• Tidak ada hasil yang ditemukan

Supervisi KLinik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Supervisi KLinik"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

DAFTAR ISI ... ii

SUPERVISI KLINIK BAGI GURU SEKOLAH DASAR Pengertian supervisi klinik... 1

A. Konsep Supervisi Klinik ... 1

B. Beberapa Penelitian Supervisi Klinik ... 3

C. Siklus Supervisi Klinik ... 4

Gambar Bagan ... 6

D. Orientasi Perilaku Supervisi Pengajaran ... 10

1. Orientasi langsung ... 10

2. Orientasi Kolaboratif ... 11

3. Orientasi Tidak Langsung ... 12

E. Kriteria Memilih Orientasi Supervisi Pengajaran ... 13

KESIMPULAN ... 16

(2)

SUPERVISI KLINIK BAGI GURU SEKOLAH DASAR

Pengertian Supervisi Klinik

Supervisi klinik adalah supervisi yang difokuskan pada perbaikan pembelajaran melalui siklus yang sistematis mulai dari tahap perencanaan, pengamatan dan analisis yang intensif terhadap pembelajarannya dengan tujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran.

Alasan mengapa supervisi klinis diperlukan :

1. Karena tidak ada balikan dari orang yang kompeten sejauh mana praktik profesional kelas memenuhi standar kompetensi dan kode etik.

2. Ketinggalan Iptek dalam pembelajaran, kehilangan identitas profesi, kejenuhan profesional, pelanggaran kode etnik yang akut, mengulang kekeliruan yang masif.

3. Rendahnya apresiasi dan kepercayaan masyarakat dan pemberi pekerjaan. A. Konsep Supervisi Klinik

Uraian konsep supervise klinik ini akan dimulai dengan sejarah perkembangannya. Supervisi klinik mula-mula diperkenalkan dan dikembangkan oleh Morris L. Cogan, Robert Goldhammer, dan Richart Weller di Universitas Harvard pada akhir dasawarsa lima puluhan dan awal dasarwarsa enam puluhan (Krajewski, 1982) Ada dua asumsi yang mendasari praktik supervise klinik, Pertama, Pembelajaran merupakan aktivitas yang sangat kompeks yang memerlukan pengamatan dan analisis secara hati-hati. Kedua, Guru-guru yang profesionalismenya ingin dikembangkan lebih menghendaki cara kesejawatan daripada cara otoriter (Sergiovammi, 1987).

Supervisi klinik dirancang sebagai salah satu model atau pendekatan dalam melakukan supervise pengajaran terhadap calon guru yang sedang berpraktik mengajar. Dalam supervise ini penekanannya pada klinik yang diwujudkan dalam bentuk hubungan tatap muka antara supervisor dan calon guru yang sedang berpraktik. Cigan (1973) mendefinisikan supervise klinik sebagai berikut :

Supervisi klinik pada dasarnya merupakan pembinaan performa guru dalam mengelola proses belajar mengajar. Pelaksanaannya didesain dengan praktis serta rasional. Cogan sendiri menekankan aspek supervise klinik pada lima hal, yaitu :

(1) proses supervise klinik

(2) interaksi antara calon guru dan murid

(3)

(3) performa calon guru dalam mengajar

(4) hubungan calon guru dengan supervisor, dan (5) analisis data berdasarkan peristiwa aktual di kelas

Tujuan supervise klinik adalah membantu memodifikasi pola-pola pengajaran yang tidak atau kurang efektif. Menurut Sergiovanni (1987) ada dua sasaran supervise klinik, yang menurut penulis merefleksikan multi tujuan supervise, pengajaran khususnya untuk mengembangkan profesional dan motivasi kerja guru. Di satu sisi supervise klinik dilakukan untuk menyediakan pengembangan staf bagi guru. Sedangkan menurut dua orang teoritis lainnya, yaitu Acheson dan Gall (1987), tujuan supervise klinik adalah meningkatkan pengajaran guru di kelas. Tujuan ini dirinci lagi ke dalam tujuan yang lebih spesifik, sebagai berikut :

1. Menyediakan umpan balik yang objektif terhadap guru, mengenai pengajaran yang dilaksanakannya.

2. Mendiagnosis dan membantu memecahkan masalah-masalah pengajaran. 3. Membantu guru mengembangkan keterampilannya menggunakan strategi

pengajaran.

4. Mengevaluasi guru untuk kepentingan promosi jabatan dan keputusan lainnya.

5. Membantu guru mengembangkan satu sikap positif terhadap pengembangan profesional yang berkesinambungan.

Demikianlah sekilas konsep supervise klinik dan apabila disimpulkan, karakteristik supervisi klinik sebagai berikut ;

1. supervise klinik berlangsung dalam bentuk hubungan tatap muka antara supervisor dan guru.

2. tujuan supervise klinik adalah untuk pengembangan profesional guru. 3. kegiatan supervise klinik ditekankan pada aspek-aspek yang menjadi

perhatian guru serta observasi kegiatan pengajaran di kelas.

4. analisis terhadap hasil observasi harus dilakukan bersama antara supervisor dan guru serta

(4)

5. hubungan antara supervisor dan guru harus bersifat kolegial bukan otoritarian.

6. hubungan antara supervisor dan guru harus bersifat kolegial bukan otoritarian.

B. Beberapa Penelitian Supervisi Klinik

Sejak supervisi klinik diperkenalkan dan dikembangkan, pada akhir tahun lima puluhan dan enam puluhan, penelitian efektivitas klinik dalam praktik mengajar belum dilaksanakan secara luas dan mendalam.

Flanders (1970) yang lebih memusatkan perhatiannya pada analisis interaksi dalam supervisi klinik menemukan bahwa melalui klinik supervisor dapat membantu guru untuk menganalisis interaksi yang dilakukan di kelas. Blumberg dan Amidon menemukan, bahwa para guru lebih menyukai dan menghargai penerapan komunikasi tidak langsung yang merupakan unsur penting dalam supervise klinik. Komunikasi tidak langsung itu melahirkan model supervisi klinik yang bergaya tidak langsung pula. Berdasarkan penelitiannya, Shinn menemukan dua kesimpulan mengenai supervise klinik yaitu :

1. para guru banyak yang mengatakan bahwa teknik supervise teknik sangat bermanfaat, dan

2. para guru lebih menyukai supervise klinik yang berbentuk tidak langsung.

Dalam prose supervise klinik selalu terdapat kegiatan yang disebut dengan istilah post conference, yang dilakukan setelah dilakukan observasi kelas. Di sini supervisor bersama guru menganalisis kegiatan belajar mengajar yang telah di observasi sebelumnya.

Tuckman dan Yates (1980) pernah melakukan penelitian tentang efektivitas pemberian balikkan dalam meningkatkan keterampilan mengajar guru.

Pada tahun 1984, Mantja pernah melakukan penelitian tentang efektivitas supevisi klinik dalam pembimbingan praktik mengajar mahasiswa IKIP Malang (sekarang menjadi Universitas Megeri Malang) sebagai studi eksprimentasi kuasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah

(5)

kelompok mahasiswa yang dibimbing dengan supervise klinik menunjukkan prestasi keberhasilan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelompok mahasiswa yang dibimbing secara tradisional.

Data utama penelitian ini adalah nilai latihan praktik mengajar (dua nilai latihan awal dan dua nilai latihan akhir dari delapan kali penampilan mengajar).

C. Siklus Supervisi Klinik

Penjelasan konsep supervise klinik dan beberapa hasil penelitian tentang efektivitasnya membawa kita untuk meyakini betapa pentingnya supervise klinik sebagai satu pendekatan dalam mengembangkan pengajaran guru. Menurut Cogan (1973), ada delapan kegiatan dalam supervise klinik yang dinamainya dengan siklus supervise klinik. Kedelapan tahap yang dikemukakan oleh Cogan adalah sebagai berikut.

1. tahap membangun dan memantapkan hubungan guru dengan supervisor 2. tahap perencanaan bersama guru

3. tahap perencanaan strategi observasi 4. tahap observasi pengajaran

5. tahap analisis proses belajar mengajar 6. tahap perencanaan strategi pertemuan 7. tahap pertemuan, dan

8. tahap penjajakan rencana pertemuan berikutnya

Menurut Monsher dan Purpel (1972), ada tiga aktivitas dalam proses supervise klinik yaitu ;

1. tahap perencanaan 2. tahap observasi dan 3. tahap evaluasi dan analisis

Menurut Oliva (1984) ada tiga aktivitas esensial dalam proses supervise klinik yaitu :

1. kontak dan komunikasi dengan guru untuk merencanakan observasi klinik 2. observasi kelas, dan

3. tindak lanjut observasi kelas

(6)

Sedangkan menurut Goldhammer, Anderson dan krajewski (1981) ada lima kegiatan dalam proses supervise klinik yang disebutnya dengan sequence of supervision, yaitu :

1. pertemuan sebelum observasi 2. observasi

3. analisis dan strategi 4. pertemuan supervise dan

5. analisis sesudah pertemuan supervise

Demikianlah, walaupun berbeda deskripsi oleh para teoritisi di atas tentang langkah proses supervise klinik, namun sebenarnya langkah-langkah ini bisa dikembangkan pada tiga tahap esensial yang berbentuk siklus, yaitu (1) tahap pertemuan awal, (2) tahap observasi mengajar, dan (3)_ tahap pertemuan balikkan.

1. Tahap Pertemuan Awal

Tahap pertama dalam proses supervise klinik adalah tahap pertemuan awal (perconference). Pertemuan awal ini dilakukan sebelum melaksanakan observasi kelas, sehingga banyak juga para teoritisi supervise klinik yang menyebutnya dengan istilah tahap pertemuan sebelum observasi (preobservation conference). Menurut Sergiovanni (1987), tidak ada tahap yang lebih penting daripada tahap pertemuan awal ini.

Tujuan utama pertemuan awal ini adalah untuk mengembangkan secara bersama-sama antara supervisor dan guru, kerangka kerja observasi kelas yang akan dilakukan. Hasil pertemuan awal ini adalah kesepakatan (contract) kerja antara supervisor dan guru.

(7)

GAMBAR BAGAN

Secara tehnis, ada delapan kegiatan yang harus dilaksanakan dalam pertemuan awal ini, yaitu :

(1) menciptakan suasana yang akrab dan terbuka

(2) mengidentifikasikan aspek-aspek yang akan dikembangkan guru dalam pengajaran.

(3) menerjemahkan perhatian guru dalam tingkah laku yang bisa diamati.

(4) Mengidentifikasi prosedur untuk memperbaiki pengajaran guru, (5) Membantu guru memperbaiki tujuannya sendiri,

(6) Menetapkan waktu observasi kelas, dan

(7) Memperjelas konteks pengajaran dengan melihat data yang akan direkam.

(8)

Goldhammer, Anderson dan Krajewski (1981) mendeskripsikan satu agenda yang harus dihasilkan pada akhir pertemuan awal.

2. Tahap Observasi Pengajaran

Tahap kedua dalam proses supervise klinik adalah tahap observasi pengajaran secara sistematis dan objektif. Perhatian observasi ini ditujukan pada guru dalam bertindak dan kegiatan-kegiatan kelas sebagai hasil tindakan guru. Waktu dan tempat observasi mengajar sesuai dengan kesepakatan bersama antara supervisor dan guru pada waktu mengadakan pertemuan awal.

Menurut Daresh (1989), ada dua aspek yang harus diputuskan dan dilaksanakan oleh supervisor sebelum dan selama melaksanakan observasi mengajar, yaitu menentukan aspek-aspek yang diobsrevasi dan bagaimana cara mengobservasinya. Mengenai aspek-aspek yang akan diobservasi harus sesuai dengan hasil diskusi bersama antara supervisor dan guru pada waktu pertemuan awal.

Tujuan utama pengumpulan data adalah untuk memperoleh informasi yang nantinya akan digunakan untuk mengadakan tukar pikiran dengan guru setelah observasi terakhir, sehingga guru bisa menganalisis secara cermat aktivitas-aktivitas yang telah dilakukannya di kelas. Di sinilah letak pentingnya teknik dan instrument observasi yang bisa digunakan untuk mengobservasi guru dalam mengelola proses belajar mengajar.

Acheson dan Gall (1987) mereview beberapa teknik dan menganjurkan kita untuk menggunakannya dalam proses supervise klinik. Beberapa teknik tersebut adalah sebagai berikut :

1. Selective verbatim, Di sini supervisor membuat semacam rekaman tertulis yang biasa disebut dengan verbatim transcript. Transkip ini bisa ditulis langsung berdasarkan pengamatan dan bisa juga menyalin dari apa yang direkam terlebih dahulu melalui tape recorder.

2. Rekaman observasional berupa seating chart. Di sini supervisor mendokumentasikan perilaku murid-murid sebagaimana mereka berinteraksi dengan seorang guru selama pengajaran berlangsung.

(9)

Seluruh kompleksitas perilaku dan interaksi dideskripsi secara bergambar.

3. Wide lens techniques. Di sini supervisor membuat catatan yang lengkap mengenai kejadian-kejadian di kelas dalam cerita yang panjang lebar. Teknik ini bisa juga disebut anecdotal record.

4. Checklists and timeline coding. Di sini supervisor mengobservasi dan mengumpulkan data perilaku belajar mengajar. Dalam analisis ini, aktivitas kelas diklasifikasikan menjadi tiga kategori besar, yaitu pembicaraan guru, pembicaraan murid, dan tidak ada pembicaraan (silence)

3. Tahap Pertemuan Balikan

Tahap ketiga dalam proses supervisi klinik adalah tahap pertemuan balikan. Pertemuan balikanini dilakukan segera setelah melaksanakan observasi pengajaran, dengan terlebih dahulu dilakuakn analisis terhadap hasil observasi. Tujuan utama pertemuan balikanini adalah menindaklanjuti apa saja yang dilihat oleh supervisor, sebagao observer, terhadap proses belajar mengajar.

Pertemuan balikan ini merupakan tahap yang penting untuk mengembangkan perilaku guru dengan cara memberikan balikan tertentu. Balikan ini harus deskriptif, spesifik, konkret, bersifat memotivasi, aktual, dan akurat, sehingga betul-betul bermanfaat bagi guru (Sergiovanni, 1987). Paling tidak ada lima manfaat pertemuan balikan bagi guru sebagaimana dikemukakan oleh Goldhammer, Anderson, dan Krajewski (1981), yaitu :

(1) Guru bisa diberi penguatan dan kepuasan, sehingga bisa termotivasi dalam karyanya,

(2) Isu-isu dalam pengajaran bisa didefinsikan bersama supervisor dan guru dengan tepat,

(3) Supervisor, bila mungkin perlu, bisa berupaya mengintervensi guru secara langsung untuk memberikan bantuan didaktis dan bimbingan, (4) Guru bisa dilatih dengan teknik ini untuk melakukan supervisi terhadap dirinya sendiri, dan

(10)

(5) Guru bisa diberi pengetahuan tambahan untuk meningkatkan tingkat analisis profesional diri pada masa yang akan datang.

Oleh sebab inilah banyak teoritis menganjurkan agar pertama-tama yang harus dilakuakn oleh supervisor dalam setiap pertemuan balikan adalah memberikan penguatan (reinforment) terhadap guru. Baru setelah itu dilanjutkan dengan analisis bersama setiap aspek pengajaran yang menjadi perhatian supervisi klinik. Berikut ini adalah beberapa langkah penting yang harus dilakukan selama pertemuan balikan.

1. Menanyakan perasaan guru secara umum atau kesannya terhadap pengajaran yang dilakukan, kemudian supervisor berusaha memberikan penguatan (reinforcement).

2. Menganalisis pencapaian tujuan pengajaran. Di sini supervisor bersama guru mengidentifikasi perbedaan antara tujuan pengajaran yang direncanakan dengan tujuan pengajaran yang dicapai.

3. Menganalisis target keterampilan dan perhatian utama guru. Di sini supervisor bersama guru mengidentifikasi target keterampilan dan perhatian utama yang telah dicapai dan yang belum dicapai.

4. Supervisor menanyakan perasaannya setelah menganalisis target keterampilan dan perhatian utamanya.

5. Menyimpulkan hasil dari apa yang telah diperolehnya selama proses supervisi klinik.

6. Mendorong guru untuk merencanakan latihan-latihan berikut sekaligus menetapkan rencana berikutnya.

Faktor yang sangat menentukan keberhasilan supervisi klinik sebagai satu pendekatan supervisi pengajaran adalah kepercayaan (trust) pada guru bahwa tugas supervisor semata-mata untuk membantu mengembangkan pengajaran guru.

(11)

D. Orientasi Perilaku Supervisi Pengajaran

Dalam proses supervisi klinik, perilaku supervisor menentukan keberhasilannya dalam membantu mengembangkan guru. Menurut Glickman (1981), perilaku supervisor dalam proses supervise pengajaran meliputi :

1. Mendengarkan 2. Mengklarifikasikan, 3. Mendorong, 4. Mempresentasikan, 5. Memecahkan masalah, 6. Bernegosiasi, 7. Mendemonstrasikan, 8. Memastikan, 9. Standardisasi, dan 10. Menguatkan

Perilaku supervise pengajaran terbentang dalam satu garis continue. Semakin ke kanan tanggung jawab supervisor (S) semakin banyak (maksimum), sedangkan tanggung jawab guru (g) sedikit. Perilaku supervisi yang demikian ini berarti berorientasi langsung (the directive orientation to supervision). Sebaliknya, semakin ke kiri tanggung jawab supervisi yang demikian ini berarti berorientasi tidak langsung (the nondirective to supervisi). Sedangkan pada kawasan tengah, seperti presentasi, pemecahan masalah, dan negosiasi, tanggung jawab antara supervisor dan guru sama. Perilaku supervisi yang demikian ini berarti berorientasi kolaboratif (the collaborative to supervision).

1. Orientasi Langsung

Orientasi perilaku supervisi yang pertama adalah orientasi langsung. Menurut Glickman (1981), supervisi pengajaran berorientasi langsung akan mencakup perilaku-perilaku pokok, berupa klarifikasi, presentasi, demonstrasi, penegasan, standardisasi, dan penguatan. Hasil akhir dari perilaku supervisi pengajaran ini adalah tugas bagi guru yang harus dikerjakan dalam satu periode waktu tertentu.

(12)

Apabila supervisor akan menggunakan orientasi langsung dalam melaksanakan supervisi pengajaran, bentuk aplikasinya sebagai berikut : pertama, pada saat pertemuan awal, supervisor mengklarifikasikan masalah-masalah yang dihadapi oleh guru dan barangkali sambil bertanya kepada guru yang bersangkutan untuk melakukan konfirmasi dan revisi seperlunya.

Kedua, dilanjutkan dengan observasi kelas. Di sini peran supervisor adalah sebagai pengamat untuk mengetahui kondisi sebenarnya atau bagaimana seharusnya dipecahkan. Ketiga, pada pertemuan balikan, setelah data dikumpulkan dan di analisis, supervisor menegaskan dan mendemonstrasikan tindakan-tindakan pengajaran yang mungkin bisa dilakukan oleh guru.

Pendek kata, ada lima perilaku supervisor yang akan sangat menonjol dalam orientasi ini, yaitu :

1. Mengklarikasi masalah-masalah guru, baik melalui pertemuan awal maupun observasi kelas.

2. Mempresentasikan ide-ide pemecahan masalah.

3. Mendemonstrasikan, sebagai contoh, ide-ide pemecahan masalah yang harus dilakukan oleh guru, sebagai tugas guru.

4. Menetapkan standar pelaksanaan tugas pemecahan masalah.

5. Memberikan reinforcement kepada guru agar ia melaksanakan tugas yang diberikan.

2. Orientasi Kolaboratif

Orientasi perilaku supervisi pengajaran yang kedua adalah orientasi kolaboratif. Menurut Glickman (1981) supervisi pengajaran yang berorientasi akan mencakup perilaku-perilaku pokok, berupa mendengarkan, mempresentasikan, pemecahan masalah, dan negosiasi. Hasil akhir dari perilaku supervisi pengajaran ini adalah kontrak kerja antara supervisor dan guru. Asumsi yang mendasari orientasi supervisi ini adalah sama halnya dengan asumsi yang mendasari psikologi kognitif, bahkan belajar itu merupakan hasil perpaduan anta ra perilaku individu dan lingkungan luarnya.

Apabila supervisor akan menggunakan orientasi kolaboratif dalam melaksanakan supervisi pengajaran, maka bentuk aplikasinya sebagai berikut :

(13)

a. Pertemuan awal

Pada pertemuan awal ini supervisor mendengarkan apa yang dikeluhkan oleh guru, sehingga ia betul-betul memahami masalah-masalah yang dihadapi guru. b. Observasi kelas

Setelah pertemuan awal, dilanjutkan dengan observasi kelas. Pada saat ini, supervisi dengan menggunakan instrumen tertentu mengamati pengajaran guru dan aktivitas murid.

c. Pertemuan balikan

Pada tahap ini supervisor mengajukan beberapa yang telah dibuat sebelumnya. Guru menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh supervisor. Kemudian supervisor bersama guru mulai memecahkan masalah.

Pendek kata ada empat perilaku supervisor yang sangat menonjol dalam orientasi ini, yaitu :

1. Mendengarkan masalah-masalah yang dikemukakan oleh guru, sehingga bisa dipahami secara utuh.

2. Mempresentasikan alternatif-alternatif pemecahan masalah untuk dipadukan dengan alternatif-alternatif pemecahan yang dikemukakan oleh guru.

3. Memecahkan masalah, dalam hal ini supervisor bersama guru membahas alternatif-alternatif pemecahan masalah dan menentukan alternatif terbaik. 4. Supervisor bersama guru mengadakan negosiasi untuk membagi tugas

dalam rangka mengimplementasikan alternatif pemecahan masalah yang terpilih.

3. Orientasi Tidak Langsung

Asumsi yang mendasari orientasi ini adalah sama halnya dengan asumsi yang mendasari psikologi humanistik, bahwa belajar merupakan hasil keinginan individu untuk menemukan rasionalitas dan dasar-dasar dalam dunia ini.

(14)

Menurut Glickman (1981), perilaku supervisi yang berorientasitidak langsung akan mencakup mendengarkan, mengklarifikasi, mendorong, mempresentasikan, dan bernegosiasi. Hasil akhir dari supervisi ini adalah rencana guru sendiri (teacher self-plan). Apabila supervisor pengajaran akan menggunakan orientasi tidak langsung dalam melaksanakan supervisi pengajaran, bentuk aplikasinya adalah sebagai berikut :

a. Pertemuan awal

Dalam pertemuan awal ini supervisor mendengarkan keluhan-keluhan guru.

b. Observasi kelas

Supervisi memasuki kelas untuk mengamati pengajaran. c. Pertemuan balikan

Setelah selesai menganalisis dan menginterpretasikan, supervisor bersama guru mengadakan pertemuan akhir.

Bisa disimpulkan bahwa dalam orientasi tidak langsung ini peran supervisor tidak banyak hanya mengarahkan guru dalam memahami dan memecahkan masalahnya sendiri. Dalam orientasi tidak langsung in guru bertindak sebagai penentu utama tindakan-tindakan yang akan dilakukan pada masa yang akan datang. Guru lah yang harus merencanakan segala sesuatunya yang berhubungan dengan apa yang akan dilakukan.

E. Kriteria Memilih Orientasi Supervisi Pengajaran

Blumberg (1974) menemukan guru-guru itu terbagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok memiliki persepsi yang sangat positif terhadap supervisor yang memiliki orientasi kolaboratif. Tetapi kelompok guru lainnya memiliki persepsi yang sangat positif terhadap supervisor yang memiliki orientasi tidak langsung.

Zin (1977) menanyakan kepada guru tentang preferensinya terhadap tiga tipe konsultasi. Jawaban-jawaban guru, setelah di analisis, menunjukkan bahwa 35% guru memilih model medis/klinik, 46% guru memilih model perilaku

(15)

(behavioral model), dan 19% guru memilih model kesehatan mental (mental health) (Glickman, 1981).

Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan :

(1) Proses supervisi (siklus, teknik balikan) yang dilakukan para supervisor,

(2) Pola pendekatan supervise yang di implementasikan, dan yang lebih disukai para guru,

(3) Respons dan sikap guru terhadap pendekatan supervisi itu,

(4) Karakteristik budaya etnik yang di identifikasi oleh para pendukung nilainya, dan

(5) Dampak karakteristik budaya etnik tersebut terhadap pemilihan pendekatan supervisi

Sebenarnya tidak ada satupun orientasi perilaku supervisi pengajaran yang efektif untuk semua guru. Hal ini sangat ditentukan (tergantung) oleh karakteristik guru, seperti tingkat kemampuan, kebutuhan, minat, kematangan profesional, dan karakteristik personal lainnya (Sergiovanni (1987), dan Daresh (1989)). Sedangkan menurut glickman (1981), ada dua aspek pada guru yang harus dipertimbangkan oleh supervisor sebelum menentukan orientasi, yaitu :

1. Komitmen guru (teacher’s commitment), dan

2. Kemampuan berpikir guru secara abstrak (teacher’s ability to think abstractly).

1. Tingkat Komitmen

Aspek pertama yang harus dipertimbangkan dalam menentukan orientasi perilaku supervisi pengajaran adalah tingkat komitmen guru. Ciri-ciri seorang guru yang rendah komitmennya cenderung sebagai berikut :

(1) Sedikit sekali perhatiannya terhadap murid-murid

(2) Waktu yang disediakan untuk mengembangkan kerjanya sangat sedikit, (3) Perhatiannya hanya mempertahankan jabatannya.

Sedangkan seorang guru yang komitmennya tinggi cenderung sebagai berikut :

(16)

(1) Perhatiannya tinggi terhadap murid-murid dan guru-guru lainnya, (2) Waktu dan tenaga yang disediakan banyak sekali dan

(3) Perhatian utamanya adalah bekerja sebanyak mungkin bagi kepentingan orang lain

2. Tingkat abstraksi

Aspek kedua yang harus dipertimbangkan dalam menentukan orientasi perilaku supervisi pengajaran adalah tingkat abstraksi guru. Tingkat abstraksi guru yang dimaksudkan di sini adalah tingkat kemampuan guru dalam mengelola pengajaran, mengklarifikasi masalah-masalah pengajarannya (pengelolaan, disiplin, pengorganisasian, dan minat murid), menentukan alternatif pemecahan masalah, dan kemudian merencanakan tindakan-tindakannya.

Menurut Glickman (1981), tingkat berpikir abstraksi guru terbentang dalam satu garis kontinum, mulai dari rendah, menengah, sampai tinggi. Guru-guru yang memiliki kemampuan berpikir abstrak rendah tidak merasa bahwa mereka memiliki masalah-masalah pengajaran, atau, apabila mereka merasakannya mereka sangat bingung tentang masalahnya.

Guru-guru yang memiliki kemampuan berpikir abstrak menengah biasanya bisa mendefinisikan masalah berdasarkan bagaimana mereka melihatnya. Sedangkan guru-guru yang memiliki kemampuan abstrak tingkat tinggi bisa memandang masalah-masalah pengajaran dari banyak perspektif (diri sendiri, murid, orang tua, administrator, dan alat pelajaran), dan mengumpulkan banyak rencana alternatif. Sebagaimana divisualisasikan yang menunjukkan ada empat kategori guru.

Pertama, guru-guru yang dikategorikan sebagai teacher drop outs. Guru-guru demikian ini memiliki komitmen dan kemampuan berpikir abstrak yang rendah. Kedua, guru-guru yang bisa dikategorikan tinggi tetapi tingkat kemampuan berpikir abstraknya rendah. Ketiga, guru-guru yang dikategorikan sebagai analytical observers. Guru-guru demikian ini memiliki kemampuan berpikir abstrak tinggi, tetapi komitmennya rendah. Sedangkan keempat, guru-guru yang dikategorikan sebagai profesional. Guru-guru-guru demikian ini memiliki komitmen dan kemampuan berpikir abstrak yang tinggi.

(17)

KESIMPULAN

Supervisi klinik merupakan satu strategi yang sangat berguna dalam supervisi, sebagai pengembangan pengajaran guru. Supervisi klinik ini diperkenalkan dan dikembangkan oleh Morris L. Cogan, Robert Goldhammer, dan Richart Weller di Universitas Harvard. Pada mulanya supervisi klinik ini dirancang sebagai salah satu model atau pendekatan dalam melaksanakan supervisi pengajaran terhadap calon guru yang sedang berpraktik mengajar.

Supervisi klinik merupakan suatu proses, yang terdiri dari sejumlah tahapan yang berbentuk siklus. Banyak teoritisi memberikan deskripsi yang berbeda mengenai siklus supervisi klinik, namun, sebenarnya langkah-langkah ini bisa dikembalikan pada tiga tahap esensial yang berbentuk siklus. Ketiga tahap itu meliputi :

(1) Tahap pertemuan awal,

(2) Tahap observasi mengajar, dan (3) Tahap pertemuan balikan

Ada tiga macam orientasi perilaku supervisi pengajaran, yaitu orientasi langsung, orientasi kolaboratif, dan orientasi tidak langsung. Setiap orientasi ini memiliki makna tertentu, yaitu bagaimana supervisor melayani guru.

Ada dua variabel yang harus dipertimbangkan dalam menentukan orientasi perilaku supervisi pengajaran.

Gambar

GAMBAR BAGAN

Referensi

Dokumen terkait

Penurunan kesehatan seseorang yang mengonsumsi minuman berenergi biasanya dikaitkan dengan kandungan kafein didalamnya, sehingga pada penelitian ini ditujukan untuk

ß Meskipun di kebanyakan negara tingkat pengangguran di kalangan tenaga kerja muda sedikit menurun di tahun 2010 (setelah meningkat tajam di tahun 2008 dan 2009), hanya di

penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara pembelajaran MFI berbasis laboratorium riil dengan virtual pada pokok bahasan Laju Reaksi terhadap

Skenario pompa yang baik digunakan pada sumur A-1 yaitu skenario pertama, dimana pada pompa sucker rod menggunakan stroke length 67 in dan diameter pompa 2.25 in, dengan

(I يرﺎﻤﻴﺑ دﺎﺘﺳا ناﺮﻳا ،ناﺮﻬﺗ ،ناﺮﻳا ﻲﻧﺎﻣرد ﻲﺘﺷاﺪﻬﺑ تﺎﻣﺪﺧ و ﻲﻜﺷﺰﭘ مﻮﻠﻋ هﺎﮕﺸﻧاد ،مﺮﻛا لﻮﺳر نﺎﺘﺳرﺎﻤﻴﺑ ،ﺖﺳﻮﭘ ﺶﺨﺑ ،ﺖﺳﻮﭘ يﺎﻫ (II

Perubahan Rencana Kerja (Renja) Perangkat Daerah merupakan instrumen wajib sebagai pedoman perangkat daerah yang disusun untuk menyediakan kerangka logis rencana kerja bagi

Hasil uji statistic bivariat dengan chi square pada responden didapatkan bahwa faktor usia, pendidikan, pengalaman, informasi mempunyai pengaruh terhadap pengetahuan polisi

Segala bentuk kebijakan yang diterapkan tentunya mempunyai kelebihan dan kekurangan serta problematika dalam pelaksanaannya, hal ini terbukti ketika penilaian