• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan menurut Kartasasmita (1994) yaitu sebagai “suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana”. Pembangunan adalah untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan kualitas manusia yang terlebur dalam arus besar pembangunan untuk meningkatkan kualitas hidup.

Apabila cara pembangunan seperti sekarang ini berlangsung terus, merusak lingkungan, maka kelangsungan pembangunan itu sendiri terancam. Hal ini memungkinkan adanya peningkatan kesejahteraan generasi masa depan juga akan terganggu. Menurut Salim (1987), orang sekarang tidak lagi bicara tentang kecukupan kebutuhan pokok atau pemerataan, tetapi mulai bertanya tentang kualitas hidup apa yang dihasilkan oleh proses pembangunan ini. Kualitas hidup tersebut mencakup baik kualitas lingkungan tempat manusia bermukim, maupun kualitas diri manusia itu sendiri.

Rustiadi et al. (2009) menegaskan bahwa di masa sekarang dan yang akan datang diperlukan adanya pendekatan perencanaan wilayah yang berbasis pada hal-hal berikut : (i) sebagai bagian dari upaya memenuhi kebutuhan masyarakat untuk melakukan perubahan atau upaya untuk mencegah terjadinya perubahan yang diinginkan, (ii) menciptakan keseimbangan pembangunan antar wilayah, (iii) menciptakan keseimbangan pemanfaatan sumberdaya di masa sekarang dan masa yang akan datang (pembangunan berkelanjutan), dan (iv) disesuaikan dengan kapasitas pemerintah dan masyarakat untuk mengimplementasikan perencanaan yang disusun.

Pada awal dekade 1980-an telah berkembang suatu paradigma pembangunan yang disebut paradigma pembangunan berkesinambungan yang kemudian dikenal menjadi pembangunan berkelanjutan. Alasan pengembangan paradigma pembangunan ini yaitu keterbatasan daya dukung sumberdaya alam.

(2)

Adapun definisi pembangunan berkelanjutan berdasarkan pengertian dari World Commision on Environment and Development (WCED) pada Tahun 1987 yaitu pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi kini tanpa membahayakan kemampuan generasi mendatang untuk dapat memenuhi sendiri kebutuhan mereka. Definisi ini sangat berkaitan erat dengan intra-generational equity (memenuhi kebutuhan generasi kini secara merata) dan inter-generational equity

(memenuhi kebutuhan generasi kini dan generasi mendatang secara adil). Umat manusia memiliki kemampuan untuk menjadikan pembangunan ini

berkelanjutan (sustainable) - untuk memastikan bahwa pembangunan ini dapat mencukupi kebutuhan sekarang tanpa mengkompromikan kemampuan generasi mendatang untuk mencukupi kebutuhan mereka sendiri.

Konsep pembangunan berkelanjutan dikembangkan sejak KTT Bumi di Rio de Jeneiro, Brazil pada bulan Juni 1992. Hasil KTT Bumi tersebut adalah agenda 21 yaitu sebuah program global bagi pembangunan berkelanjutan yang mencakup dimensi pertumbuhan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan hidup (World bank, 2001). Konsep pembangunan keberlanjutan diamanatkan pula dalam Amandemen Undang-undang Dasar 1945 yaitu pasal 28 H ayat (1) dan pasal 33 ayat (4). Hal ini mempunyai arti bahwa pasal tersebut menjadi dasar dalam rumusan hukum tertinggi di Indonesia dan menunjukkan bahwa kebijakan-kebijakan pembangunan di Indonesia haruslah mengacu terhadap prinsip dalam pasal-pasal tersebut.

Sebagai katalisator dan monitoring terhadap tercapainya prinsip pembangunan berkelanjutan, maka haruslah ada indikator-indikator untuk mengukurnya Rustiadi et al. (2009) mengartikan bahwa indikator merupakan ukuran kuantitatif dan/atau kualitatif yang menggambarkan pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, indikator kinerja harus merupakan sesuatu yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja baik dalam tahap perencanaan,pelaksanaan, maupun tahap setelah kegiatan selesai dan berfungsi. Selain itu, indikator kinerja digunakan untuk meyakinkan bahwa hari demi hari organisasi atau program yang bersangkutan menunjukkan kemajuan dalam rangka menuju tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.

(3)

Ada beberapa indikator untuk menilai pembangunan berkelanjutan di suatu negara/kota. Hal ini seperti yang terdapat dalam Buku Indicators of Sustainable Development : Guidelines and Methodoligies - third edition ( United Nation Publicity, 2007) yang menyebutkan bahwa indikator penilaian keberlanjutan tersebut (yang dikeluarkan oleh Commission on Sustainable Development, United Nations) terdiri dari 14 tema utama dengan 44 sub tema, 50 indikator utama dan 46 indikator lain.

Indikator menjadi sesuatu yang penting karena indikator merupakan petunjuk yang memberikan indikasi tentang suatu keadaan dan merupakan refleksi dari keadaan tersebut, artinya dengan menggunakan indikator maka dapat berfungsi dalam mengklasifikasi sehingga mempermudah untuk membuat suatu keputusan atau kebijakan.

Penelitian yang terkait dengan pembangunan berkelanjutan telah banyak dilakukan. Purnomo (2002) melakukan pengkajian terhadap penerapan dari model persamaan struktural dalam melihat keterkaitan antar indikator pembangunan berkelanjutan di Pulau Jawa dan Luar Jawa. Hasil penelitiannya memperlihatkan bahwa keberlanjutan dan ketidakberlanjutan pembangunan tergantung terhadap kondisi sumberdaya manusia-nya. Lain halnya dengan yang dilakukan Nurmalasari (2003) yang menerapkan metode analisis Procrustes dan autokorelasi spasial dalam melihat hubungan jarak kota dengan indikator pembangunan berkelanjutan yang ada di Provinsi Jawa Barat. Adapun hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa autokorelasi spasial mempunyai indikasi yang negatif terhadap sebagian besar pencapaian indikator pembangunan berkelanjutan di Provinsi Jawa Barat.

Peneliti dari luar negeri juga banyak yang telah meneliti tentang pembangunan berkelanjutan dan pencapaian indikator-indikatornya. Seperti halnya yang dilakukan Doody et al. (2008) yang menerapkan Q-method sebagai metoda partisipasi publik dalam pemilihan indikator pembangunan berkelanjutan. Lokasi penelitiannya yaitu salah satu kota di Irlandia. Q-method digunakan untuk mengkombinasikan opini publik dengan keahlian teknis dalam menghasilkan daftar indikator yang relevan terhadap publik. Metode ini terdiri dari kumpulan pernyataan, analisis pernyataan tersebut, Q-sort dan analisis Q-sort. Hasil dari

(4)

penelitian ini yaitu daftar pernyataan dan kerangka kerja yang efektif tentang indikator keberlanjutan dari para ahli berbagai bidang yang dikombinasikan dengan persepsi masyarakat yang disesuaikan dengan manfaat yang didapat sesuai kehidupan masyarakat sehari-hari.

Dalam aspek yang lain Surd et al. (2011) meneliti tentang solusi geo-spasial terhadap visi stratejik dan konsep perencanaan wilayah dan pembangunan berkelanjutan di Rumania. Adapun penelitiannya menunjukkan bahwa dalam pengembangan dan implementasi konsep kemitraan strategis perencanaan wilayah (baik jangka pendek, menengah maupun jangka panjang) identifikasi solusi geo-spasial yang sesuai, merupakan kunci faktor yang mendasari pelaksanaan kebijakan daerah yang diperlukan untuk menjamin kerangka kerja bagi pengembangan pembangunan berkelanjutan dan seimbang.

Counsell dan Haughton (2006) dalam penelitian yang lain menyebutkan bahwa penilaian keberlanjutan (sustainability appraisal) merupakan suatu teknik untuk mencapai tujuan dari ‘pembangunan berkelanjutan’ dalam suatu perencanaan wilayah. Penilaian keberlanjutan sekarang telah dipadukan dengan proses perencanaan wilayah dan bahkan prakteknya, hal ini merupakan refleksi dari perhatian pemerintah terhadap regulasi perencanaan menurut pandangan masing-masing terhadap pembangunan berkelanjutan. Menurut kedua peneliti tersebut, dengan penilaian berkelanjutan akan membantu dalam sistem perencanaan dengan transparansi dan partisipasi yang lebih besar. Kegagalan pemerintah dalam memperbaiki konflik ekonomi, sosial maupun lingkungan merupakan bukti ketidaktercapaian tujuan pembangunan berkelanjutan.

Seperti kota-kota lain di Indonesia, Kota Sukabumi merupakan suatu kota yang terus meningkat jumlah penduduknya. Rata-rata laju pertumbuhan penduduk Kota Sukabumi selama kurun waktu lima Tahun (Tahun 2005-2009) yaitu rata-rata sebesar 1,31% tiap tahunnya (lihat Tabel 1). Laju pertumbuhan yang relatif besar ini merupakan suatu hal yang harus diantisipasi mengingat luas lahan di Kota Sukabumi hanya 4.800,23 Ha yang berarti bahwa pada Tahun 2009 kepadatan penduduk Kota Sukabumi yaitu sebesar 5.879,75 jiwa/km. Peningkatan jumlah penduduk dapat menambah tekanan pada sumberdaya dan memperlambat peningkatan taraf hidup di daerah-daerah yang kemelaratan sudah

(5)

tersebar luas. Meskipun masalahnya bukanlah semata-mata jumlah penduduk namun adalah distribusi sumberdaya; pembangunan berkelanjutan hanya dapat dicapai bila pembangunan demografi selaras dengan perubahan potensi produktif ekosistem (WCED, 1987).

Dalam pelaksanaan pembangunan, penduduk bukan hanya merupakan modal akan tetapi penduduk dapat menjadi beban pembangunan apabila tidak diarahkan kepada peningkatan kualitas sumberdaya manusianya. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan syarat penting tidak hanya untuk mengumpulkan pengetahuan dan kemampuan teknis, namun juga untuk menciptakan nilai-nilai baru untuk membantu individu dan bangsa keseluruhan dalam mengatasi realitas-realitas sosial, lingkungan dan pembangunan yang berubah cepat.

Tabel 1 Perkembangan dan Laju Pertumbuhan Penduduk Kota Sukabumi Tahun 2005 – 2009

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Sukabumi,2011

Seiring dengan perkembangan jumlah penduduk, di Kota Sukabumi juga terjadi perubahan penggunaan lahan secara signifikan. Selama 5 (lima) tahun terdapat kenaikan luas lahan pekarangan dan rumah sebesar 5% sedangkan penggunaan lahan lainnya mengalami penurunan. Perbandingan penggunaan lahan antara Tahun 2005 dan Tahun 2009 di Kota Sukabumi dapat dilihat pada Gambar 1. No. Tahun Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) LPP (%) Laki-laki Perempuan 1 2005 136.673 136.205 272.878 1,37 2 2006 138.548 138.067 276.615 1,37 3 2007 140.413 139.956 280.369 1,36 4 2008 142.238 141.887 281.030 1,34 5 2009 142.689 139.539 282.228 1,31

(6)

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Sukabumi,2011

Gambar 1 Penggunaaan lahan di Kota Sukabumi Tahun 2005 dan Tahun 2009 (Ha)

1.2 Perumusan Masalah

Kota Sukabumi berada pada posisi strategis karena berada diantara pusat pertumbuhan megaurban JABOTADEBEK dan BANDUNG RAYA, sehingga merupakan salah satu kawasan andalan dari 8 kawasan andalan di Jawa Barat (RTRW Jawa Barat) yang berpotensi selain memacu perkembangan wilayahnya juga mendorong pertumbuhan wilayah-wilayah disekitarnya (hinterland). Untuk lebih jelas batas administrasi dan posisi Kota Sukabumi dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.

Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Sukabumi Tahun 2002 – 2011 yang ditetapkan oleh Peraturan Daerah Kota Sukabumi No.8 Tahun 2002

tentang RTRW Kota Sukabumi Tahun 2002 -2011 disebutkan bahwa terdapat 8 (delapan) fungsi Kota Sukabumi yaitu perumahan/permukiman, pemerintahan,

perdagangan dan jasa, koleksi dan distribusi, parawisata, pusat pengembangan industri, pusat pendidikan dan pusat.

Sesuai dengan visi pembangunan Kota Sukabumi Tahun 2005-2025 seperti yang termuat dalam RPJPD Kota Sukabumi Tahun 2005-2025 yaitu : “Terwujudnya Kota Sukabumi sebagai pusat pelayanan berkualitas bidang

Pekarangan &

Rumah Tegal/kebun Lain-lain

Kolam/tebat/e mpang tahun 2005 1.891 293 201 97 tahun 2010 1.993 152 181 91 -500 1.000 1.500 2.000 2.500 L u as L ah an ( H a)

(7)

pendidikan, kesehatan dan perdagangan di Jawa Barat berlandaskan iman dan taqwa”, maka kota ini termasuk salah satu tujuan investasi dari luar daerah.

Nilai investasi di Kota Sukabumi relatif terus meningkat seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.

Sumber : Kantor Penanaman Modal Kota Sukabumi,2011

Gambar 4 Nilai Investasi PMDN Di Kota Sukabumi Tahun 2007-2010

Investasi yang ditanamkan di suatu kota berkaitan erat dengan meningkatnya pembangunan fisik di kota tersebut., hal ini sesuai dengan kondisi di Kota Sukabumi, dimana pembangunan fisiknya terus meningkat (Gambar 5).

Sumber : Kantor Penanaman Modal Kota Sukabumi,2011

Gambar 5 Jumlah Ijin Mendirikan Bangunan yang diterbitkan selama Tahun 2010 dan Tahun 2011 di Kota Sukabumi

2007 2008 2009 2010 Investasi Per Tahun (Rp) 103.003.620.7 67.729.525.27 117.341.289.8 125.351.450.0

0,00 20.000.000.000,00 40.000.000.000,00 60.000.000.000,00 80.000.000.000,00 100.000.000.000,00 120.000.000.000,00 140.000.000.000,00 N il ai I n vest asi ( R p .) Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4 Tahun 2010 91 124 113 143 Tahun 2011 124 156 165 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 Jum la h I M B

(8)

Gambar 2 Peta Administrasi Kota Sukabumi Provinsi Jawa Barat

(9)

Aspek ekonomi adalah salah satu aspek terpenting dalam menentukan indikator pembangunan wilayah. Diantara berbagai indikator ekonomi, indikator mengenai pendapatan masyarakat di suatu wilayah merupakan indikator yang terpenting. Salah satu ukuran produktivitas wilayah yang paling umum dan paling diterima secara luas sebagai standar ukuran pembangunan dalam skala wilayah dan negara yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atau Gross Domestic Product (GDP).

Walaupun Redclift (1990) menyebutkan bahwa PDRB mempunyai keterbatasan, dimana ukurannya aktivitas ‘produktif’ yang disebutkan didalamnya berarti sempit, termasuk didalamnya aktivitas produktif dari rumah tangga karena banyak diantaranya dikerjakan oleh wanita dan anak-anak. PDRB merupakan ukuran dari aktivitas sektor ‘ formal’, meskipun dalam sektor utama (seperti pertanian) atau dalam industri dan jasa. Sedangkan sektor ‘informal’, dimana pasar eksis tetapi tidak sepenuhnya dilaporkan secara statistik, dan dengan apa masyarakat menghasilkan untuk konsumsi mereka sendiri tidak diperlihatkan dalam gambaran PDRB.

Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Sukabumi dalam Buku tentang PDRB Kota Sukabumi Per Kecamatan Tahun 2009 menyebutkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi Kota Sukabumi pada Tahun 2009 mencapai 6,14 persen sedangkan pada Tahun 2008 sebesar 6,11 persen. Kondisi tersebut menggambarkan pertumbuhan ekonomi pada tahun tersebut mengalami peningkatan sebesar 0,03 persen. Namun demikian pertumbuhan ekonomi Kota Sukabumi pada tahun tersebut masih diatas rata-rata pertumbuhan ekonomi Jawa Barat yaitu sebesar 4,29 persen. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan perkembangan atau pertumbuhan riil perekonomian, atau dapat menggambarkan kinerja pembangunan dari suatu periode ke periode sebelumnya.

Adapun pertumbuhan ekonomi yang digambarkan dalam nilai PDRB di Kota Sukabumi dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar tersebut menunjukkan lapangan usaha perdagangan, hotel dan restoran memberikan kontribusi tersebar dalam pembentukan PDRB di Kota Sukabumi. Hal ini sesuai dengan lapangan

(10)

usaha yang menjadi sumber mata pencaharian penduduk terbanyak di Kota Sukabumi, yaitu sebagai buruh dan pedagang (setelah proporsi yang terbesar yaitu pelajar dan mahasiswa) seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.

Sumber : Kota Sukabumi Dalam Angka Tahun 2010

Gambar 6 Perkembangan PDRB Kota Sukabumi Dari Tahun 2006-2009

Tabel 2 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kota Sukabumi Tahun 2009 Mata Pencaharian Kecamatan Jumlah B ar os C it a m ia n g Wa r u - d oyon g G un ung P uy u h C ik o le L e m bur Si tu C ibe ur e um P e t a n i 495 435 1.762 2.332 425 3.069 2.182 10.700 Pegawai Negeri 1.242 1.579 1.294 1.628 2.351 517 630 9.241 Pegawai Swasta 2.650 2.404 2.871 1.562 8.583 2.130 630 21.970 TNI + POLRI 91 109 200 678 340 114 102 1.634 Pensiunan 350 1.087 933 1.307 1.102 215 224 5.218 Pedagang 2.971 5.329 3.614 2.073 5.916 4.090 2.382 26.375 B u r u h 2.778 6.843 6.932 3.839 6.199 5.476 3.325 35.392 Pelajar/Mhs. 6.251 3.232 11.350 12.931 13.149 5.105 1.755 62.068 Lainnya 12.328 11.350 20.277 13.541 17.249 12.118 17.863 10.977 Jumlah Th. 2009 29.156 16.393 49.233 39.891 55.314 32.834 30.233 282.228

Sumber : Kota Sukabumi Dalam Angka Tahun 2010

Pada dasarnya Kota Sukabumi memiliki sumberdaya alam yang terbatas, namun demikian kondisi alam yang ada menjadi salah salah satu modal dasar dalam pembangunan disamping sumber daya manusia (SDM) Kota Sukabumi. Kondisi alam yang dimiliki tetap dipertahankan agar tidak mengalami degradasi

- 1.000.000,00 2.000.000,00 3.000.000,00

PERTANIAN,PETERNAKAN,KEHUTAN… PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN

INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK,GAS DAN AIR BESIH BANGUNAN PERDAGANGAN,HOTEL DAN … PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI KEUANGAN,PERSEWAAN DAN JASA …

JASA-JASA (La pa nga n U sah a)

(11)

kualitasnya yang tentunya dapat merugikan Kota Sukabumi di masa-masa yang akan datang.

Kegiatan transportasi yang menggunakan kendaraan bermotor merupakan sumber utama penyebab terjadinya pencemaran udara di Kota Sukabumi yaitu dengan dihasilkannya gas buangan berupa CO, NO2, Hidrokarbon dan SO2 yang merupakan parameter-parameter penting akibat aktivitas ini. Unsur-unsur tersebut adalah bahan logam timah yang ditambahkan kedalam bensin berkualitas rendah untuk meningkatkan nilai oktan guna mencegah terjadinya letupan pada mesin. Udara yang tercemar dengan partikel dan gas ini dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang berbeda tingkatan dan jenisnya, tergantung dari macam, ukuran dan komposisi kimiawinya. Gangguan tersebut terutama terjadi pada fungsi faal dari organ tubuh, paru-paru, susunan saraf pusat dan pembuluh darah juga menyebabkan iritasi pada mata dan kulit. Meskipun kualitas udara di Kota Sukabumi pada tiga titik lokasi pengujian masih dibawah ambang batas yang disyaratkan seperti yang diperlihatkan pada Tabel 3 , akan tetapi hal ini tetaplah harus diantisipasi, sehingga tidak menjadi masalah dikemudian hari.

Tabel 3 Pekiraan Emisi CO2

No.

dari Konsumsi Energi menurut Sektor Pengguna di Kota Sukabumi Tahun 2009

Sektor Pengguna

Energi Konsumsi Energi

Emisi CO2 (Ton/Tahun) 1. Transportasi 905.400 10.500 2. Industri 5.400 33 3. Rumah Tangga 94.400 704 Total 1.005.200 11.237

Sumber : Buku Satuan Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Kota Sukabumi Tahun 2009

Menurut Buku Resume RPJMD Kota Sukabumi Tahun 2008-2013, kondisi sumberdaya alam dan lingkungan hidup dalam hal ini sungai di Kota Sukabumi kondisinya semakin memprihatinkan, terutama pada pemukiman-pemukiman padat di sepanjang bantaran sungai. Masyarakat Kota Sukabumi banyak yang masih membuang sampah dan tinja ke sungai. Kondisi tersebut merupakan salah satu penyebab banjir pada musim hujan.

Perilaku membuang sampah dan membuang tinja ke sungai memperlihatkan bahwa sebanyak 13,8% dari jumlah Kepala Keluarga (KK) di Kota Sukabumi

(12)

mempunyai kebiasaan membuang sampah ke sungai. Hal ini erat kaitannya dengan perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat. Kondisi ini salah satunya disebabkan pula oleh kurang tersedianya sarana dan prasarana Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPSS) di lokasi-lokasi tertentu di kota.

Terkait dengan pembangunan perkotaan, maka kota yang menganut paradigma pembangunan berkelanjutan dalam rencana tata ruangnya merupakan suatu kota yang nyaman bagi penghuninya, dimana akses ekonomi dan sosial budaya terbuka luas bagi setiap warganya untuk memenuhi kebutuhan dasar maupun kebutuhan interaksi sosial warganya serta kedekatan dengan lingkungannya.

Simonds dalam Budiharjo dan Sujarto (1999) mengingatkan bahwa kita agar berhati-hati dalam mengelola kota dan lingkungan binaan manusia. Disebutkan bahwa para pengelola kota bersama kalangan pengusaha, dan masyarakat luas sedang bersama-sama melakukan apa yang disebutnya dengan ‘ecological suicide’ atau bunuh diri ekologis. Prakiraan tentang anatomi kota masa depan memang sulit dilakukan, mengingat banyaknya aktor-aktor pembangunan yang terlibat. Menurut Budihardjo dan Sujarto (1999) kota masa depan yang diinginkan yaitu wajah kota yang humanopolis.

Kota humanopolis yaitu pembangunan kota dengan wajah kota yang ditentukan sendiri sepenuhnya oleh warganya. Keterlibatan warga kota dalam pembangunan kota yang berwajahkota yang berwajah manusia tidak sekadar terbatas pada pemberian informasi, penyelenggaraan diskusi dan konsultasi, tetapi sudah sampai pada tahap citizen power. Rakyatlah yang lebih menentukan wajah kota masa depan.

Kota yang berkelanjutan adalah suatu daerah perkotaan yang mampu berkompetisi secara sukses dalam pertarungan ekonomi global dan mampu merpertahankan vitalitas budaya serta keserasian lingkungan. Keberlanjutan pada hakikatnya adalah suatu etik, suatu perangkat prinsip-prinsip, dan pandangan masa depan. Konsep kota yang berkelanjutan merupakan suatu konsep global yang kuat yang diekspresikan dan diaktualisasikan secara lokal.

Menurut Menurut Budihardjo dan Sujarto (1999) konsep kota yang berkelanjutan merupakan konsep yang bersifat holistik yang mengkategorisasikan

(13)

adanya jenis capital stock yaitu natural capital stock (berupa segala sesuatu yang disediakan oleh alam); human-made capital stock (antara lain dalam wujud investasi dan teknologi); human capital stock (berupa sumberdaya manusia dengan segenap kemampuan, keterampilan dan perilakunya); dan social capital stock (berupa organisasi sosial, kelembagaan atau institusi.

Konsep kota yang berkelanjutan haruslah sudah dipikirkan oleh segenap pelaku pembangunan yang terlibat dalam pembangunan perkotaan. Kota harus berkembang terus secara berkelanjutan, melalui saling kebergantungan dan saling mendukung secara resiprokal antara elemen alam dan elemen buatan manusia. Untuk mewujudkan impian menjadi kota yang berkelanjutan, maka persepsi dan pemahaman segenap pelaku pembangunan termasuk masyarakat tentang prinsip pembangunan berkelanjutan itu sendiri haruslah sama. Apabila prinsip pembangunan berkelanjutan sudah dipahami oleh pelaku pembangunan dengan proses perencanaan partisipatif atau bersama-sama, maka dokumen perencanaan yang merupakan hasil penyusunan bersama pelaku pembangunan pun akan terjiwai oleh prinsip pembangunan berkelanjutan. Tercapainya prinsip pembangunan berkelanjutan pada suatu daerah dapat diukur melalui ketercapaian indikator pembangunan berkelanjutan di daerah tersebut.

Oleh sebab itu maka penelitian yang akan dilakukan merupakan upaya dalam mengidentifikasi sejauhmana persepsi stakeholder dan masyarakat di Kota Sukabumi sebagai pelaku pembangunan mengenai pembangunan berkelanjutan serta mengkaji pencapaian indikator pembangunan berkelanjutan di Kota Sukabumi. Penelitian ini juga akan melihat sejauhmana prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan menjiwai terhadap dokumen perencanaan wilayah yang telah ada.

Dari penelitian tersebut diharapkan dapat menganalis apakah terjadi

kesenjangan/gap antara persepsi stakeholder dan masyarakat tentang

pembangunan berkelanjutan, ketercapaian indikator pembangunan berkelanjutan

eksisting serta dokumen perencanaan wilayah yang telah dihasilkan dari Kota Sukabumi.

(14)

Memperhatikan uraian latar belakang dan perumusan masalah di atas, ada beberapa pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana persepsi dan pemahaman stakeholder di Kota Sukabumi tentang prinsip pembangunan berkelanjutan?

2. Sejauhmana prinsip pembangunan berkelanjutan telah diterapkan pada dokumen perencanaan di wilayah Kota Sukabumi?

3. Sampai sejauh mana ketercapaian indikator pembangunan berkelanjutan yang ada di Kota Sukabumi?

4. Sampai sejauh mana kesenjangan/gap antara persepsi dan pemahaman stakeholder di Kota Sukabumi tentang prinsip pembangunan berkelanjutan, realita ketercapaian indikator pembangunan berkelanjutan di Kota Sukabumi dengan dokumen perencanaan wilayahnya?

1.3 Tujuan Penelitian

Apabila membaca uraian permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini yaitu :

1. Mengidentifikasi persepsi dan pemahaman stakeholder dan masyarakat di Kota Sukabumi tentang prinsip pembangunan berkelanjutan .

2. Mengidentifikasi prinsip pembangunan berkelanjutan yang ada dalam dokumen perencanaan di Kota Sukabumi (khususnya draft RTRW Kota Sukabumi Tahun 2009-2029 dan RPJPD Kota Sukabumi Tahun 2005-2025 ).

3. Menganalisis ketercapaian indikator pembangunan berkelanjutan di Kota Sukabumi.

4. Menganalisis ada tidaknya kesenjangan/gap antara persepsi dan pemahaman stakeholder dan masyarakat di Kota Sukabumi tentang prinsip pembangunan berkelanjutan, realita ketercapaian indikator pembangunan berkelanjutan di Kota Sukabumi dengan dokumen perencanaan wilayahnya.

(15)

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan berguna dalam memberikan masukan dan informasi sebagai bahan pertimbangan Pemerintah Kota Sukabumi dalam perumusan perencanaan pembangunan di wilayahnya.

1.5 Kerangka Pemikiran

Pembangunan yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak dapat terhindarkan dari penggunaan sumberdaya alam; namun eksploitasi sumberdaya alam yang tidak mengindahkan kemampuan dan daya dukung lingkungan mengakibatkan merosotnya kualitas lingkungan. Pembangunan berkelanjutan harus diletakkan sebagai kebutuhan dan aspirasi manusia kini dan masa depan. Oleh sebab itu, maka hak-hak asasi manusia seperti hak-hak ekonomi, sosial, budaya, dan hak atas pembangunan dapat membantu memperjelas arah dan orientasi perumusan konsep pembangunan yang berkelanjutan.

Pembangunan yang seimbang dan berkelanjutan mencakup keempat aspek keberlanjutan yaitu ekonomi, sosial, lingkungan dan kelembagaan. Tercapainya tujuan pembangunan berkelanjutan hanya dapat diwujudkan apabila perencanaan pengembangan suatu wilayah telah dijiwai oleh prinsip keberlanjutan yang tentunya harus dipahami oleh semua pihak karena akan berperan dan turut serta baik dalam perencanaan maupun pelaksanaannya. Perencanaan wilayah yang disusun dengan proses perencanaan partisipatif yang dilakukan secara bersama-sama stakeholder terkait dan masyarakat dengan prinsip-prinsip dalam pembangunan berkelanjutan akan menghasilkan perencanaan pembangunan yang seimbang dan berkelanjutan.

(16)

Adapun kerangka pemikiran penelitian ini yaitu dapat dilihat pada Gambar 7 .

Gambar 7 Kerangka Pemikiran

Paradigma Pembangunan Berkelanjutan  Economic Growth  Social Progress  Ecological Balance  Institutional Sustainability

Ketercapaian Indikator Pembangunan Berkelanjutan Stakeholder dan masyarakat Perencanaan Wilayah Pembangunan Yang Seimbang dan Berkelanjutan

P er enc ana an P ar ti si p at if

Persepsi tentang Pembangunan Berkelanjutan

Gambar

Gambar 1  Penggunaaan    lahan di Kota Sukabumi Tahun 2005 dan   Tahun 2009   (Ha)
Gambar 5 Jumlah Ijin Mendirikan Bangunan yang diterbitkan selama Tahun 2010  dan Tahun 2011 di Kota Sukabumi
Gambar 3 Peta Orientasi Kota Sukabumi Provinsi Jawa Barat
Tabel 2   Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kota Sukabumi   Tahun 2009
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa fiscal independence kabupaten/kota di Indonesia sangatlah rendah, seperti yang dikemukan oleh CICA (2007) fiscal

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Purnawati (2014), yang menemukan bahwa mobilisasi dini pada ibu post partum efektif terhadap

PSEKP selain merupakan institusi penelitian dan kebijakan di Indonesia yang sangat responsif dalam melakukan kajian sosial ekonomi dan kebijakan pertanian dan telah banyak

Dari hasil perhitungan back testing pada tabel tersebut tampak bahwa nilai LR lebih kecil dari critical value sehingga dapat disimpulkan bahwa model perhitungan OpVaR

Perlakuan pembuatan status hara P tanah berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman pada 3 MST, jumlah daun pada 3 MST, bobot tanaman,

Dari area bisnis yang ada, ditemukan beberapa hal menyangkut permasalahan yang ada, yaitu: (1) Pihak manajemen dalam melakukan perencanaan penjualan dan produksi memperoleh data dari

Hasil uji reliabilitas instrumen variabel motivasi belajar (Y) akan diukur tingkat reliabilitasnya berdasarkan interpretasi reliabilitas yang telah ditentukan pada

tidak dapat mengukur non-perform dari suatu kredit padahal terdapat variabel total loans dalam perhitungan efisiensi; investor di Indonesia masih berorientasi short term