• Tidak ada hasil yang ditemukan

bab1-lampiran asetanilida

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "bab1-lampiran asetanilida"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

PENDAHULUAN

1 1..11.. LLaattaar r BBeellaakkaanngg

Peran sektor industri di

Peran sektor industri di IndonIndonesia selalu esia selalu mengamengalami lami peninpeningkatangkatan. . Hal iniHal ini di

disesebababkbkan an kakarerena na pepembmbanangugunanan n papada da sesektktor or ininduduststri ri diditutujujukakan n ununtutuk k  memperkokoh struktur ekonomi nasional dengan keterkaitan yang kuat dan saling memperkokoh struktur ekonomi nasional dengan keterkaitan yang kuat dan saling men

mendukdukung ung antantar ar seksektortor, , menmeningingkatkatkan kan daydaya a daldalam am perperekoekonomnomian ian nasnasionional,al, me

mempmperlerluauas s laplapanangagan n kekerjrja a dadan n kekesemsempapatatan n ususahaha a seksekalaligigus us memendndororonongg  berkembangnya kegiatan berbagai sektor lainnya. Salah satu contoh produk sektor   berkembangnya kegiatan berbagai sektor lainnya. Salah satu contoh produk sektor 

industri adalah senyawa asetanilida. industri adalah senyawa asetanilida.

Asetanilida memiliki beragam manfaat, baik sebagai bahan baku maupun Asetanilida memiliki beragam manfaat, baik sebagai bahan baku maupun  bahan

 bahan penunjang penunjang industri industri kimia kimia seperti seperti sebagai sebagai bahan bahan baku baku pembuatan pembuatan obat- obat-ob

obatatan an sasalalah h sasatutunynya a papararasesetatamomol. l. BaBahahan n babaku ku yayang ng didigugunanakakan n dadalalamm memproduksi asetanilida adalah anilin dan asetat anhidrat yang ketersediaannya di memproduksi asetanilida adalah anilin dan asetat anhidrat yang ketersediaannya di Indonesia cukup memadai. Bahan baku tersebut dapat bereaksi membentuk reaksi Indonesia cukup memadai. Bahan baku tersebut dapat bereaksi membentuk reaksi asi

asilalasisi. . KeKebubututuhahan n asasetaetaninililida da di di InIndodonenesisia a papada da tatahuhun n 202012 12 didipeperkrkirirakakanan mencapai 49.271.000. Angka tersebut sangat tinggi jika dilihat dari asetanilida mencapai 49.271.000. Angka tersebut sangat tinggi jika dilihat dari asetanilida yang telah diproduksi di Indonesia. Pasokan asetanilida di Indonesia didapatkan yang telah diproduksi di Indonesia. Pasokan asetanilida di Indonesia didapatkan dari kegiatan import.

dari kegiatan import. PadahPadahal al bahan baku bahan baku pembupembuatan asetanilida di atan asetanilida di IndonIndonesiaesia cukup memadai. Salah satu kendalanya adalah kemampuan sumber daya manusia cukup memadai. Salah satu kendalanya adalah kemampuan sumber daya manusia yang masih terbatas.

yang masih terbatas. De

Dengngan an adadananya ya pepermrmasaasalahlahan an tetersersebubut t mamaka ka didipeperlrlukukan an pepembmbuauatantan asetanilida dalam skala labor untuk menghasilkan asetanilida yang nantinya dapat asetanilida dalam skala labor untuk menghasilkan asetanilida yang nantinya dapat dil

dilanjanjutkutkan an ke ke skaskala la yanyang g leblebih ih besbesar. ar. SehSehingingga ga dapdapat at memmemenuenuhi hi kebkebutuutuhanhan  produksi

 produksi asetanilida asetanilida serta serta dapat dapat mengamati mengamati reaksi reaksi yang yang terjadi terjadi pada pada prosesproses  pembuatan asetanilida.

 pembuatan asetanilida.

1

1..22.. TTuujjuuaan n PPeerrccoobbaaaann Mem

Mempelpelajarajari i pempembutbutan an turturunaunan n amiamida da aroaromatmatik ik melmelalualui i reareaksi ksi amiaminana aromatik dengan turunan asam karboksilat, yaitu anhidrida asam.

(2)

BAB II BAB II

LANDASAN TEORI LANDASAN TEORI

2.1.

2.1. Pengertian Pengertian AsetanilidaAsetanilida

Asetanilida mempunyai nama lain yaitu N-phenylacetamide atau asetanil. Asetanilida mempunyai nama lain yaitu N-phenylacetamide atau asetanil. Asetanilida merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan Asetanilida merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan sebaga

sebagai i amida primer, dimana satu amida primer, dimana satu atom hidrogatom hidrogen en pada anilin digantikpada anilin digantikan an dengadengann satu gugus asetil.

satu gugus asetil. Asetan

Asetanilida berbentuk butiran berwarna putih ilida berbentuk butiran berwarna putih (krista(kristal) l) tidak larut tidak larut dalamdalam minyak parafin dan larut dalam air dengan bantuan kloral anhidrat. Asetanilida minyak parafin dan larut dalam air dengan bantuan kloral anhidrat. Asetanilida atau sering

atau sering disebudisebut t pheniphenilasetamlasetamida ida mempumempunyai rumus nyai rumus molekmolekul ul CC66HH55 NHCOCH NHCOCH33

dan berat molekul 135,16 g/gmol (Irdoni &

dan berat molekul 135,16 g/gmol (Irdoni & Nirwana, 2013).Nirwana, 2013).

Gambar 2.1

Gambar 2.1 Asetanilida (Pudjaatmaka, 1992)Asetanilida (Pudjaatmaka, 1992) 2.2.

2.2. Amida Amida PrimerPrimer Ami

Amida da terbterbententuk uk dardari i asam asam karkarbokboksilsilat, at, disdisebuebutt carboxamidescarboxamides, , adadalaalahh  padatan

 padatan kecuali kecuali untuk untuk yang yang paling paling sederhana, sederhana, formamida formamida yang yang dalam dalam bentuk bentuk  cairan. Amida tidak menghantarkan listrik, memiliki titik didih tinggi, dan (ketika cairan. Amida tidak menghantarkan listrik, memiliki titik didih tinggi, dan (ketika cair) adalah pelarut yang baik. Tidak ada sumber-sumber alam praktis amida cair) adalah pelarut yang baik. Tidak ada sumber-sumber alam praktis amida kov

kovalen alen sedesederharhana, na, tettetapi api peppeptidtida a dan dan proproteitein n daldalam am sistsistem em kehkehiduidupan pan adaadalahlah rantai panjang (polim

rantai panjang (polimer) er) dengadengan n ikatan peptidikatan peptida. a. Urea adalah Urea adalah suatu amida dengansuatu amida dengan dua kelompok amino.

dua kelompok amino. Amida komersial, termasuk beberapa kovalen Amida komersial, termasuk beberapa kovalen digudigunakannakan sebagai pelarut, sedangkan yang lainnya adalah obat sulfa dan nilon. Kelas kedua, sebagai pelarut, sedangkan yang lainnya adalah obat sulfa dan nilon. Kelas kedua, ion amida (seperti garam), dibuat dengan memperlakukan sebuah amida kovalen, ion amida (seperti garam), dibuat dengan memperlakukan sebuah amida kovalen, amina atau amonia dengan reaktif logam (misalnya natrium) dan basa kuat.

amina atau amonia dengan reaktif logam (misalnya natrium) dan basa kuat. Seb

Sebuah uah turturunaunan n dardari i asam asam karkarbokboksilsilat at dendengan gan RCORCONHNH22 sebagasebagai i rumurumuss

umu

umum, m, di di manmana a R R adaadalah hidrolah hidrogen atau gen atau alkalkil il atau aril atau aril radradikaikal. l. AmiAmida da dibdibagiagi menjadi beberapa sub kelas, tergantung pada jumlah substituen pada nitrogen. menjadi beberapa sub kelas, tergantung pada jumlah substituen pada nitrogen.

(3)

Yang sederhana atau primer, yaitu amida dibentuk oleh penggantian gugus hidroksil karboksilat oleh gugus amino, NH2. Senyawa ini diberi nama dengan

menjatuhkan asam "-ic" atau "-OKI" dari nama asam karboksilat asal dan menggantinya dengan akhiran "amida"(Austin, 1984).

Gambar 2.2 Amida primer (Austin, 1984). 2.3. Sifat Asetanilida

2.3.1. Sifat Fisika Asetanilida

1. Rumus Molekul : C6H5 NHCOCH3

2. Berat Molekul : 135,16 g/gmol

3. Titik Didih Normal : 305oC (1 atm) ; 415,21oC (2,5 atm) 4. Berat Jenis : 1,21 gr/ml

5. Titik Kristalisasi : 113-60oC (1 atm)

6. Wujud : Padat

7. Warna : Putih

8. Bentuk : Butiran (kristal)

2.3.2. Sifat - sifat kimia

1. Pirolisa dari asetanilida menghasilkan N–diphenil urea, anilin, benzen dan asam hidrosianik.

2. Asetanilida merupakan bahan ringan yang stabil dibawah kondisi biasa, hidrolisa dengan alkali cair atau dengan larutan asam mineral cair  dalam kedaan panas akan kembali ke bentuk semula.

3. Adisi sodium dalam larutan panas Asetanilida didalam xilena menghasilkan C6H5 NH2.

4. Bila dipanaskan dengan phospor pentasulfida menghasilkan thio Asetanilida dengan rumus molekul C6H5 NHC5CH3.

(4)

5. Bila di-treatment  dengan HCl, asetanilida dalam larutan asam asetat menghasilkan 2 garam ( 2C6H5 NHCOCH3).

6. Dalam larutan yang mengandung pottasium bikarbonat menghasilkan  N-bromo asetanilida

7. Nitrasi asetanilida dalam larutan asam asetat menghasilkan P-nitro asetanilida

( Amalia, 2012) 12.4. Proses Pembuatan Asetanilida dan kegunaannya

2.4.1.Pembuatan Asetanilida

Dalam proses pembuatan asetanilida bisa dilakukan dengan 4 cara yaitu sebagai berikut.

1. Pembuatan asetanilida dengan mereaksikan asam asetat anhidrat dengan anilin.

1 Larutan benzen dalam satu bagian anilin dan ¼ bagian asam asetat anhidrat kemudian direfluks dalam sebuah kolom yang dilengkapi jaket sampai tidak ada anilin yang tersisa. Campuran hasil reaksi disaring kemudian kristal dipisahkan dari air panasnya dengan pendinginan. Filtratnya di recycle kembali. Pemakaian asam asetat anhidrat dapat diganti dengan asetil klorida. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut. 2C6H5 NH2 + (CH3CO)2O C6H5 NHCOCH3+ CH3COOH

32. Pembuatan asetanilida dengan mereaksikan anilin dengan asam asetat Metode ini merupakan metode awal yang masih digunakan karena lebih ekonomis. Anilin dan asam asetat berlebih direaksikan dalam sebuah tangki yang dilengkapi dengan pengaduk. Reaksi ini berlangsung selama 6 jam pada suhu 150oC - 160oC. Produk dalam keadaan panas

dikristalisasi dengan menggunakan kristalizer. Reaksi yang berlangsung adalah sebagai berikut.

(5)

3. Pembuatan asetanilida dengan mereaksikan anilin dengan ketene

Keten (gas) dicampur kedalam anilin di bawah kondisi yang tertentu akan menghasilkan asetanilida. Reaksi pembentukan dapat dilihat seperti di bawah ini.

C6H5 NH2 + H2C = C = O C6H5 NHCOCH3

4. Pembuatan asetanilida dengan mereaksikan asam thioasetat dengan anilin

Asam thioasetat direaksikan dengan anilin dalam keadaan dingin akan menghasilkan asetanilida dengan membebaskan H2S.

C6H5 NH2+ CH3COSH C6H5 NHCOCH3+ H2S

Dalam percobaan asetanilida ini digunakan proses antara asetat anhidrat dengan anilin. Pertimbangan dari pemilihan proses ini adalah reaksinya sederhana, tidak menggunakan katalis sehingga tidak  memerlukan alat untuk regenerasi katalis dan tidak perlu menambah  biaya yang digunakan untuk membeli katalis sehingga biaya produksi

lebih murah.

2.4.2. Mekanisme Reaksi Pembuatan Asetanilida

Secara garis besar reaksi antara anilin dengan asetat anhidrat akan menghasilkan asetanilida dan asam asetat. Sintesis asetanilida sebagai suatu amida merupakan suatu reaksi substitusi nukleofilik asil (addition/ elimination) di antara anilin. Amina bersifat sebagai nukleofil, dan gugus asil dari asetat anhidrat  bersifat sebagai elektofil.

(6)

Gambar 2.3 Mekanisme Reaksi Asilasi (Synyster, 2006)

Sintesis asetanilida sebagai suatu amida adalah merupakan suatu reaksi Substitusi Nukleofilik (S  N  ) Asil (addition/elimination) diantara anilin. Amina

 bersifat sebagai nukleofil, dan gugus Asil dari asetat anhidrida bersifat sebagai elektofil. Asetat anhidrida mengalami delokalisasi/resonansi membentuk struktur  2, dengan atom O memiliki muatan negatif (O-) dan atom C memiliki muatan

 positif (C+) akibat dari ion H+ dari pelarutnya (asam asetat glasial ). C+

(karbokation) sekunder ini lebih stabil daripada karbokation primer, karena terdapat halangan sterik yang lebih kecil, sehingga pada stuktur ini tidak  mengalami penataan ulang (rearrangement ). Pasangan elektron bebas dari atom nitrogen dari suatu amida tidak suka untuk melakukan delokalisasi/resonansi disekitar cincin aromatis. Suatu amida distabilkan oleh resonansi yang menyertakan pasangan elektron nonbonding  dari atom Nitrogen dan yang kuat menarik elektron yang merupakan akibat dari adanya gugus karbonil. Elektron

C O O C O CH3 CH3 C O O C O CH3 CH3

resonansi asetat anhidrida

N H H + C O O C O CH3 CH3 N H H C O CH3 O C O CH3 N H H C O CH3 O C O CH3 N H C O CH3 + N H H O C O CH3 N H H H anilin (elektrofil) asetanilida

garam anilium asetat asetat anhidrida

(7)

dari oksigen yang kuat yang menarik gugus karbonil memiliki muatan parsial negatif.

Protonisasi dari suatu Amida terjadi pada Oksigen dibanding Nitrogen, amida ini tersubstitusi pada orto-para. Sehingga elektron bebas Nitrogen dari anilin ( sebagai nukleofil  = pecinta nukleus ) lebih memilih menyerang karbokation sekunder dari asetat anhidrida yang bersifat sebagai elektrofil  (pecinta elektron), dan menyebabkan perpindahan muatan dari atom C ke atom  N yang kemudian N memiliki muatan + (positif), kemudian elektron bebas dari O membentuk ikatan rngkap dua dengan C bersamaan ketika atom C melepas sepasang elektron ke atom O untuk membentuk struktur yang paling stabil yaitu dengan terbentuklah asetanilida dan ion asetat. Ion asetat tersebut diserang oleh anilin yang lain dan terbentuklah ikatan ionik antara keduanya membentuk  garam anilium asetat (Synyster, 2006).

2.5. Kegunaan Produk Asetanilida

Asetanilida memiliki beragam manfaat, baik sebagai bahan baku maupun  bahan penunjang industri kimia, seperti :

a. Sebagai bahan baku pembuatan obat–obatan seperti parasetamol (keperluan analgesik dan antipretik), lidokain (keperluan anestesi), obat sulfa dan  penisilin

 b. Bahan pembantu dalam industri cat dan karet c. Bahan intermediet pada sulfon dan asetilklorida d. Sebagai inhibitor dalam industri peroksida

e. Sebagai stabilizer pada selulosa ester varnis seperti tinner 

f. Sebagai pewarna buatan dan sebagai intermediet pada pembuatan pewarna  buatan

(8)

2.6. Karakteristik Bahan Baku Pembuatan Asetanilida 2.6.1. Anilin

a. Sifat – sifat fisis:

1. Rumus Molekul : C6H5 NH2

2. Berat Jenis : 1,024 gr/cm3

3. Berat Molekul : 93,12 g/gmol 4. Bentuk : Butiran (kristal) 5. Titik Didih Normal : 184,4oC

6. Tekanan Kritis : 54,4 atm 7. Suhu Kritis : 426oC

8. Wujud : Cair  

9. Warna : Jernih

 b. Sifat – sifat kimia:

1. Halogenasi senyawa anilin dengan brom dalam larutan sangat encer  menghasilkan endapan 2,4,6-tribromo anilin

2. Pemanasan anilin hipoklorid dengan senyawa anilin sedikit berlebih  pada tekanan sampai 6 atm menghasilkan senyawa diphenylamine 3. Hidrogenasi katalitik pada fase cair pada suhu 135oC - 170oC dan

tekanan 50-500 atm menghasilkan 80% cyclohexamine (C6H11 NH2).

Sedangkan hidrogenasi anilin pada fase uap dengan menggunakan katalis nikel menghasilkan 95% cyclohexamine.

4. Nitrasi anilin dengan asam nitrat pada suhu -20oC menghasilkan mononitroanilin dan nitrasi anilin dengan nitrogen oksida cair pada suhu 0oC menghasilkan 2,4-dinitrophenol.

(Amalia, 2012) 2.6.2.Asam Asetat

a. Sifat - sifat fisis:

1. Rumus Molekul : CH3COOH

2. Berat Jenis : 1,08 gr/cm3

(9)

4. Panas Pembakaran : 208,34 kkal/mol 5. Panas Penguapan : 96,8 kal/gr (118oC) 6. Titik Didih Normal : 117,9 oC 7. Titik Leleh : 16,7oC

8. Tekanan Kritis : 57,2 atm 9. Suhu Kritis : 321,6 oC

10. Wujud : Cair  

11. Warna : Jernih

 b. Sifat – sifat kimia:

1. Dengan alkohol menghasilkan proses esterifikasi R-OH + CH3COOH CH3COOR + H2O

2. Pembentukan garam keasaman

2CH3COOH + 2Zn  (CH3COO)2ZN2+ 2H+

3. Konversi ke klorida-klorida asam

CH3COOH + PCl3 3CH3COOCl +H3PO3

4. Pembentukan ester 

CH3COOH + CH3CH2OH + H+ CH3COOC2H5+ H2O

5. Reaksi dari halide dengan ammoniak 

CH3COOHCl + ClCH2COOHNH3 NH2CH2COONH2+ NH2CH2COOH

(Amalia, 2012)

2.7. Reaksi Asilasi dan Asetilasi

Sebuah asil merupakan alkil yang terikat pada ikatan rangkap oksigen dan karbon. Jika R mewakili alkil, maka asil mempunyai formula.

(10)

Gambar 2.4 Gugus Asil (Pudjaatmaka, 1992).

Asil yang umum dipakai adalah CH3CO-. Ini disebut sebagai etanoil.

Dalam kimia, asilasi (secara formal, namun jarang digunakan: alkanoilasi) adalah  proses adisi gugus asil ke sebuah senyawa. Senyawa yang menyediakan gugus asil disebut sebagai agen pengasil.Asil halida sering digunakan sebagai agen pengasil karena dapat membentuk  elektrofil yang kuat ketika diberikan beberapa logam katalis. Sebagai contoh pada asilasi Friedel-Crafts menggunakan asetil klorida, CH3COCl, sebagai agen dan aluminium klorida (AlCl3) sebagai katalis untuk adisi

gugus asetil ke benzena:

Gambar 2.5 Contoh Reaksi Asilasi (Pudjaatmaka, 1992)

Asil halida dan anhidrida asam karboksilat juga sering digunakan sebagai agen pengasil untuk mengasilasi amina menjadi amida atau mengasilasi alkohol menjadi ester . Dalam hal ini, amina dan alkohol adalah nukleofil; mekanismenya adalah adisi-eliminasi nukleofilik . Asam suksinat juga umumnya digunakan pada  beberapa tipe asilasi yang secara khusus disebut suksinasi. Oversuksinasi terjadi ketika lebih dari satu suksinat diadisi ke sebuah senyawa tunggal. Contoh industri asilasi adalah sintesis aspirin, di mana asam salisilat diasilasi oleh asetat anhidrat.

Reaksi asetilasi merupakan suatu reaksi memasukkan gugus asetil kedalam suatu subtrat yang sesuai.

(11)

Gugus asetil adalah R – C – OO’ (dimana R = alkil atau aril). Asam Salisilat merupakan senyawa turunan Asam benzoat yang dikenal juga dengan nama Asam orto-hidroksi benzoat. Perbedaan Reaksi Asilasi dan Asetilasi adalah pada senyawa yang disutitusi pada senyawa,pada reaksi asilasi yang di substitusikan adalah gugus asil, sedangkan pada asetilasi yang direaksikan adalah gugus asetil (Pudjaatmaka, 1992).

a. Rekristalisasi

Rekristalisasi merupakan proses pengkristalan kembali, yang bertujuan mendapatkan kristal yang lebih murni dan bentuk kristalnya lebih bagus. Syarat untuk rekristalisasi adalah menggunakan pelarut, dimana pelarut yang dipakai harus dapat melarutkan kristal tersebut. Terdapat beberapa definisi tentang rekristalisasi menurut Williamson (1999), yaitu sebagai berikut:

a. Rekristalisasi adalah suatu proses dimana butir  logam yang terdeformasi

digantikan oleh butiran baru yang tidak terdeformasi yang intinya tumbuh sampai butiran asli termasuk didalamnya.

b. Perubahan struktur kristal akibat pemanasan pada suhu kritis.

c. Terbentuknya struktur butiran baru melalui tumbuhnya inti dengan  pemanasan. Besarnya suhu rekristalisasi adalah setengah sampai dengan

sepertiga dari suhu logam.

Pelarut adalah suatu zat yang mengandung beberapa bahan (material) yang digunakan untuk melarutkan bahan (material) lainnya. Pelarut, terutama pelarut organik mempunyai potensi bahaya terhadap kesehatan, produktifitas, dan efisiensi di lingkungan kerja atau industri. Menurut Fessenden and Fessenden (1982) pelarut diklasifikasikan menjadi dua yaitu :

1. Pelarut aqueous (Pelarut Air)

Dasar dari pelarut jenis ini adalah air. Sebagai contoh larutan asam, larutan basa dan deterjen yang dilarutkan di dalam air. Umumnya sistem  pelarut air memiliki tekanan uap yang rendah pada suhu kamar sehingga  bahaya potensial oleh penghirupan dan sistemik toxicity tidak besar.

(12)

Contoh dari pelarut air adalah asam-asam organik biasa seperti hidrogen halida (HF, HCl, HI, dan HBr), asam-asam oksigen seperti nitrat/HNO3, fosfat/H3PO4, dan sulfat/H2SO4, dan lain-lain seperti hidrogen

sulfida/H2S, dan hidrogen sianida/HCN.

Pengaruh pelarut ini bagi kesehatan berubah-ubah sesuai dengan konsentrasinya. Hal yang sering terjadi yaitu kontak terhadap jaringan tubuh termasuk iritasi (mucous membrane) selaput lendir atau saluran  pernapasan. Seperti iritasi yang disebabkan oleh oksidasi HCl dan dehidrasi oleh H2SO4, HCN, dan H2S. Asam-asam tersebut sangat beracun

dengan akibat yang berbeda dibanding dengan asam lainnya. Asam tersebut dapat membentuk senyawa kompleks dengan logam yang ada dalam enzyme (Cytochrome) yang dapat mencegah terjadinya metabolisme oksigen dalam sel.

2. Pelarut Non Aqueous (Pelarut Organik)

Pelarut organik sangat berbahaya bagi kesehatan karena pelarut organik adalah pelarut yang mengandung bahan kimia yang dapat menguap dengan cepat di udara dan menghasilkan kadar uap yang tinggi  pada keadaan tertentu. Bahaya terhadap kesehatan yang ditimbulkan oleh  pelarut organik tidak hanya ditentukan oleh sifat-sifatnya yang khusus atau karakteristik pelarut, namun juga ditentukan oleh cara-cara  penggunaannya. Pelarut organik mempunyai sifat yang sebagian besarnya dapat menyebabkan hilangnya kesadaran (pengaruh narkosis).Untuk  mengidentifikasi potensi bahaya suatu senyawa, diperlukan data karakteristik sifat fisis dan kimiawi senyawa tersebut, diantaranya TVL, VHR, Auto Ignition Temperature, Minimum Ignition Energy, dan  Flammable Limit (Sulsilo, 2006).

. Syarat-syarat pelarut untuk rekristalisasi antara lain :

1. Mempunyai kekuatan yang tinggi untuk melarutkan pada temperatur  tinggi dan mempunyai kekuatan rendah pada temperatur rendah.

(13)

2. Pelarut tidak menimbulkan reaksi terhadap padatan organik yang dimurnikan.

3. Mudah dipisahkan dari kristal yang terbentuk dengan cara penguapan.

4. Kelarutan pengotor ke dalam pelarut sangat kecil terutama pada temperatur tinggi.

5. Murah dan tidak berbahaya. (Kirk dan Othmer, 1981)

Menurut Fessenden and Fessenden (1982) ukuran kristal yang terbentuk  selama proses rekristalisasi tergantung pada dua faktor penting yaitu :

1. Laju pembentukan inti (nukleasi) dapat dinyatakan dengan jumlah inti yang terbentuk dalam satuan waktu. Jika laju inti tinggi, maka terbentuk   banyak kristal tetapi tidak satupun kristal ini menjadi besar. Laju ini

tergantung pada daerah lewat jenuh larutan.

2. Laju pertumbuhan kristal merupakan factor lainnya yang mempengaruhi ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan berlangsung. Jika laju ini tinggi, kristal yang terbentuk besar. Laju ini tergantung pada daerah lewat jenuh larutan.

(14)

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Alat yang digunakan

1. Corong

2. Erlenmeyer 

3. Gelas piala

4. Gelas ukur 

5. Kertas saring

6. Labu didih dasar datar 

7. Lemari asam

8. Oven

9. Pipet tetes

10. Satu set alat pompa vakum

11. Timbangan analitik 

12. Waterbatch

13. Tisu

(15)

15. Timbangan analitik 

16. Batang pengaduk  3.2. Bahan yang digunakan

1. Anilin

2. Asetat anhidrat 3. Asam asetat glasial 4. Aquades

5. Etanol 6. Tisu

7. Aluminium Foil 3.3. Prosedur percobaan

1. Asam asetat glasial sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam labu didih dasar  datar.

2. Kemudian ke dalam labu didih dasar datar tersebut ditambahkan 5 ml anilin di ikuti dengan penambahan asetat anhidrat sebanyak 5 ml di dalam lemari asam dengan hati-hati karena reaksi eksoterm yang terjadi.

3. Campuran tersebut di aduk sempurna dan didiamkan pada suhu kamar  selama 5 menit.

4. Selanjutnya aquades sebanyak 75 ml di tambahkan ke dalam labu didih dasar datar tersebut, sehingga terbentuk kristal asetanilida.

5. Kertas saring yang akan di gunakan di timbang terlebih dahulu.

6. Selanjutnya apabila pembentukan kristal asetanilida telah sempurna, di saring dengan pompa vakum.

7. Kristal asetanilida kemudian dikeringkan pada udara bebas.

(16)

9. Selanjutnya kristal tersebut direkristalisasi dengan 25 ml etanol dan 25 air yang telah dihangatkan.

10. Kemudian setelah kristal asetanilida larut, pengotor yang tertinggal di dasar labu didih dasar datar dibuang.

11. Di dinginkan dalam batu es selama 2 jam.

12. Apabila kristal telah terbentuk kembali kemudian di saring kembali dengan pompa vakum, lalu dikeringkan di dalam oven.

13. Kristal yang di peroleh di timbang dan dihitung kadar air serta rendemennya. 3.4 Rangkaian Alat 4 5 6 7 Pompa Vakum Corong Biuchner  1 2 3

(17)

(A) (B)

Gambar 3.1 Rangkaian alat percobaaan asetanilida (A) Pemanasan etanol dan aquades dan (B) Pengeringan kristal di dalam pompa

Keterangan :

1. Statif  

2. Termometer 

3. Penangas Air 

4. Pompa Penghisap/Vakum

5. Selang Pembuangan Gas

6. Corong Buchner 

(18)

3.1 Blok Diagram

Asetat Anhidrat 5 ml +

Anilin 5 ml +

Asam Asetat Glasial 3 ml

Aquades 75 ml Kristal Asetanilida Pengotor  Aquades 25 ml + air panas Etanol 50 ml 25 ml

Aquades dan etanol

Air  Pencampuran Pengenceran Penyaringan Rekristalisasi Pendinginan Penyaringan Kembali Rekristalisasi Di ovenkan Pemisahan Dipanaskan

(19)

Asetanilida murni 1.42 gram

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Proses Pencampuran

Pada proses pencampuran ini, kita mencampurakan 5 ml asetat anhidrat, 5 ml anilin, dan 3 ml asam asetat Glasial yang dilakukan di dalam lemari asam. Setelah pencampuran, lalu di dinginkan di dalam water batch selama 5 menit menghasilkan warna larutan merah tua dengan sedikit endapan berwarna putih-kecoklatan. Reaksi antara anilin dengan asetat anhidrida merupakan reaksi eksotermis, karena reaksi ini menghasilkan panas, dan dilepas ke lingkungan. Campuran antar reaktan tersebut berwarna kuning kecolatan dan menghasilkan  panas.

4.2 Proses Pengenceran

Setelah 5 menit, lalu ditambahkan dengan 75 ml akuades menghasilkan  banyak endapan berwarna putih yang merupakan Asetanilida yang masih belum murni. Pengenceran juga bertujuan untuk memisahkan pengotor yang ada agar  yang tidak ada pengotornya dapat langsung disaring ke pompa vakum. Dan  pengotornya ditambahkan dengan air panas dengan suhu 88oC.

4.3 Proses Penyaringan

Sebelum masuk ke proses penyaringan, jika ada pengotornya, pisahkan terlebih dahulu ke dalam erlemeyer. Pada proses penyaringan ini, kita saring dengan menggunakan pompa vakum yang bertujuan untuk mendapatkan endapannya saja, tetapi kita harus menimbang terlebih dahulu kertas saringnya

(20)

yaitu 1,89 gram. Maka didapat berat asetanilida hasil penyaringan pertama adalah sebesar 3.35 gram. Berat ini dicatat sebagai berat reaktannya.

4.4 Rekristalisasi

Setelah didapat endapan pertama hasil penyaringan, kemudian kita rekristalisasi agar asetanilida yang di dapat lebih murni yaitu dengan cara memanaskan campuran akuades dan etanol masing 25 ml pada suhu 700C. Setelah

suhu pelarut sudah 700C, langsung masukkan endapan tadi kedalamnya, aduk 

sempurna agar semuanya larut. Kita memakai etanol karena telah memenuhi syarat – syarat pelarut untuk rekristalisasi antara lain menurut (Rahman et all, 2011) :

1. Mempunyai kekuatan yang tinggi untuk melarutkan pada temperature tinggi dan mempunyai kekuatan rendah pada temperature rendah.

2. Etanol tidak menimbulkan reaksi terhadap padatan organik yang dimurnikan.

3. Mudah dipisahkan dari kristal dengan cara penguapan.

4. Kelarutan pengotor ke dalam etanol sangat kecil terutama pada temperature tinggi.

5. Murah dan tidak berbahaya.

4.5 Pendinginan

Karena endapan larut dengan pelarut, kita dinginkan dengan batu es selama 1 jam agar asetanilidanya mengendap dan membentuk suatu kristal berwarna  putih. Kita menggunakan batu es agar diperoleh kristal asetanilidanya. Jika tidak 

menggunakan batu es, maka proses pendinginan akan berlangsung lama.

4.6 Penyaringan Kembali

Setelah didinginkan selama 1 jam, kita saring lagi dengan menggunakan  pompa vakum, tetapi terlebih dahulu kita timbang kertas saringnya. Setelah

(21)

 penyaringan, didapat asetanilida yang murni, tetapi masih ada kadar air di dalamnya. Untuk itu dilakukan pemanasan dengan menggunakan oven.

4.7 Di oven

Karena masih terdapatnya kadar air di endapan, lalu kita oven kristal tersebut berulang-ulang sampai berat asetanilida konstan, setelah itu barulah kita dapatkan kristal asetanilida yang murni, yaitu melalui percobaan sebesar 1,42 gram. Setelah itu kita hitung rendemen dan kadar airnya dan didapat rendemen sebesar 42.3 % dan kadar air 49.4 %.

4.8. Data Pengamatan

4.8.1. Pembuatan Asetanilida

Tabel 4.1Komposisi Bahan Baku dan Asetanilida yang didapatkan.

No. Bahan Komposisi

1 AsetatAnhidrat 5 ml

2 Anilin 5 ml

3 Asam Asetat Glasial 3 ml

4 Aquadest 75ml

4.8.2 Rekristalisasi

Tabel 4.2Komposisi Bahan untuk proses Rekristalisasi.

No. Bahan Komposisi Treatment 1 1 Etanolpanas 25ml 2 Aquadestpanas 25ml 3 EsBatu 3 bungkus

Asetanilida yang dihasilkan 2.81 gram

(22)

4.8.3. Penghilangan Kadar Air

Tabel 4.3. Perbedaan Berat Hasil pengeringan

No. Perlakuan Berat Asetanilida 1 1 1.97 2 2 1.42 KadarAir 49.4% 4.8.4. Pengamatan

Tabel 4.4Hasil Pengamatan sewaktu percobaan

No Perlakuan Pengamatan

1

5 ml anilin + 5 ml asetat anhidrida + 3 ml asam asetat glasial dalam labu didih dasar datar, yang dilakukan di

dalam lemari asam. Larutan dibiarkan pada suhu kamar selama 5

menit sambil diaduk dengan sempurna.

Larutan berwarna coklat, dan terdapat sedikit endapan.

2 Larutan + 75 ml aquadest.

Larutan berwarna putih kecoklatan dan terbentuk  asetanilida berupa Kristal, dan

 pengotor yang menggumpal.

3

Kristal disaring dengan vakum (kertas saring ditimbang terlebih dahulu), lalu dikeringkan di udara

 bebas, dan ditimbang berat yang diperoleh.

Diperoleh kristal asetanilida dengan berat 3.35 gram.

4

Rekristalisasi : -asetanilida yang didapat

ditambahkan campuran 25 ml alcohol dan aquadest hangat

-Pengotor ditambahkan 20 ml aquadest hangat

-kristal asetanilida larut -terbentuk sedikit kristal

asetanilida

5

Kedua larutan rekristalisasi sisinginkan dengan batu es selama 2

 jam

Kristal kembali terbentuk.

6 Kristal yang terbentuk disaring lagi dengan saringan vakum.

Didapat berat kristal asetanilida 2.81 gram.

7

Dilakukan penghilangan kadar air  dengan cara pengovenan 2x10

menitpada suhu 107oC

Berat asetanilida 2.81 gram Pengovenan 1 : 1.97 Pengovenan 2 : 1.42

(23)

8 Timbang hasil akhir dan hitung kadar  air serta rendement.

Berat akhir = 1.42 Kadar air = 49.4% Rendement = 42.3%

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Asetanilida dapat dibuat dari reaksi antara anilin dengan asetat anhidrat.

2. Berat asetanilida yang diperoleh dari percobaan ini yaitu 1.42 gram, dengan rendemen sebesar 42.3%.

5.2 Saran

1. Proses rekristalisasi perlu dilakukan berulang-ulang apabila kristal yang didapat  belum murni.

2. Proses rekristalisasi perlu dilakukan berulang-ulang apabila kristal yang didapat  belum murni.

3. Reaktan berlebih yang digunakan jangan terlalu besar perbedaannya dengan reaktan lain, agar perbedaan berat asetanilida yang didapat tidak terlalu besar. 4. Sebaiknya sebelum rekristalisasi, asetanilida yang sudah disaring dengan pompa

(24)

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Rizki, 2012, Asetanilida, Laporan Kimia Organik, Universitas Surabaya. Armico, Wien, 2010, Lapoan Resmi-Asetanilida, http://www.scribd.com. Diakses

tanggal 23 April 2013

Austin, George T, 1984, Shreve’s Chemical Process Industries, 5th ed. McGraw-Hill Book Co, Singapura

Fessenden, Ralph J dan Joan S, Fessenden, 1982,  Kimia Organik , Jakarta , Erlangga.

Fessenden, Ralph J dan Joan S. Fessenden, 1990,  Kimia Organik Edisi 1, Terjemahan Hadyana Pujaatmadja, Jakarta , Erlangga.

Irdoni dan Nirwana, 2012,  Modul Kimia Organik , Pekanbaru, Fakultas Teknik  Universitas Riau.

Kirk dan Othmer, 1981, Rekristalisasi, http://chemistry.org/materi_kimia/ rekristalisasi/.com, 23 April 2013

(25)

Sulsilo, Cahyo Condro, 2006,  Pencegahan pencemaran lingkungan di pertamina UP IV Cilacap, http://eprmts.undip.ac.id/16890/I.cahyo-condro-susilo.pdf, 21 April 2013

Synyster, 2006, Sintesis Asetanilida, http://www.scribd.com/doc/54194580/ LAPORAN-RESMI - ASETANILIDA , 21 April 2013

Williamson, 1999. Macroscale and Microscale Organic Experiments. 3rd Edition, Boston

LAMPIRAN A

DOKUMENTASI PERCOBAAN

(26)

Gambar A.2 Pencampuran Bahan Baku Asetanilida

Gambar A.3 Penambahan Aquades  pada Bahan Baku

Gambar A.4. Campuran Setalah Direaksikan selama 5 menit

Gambar A.5. Kristal Asetanilida Setelah Penyaringan

Gambar A.6.Pemanasan Etanol dan Aquadesh

Gambar A.7. Proses Pendinginan dalam Rekristalisasi

(27)

LAMPIRAN B

PERHITUNGAN

1. Pembuatan Asetanilida

a. Berat Kertas saring : 1.89 gram  b. Berat Kertas saring + Asetanilida : 5.24 gram

c. Netto Asetanilida : 5.24 – 1.89 = 3.35 gram

2. Rekristalisasi

Pelarutan 3.35 gram Asetanilida dengan 25 ml etanol hangat dan 25 ml aquadest hangat.

Gambar A.9 Kristal Asetanilida Setelah Rekristalisasi

Gambar A.10. Kristal Asetanilida Setelah Pengovenan

Gambar A.8. Penyaringan Dengan Corong Buchner 

(28)

a. Berat Kertas saring : 1.94 gram

 b. Berat Kertas saring + Asetanilida : 4.75 gram

c. Netto Asetanilida : 4.75– 1.94 = 2.81 gram

3. Kadar Air 

Kadar air = 2.81-1.42 gram 2.81 gram Kadar air = 49.4 % 4. Rendemen Rendemen = X 100 % rendemen = X 100% rendemen = 42.3 % x 100 % x 100 %

Gambar

Gambar 2.3 Mekanisme Reaksi Asilasi (Synyster, 2006)
Gambar 2.4 Gugus Asil (Pudjaatmaka, 1992).
Tabel 4.1Komposisi Bahan Baku dan Asetanilida yang didapatkan.
Tabel 4.4 Hasil Pengamatan sewaktu percobaan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Proses pembuatan n-butyl asetat dilaksanakan dengan cara esterifikasi yaitu dengan mereaksikan asam asetat dengan butadiene yang kemudian diikuti dengan

Pada reaksi pembuatan asetanilida ini anilin sebanyak 2.5 ml berfungsi sebagai reaktan dan asam asetat glasial berfungsi sebanyak 7.5 ml berfungsi sebagai pelarut

Batuan fosfat yang digunakan telah ditreatmen oleh pabrik distributor dan telah berbentuk serbuk 100 mesh, langkah awal pembuatan asam fosfat adalah mereaksikan batuan fofat dan

Penelitian ini dibatasi hanya pada pembuatan senyawa epoksi dari Asam Lemak Sawit Distilat (ALSD), pembuatan selulosa asetat dari Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS), dan

Batuan fosfat yang digunakan telah ditreatmen oleh pabrik distributor dan telah berbentuk serbuk 100 mesh, langkah awal pembuatan asam fosfat adalah mereaksikan batuan fofat dan

pertumbuhan pabrik baru yang menggunakan bahan baku anilin dan

2 digunakan sebagai larutan elektrolit dalam pembuatan komposit ZnO-CuO menggunakan metode elektrokimia dengan proses sintesis menggunakan larutan elektrolit asam

Proses pembuatan n-butyl asetat dilaksanakan dengan cara esterifikasi yaitu dengan mereaksikan asam asetat dengan butadiene yang kemudian diikuti dengan