• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERENCANAAN PENGEMBANGAN ALTERNATIF USAHATANI BERBASIS KELAPA UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN BERKELANJUTAN DI DAS MOLOMPAR KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERENCANAAN PENGEMBANGAN ALTERNATIF USAHATANI BERBASIS KELAPA UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN BERKELANJUTAN DI DAS MOLOMPAR KABUPATEN MINAHASA TENGGARA"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

i

PERENCANAAN PENGEMBANGAN ALTERNATIF

USAHATANI BERBASIS KELAPA UNTUK

PEMBANGUNAN PERTANIAN BERKELANJUTAN

DI DAS MOLOMPAR

KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

MEYLINA KALIGIS

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

(2)

ii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Perencanaan Pengembangan Alternatif Usahatani Berbasis Kelapa Untuk Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Di Sub DAS Molompar Kabupaten Minahasa Tenggara adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2010

Meylina Kaligis

(3)

iii ABSTRACT

MEYLINA KALIGIS. Land use for coconut plant farming system toward Sustanaible Agriculture Development in Molompar Kabupaten Minahasa Tenggara Sub Watershead, under Academic Supervision of NAIK SINUKABAN and SURIA DARMA TARIGAN

Low land productivity is the main problem of upland farming systems in Sub DAS Molompar. This is likely due to inadequate agrotechnologies and soil and water corservation technigues on upland farming systems. Therefore, it is presumed that the existing upland farming systems is not sustainable. Objectives of this research were 1)

 

to identify and to evaluate land use characteristics and agrotechnology of coconut based farming system, (2) to develop alternatives of coconut based farming system. Identification and upland coconut based farming systems were conducted useing survey method, evaluation of land use was conducted through land capability evaluation using method of Klingebiel and Montgomery, and developing alternatives of improved upland coconut based farming systems were carried out using USLE model. Results of this research showed that land use in the area coconut based was dominanated by underbrush, fallowed by forest and mixed garden with undulating topography and high erosion as limiting factors. All type of land-uses are generally suited to their land capability classes. Upland farming systems were generally dominated by coconut-based farming systems with predicted erosion rate was ranged from 1.6-93.5 tons/ha/year; it was much greater than the local tolerable soil loss 27.00-36.00 tons/ha/year. Total farmers income on upland farming systems was much lower Rp 4.717.500-12.119.500/household/yr than the income that can suppart worth life living standard Rp 17.200.000/household/yr. Improved coconut-based farming systems with appropriate agrotechnologies including balance fertilization, countruction of ridge and traditional terraces as well as raising livestocks can decrease erosion to less than local tolerable soil loss and to increase farmers income to more than worth life living standard.

(4)

iv

RINGKASAN

MEYLINA KALIGIS. Perencanaan Pengembangan Alternatif Usahatani Berbasis Kelapa Untuk Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Di SUB DAS Molompar Kabupaten Minahasa Tenggara. Dibimbingoleh NAIK SINUKABAN dan SURIA DARMA TARIGAN.

Sub DAS Molompar memiliki luas 29.608 ha merupakan bagian dari DAS Molompar secara administrasi terletak di Kabupaten Minahasa Tenggara. Penduduknya sebagian besar yang bermukim di wilayah Sub DAS Molompar adalah bermata pencaharian dari sektor usahatani lahan kering. Pendapatan masyarakat terutama yang berasal dari usahatani masih rendah, masyarakat setempat menggunakan lahan tanpa perlakuan tehnik konservasi dan penerapan agroteknologi yang memadai, baik dari segi pola tanam maupun cara bertaninya. Hal ini disebabkan kurangnya kesadaran dan pengetahuan petani mengenai pemeliharaan sumberdaya lahan sehingga mengakibatkan terjadinya degradasi serta penurunan produktivitas lahan yang pada akhirnya pendapatan petani di wilayah ini tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup layak. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi dan mengevaluasi karakteristik penggunaan lahan dan agroteknologi pada Sub DAS Molompar dan membuat alternatif pertanian usaha tani berbasis kelapa di Sub DAS Molompar dalam rangka pembangunan lahan kering berkelanjutan.. Lokasi pengamatan intensif dilaksanakan di areal usahatani lahan kering, dan air Sub DAS Molompar yang secara administrasi terletak di Kabupaten Minahasa dan Minahasa Tenggara. Penggunaan lahan dominan Sub DAS Krueng Simpo secara umum terdiri atas sembilan jenis yaitu kebun campuran, tegalan, hutan, sawah, tambak, tanah kosong, rawa , pemukiman dan semak belukar. Tanaman pada penggunaan lahan kebun campuran dan tegalan di Sub DAS Molompar umumnya didominasi oleh kelapa, yang ditumpangsarikan dengan cengkeh, jagung dan pisang. Penggunaan lahan semak belukar didominasi oleh alang-alang dan tegakan pohon. Penggunaan lahan hutan masih berupa hutan alami yang tertutup oleh berbagai jenis semak dan serasah. Hasil penilaian penggunaan lahan di Sub DAS Molompar, penggunaan lahan di lokasi pengamatan intensif didapat penggunaan lahannya masih sesuai dengan kelas

(5)

v

kemampuan lahan meskipun ada beberapa unit lahan yang sedikit bergelombang. Usahatani lahan kering yang tidak menggunakan teknik konservasi tanah dan air yang memadai yaitu hanya disertai dengan agroteknologi tradisional menunjukkan bahwa nilai prediksi erosi yang didapat lebih besar dari nilai (ETol) yaitu berkisar dari 46,6 – 93,5 ton/ha/tahun, jauh lebih besar dari erosi yang dapat ditoleransikan (ETol, 32,40 – 36,00 ton/ha/tahun) dan pendapatan usahatani hanya Rp 4.717.500 – Rp 12.119.500/kk/tahun, pendapatan tersebut belum memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL Rp 17.200.000/kk/tahun) oleh sebab itu usahatani berbasis kelapa tersebut diperlukan penyempurnaan sehingga indikator system usahatani berkelanjutan dapat terpenuhi. Usahatani campuran berbasis kelapa yang telah disempurnakan didapat erosinya lebih kecil dari ETol, hal ini dikarenakan sudah dilakukan penerapan agroteknologi teknik konservasi seperti pembuatan teras gulud, penambahan serasah, teras tradisional dan agroteknologi pemupukan yang berimbang sehingga mampu menurunkan erosi menjadi 0,9 – 30,00 ton/ha/tahun serta penambahan usaha ternak dapat meningkatkan pendapatan usahatani yang berkisar Rp 19.216.500/ha/th - Rp 33.077.000/ha/th ton/ha/tahun. Oleh sebab itu arahan pola tanam dan agroteknologi setelah disempurnakan dimaksudkan untuk menyusun perencanaan usahatani yang tepat guna berdasarkan kelas kemampuan lahan sedangkan penggunaan lahan hutan tetap dipertahankan fungsinya sebagai hutan sehingga arahan ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan dalam pelaksanaan pembangunan pertanian berkelanjutan di seluruh daerah aliran sungai Molompar.

(6)

vi

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2010

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan

pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

(7)

vii

PERENCANAAN PENGEMBANGAN ALTERNATIF

USAHATANI BERBASIS KELAPA UNTUK

PEMBANGUNAN PERTANIAN BERKELANJUTAN

DI DAS MOLOMPAR

KABUPTEN MINAHASA TENGGARA

MEYLINA KALIGIS

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

(8)

viii

Penguji Luar Komisi : Dr. Ir. Yayat Hidayat, M.Si.

(9)
(10)

xiii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus atas segala karunia dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul Perencanaan Pengembangan Alternatif Usahatani berbasis Kelapa untuk Pembangunan Pertanian Berkelanjutan di Sub DAS Molompar Kabupaten Minahasa Tenggara.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc. beserta staf pengajar pada Program Studi Pengelolaan DAS, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

2. Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc dan Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, M.Sc. selaku komisi pembimbing yang telah memberikan saran, bimbingan dan motivasi dalam pelaksanaan dan penulisan karya ilmiah ini.

3. Dr. Ir. Yayat Hidayat, M.Si. selaku penguji luar komisi yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyempurnaan karya ilmiah ini.

4. Pengelolaan DAS tahun 2007 Rini, Ade, Mala, Ida, Pak Edy, Pak Anto atas bantuan dan kejasamanya selama ini.

5. Thita atas dukungan, kerjasama, semangat yang diberikan selama ini.Terima kasih banyak temanku.

6. Papi, Mami, kakakku Oyi, Wiwin dan serta keponakan-keponakanku Mayang dan Mitchel atas do’a dukungan, kesabaran dan kasih sayangnya selama ini yang diberikan pada penulis. Terima kasih banyak semuanya.

7. Asrama samratulangi bogor, Susan, Meivi, Emma, Enci Debby, Enci Lady serta seluruh mahasiswa samratulangi terima kasih atas dukungan dan doa yang diberikan pada penulis.

Kepada pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan banyak terima kasih. Semoga karya kecil ini bermanfaat bagi banyak pihak.

Bogor, Juni 2010 Meylina kaligis

(11)

xiv

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Manado pada tanggal 06 Mei 1983 dari ayah bernama Denny A Kaligis dan Ibu bernama Femitje R Kapojos. Penulis merupakan putri kedua dari dua bersaudara.

Tahun 2001 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Manado dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Samratulangi Manado melalui jalur Sitoutumotou. Penulis memilih Program Studi Kehutanan, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian dan lulus pada tahun 2006.

Pada tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan strata 2 di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.

(12)

xv DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI...i 

DAFTAR TABEL... xvii 

DAFTAR GAMBAR ...xix 

DAFTAR LAMPIRAN...xx  PENDAHULUAN...1  Latar Belakang………..1  Tujuan Penelitian………...3  Manfaat Penelitian……….3  TINJAUAN PUSTAKA...4 

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS)………4 

Pengembangan Kelapa………5 

Lahan dan Pengelolaan Lahan………...6 

Pertanian Berkelanjutan dalam Pengelolaan DAS………7 

Evaluasi dan Klasifikasi Kemampuan Lahan………..8 

Erosi dan Prediksi Erosi………13 

METODOLOGI PENELITIAN...16 

Tempat dan Waktu………..16 

Bahan dan Alat………17 

Pengumpulan Data………..17 

Metode Penelitian………20 

Tahap Persiapan ...20 

Tahap Survei Pendahuluan...20 

Tahap Survei Utama...20 

Analisis Data dan Penyajian Hasil ...21 

Evaluasi Kemampuan Lahan Berdasarkan Potensi Lahan...21 

Prediksi Erosi dan Penentuan ETol ...22 

Analisis Usahatani...24 

(13)

xvi

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ...27 

Letak dan Luas……….27 

Tanah……….27 

Iklim………27 

Keadaan Sosial Ekonomi………..28 

Kependudukan ...28 

Mata Pencaharian dan Pendapatan...29 

HASIL DAN PEMBAHASAN...31 

Penggunaan Lahan di Sub DAS Molompar………31 

Penggunaan Lahan ...31 

Evaluasi Penggunaan Lahan………33 

Identifikasi dan Karakteristik Tipe Usahatani aktual di Sub DAS Molompar………35 

Evaluasi Pola Tanam dan Agroteknologi………37 

Alternatif Agroteknologi pada Berbagai Pola Tanam……….38 

Alternatif Agroteknologi pada Berbagai Pola Tanam Berbasis Kelapa...39 

Analisis Usahatani Berbasis Kelapa……….41 

Rekomendasi Pola Tanam dan Agroteknologi Berbasis Kelapa……….43 

KESIMPULAN DAN SARAN...46 

Kesimpulan………46 

DAFTAR PUSTAKA ...47 

(14)

xvii

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Hubungan antara kelas kemampuan lahan dengan intensitas dan

macam penggunaan tanah ...10 

2 Pengumpulan data primer dan data Sekunder ...17 

3 Evaluasi Kemampuan Lahan...22 

4 Jenis-jenis tanah di Sub DAS Molompar ...27 

5 Kepadatan Agraris Penduduk Menurut Kecamatan Di Sub DAS Molompar, Tahun 2005. ...29 

6 Jumlah Tenaga Kerja Menurut Jenis Pekerjaan Di Wilayah Sub DAS Molompar, Tahun 2005...29 

7 Penggunaan lahan di wilayah Sub DAS Molompar...31 

8 Jenis Penutupan Lahan dan Jenis Tanaman pada Lokasi Pengamatan Di Sub DAS Molompar ...33 

9 Evaluasi Penggunaan Lahan di Sub DAS Molompar ...34 

10 Pola usahatani dominan di Sub DAS Molompar ...35 

11 Perbandingan nilai prediksi erosi (A) dan ETol pada berbagai pola tanam pada lokasi pengamatan intensif...37 

12 Alternatif pola tanam dan agroteknologi di Sub DAS Molompar ...38 

13 Perbandingan nilai prediksi erosi (A) dan ETol pada berbagai pola tanam dengan menggunakan agroteknologi teras guludan dan penambahan mulsa serasah pada lokasi pengamatan intensif ...39 

14 Nilai prediksi erosi (A) dan ETol pada berbagai pola tanam dengan menggunakan agroteknologi teras guludan atau mulsa serasah pada lokasi pengamatan intensif...40 

15 Hasil analisis pendapatan pada berbagai pola tanam usahatani aktual berbasis Kelapa di Sub DAS Molompar ...41 

16 Hasil Analisis Pendapatan pada Agroteknologi Teras guludan menggunakan Mulsa Serasah untuk luasan 1 ha di Sub DAS Molompar ...42 

(15)

xviii

17 Rekomendasi pola tanam dan agroteknologi untuk luasan 1 ha di

(16)

xix DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Peta Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Molompar ...16  2 Alur Penelitian...20  3 Peta Rekomendasi Kelapa...45 

(17)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta Jenis Tanah ...49 

2 Peta Topografi Sub DAS Molompar...50 

3 Peta Penggunaan Lahan Sub DAS Molompar ...51 

4 Peta Unit Penggunaan Lahan di Sub DAS Molompar ...52 

5 Kelas dan Kode Struktur Tanah, Kelas dan Kode Permeabilitas Profil Tanah, Klasifikasi Nilai Kepekaan Erosi Tanah. ...53 

6 Intensitas Faktor-Faktor Penghambat untuk Klasifikasi Kemampuan Lahan (Arsyad 2000) ...54 

7 Klasifikasi Kelas Kemampuan Lahan pada Kebun Campuran, Perkebunan, Hutan dan Semak Belukar...56 

8 Data curah hujan Bulanan Sub DAS Molompar ...58 

9 Data Curah Hujan Bulanan Sub DAS Molompar ...59 

10 Nilai Erodibilitas Tanah (K)...60 

11 Nilai factor LS pada Sub DAS Molompar ...61 

12 Nilai Faktor C dari Berbagai Tanaman dan Pengelolaan atau Penggunaan Lahan ...62 

13 Nilai Faktor P Beberapa Tindakan Konservasi dan Pengelolaan Tanaman CP ...64 

14 Nilai Etol pada Lokasi pengamatan Sub DAS Molompar ...65 

15 Hasil Prediksi Erosi aktual pada Sub DAS Molompar ...65 

16 Hasil Prediksi erosi dan agroteknologi teras guludan menggunakan mulsa serasah berbasis kelapa...66 

17 Hasil Prediksi erosi dan agroteknologi teras guludan atau mulsa serasah berbasis kelapa...66 

18 Nilai Faktor Kedalaman 30 Sub Order Tanah (Hammer 1981 dam Arsyad 2000) ...67 

19 Kedalaman Minimum Akar dan Nilai Faktor C dari berbagai Jenis Tanaman/Penggunaan Lahan (Wood dan Dent 1983 dalam Sinukaban 1989)...68 

(18)

xxi

20 Komposisi Aktual Beberapa Pola Tanam pada penggunaan lahan berbasis Kelapa dengan Luas Lahan 1 Ha pada Unit Lahan yang dijadikan Sebagai Lokasi Pengamatan Intensif di Sub DAS

Molompar ...70  21 Contoh Perhitungan Biaya dan Pendapatan pada Penggunaan

Lahan actual berbasis Kelapa unit lahan 8 ...71  22 Analisa Usaha ayam Aktual yang dilakukan Oleh Petani pada Sub

DAS Molompar (untuk perhitungan selama setahun)...72  23 Analisa Usaha Sapi kerja Oleh Petani pada Sub DAS Molompar

(untuk perhitungan selama setahun) PT1 ...72  24 Rincian biaya usahatani pada masing-masing tipe usahatani

aktual di Sub DAS Molompar...73  25 Komposisi Alternatif Beberapa Pola Tanam pada Penggunaan

Lahan berbasis Kelapa dengan Luas Lahan 1 Ha pada Unit Lahan yang dijadikan Sebagai Lokasi Pengamatan Intensif di Sub DAS

Molompar ...74  26 Perhitungan Biaya dan Pendapatan pada Penggunaan Lahan

Berbasis Kelapa Untuk Pola Tanam dan Agroteknologi Alternatif

PT1 ...76  27 Perhitungan Biaya dan Pendapatan pada Penggunaan Lahan

Berbasis Kelapa Untuk Pola Tanam dan Agroteknologi Alternatif

menggunakan teras guludan PT22...76 

28 Rincian biaya usahatani pada masing-masing tipe usahatani alternatif di Sub DAS Molompar dengan agroteknologi teras

guludan menggunakan mulsa ...77  29 Rincian biaya usahatani pada masing-masing tipe usahatani

alternatif di Sub DAS Molompar dengan agroteknologi teras

(19)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh topografi secara alami sedemikian rupa sehingga air hujan yang jatuh dalam DAS tersebut akan mengalir melalui titik tertentu (outlet). Pengertian DAS tersebut menggambarkan bahwa DAS merupakan suatu wilayah yang mengalirkan air hujan yang jatuh di atasnya beserta sedimen dan bahan terlarut melalui suatu aliran atau sungai ke outlet (Sinukaban 2007). Dalam mengelola suatu DAS, DAS harus dipandang sebagai satu kesatuan antara wilayah hulu dan hilir, karena adanya interdependensi.

DAS bagian hulu merupakan sumber air bagi daerah di bawahnya, maka perhatian yang cukup terhadap wilayah ini sangat diperlukan. Hulu DAS umumnya didominasi oleh penutupan vegetasi hutan. Jadi apabila hutan rusak maka fungsi hidrologis DAS juga dapat dipastikan akan rusak. Berkaitan dengan fungsi dan karakteristik DAS bagian hulu tersebut, maka pengelolaan hulu DAS lebih dimanifestasikan dengan pengelolaan hutan.

Kerusakan DAS di Indonesia telah menunjukkan kecenderungan peningkatan setiap tahun. Kondisi ini semakin meningkat akibat kegiatan konversi hutan sekitar 20 juta hektar sejak tahun 1989 dengan rata-rata kerusakan meningkat dari 1,7 juta ha sebelum tahun 2000 menjadi 1,78 juta ha per tahun pada tahun 2000-2005 (Ditjen Sumberdaya Air 2004).

Saat ini di Indonesia telah banyak terjadi penurunan kualitas lahan diberbagai DAS sehingga mengakibatkan perluasan lahan kritis hingga mencapai 30.196.799,92 ha terdiri dari 19.506.488,19 ha di dalam kawasan hutan dan 10.690.311,73 ha di luar kawasan hutan. Besarnya luas lahan kritis berkontribusi terhadap kerusakan DAS di Indonesia, sampai tahun 2004 terdapat 65 DAS yang tergolong kedalam prioritas I (Ditjen RLPS 2007).

DAS Molompar dengan luas 29.608 ha terbagi dalam beberapa penggunaan lahan antara lain: hutan 4.735,9 ha, kebun campuran 15.610,9 ha, tegalan 5.291,8 ha, sawah 1.751,4 ha, semak belukar 914,2 ha dan pemukiman 678 ha (BPDAS 2007). Dilihat dari segi penggunaan lahan aktual, pada umumnya

(20)

2

masyarakat setempat menggunakan lahan tidak sesuai dengan kemampuan lahannya. Disamping itu, mereka tidak menerapkan teknik konservasi tanah dan air pada lahan yang digarapnya, baik dilihat dari segi pola tanam maupun cara bertaninya sehingga dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya erosi tanah. Hal ini mengakibatkan rendahnya produkrivitas lahan di DAS Molompar, dan menyebabkan pendapatan petani tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup layak (BPDAS 2007). Menurut BPS Sulut (2009), pendapatan petani didaerah ini sebesar Rp 6.100.000/keluarga/tahun. Pendapatan petani yang rendah di daerah ini disebabkan oleh terbatasnya pola tanam yang dikembangkan, sehingga dapat berpengaruh terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat sehingga jumlah keluarga miskin mencapai 25%.

Kondisi di atas menunjukkan bahwa di DAS Molompar telah berlangsung proses saling memiskinkan antara lahan dan petani. Hal ini sesuai dengan pendapat Sinukaban (1994), dimana proses saling memiskinkan antara lahan dan petani sering di jumpai di DAS bagian hulu. Upaya yang dapat dilakukan untuk memutus siklus yang saling memiskinkan tersebut adalah melalui penerapan sistem pertanian konservasi yang bertujuan memperkecil erosi serta meningkatkan produktivitas lahan dan pendapatan petani. Selanjutnya, Sinukaban (2007) mengemukakan pengelolaan DAS merupakan rangkaian upaya yang dilakukan oleh manusia untuk memanfaatkan sumberdaya alam DAS secara rasional guna memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan taraf hidup, serta tetap memberi hubungan yang harmonis antara sumber daya alam dan manusia serta keserasian ekosistem secara lestari (Sinukaban, 2007).

Berdasarkan uraian diatas bahwa usahatani dan penggunaan lahan belum mampu menghasilkan pendapatan yang layak dan mencegah kerusakan lahan, maka perlu dilakukan penelitian tentang pengembangan alternatif usahatani yang berkelanjutan sehingga tidak terjadi penurunan kualitas tanah secara terus menerus dan dapat memenuhi kebutuhan hidup layak petani di DAS molompar.

(21)

3 Permasalahan

Berdasarkan uraian di atas dapat diidentifikasi beberapa masalah pokok yang perlu diatasi di DAS Molompar, yaitu:

1. Usahatani yang dilakukan kurang atau tanpa mengindahkan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air, sehingga erosi yang terjadi lebih besar dari erosi yang ditoleransikan.

2. Pendapatan masyarakat terutama yang berasal dari usahatani masih rendah sehingga belum dapat memenuhi kebutuhan hidup layak.

Tujuan Penelitian

1 Mengidentifikasi dan mengevaluasi karakteristik penggunaan lahan dan agroteknologi pada DAS Molompar.

2 Membuat alternatif pertanian usaha tani berbasis kelapa di DAS Molompar dalam rangka pembangunan lahan kering berkelanjutan.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi pengguna lahan untuk mengelola lahannya dan pengambil kebijakan dalam pengelolaan penggunaan lahan di DAS Molompar.

(22)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh topografi secara alami sedemikian rupa sehingga air hujan yang jatuh dalam DAS tersebut akan mengalir melalui titik tertentu (outlet). Pengertian DAS tersebut menggambarkan bahwa suatu wilayah yang mengalirkan air hujan yang jatuh di atasnya beserta sedimen dan bahan terlarut melalui suatu aliran atau sungai ke outlet (Sinukaban 2007).

Pengelolaan DAS adalah rangkaian upaya yang dilakukan oleh manusia yang memanfaatkan sumberdaya alam DAS secara rasional guna memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan taraf hidup, serta tetap memberi hubungan yang harmonis antara sumber daya alam dan manusia serta keserasian ekosistem secara lestari (Sinukaban 2007). Menurut Asdak (2002), bahwa pengelolaan DAS adalah suatu proses formulasi dan implementasi kegiatan atau program yang bersifat manipulasi sumberdaya alam dan manusia yang terdapat di daerah aliran sungai untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumberdaya air dan tanah yang berarti sebagai pengelolaan dan alokasi sumberdaya alam di daerah aliran sungai termasuk pencegahan banjir dan erosi serta perlindungan nilai keindahan yang berkaitan dengan sumberdaya.

Semua kegiatan pemanfaatan sumber daya alam yang ada di dalam DAS mempunyai tujuan untuk keberlanjutan. Untuk mencapai hal ini, perlu diketahui hal-hal seperti kondisi fisik, evaluasi kemampuan dan kesesuaian lahan, ekonomi (pasar), agroteknologi yang menjamin erosi lebih rendah daripada erosi yang dapat ditoleransikan dan pengetahuan manusia dalam DAS serta sumber daya lokal. Langkah-langkah yang dilakukan untuk perencanaan pengelolaan DAS adalah (a) mengidentifikasi keadaan lingkungan alam DAS meliputi karakteristik iklim, karakteristik lahan, karakteristik tanah, kemampuan lahan, vegetasi, gulma, hama, penyakit dan degradasi lahan (b) keadaan sosial ekonomi yaitu meliputi organisasi dan struktur masyarakat, lokasi fisik dan infrastruktur, kesempatan/peluang pasar, penguasaan dan pengusahaan lahan, penunjang, politik dan kebijakan lingkungan (Asdak 2002).

(23)

5

Secara garis besar ada tiga sasaran umum yang ingin dicapai dalam pengelolaan DAS, yaitu (1) rehabilitasi lahan terlantar atau lahan yang masih produktif tetapi digarap dengan cara yang tidak mengindahkan prinsip-prinsip konservasi tanah dan air, (2) perlindungan terhadap lahan-lahan yang umumnya sensitif terhadap terjadinya erosi dan tanah longsor, (3) peningkatan atau pengembangan sumber daya air dengan cara manipulasi satu atau lebih komponen penyusun sistem DAS yang diharapakan mempunyai pengaruh terhadap proses-proses hidrologi atau kualitas air. Dengan demikian sasaran dan tujuan pengelolaan DAS yaitu memaksimalkan keuntungan sosial ekonomi dari segala aktivitas tataguna lahan di daerah aliran sungai (Asdak 1995).

Adapun tujuan pengelolaan daerah aliran sungai adalah mengkonservasi tanah pada lahan pertanian, memanen/menyimpan kelebihan air pada musim hujan dan memanfaatkannya pada musim kemarau, memacu usaha tani berkelanjutan dan menstabilkan hasil panen melalui perbaikan pengelolaan system pertanian dan memperbaiki keseimbangan ekologi (ICRAF 2005).

Pengembangan Kelapa

Pertanaman kelapa di Indonesia merupakan yang terluas di dunia dengan pangsa 31,2% dari total luas areal kelapa dunia. Peringkat kedua diduduki Filipina (25,8%), disusul India (16,0%), Sri Lanka (3,7%) dan Thailand (3,1%). Namun demikian, dari segi produksi ternyata Indonesia hanya menduduki posisi kedua setelah Filipina. Ragam produk dan devisa yang dihasilkan Indonesia juga di bawah India dan Sri Lanka. Perolehan devisa dari produk kelapa mencapai US$ 229 juta atau 11% dari ekspor produk kelapa dunia pada tahun 2004. Bagi masyarakat Indonesia, kelapa merupakan bagian dari kehidupannya karena semua bagian tanaman dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, sosial dan budaya. Kelapa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat dengan peran yang berbeda-beda, mulai dari untuk pemenuhan kebutuhan sosial dan budaya sampai untuk kepentingan ekonomi, sehingga dijuluki tree of life, pohon kehidupan (BPS Sulut 2009).

Tanaman kelapa umumnya ditanam dengan jarak berkisar antara 9 m x 9 m sampai 10 m x 10 m dengan kepadatan rata-rata sekitar 130-180 pohon/ha.

(24)

6

Tanaman kelapa yang diusahakan secara intensif pada kondisi optimal menghasilkan buah sekitar 100-200 butir/pohon/tahun. Produksi bahan kering tahunan sekitar 5,1-9,7 g/m2/hari. Laju tumbuh tanaman pada lingkungan yang optimal berkisar antara 15 -35 g/m2/hari (Akuba et.al. 1997).

Efisiensi penggunaan tenaga kerja pada pengunaan kelapa monokultur relative rendah. Hasil penelitian di Sulawesi Utara menunjukkan bahwa tenaga kerja keluarga yang tersedia rata-rata di daerah sentra produksi sebanyak 51 HOK/bulan. Tenaga kerja yang digunakan dalam usaha tani kelapa dan usaha tani lainnya sebanyak 24,7 HOK/bulan atau 48,4% dari tenaga kerja tersedia. Jumlah jam kerja berkisar antara 2-6 jam/hari (Akuba et al. 1992).

Lahan dan Pengelolaan Lahan

Pengelolaan lahan dapat diartikan sebagai segala tindakan atau perlakuan yang diberikan pada sebidang lahan, untuk menjaga atau mempertinggi produktivitas lahan. Pada prinsipnya pengelolaan lahan mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan fisik dan tujuan ekonomi. Tujuan fisik adalah tujuan yang dapat dinyatakan atau diukur dalam satuan-satuan fisik seperti produksi per hektar dan lain-lain, atau dapat dinyatakan dalam satuan-satuan volume dan jumlah per berat hasil yang diperoleh. Tujuan ekonomi dinyatakan atau diukur dalam terminologi ekonomi seperti pendapatan bersih maksimum dan lain-lain (Sitorus 2001).

Penggunaan lahan adalah segala macam campur tangan manusia, baik sementara maupun terus menerus terhadap lingkungannya untuk memenuhi kebutuhan dinamis. Penggunaan lahan suatu wilayah bersifat dinamis, mengikuti waktu dan jumlah serta profesi penduduk dalam wilayah tersebut (Arsyad 2000).

Perubahan penggunaan lahan akan berpengaruh terhadap hasil air yang keluar melalui outlet DAS, dimana hubungan antara perubahan penggunaan lahan dari hasil air dapat digunakan untuk mengetahui gambaran tentang penggunaan lahan di dalam DAS tersebut.

Pola penggunaan lahan mencerminkan jenis kegiatan manusia yang ada di atasnya, lahan pertanian menunjukan adanya usaha dibidang pertanian. Makin tinggi tingkat kegiatan manusia, maka makin tinggi pula kebutuhan manusia akan lahan.

(25)

7

Pertanian Berkelanjutan dalam Pengelolaan DAS

Pertanian berkelanjutan bukanlah pilihan tetapi suatu keharusan, jika pembangunan pertanian akan terus dilakukan. Pertambahan penduduk dunia yang terus meningkat termasuk di Indonesia, telah menyebabkan penurunan sumberdaya alam (SDA) serta kerusakan lingkungan yang sangat cepat. Beberapa ahli sependapat bahwa kerusakan SDA akan sangat tergantung pada kesuksesan pertanian dalam menjamin sistem pangan dunia. Hal ini dipandang sangat penting karena kegagalan dalam menyediakan pangan berarti bencana dunia yang akan terjadi (Sitorus 2002).

Pertanian berkelanjutan adalah pertanian yang dirancang secara sistematis menggunakan akal sehat dan usaha keras yang berkesinambungan sehingga pertanian itu sangat poduktif secara terus menerus, merupakan habitat tenaga kerja yang baik untuk jumlah yang besar dan meupakan suatu usaha yang menguntungkan. Dengan demikian, pertanian semacam ini akan menghasilkan produksi pertanian yang cukup tinggi dan memberikan penghasilan yang layak bagi petani secara berkelanjutan, sehingga mereka dapat merancang masa depannya sendiri. Disamping itu, juga harus menghasilkan spektrum produksi yang luas sehingga dapat menyediakan bahan baku berbagai agroindustri dan produk-produk eksport secara lestari. Selanjutnya akan mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar dengan pendapatan yang cukup tinggi, dengan demikian daerah pertanian ini akan menjadi penyerap hasil-hasil industri (Sinukaban 1995). Menurut (Reijntjes et.Al.1992) pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumberdaya yang berhasil untuk usaha pertanian guna membantu manusia yang berubah sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan melestarikan sumberdaya alam.

Menurut Sinukaban (1994) penerapan pertanian konservasi merupakan salah satu alternatif yang perlu diprogramkan untuk membangun pertanian berkelanjutan di lahan kering. Sistem pertanian konsevasi (conservation farming system) adalah sistem pertanian yang mengintegrasikan teknik konservasi tanah dan air kedalam sistem pertanian yang telah ada dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan petani, meningkatkan kesejahteraan petani dan

(26)

8

sekaligus menekan erosi sehingga sistem pertanian tersebut dapat berlanjut secara terus menerus tanpa batas (sustainable).

Tantangan yang utama dalam pengelolaan DAS adalah bagaimana mengembangkan rencana pengelolaan untuk mencapai berbagai tujuan yang saling bertentangan, terutama strategi pengelolaan DAS yang memungkinkan bagi petani daerah hulu menghasilkan bahan pangan dan dapat memenuhi kebutuhan kayu yang berbasis berkelanjutan (sustainable) tanpa merusak kemampuan DAS untuk menghasilkan air yang berkualitas dalam jumlah yang cukup dan tersedia secara terus menerus (Pasaribu 1999).

Lebih lanjut dikatakan bahwa ciri-ciri sistem pertanian konservasi (conservation farming system) adalah sebagai berikut:

1. Produksi pertanian cukup tinggi sehingga petani dapat bergairah melanjutkan usahanya.

2. Pendapatan petani cukup tinggi sehingga petani dapat mendisain masa depan keluarganya dan pendapatan usaha taninya.

3. Teknologi yang diterapkan, baik teknologi produksi maupun teknologi konservasi adalah teknologi yang dapat diterapkan (sesuai kemampuan) dan diterima oleh petani dengan senang hati sehingga sistem pertanian tersebut dapat diteruskan oleh petani dengan kemampuannya tanpa batuan dari luar secara terus menerus. 

4. Komoditi yang diusahakan adalah komoditi yang sesuai dengan kondisi biofisik daerah dan dapat diterima oleh petani

5. Erosi sangat minimal, sehingga produktivitas dapat dipertahankan/di tingkatkan (produktifitas cukup tinggi secara lestari).

6. Penguasaan lahan dapat menjamin keamanan investasi jangka panjang (longterm investment security).

Evaluasi dan Klasifikasi Kemampuan Lahan

Evaluasi kemampuan lahan pada dasarnya merupakan evaluasi potensi lahan bagi penggunaan berbagai sistem pertanian secara luas dan tidak membicarakan peruntukan jenis tanaman tertentu ataupun tindakan-tindakan pengelolaannya.

(27)

9

Oleh sebab itu sifatnya merupakan evaluasi yang lebih umum dibandingkan

dengan evaluasi kesesuaian lahan yang bersifat lebih khusus (Sitorus, 2002). Sistem evaluasi kemampuan lahan mengelompokkan lahan ke dalam

sejumlah kecil katagori yang diurut menurut faktor penghambat permanen. Sistem ini dilakukan dengan cara menguji nilai-nilai dari sifat tanah dan lokasi melalui proses penyaringan, dimana nilai yang pertama diuji terhadap kriteria untuk kelas lahan yang terbaik, dan jika semua kriteria tidak dapat dipenuhi, lahan tersebut secara otomatis jatuh ke dalam kelas yang lebih rendah hingga kelasnya ditentukan dimana kelas yang memenuhi semua kriteria.

Klasifikasi kemampuan lahan adalah pengelompokan lahan ke dalam satuan-satuan khusus menurut kemampuannya untuk penggunaan intensif dan perlakuan yang diperlukan untuk dapat digunakan secara terus menerus. Dengan perkataan lain klasifikasi ini akan menetapkan jenis penggunaan yang sesuai dan jenis perlakuan yang diperlukan untuk dapat digunakan bagi produksi tanaman secara lestari (Sitorus 2002).

Sistem klasifikasi kemampuan lahan (land capability) oleh USDA (Klingebiel dan Montgomery 1973) membagi lahan ke dalam sejumlah kategori-kategori menurut faktor penghambat terhadap pertumbuhan tanaman. Ada tiga kategori yang digunakan, yaitu kelas, sub kelas dan satuan pengelolaan (capability unit).

Penentuan kelas lahan dengan menggunakan sistem klasifikasi kemampuan lahan, ditentukan dari penilaian kelas lahan terburuk dan penghambat terberat. Sebagai contoh bila seluruh parameter menunjukkan kelas II tetapi salah satu parameter menunjukkan kelas V,maka areal tersebut termasuk dalam kelas V. Penggunaan lahan yang sesuai dengan kemampuannya merupakan salah satu tindakan konservasi yang akan menjamin kelestarian sumberdaya lahan, sebaliknya jika penggunaan lahan tidak sesuai dengan kemampuan lahannya maka akan mempercepat terjadinya degradasi lahan yang pada akhirnya akan terbentuk lahan kritis.

(28)

10 Kelas

Pengelompokan di dalam kelas didasarkan atas intensitas faktor penghambat, dimana tanah dikelompokkan ke dalam kelas I sampai kelas VIII. Semakin tinggi kelasnya, kualitas lahannya semakin jelek, resiko kerusakan dan besarnya faktor penghambat semakin besar sehingga pilihan penggunaan lahan yang dapat diterapkan semakin terbatas. Tanah kelas I sampai IV merupakan lahan yang sesuai untuk usaha pertanian, sedangkan tanah kelas V sampai VIII tidak sesuai untuk usaha pertanian dan bila diperuntukan untuk usaha pertanian diperlukan biaya yang sangat tinggi dalam pengelolaannya. Hubungan antara kelas kemampuan lahan dengan intensitas dan macam penggunaan tanah disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Hubungan antara kelas kemampuan lahan dengan intensitas dan macam penggunaan tanah

Kelas I

Tanah kelas I sesuai untuk segala jenis penggunaan pertanian tanpa memerlukan tindakan pengawetan tanah yang khusus. Tanahnya datar, dalam, bertekstur agak halus atau sedang, drainase baik, mudah diolah dan responsif terhadap pemupukan. Tanah kelas I tidak mempunyai penghambat atau ancaman kerusakan, untuk itu dapat digarap untuk usaha tani tanaman semusim.

Kelas II

Tanah kelas II sesuai untuk segala jenis penggunaan pertanian dengan sedikit hambatan dan ancaman kerusakan. Lahannya berlereng landai, agak peka terhadap erosi dengan tanah bertekstur halus sampai agak kasar. Bila digarap untuk usaha pertanian semusim diperlukan tindakan pengawetan tanah yang

Kelas Kemampuan

Lahan

Intensitas dan Pilihan Penggunaan Meningkat

Penggembalaan Garapan Cagar

Alam Hutan Terbatas Sedang Intensif Terbatas Sedang Intensif Sangat Intensif I II III IV V VI VII Hambatan meningkat, kesesuaian dan pilihan penggunaan lahan berkurang VIII

(29)

11

ringan seperti pengolahan menurut kontur, pergiliran tanaman dengan tanaman penutup tanah atau pupuk hijau atau guludan, disamping tindakan-tindakan pemupukan seperti pada kelas I.

Kelas III

Tanah kelas III sesuai untuk segala jenis penggunaan pertanian dengan hambatan dan ancaman kerusakan yang lebih besar dari tanah kelas II, sehingga memerlukan tindakan pengawetan khusus. Tanah kelas III terletak pada lereng agak miring atau berdrainase buruk, kedalaman sedang atau permeabilitasnya agak cepat. Tindakan pengawetan tanah khusus seperti penanaman dalam strip, pembuatan teras, pergiliran dengan tanaman penutup tanah merupakan tindakan-tindakan untuk memelihara atau meningkatkan kesuburan tanah.

Kelas IV

Tanah kelas IV sesuai untuk segala jenis penggunaan pertanian dengan hambatan dan ancaman kerusakan yang lebih besar dari kelas III, sehingga memerlukan tindakan khusus pengawetan tanah yang lebih berat dan lebih terbatas waktu penggunaannya untuk tanaman semusim. Tanah kelas IV terletak pada lereng yang miring (15 – 30%), berdrainase buruk atau kedalamannya dangkal.

Kelas V

Tanah kelas V tidak sesuai untuk digarap bagi tanaman semusim, tetapi lebih sesuai untuk ditanami tanaman pakan ternak secara permanen atau dihutankan. Tanah kelas V terletak pada tempat yang datar atau agak cekung sehingga selalu tergenang air atau terlalu banyak batu di atas permukaannya, atau terdapat liat masam di dekat atau pada daerah perakarannya.

Kelas VI

Tanah kelas VI tidak sesuai untuk digarap bagi usahatani tanaman semusim, dikarenakan terletak pada lereng agak curam (30 – 45%). Tanah ini lebih sesuai untuk padang rumput atau dihutankan.

(30)

12 Kelas VII

Tanah kelas VII sama sekali tidak sesuai untuk digarap bagi usaha tani tanaman semusim, tetapi lebih baik untuk ditanami vegetasi permanen. Tanah ini terletak pada lereng yang curam (45 – 65%) dan tanahnya dangkal, atau telah mengalami erosi yang sangat berat.

Kelas VIII

Tanah kelas VIII tidak sesuai untuk usaha produksi pertanian. Tanah ini dapat digunakan untuk cagar alam, daerah rekreasi atau hutan lindung, dimana tanah kelas VIII adalah tanah yang memiliki lereng sangat curam.

Sub Kelas Kemampuan Lahan

Pengelompokkan di dalam sub kelas didasarkan atas jenis faktor penghambat. Terdapat delapan jenis faktor penghambat, yaitu (1) tekstur tanah, (2) permeabilitas, (3) kedalaman efektif (4) lereng, (5) drainase, (6) erosi, (7) bahaya banjir/genangan dan (8) batu-batuan.

Satuan Kemampuan Lahan

Dalam satuan kemampuan lahan (Land Capability Unit) dinyatakan oleh Arsyad (2000) bahwa satuan kemampuan lahan memberikan informasi yang lebih spesifik dan lebih terinci untuk setiap bidang lahan dari pada sub kelas. Sedangkan pengelompokkan di dalam suatu kemampuan adalah pengelompokkan tanah-tanah yang mempunyai keragaman dan persyaratan yang sama terhadap sistem pengelolaan yang sama bagi usaha tani tanaman pertanian umumnya atau tanaman rumput ternak atau lainnya. Tanah-tanah yang dikelompokkan dalam satuan kemampuan yang sama harus cukup seragam dalam sifat-sifat tanah dan lingkungan yang mempengaruhi kualitas lahan sehingga mempunyai potensi dan hambatan yang sama. Dengan demikian lahan di dalam satu satuan kemampuan harus cukup seragam dalam : (a) produksi di bawah tindakan pengelolaan yang sama, (b) kebutuhan dalam tindakan konservasi dan pengelolaan yang sama di bawah penutup vegetasi yang sama, (c) mempunyai produktivitas potensi yang

(31)

13

setara (perbedaan hasil rata-rata di bawah sistem pengelolaan yang sama tidak boleh lebih dari 25%).

Erosi dan Prediksi Erosi

Istilah erosi tanah umumnya diartikan sebagai kerusakan tanah oleh perbuatan air atau angin. Menurut Arsyad (2000), erosi adalah peristiwa terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Menurut media pengangkutannya dikenal dua jenis erosi, yaitu erosi air dan erosi angin.

Erosi merupakan proses pelepasan (detachment) dan pengangkutan (transportation) bahan-bahan tanah oleh penyebab erosi. Dua peristiwa utama, yaitu pelepasan (detachment) dan pengangkutan (transportation) merupakan komponen-komponen erosi tanah yang penting, dimana di dalam proses terjadinya erosi, peristiwa pelepasan butir tanah mendahului peristiwa pengangkutan. Hal ini menunjukkan bahwa pelepasan merupakan variabel yang penting yang berdiri sendiri, sedangkan pengangkutan tergantung dari pelepasan (Sinukaban 1989).

Menurut Arsyad (2000), besarnya erosi ditentukan oleh faktor-faktor iklim, topografi, vegetasi, tanah dan manusia. Faktor-faktor tersebut bila dinyatakan dengan persamaan deskripsi adalah sebagai berikut :

A = f ( C, T, V, S, H)

dimana, C = iklim, T = topografi, V = vegetasi, S = tanah dan H = manusia. Salah satu cara penentuan kemungkinan hilangnya tanah pada suatu lahan adalah dengan menggunakan persamaan Wischmeir dan Smith (1978) atau dikenal dengan Universal Soil Loss Equation (USLE).

A = R x K x LS x C x P dimana A = Prediksi Erosi tanah tahunan (ton/ha)

R = Erosivitas hujan K = Erodibilitas tanah

LS = Faktor panjang dan kemiringan lereng P = Tindakan konservasi tanah

C = Faktor pengelolaan tanaman

Menurut Sinukaban (1989), bahwa apabila laju erosi dipergunakan sebagai petunjuk kerusakan suatu DAS, maka diperlukan tolok ukur untuk menentukan

(32)

14

kebijaksanaan penanggulangannya. Tolok ukur yang sudah secara luas dipakai adalah erosi yang masih dapat ditoleransikan (ETol).

Erosi yang masih dapat ditoleransikan adalah jumlah tanah hilang yang diperbolehkan per tahun agar produktivitas lahan tidak berkurang sehingga tanah produktif secara lestari (Hardjowigeno et.al. 2001).

Adapun persamaan yang digunakan Hammer (1981) untuk menentukan erosi yang dapat ditoleransikan (Tolerable Soil Loss) adalah sebagai berikut ;

DE - Dmin

ETol = --- + LPT UGT

dimana :

Etol = erosi yang dapat ditoleransikan (mm/thn)

DE = kedalaman ekuivalen (kedalam efektif tanah x faktor kedalaman daerah perakaran (mm)

Dmin = kedalaman tanah minimum (mm)

UGT = umur guna tanah (tahun)

LTP = Laju pembentukan tanah (mm/thn)

Analisis Finansial Usahatani dan Standar hidup Layak Analisis Finansial Usahatani

Menurut Soekartawi (1986), ada tiga variabel yang perlu diperhatikan dalam analisis finansial usahatani dan standar hidup layak, yaitu (1) penerimaan usahatani, (2) biaya usahatani dan (3) pendapatan usahatani.

Penerimaan Usahatani, merupakan perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual, persamaannya sebagai berikut :

TR = Yi.Pyi

dimana : TR = total penerimaan ; Yi = produksi yang diperoleh dalam satu musim tanam ke-i (kg) ; Pyi = harga komoditas ke i (Rp)

1. Biaya Usahatani, merupakan nilai semua masukan atau nilai keluar yang dipakai dalam satu musim tanam selama proses produksi, baik langsung maupun tidak, dengan persamaan sebagai berikut :

(33)

15

dimana : TC = biaya tetap ; Xi = jumlah fisik dari input yang membentuk biaya tetap ; Pxi = harga input ke-i (Rp) dan i = macam komoditas yang dikembangkan dalam suatu usaha tani

2. Pendapatan Usahatani, merupakan selisih dari total penerimaan terhadap total pengeluaran. 

PU= TR – TC

dimana : PU = pendapatan usahatani ; TR = total penerimaan ; dan TC = total biaya

Standar Hidup Layak

Untuk wilayah Indonesia garis kemiskinan dikategorikan atas 3 (tiga) Nilai Ambang Kecukupan Pangan yaitu : miskin, miskin sekali dan paling miskin (Sajogyo 1990). Garis kemiskinan tersebut dinyatakan dalam nilai mata uang (Rp/bulan) ekivalen dengan nilai tukar beras (kg/orang/tahun), dimana nilai ambang kecukupan untuk tingkat pengeluaran rumah tangga di pedesaan berkisar antara 240 – 320 kg/orang/tahun sedangkan untuk di perkotaan berkisar antara 360 – 480 kg/orang/tahun.

Jaminan hidup layak bagi keluarga petani di daerah penelitian, bila diartikan dengan ketentuan kriteria “ambang kecukupan pangan” oleh Sajogyo (1990) yang dinilai adalah indeks tertentu yang menjadi kompensasi kebutuhan pangan, sandang, papan, rekreasi dan pendidikan bagi keluarga di daerah pedesaan yang merupakan suatu stándar kelayakan hidup.

(34)

16

METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di DAS Molompar yang memiliki luas wilayah sebesar 29.608 Ha, DAS tersebut merupakan bagian dari DAS Ratahan Pantai yang secara georgrafis berada pada 0o 54 ‘57”-10o 09’ LU dan 124o 41’-124” 55’ BT terletak pada ketinggian 0-1556 mdpl. Penelitian dilakukan pada bulan maret sampai bulan mei 2009.

(35)

17 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan adalah data fisik hasil pengukuran di lapangan dan data sosial ekonomi. Data sekunder yang digunakan adalah data curah hujan 10 tahunan dari stasiun curah hujan yang terdekat, peta tanah, peta landuse, peta topografi dengan masing-masing skala 1:50.000 (BPDAS Tondano 2007).

Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah peta kerja (hasil overlay), bor tanah, Abney level, kompas, ring sampel, pisau, cangkul, meteran, kantong plastik, alat tulis menulis, kertas label, alat dokumentasi, GPS (Global Positioning System) dan seperangkat computer PC (Personal Computer).

Pengumpulan Data

Tabel 2. Pengumpulan data primer dan data Sekunder

Jenis Data Metode Pengumpulan Data Kegunaan

Data Primer

Kemiringan lereng Pengukuran lapangan dan

Bakosurtanal Penentuan S

Panjang lereng Pengukuran di lapangan Penentuan L

Tekstur tanah Pengukuran di lapangan dan analisis lab. Kelas kemampuan lahan dan erodibilitas tanah Status dan luas lahan,

jumlah dan jenis tanaman yang digunakan, pendapatan usaha tani

Petani sampel Untuk menentukan

karakteristik sosek, kebutuhan fisik minimum dan kebutuhan hidup layak dan pendapatan petani

Sistem Agroteknologi Petani sampel Untuk menentukan

karakteristik sosek, kebutuhan fisik minimum dan kebutuhan hidup layak dan pendapatan petani

(36)

18 Tabel 2. Lanjutan

Jenis Data Metode Pengumpulan Data Kegunaan

Data Sekender

Peta topografi skala

1 : 50.000 Bakosurtanal, BPDAS

Untuk batas DAS, kelas lereng dan menentukan unit lahan dan kemampuan lahan

Peta penggunaan lahan

skala 1 : 50.000 Bakosurtanal, BPDAS

Untuk batas DAS, kelas lereng dan menentukan unit lahan dan kemampuan lahan

Peta jenis tanah skala

1 :50.000 Bakosurtanal, BPDAS

Untuk batas DAS, kelas lereng dan menentukan unit lahan dan kemampuan lahan

Iklim (curah hujan) Stasiun curah hujan Indeks erosivitas hujan Data kependudukan Kantor kecamatan Analisis ekonomi dan kebutuhan hidup layak

(37)

19

Penyempurnaan usaha tani AnalisisPrediksi

Aternatif pola tanam dan agroteknologi

Pendapatan bersih > standar hidup layak

Rekomendasi Penggunaan Lahan dan pola tanam agroteknologi

Evaluasi Pola Tanam dan Agroteknologi

A ≤ ETol Penyempurnaan pola tanan dan

Agroteknologi Ya

Analisis Sosial Ekonomi

Ya -Tekstur tanah -Struktur tanah -Permeabilitas -Bahan Organik -Kemiringan Lereng -Panjang Lereng -Curah Hujan -Erosi -Kedalam efektif -Drainase

Pengamatan, Pengukuran dan Pengambilan Data Fisik

Klasifikasi Kelas Kemampuan Lahan Data skunder Sosial ekonomi Evaluasi Penggunaan sesuai Perubahan penggunaan Lahan tidak Ya Peta Topografi

Peta Jenis Overlay Penentuan lokasi Pengamatan intensif Unit Lahan Survei Pendahuluan Peta Penggunaan Survei Utama tidak tidak

(38)

20

Gambar 2 Alur Penelitian Metode Penelitian Tahap Persiapan

Tahap ini merupakan tahap studi kepustakaan, yaitu meneliti dan mengkaji pustaka yang telah ada tentang keadaan lahan di lokasi penelitian serta data sekunder lainnya.

Salah satu sarana yang sangat penting untuk tahap ini adalah peta dasar, yaitu peta hasil tumpang tindih (overlay) dari peta penggunaan lahan, peta topografi, dan peta jenis tanah. Peta ini digunakan sebagai dasar untuk melakukan pengamatan di lapangan, dan penetapan faktor K, LS, C dan P.

Tahap Survei Pendahuluan

Survai pendahuluan bertujuan untuk mempersiapkan pelaksanaan survai utama yang akan dilakukan. Selain menyiapkan urusan administrasi, survei pendahuluan juga bertujuan untuk melakukan orientasi di daerah penelitian untuk memperoleh gambaran menyeluruh tentang kondisi lapangan dan mengidentifikasi permasalahan yang mungkin didapat di lapangan.

Dalam survei ini juga perlu dilakukan beberapa pengamatan pendahuluan tentang jenis tanah, penggunaan tanah serta keadaan penduduk dan lingkungan serta pencocokan peta unit lahan.

Tahap Survei Utama

Survei utama merupakan kegiatan utama di lapangan. Dalam survei utama dilakukan pengamatan langsung di lapangan seperti pengukuran kemiringan lereng dengan menggunakan abney level, pengamatan tekstur tanah, struktur tanah, keadaan batuan, kedalaman efektif, kejadian erosi, melakukan pengamatan vegetasi yang ada dan agroteknologi yang ada pada plot pengamatan intensif.

Pengambilan sampel tanah di lapangan dilakukan setelah penentuan plot sampel pada peta kerja untuk tiap luasan unit lahan. Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan menggunakan cangkul/skop untuk tanah sub soil yang kemudian dimasukkan ke dalam plastik untuk dianalisis di laboratorium. Sedangkan pengambilan sampel tanah untuk penetapan permeabilitas tanah dilakukan dengan menggunakan ring sampel.

(39)

21

Penentuan jenis tanah didasarkan atas pengamatan profil tanah di lapangan dibantu dengan hasil analisis tanah di laboratorium.

Pengumpulan data sosial ekonomi dilakukan secara purposif berdasarkan titik contoh pengambilan data fisik, dimana petani yang lahannya dijadikan titik contoh merupakan petani responden yang selanjutnya dilakukan wawancara dengan menggunakan kuisioner.

Analisis Data dan Penyajian Hasil

Data fisik lahan yang telah diperoleh digunakan untuk menentukan kelas kemampuan lahan dan prediksi erosi. Sedangkan data sosial ekonomi digunakan untuk analisis biaya dan pendapatan petani, dan sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan alternatif penggunaan lahan dan usaha tani di Sub DAS Molompar.

Tahapan analisis untuk menyusun perencanaan penggunaan lahan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Evaluasi kemampuan lahan berdasarkan potensi lahan 2. Prediksi erosi dan penentuan ETol

3. Analisis usaha tani

4. Perencanaan penggunaan lahan

Evaluasi Kemampuan Lahan Berdasarkan Potensi Lahan

Evaluasi kemampuan lahan dilakukan berdasarkan kriteria klasifikasi kemampuan lahan yang dikemukakan oleh Klingebiel dan Montgomery (1973) yang pada Tabel 3.

(40)

22 Tabel 3. Evaluasi Kemampuan Lahan

Kelas kemampuan Lahan No Faktor Penghambat

I II III IV V VI VII VIII

1 Tekstur Lapisan Atas t₁t₂t₃ t₁t₂t₃ t₁t₂t₃t₄ t₁t₂t₃t₄ (*) t₁t₂t₃t₄ t₁t₂t₃t₄ t5 2 Tekstur Lapisan Bawah t₁t₂t₃ t₁t₂t₃ t₁t₂t₃t₄ t₁t₂t₃t₄ (*) t₁t₂t₃t₄ t₁t₂t₃t₄ t5

3 Lereng permukaan A B C D (*) E F G

4 Drainase d1 d2 d3 d4 d5 (**) (**) (**)

5 Kedalaman Tanah Ko k₁ k₂ k₃ (*) (*) (*) (*) 6 Tingkat Erosi e₀ e₁ e₂ e₃ (*) e₄ e₅ (*)

7 Banjir o₀ o₁ o₂ o₃ o₄ (*) (*) (*)

8 Kerikil/Batuan b₀ b₀ b₁ b₂ b₃ (*) (*) b₄ 9 Permeabilitas P₂P₃ P₂P₃ P₂P₄ P₂P₄ P₁ (*) (*) P₅ Keterangan : (*) : dapat mempunyai sembarana sifat faktor penghambat dari kelas

yang lebih endah (**): tidak berlaku

Penelitian ini hanya ditekankan pada 4 faktor penghambat, yaitu : lereng permukaan, tingkat erosi, kedalaman tanah, dan drainase. Penentuan kelas kemampuan lahan ditentukan dengan memasukkan ke empat faktor penghambat ke dalam kriteria klasifikasi kemampuan lahan dengan berpedoman pada skema hubungan antara kelas kempuan lahan dengan intensitas dan macam penggunaan lahan untuk menentukan kelas kemampuan lahan yang sesuai (gambar 1).

Prediksi Erosi dan Penentuan ETol

Prediksi erosi dilakukan pada satuan lahan homogen yang merupakan pewakil di lokasi penelitian pada lahan pertanian untuk menentukan kelayakan setiap jenis pengelolaan pertanian pada masing-masing unit kemampuan lahannya. Prediksi erosi dihitung dengan persamaan USLE (universal soil loss equation) menurut Wischmeier dan Smith (1978) sebagai berikut :

A = R x K x LS x C x P Dimana A = prediksi erosi tanah tahunan (ton/ha)

R = Erosivitas hujan K = Erodibilitas tanah

LS = Faktor panjang dan kemiringan lereng P = Tindakan konservasi tanah

(41)

23 • Penentuan Nilai Erosivitas Hujan (R)

Nilai erosivitas hujan dihitung dengan menggunakan rumus Lenvain EI30 = 2,34 (Rain)m1,98

Dimana RM = erosivitas hujan bulanan, (Rain)m = curah hujan bulanan (cm),

nilai R setahun diperoleh dengan menjumlahkan RM selama setahun. • Penentuan Faktor Erodibilitas Tanah (K)

Nilai K diperoleh dari hasil analisis sampel tanah pada satuan lahan pengamatan. Sampel tanah tersebut dianalisis di Laboratorium, sehingga hasil analisis akan diperoleh tekstur, struktur dan kandungan bahan organik tanah. Nilai K dihitung berdasarkan nilai K yang disesuaikan (Hammer 1981) sebagai berikut :

K = 1,292 {2,1 M1,14 (10 –4) (12 – a) + 3,25 (b – 2) + 2,5 (c – 3)} 100

dimana :

K = erodibilitas tanah

M = kelas tekstur tanah (% pasir halus + debu)(100 - % liat) a = % bahan organik

b = kode struktur tanah

c = kode permeabilitas profil tanah

• Penentuan Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS)

Panjang dan kemiringan lereng diukur di lapangan. Faktor panjang dan kemiringan lereng (LS) dihitung menggunakan rumus (Arsyad 2000) :

2 00138 , 0 00965 , 0 0138 , 0 ( S S X LS = + +

dimana : X = panjang lereng (m), S= kecuraman lereng (%) • Penentuan Faktor Tanaman (C)

Nilai C untuk berbagai jenis tanaman seperti tanaman pangan baik yang monokultur maupun campuran, dan lain-lain berdasarkan berbagai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dan berdasar pada waktu pengamatan di lapangan dan wawancara.

(42)

24 • Penentuan Faktor Konservasi Tanah (P)

Nilai P ditentukan berdasar pengamatan di lapangan dan wawancara serta berdasarkan berbagai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.

• Erosi yang dapat Ditoleransikan (Tolerable Soil Loss)

Perhitungan Etol dilakukan untuk mengetahui apakah sistem pertanian yang dilakukan pada satuan lahan yang diamati dapat berkelanjutan. Jika hasil prediksi erosi lebih besar dari Etol maka sistem pertanian yang dilakukan tidak berkelanjutan dan perlu dilakukan alternatif-alternatif perubahan sistem pertanian terutama cara pengelolaan tanaman (C) serta teknik konservasi tanah (P). Untuk menghitung nilai erosi yang dapat ditoleransikan, digunakan persamaan (Hammer 1981) yang mengacu pada konsep kedalaman ekuivalen (equivalent depth) dan umur guna tanah (resources life). Persamaan yang digunakan adalah :

DE - Dmin

ETol = --- + LPT UGT

dimana : Etol = erosi yang dapat ditoleransikan (mm/thn)

DE = kedalaman ekuivalen (kedalam efektif tanah x faktor kedalaman (mm)

Dmin = kedalaman tanah minimum (mm)

UGT = umur guna tanah (tahun)

LTP = Laju pembentukan tanah (mm/thn)

Analisis Usahatani

Pada analisis usahatani ada tiga variabel yang perlu diperhatikan dalam analisis pendapatan usahatani dan standar hidup layak, yaitu :

• Data tentang penerimaan

merupakan perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual, persamaannya sebagai berikut :

TR = Yi.Pyi

dimana : TR = total penerimaan ; Yi = produksi yang diperoleh dalam satu musim tanam ke-i (kg) ; Pyi = harga komoditas ke-i (Rp)

(43)

25 • Biaya Usahatani

merupakan nilai semua masukan atau keluaran yang dipakai dalam satu musim tanam selama proses produksi, baik langsung maupun tidak, dengan persamaan sebagai berikut :

TC = Σ Xi.Pxi

dimana TC = biaya total ; Xi = jumlah fisik dari input yang membentuk biaya tetap ; Pxi = harga input ke-i (Rp) dan i = macam komoditas yang dikembangkan dalam suatu usaha tani

• Pendapatan Usahatani

merupakan selisih dari total penerimaan terhadap total pengeluaran. PU = TR – TC

dimana : PU = pendapatan usahatani (Rp); TR = total penerimaan (Rp); dan TC = total biaya usahatani (Rp)

Cara analisis terhadap tiga variabel ini disebut dengan analisi anggaran arus uang tunai (cash flow analysis) (Soekartawi 1986).

Standar kebutuhan fisik minimun dan hidup layak ditentukan berdasarkan kebutuhan beras per kapita (KK) dan harga beras yang berlaku di suatu daerah. Nilai ambang kecukupan pangan (beras) untuk tingkat pengeluaran rumah tangga di pedesaan berkisar antara 240-320 kg/org/thn. Sedangkan untuk di perkotaan berkisar antara 360-480 kg/org/thn (Sajogyo dan Sajogjo 1990).

• Standar Kebutuhan Fisik Minimum (KFM) dan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) (Sinukaban, 2007)

Adapun perhitungan untuk kebutuhan fisik minimum dan kebutuhan hidup layak dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan sebagai berikut :

1. Kebutuhan Fisik Minimum (KFM) = kebutuhan beras satu rumah tangga x 100% x jumlah anggota keluarga x harga beras

2. Kebutuhan Hidup Tambahan (KHT) = pendidikan dan sosial + kesehatan dan rekreasi + asuransi dan tabungan.

- Kebutuhan untuk pendidikan dan kegiatan social = 50% KFM - Kebutuhan untuk kesehatan dan rekreasi = 50% KFM

(44)

26

3. Kebutuhan hidup layak (KHL) = KFM + KHT = kebutuhan equivalen beras satu rumah tangga x 250 % x jumlah anggota keluarga x harga beras. Perencanaan Penggunaan Lahan Berkelanjutan

Perencanaan penggunaan lahan ditentukan pada setiap unit kemampuan lahan dengan menggunakan dasar nilai CP yang dapat diterapkan untuk berbagai jenis pengelolaan lahan melalui simulasi.

Kriteria untuk menetapkan CP maksimum yang akan direkomendasikan dilakukan dengan pendekatan sebagai berikut:

A < ETol RKLSCP < ETol

Dalam hal ini ditentukan nilai CP untuk setiap jenis penggunaan dan unit kemampuan lahan, nilai RKLS pada setiap satuan lahan homogen dianggap konstan, maka besar prediksi erosi selanjutnya sebanding dengan nilai CP yang dipilih selama simulasi.

Jika nilai CP yang diperoleh telah maksimal tetapi belum memenuhi syarat untuk standar hidup layak, maka harus ada penyempurnaan usahatani, seperti usaha ternak ataupun usaha keterampilan/kerajinan lainnya untuk memanfaatkan hasil pertanian, sehingga kebutuhan hidup petani dan keluarganya dapat terpenuhi atau standar hidup layak dapat tercapai.

(45)

27

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak dan Luas

Sub Molompar merupakan bagian dari DAS Ratahan Pantai yang berdasarkan letak geografis berada pada 005457’’ – 100 09 LU dan 124 041-124’

55 BT tersebar pada ketinggian 00-1556 m dpl. Secara topogafis DAS molompar dibatasi oleh Sub DAS Noongan di sebelah Utara, Sub DAS Kinamang di sebelah Timur, Sub DAS Buyat di sebelah Selatan, dan DAS Ranoyapo di sebelah Barat.

DAS Ratahan Pantai berdasarkan administrasi pemerintahan terletak di Kabupaten Minahasa dan Minahasa Tenggara. DAS Molompar terletak di wilayah Kecamatan Tompaso dan Langowan Kabupaten Minahasa, Kecamatan Belang, Tombatu dan Ratahan Kabupaten Minahasa Tenggara.

Tanah

Secara umum jenis tanah di wilayah DAS Molompar didominasi oleh jenis tanah inceptisol. Dari aspek geologi, wilayah DAS Molompar sebagian besar berbahan induk tufa Tondano, pasir vulkan dan endapan alluvial pantai (BPDAS Tondano 2007). Secara rinci jenis-jenis tanah di DAS Molompar dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4. Jenis-jenis tanah di DAS Molompar

No Jenis Tanah Luas Persentase %

1 Alfisol 9897,8 33,4 2 Enfisol 7882,6 22,6 3 Inceptisol 4859,5 16,4 4 Oxisol 6967,9 23,5 Jumlah 29.608 100,0 Iklim

Secara umum wilayah DAS Molompar tergolong dalam tipe iklim A untuk wilayah pegunungan dan B untuk daerah pantai. Data curah hujan, yang dapat dijadikan dasar perhitungan nilai erosivitas hujan untuk DAS Molompar menggunakan data hasil pencatatan curah hujan bulanan di Tombatu (BPDAS Tondano 2007).

(46)

28

Keadaan Sosial Ekonomi Kependudukan

Daerah Aliran Sungai (DAS) Molompar berada di wilayah administrasi Kabupaten Minahasa Tenggara meliputi 26 desa dalam 3 wilayah kecamatan yaitu, Kecamatan Tombatu, Belang, dan Kecamatan Ratahan. Penduduk yang bermukim di wilayah DAS Molompar pada tahun 2004, berjumlah 44.054 jiwa. Pemukiman penduduk tersebar dari sekitar wilayah pesisir pantai, terutama di wilayah Kecamatan Belang sampai ke wilayah daratan pedalaman, terutama di wilayah Kecamatan Ratahan dan Tombatu, dengan konsentrasi penduduk relatif besar berada di wilayah daratan pedalaman.

Data penduduk desa pada DAS Molompar pada tahun 2005 sebanyak 44.054 jiwa, dengan demikian terjadi pertambahan jumlah penduduk sebanyak 262 jiwa. Berdasarkan data tersebut, dalam empat tahun terakhir pertumbuhan penduduk di wilayah ini mencapai 0,7 % dengan rata-rata pertumbuhan penduduk per tahun sebesar 0,2 %. Desa-desa yang ada di wilayah DAS Molompar umumnya dihuni oleh penduduk dengan jumlah di atas 1000 jiwa per desa, bahkan ada beberapa desa yang penduduknya lebih dari 2000 jiwa. Wilayah desa yang penduduknya relatif banyak, yaitu di atas 2.000 jiwa adalah desa yang merupakan pusat kegiatan pemerintahan kecamatan dan atau kegiatan sosial-ekonomi lokal.

Luas areal pertanian di wilayah DAS Molompar adalah seluas 21.587 ha. Dari total luas tersebut, seluas 19.840 ha atau sekitar 91,9 % merupakan lahan kering berupa tegalan dan perkebunan rakyat. Sedangkan sisanya sekitar 1.747 ha atau sekitar 08,1 % merupakan areal persawahan. Dengan areal pertanian seluas 21.587 ha dan jumlah penduduk pada tahun 2004 sebanyak 44.054 jiwa, maka kepadatan agraris di wilayah DAS Molompar adalah sekitar 204 jiwa per ha.

(47)

29

Tabel 5. Kepadatan Agraris Penduduk Menurut Kecamatan Di DAS Molompar, Tahun 2007.

No Kecamatan Jumlah Desa / Kelurahan

Di Sub Das Luas Areal Pertanian (ha) Jumlah Penduduk (jiwa) Kepadatan Agraris (jiwa/ha) 1. Tombatu 6 3279 11029 3,3 2. Belang 7 5086 9487 1,9 3. Ratahan 13 13222 23538 1,8 DAS Molompar 26 21.587 44.054 2,0

Mata Pencaharian dan Pendapatan

Mata pencaharian utama penduduk di wilayah DAS Molompar adalah berasal dari sektor pertanian dalam arti luas termasuk perkebunan, tanaman pangan dan perikanan laut. Sekitar 73,0 persen tenaga kerja bekerja pada sektor pertanian khususnya perkebunan rakyat, tanaman pangan dan perikanan. Mayoritas penduduk yang bekerja di sektor pertanian adalah sebagai petani dan nelayan tradisional. Tanaman utama yang diusahakan oleh masyarakat adalah tanaman kelapa, kemudian cengkeh. Selanjutnya, penduduk yang bekerja menurut jenis pekerjaan di wilayah DAS Molompar disajikan pada Tabel 7.

Tabel 6. Jumlah Tenaga Kerja Menurut Jenis Pekerjaan Di Wilayah DAS Molompar, Tahun 2007.

Jenis Pekerjaan Jumlah Tenaga Kerja

Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

Petani 18908 73,1 Nelayan 412 1,6 Pengrajin/Tukang 263 1,0 Pedagang 652 2,5 PNS/TNI Polri 812 3,1 Peg swasta/wiraswasta 465 1,8 Buruh 130 0,5 Lainnya 4245 16,4 Jumlah 25.887 100,0

(48)

30

Sektor pertanian masih cukup penting sebagai sumber nafkah dan sumber pendapatan penduduk di wilayah DAS Molompar, terutama sub sektor perkebunan rakyat: kelapa, vanili dan cengkeh serta dari perikanan laut. Penduduk yang masih bergantung pada sektor pertanian-tradisional, pendapatannya selain tergantung pada sumberdaya alam dan keadaan alam, juga banyak dipengaruhi oleh kondisi ekonomi pertanian, terutama pada harga-harga produk pertanian dan hasil perikanan. Pada saat harga-harga produk tersebut meningkat tingkat pendapatan masyarakat juga cenderung meningkat. Sebaliknya, pada saat harga komoditas tersebut turun, maka pendapatan masyarakat cenderung menurun pula.

(49)

31

HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan Lahan di DAS Molompar

Penggunaan lahan di DAS Molompar secara umum terdiri dari : hutan, kebun campuran, tegalan/ladang, rumput/semak, sawah, tambak, tanah kosong/terbuka, rawa dan pemukiman (Tabel 7).

Tabel 7. Penggunaan lahan di wilayah DAS Molompar (BPDAS Tondano, 2007)

No Penggunaan Lahan Luas

(ha) Persentase 1. Hutan 4.736,0 16,0 2. Kebun Campuran 15.610,9 52,7 3. Tegalan/Ladang 5.291,8 17,9 4. Sawah 1.751,5 5,9 5. Rumput/semak 914,3 3,1 6. Tambak 10,6 0,2 7. Tanah kosong/terbuka 94,5 0,3 8. Rawa 7,9 0,1 9. Permukiman 678,0 2,3 Jumlah 29.608,0 100,0 Hutan

Hutan adalah lahan yang umumnya ditumbuhi vegetasi alami atau buatan yang terdiri dari pohon-pohon besar dengan tinggi lebih dari 5 meter bertajuk rapat. Berdasarkan asal terbentuknya area hutan dikelompokan kedalam 3 kategori yaitu hutan alam/primer, hutan sekunder dan hutan tanaman. Hutan sekunder adalah hutan yang mengalami penebangan baik oleh perladangan, illegal loging bahkan perkebunan namun telah mengalami suksesi/dibiarkan sehingga secara bertahap membentuk hutan sekunder yang didominer oleh jenis-jenis pohon sekunder seperti, binuang, Enanga, walantakan dan lainnya. Pada tahun 2005 luas hutan di DAS Molompar adalah 6.961 ha, menurun pada tahun 2007 menjadi 4736 ha karena terjadi perubahan penggunaan lahan yaitu lahan yang pada awalnya berupa hutan lindung menjadi perkebunan dan tegalan /ladang. yang. Selain itu baik pendatang maupun masyarakat setempat telah banyak melakukan perambahan

(50)

32

hutan. Jika keadaan ini dibiarkan terus maka akan mengakibatkan berkurangnya daerah resapan air sehingga kapasitas infiltrasi akan menurun.

Kebun Campuran

Kebun Campuran adalah lahan yang ditanami berbagai macam jenis tanaman baik tanaman tahunan, buah-buahan maupun tanaman semusim secara bersama-sama. Jenis tanaman yang banyak dijumpai adalah kelapa, cengkeh, vanili, buah-buahan, kayu-kayuan, bambu, pisang, jagung, kacang tanah, tanaman buah-buahan seperti nangka, mangga dan tanaman penghijauan, seperti kaliandra.

Kebun campuran di DAS Molompar umumnya ditanami berbagai macam jenis tanaman jenis tanaman seperti kelapa, cengkeh, buah-buahan, pisang, dan jagung.

Tegalan/Ladang

Tegalan adalah area atau lahan kering yang dimanfaatkan untuk usaha budidaya tanaman semusim secara monokultur atau multiple cropping. Jenis-tanaman yang diusahakan di lahan tegalan antara lain jagung, kacang-kacangan, cabe, sayur-sayuran dan umbi-umbian.

Sawah

Sawah adalah lahan budidaya pertanian yang biasanya ditanami padi, yang mendapat pengairan teknis ataupun nonteknis. Lahan berpengairan teknis umumnya ditanami padi secara terus menerus atau tiga kali dalam setahun, Penggunaan lahan sawah umumnya terdapat pada lahan dataran alluvial.

Penggunaan lahan di daerah yang di observasi secara intensif terdiri dari kebun campuran, tegalan/ladang, hutan dan sawah (Tabel 8). Data pada Tabel 8 menunjukkan bahwa penggunaan lahan di DAS Molompar didominasi oleh kebun campuran dengan luas 15.610,9 ha, diikuti oleh tegalan (5.291,8 ha), hutan (4.736 ha) dan sawah (1.751,5 ha). Perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi tegalan dan pemukiman mengakibatkan terjadinya perubahan fungsi hidrologi

(51)

33

DAS. Berdasarkan UU No 41 tahun 1991 tentang kehutanan dari maka setiap DAS harus mempertahankan hutan minimal 30% luas DAS.

Tabel 8. Jenis Penggunaan Lahan Dominan Di DAS Molompar Luas No Penggunaan Lahan Ha % 1 2 3 4 Kebun Campuran Tegalan Hutan Sawah 15.610,9 5.291,8 4.736 1.751,5 57,0 19,3 17,3 6,4 Jumlah 27.390,2 100,0

Evaluasi Penggunaan Lahan

Evaluasi kemampuan lahan yang dilakukan dimaksudkan untuk mengetahui kecocokan antara penggunaan lahan dan kemampuan lahan yang berada pada DAS Molompar terutama pada lokasi pengamatan intensif. Apabila suatu penggunaan lahan tidak sesuai dengan kemampuannya maka akan terjadi degradasi lahan. Demikian pula bila penggunaan lahan untuk pertanian tidak disertai dengan tindakan pengelolaan lahan yang baik, maka akan menimbulkan permasalahan erosi pada lahan pertanian tersebut. Hasil evaluasi penggunaan lahan disajikan pada Tabel 9.

Gambar

Tabel 1  Hubungan antara kelas kemampuan lahan dengan intensitas dan  macam penggunaan tanah
Gambar  1  Peta Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Molompar
Tabel  2. Pengumpulan data primer dan data Sekunder
Tabel 4. Jenis-jenis tanah di DAS Molompar
+7

Referensi

Dokumen terkait

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR EKONOMI MIKRO DIKUMPULKAN WAKTU PERKULIAHAN1. JUMAT, 26

c. Relevansi antara KD, Indikator, Materi, dan Evaluasi d. Pemberian latihan untuk menguasai konsep k. Pemberian kesempatan berlatih secara mandiri l. Keseimbangan materi dengan

Hasil penelitian menunjukkan perlakuan imbangan pupuk anorganik dan pupuk kandang sapi yang diperkaya seresah gamal dapat meningkatkan ketersediaan, serapan fosfat

Saran bagi sekolah yang memiliki sarana dan prasarana praktek yang baik untuk lebih dapat memelihara dan menjaganya dengan baik, bagi guru sebagai sumber informasi tentang

APLIKASI MODEL INDEKS TUNGGAL DAN STOCHASTIC DOMINANCE DALAM ANALISIS PORTOFOLIO OPTIMAL SAHAM (Studi Pada Jakarta Islamic Indeks (JII) di Bursa Efeki. Indonesia (BEI) Periode

Program PPL/ Magang III adalah program kegiatan praktik pengalaman lapangan (PPL) yang tujuannya adalah mengembangkan kompetensi mengajar mahasiswa sebagai calon

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa ekstrak landak laut pada fraksi etanol, etil asetat dan kloroform konsentasi 100 mg/mL berpotensi sebagai antibiotik

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta memberikan kekuatan, ketabahan, kemudahan