• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penambahan Protein Belut Sawah Pada Pembuatan Edible Film Pati Tapioka Termodifikasi. Oleh: Mukhtarudin dan Suyatno. Abstract

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penambahan Protein Belut Sawah Pada Pembuatan Edible Film Pati Tapioka Termodifikasi. Oleh: Mukhtarudin dan Suyatno. Abstract"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Muktaruddin dan Suyatno, Hal ; 28 – 34 28 Penambahan Protein Belut Sawah

Pada Pembuatan Edible Film Pati Tapioka Termodifikasi Oleh: Mukhtarudin dan Suyatno

Abstract

The objective of the research was to produce and to know the edible film characteristic from surimi rice field eel and tapioca combine. The experiment was designed in Factorial Randomized Block Design with surimi of rice field eel concentration and tapioca as the treatment factors and were done in triplicates. The treatment were surimi of rice field eel concentration (4%, 6%, and 8%) and tapioca concentration (1%, 3%, and 5%). The results showed that the modified tapioca starch by using POCl3 not be made edible film for all treatment concentrations as well as the addition of surimi eel rice. One of two main factors that could cause a reference current reasons, that is) 1. The modified tapioca starch had reduced amylose content, this is the cause not the formation of the film matrix. It has been known that the main frame of the edible film is amylose than amylopectin. 2) the excessive warming temperatures will cause water to evaporate quickly before the film matrix. Key words: Edible film, starch, modified, tapioca and eel

PENDAHULUAN

Pada akhir-akhir ini, penelitian yang mengarah ke perlindungan lingkungan (friendly

environment) menjadi perhatian utama dalam segala bidang termasuk teknologi bahan

kemasan pangan. Bahan kemasan pangan yang paling banyak digunakan saat ini adalah plastik. Ada beberapa alasan mengapa bahan kemasan ini banyak digunakan, diantaranya adalah: 1) mudah didapat; 2) harga relatif murah, dan; 3) mudah dicetak atau disablon. Namun, plastik mempunyai kelemahan, yaitu: 1) plastik tidak bisa dirombak

(non-biodegradable) sehingga dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, dan; 2) plastik

dapat mencemari makanan yang dikemasnya karena adanya monomer-monomer penyusun plastik yang dapat terurai dari polimernya sehingga bereaksi dengan makanan dan ini dapat menyebabkan karsinogenik.

Dengan demikian, penggunaan bahan kemasan plastik harus dikurangi. Ada beberapa cara yang telah dilakukan dalam mengurangi penggunaan plastik, yaitu pengembangan plastik yang bersifat biodegradable dan pengembangan bahan kemasan pangan yang tidak hanya bersifat biodegradable tapi juga bersifat edible, bahan kemasan ini sering disebut

edible film, yaitu lapisan tipis yang melapisi bahan pangan dan aman dikonsumsi.

Penelitian tentang edible film telah lama dilakukan oleh para peneliti dengan memanfaatkan bahan baku lokal seperti di Jepang, Amerika Serikat, Thailand dan lain sebagainya. Di Indonesia penelitian ini telah berkembang pesat, seperti penggunaan pati tapioka, pati ganyong, dan pati-pati lainnya. Penggunaan pati tapioka (native starch) diinkorporasi dengan senyawa lain seperti protein, ikatan yang terjadi antara protein dengan pati tidak sempurna karena protein terikat secara acak dan sifatnya tidak stabil sehingga edible film yang dihasilkan sulit untuk memenuhi JIS 1975.

(2)

Muktaruddin dan Suyatno, Hal ; 28 – 34 29

Oleh karena itu, pati tapioka sebelum digunakan harus dimodifikasi terlebih dahulu. Metode yang sesuai pada pembuatan pati termodifikasi dengan tujuan untuk bahan baku

edible film adalah metode ikatan silang (cross linking). Ikatan silang akan terjadi antara

molekul amilosa dengan amilosa lain dengan menggunakan POCl3, ikatan ini akan

membentuk jala tiga dimensi. Dengan terbentuknya jala tiga dimensi ini maka protein akan berikatan dan terperangkap dalam jala tersebut. Selain itu, apabila protein yang digunakan adalah protein yang mempunyai struktur protein fibriler, jenis protein ini berbentuk serabut dan terbentang memanjang sejajar, struktur ini memudahkan protein untuk berikatan dengan ikatan silang yang ada. Protein yang mempunyai struktur fibriler paling banyak terdapat pada protein jenis ikan, seperti belut sawah.

Kelebihan ikatan silang adalah matrik yang terbentuk kuat dan protein yang diinkorporasi terperangkap dalam ikatan silang. Hal ini dapat berpengaruh pada karakteristik edible film antara lain dapat menurun laju transmisi uap air (g/m2 hari), Aw

edible film lebih rendah, daya adhesi film lebih baik, dan memungkingkan dapat terbentuk

ikatan kompleks antara karbohidrat dengan protein pada matrik film sehingga film sulit untuk dirusak oleh mikroorganisme.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian UNSRI Indralaya dan laboratorium POLTEK Negeri Palembang. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret 2010 sampai Nopember 2010. Bahan-bahan yang dipergunakan adalah pati tapioka, POCl3, Na2SO4, gliserol, lilin lebah (beeswax), CMC

dan bahan-bahan kimia untuk analisa. Alat-alat yang dipergunakan adalah blender, ayakan, water bath, oven pengering, pH meter, magnetic stirrer, termometer, neraca, dan desikator.

Prosedur kerja penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu sebagai berikut: 1) Pati Termodifikasi (Cross Linking): Natrium sulfat (Na2SO4) sebanyak 30g (15% berat

kering dari pati tapioka) ditambahkan ke dalam 300 ml air destilasi sambil diaduk dengan pengaduk magnetik stirrer skala 3, Setelah larut sempurna ditambahkan pati sebanyak 200g sambil tetap diaduk. NaOH 5% ditambahkan sambil diaduk dengan magnetik stirrer skala 8 untuk mencegah pati tergelatinisasi dan mengatur pH larutan mencapai 10.5 kemudian ditambahkan 10% propilen oxida dan diaduk 30 menit pada suhu ruang. Larutan diinkubasi dengan inkubator shaker pada suhu 40+2ºC (200rpm,24jam). POCl3 sesuai

perlakuan, yaitu sebanyak 0.08% (Perlakuan terbaik pada penelitian Yuniar, 2007), ditambahkan sambil diaduk dengan skala 8 menggunakan pengaduk magnetik stirrer selama 30 menit kemudian diinkubasi pada suhu 40+2ºC (200rpm, 2jam), pH larutan diatur 5,5 dengan 10% larutan HCl yang bertujuan untuk menghentikan reaksi. Pati disaring menggunakan kertas Whatman no 4 sambil dicuci dengan air destilasi selama 5 menit. Pengeringan pati dilakukan pada suhu 45ºC selama 6 jam sehingga didapatkan pati dengan kadar air 10-12%. 2) Pembuatan Edible film, yaitu pati tapioka termodifikasi dengan menggunakan POCl3 0,08% disiapkan. Pati dibuat suspensi dalam Beaker gelas sebanyak

(sebagai perlakuan 3%, 4%, dan 5% (b/v). Suspensi pati dipanaskan dengan suhu 70oC menggunakan hot plate sambil diaduk dengan magnetik stirrer, Setelah mencapai

gelatinisasi, secara perlahan ditambah dengan surimi belut sawah) dengan perlakuan 2,4,

dan 6%(b/v). Penambahan gliserol sebanyak 3% (v/v) dan diaduk selama 5 menit, penambahan tween 80 sebanyak 2% (v/v) diaduk selama 5 menit. Penambahan lilin lebah (beeswax) 3% (b/v) dan diaduk selama 10 menit. Pembuangan gas terlarut (degassing) dalam suspensi pati 75 kpa selama 20 menit, suspensi tersebut dituangkan di atas kaca

(3)

Muktaruddin dan Suyatno, Hal ; 28 – 34 30

berbingkai untuk dicetak dan selanjutnya dikeringkan dengan menggunakan oven pengering suhu 700C selama 12 jam, Edible film diangkat dari cetakan dan dibungkus dengan plastik kemudian dimasukan dalam desikator selama 24 jam. Edible film siap untuk dianalisa, dan Data diolah dengan menggunakan rancangan percobaan RALF.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pati Tapioka Termodifikasi

Karaterisasi sifat fisik dan kimia pati ini adalah penelitian tahap pertama. Pati ubi kayu yang digunakan dimodifikasi dengan menggunakan senyawa POCl3 metode ikatan

silang (cross linking). Karateristik fisik dan kimia pati ubi kayu murni dan termodifikasi seperti pada Tabel 2.

Tabel 2.

Karakteristik Fisik dan Kimia Pati Murni dan Termodifikasi

Perlakuan

Pati Ubi Kayu Amilosa (%) Posfat (ppm) Kadar Pati (%) Derajat substitusi (DS) Kadar Air (%) Kadar HCN (ppm) Mo 8.92 22.25 43.21 0.0116x10-4 12.76 - Mt 0.04% 7.38 24.84 41.43 0.0130x10-4 13.16 - Mt 0.08% 6.68 27.76 39.18 0.0143x10-4 13.77 - Mt 0.12% 5.74 28.90 36.43 0.0151x10-4 14.83 -

Keterangan: Mo = Pati Murni (Tanpa dimodifikasi); Mt 0.04% = Pati Termodifikasi POCl3 0.04%;

Mt 0.08% = Pati Termodifikasi POCl3 0.08%; Mt 0.12% = Pati Termodifikasi POCl3 0.12%

Secara umum kandungan amilosa pati ubi kayu tersebut mengalami penurunan setelah dilakukan proses modifikasi metode ikatan silang (cross linking) dengan menggunakan POCl3. Selain itu, semakin meningkatkatnya konsentrasi POCl3 kandungan

amilosa semakin menurun. Hal ini dapat dijelaskan dengan dua alasan, yaitu secara fisik dan secara kimia. Secara fisik molekul amilosa mempunyai afinitas yang lebih tinggi terhadap senyawa POCl3 dibanding amilopektin, karena amilosa adalah molekul yang

berbentuk rantai lurus dan gugus fungsional khususnya OH pada atom C-2 yang paling reaktif posisinya lebih terbuka atau lebih mudah terjangkau oleh senyawa POCl3 dibanding

dengan amilopektin.

Senyawa amilopektin bentuknya bercabang, dengan bentuk ini afinitas POCl3 rendah,

karena letak gugus fungsional OH pada posisi tersembunyi atau didalam lipatan cabang. Secara kimia, gugus fungsional OH khususnya pada atom C-2 sangat bebas dan mudah sekali bereaksi dengan senyawa lain karena posisi sangat terbuka dan dibanding gugus fungsional OH atom C-2 pada amilopektin agak lebih sulit, karena rantai cabang akan membentuk ikatan hidrogen antara cabang yang satu dengan yang lain, hal ini yang menyebabkan POCl3 sulit untuk bereaksi dengan OH. Gugus OH yang dapat disubstitusi

dengan gugus lain dalam satu unit anhidroglukosa ada empat gugus OH, yaitu gugus OH yang terdapat pada C-2, C-3, dan C-4 (ketiganya merupakan gugus OH sekunder) dan C-6 yang merupakan gugus OH primer.

Gugus OH sekunder, terutama gugus OH C-2 lebih reaktif dibandingkan gugus OH primer (Tuschhoff, 1989). Van de Burgt et al (2000) menambahkan bahwa kereaktifan gugus OH C-2 adalah 60-65%, gugus OH C-3 adalah 20% dan gugus OH C-6 adalah

(4)

15-Muktaruddin dan Suyatno, Hal ; 28 – 34 31

20%. Substitusi gugus OH pada bagian amilosa lebih tinggi 1.6-1.9 kali (dalam molar substitusi) dibandingkan amilopektin. Amilosa ini berada pada bagian amorf. Gugus OH pada bagian amorf dua kali lebih mudah disubstitusi dengan gugus lain per unit anhidroglukosa dibandingkan dengan amilopektin.

Kadar fosfat pada pati murni mengalami peningkatan setelah dimodifikasi dan peningkatan konsentrasi POCl3 pada proses modifikasi mengakibatkan kadar fosfat pada

pati termodifikasi juga semakin meningkat. Peningkatan kadar fosfat ini disebabkan oleh senyawa POCl3 khususnya gugus fosfat berikatan dengan gugus OH yang mengikat gugus

OH yang lain dalam bentuk jembatan hidrogen pada molekul pati ganyong. Sehingga jembatan hidrogen dalam molekul pati tersebut akan disubstitusi oleh gugus fosfat.

Dengan demikian semakin tinggi konsentrasi POCl3 ditambahkan maka semakin

tinggi kandungan fosfatnya dan semakin banyak jembatan hidrogen yang disubstitusi. Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai derajat subtitusi (DS) yang semakin tinggi. Selain itu, gugus fosfat juga dapat berikatan dengan gugus fosfat yang terdapat secara alami dalam pati. Gugus fosfat terdapat secara alami yang terikat dengan atom C6, C2 dan C3 pada

satuan glukosa pati dengan rasio yang beragam (Abe et al. 1982). Menurut Thitipraphunkul et al. (2003), Pati ganyong mengandung unsur fosfor 25 mg/100 g pati dan kalsium 25 mg/ 100 g pati, yang berada dalam ikatan ester membentuk pati-fosfat-kalsium sehingga disebut pati-pati-fosfat-kalsium.

Kadar pati ubi kayu mengalami penurunan setelah dimodifikasi dan semakin tinggi konsentrasi POCl3 yang ditambahkan kadar pati semakin menurun. Hal ini disebabkan

jembatan hidrogen pada molekul pati disubstitusi oleh senyawa fosfat sehingga terbentuk jembatan fosfat pada molekul pati yang terjadi pada molekul amilosa seperti yang dijelaskan di atas dan jembatan ini apabila dianalisa tidak terdeteksi sebagai senyawa pati dan inilah yang menyebabkan kadar pati semakin turun dengan semakin banyaknya jembatan fosfat yang terbentuk.

Kadar air pati kayu mengalami peningkatan setelah proses modifikasi. Hal ini disebabkan proses modifikasi menyebabkan ikatan hidrogen atau jembatan hidrogen bertambah kuat. Jembatan hidrogen adalah ikatan antara molekul H2O dengan molekul

H2O lain yang merupakan komponen air sehingga semakin kuat ikatan hidrogen maka

kandungan air akan semakin sulit untuk diuapkan oleh proses pemanasan. Selain itu, ikatan silang yang terbentuk pada molekul pati dapat memperangkap air. Sehingga, semakin banyak ikatan silang terbentuk maka semakin banyak air yang terperangkap dan hal ini sangat berpengaruh terhadap kadar air pati.

Edible Film Pati Tapioka Termodifikasi

Pati tapioka termodifikasi dengan menggunakan berbagai konsentrasi POCl3 tidak

dapat membentuk edible film dan hal ini sangat berbeda dengan pati tapioka murni. Ada beberapa perubahan proses dalam membentuk edible film pati tapioka, yaitu pertama, menggunakan berbagai konsentrasi pati tapioka termodifikasi mulai dari 4% hingga 7% dengan pemanasan suhu oven 70oC. Namun hasil yang diperoleh suspensi yang diletakan dalam cawan petri tersebut mengalami pecah dan retak padahal suspensi tersebut belum kering.

Pada hasil proses penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pati tapioka termodifikasi tidak dapat membentuk edible film. Ada dua hal yang dapat dijelaskan mengapa hal ini dapat terjadi, yaitu: pertama, pati tapioka termodifikasi mengalami penurunan jumlah amilosa, padahal molekul amilosa merupakan molekul yang sangat krusial perananan dalam membentuk edible film. Seperti dijelaskan bahwa konsep pembentuk edible film

(5)

Muktaruddin dan Suyatno, Hal ; 28 – 34 32

dimulai dari terjadi proses pecahnya granula. Pada saat granula pati pecah maka molekul amilosa yang akan keluar dari granula dan mengilingi granula tersebut dan makin lama makin banyak molekul amilosa yang keluar dan seolah olah membentuk jaringan atau penyatu granula satu dengan yang lainnya dan hal menyebabkan termbentuknya matrik

edible film.

Matrik edible film merupakan kerangkan utama edible film apabila kerangka baik dan kuat maka film yang terbentuk akan kuat. Dari penjelasan ini terlihat bahwa molekul amilosa sangat berperan dan apabila amilosa berkurang maka matrik film yang terbentuk akan keropos bahkan tidak terbentuk matrik film yang baik. Penambahan surimi belut sawah dimaksudkan untuk memperbaiki sifat karakteristik fisik dan kimia edible film. Namun, protein sebagai substansi penambah dalam matrik film tidak bisa membantu memperbaiki matrik film jika dasar matrik terbentuk secara sempurna.

Kedua, bahwa suhu oven pengering suspensi dalam cetakan film sangat

menentukan sekali karena apabila suhu terlalu tinggi maka matrik film tidak terbentuk sempurna. Hal ini disebabkan kadar air dalam suspensi pati lebih cepat menguap sebelum matrik terbentuk sehingga hal ini akan menyebabkan film akan pecah dan retak.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari uraian pembahasan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pati tapioka yang telah dimodifikasi dengan menggunakan senyawa POCl3 menurunkan kandungan amilosa,

kadar pati, dan menaikan kandungan fosfat pati dan Pati tapioka termodifikasi tidak dapat membentuk edible film.

Sedangkan saran yang dapat diajukan dari penelitian adalah bahwa perbaikan hasil penelitian ini perlu dilakukan modifikasi suhu oven pengering yang digunakan untuk mengeringkan suspensi pati dalam cetakan

DAFTAR PUSTAKA

ASTM. 1997. Annual Book of ASTM Standards. West Conshohocken, Penn.: American Society for Testing and Materials

Danhowe, G. dan O. Fennema. 1994. Food Chemistry. New York: Departement of Food Science University of Wisconsin. Madison

Haryanto, H. dan Pangloli, P. 1993. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Bogor: Kanisius Aziz, A., Daik, R., Abd, M., Daud, NIN., dan Yamin, BM. 2004. “Hydroxypropylation and

Acetylation of Sago Starch”. Malaysian Journal of Chemistry 6 (1) : 048-054.

Heruwati, E. S dan Jav, T. 1995. “Pengaruh Jenis Ikan dan Zat Penambah Terhadap Elastisitas Surimi Ikan Air Tawar”. Jurnal Perikanan Indonesia. 1(1):16.

Japanese Industrial Standart. 1975. Di dalam Krochta, J. M dan C. D. M. Johnson. 1997. “Edible and Biodegradable Polymers Film Chalenger and Opportunities”. Journal Food Technology. 51(2): 61-74.

(6)

Muktaruddin dan Suyatno, Hal ; 28 – 34 33

Lim S, Kasemsuan TT, dan Jane LL. 1994. “Characterization of Phosphorus in Starch by 31 P-Nuclear Magnetic Resonance Spectroscopy”. J Cereal Chem. 71:137-143. Lim, S dan Seib, PA. 1993. “Preparation and Pasting Properties of Wheat and Corn Starch

Phosphate”. J Cereal Chem. 70:137-143.

Muhammad K, Hussin F, Man YC, Ghazali HM, dan Kennedy JF. 2000. “Effect of pH on Phosphorylation of Sagu Starch”. J Carbohyd Polym. 42:85-90.

Rutenberg MW dan Solarek, D. 1984. “Starch Derivate: Production and Uses”. Whisler RL., BeMiller JN, Paschall EF editor Starch: Chemistry and Technology. Tokyo: Academic Press. Inc.

Sitompul, S. 2004. “Analisis Asam Amino dalam Tepung Ikan dan Bungkil Kedelai”. Buletin Teknik Pertanian. 9 (1) : 33-37.

Tanaka, M., Visessanguan, W., Benjakul S., Hamaguchi P.Y., Shiku Y. 2003. “Effect of Surimi Quality on Properties of Edible Film Based on Alaska Pollack”. J. Food Sci. 86:493-494.

Thitipraphunkul, K., Uttapa, D., Piyachomkwan, K., and Takeda, Y, 2003. “Molecular Strucuture and Pasting Properties of Edible Canna (Canna edulis Ker) Starch”. The 2nd Conference on Starch Technology, 19-20 July 2003, Pattaya.

Tuschhoff, J.V. 1989. “Hydroxypropylated Starches”. Di dalam Wurburg, O.B. (Ed.) “Modified Acid in Dreid Guava During Storage”. J. of Food Enggineering. 51:21-26.

Van de Burgt, Y.E.M., J. Bergsma, I.P. Bleeker, P.J.H.C. Mijland, J.P. Kamerling, dan J.F.G. Vliegenthart. 2000. “Structural Studies on Methylated Starch Granules”. Reviews. Starch/Starke. 53:281-287.

Wattanachant S, Muhammad K, Hashim DM, dan Rahman RA. 2003. “Effect of Cross-Linking Reagents and Hydroxypropylation Levels on Dual Modified Tapioca Starch Properties”. J Food Chem. 80:463-471.

Woo, K dan Seib, PA. 1997. Cross-linking of wheat starch and hydroxypropylated tapioca starch in alkaline slurry with sodium trimetaphosphate. J Carbohyd Palym. 33:263-271.

Wurzburg, O.B. 1989. Modified starch, properties, and uses. Boca Raton, Florida: CRC Pr.

Suminto. 2006. “Edible Film Berbahan Dasar Protein Gelembung Renang Ikan Patin”. Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Yuniar, Meidinariasty, A., dan Zulkarnain. 2007. “Pengaruh Pati Ubi kayu Termodifikasi Melalui Rekasi Ikatan Silang terhadap Sifat Mekanik dan Permeabilizas Film Edibel.

(7)

Muktaruddin dan Suyatno, Hal ; 28 – 34 34

Laboran Penelitian Dosen Muda. Jurusan Teknik Nimia, Politeknik Negeri Sriwijaya, Palembang.

Syamsir, E. 2008. Mengenal Edible Film. (Online). (http://id.shvoong.com, diakses tanggal 02 September 2008).

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan terapi CBT dengan menggunakan teknik thought stopping pada mahasiswa yang mengalami trauma psikologis

Pada Laporan Akhir ini, penulis mengambil latar belakang penulisan laporan di PT Erlangga Cabang Kayuagung, dengan mengambil pembahasan tentang pengolahan data penjulan

Adanya pengembangan privat label untuk produk-produk tersebut menyebabkan ada kemampuan dari peritel untuk melakukan penawaran dengan harga yang kompetitif atau bersaing dengan produk

Sedangkan rata-rata hasil uji indeks keseragaman (E) sebesar 0,035 yang mendekati nilai 0, yang berarti komunitas plankton di perairan tambak tersebut tidak menyebar secara

Melalui penerapan etnomatematika sebagai suatu pendekatan pembelajaran akan sangat memungkinkan suatu materi pembelajaran yang dipelajari terkait budaya akan lebih mudah

Ada seorang yang beberapa kali tidak menghadiri gereja. Pendeta mengunjungi dia dan mengatakan bahwa ketidak- hadirannya terasa dalam jemaat itu. Sebagai contoh untuk menunjukkan

Partisipasi masyarakat menurut Isbandi (2007: 27) adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat,

Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang aman seperti: lantai rumah tidak licin, jauhkan benda-benda tajam dari jangkauan pasien, berikan penerangan yang cukup, lampu