• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. (Systemic Inflamatary Respons Syndrome-SIRS) yang terjadi sebagai akibat infeksi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. (Systemic Inflamatary Respons Syndrome-SIRS) yang terjadi sebagai akibat infeksi"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

9 2.1 Sepsis Neonatorum

Neonatus adalah bayi baru lahir yang berusia 0 sampai 28 hari. Neonatus dibagi menjadi dua yaitu neonatus dini bayi baru lahir sampai berumur 7 hari dan neonatus lanjut bayi yang berumur 8-28 hari.

Definisi sepsis adalah sindrom/kumpulan gejala respon inflamasi sistemik (Systemic Inflamatary Respons Syndrome-SIRS) yang terjadi sebagai akibat infeksi bakteri, virus, jamur ataupun parasit (Aminullah, 2014). Departemen Kesehatan RI (2007) mendefinisikan sepsis neonatus adalah suatu sindrom klinis dari penyakit sistemik karena infeksi selama satu bulan pertama kehidupan bayi yang disebabkan antara lain oleh bakteri, virus, jamur dan protozoa (Mohtar, 2005).

Sepsis neonatorum merupakan sindrom klinis bakteremia yang ditandai gejala dan tanda sistemik terutama pada bulan pertama kehidupan. Sepsis neonatorum dibedakan menjadi dua jenis yaitu Sepsis Awitan Dini (SAD) timbul dalam 72 jam pertama kehidupan dan Sepsis Awitan Lambat (SAL) yang timbul setelah 72 jam kehidupan (Jain, 2003).

Infeksi pada neonatus dapat terjadi pada saat fase antenatal yaitu infeksi yang berasal dari ibu melewati plasenta dan umbilikus yang masuk ke janin, disebabkan oleh Streptococcus group B (SGB). Infeksi disebabkan oleh virus

(2)

menembus plasenta, antara lain virus rubella, herpes, sitomegalokoksaki, influesa, parotitis. Bakteri yang dapat melewati plasenta antara lain malaria, sipilis dan toxoplasma. Infeksi pada fase intranatal yaitu infeksi yang berasal dari vagina yang sering menyebabkan ketuban pecah dini lebih dari 18-24 jam. Hal ini dapat menyebabkan bayi terkontaminasi kuman melalui saluran pernapasan ataupun saluran cerna (Aminullah, 2014). Cara lain yaitu saat persalinan, dimana infeksi terjadi pada janin melalui kulit bayi atau port de entre yaitu saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman misalnya herpes genetalia, candida albicans dan gonorrhea. Infeksi yang didapat saat pascanatal yaitu infeksi yang terjadi sesudah kelahiran yang disebabkan infeksi nosokomial dari lingkungan di luar rahim (melalui alat-alat penghisap lendir, selang endotrakea, infus, selang nasogastrik, botol minuman (dot). Perawat atau tenaga kesehatan yang bertugas memberikan asuhan kepada bayi, dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial. Infeksi ini juga dapat melalui luka umbilikus (Surasmi, 2003).

2.2 Gejala Sepsis

Menurut Surasmi (2003), tanda dan gejala sepsis neonatorum biasanya tidak jelas dan non spesifik. Tanda dan gejala dari sepsis neonatorum berupa tanda dan gejala umum seperti hipertermia atau hipotermi bahkan normal, aktivitas lemah atau tidak tampak sakit, berat badan menurun tiba-tiba, terdapatnya tanda dan gejala gangguan saluran pernapasan seperti dispnea, takipnea, apnea, tampak tarikan otot pernapasan, merintih, mengorok, dan pernapasan cuping hidung.

(3)

Neonatus memiliki risiko sepsis bila memenuhi dua kriteria risiko mayor atau satu kriteria risiko mayor ditambah dua kriteria minor. Faktor risiko mayor yaitu ketuban pecah dini>18 jam, demam intrapatum >38 °C, korioamnionitis, ketuban berbau, denyut jantung janin >160x/menit. Faktor risiko minor yaitu ketuban pecah dini>12 jam, demam intrapartum >37°C, skor APGAR rendah, BBLSR, usia kehamilan <37 minggu, gemeli / kembar, keputihan dan infeksi saluran kencing (Wilar, 2010).

Bayi didiagnosis sepsis berdasarkan adanya gejala klinik seperti letargi, reflek hisap menurun, merintih, iritabel, kejang, terdapat gangguan kardiovaskuler, gangguan hematolitik, gangguan gastrointestinal, gangguan respirasi waktu pengosongan lambung memanjang dan pemeriksaan laboratorium seperti CRP>10mg/L, IT ratio≥0,25, leukosit <5000/µL atau >30.000/ µL dengan atau tanpa biakan darah positip (Wilar, 2010).

2.3 Faktor Risiko Sepsis Neonaturum

2.3.1 Faktor sosiodemografi

2.3.1.1 Umur bayi

Penelitian yang dilakukan Jumah (2007), mendapatkan angka kematian akibat sepsis secara signifikan lebih tinggi pada bayi berusia kurang dari tujuh hari dibandingkan pada bayi yang berusia lebih dari tujuh hari (p<0,001). Lestari (2012)

(4)

mendapatkan proporsi kejadian sepsis di RSUD Dr. Pirngadi Medan pada neonatal dini sebesar 83,3% dan pada neonatal lanjut 16,7%.

2.2.1.2 Jenis kelamin bayi

Bayi laki-laki beraktifitas lebih kuat daripada bayi perempuan, sehingga bayi laki-laki memerlukan O2 lebih banyak, apabila kandungan O2 di dalam tubuh kurang menyebabkan bakteri anaerob berkembang. Penelitian Simbolon (2008), tentang faktor risiko sepsis pada bayi baru lahir di RSUD Curup Kabupaten Rejang Lebong terhadap 327 bayi lahir hidup, 117 diantaranya menderita sepsis neonatorum. Faktor risiko yang sering adalah jenis kelamin bayi laki-laki berisiko 2 kali dibandingkan bayi perempuan OR=2.279, CI:1,143-4,546. Penelitian Lestari (2012) menyebutkan proporsi kejadian sepsis neonatorum pada bayi dengan jenis kelamin laki-laki 64,8% dan perempuan 35,2%.

2.2.1.3 Usia ibu

Usia ibu melahirkan dibagi menjadi tiga kelompok yaitu remaja, usia produktif dan berisiko. Usia remaja bila <20 tahun, produktif 20-30 tahun dan berisiko >35 tahun. Ibu melahirkan berusia kurang dari 20 tahun sangat berisiko terhadap kematian bayi baru lahir, karena organ reproduksi ibu yang berusia kurang dari 20 tahun masih matur/belum matang. Emosional juga belum stabil serta masih tergantung pada orang lain. Kehamilan di atas usia 35 tahun tidak dianjurkan, karena pada usia di atas 35 tahun selain sangat berbahaya juga karena usia ini ibu sering muncul penyakit seperti hipertensi, penyakit degenerative pada persendian tulang belakang dan panggul. Kematian terbanyak terjadi di RS Telogorejo Semarang adalah

(5)

pada usia ibu 30-34 tahun (37,5%) dan banyak mengalami kematian bayi. Umur ibu menjadi faktor penting untuk mengurangi dan mencegah terjadinya kematian bayi. Menurut Lestari (2012) prosentase pasien dengan sepsis neonatorum berdasarkan karakteristik usia ibu adalah ibu dengan umur <20 tahun 5,5%, ibu berumur 20-35 tahun 74% dan ibu berumur >35 tahun 20,4%.

2.2.1.4 Pendidikan ibu

Pendidikan adalah suatu usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah yang berlangsung seumur hidup. Makin tinggi pendidikan seseorang, makin tinggi pula kesadaran tentang hak yang dimilikinya, hal ini akan meningkatkan tuntutan terhadap hak untuk memperoleh informasi, hak untuk menolak/menerima pengobatan yang ditawarkan (Notoatmojo, 2007). Ibu dengan pendidikan yang cukup dinilai akan lebih banyak mendapat informasi yang dibutuhkannya, sedangkan ibu berpendidikan tinggi diharapkan lebih mudah menyerap suatu informaasi dan himbauan yang diterima. Hal tersebut memungkinkan ibu dapat memilih serta menentukan tindakan terbaik dalam perawatan dan pemeriksaan kehamilan, sehingga pendidikan yang paling berpengaruh dalam kehamilan adalah pendidikan ibu (Simbolon, 2008). Sarwani (2011) mendapatkan ibu dengan pendidikan rendah mempunyai risiko 2,9 kali lebih besar bayinya mengalami kematian perinatal dibandingkan ibu yang berpendidikan tinggi 95%CI:1,2-7,2. Penelitian Junara (2010) tentang insiden dan faktor yang berhubungan dengan sepsis neonatus di RSUP Sanglah Denpasar mendapatkan karakteristik ibu dengan pendidikan SMA merupakan jumlah terbanyak 44,0%.

(6)

2.2.1.5 Pekerjaan ibu

Tanggung jawab dan tugas ibu adalah mengelola rumah tangga, mengasuh dan merawat anak, tetapi banyak juga yang bekerja untuk membantu menopang kehidupan keluarganya, hal ini merupakan ciri khas di negara berkembang. Ibu yang menjadi pekerja keras dengan masukan gizi yang kurang selama kehamilannya akan menjadikan penyebab kelahiran dengan BBLR, salah satu risiko terjadinya sepsis (Simbolon, 2008). Sarwani (2012) pada studi kasus determinan yang memengaruhi kematian perinatal di RSUD Margono Soekarjo Purwokerto mendapatkan proporsi ibu yang bekerja adalah 50% dan yang tidak bekerja 50%.

2.2.1.6 Kelas perawatan ibu

Pembagian kelas perawatan rawat inap berkaitan dengan faktor sosial ekonomi masyarakat. Beberapa jenis pembayaran kelas perawatan antara lain peserta umum dan peserta BPJS (Badan Peserta Jaminan Sosial). Kementrian kesehatan saat ini mencanangkan kelas perawatan pelayanan rawat inap berbeda untuk kelompok masyarakat yang berbeda. Kelas pelayanan rawat inap di rumah sakit untuk peserta BPJS terbagi atas tiga kelas untuk lima kelompok peserta. Pembagian kelas perawatan berdasarkan besaran iuran yang dibayar oleh kelompok peserta dan golongan pangkat. Khusus masyarakat kurang mampu, kepesertaan BPJS pembayaran iurannya oleh pemerintah dengan layanan rawat inap yang tersedia hanya dikelas III atau kelas terendah di rumah sakit (kemenkes, 2011). Pada penelitian Sarwani (2011) di RSUD Margono Soekarjo Purwokerto mendapatkan

(7)

bahwa penghasilan keluarga rendah berpengaruh terhadap kematian perinatal OR=6,6, 95% CI:1,2-36,6.

2.3.2 Faktor klinis 2.3.2.1 Prematuritas

Bayiprematur adalah bayi yang dilahirkan pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu, dengan bayi berat lahir rendah. Hasil penelitian Sianturi (2012) mendapatkan pada pasien sepsis neonatus kurang bulan dijumpai lebih banyak meninggal (72,7%) dibandingkan bayi cukup bulan atau lebih (27,3%). Prematur menyebabkan kematian karena kekebalan neonatus yang kurang, selain itu bayi prematur juga memerlukan rawat inap yang cukup panjang sehingga dapat meningkatkan risiko infeksi nosokomial (Trotman, 2006).

Leal (2012) mendapatkan bayi yang mengalami prematur (umur kehamilan ≤ 37 minggu) berisiko 1,35 kali mengalami sepsis dengan onset yang lama dan 2,19 kali untuk onset yang cepat jika dibandingkan dengan yang cukup bulan 95%CI:1,41-3,40 dan 95%CI:0,57-3,18. Kardana (2011) mendapatkan bayi yang mengalami prematur berpeluang 8,5 kali mengalami kematian akibat sepsis dibandingkan dengan bayi lahir aterm RR=8,5, 95%CI:3,19-22,62.

2.3.2.2 Asfiksia

Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak mampu bernapas secara spontan dan teratur. Bayi yang mengalami asfiksia biasanya dengan riwayat gawat janin sebelum lahir. Asfiksia sangat erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang memengaruhi kesejahteraan bayi

(8)

selama atau sesudah persalinan. Leal (2012) mendapatkan bayi yang lahir dengan Apgar Score ≤5 berpeluang 1,4 kali lebih besar untuk mengalami sepsis dibandingkan bayi dengan apgar score>5 RR=1,4, 95%CI:1,19-1,76. Kejadian asfiksia menunjukkan bahwa bayi yang baru lahir dengan asfiksia berpeluang 2,96 kali lebih besar untuk mengalami sepsis dibandingkan yang tidak asfiksia (95%CI:1,43-6,15 ). 2.3.2.3 Apgar Score

Apgar score dapat digunakan untuk menilai respon resusitasi tetapi tidak untuk menentukan apakah bayi memerlukan resusitasi, langkah mana yang dibutuhkan atau kapan kita menggunakannya. Nilai apgar yang dinilai pada pada resusitasi tidak sama dengan nilai apgar pada bayi baru lahir yang bernapas spontan (Dharmasetiawani, 2014). Menurut Leal (2012), bayi yang lahir dengan apgar score ≤5 berpeluang 1,4 kali lebih besar mengalami sepsis dibandingkan bayi dengan apgar score>5 RR=1,4 95%CI:1,19-1,76. Bayi yang baru lahir dengan asfiksia berpeluang 2,96 kali lebih besar untuk mengalami sepsis dibandingkan yang tidak asfiksia (95%CI:1,43-6,15).

2.3.2.4 Bayi Berat Lahir rendah / BBLR

Bayi berat lahir rendah adalah adalah bayi dengan berat lahir kurang atau sama dengan 2500 gram saat lahir. Angka kematian tertinggi dan membutuhkan perawatan dan tindakan khusus terjadi pada bayi dengan berat badan lahir kurang dari 1500 gram. Pada bayi sepsis dengan berat lahir kurang dari 1500 gram lebih banyak meninggal 27,3% dari pada berat lahir lebih 2.500 gram 18,2% (Sianturi,2012). Menurut Leal (2012), BBLR tidak signifikan berpengaruh terhadap terjadinya sepsis

(9)

neonaturum baik pada onset lama maupun cepat RR=1,34 95%CI:0,74-2,42 dan RR=0,91, 95%CI:0,63-1,32. Prevalensi bayi sepsis pada penelitian Junara (2010) sebesar 56% dengan RR =2,66 IK=1,03-6,90 artinya bahwa berat bayi lahir rendah 2,66 kali berisiko sepsis.

2.3.2.5 Kondisi air ketuban

Air ketuban pada dasarnya steril dan memiliki sifat bakteriostatik. Beberapa mekanisme menghubungkan mekonium dengan infeksi air ketuban, diantaranya adalah perubahan sifat antibakteri air ketuban dan peningkatan pertumbuhan bakteri. Penurunan respons imun pejamu melalui penghambatan fagositosis dan neutrophiloxidative burst oleh mekonium telah dilaporkan. Hubungan antara mekonium dengan infeksi ibu menyebabkan berbagai komplikasi yaitu infeksi intra dan post partum yang meliputi korioamnionitis dan endometritis. Penelitian Odibo (Rini, 2010) menunjukkan adanya pertumbuhan kuman F. nucleatum, Enterobacter aerogenes, Group B Streptococcus, Alpha hemolytic Streptococcus, Candida albicans, Escherichia coli dan Mycoplasma hominis pada air ketuban. Hasil penelitian Evadson dan Nords (Rini, 2010) membuktikan adanya peningkatan pertumbuhan Groub B Streptococcus pada air ketuban. Mekonium dikaitkan dengan peningkatan insiden infeksi intra amnion karena dapat mengubah sifat bakteriostatik pada air ketuban dan menghambat pertahanan imun dari inang. Menurut penelitian Rini (2010), bayi yang lahir dengan air ketuban keruh berisiko 10 kali lebih tinggi mengalami sepsis OR=10, 95%CI:1,3-74,0. Adanya kuman Gram(+) berisiko menyebabkan sepsis sebesar 1,4 (95%CI:0,3-6,8) sedangkan adanya kedua jenis

(10)

kuman Gram (+) dan (-) meningkatkan risiko sepsis sebesar 2,4 (95%CI:0,7-7,7). Air ketuban mengandung biakan E coli mempunyai risiko kejadian sepsis adalah 3,8 (95%CI:0,8-17,0) dan biakan non E coli 2,4 (95%CI:0,4-13,1). Kuman dalam biakan darah berisiko 6,3 kali lebih tinggi mengalami sepsis (95%CI:1,4-29,3).

2.3.2.6 Usia kehamilan/ Gestasi

Usia kehamilan adalah lama kehamilan dihitung dari hari pertama haid yang terakhir yaitu 280 hari atau 40 minggu. Usia kehamilan dibedakan atas kehamilan 36-40 minggu dari haid terakhir disebut matur/aterem/cukup bulan, usia kehamilan 28-35 minggu disebut prematur dan usia kehamilan >42 minggu disebut serotinus. Penelitian Roeslani (2013) di divisi perinatologi RSCM Jakarta 2012 mendapatkan usia gestasi <37 minggu dengan presentase 63,3%, OR=55,85 (15,38-240,27) berpengaruh terhadap faktor risiko terjadinya sepsis neonatorum. Menurut Lestari (2012) proporsi bayi sepsis berdasarkan usia kehamilan ibu adalah usia kehamilan kurang bulan 49,1%, usia kehamilan cukup bulan 46,3% dan usia kehamilan lebih bulan 4,6%.

2.3.2.7 Gravida

Wanita yang sedang hamil atau Gravida terbagi atas dua bagian yaitu wanita yang hamil untuk pertama kalinya/primigravida dan wanita yang pernah hamil lebih dari satu kali/multigravida(Manuaba,1998). Menurut Junara (2012), berdasarkan data karakteristik dasar pada kejadian sepsis pada kehamilan pertama merupakan jumlah terbanyak yaitu 52,8%. Leal (2012), mendapatkan gravida berpengaruh terhadap

(11)

terjadinya sepsis, dimana multigravida berpeluang 2,5 kali dibandingkan ibu non gravida RR=2,5, 95%CI:1,14-4,80.

2.3.2.8 Ketuban Pecah Dini /KPD

Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan amnion sebelum waktunya mulai persalinan, terjadi sekitar 7-12% kehamilan. Ketuban pecah dini sering dikaitkan dengan sepsis neonatorum karena berhubungan dengan infeksi genetalia bawah ibu hamil. Infeksi genetalia bawah ibu hamil dapat menyebabkan ketuban pecah dini, demikian pula ketuban pecah dini dapat memudahkan infeksi ascendens pada bayi (Indramawan, 2012).

Menurut Sumiyoga (2007) mendapatkan insidensi sepsis neonatorum pada KPD kehamilan aterm adalah 4,4%, Remington (2012) mendapatkan KPD merupakan penyebab terjadinya prematuritas, sebagai faktor risiko sepsis neonatorum dan kematian perinal. Menurut Leal (2012), KPD >24 jam memiliki peluang 3,38 kali untuk mengalami sepsis dibandingkan yang tidak mengalami KPD (RR=3,38, 95%CI:1,80-6,32). Ibu yang mengalami KPD memiliki peluang 7,5 kali berisiko mengalami sepsis OR=7,595 95%CI:3,593-16,058 (Simbolon, 2008).

2.3.2.9 Faktor risiko infeksi mayor/minor

Faktor risiko infeksi meliputi faktor mayor dan faktor risiko minor. Seorang bayi memiliki risiko sepsis bila memenuhi dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor ditambah dua kriteria minor. Faktor risiko mayor yaitu ibu demam intrapartum >38°C, KPD>24 jam, korioamnionitis, Fetal Distress/Denyut Jantung Janin/DJJ>160x/menit, ketuban hijau. Faktor risiko minor yaitu KPD>12 jam,

(12)

asfiksia, BBLSR (1500 gr), Usia kandungan <37 minggu, lahir kembar/gemeli, keputihan, tersangka ISK, Ibu demam>37,5°C. Pada Penelitian Wilar (2010) mendapatkan dari semua faktor risiko mayor dan minor, hanya KPD>18 jam yang berhubungan secara signifikan dengan sepsis RR 1,41, IK95%1,24-1,59.

2.2.3 Faktor lingkungan 2.2.3.1 Cara persalinan

Riwayat persalinan adalah cara ibu melahirkan, yaitu dibagi antara persalinan spontan dan persalinan dengan tindakan. Persalinan spontan adalah persalinan tanpa menggunakan alat bantu, sedangkan persalinan dengan tindakan adalah melahirkan bayi dengan menggunakan alat bantu antara lain ekstrasi cunam/ vakum dan seksio sesaria. Bayi yang dilahirkan dengan tindakan berisiko mengalami sepsis neonatorum karena infeksi dapat diperoleh dari lingkungannya seperti alat-alat penolong persalinan yang terkontaminasi. Penelitian Lihawa (2013) menyebutkan persentase jenis persalinan pada kejadian sepsis neonatorum adalah persalinan spontan 3,9%, persalinan seksio sesarea 5,6%, persalinan dengan ekstraksi vakum 10,5%. Bayi yang lahir dengan tindakan berisiko 2,142 kali mengalami sepsis neonatorum daripada bayi yang lahir secara normal, OR=2,142, 95%CI:1,047-4,385 (Simbolon, 2008). Berbeda halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Kardana (2011), dikatakan bahwa bayi lahir spontan dan tidak spontan tidak memiliki pengaruh terhadap kejadian sepsis RR=0,84, 95%CI:0,49-1,44.

(13)

Pemeriksaan kehamilan perlu dilakukan ibu selama hamil. Ante natal care dilakukan mulai dari trimester pertama sampai akan melahirkan bertujuan untuk memantau keadaan ibu hamil dan janinnya, mendeteksi secara dini kelainan yang terjadi pada ibu dan janin dan menemukan ibu hamil yang bermasalah, mempunyai risiko tinggi, agar kematian ibu dan janin dapat dihindari. Bayi yang lahir dari ibu yang tidak melakukan ANC mempunyai kemungkinan 4 kali kematian neonatal daripada bayi yang lahir dari ibu yang melakukan ANC OR=4,49, CI:1,39-14,44 (Sukamti, 2011).

2.2.3.3 Tempat persalinan

Banyak persalinan bayi dilakukan bukan pada fasilitas kesehatan dan tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih (penolong persalinan). Kejadian ini banyak terjadi di negara berkembang, sedang proses persalinan yang dibantu tenaga kesehatan hanya 50 % dari semua wanita hamil (Lawn, McCarthy & Ross, 2001). Penelitian Sukamti (2011) mendapatkan tempat presentase terbesar adalah persalinan yang dilakukan di rumah yaitu 43,2%, persalinan di bidan praktek sebesar 29%, pertolongan persalinan di fasilitas kesehatan sebesar 56,5%.

2.2.3.4 Penolong persalinan

Penolong persalinan oleh tenaga kesehatan merupakan pelayanan persalinan yang aman yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten (Depkes RI, 2009). Penanganan medis yang tepat dan memadai selama melahirkan dapat menurunkan risiko komplikasi yang bisa menyebakan kesakitan serius pada ibu dan bayinya (BPS, BKKBN, Kemenkes& ICF International, 2013). Komplikasi dan kematian ibu serta

(14)

neonatal terjadi pada masa persalinan, sehingga intervensi ditekankan pada kegiatan pertolongan persalinan yang aman yaitu oleh tenaga kesehatan (Depkes RI, 2001). Djaja (2009) pada penelitian tentang kematian neonatal di Indonesia mendapatkan bahwa proporsi ibu yang melahirkan ditolong oleh tenaga kesehatan meningkat dari 57,2% menjadi 73,6%.

2.2.3.4 Riwayat tindakan di rumah sakit

Tindakan invasif di rumah sakit adalah tindakan atau prosedur yang dilakukan baik untuk membantu diagnosa maupun memonitor perjalanan penyakit dan terapi yang dapat menyebabkan pasien cukup rentan terkena infeksi nosokomial. Tindakan invasif antara lain prosedur diagnostik, pemasangan infus, kateter urine (Utama,2006). Pada penelitian Leal (2012), mendapatkan bayi yang mendapatkan ventilasi mekanik berpeluang untuk mengalami sepsis RR=2,71, 95%CI:1,56-4,69. Bayi yang mengalami komplikasi pernapasan berpeluang untuk mengalami sepsis 16,36 kali, 95%CI:3,39-78,91. Bayi yang memperoleh tindakan operasi berpeluang mengalami sepsis 28,97 kali 95%C:I6,99-120. Utomo (2010), mendapatkan faktor risiko bayi yang dilakukan suction berpeluang mengalami sepsis 1,89 kali (OR 1,895, 95%C:I2,180-3,303). Penelitian Lestari (2012) riwayat persalinan dengan tindakan sebesar 82,6% dan persalinan normal sebesar 82,3%.

2.2.3.5 Sumber rujukan

Sumber rujukan merupakan faktor penting dalam penatalaksanaan sepsis karena selama periode rujukan menambah kemungkinan terjadinya paparan suhu lingkungan pada bayi selama perjalanan. Bayi sepsis mempunyai komplikasi

(15)

hipotermi lebih besar, apalagi bila system rujukan dilakukan kurang baik dan benar. Berdasarkan data di RSUD Kabupaten Tapanuli selatan selama tahun 2012 bayi yang dirujuk dengan sepsis sebesar 29,5%, (Simbolon, 2008). Lestari, dkk (2012) mendapatkan karakteristik bayi dengan sepsis neonatorum yang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan pada tahun 2010-2011, proporsi asal rujukan dari RS lain, rujukan dari bidan/klinik dan bukan rujukan yaitu masing –masing 32,4%, 31,5% dan 36,1%. Rumah sakit umum pusat Sanglah pada bulan Agustus-Desember 2013 terdapat 124 rujukan, sedang pada bulan Januari-Mei 2013 sebesar 68 rujukan. Siswanto (2007) mendapatkan angka kematian bayi yang disebabkan infeksi atas septikimia terutama pada bayi dengan berat badan lahir rendah berdasarkan dirujuk dari luar atau tidak lebih banyak 2,2 kali pada kasus rujukan.

Referensi

Dokumen terkait

Pembentukan unit kerja yang natural (alami). Salah satu cara memperkaya pekerjaan adalah melalui pembentukan unit kerja yang alami dimana pegawai mendapatkan kepemilikan

Penambahan air berpengaruh terhadap derajat gelatinisasi sereal sarapan yang dihasilkan, dimana penambahan air pada level tertinggi yaitu 11 % atau perlakuan B3 mempunyai

memodelkan semua kepentingan pada tim pengembangan (development team) dari tiap kebutuhan konsumen dengan (development team) dari tiap kebutuhan konsumen, dengan didasari

Berkaitan dengan pesan tentang kerukunan umat beragama perspektif Islam dalam film sang martir ini, tergambar dalam beberapa scene, diantaranya :.. Dalam scene ini

Kriteria penilaian dalam penentuan ukuran derajat basis (bobot lokasi) adalah jika nilai indeks LQ lebih besar atau sama dengan satu (LQ≥1), maka pada lokasi tersebut

An cylostoma duodenal e dan Nector amer ican us (hookworm, cacing tambang) Larva infektif menembus kulit yang utuh, masuk sirkulasi, dan terbawa ke  paru; setelah matang, larva di

Perkembangan teknologi informasi dalam suatu organisasi atau perusahaan juga berkaitan dengan keunggulan kompetitif untuk meningkatkan kualitas informasi, pengawasan

Berdasarkan tabel di atas bahwa upaya yang dilakukan guru pendidikan agama Islam dalam rangka memotivasi belajar siswa adalah berkewajiban untuk memperjelas tujuan