• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Histopatologi Insang, Usus dan Otot pada Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) di Daerah Ciampea Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Histopatologi Insang, Usus dan Otot pada Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) di Daerah Ciampea Bogor"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN HISTOPATOLOGI INSANG, USUS DAN OTOT

PADA IKAN MUJAIR (Oreochromis mossambicus )

DI DAERAH CIAMPEA BOGOR

IVAN MAULANA ERSA

B04104012

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

IVAN MAULANA ERSA. Gambaran Histopatologi Insang, Usus dan Otot pada Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) Di Daerah Ciampea Bogor. (Di Bawah Bimbingan Bambang Pontjo Priosoeryanto dan Risa Tiuria).

(3)

ABSTRACT

IVAN MAULANA ERSA. Histopathology Image Of Gill, Intestine and Muscle at Mujair Fish (Oreochromis mossambicus) In Ciampea Bogor. (Under Tuition of Bambang Pontjo Priosoeryanto and Risa Tiuria).

(4)

GAMBARAN HISTOPATOLOGI INSANG, USUS DAN OTOT

PADA IKAN MUJAIR (Oreochromis mossambicus )

DI DAERAH CIAMPEA BOGOR

Oleh :

IVAN MAULANA ERSA

B04104012

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan

Institut Pertanian Bogor

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul :GAMBARAN HISTOPATOLOGI INSANG, USUS

DAN OTOT PADA IKAN MUJAIR (Oreochromis mossambicus) DI DAERAH CIAMPEA BOGOR.

Nama Mahasiswa : Ivan Maulana Ersa

NRP : B04104012

Menyetujui,

Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2

drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS, Ph.D drh. Risa Tiuria, MS, Ph.D NIP : 131 578 839 NIP :131 690 352

Mengetahui,

Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Dr. Nastiti Kusumorini NIP : 131 669 942

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Pamekasan, Madura, Jawa Timur pada

tanggal 3 November 1985. Penulis merupakan anak keempat dari enam

bersaudara dari Bapak Sahuri Abbas dan Ibu Ettin Rochyatini.

Tahun 1997 penulis menyelesaikan pendidikan SDN selama lima tahun

pertama di SDN Waru Barat 1 Kecamatan Waru dan satu tahun selanjutnya di

SDN Barurambat Kota V Kota Pamekasan pada tahun 1998. Pada tahun 2001

penulis menyelesaikan pendidikan SLTP di SLTP Negeri 1 Kota Pamekasan.

Penulis lulus dari SMU Negeri 1 Pamekasan pada tahun 2004.

Tahun 2004 penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor

melalui jalur USMI pada Jurusan Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran

Hewan.

Pada tahun 2006 penulis tergabung di Organisasi Eksternal HMI

(Himpunan Mahasiswa Islam) Komisariat FKH-IPB selama satu tahun menjabat

sebagai Bendahara Umum.

Karya ilmiah yang dihasilkan penulis untuk meraih gelar Sarjana

Kedokteran Hewan diperoleh melalui penelitian selama delapan bulan di Bogor

yang berjudul “Gambaran Histopatologi Insang, Usus dan Otot pada Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) Di Daerah Ciampea Bogor” di bawah bimbingan drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS, Ph.D dan drh Risa Tiuria,

(7)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT atas rahmat

dan karunia-Nya, sehingga skripsi yang berjudul “Gambaran Histopatologi Insang, Usus dan Otot pada Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) Di Daerah Ciampea Bogor” dapat selesai sesuai dengan yang diharapkan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran

Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada

semua pihak yang telah turut membantu terlaksananya tugas akhir ini dan secara

khusus kepada:

1. Drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto,MS,Ph.D dan drh Risa Tiuria, MS,

Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan

pengarahan selama penulisan skripsi ini.

2. Drh. Kusdiantoro Mohammad, Msi selaku dosen pembimbing akademik

penulis selama menjalani perkuliahan.

3. Bapak, Ibu, kakak-kakak dan adik-adik saya tercinta atas do’a dan

dukungan, kasih sayang dan motivasi yang diberikan kepada penulis.

4. Teman-teman gila Arios, Dhani, Abhin, Rico, Arie, Yuzar, Bagus buat

persahabatannya selama 4 tahun terakhir.

5. Teman-teman kosan (Bama, Desri, Giono, Faiz dan Taufan) dan

Asteroidea 41.

6. Teman-teman penelitian, teknisi laboratorium Helminthologi, Departemen

Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner serta

laboratorium Histopatologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi,

Fakultas Kedokteran Hewan-Institut Pertanian Bogor.

Dan kepada semua pihak yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu,

yang telah membantu penulis selama perkuliahan dan penelitian, semoga skripsi

ini dapat memberikan informasi dan manfaat yang berharga bagi para pembaca

dan semoga Allah SWT rahmat dan karunia-Nya bagi kita semua. Amin.

Bogor, Agustus 2008

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

PENDAHULAN... 1

Latar Belakang... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA... 3

Ikan Mujair ... 3

Perubahan Patologi Umum Ikan ... 5

Gangguan Sistim Sirkulasi Ikan ... 5

Degenerasi Seluler pada Ikan ... 6

Nekrosis Jaringan Ikan ... 7

Gangguan Perkembangan dan Pertumbuhan Ikan ... 8

Inflamasi pada Ikan... 8

Melano-makrofag Centers (MMCs)... 9

Organ Ikan... 9

Insang ... 9

Usus... 11

Otot... 12

Penyakit Infeksi pada Ikan ... 14

Infeksi Virus pada Ikan ... 14

Infeksi Bakteri pada Ikan ... 14

Infeksi Fungi pada Ikan... 15

Infeksi Protozoa pada Ikan... 16

Infeksi Cacing Parasit dan Arthropoda pada Ikan... 16

Penyakit Non-Infeksi ... 17

MATERI DAN METODE... 18

Tempat dan Waktu Penelitian... 18

(9)

Metode Penelitian ... 18

Pembuatan Sediaan Histopatologi ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN... 21

Insang... 21

Otot ... 31

Usus ... 38

KESIMPULAN DAN SARAN... 42

Kesimpulan ... 42

Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA... 43

(10)

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

1 Perubahan Histopatologi Insang pada Ikan Mujair... 22

2 Perbedaan Histopatologi antara Penyakit Insang akibat Bakteri

dan Defisiensi Asam Pantotenat... 24

3 Perubahan Histopatologi Otot pada Ikan Mujair... 33

4 Perubahan Histopatologi Usus pada Ikan Mujair... 39

Lampiran

5 Jumlah Sel Goblet Pada Insang Ikan Mujair (3 lamela

primer)... 52

(11)

GAMBARAN HISTOPATOLOGI INSANG, USUS DAN OTOT

PADA IKAN MUJAIR (Oreochromis mossambicus )

DI DAERAH CIAMPEA BOGOR

IVAN MAULANA ERSA

B04104012

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

ABSTRAK

IVAN MAULANA ERSA. Gambaran Histopatologi Insang, Usus dan Otot pada Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) Di Daerah Ciampea Bogor. (Di Bawah Bimbingan Bambang Pontjo Priosoeryanto dan Risa Tiuria).

(13)

ABSTRACT

IVAN MAULANA ERSA. Histopathology Image Of Gill, Intestine and Muscle at Mujair Fish (Oreochromis mossambicus) In Ciampea Bogor. (Under Tuition of Bambang Pontjo Priosoeryanto and Risa Tiuria).

(14)

GAMBARAN HISTOPATOLOGI INSANG, USUS DAN OTOT

PADA IKAN MUJAIR (Oreochromis mossambicus )

DI DAERAH CIAMPEA BOGOR

Oleh :

IVAN MAULANA ERSA

B04104012

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan

Institut Pertanian Bogor

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(15)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul :GAMBARAN HISTOPATOLOGI INSANG, USUS

DAN OTOT PADA IKAN MUJAIR (Oreochromis mossambicus) DI DAERAH CIAMPEA BOGOR.

Nama Mahasiswa : Ivan Maulana Ersa

NRP : B04104012

Menyetujui,

Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2

drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS, Ph.D drh. Risa Tiuria, MS, Ph.D NIP : 131 578 839 NIP :131 690 352

Mengetahui,

Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Dr. Nastiti Kusumorini NIP : 131 669 942

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Pamekasan, Madura, Jawa Timur pada

tanggal 3 November 1985. Penulis merupakan anak keempat dari enam

bersaudara dari Bapak Sahuri Abbas dan Ibu Ettin Rochyatini.

Tahun 1997 penulis menyelesaikan pendidikan SDN selama lima tahun

pertama di SDN Waru Barat 1 Kecamatan Waru dan satu tahun selanjutnya di

SDN Barurambat Kota V Kota Pamekasan pada tahun 1998. Pada tahun 2001

penulis menyelesaikan pendidikan SLTP di SLTP Negeri 1 Kota Pamekasan.

Penulis lulus dari SMU Negeri 1 Pamekasan pada tahun 2004.

Tahun 2004 penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor

melalui jalur USMI pada Jurusan Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran

Hewan.

Pada tahun 2006 penulis tergabung di Organisasi Eksternal HMI

(Himpunan Mahasiswa Islam) Komisariat FKH-IPB selama satu tahun menjabat

sebagai Bendahara Umum.

Karya ilmiah yang dihasilkan penulis untuk meraih gelar Sarjana

Kedokteran Hewan diperoleh melalui penelitian selama delapan bulan di Bogor

yang berjudul “Gambaran Histopatologi Insang, Usus dan Otot pada Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) Di Daerah Ciampea Bogor” di bawah bimbingan drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS, Ph.D dan drh Risa Tiuria,

(17)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT atas rahmat

dan karunia-Nya, sehingga skripsi yang berjudul “Gambaran Histopatologi Insang, Usus dan Otot pada Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) Di Daerah Ciampea Bogor” dapat selesai sesuai dengan yang diharapkan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran

Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada

semua pihak yang telah turut membantu terlaksananya tugas akhir ini dan secara

khusus kepada:

1. Drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto,MS,Ph.D dan drh Risa Tiuria, MS,

Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan

pengarahan selama penulisan skripsi ini.

2. Drh. Kusdiantoro Mohammad, Msi selaku dosen pembimbing akademik

penulis selama menjalani perkuliahan.

3. Bapak, Ibu, kakak-kakak dan adik-adik saya tercinta atas do’a dan

dukungan, kasih sayang dan motivasi yang diberikan kepada penulis.

4. Teman-teman gila Arios, Dhani, Abhin, Rico, Arie, Yuzar, Bagus buat

persahabatannya selama 4 tahun terakhir.

5. Teman-teman kosan (Bama, Desri, Giono, Faiz dan Taufan) dan

Asteroidea 41.

6. Teman-teman penelitian, teknisi laboratorium Helminthologi, Departemen

Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner serta

laboratorium Histopatologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi,

Fakultas Kedokteran Hewan-Institut Pertanian Bogor.

Dan kepada semua pihak yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu,

yang telah membantu penulis selama perkuliahan dan penelitian, semoga skripsi

ini dapat memberikan informasi dan manfaat yang berharga bagi para pembaca

dan semoga Allah SWT rahmat dan karunia-Nya bagi kita semua. Amin.

Bogor, Agustus 2008

(18)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

PENDAHULAN... 1

Latar Belakang... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA... 3

Ikan Mujair ... 3

Perubahan Patologi Umum Ikan ... 5

Gangguan Sistim Sirkulasi Ikan ... 5

Degenerasi Seluler pada Ikan ... 6

Nekrosis Jaringan Ikan ... 7

Gangguan Perkembangan dan Pertumbuhan Ikan ... 8

Inflamasi pada Ikan... 8

Melano-makrofag Centers (MMCs)... 9

Organ Ikan... 9

Insang ... 9

Usus... 11

Otot... 12

Penyakit Infeksi pada Ikan ... 14

Infeksi Virus pada Ikan ... 14

Infeksi Bakteri pada Ikan ... 14

Infeksi Fungi pada Ikan... 15

Infeksi Protozoa pada Ikan... 16

Infeksi Cacing Parasit dan Arthropoda pada Ikan... 16

Penyakit Non-Infeksi ... 17

MATERI DAN METODE... 18

Tempat dan Waktu Penelitian... 18

(19)

Metode Penelitian ... 18

Pembuatan Sediaan Histopatologi ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN... 21

Insang... 21

Otot ... 31

Usus ... 38

KESIMPULAN DAN SARAN... 42

Kesimpulan ... 42

Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA... 43

(20)

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

1 Perubahan Histopatologi Insang pada Ikan Mujair... 22

2 Perbedaan Histopatologi antara Penyakit Insang akibat Bakteri

dan Defisiensi Asam Pantotenat... 24

3 Perubahan Histopatologi Otot pada Ikan Mujair... 33

4 Perubahan Histopatologi Usus pada Ikan Mujair... 39

Lampiran

5 Jumlah Sel Goblet Pada Insang Ikan Mujair (3 lamela

primer)... 52

(21)

DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman

1 Ikan mujair yang digunakan pada saat Penelitian... 4

2 Persebaran Ikan Mujair Di Dunia (Webb et al. 2007)……… 5

3 Histologi Normal Insang Ikan bagian 1……….. 10

4 Histologi Normal Insang Ikan bagian 2……….. 11

5 Histologi Normal Usus Ikan ………... 12

6 Histologi Normal Otot Ikan……… 13

7 Hiperplasia dan fusi epitel lamela. Pewarnaan HE (Bar = 100 μm)... 23

8 Clubbing dan fusi lamela sekunder pada ujung filamen insang. Lamela memanjang dan bengkok serta hemoragi (a). Pewarnaan HE (Bar = 100 μm)... 24

9 Edema filamen (a) dan lamela sekunder (a), serta desquamasi lamela (c) yang mungkin terjadi akibat zat-zat kimia dan logam-logam berat. Pewarnaan HE (Bar = 60 μm)... 25

10 Hemoragi (a), edema (b), proliferasi sel epitel (c) dan infiltrasi sel-sel granul eosinofil (d). Pewarnaan HE (Bar = 20 μm)……… 27

11 Monogenea (a) pada insang. Terjadi edema lamela sekunder (b) dan primer (c), hemoragi (d), proliferasi sel goblet (e). Pewarnaan HE (A. Bar = 60 μm, B. Bar = 40 μ m)………... 28

(22)

No Teks Halaman

13 Myxospora plasmodia di epitel filamen insang (X). Terjadi infiltrasi sel radang (a) dan proliferasi sel epitel (b). Pewarnaan

HE. (Bar = 20 μm)... 30

14 Teleangiektasis lamela sekunder (a). Ruptur sel tiang lamela sekunder, edema filamen (b), desquamasi epitel lamela (c) dan

proliferasi sel goblet (d). Pewarnaan HE (Bar = 40 μm)... 31

15 Atropi sel otot berwarna lebih merah (a), nekrotik sel (b), degenerasi vakuola (c). Pewarnaan HE (Bar = 20 μm)... 33

16 Degenerasi lemak (b) dan edema (c). Pewarnaan HE (Bar 40 =

μm)... 34

17 Degenerasi Hialin dan Zenkers (a) pada serabut otot. Pewarnaan

HE (Bar = 40 μm)... 35

18 Edema pada otot berupa rongga antar serabut otot (x). Dislokasi nukleus (a) dan endomisium (c) pada serabut otot akibat edema.

Pewarnaan HE (Bar = 40 μm)... 35

19 Gambaran histopatologi jaringan otot yang terinfeksi Mikrospora. Infiltrasi sel radang dan hemoragi. Pewarnaan HE

(Bar = 20 μm)... 36

20 Gambaran histopatologi jaringan otot yang terinfeksi Mikrospora. Multifokal spora (Gambar B) dan nekrotik jaringan (Gambar A). Pewarnaan HE (A. Bar = 100 μm, B. Bar = 40

μm)……….. 37

21 Kongesti pembuluh darah (a), edema submukosa (b) dan proliferasi sel goblet (c) yang mungkin terjadi akibat trauma.

Pewarnaan HE (Bar = 100 μm)……….. 39

22 Infiltrasi sel-sel limfoid (a), edema submukosa (b), nekrosa dan

atropi vili usus (x). Pewarnaan HE (Bar = 20 μm)………. 40

23 Protozoa pada usus (a). Oocysts bersporulasi pada epitelium. Terjadi proliferasi sel goblet (b) dan edema (c). Pewarnaan HE

(23)

DAFTAR LAMPIRAN

No Teks Halaman

1 Teknik Pembuatan Preparat Histologi (Metode Humason 1967)... 50

2 Teknik Pewarnaan dengan Zat Warna Haematoksilin dan Eosin

(24)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Budidaya perairan salah satunya adalah budidaya ikan, baik diperairan air

tawar, payau maupun laut. Di tahun 1996, hampir 22 % produksi total ikan dunia

dari 120 juta ton berasal dari budidaya perairan. Data statistik terakhir

menyatakan bahwa 32% produksi total ikan di dunia yang dikonsumsi manusia

berasal dari budidaya perairan (FAO 2003) dalam Bardach (1993).

Pertambahan penduduk dunia meningkatkan kebutuhan akan sumber

protein makanan daging dan ikan. Manfaat ikan semakin disadari sebagai pemacu

pertumbuhan tubuh manusia, peningkatan pertumbuhan otak manusia, mencegah

penyakit kolestrol/penyakit jantung serta manfaat lainnya bagi kesehatan manusia.

Ikan mengandung protein sekitar 16-24%, lemak 0,2-2,2%; karbohidrat,

garam-garam mineral, dan vitamin (Susanto 1999).

Satu-satunya pilihan untuk memenuhi kebutuhan ikan di masa mendatang

adalah melalui budidaya. Hanya saja bagaimana dapat mewujudkan hal itu dengan

baik. Beberapa kendala bagi kelangsungan aktivitas budi daya terletak pada

kejadian suatu penyakit yang berhubungan dengan faktor lingkungan yang tidak

menguntungkan. Misalnya, penangkapan ikan yang hampir tidak terkendali dan

dampak pencemaran oleh limbah rumah tangga, industri atau tumpahan minyak

yang semakin meluas dan bioaggresors yang mengurangi dan memutus siklus

kehidupan ikan di perairan di seluruh dunia sehingga menjadikan perbandingan

antara kebutuhan dan ketersediaan semakin besar dan tajam.

"Tilapia" adalah nama umum dari suatu kelompok ikan komersial penting

untuk konsumsi yang berasal dari famili Cichlidae dan endemik di Afrika. Nama

tilapia mungkin berasal dari kata Bechuana-Afrika "thiape" yang artinya ikan.

Tilapia berkembang luas di negara-negara tropis. Kelompok ikan dari famili

Cichlidae yang penting untuk budidaya terdiri dari tiga genus, yaitu Oreochromis,

Sarotherodon dan Tilapia (Geer dan Kamila 2005).

Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) sejak dahulu telah dikonsumsi

(25)

oleh tubuh. Insang, usus dan otot ikan mujair merupakan organ yang sering

terpapar oleh agen dan bagian penting dalam hubungannya dengan penyakit.

Organ-organ ini dapat mengalami perubahan patologi yang dapat disebabkan oleh

perubahan fisik dan kimiawi pada air.

Penyakit ikan merupakan salah satu masalah utama yang sering dihadapi

oleh pembudidaya ikan. Kerugian yang terjadi bukan hanya pada jumlah populasi

ikan saja, melainkan secara material merupakan pukulan yang cukup berat bagi

para pembudidaya ikan. Di Indonesia, produksi ikan melalui budidaya perairan,

baik air tawar maupun air payau telah memberikan kontribusi yang signifikan

kepada perekonomian negara. Penyakit ikan epizootik yang menyebabkan

kerugian besar terhadap industri perikanan indonesia yang terjadi di tahun 1951

mewabahnya Myxobolus pyriformis. Pada tahun 1953 mewabahnya Learnea

cyprinacea dan di tahun 1980 mewabahnya suatu spesies yang tidak

teridentifikasi, tetapi kemungkinannya adalah Aeromonas Sp. Peristiwa ini

menghabiskan biaya jutaan rupiah dan agen-agen penyakit tersebut dicurigai

berasal dari ikan-ikan yang diimpor. Adanya penyakit ikan erat hubungannya

dengan lingkungan dimana ikan itu berada. Oleh karena itu dalam pencegahan dan

pengobatan penyakit ikan, selain dilakukan pengendalian terhadap lingkungan

juga perlu diketahui hal-hal yang berkaitan dengan timbulnya penyakit ikan,

misalnya perubahan patologi organ ikan, khususnya ikan mujair.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran

histopatologi insang, usus dan otot ikan mujair Oreochromis mossambicus.

Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan dapat diketahui dengan jelas

perubahan-perubahan histopatologi penyakit ikan akibat penyakit infeksi dan non-infeksi,

(26)

TINJAUAN PUSTAKA

Ikan Mujair

Menurut Webb et al. 2007, nama umum: Tilapia mozambique atau

Mozambique mouthbrooder, Kurper atau mud bream (South Africa), Ikan mujair

atau Miracle fish (Indonesia).

Klasifikasi ikan mujair sebagai berikut:

Domain : Eukaryota (Whittaker & Margulis 1978)

Kingdom : Animalia (Linnaeus1758)

Subkingdom : Bilateria (Hatschek 1888, Cavalier-Smith 1983, Hatschek

1888, cavalier-smith 1983)

Filum : Chordata (Bateson 1885)

Superkelas : Osteichthyes (Huxley 1880)

Series : Percomorpha

Kelas : Actinopterygii (Cope 1887 )

Ordo : Perciformes

Subordo : Labroidei

Famili : Cichlidae

Genus : Oreochromis (Castelnau 1861)

Spesies : Oreochromis mossambicus (Peters 1852)

Sinonim :

Chromis mossambicus (Peters 1852), Tilapia mossambica (Peters 1852),

Sarothredon mossambica (Peters 1852), Sarotherodon mossambica (Peters 1852),

Sarotherodon mossambicum (Peters 1852), Oreochromis mozambica (Peters

1852), Tilapia mossambica mossambica (Peters 1852), Tilapia mossambicus

(Peters 1852), Oreochromis mossambica (Peters 1852), Chromis niloticus

mossambicus (Peters 1852), Cromis mossambicus (Peters 1852), Tilapia dumerili,

Tilapia dumerilii, Chromis dumerilii, Chromis vorax, Tilapia vorax (Pfeffer

1893), Sarotherodon mossambicus natalensis, Chromis natalensis, Tilapia

(27)

Gambar 1. Ikan mujair yang digunakan pada saat Penelitian

Ikan Mujair merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, bentuk badan pipih

dengan warna abu-abu, coklat atau hitam (Gambar 1). Ikan ini berasal dari

perairan Afrika dan pertama kali di Indonesia ditemukan oleh bapak Mujair di

muara sungai Serang pantai selatan Blitar Jawa Timur pada tahun 1939. Menurut

Webb et al. (2007), ikan mujair mempunyai toleransi yang besar terhadap kadar

salinitas, temperatur air yang tinggi, oksigen terlarut yang rendah, dan konsentrasi

amonia yang tinggi dibandingkan dengan ikan air tawar lain yang umum untuk

budidaya. Jenis ikan ini mempunyai kecepatan pertumbuhan yang relatif lebih

cepat, tetapi setelah dewasa percepatan pertumbuhannya akan menurun. Berat

ikan dapat mencapai 120 sampai 200 gram dalam waktu empat bulan dengan

sedikitnya 80% yang dapat bertahan hidup (EVIFRDC 1997). Panjang total

maksimum yang dapat dicapai ikan mujair adalah 40 cm (Skelton 1994).

Ikan mujair bersifat herbivora, tetapi ikan ini juga mengkonsumsi detritus,

crustacea, bentos, dan berbagai bentuk makanan suplemen yang tersedia di air.

Ikan mujair tahan terhadap kerumunan dan resisten terhadap hama dan penyakit.

Ikan mujair merupakan sumber protein, vitamin, dan mineral yang diperlukan

oleh tubuh dan dapat dijadikan makanan pengganti ikan laut yang baik yang mana

harga ikan laut semakin hari semakin mahal (EVIFRDC 1997).

Webb et al. (2007) menyatakan bahwa ikan mujair berasal dari Afrika,

yaitu sekitar dataran rendah Zambezi, Shiré dan dataran pantai delta Zambezi

sampai pantai Algoa. Pada saat ini, ikan mujair telah tersebar luas

(28)

mujair diperkenalkan sebagai ikan budi daya atau ikan komersial dan di

Indonesia, ikan Mujair awalnya diperkenalkan sebagai ikan hias.

Gambar 2. Persebaran Ikan Mujair Di dunia(Webb et al. 2007)

Perubahan Patologi Umum Ikan Gangguan Sistim Sirkulasi Ikan

Hemoragi adalah keluarnya darah dari pembuluh darah dan banyak

terdapat di kulit, membran mukosa, di dalam rongga-rongga yang mengandung

serous atau diantara sel-sel jaringan atau organ. Darah keluar dari pembuluh

darah karena adanya lubang pada dinding atau darah menerobos dinding yang

utuh karena peningkatan porositas dari pembuluh darah tersebut. Hemoragi dapat

disebabkan oleh trauma, ruptur pembuluh darah atau peningkatan porositas akibat

infeksi bakteri, virus atau bahan toksik. Pada ikan, semua pengaruh dari proses

hemoragi bersifat ringan jika terjadi proses pembentukan darah dengan cepat.

Anemia dapat terjadi pada ikan jika proses hemoragi bersifat akut akibat penyakit

infeksi. Anemia ini ditandai dengan kepucatan insang dan organ-organ bagian

dalam (Plumb 1994).

Edema adalah suatu akumulasi cairan yang abnormal di dalam

rongga-rongga tubuh atau di dalam ruang-ruang interstitial dari jaringan dan organ

yang dapat mengakibatkan kebengkakan. Edema ditandai oleh adanya cairan

kuning di dalam rongga abdominal atau material encer/berair, seperti gelatin di

(29)

tekanan hidrostatik atau kesalahan pada tekanan osmotis darah, peningkatan

permeabilitas pembuluh kapiler, limfe, obstruksi atau disfungsi ginjal.

Kondisi-kondisi ini dapat dihubungkan dengan bahan-bahan toksik kimia, virus,

bakteri dan penyakit parasitik. Kerusakan mekanis atau penyakit dapat

mempengaruhi ikan terhadap infeksi lebih lanjut karena edematos menyediakan

suatu medium yang baik untuk pertumbuhan bakteri (Hibiya and Fumio 1995).

Teleangiectasis adalah membengkaknya pembuluh darah pada insang ikan

dan mirip dengan aneurisma pada hewan vertebrata tingkat tinggi. Aneurisma

merupakan pembengkakan yang permanen dari arteri, sedangkan telangiectasis

merupakan suatu kondisi yang reversibel dan pasif. Teleangiectasis dapat

disebabkan oleh kerusakan mekanis, bahan toksik, virus, bakteri, toksin-toksin

bakteri, parasit-parasit dan dalam beberapa kasus defisiensi nutrisi (Plumb 1994).

Degenerasi Seluler pada Ikan

Degenerasi dapat disebabkan oleh kekurangan material essensial

(misalnya, oksigen atau nutrisi yang vital), kekurangan sumber energi yang

mengganggu metabolisme, pemanasan mekanik atau dapat disebabkan oleh luka

akibat listrik, akumulasi substansi yang abnormal di dalam sel-sel yang

disebabkan oleh virus, bakteri, atau patogen-patogen seperti parasit dan toksin

yang dihasilkan atau oleh bahan kimia beracun, ketidakseimbangan nutrisi dan

zat-zat iritan yang ringan. Degenerasi granuler merupakan perubahan yang paling

berat yang muncul pada serabut otot dan dikenal sebagai nekrosis pencairan,

yaitu degenerasi granuler yang mempengaruhi seluruh serabut atau hanya suatu

bagian saja (Plumb 1994).

Cloudy atau degenerasi berbutir sering disebabkan oleh toksemia bakteri,

perubahan awal (mikroskopis), yaitu adanya indikasi degenerasi seluler. Sel-sel

akibat penyakit "Cloudy" akan mengalami pembesaran, sitoplasmanya tampak

homogen, dan kusam. Hal ini sering muncul selama awal perubahan patologi

serabut otot. Cloudy swelling pada serabut otot mengacu pada suatu kebengkakan

yang terlokalisir atau umum yang disertai oleh hilangnya kelurikan pada bagian

yang dipengaruhi. Nukleus hanya mengalami sedikit perubahan, tetapi bagian

(30)

swelling mungkin merupakan suatu kondisi yang dapat balik yang dihasilkan oleh

perubahan-perubahan dari sitoplasma (Plumb 1994).

Degenerasi hialin merupakan perubahan yang mengikuti cloudy swelling

dan dapat disebut juga nekrosis koagulasi. Nukleus kromatin berkondensasi dan

menyebabkan lurik pada serabut otot menghilang. Degenerasi lemak merupakan

hasil dari suatu akumulasi lipid, terutama di dalam hati dan diikuti piknosis serta

nekrosis. Perubahan ini biasanya disebabkan oleh suatu penyakit infeksi,

ketidakseimbangan nutrisi, hipoksia, anemia, dan mungkin beberapa bahan toksik

(Hibiya and Fumio 1995).

Nekrosis Jaringan Ikan

Menurut Plumb (1994), nekrosis adalah kematian sel-sel atau jaringan

yang menyertai degenerasi sel pada setiap kehidupan hewan dan merupakan tahap

akhir degenerasi yang irreversibel. Karakteristik dari jaringan nekrotik, yaitu

memiliki warna yang lebih pucat dari warna normal, hilangnya daya rentang

(jaringan menjadi rapuh dan mudah terkoyak), atau memiliki konsistensi yang

buruk atau pucat (seperti bubur), dan kadang-kadang menimbulkan bau yang tidak

enak serta kalsifikasi .

Nekrosis dapat disebabkan oleh trauma, agen-agen biologis (virus, bakteri,

jamur dan parasit), agen-agen kimia atau terjadinya gangguan terhadap

penyediaan darah pada suatu daerah khusus. Nekrosis pencairan adalah jenis

nekrosis yang paling umum terjadi pada ikan. Enzim-enzim di dalam sel akan

menghancurkan sel dan jika hal ini terjadi pada epitelium atau otot ikan, maka

jaringan yang nekrosa akan terkelupas. Nekrosis koagulasi mengacu pada suatu

daerah nekrosis yang mana berat dan sifat mikroskopis alami jaringan itu dapat

dikenal. Hal ini dihubungkan dengan perlukaan yang disebabkan oleh beberapa

jenis dari bahan toksik. Nekrosis kaseosa muncul ketika suatu organisme yang

patogen menghasilkan bahan perkejuan, material keputihan pada suatu lesio dan

(31)

Gangguan-gangguan Perkembangan dan Pertumbuhan Ikan

Atropi merupakan berkurangnya ukuran dari suatu bagian tubuh yang

dewasa atau organ karena pengurangan ukuran atau jumlah dari sel-sel yang ada.

Atropi adalah suatu proses lambat yang dapat disebabkan oleh kelaparan atau

malnutrisi (penyebab paling umum), kekurangan persediaan darah yang cukup

atau infeksi kronis (Plumb 1994).

Hipertropi adalah bertambahnya ukuran atau volume dari suatu bagian

tubuh karena suatu peningkatan ukuran dari sel-sel individu. Hipertropi biasanya

disebabkan oleh peningkatan permintaan terhadap fungsi, tetapi dapat juga

diinisiasikan oleh agen infeksi (Plumb 1994).

Hiperplasia merupakan penambahan dari suatu bagian tubuh atau organ

karena adanya peningkatan dalam jumlah sel-sel. Satu bentuk hiperplasia pada

ikan ditandai oleh meningkatnya ketebalan dari epitel lamela insang karena

infeksi atau iritasi ringan yang berkelanjutan. Hiperplasia dapat diakibatkan oleh

polutan-polutan air seperti dari beberapa virus ikan yang menyebabkan

pembentukan lesio-lesio hiperplastik, hal ini terutama sekali terjadi pada

integument (Robert 2001).

Inflamasi pada Ikan

Plumb (1994) menyatakan bahwa inflamasi adalah suatu respon agresif

dari pembuluh darah dan seluler dari jaringan hewan hidup terhadap suatu luka

yang subletal dan salah satu reaksi pertahanan yang paling penting yang dimiliki

hewan. Ketika luka masuk dalam tubuh, respon utama terhadap luka berupa suatu

akumulasi cairan dari sistem pembuluh darah dan migrasi limfosit, neutrofil,

makrofag, dan komponen-komponen darah yang lain menuju daerah yang terluka.

Inflamasi dapat disebabkan oleh virus, bakteri, parasit, trauma, panas, iradiasi dan

bahan toksik.

Inflamasi hemoragik ditandai oleh kehadiran dari sejumlah besar eritrosit

dan komponen-komponen darah lain pada permukaan organ atau di dalam

eksudat. Inflamasi hemoragik secara umum tersebar pada membran-membran

yang mengandung atau mengeluarkan serum atau mukus. Inflamasi ini dapat

(32)

suatu kondisi pada kulit, yang biasanya dihubungkan dengan inflamasi hemoragik

(Plumb 1994).

Fagositosis dan reaksi selular merupakan infiltrasi selular (mayoritas oleh

sel fagosit) daerah yang rusak dapat terjadi pada suatu periode tertentu setelah

onset lesio dan sulit untuk diidentifikasi oleh material pewarnaan. Sel fagosit

tersebut dapat berupa neutrofil, limfosit, histiosit dan fibroblas-fibroblas dari

endomisium (Hibiya and Fumio 1995).

Melano-Makrofag Centres (MMCs)

Ikan memiliki kumpulan-kumpulan dari makrofag, yang lebih dikenal

dengan pusat melano-makrofag (MMCs) (Agius and Robert 1981) dalam Robert

(2001). MMCs melokalisir akumulasi makrofag-makrofag yang berisi

hemosiderin, lipofuchsin dan ceroid sama seperti pigmen melanin. MMCs banyak

ditemukan di dalam jaringan limfoid kebanyakan teleost, dan juga pada lesio-lesio

akibat peradangan. Fungsi melanin di dalam jaringan tidak jelas. Hal ini mungkin

didasarkan atas material radikal bebas yang stabil dari melanin dan

kemampuannya untuk menetralkan reaksi radikal bebas. Ellis (1981b) menyatakan

bahwa melanin pada organ viscera dapat sebagai alat perlindungan dari kerusakan

akibat radikal bebas. Pada organisme yang lebih tinggi, melanin memiliki peran

yang luas dalam perlindungan melawan invasi parasit tertentu pada jaringan dan

juga pertahanan melawan mekanisme yang berpotensi menimbulkan bahaya pada

diri sendiri, selama pengaktifan sistim pertahanan dalam tubuh itu sendiri.

Organ Ikan Insang

Komponen pernapasan insang terdiri dari filamen atau lamela primer dan

lamela sekunder. Di tengah lamela primer terdapat tulang atau plat-plat kartilago

yang mendukung struktur lamela. Diantara struktur pendukung terdapat suatu

lapisan jaringan ikat yang berisi sel-sel eosinofilik dan pembuluh darah. Lamela

primer merupakan tempat suplai darah dari dan ke lengkungan insang yang mana

(33)

dalam Robert (2001) menyatakan bahwa adanya limfosit dan granul eosinifilik

terjadi akibat adanya penyakit-penyakit bakteri.

Lamela sekunder terdiri atas dua permukaan yang dihubungkan oleh

sel-sel tiang yaitu sel yang terletak diantara sirkulasi darah menjaga kesatuan

lamela. Sel-sel pernapasan ikan yang sehat hanya terdiri dari dua atau tiga lapis

sel epitelium yang rata dan terletak di membran basal. Di antara sel epitelium

terdapat sel goblet yang menghasilkan sel-sel mukus dan sel klorid yang penting

di dalam osmoregulasi. Lamela sekunder ikan memiliki sedikit mukus, yaitu suatu

lapisan sel epitelia (Roberts 1978) dan kapiler-kapiler darah yang dibatasi oleh

sel tiang dan makrofag (Hibiya and Fumio 1995).

Insang merupakan organ respirasi yang utama dan vital pada ikan. Epitel

insang ikan merupakan bagian utama untuk pertukaran gas, keseimbangan asam

basa, regulasi ion, dan ekskresi nitrogen. Oleh karena itu, jika ikan tercemar oleh

polutan lingkungan seperti amonia, pestisida, logam, nitrit, dan petroleum

hidrokarbon, fungsi vital ini dalam keadaan bahaya karena menghalangi

[image:33.612.132.507.395.662.2]

penerimaan oksigen misalnya terjadi fusi.

(34)
[image:34.612.94.557.78.310.2]

Gambar 4. Histologi Normal Insang Ikan bagian 2. (http://www.histology-world.com/photoalbum/thumbnails.php?album=72&page=6)

Usus

Usus merupakan organ yang sering terpapar oleh agen-agen mikroba dan

organ penting dalam hubungannya dengan penyakit. Patogen dan parasit dapat

masuk ke dalam usus melului oral, khususnya melalui bahan makanan yang

tercemar. Apabila terjadi infeksi, maka limfosit akan menginvasi lapisan usus.

kemudian, terjadi peradangan dan kondisi tersebut akan meningkat menjadi

degenerasi, deskuamasi sel dan sekresi mukus ke dalam lumen. Setelah itu,

nekrosis menyebar ke bagian lamina propia dan jaringan otot licin. Pada epitel

mukosa yang sensitif dapat terjadi peradangan yang terlokalisir dan timbul

ulcerasi. Hal ini dapat terjadi akibat patogen-patogen usus dan benda-benda asing

yang dicerna seperti kayu dan batu. Pada kasus-kasus degenerasi usus yang berat,

fungsi absorbsi usus terhenti dan ikan mati (Hoole et al. 2001)

Bagian transversal usus merupakan lumen yang tertutup oleh lipatan

jaringan yang tersusun dari epitelium dan didukung oleh lamina propia, serta

sel-sel didekatnya/zona penghubung. Jaringan ini dibatasi oleh dua lapisan otot licin,

yaitu suatu lapisan serosa dari jaringan ikat dan pembuluh darah (Hibiya dan

Fumio 1995). Usus ikan mengandung sel-sel eosinofil granular mukosa yang

(35)
[image:35.612.133.507.78.327.2]

Gambar 5. Histologi Normal Usus Ikan (http://www.histology-world.com/photoalbum/thumbnails.php?album=72&page=6)

Otot

Otot licin ditemukan di dalam dinding pembuluh darah, saluran

pencernaan, saluran empedu dan saluran pankreas yang terdiri dari bundel panjang

membentuk serat-serat, bersifat polos, disuplai oleh pembuluh darah dan

diinervasi saraf. Serat otot bersifat fleksibel, kuat dan dapat melakukan gerakan

kontraksi involunter dan mempertahankan bentuk banyak jaringan (Hoole et al.

2001). Pada saluran pencernaan terdapat dua lapisan otot licin. Satu berjalan

secara longitudinal sepanjang saluran dan yang lain membatasi saluran. Pada

sebagian kecil jaringan otot saluran pencernaan terdapat fibroblas, kolagen dan

serabut-serabut elastis, kapiler-kapiler dan syaraf. Nukleus kaya akan kromatin

dan berisi satu, dua atau lima nukleolus. Perubahan-perubahan patologi yang

terjadi pada otot licin dapat berupa inflamasi dan nekrosis yang biasanya terjadi

akibat parasit dan infeksi bakteri.

Otot bergaris melintang membentuk otot rangka dan otot jantung yang

terdiri dari miomer-miomer. Miomer-miomer tersebut dipisahkan oleh septa

(36)

Secara histologi, serabut-serabut tersebut terdiri atas sarkoplasma,

miofibril-miofibril, nukleus dan sarkolema. Sarkoplasma mengisi ruang di antara

miofibril-miofibril, meskipun terutama sekali menonjol di sekitar nucleus dan di

dekat syaraf terakhir yan menginervasi serabut-serabut otot. Sarkoplasma

menyediakan nutrisi untuk miofibril-miofibril dan memainkan suatu peran yang

penting di dalam proses-proses kontraktilitas dari serabut-serabut otot. Nukleus

berbentuk oval yang memperlihatkan ukuran yang sangat bervariasi dan selalu

terletak di bawah sarkolema. Karakteristik otot bergaris melintang, yaitu terdapat

banyak nukleus di dalam serabut ototnya (Hibiya and Fumio 1995). Disekitar

serabut otot terdapat endomisium yang berisi fibroblas dan makrofag tertentu.

Perubahan-perubahan patologi yang terjadi pada otot ini dapat berupa nekrosis

(miopati) yang merupakan suatu wujud dari defisiensi vitamin, inflamasi,

degenerasi hialin dan tumor otot rangka, misalnya rhabdomyoma (Hoole et al.

[image:36.612.92.558.365.594.2]

2001).

(37)

Penyakit Infeksi pada Ikan

Penyakit meliputi penyakit infeksi dan non-infeksi. Penyakit infeksi

merupakan masalah utama, meliputi penyakit-penyakit yang disebabkan oleh

virus, bakteri, fungi dan parasit. Menurut Kinne (1980) dalam Irianto 2005,

penyakit pada hewan perairan dapat disebabkan oleh cacat genetis, cedera fisik,

ketidakseimbangan nutrien, patogen dan polusi. Penyakit infeksius dapat dibagi

menjadi akut, subakut dan wujud-wujud kronis berdasarkan atas gambaran klinis,

misalnya jika enteritis akut terjadi pada ikan tertentu, maka akan menyebabkan

kematian yang cepat. Sebaliknya, enteritis kronis hanya membunuh sedikit ikan

per hari, tetapi hal ini berlangsung untuk waktu yang lama.

Infeksi Virus pada Ikan

Virus merupakan agen infeksi non-seluler dan hanya dapat melakukan

multiplikasi dalam sel inang, baik inang definitif maupun inang antara. Virus

berukuran sangat kecil, yaitu bervariasi dari 18-200 nm (Smail and Munro 1989),

sehingga hanya dapat dilihat dengan bantuan mikroskop elektron. Satu partikel

virus disebut sebagai virion, yang mengandung suatu genom (materi asam

nukleat) yang diselubungi oleh bungkus protein asam nukleat yang dapat berupa

DNA atau RNA, tetapi bukan keduanya (Smail and Munro 1989).

Infeksi virus pada sel-sel inang, baik inang definitif maupun inang antara

akan merangsang pertahanan tubuh inang tersebut misalnya terbentuknya

antibodi. Infeksi oleh virus mungkin tanpa tanda-tanda klinis dan baru dikenali

melalui deteksi antibodi.

Infeksi Bakteri pada Ikan

Menurut DuHamel (2007), bakteri dapat masuk ke dalam tubuh ikan

melalui insang atau kulit atau dapat tinggal di permukaan dari tubuh ikan.

Jenis-jenis penyakit ikan akibat bakteri dapat dibedakan menjadi, penyakit bakteri

dengan insang sebagai target yang utama, penyakit bakteri sistemik yang mana

bakteri menginvasi tubuh ikan dan merusak organ/ bagian tubuh internal ikan,

Ulkus berupa lesio pada tubuh ikan, dapat bersifat ringan atau berat dan

(38)

Bakteri memiliki keragaman morfologi, ekologi dan fisiologis tinggi. Di

alam, bakteri dapat bersifat saprofit, fotosintesis, ototrof atau parasit. Pada Ikan,

bakteri dapat ditemukan pada permukaan tubuh eksternal dan saluran pencernaan.

Sejumlah besar bakteri bersifat menguntungkan bagi ikan karena membantu

pencernaan, sintesa vitamin serta dekomposisi materi organik di perairan.

Sebagian bakteri bersifat patogen oportunistik yang akan menimbulkan penyakit

manakala terjadi stres atau daya tubuh ikan menurun. Contoh bakteri ini adalah

vibrio, Pseudomonas, Flexibacter dan bakteri patogen obligat misalnya

Aeromonas salmonocida, Haemophilus piscium dan Renibacterium

salmoninarum.

Sebagian besar bakteri patogen pada ikan memiliki sel berbentuk batang

pendek, bulat, bersifat gram negatif dan gram positif. Bakteri patogen yang

berbentuk batang, bergram positif biasanya tahan asam. Penyakit-penyakit yang

timbul akibat bakteri patogen dapat menunjukkan tanda-tanda tipikal seperti

septikemia dan borok. Austin dan Austin (1999) mengidentifikasi 13 kelompok

bakteri yang terdiri dari 51 genus yang merupakan penyebab utama penyakit

infeksi bakterial pada ikan. Genus yang utama antara lain: Mycobacterium,

Aeromonas, Flavobacterium, Pseudomonas dan Vibrio.

Infeksi Fungi pada Ikan

Fungi merupakan kelompok organisme berfilamen, non-fotosintesis dan

bersifat heterotrof. Secara umum fungi cenderung pada lingkungan yang bersifat

asam dengan pertumbuhan optimal umumnya pada pH 4-6 dan suhu 5-400C.

Penyakit mikosis yang sering dijumpai pada ikan, umumnya merupakan anggota

dari subdivisi Mastigomycotina, Zygomycotina, dan Deuteromycotina yang

keseluruhannya meliputi lima ordo, yaitu Saprolegniales, Chytridiales,

Entomophthorales, Moniliales dan Sphaeopsidales.

Fungi parasitik ini akan berkembang biak pada tubuh ikan dan

menyebabkan luka, stres ataupun infeksi. Fungi dapat menyebabkan infeksi

sekunder apabila kondisi buruk , seperti kualitas air yang buruk, infeksi bakteri

(39)

Infeksi Protozoa pada Ikan

Klinger and Floyd (2002) menyatakan bahwa protozoa merupakan jenis

parasit yang umum ditemukan pada ikan. Protozoa dapat dengan mudah

diidentifikasi, dan biasanya paling mudah untuk dikendalikan. Protozoa

merupakan organisme bersel tunggal, banyak hidup bebas di lingkungan air dan

memiliki keragaman yang tinggi, baik dari segi morfologi maupun ukuran. Pada

umumnya, protozoa tidak memerlukan inang antara untuk reproduksinya karena

protozoa memiliki daur hidup langsung, tetapi hanya pada kondisi tertentu

menjadi bersifat parasit, contohnya Epistylis. Adapun sebagian protozoa yang

bersifat parasit obligat , misalnya Ichthyophthirus dan Piscinoodinium (Hoole et

al. 2001). Jenis-jenis protozoa tersebut memperoleh makanan yang dibutuhkan

dari inangnya. Protozoa dapat berjumlah sangat banyak (berkoloni) yang dapat

menyebabkan kehilangan bobot badan, tenaga (lemah), dan kematian. Lima

kelompok protozoa yang umum ditemukan, yaitu Ciliata, Flagelata, Myxozoa,

Mikrosporidia, dan Koksidia (Durborow 2003).

Infeksi Cacing parasit dan Arthropoda pada Ikan

Cacing parasitik meliputi filum Platyhelminthes, Nemathelminthes,

Acantocephala, Annelida dan Artrhopoda. Parasit tersebut sangat beragam

morfologi, sifat-sifat, inang dan organ atau jaringan yang diinfeksinya. Trematoda

Monogenea, juga disebut cacing pipih atau cacing hati, biasanya menginvasi

insang, kulit, dan sirip ikan.

Sejumlah hewan dari filum Arthropoda bersifat parasit pada ikan,

karakteristik hewannya sangat beragam, tetapi umumnya berasal dari kelas

Crustacea, subkelas Branchiura (Misalnya Argulus) dan Copepoda (misalnya,

(40)

Penyakit Non-Infeksius pada Ikan

Penyakit non-infeksius dapat disebabkan oleh hal-hal yang sederhana

seperti situasi lingkungan, nutrisi, atau situasi-situasi genetik. Penyebab lain dapat

disebabkan oleh oksigen yang rendah atau tingkat amonia yang tinggi, dan masih

banyak lagi yang disebabkan oleh alam. Menurut DuHamel (2007), penyakit

non-infeksius pada ikan dapat berupa:

• Penyakit akibat lingkungan, yaitu ammonia yang tinggi, nitrit yang tinggi,

oksigen yang rendah atau toksin yang terdapat di air.

• Penyakit nutrisi sulit untuk diidentifikasi. Biasanya terjadi karena

kekurangan vitamin, seperti vitamin C dan asam pantotenat.

• Kelainan genetik, dapat terjadi pada setiap jenis ikan, seperti tidak adanya

ekor atau tambahan ekor

Kerusakan yang ringan pada ikan akibat penyakit ini dapat mempengaruhi

kinerja ikan, meskipun tidak mengakibatkan kematian secara langsung.

Keparahan yang terjadi secara lokal atau kerusakan yang luas mungkin dapat

menjadi jalan masuk bagi patogen-patogen atau secara langsung dapat

(41)

MATERI DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Helminthologi, Departemen Ilmu

Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner serta laboratorium

Histopatologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran

Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung dari bulan Juli 2007

sampai dengan Februari 2008.

Bahan dan Alat Penelitian

Hewan penelitian yang digunakan adalah ikan mujair (Oreochromis

mossambicus) sebanyak 12 ekor dengan berat (± 200) gram.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah spesimen organ insang,

usus dan otot dari ikan mujair (Oreochromis mossambicus), Buffer Netral

Formalin (BNF) 10%, xylol, alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 90% dan alkohol

absolut 96%, parafin, putih telur, permount dan pewarna Haematoxillin Eosin

(HE).

Penelitian ini menggunakan sebuah aquarium berukuran 100x50x50 cm,

alat bedah (gunting, pinset, dan skalpel), alas berupa gabus yang dilapisi plastik

berwarna hitam, plastik ukuran ¼ ons, karet pengikat, mikrotom, casette, alas

kayu, timbangan dan tisu.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan, yaitu metode pengambilan sampel langsung.

Hewan penelitian ikan mujair (Oreochromis mossambicus) diambil dari tambak

sebanyak 12 ekor dan disimpan dalam akuarium selama dua hari dengan tujuan

agar dapat menyesuaikan diri dengan keadaan akuarium. Pada hari ketiga, ikan

penelitian dikeluarkan dari akuarium satu persatu. Ikan penelitian diidentifikasi,

ditimbang beratnya dan dilakukan nekropsi untuk diambil insang, otot dan

(42)

10%. Selanjutnya dibuat preparat histologis dengan pewarnaan Haematoxillin dan

Eosin.

Pembuatan Sediaan Histopatologi

Spesimen organ (insang, usus dan otot) yang telah ada, dipotong dengan

ukuran 1x1cm dengan ketebalan 2-3 mm dan diletakkan dalam tissue cassette.

Organ yang telah dipotong direndam ke dalam larutan fiksasi Buffer Netral

Formalin (BNF) 10%, minimal selama 24 jam. Hal ini bertujuan untuk

menghentikan proses enzimatis pada jaringan dan menjaga bagian-bagian sel

terfiksasi pada tempatnya. Selanjutnya dilakukan proses dehidrasi, yaitu proses

untuk menarik air dari jaringan dengan merendam organ hasil fiksasi ke dalam

larutan alkohol dengan konsentrasi bertingkat, yaitu alkohol 70%, alkohol 80%,

alkohol 90%, alkohol 95% dan alkohol absolut 100%. Perendaman organ hasil

fiksasi pada masing-masing konsentrasi alkohol dilakukan selama 2 jam. Ada dua

tahap dalam melakukan perendaman organ terfiksasi pada alkohol 95% dan

alkohol absolut 100%, yaitu menggunakan gelas beker 1 dan gelas beker 2. Hal ini

bertujuan agar air yang terkandung dalam pori-pori jaringan dapat tertarik dengan

sempurna. Pori-pori yang telah terdehidrasi akan menjadi kosong dan nantinya

akan diisi oleh parafin dalam proses infiltrasi (Humason 1967).

Tahap selanjutnya adalah clearing, yaitu proses yang dilakukan dengan

cara merendam organ hasil dehidrasi pada larutan xylol. Xylol mudah bercampur

dengan alkohol yang berasal dari proses dehidrasi tersebut. Proses clearing juga

dapat melarutkan parafin pada proses infiltrasi sehingga diperoleh jaringan yang

jernih dan bersih tanpa kotoran ataupun artefak yang dapat mengganggu proses

pembacaan. Setelah dilakukan proses clearing, maka dilakukan infiltrasi, yaitu

proses pengisian parafin ke dalam pori-pori jaringan organ. Hal ini bertujuan

untuk mengeraskan jaringan agar mudah dipotong setipis mungkin dengan

menggunakan pisau mikrotom. Parafin yang digunakan adalah berplastik yang

memiliki titik lebur 580 C. Proses infiltrasi dilakukan dengan dua tahap, yaitu

tahap parafin 1 dan parafin 2, masing-masing tahapan dilakukan selama dua jam

(43)

Embedding (blocking) merupakan proses penanaman spesimen organ

ke dalam parafin yang dicetak menjadi blok-blok parafin dalam wadah khusus

berupa tissue cassette/block besi. Parafin yang digunakan sama dengan parafin

yang digunakan dalam proses infiltrasi. Embedding (blocking) bertujuan untuk

memudahkan proses pemotongan jaringan karena blok parafin yang terbentuk

dapat dilekatkan pada holder mikrotom tepat di depan pisaunya. Setelah parafin

menjadi blok-bok, maka selanjutnya dilakukan pemotongan spesimen berparafin

menggunakan Rotary Mikrotom Spencer, USA. Spesimen dipotong dengan

ketebalan 4-5 μm yang nantinya akan berupa “pita-pita” jaringan yang saling bersambungan. Potongan-potongan tersebut diletakkan di atas penangas air

dengan suhu 370C. Hal ini bertujuan agar potongan “pita-pita” tersebut tidak

mengkerut dan tidak berlekatan satu sama lain. Sediaan potongan-potongan

jaringan, dipilih yang terbaik dan diletakkan pada gelas objek yang telah ditetesi

perekat putih telur. Kemudian disimpan di dalam inkubator selama 24 jam dengan

suhu 560C untuk mencairkan parafin yang melekat pada jaringan dan melekatkan

jaringan pada gelas objek secara sempurna (Humason 1967).

Preparat yang telah difiksasi pada gelas objek diwarnai dengan

Haematoxillin dan Eosin. Awalnya preparat dimasukkan kedalam xylol 1 dan

xylol 2 selama dua menit untuk melarutkan parafin yang masih melekat pada

gelas objek. Untuk hidrasi diperlukan larutan alkohol absolut 100% selama dua

menit, alkohol 95%, dan alkohol 80% masing-masing selama satu menit.

Kemudian cuci dalam air kran selama satu menit,dimasukkan ke dalam pewarna

Mayer’s Haematoxyllin selama 10 menit, cuci lagi dalam air kran selama 30 detik,

dimasukkan ke dalam Lithium carbonat selama 15-30 detik, dan cuci dalam air

kran selama dua menit. Setelah itu preparat diamasukkan ke dalam larutan

pewarna Eosin selama 2-3 menit , kemudian cuci dalam air kran selama 30-60

detik untuk menghilangkan Eosin yang masih tertinggal. Setelah pewarnaan,

preparat dimasukkan ke dalam larutan alkohol 95% dan alkohol absolut 1

sebanyak 10 celupan serta alkohol absolut 2 selama dua menit. Setelah tahap

pewarnaan selesai, maka dilakukan perekatan (mounting) menggunakan zat

perekat permount dengan entelan, kemudian ditutup dengan gelas penutup (cover

(44)

HASIL DAN PEMBAHASAN

INSANG

Insang ikan rentan terhadap parasit, bakteri, fungi serta sensitif terhadap

perubahan fisik dan kimiawi pada air. Menurut Robert (2001), ada hubungan yang

erat antara perubahan-perubahan morfologi insang, stres (Barton 2002) dan

beberapa agen infeksius yang dapat dihubungkan dengan proliferasi dan nekrosis

sel-sel insang. Morfologi insang dapat menjadi suatu indikator yang baik terhadap

kualitas air dan kondisi kesehatan umum ikan yang dibudidayakan. Hasil

pengamatan perubahan histopatologi pada insang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perubahan Histopatologi Insang pada Ikan Mujair

No Keterangan Gambaran Histopatologi

1 Ikan Mujair 1 Teleangiektasis, proliferasi sel goblet, hiperplasia, fusi dan desquamasi epitel lamela, kongesti kapiler, hemoragi, infiltrasi sel radang (netrofil) akibat cacing parasit.

2 Ikan Mujair 2 Kongesti kapiler, edema lamela primer, hiperplasia dan fusi epitel lamela.

3 Ikan Mujair 3 Edema lamela sekunder dan lamela primer, hiperplasia dan fusi epitel lamela, kongesti kapiler, hemoragi, teleangiektasis, desquamasi epitel lamela 4 Ikan Mujair 4 Kongesti kapiler, hiperplasia dan fusi epitel lamela,

edema lamela, proliferasi sel goblet, atropi lamela sekunder.

5 Ikan Mujair 5 Hemoragi, hiperplasia, fusi dan desquamasi epitel lamela, edema lamela, proliferasi sel goblet, dan kongesti kapiler.

6 Ikan Mujair 6 Hipertropi sel epitel, hiperplasia dan fusi epitel lamela, proliferasi sel goblet, edema lamela, kongesti dan nekosis sel epitel lamela.

7 Ikan Mujair 7 Kongesti kapiler, proliferasi sel goblet, edema lamela, hiperplasia dan fusi epitel lamela.

[image:44.612.136.505.330.628.2]
(45)

Lanjutan Tabel 1. Perubahan Histopatologi Insang pada Ikan Mujair

No Keterangan Gambaran Histopatologi

9 Ikan Mujair 9 Proliferasi sel goblet, hiperplasia dan fusi epitel lamela, edema lamela, kongesti kapiler, dan atropi lamela sekunder.

10 Ikan Mujair 10 Proliferasi sel goblet, hiperplasia dan fusi epitel lamela, edema lamela, hemoragi dan infeksi parasit cacing.

11 Ikan Mujair 11 Proliferasi sel goblet, hiperplasia dan fusi epitel lamela, kongesti kapiler, edema lamela, hemoragi, infeksi cacing.

12 Ikan Mujair 12 Hemoragi, infiltrasi sel radang (netrofil), proliferasi sel mukus, edema

Perubahan histopatologi yang paling umum terjadi pada insang ikan mujair

dalam penelitian ini adalah hiperplasia dan fusi sel-sel epitel lamela insang lamela

seperti gambar 7. Menurut Robert 2001, hiperplasia terjadi pada tingkat iritasi

yang lebih rendah dan biasanya disertai peningkatan jumlah sel-sel mukus di dasar

lamela dan mengakibatkan fusi dari lamela. Ruang interlamela yang merupakan

saluran air dan ruang produksi mukus dapat tersumbat akibat hiperplasia sel epitel

yang berasal dari filemen primer. Pada akhirnya, seluruh ruang interlamela diisi

oleh sel-sel yang baru. Hiperplasia mengakibatkan penebalan jaringan epitel di

ujung filamen yang memperlihatkan bentuk seperti pemukul bisbol (clubbing

distal) atau penebalan jaringan epitelium yang terletak di dekat dasar lamela

(basal hiperplasia).

Lesio-lesio penting lainnya yang terjadi pada insang ikan mujair berupa

gangguan-gangguan aliran darah, termasuk kongesti pembuluh darah,

teleangiectasis dan konstriksi dari sinus-sinus pembuluh darah.

Perubahan-perubahan akut pada jaringan insang berupa fusi (peleburan) lamela

dan piknosis sel-sel. Pada kasus kronis akan terjadi nekrosis, deskuamasi sel,

edema dan ditandai oleh infiltrasi sel-sel granuler eosinofilik (EGCs).

Kondisi-kondisi ini dapat mengurangi efisiensi difusi gas (Hoole et al. 2001).

Hiperplasia ini dapat terjadi akibat berbagai polutan kimia dan logam berat

terutama Cadmium, Cuprum dan Zinc. Ikan yang terpapar oleh logam berat,

deterjen, amoniak, pestisida, dan nitrofenol memperlihatkan pemisahan antara sel

(46)

runtuhnya keutuhan dari struktur lamela sekunder (Olurin et al. 2006) dan dapat

menyebabkan peningkatan jumlah sel-sel klorid.

Chacko (1984) menyatakan bahwa defisiensi nutrisi dapat juga

mengakibatkan kondisi-kondisi patologi khusus, misalnya penyakit-penyakit

insang yang disebabkan oleh defisiensi asam pantotenat. Defisiensi asam

pantotenat dapat menyebabkan pertumbuhan yang buruk, hemoragi, kematian

yang tinggi, anemia, hiperplasia dari sel-sel epitel insang, penebalan lamela dan

terjadi fusi. Penyakit akibat defisiensi asam pantotenat dapat meningkat menjadi

penyakit bakteri jika defisiensi tersebut tidak dapat segera ditangani dan kondisi

lingkungan kurang baik. Pada kasus-kasus yang ekstrim, infeksi bakteri

mengakibatkan proliferasi epitelium insang dan fusi filamen insang. Salah satu

gejala-gejala yang konstan adalah peningkatan sekresi mukus oleh insang

(Schachte 2008). Insang membengkak dan terjadi kongesti yang mengakibatkan

insang terlihat lebih merah dari biasanya. Kasus utama pada lamela, yaitu

"Clubbing" dan peleburan (fusi) dari lamela akibat hiperplasia epitelium insang

[image:46.612.132.508.115.388.2]
(47)

bakteri dan defisiensi asam pantotenat menurut Wood dan Yasutake (1957) dalam

[image:47.612.134.507.122.389.2]

Shiau (2002).

Tabel 2. Perbedaan Histopatologi antara Penyakit Insang akibat Bakteri dan Penyakit Insang akibat Defisiensi Asam Pantotenat

No Pembeda Penyakit Insang

akibat Bakteri Penyakit Insang Perihal Nutrisi 1 2 3 4 5 6 Hiperplasia lamela

Hiperplasia di dasar lamela Hiperplasia di ujung lamela

Lesio bermula di akhir distal filamen Lamela memendek

Lamela memanjang dan bengkok

Ya Tidak Ya Kadang-kadang Tidak Ya Ya Ya Tidak Ya Ya Tidak

[image:47.612.136.512.468.580.2]

Sumber: Wood dan Yasutake (1957) dalam Shiau (2002).

(48)

Perubahan lain yang ditemukan pada insang ikan mujair dalam penelitian

ini adalah edema, desquamasi lamela, yaitu pemisahan epitel pernapasan pada

lamela primer dan lamela sekunder yang disertai nekrosis sel epitel lamela serta

akumumlasi mukus (Gambar 9). Robert (2001) menyatakan bahwa pembengkakan

pada lamela sekunder dapat dihubungkan dengan edema lamela, hipertropi sel

epitel dan perubahan pada dasar arsitektur sel tiang. Edema sering terjadi akibat

pemaparan polutan-polutan yang berasal dari bahan kimia, seperti logam-logam

berat, metaloid, pestisida, dan penggunaan bahan-bahan terapeutik (formalin dan

H2O2) yang berlebihan. Hal ini sesuai dengan penelitian Crespo et al. (1988) yang

menyatakan bahwa beberapa kasus berat akibat polutan kimia dan logam berat

pada ikan budi daya Salmo trutta fario terjadi akumulasi mukus, hiperplasia

epitel, yang diikuti oleh kematian sel epitel, embolisme, infiltrasi sel radang

berupa pengerahan EGCs dan limfosit ke lamela sekunder. Menurut Nilsson1

(2005), pembengkakan, deskuamasi epitel dan fusi lamela pada insang ikan mas

dapat disebabkan oleh panas dan polusi (asam, amonia, logam berat, pestisida)

[image:48.612.130.507.391.666.2]

yang menyebabkan berubahnya struktur sel klorid.

Gambar 9. Edema filamen (a) dan lamela sekunder (b), serta desquamasi lamela (c) yang mungkin terjadi akibat zat-zat kimia dan logam-logam berat. Pewarnaan HE (Bar = 60 μm).

b

(49)

Ada beberapa permasalahan yang dapat mempengaruhi struktur dan fungsi

insang. Perubahan-perubahan ini disebabkan oleh agen-agen seperti parasit

cacing. Monogenea dapat dikategorikan sebagai salah satu dari cacing parasit

yang sering mempengaruhi insang sehingga dapat menyebabkan iritasi dan

nekrosis insang menuju ke arah perusakan pernapasan (Snieszko dan Axelord

1971). Gambar 11 kemungkinannya merupakan Monogenea Dactylogyridae.

Dactylogyridae merupakan cacing parasit insang yang paling umum

ditemukan pada ikan air tawar khususnya ikan muda (Robert 2001). Ikan muda

dari tilapia lebih peka terhadap monogeniasis (sebagian besar Dactylogyrus dan

Gyrodactylus) dibandingkan ikan dewasa (Diab et al. ). Faktor predisposisi akibat

investasi berat monogenea dapat berupa buruknya sanitasi dan kepadatan

lingkungan ikan. Cacing menempel pada kulit, sirip dan insang dengan bantuan

organ khusus (opisthohaptors). Organ ini biasanya terdiri atas kait-kait ganda atau

alat penghisap seperti cakram. Jumlah parasit yang sedikit pada insang biasanya

dapat ditoleransi, apabila parasit dalam jumlah banyak dapat mengakibatkan

kematian ikan. Monogenea hidup pada lapisan-lapisan superfisial kulit dan insang

yang mengakibatkan iritasi fokal, hemoragi, dan penampilan seperti awan akibat

akumulasi mukus yang berlebihan. Sel-sel goblet membebaskan material

mukusnya ke permukaan epitelial untuk melindungi jaringan insang.

Terdapat dua jenis cacing parasit monogenea yang sering menyerang ikan

mujair dan menyebabkan perubahan patologi pada insang, yaitu:

1) Gyrodactylusspp. : Parasit pada kulit dan insang; pipih dan seperti daun, tanpa

bintik mata, ujung kepala berbentuk V; organ untuk menempel (opisthohaptor)

memiliki dua alat penempel yang besar dengan 16 kait tipis.

2) Dactylogyrus spp.: Parasit insang; pipih dan seperti daun, memiliki dua atau empat bintik mata anterior; ujung kepala seperti kulit kerang; terdapat telur; organ

menempel (opisthohaptor) memiliki jangkar-jangkar.

Kedua monogenea tersebut memiliki siklus hidup langsung. Gyrodactylus

spp. bersifat vivipar, larva dilepaskan dan langsung menempel pada inang.

Dactylogyrus spp. bersifat ovipar dan menghasilkan telur dengan filamen panjang

yang biasanya menempel pada insang. Telur Dactylogyrus spp. yang berkembang

(50)

Perubahan-perubahan histopatologi yang terjadi pada ikan mujair dalam

penelitian ini akibat cacing parasit sebagian besar berupa hiperplasia, desquamasi

lamela insang sekunder, kongesti pembuluh darah yang berdekatan yang disertai

oleh peningkatan jumlah sel-sel granul eosinofil (EGCs)(Gambar 10).

Gambar 10. Hemoragi (a), edema (b), proliferasi sel epitel (c) dan infiltrasi sel-sel granul eosinofil (d). Pewarnaan HE (Bar = 20 μm).

a

d

d

b

(51)
[image:51.612.131.508.74.620.2]

Gambar 11. Monogenea (a) pada insang. Terjadi edema lamela sekunder (b) dan primer (c), hemoragi (d) dan proliferasi sel goblet (e). Pewarnaan HE (A. Bar = 60 μm, B. Bar = 40 μ m).

a

b

d

c

e

e

A

(52)

Robert (2001) menyatakan bahwa myxospora merupakan parasit kulit dan

insang yang paling umum menginfeksi ikan air laut dan ikan air tawar. Banyak

spesies dari myxospora telah teridentifikasi, tetapi hanya beberapa spesies yang

bersifat patogen. Beberapa jenis myxospora pada umumnya membentuk

plasmodia di dalam lamela insang dan lainnya di filamen insang (Molnar 2002).

Pada insang infeksi tipe ini (Gambar 12) kemungkinannya disebabkan oleh

protozoa myxospora. Plasmodia berkembang di dalam epitel banyak lapis lamela

insang, yaitu diantara 2 lamela yang bersebelahan. Plasmodia mengisi ruang

interlamela.

Pada gambar 13, plasmodia besar dibentuk di dalam epitel banyak lapis

dari filamen (di daerah tanpa lamela sekunder). Infeksi jenis ini adakalanya

teramati pada beberapa jenis plasmodia yang tidak teridentifikasi; akan tetapi,

tidak ada dokumentasi yang sesuai untuk mendukung hal ini (Molnar 2002).

Perubahan histopatologi pada insang ikan mujair dalam penelitian akibat protozoa

ini sebagian besar berupa perusakan epitel lamela, edema, desquamasi epitel, Gambar 12. Myxospora plasmodia di epitel antara lamela insang (X). Terjadi hemoragi (a) dan infiltrasi sel radang (Z), desquamasi lamela (b), edema filamen (c) dan hipertropi sel (d). Pewrnaan HE (Bar = 20 μm).

x

d

a

c

b

(53)

hemoragi, hipertropi sel dan infiltrasi sel radang. Menurut Robert 2001, Protozoa

ini dapat menyebabkan anemia dan kematian ikan.

Menurut Crespo et al. (1988), suatu karakteristik perubahan patologi pada

insang ikan yang dihubungkan dengan trauma fisik atau kimia adalah kondisi

yang dikenal sebagai teleangiektasis. Gambar 14 merupakan teleangiektasis yang

ditemukan di lamela sekunder ikan mujair. Lesio ini menyebabkan rupturnya pilar

penahan atau sel-sel tiang lamela sekunder ikan mujair, terjadi dilatasi kapiler,

genangan darah, trombus dan pada akhirnya fibrosa, fusi dengan lamela yang

bersebelahan. Robert (2001) menyatakan bahwa teleangiektasis ini dapat

mengakibatkan dua atau tiga lamela melebur (fusi), dan biasanya terjadi edema

maupun deskuamasi epitel.

Teleangiektasis biasanya ditemukan pada ikan yang dibudidayakan setelah

pergantian air kolam, berasosiasi dengan kondisi parasit, sisa metabolisme dan

polutan kimia. Jika banyak terjadi teleangiektasis lamela, maka fungsi pernapasan

dapat terganggu, terutama pada temperatur-temperatur tinggi, tingkat oksigen

[image:53.612.130.508.115.387.2]

terlarut yang rendah dan kebutuhan akan oksigen metabolik tinggi dari normal. Gambar 13. Myxospora plasmodia di epitel filamen insang (X). Terjadi infiltrasi sel radang (neutrofil) (a) dan proliferasi sel epitel (b). Pewarnaan HE. (Bar = 20 μm).

a

x

(54)

Hemoragi dapat terjadi jika pada ikan terjadi trauma yang berkelanjutan, ruptur

dan fatal. Teleangiektasis (dilatasi lamela insang) dapat terjadi akibat pemaparan NH3, kerusakan mekanis, bahan toksik, virus, bakteri, toksin bakteri, parasit dan

dalam beberapa kasus defisiensi nutrisi (Plumb 1994).

OTOT

Perubahan-perubahan patologi utama pada otot ikan mujair adalah

gangguan-gangguan terhadap perkembangan dan pertumbuhan akibat suatu

respon terhadap infeksi, bahan toksik, atau iritan lain. Perubahan-perubahan ini

dapat melibatkan pertumbuhan berlebihan, pertumbuhan tidak sempurna, atau

pola pertumbuhan abnormal pada jaringan atau organ. Hasil pengamatan

perubahan histopatologi pada otot dapat dilihat pada Tabel 3.

Pada penelitian ini perubahan yang terjadi pada otot ikan mujair berupa

atropi (Gambar 15). Atropi adalah suatu proses berkurangnya ukuran dari suatu

[image:54.612.131.508.157.429.2]

bagian tubuh atau organ karena pengurangan ukuran atau jumlah dari sel-sel yang Gambar 14. Teleangiektasis lamela sekunder (a). Ruptur sel tiang lamela sekunder, edema filamen (b), desquamasi epitel lamela (c) dan proliferasi sel goblet (d). Pewarnaan HE (Bar = 40 μm).

b

a

c

(55)

ada dan biasanya berlangsung lambat. Pada otot ikan mujair yang atropi,

sarkoplasma lebih tipis dan menghilang, lepas dari sarkolema dan endomisium.

Atropi dapat disebabkan oleh kelaparan atau malnutrisi (penyebab paling umum),

kekurangan suplai darah yang cukup atau infeksi kronis (Plumb 1994).

Tabel 3. Perubahan Histopatologi Otot pada Ikan Mujair

No Keterangan Gambaran Histopatologi

1 Ikan Mujair 1 Atropi serabut otot, degenerasi dan nekrosis sel-sel otot, edema serta adanya infeksi protozoa.

2 Ikan Mujair 2 Hemoragi, infiltrasi sel radang (Limfosit) akibat infeksi protozoa, degenerasi dan nekrosis sel-sel otot, serta edema.

3 Ikan Mujair 3 Degenerasi hyalin dan zenkers, dan edema pada serabut otot.

4 Ikan Mujair 4 Degenerasi dan nekrosis serabut otot.

5 Ikan Mujair 5 Edema, degenerasi dan nekrosis serabut otot.

6 Ikan Mujair 6 Degenerasi dan nekrosis serabut otot, infeksi protozoa 7 Ikan Mujair 7 Degenerasi dan nekrosis serabut otot, infeksi protozoa 8 Ikan Mujair 8 Degenerasi dan nekrosis serabut otot serta infiltrasi sel

lemak.

9 Ikan Mujair 9 Degenerasi dan nekrosis serabut otot serta edema. 10 Ikan Mujair 10 Degenerasi dan nekrosis serabut otot, edema dan

infiltrasi sel lemak.

11 Ikan Mujair 11 Degenerasi dan nekrosis serabut otot, edema dan infiltrasi sel lemak.

12 Ikan Mujair 12 Degenerasi dan nekrosi serabut otot.

Perubahan lain yang terjadi pada otot ikan mujair dalam penelitian ini

adalah degenerasi dan nekrosis sel-sel otot. Gambar 15, otot ikan mujair terlihat

berlubang, terjadi migrasi nukleus, nekrosis sarkoplasma, edema yang terlokalisir

dan inti sel otot mengalami karyopiknosis dan karyorhexis. Degenerasi dan

nekosis sel otot dapat disebabkan oleh kekurangan dari material essensial

(misalnya, oksigen atau asam pantotenat), kekurangan sumber energi yang

menggangngu metabolisme, pemanasan mekanik atau luka akibat listrik,

akumulasi subtansi yang abnormal di dalam sel-sel yang disebabkan oleh virus,

bakteri, parasit, bahan kimia beracun, ketidakseimbangan nutrisi dan zat-zat iritan

[image:55.612.136.512.185.451.2]
(56)

Menurut Smith dan Thomas (1961), Degenerasi lemak merupakan hasil

dari suatu akumulasi lipid, terutama di dalam hati yang diikuti piknosis serta

nekrosis. Degenerasi lemak dapat terjadi pada otot, tetapi sangat jarang misalnya

pada gambar 16. Pada otot ikan mujair, lemak

Gambar

Gambar 1. Ikan mujair yang digunakan pada saat Penelitian
Gambar 2. Persebaran Ikan Mujair Di dunia (Webb et al. 2007)
Gambar 3. Histologi Normal Insang Ikan bagian 1.  (www.ehu.es/europeanclass2003/Image45.gif)
Gambar 4. Histologi Normal Insang Ikan bagian 2. (http://www.histology-world.com/photoalbum/thumbnails.php?album=72&page=6)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pengamatan, perubahan histopatologi yang ditemukan pada organ insang yaitu hiperplasia lamela sekunder yang merupakan perubahan histopatologi paling banyak ditemukan

Penelitian ini dilakukan dengan cara menganalisis dan memberikan gambaran kandungan logam berat timbal (Pb) pada ikan mujair (Oreochromis mossambicus) yang berasal

Fenomena pencemaran yang terjadi sepanjang aliran sungai membuat peneliti tertarik untuk menganalisis kadar timbal (Pb) yang ada pada ikan mujair (Oreochromis

Abstrak ─ Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi dan lama pemaparan senyawa organik dan inorganik pada jaringan insang ikan Mujair (

Dengan demikian, dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai tingkat akumulasi Pb (timbal) tersebut dengan menggunakan juvenile ikan mujair (Oreochromis

Berdasarkan hasil pengamatan histopatologis insang ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) yang dipaparkan di perairan Kali Mas Surabaya dengan menggunakan keramba jaring (fish

Skripsi berjudul “Tingkat Predasi Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) Terhadap Larva Nyamuk Aedes aegypti” telah diuji dan disahkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu

Tujuan dari penelitian ini yakni untuk mengetahui kelimpahan mikroplastik pada organ pencernaan Ikan Mujair Oreochromis mossambicus yang dijual pedagang ikan di kawasan Waduk