• Tidak ada hasil yang ditemukan

MIKROORGANISME PENYEBAB INFEKSI LUKA OPERASI DAN KEPEKAANNYA TERHADAP ANTIBIOTIK DI RSUD DR. H. ABDOEL MOELOEK BANDAR LAMPUNG TAHUN 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MIKROORGANISME PENYEBAB INFEKSI LUKA OPERASI DAN KEPEKAANNYA TERHADAP ANTIBIOTIK DI RSUD DR. H. ABDOEL MOELOEK BANDAR LAMPUNG TAHUN 2016"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

MICROORGANISM THAT CAUSE SURGICAL SITE INFECTION (SSI) AND SENSITIVITY TO ANTIBIOTICS

IN RSUD DR. H. ABDOEL MOELOEK BANDAR LAMPUNG YEAR OF 2016

By

Zulfa Labibah

Background Surgical site infection (SSI) is a nosocomial infection that the microorganisms spread through a surgical wound. SSI can be prevent by using an appropiate antibiotic prophylaxis. The research objective was to determine the microorganisms that cause SSI at RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar Lampung and the sensitivity pattern to antibiotics.

Methods This study was a descriptive study. Sampling was conducted at RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar Lampung in September-October 2016. The sample is operation wound swabs totaling 26 samples. The independent and dependent variables is a bacterium that can be isolated from the operation wound swabs and sensitivity pattern. Antibiotics used were Ceftriaxone, Cefazolin, Ampicillin-Sulbactam, Ciprofloxacin, Amikacin, and Gentamicin. Sensitivity test results compared with CLSI table. The results of the research were analyzed in descriptive.

Results Microorganisms that cause SSI are Klebsiella sp. (26.7%), Staphylococcus epidermidis (16.7%), Pseudomonas aeruginosa (13.3%), Staphylococcus saprophyticus

(13.3%), Staphylococcus aureus (10%). The microorganisms sensitivity pattern is resistent to Ampicillin-Sulbactam (56,7%), Ceftriaxone (73,3%), Cefazolin (83,3%), Gentamicin (60%), and Ciprofloxacin (60%). While the microorganisms sensitivity pattern to amikacin are sensitive (70%).

Conclusions: Microorganism that causes most SSI is Klebsiella sp. Amikacin is the most sensitive antibiotic to microorganisms that cause ILO, while the most resistant is Cefazolin.

(2)

ABSTRAK

MIKROORGANISME PENYEBAB INFEKSI LUKA OPERASI DAN KEPEKAANNYA TERHADAP ANTIBIOTIK DI RSUD DR. H. ABDOEL MOELOEK BANDAR LAMPUNG

TAHUN 2016

Oleh

Zulfa Labibah

Latar Belakang Infeksi luka operasi (ILO) merupakan infeksi nosokomial yang penyebaran mikroorganismenya melalui luka bedah. Pencegahan ILO dapat dilakukan dengan penggunaan antibiotik profilaksis yang tepat. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui mikroorganisme penyebab ILO nosokomial di RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar Lampung dan pola kepekaannya terhadap antibiotik.

Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Pengambilan sampel dilakukan di RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar Lampung pada September-Oktober 2016. Sampel merupakan swab luka operasi yang berjumlah 26 sampel. Variabel bebas dan terikat penelitian adalah bakteri yang berhasil diisolasi dari swab luka operasi dan pola kepekaannya. Antibiotik yang digunakan adalah Ceftriakson, Cefazolin, Ampisilin-Sulbaktam, Ciprofloksasin, Amikasin, dan Gentamisin. Hasil uji kepekaan dibandingkan dengan tabel CLSI. Hasil penelitian di analisis secara deskriptif.

Hasil Penelitian Mikroorganisme penyebab ILO yang banyak didapatkan adalah

Klebsiella sp. (26,7%), Staphylococcus epidermidis (16,7%), Pseudomonas aeruginosa

(13,3%), Staphylococcus saprophyticus (13,3%), Staphylococcus aureus (10%). Hasil pola kepekaan mikroorganisme penyebab ILO adalah resisten terhadap Ampisilin-Sulbaktam (56,7%), Ceftriakson (73,3%), Cefazolin (83,3%), Gentamisin (60%), dan Ciprofloksasin (60%). Sedangkan pola kepekaan terhadap Amikasin adalah sensitif (70%).

Simpulan penelitian Mikroorganisme yang paling banyak menyebabkan ILO adalah

Klebsiella sp. Pola kepekaan mikroorganisme penyebab ILO yang paling sensitif adalah terhadap Amikasin, sedangkan yang paling resisten adalah terhadap Cefazolin.

(3)

MIKROORGANISME PENYEBAB INFEKSI LUKA OPERASI (ILO) DAN KEPEKAANNYA TERHADAP ANTIBIOTIK

DI RSUD DR. H. ABDOEL MOELOEK BANDAR LAMPUNG TAHUN 2016

(Skripsi)

Oleh

ZULFA LABIBAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

MIKROORGANISME PENYEBAB INFEKSI LUKA OPERASI (ILO) DAN KEPEKAANNYA TERHADAP ANTIBIOTIK

DI RSUD DR. H. ABDOEL MOELOEK BANDAR LAMPUNG TAHUN 2016

Oleh

ZULFA LABIBAH

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

PROGAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

(5)

ABSTRACT

MICROORGANISM THAT CAUSE SURGICAL SITE INFECTION (SSI) AND SENSITIVITY TO ANTIBIOTICS

IN RSUD DR. H. ABDOEL MOELOEK BANDAR LAMPUNG YEAR OF 2016

By

Zulfa Labibah

Background Surgical site infection (SSI) is a nosocomial infection that the microorganisms spread through a surgical wound. SSI can be prevent by using an appropiate antibiotic prophylaxis. The research objective was to determine the microorganisms that cause SSI at RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar Lampung and the sensitivity pattern to antibiotics.

Methods This study was a descriptive study. Sampling was conducted at RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar Lampung in September-October 2016. The sample is operation wound swabs totaling 26 samples. The independent and dependent variables is a bacterium that can be isolated from the operation wound swabs and sensitivity pattern. Antibiotics used were Ceftriaxone, Cefazolin, Ampicillin-Sulbactam, Ciprofloxacin, Amikacin, and Gentamicin. Sensitivity test results compared with CLSI table. The results of the research were analyzed in descriptive.

Results Microorganisms that cause SSI are Klebsiella sp. (26.7%), Staphylococcus epidermidis (16.7%), Pseudomonas aeruginosa (13.3%), Staphylococcus saprophyticus

(13.3%), Staphylococcus aureus (10%). The microorganisms sensitivity pattern is resistent to Ampicillin-Sulbactam (56,7%), Ceftriaxone (73,3%), Cefazolin (83,3%), Gentamicin (60%), and Ciprofloxacin (60%). While the microorganisms sensitivity pattern to amikacin are sensitive (70%).

Conclusions: Microorganism that causes most SSI is Klebsiella sp. Amikacin is the most sensitive antibiotic to microorganisms that cause ILO, while the most resistant is Cefazolin.

(6)

ABSTRAK

MIKROORGANISME PENYEBAB INFEKSI LUKA OPERASI DAN KEPEKAANNYA TERHADAP ANTIBIOTIK DI RSUD DR. H. ABDOEL MOELOEK BANDAR LAMPUNG

TAHUN 2016

Oleh

Zulfa Labibah

Latar Belakang Infeksi luka operasi (ILO) merupakan infeksi nosokomial yang penyebaran mikroorganismenya melalui luka bedah. Pencegahan ILO dapat dilakukan dengan penggunaan antibiotik profilaksis yang tepat. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui mikroorganisme penyebab ILO nosokomial di RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar Lampung dan pola kepekaannya terhadap antibiotik.

Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Pengambilan sampel dilakukan di RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar Lampung pada September-Oktober 2016. Sampel merupakan swab luka operasi yang berjumlah 26 sampel. Variabel bebas dan terikat penelitian adalah bakteri yang berhasil diisolasi dari swab luka operasi dan pola kepekaannya. Antibiotik yang digunakan adalah Ceftriakson, Cefazolin, Ampisilin-Sulbaktam, Ciprofloksasin, Amikasin, dan Gentamisin. Hasil uji kepekaan dibandingkan dengan tabel CLSI. Hasil penelitian di analisis secara deskriptif.

Hasil Penelitian Mikroorganisme penyebab ILO yang banyak didapatkan adalah

Klebsiella sp. (26,7%), Staphylococcus epidermidis (16,7%), Pseudomonas aeruginosa

(13,3%), Staphylococcus saprophyticus (13,3%), Staphylococcus aureus (10%). Hasil pola kepekaan mikroorganisme penyebab ILO adalah resisten terhadap Ampisilin-Sulbaktam (56,7%), Ceftriakson (73,3%), Cefazolin (83,3%), Gentamisin (60%), dan Ciprofloksasin (60%). Sedangkan pola kepekaan terhadap Amikasin adalah sensitif (70%).

Simpulan penelitian Mikroorganisme yang paling banyak menyebabkan ILO adalah

Klebsiella sp. Pola kepekaan mikroorganisme penyebab ILO yang paling sensitif adalah terhadap Amikasin, sedangkan yang paling resisten adalah terhadap Cefazolin.

(7)
(8)
(9)
(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumedang, pada tanggal 23 April 1996 sebagai anak

pertama pasangan Mohamad Natsir dan Yuni Yuningsih. Penulis memiliki dua

saudara kandung, yaitu Muhammad Naufal dan Muhammad Nabil.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan di TK Al-Hidayah Jakarta

pada tahun 2001, pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDS Angkasa

IX Halim Perdana Kusuma Jakarta pada tahun 2007, pendidikan Sekolah

Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMPN 81 Jakarta pada tahun 2010,

pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMAN 67 Jakarta

pada tahun 2013.

Tahun 2013 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi

Negeri (SNMPTN).

Selama menjadi mahasiswa penulis pernah aktif dalam organisasi FSI Ibnu

Sina sebagai Staf Kesekretariatan tahun 2014-2015, PMPATD Pakis FK Unila

sebagai anggota Pengabdian Masyarakat tahun 2015-2016, dan UKM Taekwondo

(11)

Sebagai Ucapan Rasa Syukur Dan Terima Kasihku Kepada Ibu Dan Ayah Yang Sudah Membesarkanku. Serta Sebagai Persembahan Kepada Keluargaku Tersayang

Impianmu akan terwujud

Dengan syarat,

Kerahkan semua kekuatan anda dan jangan cepat putus asa.

Sabar dan teruslah berusaha

(12)

SANWACANA

Assalamualaikum Wr.Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,

yang telah melimpatkan anugrah, nikmat dan ridho-Nya. Shalawat beriring salam

tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para

sahabatnya.

Skripsi yang berjudul “Mikroorganisme Penyebab Infeksi Luka Operasi

(ILO) dan Kepekaannya Terhadap Antibiotik di RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek

Bandar Lampung Tahun 2016” ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Universitas Lampung.

Melalui kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih terhadap

semua pihak yang telah memberi dukungan moril dan spiritual kepada:

1. Kepada Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas

Lampung;

2. Kepada Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas

Lampung saat penulis diterima sebagai mahasiswi Universitas Lampung

3. Kepada Dr. dr. Muhartono, S.Ked., M.Kes., Sp. PA, selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung;

4. Kepada dr. Dwita Oktaria, S.Ked., M.Pd.Ked., selaku pembimbing akademik

(13)

semangat untuk penulis selama skripsi ini. Terimakasih untuk bimbingan dan

arahan yang diberikan selama proses penyusunan skripsi;

6. Kepada dr. Rasmi Zakiah Oktarlina, S.Ked., M.Farm, selaku pembimbing II

yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk

membimbing penulis. Terimakasih untuk bimbingan dan arahan yang

diberikan selama proses penyusunan skripsi;

7. Kepada dr. M. Ricky Ramadhian, S.Ked., M.Sc., selaku penguji yang telah

memberikan kritik, saran dan masukan dalam memperbaiki skripsi;

8. Seluruh Staf dosen pengajar dan Staf karyawan Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung yang telah berbagi ilmu dan pengalaman selama

perkuliahan;

9. Kedua orangtua tercinta, Ibu dan Ayah, Yuni Yuningsih dan Mohamad Natsir

yang menjadi inspirasi terbesar penulis. Terimakasih atas segala dukungan

baik moral, spiritual dan materil yang diberikan. Semoga Allah SWT selalu

memberikan yang terbaik, umur panjang, kesehatan kebahagian dan

perlindungan kepada Ibu dan Ayah;

10. Adik-adik tersayang, Muhammad Naufal dan Muhammad Nabil, terimakasih

telah menjadi adik-adik yang pintar dan penurut. Semoga penulis bisa

menjadi contoh yang baik untuk kalian berdua;

11. Keluarga besar yang telah membantu dalam berbagai hal dan selalu

(14)

meluangkan waktu demi terpenuhinya data penelitian dan terselesaikannya

skripsi ini;

13. Kepada seluruh dokter dan perawat di ruang rawat Kutilang, Mawar, dan

Delima RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar Lampung yang telah bersedia

meluangkan waktu membantu penulis dalam memperoleh sampel;

14. Kepada Pa Lamiran, Bu Asti, Bu Erni dan seluruh Staf karyawan

Mikrobiologi Labkesda Provisinsi Lampung yang telah meluangkan waktu,

tenaga dan pikiran dalam membimbing penulis selama penelitian di

laboratorium;

15. Kepada Ka Ferina, Ka Edo, Ka Airi, ka Ria Rizki, dan kaka koas lain yang

telah meluangkan waktu untuk membantu penulis dalam memperoleh sampel;

16. Kepada Tante Yanti dan Om Firman selaku orang tua di tempat perantauan

ini, terimakasih atas dukungan dan doa yang diberikan, semoga Tante dan

Om diberi kesehatan dan rahmat oleh Allah SWT;

17. Kepada sahabat terdekat, Gifari Alief Rahman, terimakasih atas dukungan,

perhatian, dan waktunya, semoga selalu menemani di tahun-tahun berikutnya;

18. Kepada Pondok E5, Dian, Dinda, Vera, dan Oci yang menjadi keluarga dan

sahabat, terimakasih atas dukungan dan bantuan yang diberikan, semoga

persahabatan kita dapat terjaga selamanya;

19. Kepada Kuah Ketoprak, Hanum, Faridah, Sayyik, Fauziah, Nida, Zahra, Kak

(15)

20. Kepada Putri Dea, Rika P, Prizka, Nunung, dan Aci, Intan, Monik yang

menjadi keluarga dan sahabat, terimakasih atas semangat dan dukungan yang

diberikan, semoga persahabatan kita dapat terjaga selamanya;

21. Kepada Palemers, Erisa, Natasha, Mulya Dita, Analia, Restu, Gilang, Nando,

Benny, Anam, Asep, Ani, Mae, Tiwi, Rani, Elma, Rendika, adik-adik

Palemers 2015 dan 2016 yang menjadi keluarga di komplek Palem,

terimakasih atas dukungan dan semangat yang diberikan;

22. Kepada ka Prianggara, ka Desta, ka Meta, dan ka Nora, ka Hani, ka Gea, ka

Desti, ka Techa, Ria, Azrie, dan teman-teman BBQ, Indah, Ara, Riska,

Tifani, Dita, Riska, Tara, Ola, terimakasih atas dukungan, saran, dan pikiran

yang diberikan;

23. Kepada teman-teman satu bimbingan, Annisa A, Dessy, Ani, Jefri, Ega, Devi,

Fahrisal, Ara, Dika, dan Lisa, semoga dapat menjadi dokter yang amanah;

24. Kepada teman-teman seluruh angkatan 2013 (Cere13ellums) semoga kita

semua bisa menjadi dokter yang amanah;

25. Kepada SC 08 dan keluarga besar PMPATD Pakis Rescue Team, keluarga

besar FSI Ibnu Sina, dan keluarga besar UKM Taekwondo Unila, terimakasih

atas pengalaman, ilmu, dan kebersamaan yang diberikan;

26. Kepada KKN Desa Menggala ka Agatha, ka Shely, Vandu, Adi, Bani, dan ka

Sholeh, terimakasih atas kebersamaan dan pengalaman yang kalian ajarkan;

27. Kepada Bunda Family Yolla, Rani, Ayun, Sana, Resti, Riri, Yuki, sahabat

(16)

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi

karena keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki. Namun, penulis berharap

semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Semoga

segala keikhlasan, kebaikan dan dukungan selama ini mendapat balasan oleh

Allah SWT. Amin.

Bandar Lampung, Januari

2017

Penulis

(17)

DAFTAR ISI

1.4 Manfaat Penelitian... 5

1.4.1 Bagi Peneliti... 5

1.4.2 Bagi Instansi Terkait... 6

1.4.3 Bagi Peneliti Selanjutnya... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka ... 7

2.1.1 Infeksi Nosokomial... 7

2.1.1.1Pengertian Infeksi Nosokomial... 7

2.1.1.2Infeksi Nosokomial yang Paling Sering Dijumpai ... 7

2.1.2 Infeksi Luka Operasi ... 9

2.1.2.1Pengertian Infeksi Luka Operasi... 9

2.1.2.2Penyebab Infeksi Luka Operasi... 9

2.1.2.3Klasifikasi Luka Operasi... 11

2.1.2.4Faktor Risiko Infeksi Luka Operasi ... 12

2.1.2.5Kriteria Diagnosis Infeksi Luka Operasi ... 13

2.1.2.6Tata Laksana Infeksi Luka Operasi... 14

2.1.2.7Pencegahan Infeksi Luka Operasi... 14

2.1.3 Antibiotik Profilaksis... 16

2.1.3.1Pengertian Antibiotik Profilaksis... 16

2.1.3.2Indikasi Pemberian Antibiotik Profilaksis ... 16

(18)

2.1.3.4Resistensi Antibiotik... 21

2.1.3.5Uji Kepekaan Antibiotik... 22

2.2 Kerangka Teori ... 24

2.3 Kerangka Konsep... 25

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian... 26

3.2 Waktu dan Tempat Penelititan... 26

3.3 Subyek Penelitian... 27

3.3.1 Populasi dan Sampel Penelitian... 27

3.3.2 Besar Sampel... 28

3.3.3 Teknik Sampling... 29

3.4 Alat dan Bahan... 29

3.5 Prosedur Penelitian ... 30

3.6 Alur Penelitian... . 34

3.7 Definisi Operasional ... 36

3.8 Etik Penelitian... 37

3.9 Penyajian dan Analisis Data ... 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 38

4.1.1 Mikroorganisme Penyebab Infeksi Luka Operasi ... 38

4.1.2 Pola Kepekaan Mikroorganisme Penyebab ILO Terhadap Antibiotik... 39

4.2 Pembahasan ... 44

4.2.1 Mikroorganisme Penyebab Infeksi Luka Operasi... 44

(19)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kriteria Interpretasi Diameter Zona Hambat...23

2. Definisi Operasional ...36

(20)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Teori ...24

2. Kerangka Konsep ...25

3. Alur Penelitian Identifikasi Bakteri ...34

4. Alur Penelitian Uji Kepekaan Bakteri Terhadap Antibiotik ... 35

5. Pola Identifikasi Bakteri Penyebab ILO pada Pasien di RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar Lampung Periode September-Oktober 2016 ... 39

6. Diagram Persentase Pola Kepekaan Isolat Bakteri Terhadap Beberapa Antibiotik di RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar Lampung Periode September-Oktober 2016 ...40

7. Diagram Pola Kepekaan Isolat Bakteri Penyebab ILO di RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar Lampung Terhadap Ampisilin-Sulbaktam ...41

8. Diagram Pola Kepekaan Isolat Bakteri Penyebab ILO di RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar Lampung Terhadap Ceftriakson ... 41

9. Diagram Pola Kepekaan Isolat Bakteri Penyebab ILO di RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar Lampung Terhadap Cefazolin ...42

10.Diagram Pola Kepekaan Isolat Bakteri Penyebab ILO di RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar Lampung Terhadap Amikasin ... 42

11.Diagram Pola Kepekaan Isolat Bakteri Penyebab ILO di RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar Lampung Terhadap Gentamisin ...43

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Data Tanda Infeksi Lokal dan Data Sekunder Responden Penelitian ...59

2. Hasil Identifikasi Mikroorganisme Penyebab ILO dan Kepekaannya ...61

3. Hasil Pengamatan Pemeriksaan Mikrobiologi Bakteri Penyebab ILO dari Swab Pasien Suspect ILO pada Media BHI, Agar Darah, dan Mac Conckey ... 63

4. Hasil Pengamatan Uji Biokimia Bakteri Penyebab ILO dari Swab Pasien Suspect ILO ...65

5. Hasil Analisis Univariat Data Penelitian ...67

6. Foto Kegiatan Penelitian ...74

7. Surat Izin Penelitian ...77

(22)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Rumah sakit merupakan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan

yang memberikan pelayanan kepada masyarakat secara paripurna dalam upaya

pemeliharaan kesehatan (Kemenkes RI, 2014). Disisi lain, rumah sakit juga

berperan dalam transmisi berbagai mikroorganisme yang dapat menyebabkan

infeksi selama pasien dirawat atau segera setelah pasien dipulangkan. Infeksi yang

diperoleh pasien selama dirawat di rumah sakit disebut infeksi nosokomial atau

hospital associated/acquired infection (HAI) (Bereket et al., 2012).

Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang timbul setelah 72 jam pasien

dirawat inap sampai 30 hari lepas rawat. Infeksi nosokomial meningkatkan

morbiditas dan mortalitas di dunia baik di negara maju maupun negara

berkembang (Nasution, 2012). Selain itu, infeksi nosokomial juga dapat

meningkatkan biaya rumah sakit pasien (Diouf, Bèye, Diop, Kane, & Ka, 2007).

Suatu penelitian yang dilakukan di 11 rumah sakit di DKI Jakarta menunjukkan

bahwa 9,8% pasien yang dirawat inap mengalami infeksi nosokomial (Nasution,

2012). Penelitian yang dilakukan di RSUD Setjonegoro Kabupaten Wonosobo

pada Juli 2009 sampai dengan Desember 2011 menunjukkan bahwa infeksi

(23)

diikuti oleh infeksi saluran kemih (ISK) dan sepsis (Nugraheni, Suhartono, &

Winarni, 2012). Hasil penelitian di RS Islam Sultan Agung Semarang juga

menunjukkan hasil yang sama bahwa ILO merupakan infeksi nosokomial yang

banyak ditemukan (Setianto, Lazuardi, & Dahesihdewi, 2013). Selain itu, sekitar

5% pasien yang mendapatkan tindakan bedah mengalami ILO. Penelitian

menunjukkan bahwa lebih dari sepertiga kematian pasca operasi berhubungan

dengan ILO (National Collaborating Centre for Women’s and Children’s Health, 2008).

Infeksi luka operasi (ILO) merupakan komplikasi pembedahan akibat

penyebaran kuman yang memang berada di area pembedahan atau akibat

masuknya kuman melalui luka bedah (Sjamsuhidajat, Karnadihardja, Prasetyono,

& Rudiman, 2010). Insiden ILO di Bangsal Kebidanan dan Kandungan RSCM

Jakarta selama Agustus-Oktober 2011 adalah sebesar 4,4% dengan

mikroorganisme penyebab terbanyak adalah Escherichia coli (Wardoyo, Tjoa,

Ocvyanty, & Moehario, 2014). Penelitian yang dilakukan di RSUD Dr. H. Abdoel

Moeloek Bandar Lampung tahun 2011 menunjukkan bakteri terbanyak yang

menyebabkan ILO di ruang rawat bedah adalah Pseudomonas sp. 29,27%,

Staphylococcus epidermidis 21,95%, dan Klebsiella sp. 14,62%, sedangkan di

ruang rawat kebidanan adalah Pseudomonas sp. 25%, Escherichia coli 19,44%,

Klebsiella sp. 16,67%, dan Staphylococcus epidermidis 13,89% (Samuel, 2013).

Berdasarkan hasil diatas, diperlukan cara untuk menghambat pertumbuhan

bakteri pada luka operasi sehingga angka kejadian ILO dapat menurun. Angka

kejadian ILO telah terbukti dapat diturunkan dengan memberikan antibiotik

(24)

Prasetyono, & Rudiman, 2010). Pedoman praktis klinis tentang antibiotik

profilaksis tindakan bedah yang dikeluarkan oleh The American Society of

Health-System Pharmacists (ASHP) merekomendasikan Ampisilin-Sulbaktam, Cefazolin,

Ceftriakson dan beberapa antibiotik lainnya (Bratzler et al., 2013). Hasil

penelitian di RS Islam Sultan Agung Semarang periode Januari 2012 sampai Juni

2014 menunjukkan bahwa pada 50 pasien sectio caesarea yang diberikan

antibiotik profilaksis Ampisilin-Sulbaktam tidak terdapat infeksi pada luka

operasi (Sulistiawati, 2015). Di sebuah RSUD di Jakarta, antibiotik yang banyak

digunakan pada tahun 2013 adalah Ampisilin-Sulbaktam dan Ceftriakson

(Syachroni, 2015).

Ceftriakson banyak digunakan di Rumah Bersalin Daerah (RBD) Panti

Nugroho Purbalingga sebagai antibiotik profilaksis dengan persentase 50,26%

(Nuraliyah, Hapsari, & Utaminingrum, 2012). Antibiotik yang sama, yaitu

Ceftriakson juga banyak digunakan di RS Kanker Dharmais Jakarta dan penelitian

menunjukkan antibiotik profilaksis masih sensitif dengan persentasi tidak terjadi

ILO adalah 96,55% (Desiyana, Soemardi, & Radji, 2008). Survey pendahuluan

menunjukkan bahwa Ceftriakson merupakan antibiotik lini pertama yang

digunakan di RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar Lampung. Penelitian di

RSUP Dr. Kariadi Semarang menunjukkan penggunaan antibiotik yang berbeda.

Penelitian di RSUP Dr. Kariadi Semarang menunjukkan penggunaan

antibiotik profilaksis terbanyak di bangsal bedah adalah Ceftriakson, sedangkan di

bangsal kebidanan adalah Cefazolin. Sementara itu, pada pedoman antibiotik

profilaksis bangsal kebidanan dan bedah rumah sakit tersebut Cefazolin

(25)

review menunjukkan penggunaan Cefazolin sebagai antibiotik profilaksis

berkaitan dengan penurunan infeksi maternal setelah tindakan sesar (Tita et al.,

2009). Penggunaan antibiotik profilaksis setiap rumah sakit berbeda sesuai dengan

pola bakteri dan kepekaan di rumah sakit yang bersangkutan (Bratzler et al.,

2013). Hasil yang berbeda ditunjukkan pada penelitian yang dilakukan di RSUD

Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar Lampung.

Penelitian pola sensitvitas antibiotik terhadap pasien Rawat Inap Bedah dan

Kebidanan RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar Lampung pada tahun 2011

menunjukkan bahwa bakteri penyebab ILO resisten terhadap Penisilin G,

Eritromisin, dan Kloramfenikol, kurang sensitif terhadap Ceftazidim dan

Cefotaxim, dan sensitif terhadap Ciprofloksasin, Amikasin, dan Gentamisin

(Samuel, 2013). Tetapi belum diketahui pola sensitivitas bakteri penyebab ILO

terhadap antibiotik Ceftriakson, Cefazolin, dan Ampisilin-Sulbaktam.

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian pola bakteri penyebab ILO di RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar

Lampung periode September-Oktober 2016 dan kepekaannya terhadap antibiotik

profilaksis yang sering digunakan di rumah sakit lain dan antibiotik yang

menunjukkan hasil sensitif pada penelitian sebelumnya. Antibiotik yang sering

digunakan di rumah sakit lain adalah Ceftriakson, Cefazolin, dan

Ampisilin-Sulbaktam. Sedangkan antibiotik yang menunjukkan hasil sensitif pada penelitian

sebelumnya di RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar Lampung adalah

(26)

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut, maka dapat dirumuskan

masalah yaitu:

Mikroorganisme apa saja yang menyebabkan infeksi luka operasi (ILO)

nosokomial di RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar Lampung dan bagaimana

pola kepekaannya terhadap antibiotik Ceftriakson, Cefazolin,

Ampisilin-Sulbaktam, Ciprofloksasin, Amikasin, dan Gentamisin?

1.3Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mikroorganisme

penyebab infeksi luka operasi (ILO) nosokomial di RSUD Dr. H. Abdoel

Moeloek Bandar Lampung dan pola kepekaannya terhadap antibiotik Ceftriakson,

Cefazolin, Ampisilin-Sulbaktam, Ciprofloksasin, Amikasin, dan Gentamisin.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

Manfaat penelitian bagi peneliti adalah sebagai berikut:

a. Peneliti dapat mengetahui pola bakteri dan kepekaannya terhadap antibiotik

Ceftriakson, Cefazolin, Ampisilin-Sulbaktam, Ciprofloksasin, Amikasin dan

Gentamisin pada pasien infeksi luka operasi (ILO) di RSUD Dr. H. Abdoel

(27)

b. Peneliti dapat menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman penelitian

dalam bidang mikrobiologi terutama mengenai infeksi nosokomial yang

terjadi pada pasien infeksi luka operasi.

1.4.2 Bagi Instansi Terkait

Manfaat penelitian bagi instansi terkait khususnya RSUD Dr. H. Abdoel

Moeloek Bandar Lampung adalah sebagai berikut:

a. Memberikan informasi terkait pola bakteri dan kepekaannya terhadap

antibiotik Ceftriakson, Cefazolin, Ampisilin-Sulbaktam, Ciprofloksasin,

Amikasin dan Gentamisin pada pasien infeksi luka operasi (ILO) di RSUD

Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar Lampung.

b. Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan masukan dalam pengendalian dan

pencegahan infeksi nososkomial khususnya infeksi luka operasi (ILO) di

RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar Lampung.

c. Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan masukan untuk pengendalian dan

pencegahan resistensi mikroorganisme dengan pemberian antibiotik yang

sesuai dengan pola sensitivitas bakteri yang ditemukan.

1.4.3 Bagi Peneliti Selanjutnya

Manfaat penelitian bagi peneliti selanjutnya adalah diharapkan hasil

(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Infeksi Nosokomial

2.1.1.1 Pengertian Infeksi Nosokomial

Infeksi nosokomial (Health-Care Associated Infections) adalah infeksi yang

timbul setelah pasien mendapatkan perawatan di rumah sakit lebih dari 72 jam

(Nugraheni, Suhartono, & Winarni, 2012; Sjamsuhidajat, Karnadihardja,

Prasetyono, & Rudiman, 2010)

2.1.1.2 Infeksi Nosokomial yang Paling Sering Dijumpai

a. Infeksi Saluran Kemih

Infeksi saluran kemih (ISK) nosokomial adalah infeksi yang terjadi setelah

pemasangan kateter urin selama 72 jam dan ditemukan koloni bakteri pada urin

sebanyak 105/ml. Bakteri yang sering ditemukan adalah Eschericia coli dan

(29)

urin dibatasi hanya sampai 3 hari untuk mengurangi risiko infeksi (Sjamsuhidajat,

Karnadihardja, Prasetyono, & Rudiman, 2010).

b. Infeksi Luka Operasi

Infeksi luka operasi (ILO) merupakan infeksi nosokomial yang terjadi pada

pasien pascabedah. Infeksi ini dapat disebabkan kurangnya tingkat sterilitas

tenaga kesehatan, ruang bedah, dan peralatan medis (Sjamsuhidajat,

Karnadihardja, Prasetyono, & Rudiman, 2010). Keadaan pasien juga dapat

mempengaruhi terjadinya ILO, seperti daya tahan tubuh pasien. Salah satu

tindakan pencegahan yang direkomendasikan adalah penggunaan antibiotik

profilaksis sebelum pembedahan (Wardoyo, Tjoa, Ocvyanty, & Moehario, 2014).

c. Infeksi Saluran Napas Bawah

Infeksi saluran napas bawah yang paling sering terjadi pada pasien rawat inap

adalah pneumonia. Pneumonia nosokomial yang terbanyak adalah Ventilator

Associated Pneumonia (VAP). Selain pengguna ventilator, pasien yang memiliki

risiko tinggi terkena pneunomia nosokomial adalah penderita luka bakar dan

pasien trakeostomi. Bakteri Gram negatif yang banyak menyebabkan pneumonia

adalah Pseudomonas sp., Klebsiella sp., dan Escherichia coli, sedangkan bakteri

Gram positif adalah Staphylococcus aureus (Sjamsuhidajat, Karnadihardja,

(30)

d. Infeksi Intravaskuler (Bakteriemia)

Penggunaan kateter intravaskuler yang bertujuan untuk memberikan obat dan

nutrisi secara parenteral, pemantauan hemodinamik, tindakan hemodialisa, atau

plasmaferesis menyebabkan bakteriemia. Beberapa pasien diantaranya mengalami

sepsis dan kegagalan organ ganda. Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan

prosedur aseptik dan antiseptik saat pemasangan kateter intravaskular (Diouf,

Bèye, Diop, Kane, & Ka, 2007).

2.1.2 Infeksi Luka Operasi

2.1.2.1 Pengertian Infeksi Luka Operasi

Infeksi luka operasi (ILO) atau Surgical Site Infection (SSI) adalah infeksi

dimana organisme patogen berkembang atau bermultipikasi di suatu luka operasi

yang menyebabkan tanda dan gejala lokal seperti panas, kemerahan, nyeri, dan

bengkak dalam kurun waktu 30 hari pasca operasi (Sjamsuhidajat, Karnadihardja,

Prasetyono, & Rudiman, 2010; National Collaborating Centre for Women’s and

Children’s Health, 2008).

2.1.2.2Penyebab Infeksi Luka Operasi

Bakteri penyebab terbanyak ILO adalah flora normal kulit, yaitu

Staphylococcus aureus dan coagulase-negative Staphylococcus (seperti

Staphylococcus epidermidis) (Bratzler et al., 2013; Nasution, 2012). Bakteri lain

(31)

coli (Bereket et al., 2012; Nasution, 2012). Penelitian yang dilakukan di RSUD

Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar Lampung tahun 2011 menunjukkan

mikroorganisme penyebab ILO di ruang rawat bedah terbanyak adalah

Pseudomonas sp. 29,27%, Staphylococcus epidermidis 21,95%, dan Klebsiella sp.

14,62%. Sedangkan bakteri penyebab ILO di ruang rawat kebidanan terbanyak

adalah Pseudomonas sp. 25%, Escherichia coli 19,44%, Klebsiella sp. 16,67%,

dan Staphylococcus epidermidis 13,89% (Samuel, 2013).

Pseudomonas sp. merupakan bakteri Gram negatif yang dapat ditemukan di

usus dan kulit manusia. Bakteri ini merupakan penyebab terbanyak infeksi

nosokomial dan banyak terdapat di lingkungan rumah sakit yang lembab. Bakteri

patogen yang sering dijumpai dari spesies ini adalah Pseudomonas aeruginosa.

Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri yang dapat menyebabkan infeksi

dan menimbulkan pus hijau kebiruan (Ryan & Ray, 2014; Brooks, Carroll, Butel,

Morse, & Mietzner, 2010).

Staphylococcus aureus merupakan bakteri koagulase positif yang paling

sering menyebabkan infeksi terutama apabila kekebalan tubuh pejamu menurun.

Bakteri lain yang ditemukan pada isolat ILO merupakan flora normal manusia.

Staphylococcus epidermidis terdapat di kulit, traktus respiratori, dan traktus

gastrointestinal manusia. Bakteri Gram positif lain yang berpotensi menyebabkan

infeksi nosokomial adalah Streptococcus sp. Bakteri ini dapat menghemolisis sel

darah merah in vitro. Berdasarkan kemampuan hemolisisnya, bakteri ini dibagi

menjadi β hemolitik yang ditandai dengan bersihnya daerah sekitar pertumbuhan bakteri dan α hemolitik yang ditandai oleh reduksi hemoglobin dan pembentukan

(32)

Klebsiella sp., dan Escherichia coli merupakan bakteri Enterobacteriaceae

yang terdapat di traktus intestinal manusia. Selain kedua bakteri ini, bakteri

Enterobactericeae lain yang berpotensi menyebabkan infeksi adalah Proteus sp.

dan Enterobacter sp. (Ryan & Ray, 2014). Pada penelitian Samuel tahun 2011,

Proteus sp. dan Enterobacter sp. juga didapatkan, tetapi tidak sebanyak Klebsiella

sp. (Samuel, 2013). Bakteri Enterobacteriaceae dapat menyebabkan infeksi

terhadap manusia apabila berpindah tempat dari habitat alaminya atau pejamu

mengalami penurunan imunitas (Brooks, Carroll, Butel, Morse, & Mietzner,

2010).

2.1.2.3Klasifikasi Luka Operasi

Luka operasi terbagi berdasarkan kontaminasi bakterinya, yang terdiri dari:

a. Operasi Bersih

Luka operasi bersih adalah luka operasi yang tidak terinfeksi dimana

tidak terdapat inflamasi dan saluran pernapasan, pencernaan, dan kemih atau

genitalia tidak dibuka selama operasi. Biasanya luka operasi bersih tertutup

dan didrainase dengan drainase tertutup.

b. Luka Operasi Bersih Terkontaminasi

Luka operasi bersih terkontaminasi adalah luka operasi dimana saluran

pernapasan, pencernaan dan kemih atau genitalia dibuka selama operasi dan

tanpa kontaminasi. Operasi usus buntu, saluran empedu, vagina, dan

(33)

c. Luka Operasi Terkontaminasi

Luka operasi terkontaminasi adalah luka operasi yang tidak terdapat

tanda infeksi tetapi terdapat kontaminasi karena saluran pernapasan,

pencernaan dan kemih atau genitalia dibuka. Luka operasi terbuka dan

disengaja seperti operasi usus besar, operasi kulit, operasi pijat jantung, dan

sebagainya termasuk dalam kategori ini.

d. Luka Operasi Kotor atau Terinfeksi

Luka operasi kotor atau terinfeksi adalah luka operasi dimana luka

terinfeksi akibat luka traumatis lama yang terjadi di daerah operasi atau akibat

keadaan klinis seperti perforasi atau abses. Infeksi yang terjadi pada kategori

ini disebabkan oleh mikroorganisme yang terdapat dalam tubuh pasien

sebelum tindakan operasi (CDC, 2016; Sjamsuhidajat, Karnadihardja,

Prasetyono, & Rudiman, 2010).

2.1.2.4 Faktor Risiko Infeksi Luka Operasi

Infeksi luka operasi (ILO) dipengaruhi oleh dua faktor risiko, yaitu faktor

pasien dan faktor operasi. Faktor pasien yang meningkatkan risiko ILO adalah

status nutrisi, diabetes tidak terkontrol, merokok, obesitas, infeksi yang terjadi

pada area selain area operasi sebelum operasi, imunodefisiensi, kolonisasi bakteri,

dan riwayat rawat inap lama sebelum operasi (Wardoyo et al., 2014).

Imunodefisiensi disebabkan oleh faktor primer, yaitu kerusakan herediter yang

berhubungan dengan perkembangan imun atau faktor sekunder seperti infeksi,

penuaan, imunosupresi, autoimunitas, kanker, atau kemoterapi (Kumar, Cotran, &

(34)

adalah persiapan sebelum operasi seperti cukur rambut atau persiapan kulit, lama

operasi, antibiotik profilaksis, sterilitas peralatan medis dan ruang operasi,

drainase pembedahan, dan teknik operasi (Wardoyo et al., 2014).

2.1.2.5 Kriteria Diagnosis Infeksi Luka Operasi (ILO)

CDC Healthcare-Associated Infections (HAIs) membagi ILO menjadi tiga,

yaitu ILO superfisial, ILO insisi dalam, dan ILO organ atau rongga tubuh. Setiap

kategori dibedakan berdasarkan letak luka operasi (CDC, 2016).

Seseorang dikatakan mengalami ILO jika meemiliki tiga kriteria dibawah ini:

a. Infeksi yang terjadi dalam waktu 30 hari setelah tindakan operasi (hari ke-1

adalah hari tindakan operasi dilakukan).

b. Luka terjadi pada:

1. Kulit atau jaringan subkutan dibawahnya (ILO superfisial).

2. Insisi jaringan lunak dalam, yaitu fascia atau lapisan otot (ILO insisi

dalam).

3. Jaringan tubuh yang lebih dalam dari lapisan otot atau fascia, yang dibuka

atau dimanipulasi selama tindakan operasi (ILO organ atau rongga tubuh).

c. Pasien setidaknya memiliki ILO satu kondisi dibawah ini:

1. Sekret purulen yang berasal dari insisi superfisial (ILO superfisial), insisi

dalam (ILO insisi dalam), atau drainase organ atau rongga tubuh (ILO

organ atau rongga tubuh).

2. Terdapat mikroorganisme pada spesimen yang diperoleh dari luka operasi

pada pemeriksaan kultur atau metode pemeriksaan mikrobiologi lain yang

(35)

3. Insisi sengaja dibuka oleh dokter bedah atau dokter lain dan pemeriksaan

kultur atau pemeriksaan mikrobiologi lain tidak dilakukan, dan pasien

mengalami salah satu gejala inflamasi yaitu nyeri, pembengkakan lokal,

eritema, atau panas.

4. Dokter bedah atau dokter lain yang menangani pasien mendiagnosis terjadi

ILO superfisial, insisi dalam, ataum organ atau rongga tubuh (CDC, 2016).

2.1.1.6 Tata Laksana Infeksi Luka Operasi

Penatalaksanaan ILO tergantung jenis luka yang dialami pasien.

Penatalaksanaan ILO superfisial adalah dengan membuka jahitan pada luka,

mendrainase pus, membuang jaringan yang sudah mati dan dibalut dengan kassa

steril. Pemeriksaan kultur perlu dilakukan sebelum memberikan terapi antibiotik.

Antibiotik diberikan jika pasien mengalami imunosupresif dan atau selulitis

melebihi 2 cm dari tepi luka. Penatalaksanaan ILO luka dalam dapat dilakukan

dengan drainase perkutan jika tidak ditemukan sumber infeksi yang berkelanjutan

seperti perforasi saluran pencernaan. Sumber infeksi seperti perforasi memerlukan

tindakan operasi eksplorasi (Sjamsuhidajat, Karnadihardja, Prasetyono, &

Rudiman, 2010).

2.1.1.7 Pencegahan Infeksi Luka Operasi

Infeksi luka operasi (ILO) dapat dicegah dengan meminimalisir

(36)

tenaga kesehatan, kamar operasi, dan peralatan medis. Pencegahan ILO terbagi

menjadi tiga fase, yaitu:

a. Fase Prabedah

Pada fase prabedah dilakukan persiapan pasien bedah dan tenaga kesehatan.

Persiapan pasien bedah terdiri dari mandi atau membersihkan tubuh, mencukur

rambut yang menjadi area operasi, dan menggunakan pakaian ruang operasi. Pada

pasien bedah kolorektal juga dilakukan persiapan usus mekanik dan pengeluaran

feses. Selain itu, pasien bedah diberikan antibiotik profilaksis single dose secara

intravena beberapa saat sebelum operasi. Persiapan tenaga kesehatan terdiri dari

menggunakan pakaian operasi, seperti menggunakan scrub suits, surgical caps,

alas kaki khusus ruang operasi, dan masker, dekontaminasi nasal, dan

dekontaminasi tangan tenaga kesehatan dengan menggunakan antiseptik.

b. Fase Intrabedah

Fase intrabedah terdiri dari menggunakan incise drapes yang merupakan film

perekat untuk menutupi kulit di lokasi sayatan, memberikan antiseptik ke area

operasi, mempertahankan homeostasis pasien dengan mempertahankan oksigen,

perfusi, gula darah, dan temperatur tubuh pasien, melakukan irigasi luka dan bilas

intrakavitas seperti lambung dan usus dengan antiseptik, memberikan antiseptik

dan antibiotik topikal pada luka insisi sebelum penutupan luka, memilih

penutupan luka yang tepat, dan membalut luka operasi.

c. Fase Pascabedah

Fase pasca operasi terdiri dari mengganti pembalut dengan teknik aseptik,

membersihkan luka operasi dengan sterile saline solution sampai 48 jam setelah

(37)

dan melakukan debridemen atau membuang jaringan nekrotik (National

Collaborating Centre for Women’s and Children’s Health, 2008).

2.1.3 Antibiotik Profilaksis

2.1.3.1 Pengertian Antibiotik Profilaksis

Antibiotik profilaksis adalah penggunaan antibiotik sebelum, selama, atau

setelah tindakan diagnosis, terapi, atau bedah untuk mencegah komplikasi infeksi.

Penggunaan antibiotik profilaksis pada setiap pasien berbeda, tergantung pada

riwayat alergi yang dialami pasien. Pasien yang memiliki riwayat anafilaksis,

edema laring, bronkospasme, hipotensi, pembengkakan lokal, urtikaria, atau ruam

gatal yang terjadi setelah konsumsi Penisilin, memiliki risiko hipersensitivitas

terhadap Beta-laktam. Oleh karena itu, pasien tidak boleh diberikan antibiotik

golongan Beta-laktam dan harus diberikan terapi alternatif. Antibiotik profilaksis

harus diberikan secara single dose kecuali dalam keadaan tertentu, seperti operasi

dalam waktu yang berkepanjangan, kehilangan banyak darah, atau indikasi lain

(SIGN, 2014; Katzung, 2010).

2.1.3.2 Indikasi Pemberian Antibiotik Profilaksis

Pemberian antibiotik profilaksis didasarkan atas indikasi untuk mengurangi

jumlah penggunaan antibiotik yang akan meningkatkan resistensi mikroorganisme

(38)

a. Sangat Direkomendasikan

Penggunaan antibiotik profilaksis mengurangi morbiditas utama, mengurangi

biaya rumah sakit, dan mengurangi penggunaan antibiotik secara keseluruhan.

Tindakan operasi yang sangat direkomendasikan menggunakan antibiotik

profilaksis antara lain operasi katarak, apendektomi, operasi kolorektal, operasi

sesar, induksi aborsi, transurethral resection of the prostate, arthoplasty, fraktur

terbuka, operasi terbuka untuk fraktur tertutup, dan fraktur panggul.

b. Direkomendasikan

Tindakan operasi yang direkomendasikan menggunakan antibiotik profilaksis

antara lain craniotomi, operasi spinal, operasi glaukoma, operasi lakrimal, operasi

orognatik, operasi kepala dan leher (terkontaminasi/bersih-terkontaminasi), insersi

cardiac peacemaker, reseksi pulmonar, operasi oesofageal, operasi lambung dan

duodenum, operasi duktus biliaris, operasi liver, operasi pankeras, histerektomi

abdominal, histerektomi vaginal, transrectal prostate biopsy, shock wave

lithotripsy, sistektomi radikal, amputasi lower limb, operasi vaskular (abdominal

and lower limb arterial reconstruction), dan operasi bersih-terkontaminasi.

c. Perlu Dipertimbangkan

Penggunaan antibiotik profilaksis harus dipertimbangkan kepada semua

pasien terutama pasien dengan risiko rendah infeksi karena dapat meningkatkan

konsumsi antibiotik. Beberapa operasi yang perlu dipertimbangkan dalam

pemberian antibiotik profilaksis adalah operasi plastik wajah dengan implan,

(39)

d. Tidak Direkomendasikan

Penggunaan antibiotik profilaksis tidak efektif secara klinis, tidak

menurunkan antibiotik, tetapi meningkatkan penggunaan antibiotik sehingga tidak

direkomendasikan. Operasi yang tidak direkomendasikan diberikan antibiotik

profilaksis antara lain operasi plastik wajah (bersih), operasi telinga

(bersih/bersih-terkontaminasi), operasi kandung empedu, perbaikan hernia,

tindakan diagnosis endoskopi, splenektomi, pemasangan IUD (intrauterine

device), reseksi transuretra pada tumor kandung kemih, dan nefrektomi (SIGN,

2014).

2.1.3.3 Pemilihan Antibiotik Profilaksis

Pemilihan antibiotik profilaksis harus disesuaikan dengan pola bakteri dan

kepekaannya terhadap antibiotik. Bakteri penyebab diperkirakan dengan pola

bakteri lokal yang biasanya menyebabkan ILO, seperti bakteri Gram negatif pada

kolon. Selain memperhatikan pola bakteri dan kepekaannya, pemilihan antibiotik

profilaksis juga harus memperhatikan keadaan fisiologis pasien, terutama fungsi

ginjal dan hati, kekebalan tubuh pasien, riwayat alergi, dan biaya antibiotik

(SIGN, 2014; Katzung; 2010). Pemberian antibiotik profilaksis setidaknya 60

menit sebelum dilakukan insisi (Syachroni, 2015).

Prinsip pemberian antibiotik profilaksis prabedah adalah sebagai berikut:

a. Antibiotik spektrum luas yang efektif terhadap agen infeksi yang biasa

ditemui pada ILO.

(40)

c. Waktu paruh antibiotik harus dicapai saat insisi, sehingga waktu pemberian

antibiotik harus tepat.

d. Duration of action (DoA) antibiotik pendek, single dose, dan efek toksisitas

minimal.

e. Penggunaan antibiotik terbaru diperuntukkan jika telah terjadi resistensi obat.

f. Digunakan antibiotik dengan biaya terendah jika semua prinsip telah

terpenuhi (Katzung, 2010).

Antibiotik profilaksis yang direkomendasikan oleh The American Society of

Health-System Pharmacists (ASHP) antara lain Ampisilin-Sulbaktam, Cefazolin,

Ceftriakson dan beberapa antibiotik lainnya (Bratzler et al., 2013).

a. Ampisilin-Sulbaktam

Ampisilin-Sulbaktam merupakan kombinasi antibiotik spektrum luas

golongan Penisilin yang merupakan senyawa Beta-laktam (Katzung, 2010).

Antibiotik ini efektif terhadap bakteri Gram positif, Gram negatif, dan bakteri

anaerob. Aktifitas antimikroba dari Ampisilin-Sulbaktam lebih bersprektrum luas

daripada Sefalosporin generasi pertama dan kedua. Suatu Randomized-trials

menunjukkan bahwa Ampisilin-Sulbaktam lebih diutamakan daripada

Sefalosporin sebagai antibiotik profilaksis bedah (Ziogos, Tsiodras, Matalliotakis,

Giamarellou, & Kanellakopoulou, 2010).

b. Ceftriakson

Ceftriakson merupakan antibiotik spektrum luas golongan Sefalosporin

generasi ketiga. Antibiotik ini efektif terhadap bakteri Gram negatif dan

(41)

c. Cefazolin

Cefazolin merupakan antibiotik golongan Sefalosporin generasi pertama.

Sefalosporin generasi pertama memiliki aktivitas spektrum luas dan relatif tidak

toksik. Antibiotik ini sangat efektif terhadap bakteri kokus Gram positif, seperti

Pneumococcus, Streptococcus, dan Staphylococcus. Cefazolin dapat menembus

sebagian besar jaringan dengan baik dan merupakan pilihan untuk profilaksis

bedah. Antibiotik ini merupakan alternatif untuk pasien yang alergi terhadap

Penisilin (Bratzler et al., 2013; Katzung, 2010).

Berikut ini adalah antibiotik yang sering digunakan di ruang rawat inap

bagian bedah dan kebidanan RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar Lampung

yang sensitif terhadap mikroorganisme penyebab ILO (Samuel, 2013):

a. Ciprofloksasin

Ciprofloksasin merupakan antibiotik golongan Fluorokuinolon yang bekerja

dengan menghambat sintesis DNA bakteri. Antibiotik ini memiliki efek yang

sangat baik terhadap bakteri Gram negatif tetapi terbatas terhadap Gram positif.

Ciprofloksasin merupakan pilihan antibiotik untuk profilaksis. Antibiotik ini tidak

dapat digunakan pada pasien yang berusia dibawah 18 tahun karena memiliki efek

terhadap kartilago yang dapat menghambat pertumbuhan dan menyebabkan

artropati.

b. Amikasin

Amikasin merupakan antibiotik golongan aminoglikosida yang memiliki

cincin heksosa. Antibiotik ini efektif terhadap bakteri enterik Gram negatif,

seperti Pseudomonas, Enterobacter, dan Serratia. Amikasin memiliki efek

(42)

c. Gentamisin

Gentamisin merupakan antibiotik golongan aminoglikosida yang efektif

terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif. Antibiotik ini tidak bekerja

terhadap bakteri anaerob. Gentamisin memiliki efek nefrotoksisitas yang

reversibel dan ringan (Katzung, 2010).

2.1.3.4 Resistensi Antibiotik

Penggunaan antibiotik yang tidak rasional, tidak berdasarkan indikasi, dan

tidak berdasarkan hasil uji kepekaan meningkatkan resistensi bakteri terhadap

antibiotik. Saat ini, peningkatan resistensi bakteri terjadi di semua rumah sakit

(SIGN, 2014).

Mekanisme resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik berbeda-beda.

Berikut ini adalah beberapa mekanisme resistensi antibiotik:

a. Mikroorganisme menghasilkan enzim yang menghancurkan obat. Contohnya

adalah Staphylococcus yang resisten terhadap Penisilin G mengeluarkan

enzim beta-laktamase yang menghancurkan obat. Bakteri Gram negatif lain

juga mengeluarkan enzim beta-laktamase. Bakteri Gram negatif resisten

terhadap aminoglikosida dengan menghasilkan enzim adenilasi, fosforilasi,

atau asetilasi yang menghancurkan obat.

b. Mikroorganisme mengubah permeabilitasnya terhadap obat. Contohnya

adalah Tetrasiklin yang terakumulasi di dalam bakteri yang rentan, tetapi

(43)

c. Mikroorganisme mengubah target struktural terhadap obat. Contohnya adalah

perubahan penicillin-binding proteins (PBPs) pada Streptococcus

pneumoniae dan Enterococcus sp. menyebabkan resistensi terhadap Penisilin.

d. Mikroorganisme mengubah jalur metabolik yang menghambat kerja obat.

Contohnya adalah bakteri yang resisten terhadap Sulfonamida tidak

memerlukan paraaminobenzic acid (PABA) ekstraseluler untuk

menghasilkan asam folat, tetapi dapat memanfaatkan asam folat preformed

seperti sel mamalia.

e. Mikroorganisme menghasilkan enzim yang masih dapat melakukan fungsi

metabolisme karena hanya sedikit terpengaruh oleh obat. Contohnya adalah

bakteri yang resisten terhadap Trimetoprim menghasilkan asam dihidrofolik

reduktase sehingga hanya sedikit terhambat dibandingkan bakteri yang rentan

(Brooks, Carroll, Butel, Morse, & Mietzner, 2010).

2.1.3.5 Uji Kepekaan Antibiotik

Pemberian antibiotik secara empiris diperlukan agar tidak terjadi peningkatan

resistensi antibiotik. Oleh sebab itu, diperlukan uji kepekaan terhadap antibiotik

sebelum pemberian terapi untuk memastikan efektifitas antibiotik terhadap

mikroorganisme. Uji kepekaan antibiotik mengukur daya hambat obat terhadap

pertumbuhan mikroorganisme (minimal inhibitory concentration/MIC) atau

mengukur kerja obat dalam mebunuh bakteri (minimal baktericidal

concentration/MBC). Uji kepekaan yang rutin dilakukan adalah uji kepekaan MIC

(Katzung, 2010). Selain uji MIC, uji kepekaan dengan metode difusi cakram yang

(44)

Antibiotika yang diuji biasanya diwakili oleh satu jenis obat dari

masing-masing kelas utama. Contohnya adalah uji kepekaan bakteri Staphylococcus,

antibiotik yang digunakan antara lain Penisilin G, Cefazolin, Eritromisin,

Gentamisin, dan Vankomisin. Antibiotik yang digunakan dalam uji kepekaan

dipilih berdasarkan pola resistensi mikroorganisme, jenis infeksi (infeksi

komunitas atau nosokomial), sumber infeksi, dan harga antibiotik.

Hasil uji kepekaan dilihat dari ukuran zona hambat pertumbuhan

mikroorganisme pada setiap antibiotik. Ukuran zona hambat antibiotik

dibandingkan dengan standar untuk menentukan diameter minimum zona hambat

obat yang menunjukkan kerentanan dari suatu isolat dengan teknik difusi cakram.

Diameter zona hambat kemudian diinterpretasikan menjadi sensitif (S),

intermediet (I), atau resisten (R) (Brooks, Carroll, Butel, Morse, & Mietzner,

2010).

Tabel 1. Kriteria Interpretasi Diameter Zona Hambat Antibiotik Jumlah Tiap Cakram

Diameter Zona Hambat (mm)

S I R

Ampisilin-Sulbaktam 10µg ≥15 12-14 ≤11

Cefazolin 30µg ≥23 20-22 ≤19

Ceftriakson 30µg ≥23 20-22 ≤19

Gentamisin 10µg ≥15 13-14 ≤12

Amikasin 30µg ≥17 15-16 ≤14

Ciprofloksasin 5µg ≥21 16-20 ≤15

(45)

2.2 Kerangka Teori

Gambar 1. Kerangka Teori (CDC, 2016; Wardoyo, Tjoa, Ocvyanty, & Moehario, 2014; Bereket et al., 2012; Brooks, Carroll, Butel, Morse, & Mietzner, 2010; Sjamsuhidajat,

Karnadihardja, Prasetyono, & Rudiman 2010; National Collaborating Centre for Women’s and Children’s Health, 2008)

Faktor Risiko Infeksi

Superfisial Insisi Dalam Organ/Rongga Tubuh

(46)

2.3 Keragka Konsep

Variable Independent Variable Dependent

Gambar 2. Kerangka Konsep Bakteri yang Berhasil

Diisolasi dari Swab Luka Pasien Suspect Infeksi Luka

Operasi (ILO)

Antibiotik 1. Ampisilin-Sulbaktam 2. Ceftriakson

3. Cefazolin 4. Gentamisin 5. Amikasin 6. Ciprofloksasin

Pola Kepekaan Bakteri Penyebab ILO Terhadap

(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif karena menggambarkan pola

mikroorganisme penyebab infeksi luka operasi (ILO) di RSUD Dr. H. Abdoel

Moeloek Bandar Lampung dan kepekaannya terhadap antibiotik Ampisilin-

Sulbaktam, Ceftriakson, Cefazolin, Gentamisin, Amikasin, dan Ciprofloksasin

(Sastroasmoro, 2011).

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan pada bulan September-Oktober 2016 di

Ruang Rawat Inap RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar Lampung yang

merawat pasien pasca operasi. Penelitian identifikasi bakteri dan uji kepekaan

dilakukan pada bulan September-November 2016 di Laboratorium Kesehatan

(48)

3.3 Subjek Penelitian

3.3.1 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian ini adalah semua pasien yang telah mendapatkan tindakan

operasi dan masih mendapatkan perawatan di ruang rawat inap RSUD Dr. H.

Abdoel Moeloek Bandar Lampung. Sampel penelitian ini adalah pasien yang telah

mendapatkan tindakan operasi dan masih mendapatkan perawatan di ruang rawat

inap RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar Lampung.

a. Kriteria Inklusi

1. Pasien yang telah mendapatkan tindakan operasi di RSUD Dr. H. Abdoel

Moeloek Bandar Lampung.

2. Pasien yang mendapatkan antibiotik profilaksis sebelum tindakan

operasi.

3. Pasien yang mendapatkan perawatan di ruang rawat inap bagian bedah

dan kebidanan RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar Lampung.

4. Pasien yang mengalami tanda-tanda infeksi setelah 72 jam tindakan

operasi.

5. Pasien pasca operasi yang memiliki tanda infeksi lokal berupa pus, nyeri,

bengkak, eritema, atau jahitan dibuka.

b. Kriteria Eksklusi

1. Pasien berusia kurang dari 15 tahun.

2. Pasien yang tidak bersedia dilakukan pengambilan pus pada daerah luka

(49)

3.3.2 Besar Sampel

Besar sampel penelitian ini ditentukan dengan menggunakan rumus untuk

deskriptif kategorik karena desain penelitian yang digunakan adalah penelitian

deskriptif dan skala yang digunakan adalah kategorik yang akan menggambarkan

jenis bakteri dan kepekaannya terhadap antibiotik.

Rumus besar sampel yang digunakan adalah (Dahlan, 2013):

Keterangan:

n = jumlah sampel minimal

Zα = derivat baku alpa, dengan nilai α= 5%, maka Zα=1,96

P = proporsi (50%), karena tidak diketahui prevalensi ILO di RSUD Dr. H.

Abdoel Moeloek Bandar Lampung

Q = 1-P

d = presisi (20%), penyimpangan yang masih dapat diterima

Maka perhitungan besar sampel yang digunakan adalah:

Besar sampel yang digunakan adalah 24,01 dan dibulatkan menjadi 24 sampel.

(50)

3.3.3 Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah teknik consecutive

sampling, dimana sampel adalah semua pasien yang memenuhi kriteria inklusi

selama bulan September-Oktober 2016 sampai besar sampel minimal terpenuhi

(Dahlan, 2013).

3.4 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kapas lidi steril,

autoklaf, inkubator, pinset, pipet hisap, cawan petri, kapas, lampu bunsen, hockey

stick L, gelas ukur, labu erlenmeyer, ose bulat, mikropipet, rak dan tabung reaksi,

spiritus, dan penggaris.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Isolat bakteri aerob dari swab luka operasi pasien suspect ILO di ruang rawat

inap bedah dan kebidanan RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar Lampung.

b. Disk/cakram antibiotik, yaitu Ampisilin-Sulbaktam, Ceftriakson, Cefazolin,

Ciprofloksasin, Amikasin, dan Gentamisin dan disk Novobiosin.

c. Media yang digunakan adalah nutrient agar miring, agar darah, agar Mac

Conkey, agar DNAse, TSIA, agar SIM, agar SC, Simmon citrate agar, media

BHI yang digunakan untuk pembuatan suspensi bakteri dan agar Muller

Hinton yang digunakan dalam uji sensitivitas isolat bakteri terhadap

antibiotik.

d. Larutan Standar Mac Farland, aquades, larutan pewarnaan Gram, dan larutan

(51)

3.5 Prosedur Penelitian

a. Sterilisasi Alat

Sterilisasi alat dilakukan dengan mencuci dan mengeringkan alat terlebih

dahulu. Kemudian cawan petri dibungkus dengan kertas perkamen. Sedangkan

alat-alat gelas seperti tabung reaksi ditutup dengan menggunakan kapas lalu

dibalut dengan kassa dan dibungkus dengan kertas perkamen. Kemudian

sterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 30 menit.

Sterilisasi ose bulat dilakukan dengan membakarnya diatas lampu bunsen hingga

membara kemudian didinginkan, sedangkan sterilisasi object glass dilakukan

dengan melewatkannya diatas lampu bunsen beberapa kali (Raihana, 2011).

b. Pengambilan Spesimen Pus

Pengambilan spesimen dilakukan dengan menggunakan kapas lidi steril. Cara

mengambil spesimen adalah dengan mengusap/swab luka operasi kemudian

memasukkannya kembali ke dalam tempat steril. Selanjutnya spesimen dibawa ke

Labkesda untuk pemeriksaan identifikasi bakteri dan kepekaannya (Misnadiarly &

Djajaningrat, 2014).

c. Isolasi dan Identifikasi Mikroorganisme Penyebab ILO

Isolasi spesimen dilakukan dengan mengoleskan spesimen ke dalam nutrient

agar miring sebagai media perbenihan dan inkubasi pada suhu 370C selama 24

jam. Setelah itu, identifikasi sifat bakteri dengan melakukan pewarnaan Gram.

Kemudian memeriksa hasil perwarnaan Gram dibawah mikroskop untuk

mengetahui sifat bakteri merupakan Gram positif atau Gram negatif. Setelah

mengetahui sifat bakteri, dilakukan penanaman bakteri dan dilanjutkan dengan

(52)

dilakukan pada media selektif agar darah dan Gram negatif pada agar Mac

Conkey. Setelah ditemukan koloni tertentu dari media selektif, kemudian

melakukan uji biokimia (Vandepitte et al., 2010).

d. Uji Biokimia Bakteri

Uji biokimia bakteri Gram positif adalah sebagai berikut:

1. Tes Katalase

Pengambilan koloni menggunakan ose bulat dan memindahkan ke object

glass. Kemudian teteskan cairan H2O2. Hasil positif jika terdapat gelembung

udara yang menandakan Staphylococcus sp. dan hasil negatif jika tidak terdapat

gelembung udara yang menandakan Streptococcus sp.

2. Tes DNAse

Tes DNAse dilakukan untuk identifikasi Staphylococcus aureus dan

membedakannya dengan Staphylococcus sp. lainnya. Tanam bakteri pada DNAse

agar plate, lalu inkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Selanjutnya, genangi

koloni yang tumbuh dengan HCl 10% selama 1-2 menit. Hasil positif jika terdapat

zona bening disekitar koloni yang menandakan spesies Staphylococcus aureus

dan negatif jika tidak terdapat zona bening.

3. Uji Novobiosin

Pemeriksaan dilakukan dengan mengoleskan bakteri pada media Muller

Hinton, lalu diletakkan disk Novobiosin diatas koloni bakteri. Kemudian media

diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Hasil positif jika terdapat diameter

(53)

Uji biokimia bakteri Gram negatif adalah sebagai berikut:

1. Uji Triple Sugar Iron Agar (TSIA)

Uji TSIA bertujuan untuk mengetahui kemampuan bakteri dalam melakukan

fermentasi glukosa, laktosa dan sukrosa. Hasil positif jika terdapat perubahan

warna agar dari orange menjadi hitam pada bagian miring dan dasar. Kemampuan

bakteri dalam desulfurasi asam amino dan metion akan menghasilkan H2S yang

bereaksi terhadap Fe2+ sehingga terbentuk endapan hitam.

2. Uji Sulfur Indole Motility (SIM)

Uji menggunakan media SIM dilakukan untuk mengetahui adanya hidrogen

sulfida, timbulnya indol karena aktivitas enzim triptopanase. Hasil positif jika

larutan kovac berubah menjadi merah serta terdapat motilitas atau pergerakan

bakteri.

3. Uji Sitrat

Uji sitrat yang menggunakan media Simmon citrate agar bertujuan untuk

mengetahui kemampuan bakteri dalam menggunakan natrium sitrat sebagai

sumber utama metabolisme dan pertumbuhan yang ditandai dengan perubahan

warna akibat suasana asam. Hasil positif jika terjadi perubahan warna dari hijau

menjadi biru.

4. Uji Urea

Uji urea digunakan untukidentifikasi bakteri Gram negatif batang. Uji ini

bertujuan untuk mengetahui kemampuan bakteri dalam memecah urea menjadi

ammonia dan karbon dioksida. Hasil positif menunjukkan bakteri memiliki enzim

urease untuk memecah urea. Hasil positif jika terdapat perubahan warna agar dari

(54)

e. Pembuatan Suspensi Bakteri

Setelah identifikasi bakteri, tanam bakteri pada media BHI. Kemudian

inkubasi pada suhu 370C selama 4-6 jam atau kekeruhannya sama dengan standar

kekeruhan Mac Farland 0,5 (Vandepitte et al., 2010).

f. Pengukuran sensitivitas antibiotik dengan metode difusi Kirby-Bauer

Uji sensitivitas antibiotik terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:

1. Memulaskan suspensi bakteri yang telah disesuaikan dengan standar

kekeruhan Mac Farland 0,5 ke seluruh permukaan media agar Muller Hinton

secara merata dengan hockey stickL dan diamkan selama 5 menit agar bakteri

meresap ke dalam media (Vandepitte et al., 2010).

2. Meletakkan disk/cakram yang terdiri dari 6 jenis antibiotik pada media agar

Muller Hinton yang sudah diolesi bakteri isolat luka pasca operasi dengan

menggunakan pinset. Jarak antara cakram yang satu dengan cakram yang lain

kurang lebih 3cm dan 2cm dari pinggir sehingga terdapat kontak yang baik

antara cakram obat dengan bakteri, kemudian inkubasi pada suhu 370C

selama 24 jam (Vandepitte et al., 2010).

3. Setelah inkubasi, melakukan pengukuran diameter daerah hambatan yang

ditandai dengan zona hambat disekitar cakram menggunakan penggaris

dengan satuan mm, kemudian bandingkan dengan diameter zona hambat

berdasarkan CLSI (CLSI, 2014).

4. Mengulangi percobaan yang sama untuk bakteri dari isolat bakteri luka pasca

(55)

3.6 Alur Penelitian

Gambar 3. Alur Penelitian Identifikasi Bakteri (Misnadiarly & Djajaningrat, 2014; Ryan & Ray, 2014; Raihana, 2011; Brooks, Carroll, Butel, Morse, & Mietzner, 2010;

Goldman & Green, 2009) Luka 72 Jam Post Operasi

Ambil Swab Pus pada Luka

Hasil Swab Luka dalam Tabung Steril

Tanam pada Media BHI

Inkubasi pada suhu 370C, 24 jam

(56)

Gambar 4. Alur Penelitian Uji Kepekaan Bakteri Terhadap Antibiotik (Vandepitte et al., 2010; Goldman & Green, 2009)

Koloni Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif pada Nutrient Agar Miring

Mengambil koloni bakteri dari

Nutrient Agar Miring

Memulaskan Bakteri ke Media Muller Hinton

Diamkan 5 menit

Koloni Bakteri pada Media Muller Hinton

Uji Kepekaan dengan Meletakkan Disk/Cakram Antibiotik pada Media

Muller Hinton

Terdapat Zona Hambat Antibiotik

Inkubasi 370C, 24 jam

Membandingkan dengan Zona Hambat Berdasarkan CLSI

Resisten Intemediet

Sensitif

Mengukur Diameter Zona Hambat Antibiotik

(57)

4.7 Definisi Operasional

Tabel 2. Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Bakteri yang

Jenis bakteri (spesies bakteri yang berhasil diisolasi)

Zona hambat antibiotik pada media Muller Hinton menunjukkan bakteri dapat dibunuh dengan antibiotik

Intermediet (I):

Zona hambat antibiotik pada media Muller Hinton menunjukkan bakteri dapat dihambat pertumbuhannya dengan antibiotik

Resisten (R):

Zona hambat antibiotik pada media Muller Hinton menunjukkan bakteri tidak dapat dihambat

Gambar

Gambar 1. Kerangka Teori (CDC, 2016; Wardoyo, Tjoa, Ocvyanty, & Moehario, 2014; Bereket et al., 2012; Brooks, Carroll, Butel, Morse, & Mietzner, 2010; Sjamsuhidajat, Karnadihardja, Prasetyono, & Rudiman 2010; National Collaborating Centre for Women’s and Children’s Health, 2008)
Gambar 2. Kerangka Konsep
Gambar 3. Alur Penelitian Identifikasi Bakteri (Misnadiarly & Djajaningrat, 2014; Ryan & Ray, 2014; Raihana, 2011; Brooks, Carroll, Butel, Morse, & Mietzner, 2010; Goldman & Green, 2009)
Gambar 4. Alur Penelitian Uji Kepekaan Bakteri Terhadap Antibiotik  (Vandepitte et al., 2010; Goldman & Green, 2009)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Galtung telah mengembangkan beberapa teori yang berpengaruh, seperti perbedaan perdamaian negatif dan positif, kekerasan struktural, teori tentang konflik dan resolusi konflik,

[r]

Upaya formalisasi syariat Islam lewat perda muncul karena penegakan hukum secara adil, struktur sosial dan kesejahteraan rakyat Sulawesi Selatan belum tercapai, disamping

EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN ROTATING TRIO EXCHANGE DAN TWO STAY TWO STRAY TERHADAP HASIL BELAJAR IPS PESERTA DIDIK KELAS VII SMP NEGERI 2 WONOSARI KLATEN

dan karunia-Nya, sehingga skripsi yang berjudul “Gambaran Histopatologi Insang, Usus dan Otot pada Ikan Mujair ( Oreochromis mossambicus ) Di Daerah Ciampea Bogor” dapat

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan: (1) aktivitas dan (2) prestasi belajar siswa pada materi hidrolisis garam melalui penerapan metode pembelajaran Team Assisted

Strategi yang harus dilaksanakan, agar skenario dapat mencapai sasaran adalah (a) peningkatan produksi untuk memenuhi kebutuhan fisik minimum melalui perluasan areal panen

Menentukan aspek yang memiliki dampak signifikan terhadap