• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pelanggaran hak-hak buruh oleh majikan, pelanggaran hak-hak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pelanggaran hak-hak buruh oleh majikan, pelanggaran hak-hak"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelanggaran hukum tidak hanya dapat menimpa pada seseorang, akan tetapi dapat pula menimpa sekelompok orang dalam jumlah besar atau masyarakat. Pelanggaran hak-hak buruh oleh majikan, pelanggaran hak-hak para konsumen oleh pelaku usaha, kecelakaan pesawat, pencemaran lingkungan yang menimbulkan kerugian pada masyarakat luas, adalah contoh-contoh pelanggaran hak yang menimpa orang dalam jumlah yang besar atau masyarakat luas.1

Hak-hak masyarakat yang diatur dan dilindungi oleh hukum harus dijamin pemenuhannya. Pihak yang dilanggar haknya harus dilindungi oleh hukum. Sesuai dengan sifat hukum yang konsisten, hukum harus mampu menyelesaikan permasalaan-permasalahan yang timbul melalui sistem hukum pula. Dalam rangka penegakan hukum, hukum harus mampu menyediakan sarana yang cukup memadai bagi pihak yang dirugikan akibat adanya pelanggaran hak dan/atau kewajiban oleh pihak lain.2

Penggunaan prosedur berperkara dengan cara class action dalam praktek peradilan di Indonesia belum banyak dilakukan. Dari tahun 1987 sampai dengan tahun 1999 diketahui ada tujuh buah gugatan yang oleh pihak pihak

1 E. Sundari, 2002, Pengajuan Gugatan Secara Class Action (Suatu Studi Perbandingan Dan

Penerapannya Di Indonesia),Universitas Atma Jaya Yogyakarta,Yogyakarta, hlm. 1

2

(2)

penggugatnya dimaksudkan sebagai gugatan dengan menggunakan prosedur class action, dapat disebutkan perkara yang menggunakan mekanisme class action:3

1. Kasus rokok Bentoel, dengan putusan pengaadilan negeri Jakarta Pusat No. 533/PDT/G/1987/PN. JKT. PST dan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta no. 158/PDT/1989/PT DKI;

2. Kasus demam berdarah, dengan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 251/PDT.G/1988/PN JKT.PST;

3. Kasus buruh PT Sandang, dengan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 213/PDT. G/1992/PN. Jaksel;

4. Kasus YLKI-PLN, dengan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 134/PDT.G/1997/PN. Jaksel serta putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta No. 221/PDT/G/PT/1998;

5. Kasus Jamsostek dengan penetapan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta No. 149/G.TUN/1997/PTUN JKT;

6. Kasus 12-15 Mei berdarah, dengan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 323/PDT. G/1998/PN.JKT.PST.

Kasus penggusuran paksa dengan menggunakan mekanisme class action dengan No. 412/PDT.G/PN. JKT.UT yang Penulis uraikan dalam penelitian ini adalah penggusuran yang terjadi di Jakarta, lokasi tepatnya berada Jl. TPU Semper RT 003 RW 003 Kelurahan Semper Timur Kecamatan Cilincing,

3ibid, hlm. 118

(3)

Jakarta Utara dengan kepala keluarga berjumlah 77 orang yang tinggal di lokasi tersebut sejak tahun 1998.

Kasus yang Penulis jadikan obyek penelitian berawal dari adanya surat pemberitahuan untuk mengosongkan lokasi tersebut dari pemilik lahan yakni PT Pulomas Jaya yang akan dibangun Rumah Susun milik, PT Pulomas Jaya merupakan badan usaha milik daerah Jakarta. Warga yang tinggal di lokasi tersebut merasa bahwa tanah dan rumah yang ditempati merupakan miliknya sejak tahun 1998. Berbagai upaya terus dilakukan oleh pihak perusaaan agar warga meninggalkan lokasi tersebut dari upaya mediasi yang tidak menemukan kesepakatan, lalu adanya surat perintah bongkar dari Walikota Jakarta Utara hingga 3 kali dan berujung pada penggusuran yang dilakukan oleh pihak Pemerintah Provinisi DKI Jakarta pada tanggal 18 November 2009.

Penggusuran memiliki kata dasar gusur yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti yaitu menjadikan (membuat, menyuruh) pindah tempat; menggeser tempat: jadi penggusuran yaitu proses menjadikan (membuat, menyuruh) pindah tempat, menggeser tempat.4

Warga yang telah tinggal dilokasi tersebut sejaka lama mengajukan tuntutan hak dengan mengajukan gugatan kelompok (class action) ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

Gugatan yang diajukan warga menggunakan prosedur gugatan kelompok sesuai dengan syarat yang ditentukan dalam peraturan Mahkamah

4

(4)

Agung No. 1 Tahun 2002 Tentang Acara Gugatan Wakil Kelompok, syarat penggunaan prosedur ini yaitu apabila jumlah orang (yang menjadi penggugat ataupun tergugat) meliputi banyak orang, memiliki kesamaan mengenai fakta hukum yang terjadi.

Gugatan warga mendasarkan pada perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh penguasa. Unsur-unsur dari perbuatan melawan hukum ini ialah:5

1. Adanya suatu perbuatan;

2. Perbuatan tersebut melawan hukum;

3. Adanya kesalahan dari pihak pelaku;

4. Adanya kerugian bagi korban;

5. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian.

Lebih jelasnya, Perbuatan melawan hukum yang menjadi isi dari gugatan warga mendasarkan pada ketentuan Pasal 1365 KUHPer yang berbunyi: “Tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.

Ketika proses persidangan warga mendalilkan bahwa perbuatan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yaitu melakukan pengusuran

55

(5)

merupakan perbuatan melawan hukum dan melanggar hak asasi manusia karena penggusuran tersebut tidak memperhatikan Kovenan Hak Ekonomi Social Dan Budaya yang telah diratifikasi menjadi Undang-Undang No. 11 Tahun 2005 Tentang Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya (International Convenant On Economic, Socialand Culture Rights) khususnya mengenai hak atas perumahan dan ketentuan dalam Komentar umum (general

comment) Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya. Ketentuan mengenai proses

penggusuran dapat di lihat dari Komentar Umum (general comment) No. 7 angka 15 yang menyatakan bahwa:

“Perlindungan prosedural yang tepat dan proses yang diharapkan adalah dua aspek penting dari hak asasi manusia, tetapi terutama penting dalam kaitannya dengan persoalan seperti pengusiran paksa yang secara langsung memunculkan sejumlah besar hak yang diakui dalam kedua perjanjian internasional atas hak asasi manusia. Komite mempertimbangkan bahwa perlindungan prosedural yang harus diterapkan berkaitan dengan pengusiran paksa yang meliputi: (a) sebuah peluang atas pembicaraan yang tulus dengan orang-orang yang terimbas; (b) pemberitahuan yang memadai dan rasional kepada semua orang yang terimbas mengenai jadwal pelaksanaan pengusiran (c) informasi mengenai pengusiran yang diajukan dan bilamana memungkinkan, mengenai fungsi alternatif dari tanah atau rumah itu yang harus tersedia dalam waktu singkat bagi semua orang yang terimbas; (d) khususnya jika melibatkan kelompok-kelompok masyarakat, para pejabat pemerintah atau wakil-wakil mereka harus hadir selama pelaksanaan pengusiran; (e) semua orang yang melaksanakan pengusiran itu harus diidentifikasi secara tepat (f) pengusiran tidak boleh dilaksanakan dalam cuaca buruk atau pada malam hari kecuali memang dikehendaki oleh orang-orang yang terimbas; (g) ketetapan atas pemulihan oleh hukum dan (h) sejauh memungkinkan atas bantuan hukum bagi orang-orang yang membutuhkannya untuk menuntut kompensasi melalui pengadilan.”

Dari ketentuan di atas, berdasarkan kronologi kasus dalam putusan 412/PDT.G/2009/PN. JKT.UT. Salah satu pelanggaran lainnya yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jakarta yaitu penggusuran yang dilakukan pagi hari pada tanggal 18 November 2009 pukul 05.00 WIB dan dalam kondisi hujan

(6)

tanpa terlebih dahulu memberi tahu pada warga akan melakukan penggusuran. Penggusuran yang dilakukan ini mengakibatkan kerugian pada warga, atas hal tersebut warga mengajukan gugatan secara berkelompok (class action) dengan mengidentifikasi jenis kerugian ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara dengan menggugat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk membayar ganti kerugian.

Hal di atas juga jika dikaitkan dengan hak perumahan yang Penulis uraikan sering dikaitkan dengan kebijakan pembangunan. Kebijakan pembangunan di sini dapat dilihat dari peralihan peruntukan lahan menjadi areal perdagangan dan industri baik sekala kecil maupun besar. Akibatnya tindakan penggusuran menjadi tidak terelakan (forced evictions).6

Pelanggaran hak asasi manusia terhadap tindakan penggusuran paksa merupakan perbuatan yang melawan hukum, hal ini jika dilihat dari pengertian pelanggaran hak asasi manusia yaitu:7

“Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau sekelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak sengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang ini, dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.”

Pelanggaran hak asasi manusia terhadap hak atas perumahan salah satunya adalah pengusiran paksa (forced eviction). Upaya-upaya gugatan wakil kelompok atau class action sekarang ini lebih banyak dilakukan oleh

6Majda El Muhtaj, 2008, Dimensi-Dimensi HAM: Mengurai Hak Ekonomi, Social Dan Budaya,

Rajagrafindo Persada, Jakarta, hlm. 147

(7)

masyarakat untuk menuntut apa yang menjadi haknya, hal ini dapat dilihat dari banyaknya gugatan class action yang diajukan oleh kelompok masyarakat.

Proses gugatan wakil kelompok yang diajukan oleh warga ini disetujui oleh pengadilan dengan memperhatikan syarat pengajuan gugatan wakil kelompok yang mengacu pada ketentuan Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2002 Tentang Acara Gugatan Wakil Kelompok. Gugatan wakil kelompok lainnya sudah banyak yang memakai prosedur ini diantaranya:8(a) Kasus pemadaman listrik di Jawa-Bali; (b) Kasus kebakaran hutan Sumatera Utara; (c) Kasus gugatan becak di Jakarta; (d) Kasus kabut asap pekanbaru; (d) Kasus kenaikan harga elpiji.

Perspektif konsep hak asasi manusia, dalam hal hubungan negara dengan warganya, rakyat berposisi sebagai pemegang hak (right holder), sementara di sisi lain negara berkedudukan sebagai pengemban kewajiban (duty holder). Dimana kewajiban negara yang mendasar adalah melindungi dan menjamin hak asasi warganya (rakyat).9

Putusan class action yang berisi hukuman untuk membayar ganti kerugian kepada penggugat sesuai dengan besarnya tuntutan penggugat yang dikabulkan oleh hakim, dapat mempengaruhi prilaku tergugat untuk memilih prilaku yang lebih mengurangi kerugian pada masyarakat dan memiliki efek jera bagi tergugat.

8 Indro Sugianto, 2013, Class Action : Konsep Dan Strategi Gugatan Kelompok Membuka Akses

Keadilan Bagi Rakyat, Malang Press, Malang, hlm. 63

(8)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana mekanisme pengajuan gugatan class action dalam kasus penggusuran rumah di Jakarta utara dengan Putusan No. 412/PDT.G/2009/PN. JKT. UT ditinjau dari hukum hak asasi manusia? 2. Indikator hukum apa sajakah yang dapat digunakan untuk menentukan

efektifitas pengajuan gugatan class action dalam kasus penggusuran rumah studi putusan No. 412/PDT.G/PN. JKT.UT ditinjau dari hukum hak asasi manusia?

C. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan, khususnya di lingkungan Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Kampus Jakarta, dan penelusuran melalui internet, belum pernah ada dilakukan penelitian mengenai “Tinjauan

Hukum Hak Asasi Manusia terhadap Mekanisme Dan Efektifitas Pengajuan Gugatan Class Action Dalam Kasus Penggusuran Rumah Di Jakarta Utara (Studi Putusan No. 412/PDT.G/PN. JKT.UT).

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penelitian ini memenuhi kaedah keaslian penelitian. Judul yang Penulis teliti di atas dan setelah melihat tesis yang berkaitan dengan mekanisme class action yaitu dengan judul:

1. Penulis atas nama Johny Pangaribuan, 2011, pertanggungjawaban PT Kereta Api Indonesia (PERSERO) sebagai penyelenggara sarana

(9)

perkeretaapaian terhadap kecelakaan kereta api, Program Pasca Sarjana Magister Hukum Universitas Gadjah Mada, penelitian ini membahas batas tanggung jawab dan upaya hukum apa yang dapat dilakukan oleh korban kecelakaan tabrakan kereta api.

Hal yang bisa dijadikan refrensi adalah mekanisme yang diatur mengenai

class action telah diterapakan dalam sistem hukum indonesia. Apabila

terdapat penelitian serupa diluar pengetahuan penulis, diharapkan penelitian ini dapat saling melengkapi satu sama lain.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat, baik secara teoritis maupun praktis: a. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran yang bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya pelaksanaan, pemajuan dan perlindungan di bidang hak asasi manusia. b. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat pada umumnya maupun pemerintah pada khususnya. Penelitian ini diharapkan dapat membantu pemerintah untuk mengidentifikasi dalam proses pelaksanaan,penghormatan, perlindungan, pemenuhan dan pemajuan di bidang hak asasi manusia mengenai hak atas perumahan. Penulis juga berharap pada penelitian ini masyarakat semakin

(10)

terbuka pemikirannya mengenai hak apa yang mereka miliki terhadap hak atas perumahan.

E. Tujuan Penelitian

Suatu penelitian hukum pada dasarnya dilakukan untuk memenuhi tujuan yang mencakup dua hal, yaitu tujuan subyektif dan obyektif. Adapun tujuan dari penelitian hukum yang berjudul “Tinjauan Hukum Hak Asasi

Terhadap Mekanisme Dan Efektifitas Pengajuan Gugatan Class Action Dalam Kasus Penggusuran Rumah Di Jakarta Utara (Studi Putusan No. 412/PDT.G/PN. JKT.UT)” adalah sebagai berikut:

1. Tujuan Subyektif

Tujuan subyektif dari penelitian ini adalah untuk memperoleh seluruh data yang berkaitan dengan obyek yang diteliti dalam rangka Penulisan hukum. Penulisan hukum ini merupakan salah satu syarat akademis Penulis untuk memperoleh gelar magister bidang ilmu hukum di fakultas hukum Universitas Gadjah Mada.

2. Tujuan Obyektif

a. Mengetahui peraturan perundang-undangan sebagai dasar warga mendapat perlindungan hukum terhadap hak warga dalam kasus penggusuran;

b. Mengetahui mekanisme class action yang dapat dilakukan untuk menuntut hak jika terjadi kasus penggusuran;

Referensi

Dokumen terkait

2.1.3 Keterkaitan dengan Produk Lain Termasuk Perolehan Bahan Baku Keterkaitan produk Dodol biji salak dengan produk lain adalah memanfaatkan biji salak yang dalam

Memahami konsep- konsep, hukum-hukum, dan teori-teori kimia meliputi struktur, dinamika, energetika dan kinetika serta penerapannya secara fleksibel. Memahami

Hasil uji t untuk sampel berpasangan H-0 dan H-14 sebagaimana tertera di Tabe l 2 , nilai p=0,300 (>0,05) sehingga dapat disimpulkan perbedaan yang tidak bermakna rata- rata

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sleman Yogyakarta penelitian ini mempunyai kontribusi atau implikasi tentang persepsi

Dari hasil pengujian terhadap 14 sampel minuman Ice Coffee Blended yang beredar di dua kelurahan yang ada di Kecamatan Samarinda Ulu yaitu Kelurahan Gunung

Faktor-faktor yang berhubungan dengan kemandirian petani karet pola swadaya dalam pengambilan keputusan usahatani di Desa Kuntu Kecamatan Kampar Kiri Kabupaten Kampar

Seluruh Dosen Pengajar Fakultas Farmasi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya yang telah mendidik dan memberikan ilmu yang banyak sekali selama saya kuliah

Secara umum, perbedaan kelimpahan perifiton setiap stasiun dipengaruhi oleh faktor fisika dan kimia perairan yang sama untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan