• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Histopatologi Organ Insang, Otot dan Usus Ikan Mas (Cyprinus carpio) di Desa Cibanteng

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Histopatologi Organ Insang, Otot dan Usus Ikan Mas (Cyprinus carpio) di Desa Cibanteng"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN HISTOPATOLOGI ORGAN INSANG, OTOT

DAN USUS IKAN MAS ( Cyprinus carpio) DI DESA

CIBANTENG

DWI SUSANTO

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

GAMBARAN HISTOPATOLOGI ORGAN INSANG, OTOT

DAN USUS IKAN MAS ( Cyprinus carpio) DI DESA

CIBANTENG

DWI SUSANTO B04104035

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

ABSTRAK

DWI SUSANTO. Gambaran Histopatologi Organ Insang, Otot dan Usus Ikan Mas (Cyprinus carpio) di Desa Cibanteng. Dibimbing oleh BAMBANG PONTJO PRIOSOERYANTO DAN RISA TIURIA.

Ikan merupakan salah satu bahan makanan yang berprotein tinggi, murah dan mudah didapat. Salah satu jenis ikan air tawar yang umum dikonsumsi dan dibudidayakan yaitu ikan mas (Cyprinus carpio). Ikan mas adalah salah satu jenis ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Ikan ini menyebar hampir di semua tempat budidaya ikan air tawar di Indonesia. Pengelolaan kesehatan ikan pada pusat-pusat pemeliharaan ikan mas masih sangat kurang. Salah satu faktor yang menyebabkan adalah terbatasnya sumber pengetahuan tentang penyakit ikan dan dokter hewan yang ahli di bidang perikanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran histopatologi organ insang, usus dan otot ikan mas yang disebabkan beberapa penyakit. Ikan yang dijadikan sampel berjumlah 18 ekor diambil dari kolam di Desa Cibanteng Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Organ yang diambil dibuat preparat histopat dengan pewarnaan Haematoxillin Eosin kemudian diamati perubahan histopatologinya. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perubahan yang terjadi pada insang ikan mas antara lain hiperplasia epitel lamela, hemoragi, edema dan telangiektasis. Pada insang ditemukan juga cacing monogenea yang menyebabkan fusi lamela sekunder, telangeaktesis dan infiltrasi sel eosinofil. Pada otot ikan mas yang diteliti terjadi kelainan berupa nekrosa sel otot, edema, atropi otot dan degenerasi hyalin. Pada usus ikan mas paling banyak ditemukan hemoragi, nekrosa epitel vili usus dan edema epitel usus. Perubahan-perubahan patologis pada jaringan insang, otot dan usus mungkin terjadi karena infeksi parasit, bakteri, virus, jamur dan defisiensi makanan.

(4)

Judul Skripsi : Gambaran Histopatologi Organ Insang, Otot dan Usus Ikan Mas (Cyprinus carpio) di Desa Cibanteng

Nama : Dwi Susanto

NRP : B04104035

Disetujui Dosen Pembimbing :

drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS, Ph.D drh. Risa Tiuria, MS, Ph. D Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui

Dr. Nastiti Kusumorini Wakil Dekan

(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kapada Allah SWTRabb semesta alam dan isinya, yang menentukan seluruh kehidupan ini sehingga penuh cinta dan kasih sayang. Shalawat serta salam semoga tetap terlimpah kepada qudwah hasanah

nabi Muhammad SAW. yang telah mengajarkan jalan kebenaran.

Dengan penuh penghargaan dan rasa terimakasih, penulis ucapkan kepada drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS, Ph.D dan drh. Risa Tiuria, MS, Ph.D sebagai pembimbing skripsi. Terimakasih dan penghargaan penulis ucapkan kepada drh. Isdoni, M. Biomed yang dengan sabar menjadi pembimbing akademik. Terimaksih juga kepada staf lab. Histopatologi dan Helminth. Tidak lupa Ibu dan Ayah tersayang yang telah dengan keikhlasan mengucurkan keringat dan pikiran, telah mendidik penulis sampai sekarang ini. Salam cinta, ukhuwah dan perjuangan kepada sahabat-sahabatku di DPM TPB 2004, BEM FKH 2005, Himpro Ruminansia 2005, DKM An Nahl, Rohis FKH 41 dan Panitia Salam ISC 2006. Sahabat-sahabatku asteroidea 41 yang menciptakan banyak kepingan sejarahku, Hamas crew (Zu, kudik dan Hari), F4 (Ali, Fajrin, Zul, Agus), Adik-adikku angkatan 42, 43, 44 dan 45. Brother n sister 39 (mb Marwah et al.) angkatan 40 (Daeng et al.). Sahabat perjuangan tim ikan (spesial Ivan, Reni dan Debi).

Penulis sangat menyadari kekurangan penulisan skripsi ini. Oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran yang membangun. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat. Amien.

Bogor, Agustus 2008

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Wonogiri pada tanggal 21 Juli 1985 dari pasangan Bapak Paimo dan Ibu Suparmi. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara.

Riwayat pendidikan penulis dimulai pada tahun 1992-1998 di SDN manyaran V. Tahun 1998 sampai dengan 2001, penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP N 1 Manyaran. Sekolah Menengah Atas (SMA) ditempuh di SMAN 1 Wonogiri dari tahun 2001-2004. Dilanjutkan dengan pendidikan perguruan tinggi di Institut Pertanian Bogor Fakultas Kedokteran Hewan melalui jalur USMI pada tahun 2004-2008.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

ABSTRAK... ii

LEMBAR PENGESAHAN... iii

KATA PENGANTAR... iv

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR GRAFIK ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Biologi ikan mas ... 3

Anatomi dan Histologi Ikan Mas ... 6

Perubahan Histopatologi pada Ikan Mas... 10

Penyakit penyakit pada Ikan Mas... 12

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... 17

Bahan dan Alat ... 17

Metode Penelitian... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi Organ Insang... 19

Perubahan Histopatologi Organ Otot... 26

Perubahan Histopatologi Organ Usus... 29

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 35

Saran ... 35

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Ikan mas (Cyprinus carpio)... 4

2. Penebalan lamela primer; Infiltrasi sel radang, proliferasi dan fusi lamela sekunder; telangiektasis; edema epitel lamela sekunder dan deskuamasi epitel lamela sekunder... 20

3. Insang normal; pembendungan lamela primer dan edema... 21

4. Fusi lamela sekunder dengan infiltrasi sel radang dan pembendungan lamela sekunder... 22

5. Hiperplasia dan fusi lamela sekunder; edema epitel lamela sekunder; trophont protozoa di antara lamela sekunder dan Sel radang eusinofil 23 6. Beberapa parasit cacing; edema dan desquamasi epitel lamela sekunder; fusi lamela sekunder; hiperplasia epitel lamela dan hiperplasia sel goblet insang... 24

7. Edema yang menyebabkan serabut otot tidak teratur; nekrosa serabut otot dan degenerasi hyalin... 28

8. Sebagaian besar otot mengalami nekrosa serabut otot; degenerasi lemak dan edema... 29

9. Pembendungan pada usus... 31

10. Edema epitel usus dan nekrosa epitel... 32

(10)

DAFTAR GRAFIK

Halaman

(11)

GAMBARAN HISTOPATOLOGI ORGAN INSANG, OTOT

DAN USUS IKAN MAS ( Cyprinus carpio) DI DESA

CIBANTENG

DWI SUSANTO

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

GAMBARAN HISTOPATOLOGI ORGAN INSANG, OTOT

DAN USUS IKAN MAS ( Cyprinus carpio) DI DESA

CIBANTENG

DWI SUSANTO B04104035

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)

ABSTRAK

DWI SUSANTO. Gambaran Histopatologi Organ Insang, Otot dan Usus Ikan Mas (Cyprinus carpio) di Desa Cibanteng. Dibimbing oleh BAMBANG PONTJO PRIOSOERYANTO DAN RISA TIURIA.

Ikan merupakan salah satu bahan makanan yang berprotein tinggi, murah dan mudah didapat. Salah satu jenis ikan air tawar yang umum dikonsumsi dan dibudidayakan yaitu ikan mas (Cyprinus carpio). Ikan mas adalah salah satu jenis ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Ikan ini menyebar hampir di semua tempat budidaya ikan air tawar di Indonesia. Pengelolaan kesehatan ikan pada pusat-pusat pemeliharaan ikan mas masih sangat kurang. Salah satu faktor yang menyebabkan adalah terbatasnya sumber pengetahuan tentang penyakit ikan dan dokter hewan yang ahli di bidang perikanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran histopatologi organ insang, usus dan otot ikan mas yang disebabkan beberapa penyakit. Ikan yang dijadikan sampel berjumlah 18 ekor diambil dari kolam di Desa Cibanteng Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Organ yang diambil dibuat preparat histopat dengan pewarnaan Haematoxillin Eosin kemudian diamati perubahan histopatologinya. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perubahan yang terjadi pada insang ikan mas antara lain hiperplasia epitel lamela, hemoragi, edema dan telangiektasis. Pada insang ditemukan juga cacing monogenea yang menyebabkan fusi lamela sekunder, telangeaktesis dan infiltrasi sel eosinofil. Pada otot ikan mas yang diteliti terjadi kelainan berupa nekrosa sel otot, edema, atropi otot dan degenerasi hyalin. Pada usus ikan mas paling banyak ditemukan hemoragi, nekrosa epitel vili usus dan edema epitel usus. Perubahan-perubahan patologis pada jaringan insang, otot dan usus mungkin terjadi karena infeksi parasit, bakteri, virus, jamur dan defisiensi makanan.

(14)

Judul Skripsi : Gambaran Histopatologi Organ Insang, Otot dan Usus Ikan Mas (Cyprinus carpio) di Desa Cibanteng

Nama : Dwi Susanto

NRP : B04104035

Disetujui Dosen Pembimbing :

drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS, Ph.D drh. Risa Tiuria, MS, Ph. D Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui

Dr. Nastiti Kusumorini Wakil Dekan

(15)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kapada Allah SWTRabb semesta alam dan isinya, yang menentukan seluruh kehidupan ini sehingga penuh cinta dan kasih sayang. Shalawat serta salam semoga tetap terlimpah kepada qudwah hasanah

nabi Muhammad SAW. yang telah mengajarkan jalan kebenaran.

Dengan penuh penghargaan dan rasa terimakasih, penulis ucapkan kepada drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS, Ph.D dan drh. Risa Tiuria, MS, Ph.D sebagai pembimbing skripsi. Terimakasih dan penghargaan penulis ucapkan kepada drh. Isdoni, M. Biomed yang dengan sabar menjadi pembimbing akademik. Terimaksih juga kepada staf lab. Histopatologi dan Helminth. Tidak lupa Ibu dan Ayah tersayang yang telah dengan keikhlasan mengucurkan keringat dan pikiran, telah mendidik penulis sampai sekarang ini. Salam cinta, ukhuwah dan perjuangan kepada sahabat-sahabatku di DPM TPB 2004, BEM FKH 2005, Himpro Ruminansia 2005, DKM An Nahl, Rohis FKH 41 dan Panitia Salam ISC 2006. Sahabat-sahabatku asteroidea 41 yang menciptakan banyak kepingan sejarahku, Hamas crew (Zu, kudik dan Hari), F4 (Ali, Fajrin, Zul, Agus), Adik-adikku angkatan 42, 43, 44 dan 45. Brother n sister 39 (mb Marwah et al.) angkatan 40 (Daeng et al.). Sahabat perjuangan tim ikan (spesial Ivan, Reni dan Debi).

Penulis sangat menyadari kekurangan penulisan skripsi ini. Oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran yang membangun. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat. Amien.

Bogor, Agustus 2008

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Wonogiri pada tanggal 21 Juli 1985 dari pasangan Bapak Paimo dan Ibu Suparmi. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara.

Riwayat pendidikan penulis dimulai pada tahun 1992-1998 di SDN manyaran V. Tahun 1998 sampai dengan 2001, penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP N 1 Manyaran. Sekolah Menengah Atas (SMA) ditempuh di SMAN 1 Wonogiri dari tahun 2001-2004. Dilanjutkan dengan pendidikan perguruan tinggi di Institut Pertanian Bogor Fakultas Kedokteran Hewan melalui jalur USMI pada tahun 2004-2008.

(17)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

ABSTRAK... ii

LEMBAR PENGESAHAN... iii

KATA PENGANTAR... iv

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR GRAFIK ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Biologi ikan mas ... 3

Anatomi dan Histologi Ikan Mas ... 6

Perubahan Histopatologi pada Ikan Mas... 10

Penyakit penyakit pada Ikan Mas... 12

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... 17

Bahan dan Alat ... 17

Metode Penelitian... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi Organ Insang... 19

Perubahan Histopatologi Organ Otot... 26

Perubahan Histopatologi Organ Usus... 29

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 35

Saran ... 35

(18)

DAFTAR TABEL

Halaman

(19)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Ikan mas (Cyprinus carpio)... 4

2. Penebalan lamela primer; Infiltrasi sel radang, proliferasi dan fusi lamela sekunder; telangiektasis; edema epitel lamela sekunder dan deskuamasi epitel lamela sekunder... 20

3. Insang normal; pembendungan lamela primer dan edema... 21

4. Fusi lamela sekunder dengan infiltrasi sel radang dan pembendungan lamela sekunder... 22

5. Hiperplasia dan fusi lamela sekunder; edema epitel lamela sekunder; trophont protozoa di antara lamela sekunder dan Sel radang eusinofil 23 6. Beberapa parasit cacing; edema dan desquamasi epitel lamela sekunder; fusi lamela sekunder; hiperplasia epitel lamela dan hiperplasia sel goblet insang... 24

7. Edema yang menyebabkan serabut otot tidak teratur; nekrosa serabut otot dan degenerasi hyalin... 28

8. Sebagaian besar otot mengalami nekrosa serabut otot; degenerasi lemak dan edema... 29

9. Pembendungan pada usus... 31

10. Edema epitel usus dan nekrosa epitel... 32

(20)

DAFTAR GRAFIK

Halaman

(21)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan merupakan salah satu bahan makanan yang berprotein tinggi, murah dan mudah didapat. Saat ini masih sedikit jenis ikan air tawar yang dapat dibudidayakan di masyarakat. Salah satu jenis ikan air tawar yang umum dikonsumsi dan dibudidayakan yaitu ikan mas (Cyprinus carpio). Ikan mas merupakan salah satu ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan memenuhi 46,5% produksi ikan air tawar Indonesia ( Taukhid et al. 2007). Ikan ini menyebar hampir di semua tempat budidaya ikan air tawar di seluruh provinsi di Indonesia. Bahkan di beberapa daerah tertentu seperti di Jawa Barat, Sumatera Barat, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan budidaya ikan mas telah menjadi sumber mata pencarian masyarakat setempat. Penyediaan benih yang baik, jumlah yang cukup dan secara kontinyu menjadi hal yang sangat penting dalam mengembangkan budidaya ikan mas ini. Oleh karena itu salah satu hal yang menjadi jaminan kualitas ikan adalah kondisi kesehatannya. Hal ini mungkin masih jarang diperhatikan secara serius atau dalam porsi yang besar. Nilai produksi yang menjadi porsi terbesar yang digarap para peternak ikan mas. Padahal kondisi kesehatan ikan akan mempengaruhi kuantitas dan kualitas produksi secara keseluruhan (Lingga 2002).

(22)

kolam hanya sekedar memelihara ikan pada kolam dan memberi pakan saja tanpa pemeriksaan atau kontrol kondisi kesehatan ikannya. Hal ini yang mendorong untuk perlu dilakukan studi atau penelitian mengenai kondisi ikan khususnya gambaran histopatologinya.

Penelitian ini akan membahas tentang gambaran perubahan histopatologi yang terlihat pada organ usus, insang dan otot ikan mas yang sampelnya diambil dari kolam ikan di Desa Cibanteng, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Perubahan yang terjadi pada organ tersebut dijelaskan secara deskripsi.

1.2 Tujuan Penelitian

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Ikan Mas 2.1.1 Taksonomi ikan mas

Ikan mas (Cyprinus carpio) dalam taksonomi masuk ke dalam kingdom animalia, filum chordata, sub filum vertebrata, kelas pisces, sub kelas teleostei, ordo osteriophysi, sub ordo cyprinoidea, famili cyprinidae dan genus Cyprinus. Ikan yang menjadi sampel penelitian ini termasuk ke dalam spesies Cyprinus carpio (Santoso 1999).

2.1.2 Sejarah ikan mas

Ikan mas pertama kali masuk ke Indonesia berasal dari daratan Eropa dan China yang kemudian berkembang menjadi ikan budidaya yang sangat penting. Ikan mas berkembang membentuk beberapa ras atau strain. Strain-strain yang ada terbentuk secara alami maupun rekayasa dalam waktu cukup lama. Ras-ras ikan mas berwarna gelap diduga berasal dari Eropa dan warna terang berasal dari China (Suseno 1994).

(24)

2.1.3 Morfologi

Gambar 1 Ikan mas (Cyprinus carpio)

Tubuh ikan mas agak memanjang dan memipih tegak (compressed). Mulut terletak di ujung tengah dan dapat disembulkan (protaktil). Bagian anterior mulut terdapat dua pasang sungut. Secara umum permukaan tubuh ikan mas tertutup sisik, sisik ikan mas relatif besar dan digolongkan sisik tipe sikloid. Selain itu tubuh ikan mas juga dilengkapi dengan sirip. Sirip punggung (dorsal) berukuran relatif panjang dengan bagian belakang berjari-jari keras dan sirip terakhir yaitu sirip ketiga dan keempat bergerigi. Letak permukaan sirip punggung berseberangan dengan permukaan sirip perut (ventral), sedangkan sirip anus yang terakhir bergerigi. Linea lateralis (gurat sisi) terletak di pertengahan tubuh, melintang dari tutup insang sampai ke ujung belakang pangkal ekor. Gigi kerongkongan terdiri dari tiga baris yang berbentuk gigi geraham (Suseno 1994).

2.1.4 Habitat

(25)

kandungan nitrit kurang dari 0,1mg/L, kandungan nitrat kurang dari 0,25 mg/L serta kandungan amonia kurang dari 0,6 mg/L (Boyd 1979).

2.1.5 Makanan

Ikan mas termasuk golongan ikan pemakan segala (omnivora). Pada ikan muda (ukuran 10 cm), ikan mas senang memakan jasad hewan atau tumbuhan yang tumbuh di dasar kolam seperti Chironomidae, Olighochaeta, Tubificidae, Epimidae dan Trichoptera. Beberapa protozoa dan zooplankton seperti copepoda dan cladocera juga biasa menjadi makanan ikan mas. Ikan mas biasa mencari makanan di sekeliling pematang dan mengaduk-aduk dasar kolam atau perairan agar sumber makanan di dasar kolam atau perairan terbuka dan dapat dimakan (Santoso 1999). Makanan alami kebul (istilah untuk fase ikan mas setelah larva) adalah zooplankton seperti Rotifera, Nauplii, Moina, dan Daphnia (Suseno 1994). Pada ikan muda biasanya memakan invertebrata yang tinggal di dasar air. Setelah usia bertambah ikan jenis ini memakan zooplankton, antara lain Rotifera, copepoda, dan ganggang. Sedangkan ikan dewasa akan memakan banyak organisme seperti serangga, binatang berkulit keras, anelida, kerang-kerangan dan sisa ikan (Anonim 2008)

2.1.6 Siklus Hidup

(26)

badannya. Setelah 2-3minggu, kebul tumbuh menjadi burayak. Burayak ini memiliki ukuran 1-3 cm dan beratnya sekitar 0,1-0,5 gr. Dua sampai tiga minggu kemudian burayak tumbuh menjadi putihan. Putihan ini berukuran antara 3-5 cm dan beratnya antara 0,5-2,5 gr. Putihan secara alami tumbuh terus dan setelah tiga bulan menjadi gelondongan dan beratnya akan mencapai 100 gr per ekornya. Setelah enam bulan ikan jantan dapat mencapai 0,5 kg dan dalam 15 bulan ikan betina dapat mencapai 1,5 kg (Lingga 2002).

2.2 Anatomi dan Histologi Ikan Mas 2.2.1 Sistem Respirasi (Insang)

Insang merupakan alat respirasi ikan seperti paru-paru pada mamalia atau hewan darat lainnya. Luas permukaan epitel insang hampir setara dengan luas total permukaan kulit, bahkan pada sebagian besar spesies ikan luas permukaan epitel insang ini jauh melebihi kulit. Fungsi lain dari insang yaitu mengatur homeostasis ikan. Lapisan epitel insang yang tipis dan berhubungan langsung dengan lingkungan luar menyebabkan insang berpeluang besar terinfeksi penyakit. Insang juga berfungsi sebagai pengatur pertukaran garam dan air, pengeluaran limbah-limbah yang mengandung nitrogen. Kerusakan struktur yang ringan sekalipun dapat sangat mengganggu pengaturan osmose dan kesulitan pernafasan (Nabib dan Pasaribu 1989).

Insang terdiri dari dua rangkaian yang tersusun atas empat lengkungan tulang rawan dan tulang keras (holobrankhia) yang menyusun sisi faring. Masing-masing holobrankhia yang menonjol dari pangkal posterior lengkung insang. Hemibrankhia terdiri dari dua baris filamen tipis panjang yang disebut lamela primer. Lamela primer permukaannya mengalami perluasan oleh adanya lamela sekunder yang merupakan lipatan semilunar yang menutupi permukaan dorsal dan ventral. Insang juga dilengkapi dengan lapisan sel-sel penghasil mukus dan sel-sel yang mengekresi amonia dan kelebihan garam. Pada bagian tepi tengah anterior dilengkapi stuktur (gill rakers) yang berperan menyaring partikel-partikel pakan (Roberts 2001).

(27)

diferensiasi. Glandula tersebut adalah glandula mukosa dan glandula asidofilik (sel-sel khlorida). Glandula mukosa berupa sejumlah sel-sel tunggal berbentuk buah pear atau oval yang terletak pada lengkung insang, filamen insang maupun lamela sekunder. Glandula ini berfungsi menghasilkan mukus glikoprotein yang bersifat basa atau netral. Fungsi mukus tersebut antara lain: sebagai perlindungan atau proteksi, menurunkan terjadinya friksi atau gesekan, antipatogen, membantu pertukaran ion, membantu pertukaran gas dan air (Irianto 2005).

2.2.2 Sistem Pencernaan

Sistem pencernaan ikan pada dasarnya terdiri dari dua bagian yaitu saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan. Setiap spesies ikan memiliki bermacam-macam variasi saluran cerna dan kelenjarnya. Saluran pencernaan ikan terdiri dari rongga mulut, pharing, esofagus, lambung, dan usus. Pada ikan Cyprinids lambung hanya berupa perluasan usus anterior. Struktur histologi saluran pencernaan ikan secara umum sama dengan struktur histologi vertebrata. Lapisan saluran pencernakan ikan terdiri dari mukosa, sub mukosa, muskularis, dan serosa. Lapisan mukosa terdiri dari epitel, lamina basalis, lamina propria, dan mukosa muskularis. Lapisan sub mukosa terdiri dari stratum kompaktum dan stratum granulosum. Lapisan muskularis merupakan lapisan otot yang terdiri dari otot sirkuler dan otot memanjang (Hibiya 1995).

Lambung ikan umumnya berbentuk sigmoid yang melengkung dengan banyak lipatan pada dinding dalamnya. Lapisan otot lambung depan didominasi oleh otot bergaris melintang dan berganti otot licin pada bagian belakangnya. Terdapat sejumlah lapisan otot yang berbatas dengan suatu muskularis mukosa, dan lapisan-lapisan jaringan ikat, yang sering dipenuhi dengan sel-sel eosinofil. Mukosa lambung sangat berlendir yang dihasilkan oleh beberapa kelenjar pada bagian dasar dari lipatan-lipatan (Roberts 2001).

(28)

yang berlendir menutupi suatu sub-mukosa yang mengandung sel eosinofilik yang dibatasi oleh suatu lapisan muskularis mukosa yang rapat dan lapisan fibroelastik. Rektum pada ikan berdinding lebih tebal dari pada usus dan sangat berlendir serta dapat sangat berkembang (Nabib dan Pasaribu 1989).

2.2.3 Sistem Integumen

Kulit ikan disusun oleh dua lapisan yaitu epidermis dan dermis. Lapisan terluar adalah epidermis yang menutupi tubuh ikan. Lapisan epidermis dibatasi oleh dermis yang merupakan lapisan di dalamnya. Epidermis dan dermis mengandung beberapa organ reseptor, alat keseimbangan, kelenjar ekskresi, kelenjar pertahanan dan kelanjar minyak yang khusus setiap spesiesnya (Hibiya 1995).

Epidermis disusun oleh beberapa lapisan sel epitel dan berhubungan dengan membran basal. Sel epitel biasanya tidak berkeratin, tetapi permukaannya dilindungi oleh cairan mukus. Pada lapisan epidermis selain epitel juga ada beberapa jenis sel lain, misalnya sel penghasil mukus dan sel yang baru tumbuh. Selain itu juga ada beberapa sel yang berpindah atau ada karena reaksi misalnya limfosit atau makrofag yang dapat kita temukan pada beberapa kasus (Hibiya 1995).

Lapisan dermis terbentuk dari kolagen yang berfungsi sebagai penghubung. Pada lapisan ini ada pigmen yang fungsinya memberikan warna pada ikan. Letak lapisan pigmen ini biasanya di bawah epidermis. Pada dermis terdapat alat keseimbangan yang terdiri dari lapisan dalam dan lapisan luar. Lapisan luar adalah lapisan keras yang tersusun dari sel-sel tulang dan lapisan dalam merupakan jaringan kolagen (Hibiya 1995).

(29)

mukus melapisi permukaan tubuh sehingga mempermudah gerakan saat berenang, membentuk lapisan pelindung dari infeksi agen patogenik dan mengandung senyawa anti mikroba, melindungi permukaan tubuh dari abrasi, dan berperan dalam proses osmoregulator (Irianto 2005).

Sisik dan kulit merupakan bagian dari sistim pelindungan fisik tubuh ikan. Pada umumnya kerusakan sisik dan kulit dapat terjadi akibat penanganan (handling stress), kelebihan populasi, dan infeksi parasit. Kelebihan populasi (overcrowded) atau multi kultur dapat menyebabkan trauma akibat berkelahi disertai lepasnya sisik dan kerusakan kulit. Infestasi parasit dapat pula menyebabkan gangguan berupa kerusakan insang, kulit, sirip serta kehilangan sisik. Kerusakan pada sisik dan kulit akan mempermudah patogen menginvasi inang. Banyak kasus menunjukkan bahwa kematian ikan sebenarnya akibat dari infeksi sekunder oleh bakteri sebagai kelanjutan infestasi parasit yang berat dan berakibat pada kerusakan pelindung fisik tubuh seperti mukus, kulit dan sisik (Irianto 2005).

2.2.4 Sistem Muskuloskeletal (Otot)

Otot ikan seperti pada vertebrata tersusun atas bagian-bagian kecil yang disebut dengan serabut otot. Secara morfologi dan fungsi otot dibagi menjadi dua yaitu otot halus dan otot lurik. Otot lurik dibagi lagi menjadi otot tulang dan otot jantung. Otot tulang bekerja sama dengan tulang dalam sistem muskuloskeletal dan menyusun bentuk tubuh ikan. Otot halus dapat ditemukan pada dinding pembuluh darah, saluran pencernaan, buluh empedu, dan buluh pankreas. Sedangkan otot lurik jantung merupakan otot khusus penyusun organ jantung (Hibiya 1995).

(30)

Otot lurik merupakan komponen utama pembentuk daging pada ikan. Serabut otot lurik terdiri atas sarkoplasma, myofibril, nukleus dan sarkolema. Sarkoplasma mengisi ruang di antara myofibril. Terutama terdapat di sekitar nukleus dan dekat akhir dari inervasi syaraf serabut itu. Sarkoplasma adalah pemasok bahan makanan dan berperan penting dalam kontraksi otot. Nukleus berbentuk oval atau gelendong yang tajam dan bervariasi di dalam beberapa ukuran (Hibiya 1995).

Hasil pemeriksaan histopatologi dan biokimia dari otot ikan ternyata terdapat sejumlah tipe serabut otot yang pada banyak spesies ikan tersusun dalam banyak kelompok-kelompok yang terpisah. Umumnya ada dua kelompok yaitu, kelompok muskularis lateralis superfisialis terdiri atas yang disebut otot merah dan kelompok muskularis lateralis profundus yang terdiri atas serabut-serabut putih. Serabut-serabut merah ini adalah serabut aerobik dan berdaya kontraksi lamban dan banyak pembuluh darah, serupa dengan serabut-serabut merah pada otot mamalia, sedangkan serabut-serabut putih adalah anaerob berdaya kontraksi cepat dan mudah menderita kerusakan. Diantara lapisan otot-otot merah dan putih terdapat serabut merah muda yang fungsinya berada diantara serabut-serabut merah dan putih. Serabut aerobik berarti dalam kontraksinya memerlukan oksigen sebagai bahan bakar metabolismenya sedangkan serabut anaerobik tidak menggunakan oksigen (Nabib dan Pasaribu 1989).

2.3 Perubahan Histopatologi pada Ikan Mas. 2.3.1 Perubahan Histopatologi pada Insang

Insang merupakan komponen utama sistem respirasi ikan. Beberapa perubahan histopatologi pada insang yang umum terjadi antara lain: perubahan regresif, anomali sirkulasi, dan perubahan progresif. Banyak agen patologis menyebabkan edema, vakuolasi, nekrosa lamela sekunder, dan sekresi mukus berlebihan sampai kematian sel mukus. Umumnya edema akan disertai radang yang dapat diketahui dari infiltrasi sel-sel radang sebagai reaksi pertahanan (Hibiya 1995).

(31)

kongesti atau menyebar ke jaringan menjadi hemoragi. Edema atau penumpukan darah pada kapiler dapat mendorong telangiektasis. Telangiektasis terlihat berupa perbesaran lamela sekunder yang berbentuk seperti bola. Hiperplasia sel epitel pada lamela primer dan sekunder dapat terjadi karena terpapar agen fisik atau kimia. Hiperplasia sel mukus, menempelnya lamela-lamela sekunder, dan hiperplasia sel epitel lamela sekunder biasanya terjadi sebagai respon kronis karena paparan bakteri, parasit, atau agen kimia. Pada kondisi kronis sekali lamela sekunder sudah tidak berbentuk normal lagi tetapi saling menempel sehingga lamela primer tampak seperti pemukul base ball. Kondisi ini biasa disebut clubing lamela insang (Hibiya 1995).

2.3.2 Perubahan Histopatologi pada Usus

Perubahan degeneratif yang sering terjadi pada saluran pencernaan ikan terutama usus yaitu atropi sel-sel epitel mukosa, nekrosa sel-sel epitel mukosa, dan deskuamasi sel epitel yang disertai infiltrasi sel limfosit ke lapisan lamina propia dan sub mukosa. Selain itu dapat juga terjadi dilatasi lumen usus, perdarahan, dan kongesti atau pembendungan pembuluh darah. Ulser dan deskuamasi menyebabkan mukosa terlepas dari submukosanya disertai perdarahan. Hal ini bisa terjadi karena parasit atau benda asing lainnya. Infiltrasi sel limfosit, leukosit, dan hipertrofi jaringan ikat akan mengikuti kelainan ini (Hibiya 1995).

Hipertrofi lapisan mukosa juga dapat terjadi sehingga lumen akan menyempit karena vili-vili usus akan menebal. Pada kondisi kronis hal ini dapat menyebabkan hiperplasia sel-sel goblet yang jumlahnya akan meningkat drastis. Beberapa kasus tumor lapisan usus dan kelenjar pencernaan dapat kita temukan juga pada tampilan histopatologinya (Hibiya 1995).

2.3.3 Perubahan Histopatologi pada Otot

(32)

diperlukan. Perubahan serabut yang tidak menjadi jelas dapat menunjukkan adanya kelainan. Perubahan ini dapat terjadi sebagian atau menyeluruh tergantung derajat keparahannya.

Perubahan patologis yang terjadi pada otot antara lain perubahan serabut otot, perubahan nukleus sel otot, bengkak berawan (cloudy swelling), degenerasi hyalin, degenerasi granular, degenerasi lemak sampai nekrosa serabut otot. Infiltrasi sel-sel radang menunjukan adanya reaksi patologis yang terjadi pada otot. Sel-sel radang yang tampak dapat menunjukan derajat keparahannya dan membantu menentukan kausanya. Jenis-jenis sel radang yang bisa ditemui antara lain limfosit, neutrofil, histiosit, dan fibroblast dari endomysium. Hemoragi pada jaringan dan kongesti pembuluh darah dapat diidentifikasi dari adanya eritrosit pada preparat histopatologinya. Edema merupakan bentuk patologi karena adanya penumpukan cairan pada rongga-rongga antar serabut otot. Edema akan menyebabkan lokasi antar serabut menjauh dan meregang (Hibiya 1995).

2.3 Penyakit-penyakit pada Ikan Mas. 2.3.1 Penyakit infeksius pada ikan mas

Penyakit ikan pada dasarnya dibagi menjadi dua kelompok yaitu penyakit ikan infeksius dan penyakit ikan non infeksius. Penyakit ikan infeksius disebabkan oleh virus, bakteri dan parasit. Sedangkan penyakit non infeksius disebabkan oleh gangguan fisik seperti trauma fisik, zat kimia, pH dan kekurangan nutrisi atau zat makanan. Virus yang sering menyerang ikan mas adalah Koi Herpes Virus (KHV). Badan inklusi merupakan ciri spesifik yang menandakan gangguan virus ini. KHV menyebabkan hiperplasia lamela sekunder insang ikan mas, selain itu pada pemeriksaan darah akan menunjukan peningkatan leukosit yang drastis (Amalia 2006). Koi Herpes Virus (KHV), merupakan penyakit virus yang dikenal ganas sehingga meyebabkan kematian massal pada ikan mas. Kasus kematian massal ikan mas karena KHV telah menyebar ke beberapa negara di dunia (Oata 2001).

(33)

Ichthyopthirius sp, Glossatella sp, Glocidium sp dan Copepoda sp. Jenis parasit yang dominan ditemukan adalah Trichodina sp dan Dactylogyrus sp. Jenis bakteri ikan air tawar yang ditemukan pada lokasi pemantauan di wilayah Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten dan DI Yogyakarta adalah : Aeromonas hydrophila,

Edwardsiella sp, Pseudomonas sp, Staphylococcus sp dan Micrococcus sp. Jenis bakteri yang dominan ditemukan adalah Aeromonas hydrophila. Pemeriksaan virus Koi Herpes virus (KHV) pada lokasi pemantauan di wilayah Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten dan Yogyakarta sebanyak 5 pemantauan menunjukkan hasil positif 20% dan negatif 80% (Anonim 2008a).

Parasit yang menyerang ikan air tawar ada tujuh macam yaitu protozoa, coelenterata, trematoda, nematoda, cestoda, moluska, dan arthropoda (Markevich, 1963). Parasit yang biasa menyerang ikan yang dibudidayakan di kolam termasuk ikan mas adalah protozoa dan cacing. Protozoa dari golongan ciliata seperti

Ichthiophthirius multifiliis, Trichodina sp. dan Epistylis sp. merupakan jenis protozoa yang banyak ditemukan pada ikan mas (Hoole et al 2001). Trichodina

sp. adalah jenis protozoa yang digolongkan ke dalam filum protozoa, sub pilum Ciliophora, sub kelas Peritrichia, ordo Mobilina, Famili Urceolariidae dan genus Trichodina (Hoffman 1967). Gejala klinis dari protozoa ini yaitu peningkatan mukus, letarghi, kerusakan kulit dan sirip. Hiperplasia sekunder dan hipertropi epitel insang akan terlihat pada kondisi kronis. Trikodiniasis menular melalui kontak langsung dengan ikan atau air yang terkontaminasi (Irianto 2005).

Ichthiophthirius multifiliis adalah jenis parasit yang digolongkan ke dalam phylum protozoa, subphylum Ciliophora, kelas Ciliate, subkelas Holotichia, ordo Hymenostomatida, famili Ophryoglenidae dan genus

Ichthiophthirius multifiliis (Hoffman 1967). Parasit ini menyebabkan white spot disease atau ich dan menginfeksi kulit, insang dan mata beberapa spesies ikan air tawar. Gejala klinis yang terlihat adalah erupsi berat pada kulit. Penyakit ini dapat menyebabkan kematian pada ikan (Noble dan Noble 1989).

(34)

dalam pada kulit, produksi mukus meningkat dan hiperplasia epitel. Luka yang terjadi dapat diikuti infeksi sekunder oleh bakteri dan agen lainnya (Irianto 2005). Ada dua ordo dari kelas monogenea yang biasa menyerang ikan air tawar. Ordo pertama Gyrodactylus dan ordo kedua yaitu Dactylogyrus. Trematoda monogenea berbentuk pipih dengan ujung anterior yang dilengkapi alat penempel berpengait serta alat hisap (sucker). Beberapa spesies memiliki alat hisap di ventral tubuh atau di posterior. Seluruh trematoda monogenea adalah hermaprodit dan memiliki siklus hidup langsung. Gyrodactylus berhabitat di kulit dan insang, berbentuk seperti daun, tanpa bintik mata, ujung kepala seperti huruf V serta memiliki orgen untuk menempel (opisthohaptor) dengan dua anchor (kait berbentuk jangkar). Setiap anchor memiliki rata-rata 16 kait kecil. Cacing dewas bersifat vivipar, yaitu melepaskan larva yang berbentuk seperti cacing dewasa. Larva ini akan menempel pada insang atau kulit ikan. Cacing dewasa Dactylogyrus memiliki dua atau empat bintik mata dan memiliki alat menempel yang berbentuk jangkar (opisthohaptor). Dactylogyrus bersifat ovipar sehingga cacing dewasa akan melepaskan telur yang menetas menjadi larva. Larva Dactylogyrus memiliki bulu getar sebagai alat gerak di air untuk menuju inang (Markevich 1963).

Dactylogyrus cenderung melekat pada insang dengan haptor, menginfeksi hampir semua ikan air tawar terutama cryprinid. Hal ini merangsang sekresi mukus berlebihan dan dapat menyebabkan tepi lamella insang tercabik atau luka. Pada infeksi berat akan mengganggu penyerapan oksigen sehingga ikan akan kekurangan oksigen. Dactylogyrus membebaskan telur ke kolam kemudian menetas menjadi larva berbulu getar yang berenang bebas hingga menemukan inang yang sesuai. Waktu yang diperlukan dari telur hingga menjadi individu dewasa sangat tergantung suhu, pada suhu 8,5-9 0C hanya perlu beberapa hari, adapun pada suhu yang lebih rendah akan berlangsung beberapa minggu hingga beberapa bulan (Irianto 2005). Trematoda dari ordo Digenea juga ada yang menyerang ikan air tawar. Digenea berbeda dengan Monogenea karena memiliki siklus hidup tidak langsung, sehingga memerlukan inang antara dalam siklus hidupnya (Paperna 1996).

(35)

yang mengandung calon skolek dewasa bersama feses inang definitifnya. Telur ini akan termakan inang antara dan akan menjadi protoskolek, apabila protoskolek ini termakan inang definitif akan menjadi dewasa. Cestoda memiliki kepala (skolek) yang dilengkapi batil hisap (suker atau bothria), leher dan segmen-segmen (strobila). Di dalam segmen inilah terdapat testis dan ovarium sebagai alat reproduksi, karena cestoda selain Dioecocestus adalah hermaprodit (Markevich 1963). Beberapa cestoda yang sering menyerang ikan mas antara lain Ligula intestinalis, Bothriocephalus acheilognathi dan Khawia sinensis (Anonim 2008b). Cestoda dapat menginfeksi saluran pencernaan, jaringan otot atau organ lain. Pleroserkoid menyebabkan penurunan kualitas karkas ikan jika dijumpai pada jaringan otot dan menyebabkan gangguan reproduksi jika menginfeksi organ kelamin. Sejumlah kasus menunjukkan bahwa infeksi cestoda juga menyebabkan kerusakan sejumlah organ seperti otak, mata dan jantung (Irianto 2005).

Beberapa bakteri dari famili pseudomonadaceae ditemukan dapat menyebabkan kelainan patologis pada ikan Cyprinid. Bakteri Aeromonas liquefaciens, Aeromonas hidrophila dan Pseudomonas fluorescens dapat menyebabkan hemoragi septisemia. Bakteri ini menyebabkan penyakit hemoragi septisemia atau Infectious dropsy (Rubella; Redmouth; Red Pest; Fresh Water Eel Disease) (Bullock 1971). Aeromonas hidrophila merupakan bekteri gram negatif, berbentuk batang dan motil. Bakteri ini menyebabkan hemoragi septicemia atau MAS (Motile Aeromonas Septicaemia) pada beragam spesies ikan air tawar (Irianto 2005). Gejala klinis infeksi Aeromonas hidrophila bervariasi, tetapi umumnya ditunjukkan adanya hemoragi pada kulit, insang, rongga mulut dan borok pada kulit yang dapat meluas ke jaringan otot. Gejala klinis lainya seperti eksoptalmia, asites, pembengkakan limpa dan ginjal. Secara histopatologi tampak terjadinya nekrosa pada limpa, hati, ginjal dan jantung. Seringkali bakterimia ditandai oleh penampakan sel-sel bakteri pada jaringan tersebut (Irianto 2005).

Pseudomonas fluorescens merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang, dan motil dengan flagella. Pseudomonas fluorescens menyerang ikan air tawar dan merupakan patogen oportunistik. Secara umum tanda-tanda klinis infeksi

(36)

hemoraghik septicemia, hemoraghik pada insang dan ekor serta borok pada kulit (Irianto 2005).

2.3.2 Penyakit non infeksius pada ikan mas

(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli 2007 sampai dengan Maret 2008. Sedangkan tempat penelitian dilakukan di dua laboratorium yaitu Laboratorium Helminthologi bagian Helminthologi Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner serta Laboratorium Histopatologi bagian Patologi Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah organ usus, otot, insang ikan mas, xylol, formalin 10%, eosin, Mayer,s haematoxillin, alkohol absolute, alkohol 95%, alkohol 85% dan lithium karbonat. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: gelas obyek, penutup gelas obyek, mesin mikrotom, mikroskop, skalpel, gunting, dan kaset plastik tempat blok parafin.

3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Pengambilan sampel

Sampel diambil dari sebuah kolam ikan air tawar di Desa Cibanteng, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Jumlah ikan mas yang diambil yaitu 18 ekor ikan mas dengan berbagi variasi ukuran dengan berat minimal 200 gram. Ikan yang dijadikan sampel ada dua warna yaitu ikan mas warna kuning dan ikan mas warna hitam.

3.3.2 Pembuatan preparat histopatologi

(38)

(Haematoxillin Eosin). Pertama kali dimasukan ke dalam xylol I, xylol II, alkohol absolut, alkohol 95% dan alkohol 85% masing-masing selama dua menit. Setelah itu secara berurutan dicuci dengan air kran selama satu menit, direndam pada larutan pewarna Haematoxilin selama delapan menit, dicuci dengan air kran selama 30 detik, dimasukkan ke lithium carbonat selama 15-30 detik, kemudian dicuci dengan air kran selama 2 menit dan dimasukkan ke eosin selama 2-3 menit. Setelah itu secara berlawanan seperti perlakuan awal di celupkan ke dalam alkohol 85%, alkohol 95%, alkohol absolut, xylol I dan xylol II masing-masing dua menit. Preparat di keringkan dan ditutup dengan cover glass yang diberi perekat (Humason 1985).

3.3.3 Pengamatan preparat histopatologi dan pengambilan gambar

(39)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Perubahan Histopatologi Organ Insang

Pada insang ikan mas yang diteliti ditemukan beberapa kejadian patologis seperti hiperplasia sel epitel lamela sekunder, perdarahan, pembendungan dan telangiektasis. Beberapa parasit cacing dan diduga tahap perkembambangan protozoa juga ditemukan pada insang yang diteliti. Eosinofil yang ditemukan menjadi indikasi adanya infeksi parasit (Grafik 1).

0 2 4 6 8 10 12 14

Telangiektasis Pembendungan lamela primer Perdarahan parasit cacing Protozoa Eosinofil Hiperplasia dan fusi lamela

J e ni s pe ruba ha n

[image:39.595.143.479.281.464.2]

Jumlah ikan yang insangnya mengalami perubahan

Grafik 1 Perubahan yang terjadi pada insang

(40)
[image:40.595.116.513.93.342.2]

A

B

Gambar 2 Penebalan lamela primer (Panah A). Pembendungan (Panah B). Perdarahan,

proliferasi sel lamela sekunder dan fusi lamela sekunder (Kepala panah B). Pewarnaan

HE. Bar (A 100μm; B 60μm).

Proliferasi sel-sel lamela yang terjadi merupakan respon dari infeksi yang lama maupun cepat. Penambahan jumlah sel menyebabkan lapisan epitel lamela sekunder yang hanya satu lapis menjadi tampak berlapis-lapis (Gambar 2). Hiperplasia sel dapat pula terjadi bersamaan dengan peningkatan sel-sel penghasil mukus yang berfungsi melapisi permukaan insang. Pada keadaan normal mukus yang dihasilkan berupa glikoprotein basa yang berfungsi sebagai pelindung pertama, dengan adanya gangguan berupa parasit maka terjadi proliferasi sel-sel penghasil mukus sebagai bentuk reaksi pertahanan. Bentuk tidak normal dari sel-sel lamela ini juga dapat terjadi akibat reaksi terhadap gangguan kimia misalnya perubahan pH yang menjadi lebih asam di kolam yang perairannya tidak bersirkulasi dengan baik sehingga terjadi penumpukan gas karbondioksida (CO2),

amonia (NH3) dan zat-zat atau gas lain sisa metabolisme ikan itu sendiri. Selain

(41)
[image:41.595.113.508.92.347.2]

A

B

Gambar 3 Insang normal (A). Pembendungan lamela primer (Panah B). Edema (Kepala

panah B). Pewarnaan HE. Bar (A 100μm; B 100μm).

(42)
[image:42.595.116.508.86.370.2]

B

A

Gambar 4 Fusi lamela sekunder dengan infiltrasi sel radang (Kepala panah A).

Pembendungan lamela sekunder (Panah B). Pewarnaan HE. Bar (A 60μm; B 40μm).

Telangiektasis (Gambar 4) merupakan kejadian pembendungan lamela sekunder dan terjadi pembesaran ujung lamela sekunder yang tampak seperti gelembung balon. Kejadian ini khas pada insang ikan yang berada pada kualitas air yang buruk, ada serangan parasit, penumpukan sisa metabolisme dan polutan kimia (Robert 2001). Telangietasis ini berakibat langsung pada terganggunya difusi gas dan dapat berakibat lebih fatal pada kondisi lingkungan bertemperatur di atas normal, oksigen terlarut lebih rendah dan kebutuhan akan oksigen metabolik lebih tinggi dari keadaan normal. Telangiektasis lamela insang terjadi karena pemaparan NH3, kerusakan mekanis, cemaran bahan toksik, virus, bakteri,

(43)
[image:43.595.115.513.85.312.2]

A

B

Gambar 5 Hiperplasia dan fusi lamela sekunder (Panah A). Edema epitel lamela sekunder

(Kepala panah A). Organisme seperti trophont protozoa di antara lamela sekunder

(Lingkaran A). Sel radang eosinofil (Panah B). Pewarnaan HE. Bar (A 40μm; B 20μm).

Trichodina sp merupakan salah satu protozoa kecil (20-100μm) sebagian besar hidup di insang di bagian ujung lamela sekunder (Basson dan Van 1989). Spora atau bentuk lain dari tahap perkembangan ciliata berada di dalam lamela insang (Rowland et al. 1991). Infestasi protozoa dalam insang meyebabkan reaksi yang beragam tergantung jumlah protozoa, kondisi fisiologis ikan dan lingkungan ikan. Secara umum protozoa pada insang akan menyebabkan hiperplasia epitel, proliferasi sel penghasil mukus, nekrosa epitel lamela, deplesi sel mukus dan deskuamasi (Paperna 1996). Beberapa protozoa menghasilkan cytotoxin dan enzim proteolitik yang bisa menyebabkan spongiosis, proliferasi dan perubahan lapisan epitel (Robertson et al. 1981).

(44)

fusi lamela sekunder, deskuamasi sel epitel lamela sekunder, edema lamela dan infiltrasi sel radang (Gambar 5). Protozoa yang menembus sel epitel ini akan dilokalisir oleh hiperplasia sel-sel epitel lamela sekunder, setelah itu akan ada infiltrasi sel-sel eosinofil sebagai reaksi pertahanan tubuh ikan itu sendiri (gambar 5). Pengangkatan epitel lamela (deskuamasi) terjadi karena adanya penyumbatan aliran ekstraseluler karena terjadi edema yang dimungkinkan karena terjadi gangguan sirkulasi darah karena hiperplasi epitel. Hiperplasia selain akan menekan kapiler pembuluh darah juga memerlukan peningkatan suplai darah ke jaringan yang baru terbentuk.

A

C

D

B

[image:44.595.116.513.279.677.2]

D

Gambar 6 Beberapa parasit cacing (Kepala panah A). Edema dan desquamasi epitel lamela sekunder (Kepala panah B). Fusi lamela sekunder (Panah C). Hiperplasia epitel lamela dan hiperplasia sel goblet insang (Kepala panah D). Pewarnaan HE. Bar (A 200

(45)

Trematoda monogenea merupakan kelompok cacing yang sering menginfeksi insang dan kulit ikan sehingga menyebabkan gangguan pernafasan atau penurunan kualitas otot. Beberapa monogenea spesifik terhadap jenis ikan dan habitat tertentu. Gyrodactylus lebih patogen terhadap ikan yang lebih muda dan di kolam budidaya daripada di habitat alami. Perubahan patologi insang yang paling banyak disebabkan oleh cacing ini adalah hiperplasia (Paperna 1996). Ikan yang terinfeksi Gyrodactylus akan menjadi pucat, selain itu terjadi peningkatan sekresi mukus dan proliferasi sel epitel (Kabata 1985). Sebagian besar Dactylogyrus ikan Carp menyebabkan kerusakan selular yang terbatas pada filamen basalis (Sarig 1971). Infeksi cacing juga menyebabkan deskuamasi lamela sekunder insang, kongesti pembuluh darah yang berdekatan dan peningkatan sel-sel eosinofil. Infeksi cacing pada kulit kadang-kadang menimbulkan luka yang dapat diikuti infeksi sekunder oleh bakteri atau agen lain.

(46)
[image:46.595.189.437.108.405.2]

Tabel 1 Jumlah rata-rata sel goblet per lima lamela sekunder.

Sampel Rata-rata jumlah sel Goblet per lima lamela sekunder insang

1 10 2 13 3 32 4 22 5 11 6 15 7 16 8 24 9 33 10 30 11 44 12 75 13 24 14 26 15 28 16 30 17 26 18 39 Rata-rata 27,6667±15,8395

Tabel 1 menunjukan jumlah rata-rata sel goblet setiap lima lamela sekunder insang. Secara umum proliferasi sel goblet insang tidak menunjukkan angka yang tinggi, tetapi pada beberapa insang yang terinfeksi cacing dapat di lihat bahwa sel gobletnya mengalami pertambahan jumlah.

4.2 Perubahan Histopatologi Organ Otot

(47)
[image:47.595.145.480.158.361.2]

akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan penurunan kualitas daging ikan. 0 2 4 6 8 10 12 Degenerasi lemak Degenerasi hyalin Nekrosa serabut otot Edema Jenis perubahan Ju m la h ika n ya n g o to tn ya me ng a la m i pe ru ba ha n

Grafik 2 Perubahan yang terjadi pada otot

(48)
[image:48.595.116.512.83.406.2]

B

A

Gambar 7 Edema yang menyebabkan serabut otot tidak teratur (kepala panah). Nekrosa

serabut otot (Panah A). Degenerasi hyalin (lingkaran B). Pewarnaan HE. Bar (A 60μm; B

40mμ)

(49)
[image:49.595.114.512.85.361.2]

A

B

L

Gambar 8 Sebagaian besar otot mengalami nekrosa serabut otot (A). Penumpukan lemak

(L). Edema (Panah B). Pewarnaan HE. Bar (A 40μm; B 60μm).

Degenerasi lemak (Gambar 8) terjadi karena akumulasi lipid dan gangguan metabolisme lemak karena kekurangan enzim lipase intraseluler atau asupan nutrisi yang mengandung lemak yang tinggi. Lemak pada otot ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi rasa daging ikan. Degenerasi lemak juga dapat terjadi karena penyakit infeksi, ketidakseimbangan nutrisi dan beberapa bahan toksik. Kerusakan otot ikan ini memang terkadang tidak terlihat secara fisik dan tidak menyebabkan kematian tetapi kerusakan ini akan mempengaruhi pertumbuhan dan akan berdampak nyata terhadap nilai ekonomi ikan secara umum.

4.3 Perubahan Histopatologi Organ Usus

(50)

nilai produksinya. Oleh karena itu pengetahuan tentang kondisi tidak normal organ usus sangat penting untuk pengelolaan kesehatan ikan itu sendiri.

[image:50.595.145.479.143.347.2]

0 1 2 3 4 5 6 7 8

Grafik 3 Perubahan yang terjadi pada usus

Beberapa perubahan yang sering ditemukan pada usus ikan antara lain proliferasi sel goblet, hemoragi, atropi vili usus, dan metaplasia. Beberapa penelitian menunjukan bahwa tingginya kandungan beberapa logam berat dapat menyebabkan peningkatan apoptosis dari sel-sel usus (Berntssen et al. 1999). Pada organ usus beberapa kejadian patologis yang ditemukan antara lain nekrosa sel epitel usus, proliferasi sel goblet dan perdarahan (Grafik 3).

Nekrosa dan atropi lapisan epitel vili usus merupakan perubahan yang paling banyak ditemukan. Beberapa vili juga mengalami deskuamasi epitel dan nekrosa sel-sel epitel. Hal ini dapat terjadi karena terjadi hemoragi (Gambar 9) sehingga suplai darah ke sel-sel epitel terganggu. Hemoragi atau perdarahan terlihat dari ditemukannya eritrosit yang menyebar pada ujung vili usus. Kelainan vili ini akan menyebabkan terganggunya penyerapan zat-zat makanan yang penting sehingga ikan akan mengalami defisiensi nutrisi.

(51)
[image:51.595.115.515.89.318.2]

A

B

Gambar 9 Pembendungan (Panah ). Pewarnaan HE. Bar (A 60 μm; B 40μm)

Beberapa parasit yang dapat menyebabkan degenerasi usus antara lain protozoa dan cacing. Digenea adalah cacing trematoda yang memerlukan inang antara (moluska) dalam siklus hidupnya. Infestasi Digenea dewasa pada saluran cerna ikan perlu diperhatikan apalagi saat jumlahnya banyak. Infestasi di luar saluran pencernaan berpotensi patogen terhadap ikan (Paperna 1996). cacing atau protozoa pada usus ikan mas yang diteliti. Koksidiosis pada ikan Cyprinid dapat berakibat fatal, infeksi kronis koksidia pada ikan mas berusia delapan hari akan menyebabkan kematian dalam waktu 30-45 hari kemudian (Kent dan Hedrick 1985). Kerusakan yang umum terjadi karena koksidia ini adalah rupturnya epitel vili usus karena merozoit dan ookista Eimeria (G. Carpeli dan E. Sinensis 1976; Kent dan Hedrick 1985). Ikan yang terinfeksi Eimeria vanasi akan mengalami kerusakan epitel vili usus karena parasit ini berkembang dalam sitoplasma sel-sel usus (Marincek 1973; Molnar 1984). Eimeria vanasi

merupakan koksidia yang sering menyerang ikan Carp tetapi pada literatur disampaikan bahwa kejadian ini banyak ditemukan di Afrika.

(52)

eritrosit yang menyebar menandakan terjadi hemoragi sedangkan limfosit menandakan ada peradangan karena gangguan parasit, bakteri atau virus. Proliferasi endotelium arteri pernah ditemukan pada ikan Carp yang terinfeksi

Sanguinicola inermis (Prost dan Poland dalam Lucky 1964).

[image:52.595.116.510.177.400.2]

A

B

Gambar 10 Edema epitel usus (Panah). Nekrosa epitel (Kepala panah). Pewarnaan HE.

Perbesaran lensa obyektif 40x. Bar (A 140μm; B 40μm).

(53)
[image:53.595.168.453.82.339.2]

[image:53.595.195.430.406.698.2]

Gambar 11 Proliferasi sel goblet vili usus (lingkaran). Pewarnaan HE. Bar 60μm.

Tabel 2 Jumlah rata-rata sel goblet dalam tiap vili usus.

Sampel Rata-rata jumlah sel Goblet tiap vili usus

1 24.5 2 42 3 21.5 4 17.5 5 47.5 6 13.5 7 37 8 13.5 9 38.5 10 31 11 30.5 12 19.5 13 33.5 14 14.5 15 35.5 16 54.5 17 33 18 25 Rata-rata 29,5833 ± 11,56

(54)

seperti cacing atau protozoa. Dalam studi ini tampaknya ada kenaikan jumlah sel goblet walaupun tidak terlalu tinggi (Tabel 2). Hal ini berhubungan dengan beberapa kejadian patologis yang ditemukan pada ikan-ikan tersebut. Selain itu dengan adanya cacing di organ insang dapat terjadi kemungkinan cacing tersebut juga menyerang saluran pencernaan. Hal ini dapat terjadi karena beberapa spesies cacing Digenea dapat juga hidup di saluran cerna khususnya usus.

(55)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perubahan yang terjadi pada insang ikan mas antara lain adalah hiperplasia, hemoragi, edema dan telangiektasis. Pada insang ditemukan adanya infestasi cacing monogenea yang diduga dari genus Gyrodactylus dan Dactylogyrus yang menyebabkan fusi lamela sekunder, telangiektesis dan infiltrasi sel eosinofil. Pada otot ikan mas yang diteliti terjadi kelainan berupa nekrosa serabut otot, edema, degenerasi hyalin dan degenerasi lemak. Pada usus ikan mas paling banyak ditemukan hemoragi, nekrosa epitel vili usus dan edema epitel usus. Perubahan-perubahan histopatologi pada jaringan insang, otot dan usus mungkin terjadi karena infeksi parasit, bakteri, virus, jamur dan defisiensi nutrisi. Kondisi lingkungan kolam dan kepadatan populasinya juga berpotensi menyebabkan keadaan patologis yang ditemukan.

5.2 Saran

(56)

DAFTAR PUSTAKA

Al lail SMJ dan Sakr SA. 2005. Fenvalerate Induced Histopathological and Histochemical Changes in the Liver of the Catfish Clarias gariepinus.

Journal. Journal of Applied Science Research 1(3), Egypt. 263-267 pp. Anonim. 2008a. Laporan Pemantauan Kesehatan Ikan Air Tawar Departemen

Perikanan dan Ilmu Kelautan 2007. http: // www.bbpbat.net/infotek/hasil- pengawasan/35-hasil-pengawasan/109-200735-pemantauan-kesehatan-ikan-air-tawar. [ 6 Juli 2008]

Anonim. 2008b. http: //www.fao.org/fishery/culturedspecies/Cyprinus_carpio. [ 6 Juli 2008]

Boyd CE. 1991. Water Quality Management and Aeration in Shrimp Farming. Proyek Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Jakarta.

Bullock GL, Conroy D and Snieszko SF. 1971. Diseases of Fish. T F H Publication, London England. 160 hal.

Citra A. 2006. Efektifitas Ekstrasi Bawang Putih (Allium sativum) Terhadap Ketahanan Tubuh Ikan Mas (Cyprinus carpio) yang Diinfeksi Koi Herpes

Virus. [skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Hibiya T. 1995. An Atlas of Fish Histology Normal and Pathological Features. (second edition). Kodansha LTD, Tokyo.

Hoffman GL. 1967. Parasites of North American Freshwater Fisher. University California Press, Berkeley. 169 hal.

Hoole et al. 2001. Disease of Carp and Other Cyprinid Fishes. Fishing New Books. Blackwell Sciences Ltd., Oxford.

Humason GL. 1985. Animal Tissue Technique. Fourth Edition. W N Freeman and Company, San Frasisco, USA

Irianto A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

(57)

Lawrence AJ dan Hemingway KL. 2003. Effect of Polutian on Fish (Molecular Effect and Populatian Responses). Blackwell Publishing, Australia. 342 hal.

Lingga P. 2002. Ikan Mas Kolam Air Deras. Penebar Swadaya, Depok.

Lom J. 1995. Trichodinidae and Other Ciliates (Phylum Ciliopgora). P: 229-257. in Fish Disease and Disorder. Volume I. Protozoa and Metazoa Infection. Edited by P.T. K. Woo, Departement of Zoology, University of Guelph. Canada. Cab International, Canada.

Lucky Z. 1964. Di dalam Paperna, Ilan. 1996. Parasites, Infection and Disordes of Fishes in Africa. Food and Agricultural Organization of United Nations, Roma Italia.355 hal.

Markevich AP. 1963. Parasitic Fauna of Fresh Water Fish of the Ukranian SSR.

Oldbourne Press, London.

Muss BJ. 1999. Freshwater Fish. Scandinavian Fishing Year Book, Denmark. Nabib R dan FH Pasaribu. 1989. Patologi dan Penyakit Ikan. Bogor . Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan, Bogor. 158 hal.

Noble ER dan Noble GA. 1989. Parasitologi : Biologi Parasit Hewan. Edisi V. diterjemahkan oleh drh. Wardiato. Gajah Mada Universiti Press.

Noga EJ. 2000. Fish Disease Diagnosis and Treatment. Iowa State Press, USA. 366 hal.

Oata. 2001. Vaksinasi Ikan Mas untuk Meningkatkan Daya Tahan Tubuh Terhadap Infeksi Koi Herpes Virus. http://www.bbpbat.net/infotek/hasil-perekayasaan/ 34-hasil-http://www.bbpbat.net/infotek/hasil-perekayasaan/89. [6 Juli 2008]

Olsen OW. 1974. Animal Parasites, Their Life Cycle and Ecology. University of Park Press, Baltimore, London and Tokyo.

Paperna I. 1996. Parasites, Infection and Disordes of Fishes in Africa. Food and Agricultural Organization of United Nations, Roma Italia.355 hal.

Plumb JA. 1994. Health Maintenance and principal Microbial Diseases of Cultured Fishes. Iowa State University CRC Press, Boca Raton, Florida. Purwakusuma W. 2007. Kebutuhan Nutrisi Ikan. http:// www.O-fish.com. [17 Juli

(58)

Roberts RJ. 2001. Fish Pathology. Edisi III. W.B.Saunders, London, Edinburgh, Philadelphia, St Louis, Sydney, Toronto. 472 hal.

Robertson DA, Robert RJ dan Bullock AM. 1981. Di dalam Paperna I. 1996.

Parasites, Infection and Disordes of Fishes in Africa. Food and Agricultural Organization of United Nations, Roma Italia.355 hal.

Sachlan M. 1974. Parasites, Pest and Diseases of Fish Fry. Lecture Notes, Prepare for Training Course and Induced Fish Breeding Technique, Biotrop Seameo Regional Centre for Biology, Bogor.

Santoso B. 1999. Ikan Mas: Mengungkap Teknik Pemeliharaan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Sarig S. 1971. The prevention and treatment of diseases of warm water fish under subtropical conditions, with special emphasis on intensive fish farming. T H F Publication inc, Jersey city N J. 127 p. Di dalam Paperna I. 1996.

Parasites, Infection and Disordes of Fishes in Africa. Food and Agricultural Organization of United Nations, Roma Italia.355 hal.

Schmidt GD dan Robert LS. 1977. Foundation of Parasitology. The C. V. Mosby Co, Saint Louis.

Shaharom-Harrison F M. 1986. The reproductive of Dactylogyrus nobilis

(monogenean: Dactylogyridae) from the gills of big head carp. Di dalam Paperna I. 1996. Parasites, Infection and Disordes of Fishes in Africa. Food and Agricultural Organization of United Nations, Roma Italia.355 hal.

Shaharom-Harrison FM, Anderson IG, Siti AZ, Shazili NAM, Ang KJ dan Azmi TL. 1990. Di dalam Paperna I. 1996. Parasites, Infection and Disordes of Fishes in Africa. Food and Agricultural Organization of United Nations, Roma Italia.355 hal.

Suseno D. 1994. Pengelolaan Usaha Pembenihan ikan Mas. Penebar Swadaya, Depok.

(59)

Valent M, Andreji J, Stranai I, Kac niov M dan Mass nyi. 2006. Heavy Metals Content and Microbiological Quality of Carp (Cyprinus carpio, L.) Muscle from Two Southwestern Slovak Fish Farms. Journal of Environmental Science and Health, Part A, Volume 41, Issue 6 July 2006 , pages 1071 –

Gambar

Gambar 1 Ikan mas (Cyprinus carpio)
Grafik 1 Perubahan yang terjadi pada insang
Gambar 2 Penebalan lamela primer (Panah A). Pembendungan (Panah B). Perdarahan, proliferasi sel lamela sekunder dan fusi lamela sekunder (Kepala panah B)
Gambar 3 Insang normal (A). Pembendungan lamela primer (Panah B). Edema (Kepala panah B)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil evaluasi gambaran umum histopatologi berupa hemoragi dan peradangan pada organ usus dan otot jantung pada anjing terinfeksi virus parvo pada pembesaran 200x

Pengamatan yang dapat dilakukan antara lain hematologi (kadar hematokrit, kadar hemoglobin, jumlah eritrosit dan jumlah leukosit), serta histopatologi (insang, hati dan ginjal)

Pengamatan yang dapat dilakukan antara lain hematologi (kadar hematokrit, kadar hemoglobin, jumlah eritrosit dan jumlah leukosit), serta histopatologi (insang, hati dan ginjal)

Pada praktikum selanjutnya diharapkan menggunakan preparat yang terdiri dari semua organ ikan agar lebih mengetahui jenis penyakit atau kelainan yang spesifik

Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa parasit yang umum dijumpai pada ikan mas di kolam Medan Selayang dan kolam Desa Pulau Banyak pada organ insang adalah

Cacing menempel pada kulit, sirip dan insang dengan bantuan organ khusus (opisthohaptors). Organ ini biasanya terdiri atas kait-kait ganda atau alat penghisap seperti cakram.

Karya ilmiah yang dihasilkan penulis untuk meraih gelar Sarjana Kedokteran Hewan diperoleh melalui penelitian selama delapan bulan di Bogor yang berjudul “Gambaran

Pada ikan Mujair perubahan histopatologi akibat cacing parasit Monogenea sebagian besar berupa hiperplasia, desquamasi lamela insang sekunder, kongesti pembuluh