• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESANTUNAN BERBAHASA MINANGKABAU SISWA KELAS VIII F DALAM PROSES PEMBELAJARAN DI SMPN 2 PULAU PUNJUNG KABUPATEN DHARMASRAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KESANTUNAN BERBAHASA MINANGKABAU SISWA KELAS VIII F DALAM PROSES PEMBELAJARAN DI SMPN 2 PULAU PUNJUNG KABUPATEN DHARMASRAYA."

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

KESANTUNAN BERBAHASA MINANGKABAU SISWA KELAS VIII F DALAM PROSES PEMBELAJARAN DI SMPN 2 PULAU PUNJUNG

KABUPATEN DHARMASRAYA Ulil Azmi,1 Wahyudi Rahmat,2 Risa Yulisna2 1

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Sumatera Barat 2

Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Sumatera Barat

ulilazmi1994@yahoo.com

ABSTRACT

This research is based on the number of students encountered when communicating with friends who are the same age and with teachers using language that is less polite. And that's all in the learning process. This form of politeness is examined based on the form of modesty in Minangkabau language and the principle of class language politeness of class VIII students. F in the learning process. This study aims to describe the politeness of class VIII students. F in the learning process at SMPN 2 Punjun Island Dharmasraya District. This research type is qualitative research with descriptive method. The data source of this research is the students of class VIII. F. Data collection techniques by recording students' speech in the learning process and record according to what is required. Collect marked data into tables. Then the technique of data analyzer that is data of data. Identify data based on the theory that has been established in this study, categorize data based on the theory that has been established in this study, representing data by way of interpretation and discussion based on theoretical framework to draw conclusions. The results of this study indicate that the form of SMPs in language class VIII. F in the learning process at SMPN 2 Pulau Punjung Dharmasraya District. The form of politeness that many found in this research is politeness based on the form of modesty speaking Minangkabau kato mandata and based on the principle of language politeness is the maxim of humility. Through students' language politeness to friends of the same age and to the teacher can be learned how important the politeness used in the language. Keywords: Principle of Civility, Behavior of politeness, politeness of language

PENDAHULUAN

Bahasa merupakan suatu alat yang digunakan untuk beriteraksi dengan sesama manusia, artinya

bahasa digunakan sebagai alat

komunikasi yang bertujuan agar

pesan yang disampaikan dapat

dimengerti oleh seseorang sehingga

tidak terjadi kesalahpahaman saat melakukan interaksi dengan orang lain. Dengan adanya bahasa, manusia

dapat menyampaikan gagasan,

pikiran, pendapat dan keinginannya terhadap manusia lainnya.

Dalam bahasa terdapat kajian pragmatik yang merupakan kajian

(2)

tentang makna bahasa dalam konteks tertentu. Pragmatik sebagai cabang

ilmu bahasa mengkaji tentang

maksud suatu ujaran yang memiliki satuan analisis berupa kesantunan berbahasa. Kesantunan berbahasa merupakan hal yang memperlihatkan kesadaran akan martabat orang lain

dalam berbahasa baik saat

menggunakan bahasa lisan maupun tulisan. Kesantunan dalam berbahasa

dapat diwujudkan berdasarkan

prinsip kesantuanan berbahasa

diantaranya, maksim kebijaksanaan,

maksim penerimaan, maksim

kemurahan, maksim kerendahan hati, maksim kecocokan dan maksim kesimpatian.

Salah satu ajaran yang

memberikan pembelajaran

kesantuanan berbahasa adalah adat

Minangkabau. Daerah yang

menganut ajaran adat Minangkabau Kabupaten Dharmasraya. Kabupaten Dharmasraya memiliki masyarakat yang heterogen, baik dari segi

pendidikan, ekonomi, dan

lingkungan sosial. Dalam suatu

kelompok masyaratakat setiap

anggota kelompok memiliki

kepribadian yang berbeda sehingga

mempengaruhi bahasa yang

dituturkannya. Bahasa menjadi ciri pembeda dengan daerah yang lain. Berbagai macam suku yang ada di

Kabupaten Dharmasraya seperti;

Jawa, Batak, Sunda, dan

Minangkabau, semua itu memiliki ciri bahasanya masing-masing.

Seseorang berbicara santun menggunakan bahasa Minangkabau,

berdasarkan wujud kesantunan

berbaasa Minangkabau. Seseorang yang santun dalam berbahasa disebut dengan orang yang berbudi, dan orang berbudi dalam pergaulannya akan selalu berbahasa dengan lemah lembut. Kata-kata, tindakan, dan

perbuatannya selalu dapat

menyenangkan siapa saja yang melihat dan mendengar. Adanya

ragam bahasa ini tentu saja

berhubungan dengan daerah tempat bahasa itu digunakan. Karena bahasa Minangkabau setiap daerah berbeda, baik dari logatnya yang khas, maupun dari makna tuturan yang diucapkan. Apakah itu santun atau tidak, masih kurang diperhatikan dalam bertutur.

(3)

Seseorang yang santun dalam berbahasa disebut sebagai seseorang yang tau jo nan ampek (tidak tahu dengan yang empat). istilah nan

ampek yaitu (1) kato mandaki, yaitu

cara bertutur kata kepada orang yang lebih besar, (2) kato mandata, yaitu cara bertutur kata sesama besar atau sebaya (3) kato manurun, yaitu cara bertutur kata dengan orang yang lebih kecil, dan (4) kato malereng, yaitu cara bertutur kata dengan sumando atau besan serta orang lain yang disegani. Kato nan ampek tersebut merupakan wujud dari

kesantunan berbahasa di

Minangkabau.

Kato nan ampek selalu

dipakai dimana dan kapanpun, baik itu di rumah, sekolah, maupun di tempat umum. Sekolah sebagai sarana pendidikan tidak terlepas dari adanya interaksi antara penutur dan mitra tutur, baik guru dengan siswa, guru sesama guru dan bahkan siswa sesama siswa. Sekolah tidak hanya tempat menuntut ilmu saja tetapi juga bagaimana membentuk karakter seorang siswa dalam bertingkah laku dan santun dalam bertutur sesama masyarakat sekolah. Bahasa yang

santun harus diwujudkan dalam percakapan siswa sesama masyarakat sekolah, baik itu dalam proses belajar maupun di luar proses pembelajaran. Di lingkungan pendidikan siswa dituntut untuk menggunakan bahasa yang santun. Sehingga mereka tidak membuat mitra tutur tersinggung akibat tuturannya.

Di SMPN 2 Pulau Punjung pada umumnya siswa menggunakan bahasa Minangkabau. Setiap siswa memiliki logatnya yang khas dalam

berkomunikasi, bahasa yang

digunakan dalam dominan terdengar tidak santun. Cara berbahasa yang baik tidak diperhatikan lagi, yang penting bahwa pesan atau maksud sudah tersampaikan kepada mitra tutur.

Sedangkan untuk teori prinsip

kesantunan berbahasa digunakan

teori menurut Oktavianus dan Revita

(2013:39) prinsip kesantunan

berbahasa diantaranya: (1) Maksim

kebijaksanaan, (2) Maksim

penerimaan, (3) Maksim kemurahan, (4) Maksim kerendahan hati, (5) Maksim kecocokan, dan (6) Maksim kesimpatian.

(4)

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah

penelitian kualitatif. Metode

penelitian yang digunakan metode deskriptif. Menurut Lincoln dan Guba (dalam Moleong 1994:6) metode deskriptif berupa kta-kata, gambar dan bukan angka-angka. Data penelitian ini adalah berupa data lisan dengan bentuk tuturan siswa sesama siswa dan kepada guru. sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII. F SMPN 2

Pulau Punjung Kabupaten

Dharmasraya.

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih muda dan hasilnya lebih baik. Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri dan disertai tape recorder atau handphone. Tape recorder atau

handphone digunakan untuk

merekam tuturan siswa kelas VIII. F dalam proses pembelajaran.

Metode dan teknik

pengumpulan data dalam penelitian ini metode simak dengan teknik sadap, menyadap atau merekam percakapan objek yang akan diteliti

dengan alat perekam. Kemudian teknik lanjut simak bebas libat cakap, yaitu peneliti tidak ikut serta dalam percakapan atau dialog yang sedang berlangsung.

Teknik-teknik yang

digunakan adalah (1) teknik sadap, (2) teknik simak bebas libat cakap (teknik SLBC), (3) teknik rekam dan

(4) teknik catat. Dengan

mengiventarisasikan data dalam tabel iventarisasi data.

Teknik keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik triagulasi. Menurut

Moleong (2010:330). Teknik

triagulasi merupakan teknik

pemeriksaan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu, untuk keperluan

pengecekkan atau sebagai

perbandingan terhadap data tersebut. Pada penelitian ini teknik triagulasi digunakan adalah teknik triagulasi penyidik. . Sebagai triangulator dalam penelitian ini yaitu Refa Lina Tiawati R, M.Pd. beliau adalah dosen di Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan STKIP (PGRI) Sumatera Barat, dan beliau sebagai

(5)

dosen Mata Kuliah Sosiolinguistik di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di STKIP PGRI Sumatera Barat.

Metode yang digunakan

dalam menganalisis data adalah metode padan dan metode agih.

Menurut Sudaryanto (1993:14)

mengatakan metode padan adalah metode yang alat penentunya di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan. Metode padan yang digunakan padan referensial, padan referensial adalah alat penentunya adalah kenyataan

yang ditunjukan oleh bahasa

(referen) itu sendiri. Metode padan referensial digunakan untuk melihat kenyataan yang ada dalam bahasa itu sendiri dan metode selanjutnya

metode translasional yaitu

menerjemahkan bahasa lain.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat diuraikan hal-hal berikut sesuai dengan teori prinsip kesantunan berbahasa menurut Oktavianus dan Revita (2013:39). Prinsip kesantunan berbahasa dibagi menjadi enam

macam maksim yaitu maksim

kebijaksanaan, maksim penerimaan,

maksim kemurahan, maksim

kerendahan hati, maksim kecocokan dan maksim kesimpatian. Sedangkan

menggunakan wujud kesantunan

berbahasa Minangkabau yaitu kato

mandata dan kato mandaki.

Ditemukan enam jenis maksim yang digunakan siswa kelas VIII. F dalam bertutur kerika proses pembelajaran di SMPN 2 Pulau Pujung Kabupaten

Dharmasraya. Pertama, maksim

kebijaksanaan contoh Kutipan

tuturan siswa A dengan kalimat “

Dipa hebat bahasa Inggris ma buk”

„Dipa pintar bahasa Inggris buk‟ pada percakapan ini siswa B bisa menerima tuturan dari siswa A menjawab dengan santun tanpa menyakiti hati mitra tutur. Adapun maksud tuturan tersebut adalah siswa B menjawab dengan santun dengan mengatakan Dipa pintar bahasa

inggris buk, hal ini mengikuti

maksim kebijaksanaan. Menurut

Oktavianus dan Revita maksim kebijaksanaan mengarahkan peserta tutur untuk berbahasa yang sifatnya meminimalkan kerugian orang lain

dan memaksimalkan keuntungan

(6)

memaksimalkan keuntungan pada mitra tutur, bukan berarti mitra ikut memaksimalkan keuntungan pada diri sendiri juga. Mitra tutur hendaknya memaksimalkan kerugian pada dirinya sendiri. Mitra tutur harus diutamakan. Jadi, tuturan ini

tergolong mengikuti maksim

kebijaksanaan. Kedua maksim

penerimaan contoh Kutipan tuturan siswa B dengan kalimat “samo dak

pandai kito nyia,tu makonyo blajar ”

„kita sama tidak bisa, maka dari itu belajar‟. Pada tuturan tersebut siswa B memaksimalkan kerugian pada diri

sendiri dan meminimalkan

keuntungan diri sendiri. Menurut Oktavianus dan Revita maksim penerimaan mengarahkan peserta tutur untuk memaksimalkan kerugian pada diri sendiri dan meminimalkan keuntungan diri sendiri. Jadi tuturan tersebut termasuk ke dalam maksim

penerimaan yang dikemukakan

Oktavianus dan Revita. Ketiga

maksim kemurahan contoh Kutipan tuturan siswa dengan kalimat “maaf

pak, dak pandai de.” „maaf pak, saya

tidak bisa‟ pada tuturan ini siswa menyanggah perintah dari guru dengan mengatakan kata ‘maaf’ dan

meminimalkan kerugian mitra tutur dengan mengatakan bapak pasti bisa

mengikuti maksim kemurahan.

Menurut pendapat Oktavianus dan Revita (2013:39) maksim kemurahan

peserta tutur dituntut untuk

senantiasa memaksimalkan rasa

hormat pada orang lain dan

meminimalkan rasa tidak hormat pada orang lain. Jadi, pada tuturan

siswa menggunakan prinsip

kesantunan maksim kemurahan.

Keempat contoh maksim kerendahan

hati Kutipan tuturan siswa B dengan kalimat “pidian lah buruak, tulisan

kau yang ancak” „biarlah jelek,

tulisan kamu yang bagus‟ bisa menerima tanggapan dari siswa A. Adapun maksud tuturan tersebut adalah siswa B menjawab dengan santun dengan mengatakan biarlah

jelek, tulisan kamu yang bagus, hal

ini mengikuti maksim kerendahhan hati. Menurut Oktavianus dan Revita (2013:39) maksim kerendahan hati

menuntut setiap peserta tutur

pertuturan untuk sebaiknya

memaksimalkan ketidakhormatan

kepada diri sendiri, dan

meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri. Jadi, tuturan ini tergolong

(7)

mengikuti maksim kerendahan hati.

Kelima maksim kecocokan contoh

Kutipan tuturan siswa B dengan kalimat “lomak duduak siko miang,

dakek ang ko” „enak duduk di sini

dekat kamu‟. Pada uajaran ini siswa

B memaksimalkan kecocokan

dengan siswa A. Maksud tuturan tersebut adalah siswa B menjawab dengan santun dengan mengatakan

enak duduk di sini dekat kamu.

Hal ini mengikuti maksim

kecocokan. Menurut Oktavianus dan

Revita maksim kecocokan

mengarahkan peserta tutur untuk

memaksimalkan kecocokan dan

meminimalkan ketidakcocokan di antara mereka. Kecocokan bermuara

kepada kesantunan sedangkan

ketidakcocokan dapat menciptakan ketidaksantunan. Jadi, pada tuturan

siswa B menggunakan prinsip

kesantunan maksim kecocokan

dalam tuturannya. Keenam maksim kesimpatian contoh Kutipan tuturan siswa A dengan kalimat “woi berang

ibuk beko, galak-galak jo kalian!”

„woi, nanti ibuk marah, kalian

ketawa-ketawa terus!‟ memberi

nasihat kepada siswa lain dengan teguran dari siswa A. Jika leksikal

woi tidak dilesapkan akan merubah makna tuturan tersebut menjadi kurang santun, maka dari itu kata woi dilesapkan menjadi nanti ibuk

marah, kalian ketawa-ketawa terus!. Hal ini mengikuti maksim

kesimpatian. Menurut Oktavianus dan Revita maksim kesimpatian menuntut setiap peserta tutur untuk memaksimalkan kesimpatiannya dan

meminimalkan rasa antipatinya

kepada mitra tutur. Jika salah satu

peserta tutur memperoleh

kesuksesan, sudah sepatutnya peserta tutur yang lain menunjukan rasa simpatinya melalui ucapan selamat.

Sebaliknya bila peserta tutur

mendapat musibah, peserta tutur lain

hendaknya mengucapkan

belasungkawa. Jadi, tuturan siswa A termasuk ke prinsip kesantunan maksim kesimpatian.

KESIMPULAN

Berdasarkan data yang telah dianalisis pada bab IV, maka kesimpulan pada penelitian ini tentang bentuk ujaran kesantunan berbahasa Minangkabau siswa kelas VIII. F dan prinsip kesantunan dalam proses pembelajaran di SMPN 2

(8)

Pulau Punjung Kabupaten Dharmasraya sebagai berikut.

Pertama, bentuk ujaran kesantunan berbahasa Minangkabau yang digunakan siswa dalam proses pembelajaran di SMPN 2 Pulau Punjung Kabupaten Dharmasraya ada dua macam wujud kesantunan berbahasa Minangkabau yaitu, kato

mandata (kata mendatar) dan kato mandaki (kata mendaki). Dalam

proses pembelajarn lebih banyak

siswa menggunakan wujud

kesantunan berupa kato mandata, karena kato mandata digunakan dalam bertutur kepada teman sebaya atau seumuran, agar mitra tutur tidak merasa tersinggung dengan ucapan

yang dituturkan. Selanjutnya

penggunaan wujud kesantunan

berupa kato mandaki lebih jarang

digunakan siswa, karena kato

mandaki digunakan kepada orang

yang lebih tua dari mitra tutur.

Kedua, berdasarkan prinsip

kesantunan berbahasa Minangkabau yang digunakan siswa untuk bertutur dalam proses pembelajaran di SMPN

2 Pulau Punjung Kabupaten

Dharmasraya, ada enam prinsip

kesantunan yaitu, maksim

kebijaksanaan, maksim penerimaan,

maksim kemurahan, maksim

kerendahan hati, maksim kecocokan

dan maksim kesimpatian.

Penggunaan prinsip kesantunan

tersebut dapat di lihat sebagai berikut. Dari data berjumlah 23 diuraikan menjadi enam berdasarkan

prinsip kesantunan. Maksim

kebijaksanaan 6 data, maksim

penerimaan 4 data, maksim

kemurahan 3 data, maksim

kerendahan hati 5 data, maksim kecocokan 2 data dan maksim kesimpatian 4 data. Jadi, dari uraian tersebut dapat di simpulkan bahwa siswa lebih sering menggunakan

prinsip kesantunan maksim

kebijaksanaan dengan mitra tuturnya dalam proses pembelajaran, dan siswa lebih jarang menggunakan maksim kecocokan.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi Anas dan Jauhar

Mohammad. 2015.

Dasar-dasar

Psikolinguistik.Jakarta:

Prestasi Pustakaraya Chaer, Abdul. 2010. Kesantunan

Berbahasa. Jakarta: PT

(9)

Geoffrey, Leech. 1993.

Prinsip-prinsip Kesantunan.

Jakarta: Universitas

Indonesia (UI –Press.) Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi

Penelitian Kualitatif.

Bandung:Remaja Rosda

Karya.

Oktavianus dan Revita. 2013.

Kesantunan Dalam

Bahasa Minangkabau.

Padang: Minangkabau

Press

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka

Teknik Analisis Bahasa “pengantar penelitian

wahana kebudayaan

secara linguistis”.

Yogyakarta: Universiti

Referensi

Dokumen terkait

Prosedur ini digunapakai oleh Jawatankuasa Dokumentasi, Pengawal Dokumen dan pihak-pihak yang terlibat untuk mewujud, menyemak, melulus, meminda, mengedar, mengindeks

dalam Bhinneka Tunggal Ika”, maka Anda perlu mengikuti aktivitas pembelajaran sebagai berikut. 1) Memberikan motivasi peserta diklat untuk mengikuti proses pembelajaran

Medical Center ITS (MC ITS) merupakan klinik yang dimiliki oleh Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Medical Center ITS melayani pasien dari civitas akademik ITS dan

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa variabel Peningkatan Pelayanan (X1), Penertiban Administrasi (X2), dan Pengawasan (X3) secara simultan memiliki

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa variabel citra merek dan harga memilki pengaruh kepada minat beli, menurut Buchari Alma (2008:121) syarat-syarat dari

Berdasarkan latar belakang di atas yang masih ditemui perbedaan hasil penelitian sebelumnya mengenai pengaruh profitabilitas, kebijakan dividen, dan juga struktur

PROJECT MILESTONE in 1 st Semester National Commitment from stakeholders WS MCQ review, IBA, CBT Center in national & regional; Standard Setting WS OSCE

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran