Sakit Dr. Moewardi dengan mengambil catatan medis pasien PPOK dengan eksaserbasi akut dirawat pada bulan Januari 2011 sampai dengan Desember 2012. Tingkat resistensi antibiotik disajikan dalam pansensitive, resistensi monodrug dan multidrugresistant (MDR). Durasi rawat inap 2-17 hari.

Hasil: Pada 105 pasien, sebagian besar bakteri yang ditemukan adalah Klebsiella pneumonia 34,3% (36/105), Acenitobacter baumannii

18,1% (19/105), dan Staphylococcus aureus 15,2% (16/105). Level tertinggi dari resistensi terhadap antibiotik adalah MDR 32,4% (34/105), resistensi monodrug 31,4% (33/105) dan pansensitive 36,2% (38/105). Komorbiditas yang hipertensi 41,0% (43/105), penyakit jantung 22,9% (24/105), dan diabetes mellitus 8,6% (9/105). Rawat inap terpanjang yaitu 17 hari, sedangkan durasi terpendek yaitu 2 hari. Uji statistik menunjukkan bahwa tingkat resistensi mempengaruhi durasi rawat inap (p = 0,013).

Kesimpulan: Tingkat resistensi terhadap antibiotik mempengaruhi durasi rawat inap pasien PPOK eksaserbasi akut. (J Respir Indo. 2014; 34: 174-9)

Kata kunci: resistensi, lama rawat inap, PPOK eksaserbasi akut.

Antibiotic Resistance and Length of Hospitalization in Patients

with Acute Exacerbation of Chronic Obstructive Pulmonary

Disease in Dr. Moewardi Hospital

Abstract

Backgrounds: Chronic obstructive pulmonary disease (COPD) is a health problem in the world. Morbidity and mortality of patients with

COPD associated with frequent exacerbations. Exacerbation triggers many clinical conditions affecting long hospitalization. Resistance to antibiotics found in secondary infections in treated patients with COPD. The aim of this study is determine the relationship between level of resistance to antibiotics and length of hospitalization in patients with acute exacerbation of COPD.

Methods: The study used cross-sectional design and statistical analysis with chi square test. This study was conducted at Dr. Moewardi

Hospital by taking medical records of COPD patients with acute exacerbation treated between January 2011 until December 2012 were 105 subjects enrolled. Resistance level of antibiotics classified of pansensitive, monodrug resistant and multidrugresistant (MDR). Duration of hospitalization 2-17 days.

Results: Among 105 subjects, the most frequent found were Klebsiella pneumonia 34.3% (36/105), Acenitobacter baumannii 18.1%

(19/105), and Staphylococcus aureus 15.2% (16/105). Resistance to antibiotics was MDR 32.4% (34/105), monodrug resistant 31.4% (33/105) and pansensitive 36.2% (38/105). Comorbidities were hypertension 41.0% (43/105), heart disease 22.9% (24/105), and diabetes mellitus 8.6% (9/105). The statistical test demonstrated that resistance levels affected the length of stay with p=0.013.

Conclusion: The level of resistance to antibiotics affected the length of stay COPD patients with acute exacerbation. (J Respir Indo. 2014; 34: 174-9)

(2)

PENDAHULUAN

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) meru­ pakan penyakit paru yang ditandai hambatan aliran udara persisten secara progresif serta berhubungan dengan respons inflamasi kronik saluran napas terhadap partikel atau gas berbahaya.1,2 Saat ini, PPOK merupakan penyebab keempat terjadinya morbiditas kronis dan mortalitas.3 The Global Burden

of Disease Study memperkirakan pada tahun 2020

PPOK akan menempati urutan ketiga penyebab kematian tertinggi di dunia setelah penyakit jantung koroner dan stroke.1

Eksaserbasi akut merupakan penyebab utama rawap inap pasien PPOK. Kondisi ini merupakan diagnosis klinis saat pasien mengalami peningkatan batuk, produksi sputum dan/atau sesak napas dalam waktu 24­48 jam. Gejala eksaserbasi sering diikuti batuk dan demam. Semakin sering terjadi eksaserbasi akut, maka akan semakin berat kerusakan paru sehingga semakin memperburuk fungsinya. Eksaserbasi dihubungkan dengan reaksi inflamasi saluran napas oleh berbagai sebab. Faktor pemicu utama adalah infeksi bakteri, virus, pajanan lingkungan dan faktor komorbid lain, namun hampir 50­70% penyebab eksaserbasi adalah infeksi.4,5

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) eksa­ serbasi akut berperan cukup besar terhadap morbiditas pasien. Inflamasi saluran napas pada PPOK dipicu oleh keberadaan bakteri pada saluran napas bawah secara persisten.6 Terdapatnya infeksi pada kondisi tersebut berdampak pada tingkat mortalitas yang tinggi di dunia. Hal ini diperparah dengan meningkatnya prevalensi resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik, teru­ tama mikroorganisme Streptococcus pneumoniae,

Moraxella catarrhalis dan Haemophilus influenza.7 Mekanisme resistensi terhadap β-lactam pada H.

influenzaedan M. Catarrhalis berkaitan erat dengan serine β-lactamase tipe kelas A, sedangkan strain P. aeruginosa menunjukkan jenis yang lebih luas dengan

tipe kelas A­D. Mekanisme resistensi antibiotik lainnya meliputi permeabilitas membran, sistem efflux pump dan mutasi pada target antimikroba. P. Aeruginosa menunjukkan mekanisme resistansi antimikroba

yang lebih beragam dibandingkan dengan M.

catarrhalis dan H. influenzae.6 Pola resistensi anti­ mikroba bervariasi antar daerah sehingga data prevalensi resistensi secara lokal penting diketahui sebagai panduan terapi empiris yang sesuai. Kultur sputum merupakan sarana untuk identifikasi jenis mikroorganisme penyebab eksaserbasi dan penting untuk menentukan terapi antibiotik yang sesuai.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa faktor komorbid juga meningkatkan lama perawatan pasien PPOK. Kinnunen dkk.1 menyebutkan bahwa lama perawatan pasien PPOK dengan komorbid dua kali lebih tinggi dibandingkan pasien PPOK tanpa komorbid. Komorbid dapat terjadi pada pasien PPOK derajat ringan, sedang atau berat.2,8

Meningkatnya resistensi antibiotik maupun komorbiditas berpengaruh terhadap tingkat kepa­ rahan pasien PPOK eksaserbasi akut. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara tingkat resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik dan lama rawat inap pasien PPOK eksaserbasi akut di RS Dr. Moewardi (RSDM) Surakarta.

METODE

Penelitian ini menggunakan metode

cross-sectional yang dilakukan di RS Dr. Moewardi Surakarta

dengan mengambil data rekam medis pasien yang dirawat dibangsal paru selama periode 1 Januari 2011­ 31 Desember 2012. Kriteria PPOK eksaserbasi akut adalah peningkatan sesak, penambahan pro duksi sputum dan perubahan purulensi. Derajat eksa ser­ basi berdasarkan kriteria Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dikategorikan sebagai berikut:2 1. Berat, terdapat 3 gejala

2. Sedang, terdapat 2 gejala 3. Ringan, terdapat 1 gejala

Pasien yang memenuhi diagnosis PPOK berdasarkan pemeriksaan faal paru dengan nilai volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan hasil pemeriksaan spirometri VEP1/KVP <70%. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) stabil dengan faal paru berdasarkan hasil pemeriksaan spirometri, sedangkan derajat obstruksi dinilai berdasarkan PDPI, yaitu:2

(3)

J Respir Indo Vol. 34 No. 4 Oktober 2014

176

1. Ringan, nilai VEP1 ≥ 80% nilai prediksi 2. Sedang, nilai VEP1 50­80% nilai prediksi 3. Berat, nilai VEP1 30­50% nilai prediksi 4. Sangat berat, nilai VEP1 <30% nilai prediksi

Hasil kultur bakteri sputum ditentukan ber da sar kan kultur yang tumbuh (positif) dengan hasil iso lasi bakteri dianggap sebagai infeksi bakteri sebagai penyebab eksaserbasi PPOK. Bakteri Multi Drugs Resistence (MDR) didefinisikan sebagai methicillin-resistant Staphy -loco ccus aureus, ceftazidime- atau imipenem-resistant Pseudomonas aeruginosa, Acinetobacter baumannii, Stenotrophomonas maltophilia, dan basil gram negatif

penghasil beta-lactamase spektrum luas.9

Data diolah dengan Statistical Product Service

Solution (SPSS) 18 for Windows menggunakan uji chi square untuk mengetahui hubungan antara lama

rawat inap dengan pengaruh tingkat resistansi pada pasien PPOK.

HASIL

Sejak 1 Januari 2011 sampai 31 Desember 2012 terdata 105 penderita PPOK eksaserbasi akut yang dirawat di bangsal paru RS Dr. Moewardi Surakarta. Karakteristik penderita tercantum pada Tabel 1. Data pasien meliputi umur, jenis kelamin, derajat serangan, derajat obstruksi berdasarkan nilai VEP1, gagal napas, dan riwayat merokok.

Jumlah penderita 105 terdiri dari laki­laki 85 orang (81,0%) dan perempuan 20 orang (19,0%). Sampel penelitian berumur antara 61­70 tahun dan 71­80 tahun dengan masing­masing sejumlah 41 orang (39,0%) dan 25 orang (23,8%). Responden termuda berumur 45 tahun dan tertua 90 tahun.

Riwayat bukan perokok tercatat 23,8% (25/105). Perokok sebesar 76,2% (80/105), yang meliputi 1,9% (2/105) perokok dengan Indeks Brinkman ringan (<200), 30,5% (32/105) perokok dengan Indeks Brinkman sedang (201­600), dan 43,8% (46/105) perokok dengan Indeks Brinkman berat (>600). Pemeriksaan penunjang berupa kultur sputum menunjukkan hasil 105 spesimen tumbuh dan rerata leukosit 12,49±4,82 ribu/ul. Lama perawatan pasien rata­rata 6,99±2,30 hari. Pasien

dengan PPOK derajat serangan ringan sejumlah 1,9% (2/105),sedang 34,3% (36/105) dan berat 63,8% (67/105). Penderita dengan derajat obstruksi ringan (nilai VEP1≥ 80% nilai prediksi) sejumlah 24 orang (22,9%), sedang (VEP1 50­80% nilai prediksi) 49 orang (46,7%),berat (VEP1 30­50% nilai prediksi) 29 orang (27,6%), dan sangat berat (VEP1 <30% nilai prediksi) 3 orang (2,9%).

Pasien PPOK eksaserbasi akut di RSDM yang tidak mempunyai faktor komorbid sebanyak 42,9% (45/105), sedangkan 57,1% (60/105) mempunyai komorbid. Faktor komorbid tertinggi adalah hipertensi sebanyak 41,0% (43/105), penyakit jantung 22,9% (24/105), penyakit diabetes melitus 8,6% (9/105), penyakit ginjal 2,9% (3/105), dan penyakit stroke 1,0% (1/105).

Tabel 1. Karakteristik pasien PPOK eksaserbasi akut yang dirawat di RS Dr. Moewardi Surakarta selama periode 1 Januari 2011 hingga 31 Desember 2012.

Variabel Nilai Deskriptif (N = 105)

Umur, f (%) < 51 tahun 51 – 60 th 61 – 70 th 71 – 80 th > 80 th 4 (3,8%) 21 (20,0%) 41 (39,0%) 25 (23,8%) 14 (13,3%) Jenis Kelamin, f (%) Laki­laki Perempuan 85 (81,0%)20 (19,0%) Tinggi Badan, mean ± SD 157,46 ± 6,21 Berat Badan, mean ± SD 50,20 ± 7,62 Derajat PPOK, f (%) Ringan Sedang Berat 2 (1,9%) 36 (34,3%) 67 (63,8%) Derajat Obstruksi, f (%) Ringan Sedang Berat Sangat Berat 24 (22,9%) 49 (46,7%) 29 (27,6%) 3 (2,9%) Jenis Resistansi, f (%) MDR Monoresistan Sensitif 34 (32,4%) 33 (31,4%) 38 (36,2%) Gagal Napas, f (%) Ada Tidak Ada 40 (38,1%)65 (61,9%) Leukosit, mean ± SD 12,49 ± 4,82 Lama Rawat, mean ± SD 6,99 ± 2,30 Frekuensi Rawat, f (%) Belum Pernah 1 kali 2 kali 3 kali 4 kali 5 kali 38 (36,2%) 37 (35,2%) 22 (21,0%) 6 (5,7%) 1 (1,0%) 1 (1,0%) Merokok, f (%) Bukan Perokok IB Ringan IB Sedang IB Berat 25 (23,8%) 2 (1,9%) 32 (30,5%) 46 (43,8%)

(4)

J Respir Indo Vol. 34 No. 4 Oktober 2014 177 Tabel 2. Distribusi komorbid pada pasien PPOK eksaserbasi akut

yang dirawat di RSDM periode 1 Januari 2011 hingga 31 Desember 2012.

Komorbid Jumlah Persentase

Jumlah Komorbid Tidak Ada 1 2 3 45 44 12 4 42,9% 41,9% 11,4% 3,8% Jenis Komorbid Diabetes Mellitus Hipertensi Ginjal Stroke Jantung 9 43 3 1 24 8,6% 41,0% 2,9% 1,0% 22,9%

Tabel 3. Hasil Isolasi Bakteri

Kultur Bakteri Sputum Jumlah Persentase Gram Positif Staphylococcus Streptococcus 1613 15,2%12,4% Total 29 27,6% Gram Negatif Escherichia coli Klebsiella Pseudomonas Acenitobacter Enterobacter 2 36 11 19 8 1,9% 34,3% 10,5% 18,1% 7,6% Total 76 72,4%

Peneliti membagi responden menjadi 3 kelom­ pok berdasarkan jumlah komorbid yang dimiliki oleh masing­masing responden, yakni tanpa komorbid, dengan komorbid tunggal (mempunyai 1 komorbid) dan komorbid multipel (mempunyai lebih dari 1 komorbid). Jumlah pasien tanpa komorbid sebanyak 42,9% (45/105), komorbid tunggal 41,9% (44/105), dan komorbid multipel 15,2% (n=16).

Hasil isolasi bakteri dari 105 spesimen kultur positif menunjukkan 27,6% (29/105) isolat gram positif dan 72,4% (76/105) isolat gram negatif.

Klebsiella spp (34,3%) merupakan bakteri tersering

sebagai penyebab eksaserbasi, diikuti Acenitobacter

spp (18,1%), Staphylococcus (15,2%), Streptococcus

(12,4%), Pseudomonas spp (10,5%), Enterobacter (7,6%), dan Escherichia coli (1,9%).

Gambar 1. Hubungan tingkat resistansi dan lama rawat inap pasien PPOK eksaserbasi akut di Dr. Moewardi Surakarta

Pseudomonas Acenitobacter Enterobacter 11 19 8 10,5% 18,1% 7,6% Total 76 72,4%

Hasil isolasi bakteri dari 105 spesimen kultur positif menunjukkan 27,6% (29/105) isolat gram positif dan 72,4% (76/105) isolat gram negatif. Klebsiella spp (34,3%) merupakan bakteri tersering sebagai penyebab eksaserbasi, diikuti Acenitobacter spp (18,1%), Staphylococcus (15,2%),

Streptococcus (12,4%), Pseudomonas spp (10,5%), Enterobacter (7,6%), dan Escherichia coli

(1,9%).

Gambar 1. Hubungan tingkat resistansi dan lama rawat inap pasien PPOK eksaserbasi akut di Dr. Moewardi Surakarta

Analisis hubungan antara tingkat resistansi antibiotik dan lama rawat inap menggunakan uji

chi square didapatkan nilai p=0,013 (α=5%, p<0,05) yang bermakna secara statistik. Rerata lama

rawat inap pasien berdasarkan tingkat resistansinya dapat dilihat pada Gambar 1. Lama rawat inap responden bervariasi antara 2-18 hari. Rerata lama rawat inap pasien PPOK eksaserbasi akut dengan tingkat resistansi antibiotik jenis MDR 8,09 hari, monoresistan 6,97 hari, sedangkan antibiotik yang sensitif 6,03 hari.

PEMBAHASAN

Penyakit paru obstruktif kronik terjadi karena adanya hambatan aliran udara yang bersifat kronik sebagai akibat dari respons inflamasi terhadap partikel dan gas yang terhirup. Sekitar 90% pasien PPOK merupakan perokok atau bekas perokok.10 Asap rokok menyebabkan respons inflamasi

lokal pada trakeobronkial tree dan perubahan patologis PPOK menunjukkan adanya respons

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 MDR Monoresisten Sensitif 8.09 6.97 6.03 La ma  R aw at  (h ari ) Jenis Resistensi Grafik Rata‐rata Lama Rawat Pasien

Analisis hubungan antara tingkat resistensi antibiotik dan lama rawat inap menggunakan uji chi

square didapatkan nilai p=0,013 (α=5%, p<0,05) yang

bermakna secara statistik. Rerata lama rawat inap pasien berdasarkan tingkat resistansinya dapat dilihat pada Gambar 1. Lama rawat inap responden bervariasi antara 2­18 hari. Rerata lama rawat inap pasien PPOK eksaserbasi akut dengan tingkat resistansi antibiotik jenis MDR 8,09 hari, monoresistan 6,97 hari, sedangkan antibiotik yang sensitif 6,03 hari.

PEMBAHASAN

Penyakit paru obstruktif kronik terjadi karena terdapat hambatan aliran udara yang bersifat kronik sebagai akibat dari respons inflamasi terhadap partikel dan gas yang terhirup. Sekitar 90% pasien PPOK merupakan perokok atau bekas perokok.10 Asap rokok menyebabkan respons inflamasi lokal pada trakeobronkial tree dan perubahan patologis PPOK menunjukkan respons inflamasi sebagai akibat asap rokok dan partikel yang terhirup. Karekteristik inflamasi juga didapatkan pada pasien PPOK.11 Data penelitian ini menunjukkan jumlah pasien PPOK yang merokok sebesar 76,2% (80/105) dengan populasi terbanyak adalah golongan perokok dengan indeks Brinkman berat (>600) sebesar 43,8% (46/105).

Hasil isolasi kultur pada peneltian ini menun­ jukkan Klebsiella spp (34,3%) merupakan bakteri terbanyak pada kasus eksaserbasi PPOK di RS Dr. Moewardi Surakarta, selanjutnya Acenitobacter

spp (18,1%), Staphylococcus (15,2%), Streptococcus

(12,4%), Pseudomonas spp(10,5%), Enterobacter (7,6%), dan Escherichia coli (1.9%). Hasil ini sesuai dengan penelitian pola mikroorganisme pada penyakit paru yang dilakukan Novita dkk.12 Guntur dkk.13 juga melaporkan Klebsiella spp merupakan mikroorganisme terbanyak sebagai penyebab infeksi di RS Dr. Moewardi Surakarta. Data penelitian yang didapatkan dari RS Saiful Anwar Malang, dilaporkan hasil yang berbeda yaitu penyebab PPOK eksaserbasi akut terbanyak adalah Staphylococcus coagulase negative (42,7%),

Enterobacteriae gergoviae (12,0%), Acinetobacter bau manii (12,0%), Klebsiella pneumoniae (8,0%), dan Eschericia coli (6,7%).14 Perbedaan ini disebabkan

(5)

J Respir Indo Vol. 34 No. 4 Oktober 2014

178

oleh karena pola mikroorganisme di suatu tempat berbeda di tempat yang lain.

Infeksi berperan penting dalam etiologi PPOK eksaserbasi akut. Pasien PPOK mengalami gangguan mekanisme pertahanan paru yang signifikan sehingga memudahkan kolonisasi bakteri di saluran pernapasan.15 Meningkatnya resistensi terhadap antibiotik pada kasus PPOK berkaitan dengan status kesehatan pasien selama perawatan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada pasien PPOK eksaserbasi akut di RS Dr. Moewardi, sejumlah 36,2% masih sensitif terhadap antibiotik, sedangkan 32,4% mengalami tingkat resis­ tensi mikroorganisme jenis MDR dan 31,4% jenis monoresistan.

Pada penelitian ini juga diketahui hubungan yang bermakna antara tingkat resistensi mikro­ organisme MDR terhadap antibiotik dan lama rawat inap pasien PPOK eksaserbasi akut (p=0,013). Lama rawat inap pasien PPOK eksaserbasi akut, yakni 8,09 hari pada kelompok jenis MDR, 6,97 hari pada kelompok jenis monoresistan, dan 6,03 hari pada kelompok jenis sensitif. Hal ini menunjukkan bahwa pasien PPOK eksaserbasi akut dengan tingkat resistensi yang lebih tinggi mengalami perawatan di rumah sakit lebih lama. Hasil penelitian ini sesuai dengan studi Bacakoğlu dkk. Dan Grundmann dkk. bahwa infeksi dengan MDR berkaitan dengan peningkatan lama rawat inap di rumah sakit.16,17

Komorbiditas seringkali menjadi penyebab kematian utama pada pasien PPOK eksaserbasi akut di rumah sakit.18 Hal ini penting untuk diperhatikan mengingat sebagian besar (57,1%) pasien PPOK eksaserbasi akut di RS Dr. Moewardi memiliki komorbid, di antaranya hipertensi sebanyak 41,0% (43/105), penyakit jantung 22,9% (24/105), penyakit diabetes melitus 8,6% (9/105), penyakit ginjal 2,9% (3/105), dan penyakit stroke 1,0% (1/105). Hal ini juga sesuai dengan penelitian Terzano dkk. bahwa hipertensi dan penyakit jantung merupakan komorbiditas yang paling sering pada pasien PPOK eksaserbasi akut.18 Komorbid pada pasien PPOK eksaserbasi akut juga meningkatkan lama rawat inap.19 Dengan demikian, manajemen penyakit paru, strategi pencegahan maupun pengobatan komorbiditas

yang tepat diperlukan untuk perawatan yang lebih baik pada pasien PPOK.

Keterbatasan pada penelitian ini adalah pengam­ bilan data bersifat sekunder dari data rekam medis dan kultur sputum di RS Dr. Moewardi Surakarta tidak dapat mengidentifikasi mikroorganisme atipik.

KESIMPULAN

Tingkat resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik berhubungan dengan lama perawatan pasien. Hasil penelitian ini menunjukkan pentingnya upaya pencegahan MDR pada pasien PPOK eksaserbasi akut. Penulis merekomendasikan hasil penelitian ini mendorong pemberian antibiotik lebih rasional pada pasien PPOK dengan kecenderungan eksaserbasi berulang untuk menekan resistensi di RS Dr. Moewardi Surakarta. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengeksplorasi karakteristik subjek yang berkaitan dengan mortalitas, rekurensi dan faktor prediktor readmisi pada pasien PPOK eksaserbasi akut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD), Inc. Global strategy for the diagnosis, management, and prevention of chronic obstructive pulmonary disease. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease; 2011 [updated 2013; cited 2013 september 4]. Available from: http://www.Goldcopd.org/uploads/users/files/ GOLD Report 2013 feb20.pdf.

2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK): Pedoman praktis dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2011. P. 1­32.

3. Rabe KF, Hurd S, Anzueto A, Barnes PJ, Buist SA, Calverley P, Fukuchi Y, Jenkins C, Rodriguez-Roisin R, van Weel C, Zielinski J; Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. Global strategy for the diagnosis, management, and prevention of chronic obstructive pulmonary disease: GOLD executive summary. Am J Respir Crit Care Med. 2007;176(6):532­55.

(6)

4. MacNee W. Acute exacerbation of COPD. Swiss Med Weekly. 2003;133:247­57.

5. MacNee W. Acute exacerbations and respiratory failure in chronic obstructive pulmonary disease. Proc Am Thorac Soc. 2008;5:530­5.

6. Kyd JM, McGrath J, Krishnamurthy A. Mecha­ nisms of bacterial resistance to antibiotics in infections of COPD patients. Curr Drug Targets. 2011;12(4):521­30.

7. Agmy G, Mohamed S, Gad Y, Farghally E, Mohammedin H, Rashed H. Bacterial profile, antibiotic sensitivity and resistance of lower respiratory tract infections in upper egypt. Mediterr J Hematol Infect Dis. 2013;5(1):e2013056. 8. Khilnani GC, Saikia N, Banga A, Sharma SK.

Noninvasive ventilation for acute exacerbation of COPD with very high PaCO2: a randomized controlled trial. Lung India. 2007;16(105):91­7. 9. Nseir S, Di Pompeo C, Cavestri B, Jozefowicz

E, Nyunga M, Soubrier S, Roussel­Delvallez M, Saulnier F, Mathieu D, Durocher A.Multiple-drug-resistant bacteria in patients with severe acute exacerbation of chronic obstructive pulmonary disease: Prevalence, risk factors, and outcome. Crit Care Med. 2006;34(12):2959­66.

10. Oschner YN, Rabe KF. Systemic manifestations of COPD. Chest. 2011;139:165­6.

11. Macnee W. Pathogenesis of chronic obstructive pulmonary disease. Proc Am Thorac Soc. 2005;2:258­66.

12. Novita ES, Harsini, Suradi. Bacterial profile and antibiotic resistance of pulmonary disease in the pulmonary ward of Dr. Moewardi hospital Surakarta. In: Proceeding book KONAS PDPI XII. Padang; 2011.p.78.

13. Guntur AH. The empirical antibiotic treatment in sepsis. In: Guntur AH, Yusup S, Diding HP,

editors. Kumpulan makalah National symposium the 3rd Indonesian sepsis forum. Surakarta: UNS Press; 2009.p.114­26.

14. Astuti T, Alamsyah A, Pradana RD. Profil patogen penyebab pasien penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) eksaserbasi akut (studi di Rumah Sakit Saiful Anwar Malang periode Januari ­ Desember 2010). [cited 2013 January 7]. Available from: http://old.fk.ub.ac.id/artikel/id/filedownload/ kedokteran/Majalah%20TA%20Ratih%20 Dwiputri%20Pradana%200910713029.pdf 15. Erkan L, Uzun O, Findik S, Katar D, Sanic A,

Atici AG. Role of bacteria in acute exacerbations of chronic obstructive pulmonary disease. Int J Chron Obstruct Pulmon Dis. 2008;3(3):463­7. 16. Bacakoğlu F, Korkmaz Ekren P, Taşbakan MS,

Başarik B, Pullukçu H, Aydemir S, Gürgün A, Başoğlu OK. Multidrug-resistant Acinetobacter baumannii infection in respiratory intensive care unit. Mikrobiyol Bul. 2009;43(4):575­85.

17. Grundmann H, Barwolff S, Tami A, et al. How many infections are caused by patient­to­patient transmission in intensive care units? Crit Care Med. 2005;33:946­51.

18. Terzano C, Conti V, Di Stefano F, Petroianni A, Ceccarelli D, Graziani E, Mariotta S, Ricci A, Vitarelli A, Puglisi G, De Vito C, Villari P, Allegra L. Comorbidity, hospitalization, and mortality in COPD: results from a longitudinal study. Lung. 2010;188(4):321­9.

19. Lusiana SU,Suradi, Jatui Aphridasari. The Relationship Among Comorbidities With Length Of Stay and Hospitalized Frequency Of Acute Exacerbation Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) in Moewardi Hospital, Surakarta In: Proceeding book KONAS PDPI XIII. Lampung 2012.

Gambar

Tabel 1.  Karakteristik pasien PPOK eksaserbasi akut yang  dirawat di RS Dr. Moewardi Surakarta selama periode  1 Januari 2011 hingga 31 Desember 2012.
Gambar 1. Hubungan tingkat resistansi dan lama rawat inap pasien  PPOK eksaserbasi akut di Dr

Referensi

Dokumen terkait

Resistensi bakteri dapat terjadi pada pasien yang sebelumnya telah terpapar antibiotik spektrum luas,. pasien rawat inap, atau akibat dari penanganan terapi kronis jangka

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola kuman dan resistensi bakteri terhadap antibiotik pada penderita infeksi saluran kemih di instalasi rawat inap rumah sakit

Pola resistensi antibiotik terhadap isolat bakteri aerob penyebab infeksi luka operasi di ruang rawat inap bagian bedah dan kebidanan RSUD Dr. abdul moeloek bandar

7.1.3 Perbedaan tidak bermakna (p=0.62) antara rasionalitas penggunaan antibiotik pasien anak rawat inap dengan rawat jalan di puskesmas..

Bagaimana kuantitas penggunaan antibiotik pada pasien pediatri dengan Infeksi Saluran Pernafasan Akut bagian atas pada Instalasi Rawat Inap bagian pediatri di

Peningkatan resistensi antibiotik di ruang Rawat Inap bagian Bedah dan Kebidanan RSUD Abdul Moeloek yang merupakan rumah sakit rujukan Provinsi Lampung secara umum disebabkan oleh

Peningkatan resistensi antibiotik di ruang Rawat Inap bagian Bedah dan Kebidanan RSUD Abdul Moeloek yang merupakan rumah sakit rujukan Provinsi Lampung secara umum disebabkan oleh

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola kuman dan resistensi bakteri terhadap antibiotik pada penderita infeksi saluran kemih di instalasi rawat inap rumah sakit