• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerangka Kelembagaan dan Regulasi Kabupaten Bantaeng

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kerangka Kelembagaan dan Regulasi Kabupaten Bantaeng"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

Kerangka Kelembagaan dan

Regulasi Kabupaten Bantaeng

6.1 Kerangka Kelembagaan

Kelembagaan daerah di Kabupaten Bantaeng terkait erat dengan pelaksanaan program pembangunan infrastruktur bidang PU/Cipta Karya yang fungsi kinerjanya dilakukan melalui suatu koordinasi baik secara vertikal maupun horisontal dan intensif untuk tujuan sinkronisasi di dalam pelaksanaan program dengan instansi-instansi terkait. Untuk itu, peningkatan dari kapasitas kelembagaan diperlukan dalam pelaksanaan pembangunan agar kegiatan investasi pengembangan infrastruktur dapat terjamin keberlanjutannya secara optimal.

Beberapa kebijakan yang merupakan landasan hukum dalam pengembangan dan peningkatan kapasitas kelembagaan RPIJM Kabupaten Bantaeng, antara lain :

1. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah;

2. PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota;

3. PP No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Daerah; 4. PP No. 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014;

5. Perpres No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025;

6. Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional

7. Permen PU No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimum;

8. Permendagri No. 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah;

D O K U M E N R E V IE W R E N C A N A P R O G R A M I N V E S T AS I J A N G K A M E N E N G AH ( R P I J M ) BI D A N G K E C IP TAK A R Y AA N K A BU P ATE N B A N T AE N G TAH U N 2 0 1 7 -2 0 2 1 VI - 1

(2)

9. Permendagri No. 57 Tahun 2010 tentang Pedoman Standar Pelayanan Perkotaan;

10. Kepmen PAN No. 75 Tahun 2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil.

Peran dan hubungan atas keterlibatan unsur pemerintahan seperti Bappeda, Dinas/Instansi terkait dan PDAM, swasta dan masyarakat diperlukan agar pelaksanaan program menjadi satu kesatuan dengan pelaksanaan program lainnya. Pembentukan perangkat daerah didasarkan pada urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan dengan memperhatikan kebutuhan, kemampuan keuangan, cakupan tugas, kepadatan penduduk, potensi, karakteristik serta sarana dan prasarana. Penataan organisasi perangkat daerah ini dilakukan melalui analisis jabatan dan analisis beban kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta didukung oleh ketersediaan sumberdaya manusia yang memadai, sehingga fungsi pelayanan yang terdapat dalam urusan yang menjadi kewenangannya dapat terlaksana secara lebih optimal.

Pergeseran paradigma dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan dari pola sentralisasi menjadi pola desentralisasi yang ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, membawa implikasi yang mendasar terhadap keberadaan, tugas, fungsi dan tanggung jawab lembaga serta aparatur pemerintah dalam mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang didasarkanpada prinsip-prinsip good governance.

Tujuan peningkatan kelembagaan daerah terkait langsung dengan pembangunan prasarana Kabupaten Bantaeng bidang PU/Cipta Karya, yaitu agar investasi pembangunan dapat dioperasionalkan secara maksimal oleh Pemerintah Kabupaten Bantaeng. Dalam hal pembangunan kota, wilayah kegiatan pembangunan mencakup wilayah lebih dari satu wilayah Kabupaten/Kota, perlu dikaji kelembagaan secara lebih

(3)

mendalam dan melibatkan peran pemerintah Propinsi maupun Pemerintah Pusat sehingga dapat diwujudkan kerjasama antar Kabupaten/Kota dan fungsi koordinasi yang bersifat sinergi. Aspek kelembagaan dibahas pada masing-masing sektor pembangunan dengan memperhatikan fungsi koordinasi dan sinkronisasi kegiatan antar sektor pembangunan prasarana kota, sesuai dengan kedudukan dan tugas masing-masing unit organisasi/instansi. Kelembagaan di Kabupaten Bantaeng perlu dioptimalisasi dan dikoordinasikan serta disinkrosnisasi uraian jabaran dari fungsi-fungsi sesuai dengan kedudukan dan tugas masing-masing unit organisasi/instansi dan perangkatnya, guna tercapai tujuan peningkatan kelembagaan yang mendukung kegiatan pembangunan prasarana kota termasuk didalamnya Bappeda, Dinas-Dinas, PDAM dll.

6.1.1. Struktur Organisasi, Tugas dan Fungsi Masing-masing Unit Yang Terkait dengan Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya

Kapasitas dan kewenangan instansi yang mendukung Rencana Program Investas Infrastrukturi Jangka Menengah (RPIJM) PU Bidang Cipta Karya, menjadi sangat penting karena besarnya tanggung jawab yang harus dipikul dalam menjalankan roda pengelolaan yang biasanya tidak sederhana bahkan cenderung cukup rumit. Kondisi Kelembagaan pemerintahan Kabupaten Bantaeng, saat ini memperlihatkan beberapa kendala dalam mendukung program pembangunan bidang ke Cipta Karyaan Kabupaten Bantaeng, antara lain:

a) Organisasi belum sesuai dengan kapasitas kewenangan yang dibutuhkan; b) SKPD yang membidangi Keciptakaryaan tidak satu atap sehingga

menyulitkan koordinasi serta pengambilan kebijakan; c) Dukungan peraturan belum memadai;

d) Terbatasnya sumberdaya manusia yang dimiliki; dan e) Manajemen pelayanan masih perlu ditingkatkan.

Permasalahan yang sering dihadapi Dinas PU/Bid. Cipta Karya antara lain masih terbatasnya tingkat pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan dari aparatur/sumber

(4)

Dinas/Badan dan Kantor di Kabupaten Bantaeng. Peningkatan pendidikan formal para aparatur, kursus singkat,pelatihan dll masih sangat dibutuhkan dalam pengembangan dan peningkatan kapasitas (capacity building) sehingga kualitas SDM semakin tahun semakin meningkat. Selain masih terbatasnya SDM bidang tertentu dan penempatan tenaga kerja yang sesuai keahlian. Prasarana dan sarana kerja juga masih terbatas seperti: ruang kerja, perangkat komputer, perangkat survey, kendaraan operasional dll sehingga belum optimal dalam pelaksanaan kerja. Belum Gedung perkantoran sendiri dalam melaksanakan aktifitas sehari-hari, sehingga mengurangi efektifitas kerja.

Di dalam pelaksanaan/implementasi RPIJM Bidang Cipta Karya di Kabupaten Bantaeng melibatkan banyak komponen kelembagaan sehingga terjalin koordinasi dan sinkronisasi program/kegiatan di bidang keciptakaryaan sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing lembaga.

Kapasitas dan kewenangan instansi dalam kerangka mendukung RPIJM menjadi sangat penting karena besarnya tanggung jawab yang harus dipikul dalam menjalankan roda pengelolaan yang biasanya tidak sederhana bahkan cendrung cukup rumit. Untuk maksud tersebut peran kelembagaan bidang PU/Cipta Karya memiliki posisi yang cukup penting didalam implentasi program yang akan disepakati. Aspek kelembagaan yang dimaksud dalam pelaksanaan RPIJM bidang PU/Cipta Karya Kabupaten Bantaeng akan bertugas untuk menjalaskan fungsinya melalui suatu koordinasi baik secara vertikal maupun horisontal. Dengan demikian akan diperlukan koordinasi yang intensif untuk tujuan singkronisasi didalam pelaksanaan program termasuk didalamnya Bappeda, Dinas-Dinas dan PDAM. Oleh karena RPIJM ini bersifat program jangka menengah, maka di perlukan peningkatan kapasitas kelembagaan pemerintah baik kelembagaan masyarakat maupun swasta yang terkait langsung dengan program yang akan dilaksanakan.

Untuk meningkatkan keterlibatan dan rasa memiliki masyarakat terhadap fasilitas yang akan dikembangkan perlu diperhatikan aspek sosial budaya masyarakat setempat. Hal ini perlu untuk menghidari terjadinya pertentangan tujuan antara kehendak pemerintah dan masyarakat. Juga untuk menghilangkan kesan bahwa

(5)

fasilitas yang dibangun semata-mata untuk pemerintah, sehingga masyarakat tidak peduli dengan keberhasilannya. Oleh karena itu perlu adanya pendekatan dan sosialisasi yang terus-menerus sebelum proyek dilaksanakan. Masyarakat perlu dilibatkan pada setiap tahap kegiatan pembangunan, mulai dari perumusan gagasan, perencanaan, pelaksanaan, sampai operasi dan pemeliharaan.

Unit Kerja Bidang Cipta Karya Kabupaten Bantaeng merupakan institusi yang menangani penyusunan dan implementasi program investasi Bidang Cipta Karya, memiliki kewenangan yang terbatas dalam pengambilan keputusan dalam proses perencanaan, penganggaran dan hubungan antar instansi terkait. Diusulkan untuk dibentuk satuan kerja yang terdiri dari seluruh unit kerja terkait Bidang Cipta Karya, perencanaan dan penganggaran antara lain Dinas Bappeda dan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah. Untuk mendukung pelaksanaan program keciptakaryaan Kabupaten Bantaeng, maka diperlukan langkah-langkah koordinasi sebagai berikut:

a. Dalam hal penganggaran pelaksanaan program, maka Dinas Pekerjaan Umum dan Kimpraswil (Bidang Cipta Karya) Kabupaten Bantaeng akan berkoordinasi dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah; dan

b. Dalam hal pelaksanaan program maka Dinas Pekerjaan Umum dan Kimpraswil (Bidang Cipta Karya) Kabupaten Bantaeng, akan berkoordinasi dengan dinas/instansi yang terkait langsung dengan pelaksanaan program. Dalam upaya untuk mempermudah pelaksanaan koordinasi perencanaan dan pengendalian program bidang Cipta Karya di level Kabupaten/Kota, maka harus di bentuk Satgas Randal Kabupaten/kota (Surat Edaran Direktorat Jenderal Cipta Karya No. 11/SE/DC/2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Perencanaan dan Pengendalian Bidang Cipta Karya dan Surat Keputusan Sekretariat Daerah Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan No. 650/386/Distarkim tanggal 31 Januari 2013 tentang Pembentukan SATGAS RANDAL Kabupaten/Kota). Satgas Randal Kabupaten/Kota sebaiknya beranggotakan dengan melibatkan unsur-unsur dari:

1. Pokjanis Strategi Pengembangan Permukiman dan Infrastruktur Perkotaan (SPPIP);

(6)

2. Pokja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Permukiman/Sanitasi (AMPL/Sanitasi) Kab/Kota;

3. Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) kabupaten/Kota bidang Cipta Karya;

4. Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kab./Kota; 5. Tim Koordinasi Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP). Adapun penjelasan dari masing-masing unsur Satgas Randal Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut :

1. Pokjanis SPPIP

Kelompok kerja teknis (Pokjanis) SPPIP bertugas terutama untuk menghasilkan dokumen SPPIP dan Rencana Pengembangan Kawasan Permukiman Prioritas (RPKPP) di bidang permukiman. Dokumen SPPIP dan RPKPP diperlukan dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan permukiman melalui pengurangan luasan kawasan kumuh, peningkatan kualitas penyelenggaraan penataan kawasan permukiman dan peningkatan pelayanan infrastruktur permukiman. Dalam melakukan tugasnya Pokjanis SPPIP didampingi oleh tim tenaga ahli, untuk menghasilkan dokumen SPPIP kemudian dikonsultasikan kepada publik sebelum dirumuskan menjadi acuan dalam merencanakan pelaksanaan pembangunan infrastruktur permukiman perkotaan. Dokumen SPPIP dan RPKPP ini selanjutnya menjadi acuan dalam penyusunan RPIJM Kab/kota, maka keanggotaan Satgas Randal Kabupaten/kota harus melibatkan unsur Pokjanis SPPIP.

2. Kelompok kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Permukiman/Sanitasi (Pokja AMPL/Sanitasi) Kab/Kota.

Pokja AMPL/Sanitasi merupakan wadah bagi para pelaku yang berkepentingan dalam penanganan masalah air minum dan sanitasi. Fokusnya adalah menyusun Buku Putih dan Strategi Sanitasi Kota (SSK) yang merupakan portofolio yang diperlukan dalam menarik investasi

(7)

sanitasi. Pemerintah daerah yang telah menyusun Buku Putih dan SSK, terbukti berhasil meningkatkan investasi sanitasinya dengan pelaksanaan program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) di kabupaten/kota.

3. Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD)

Kabupaten/kota adalah wadah koordinasi lintas sektor, lintas pemangku kepentingan dalam rangka menanggulangi kemiskinan di tingkat kab/kota. TKPKD kab/kota bertugas melakukan koordinasi dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan di kabupaten/kota sekaligus sesuai keputusan tim nasional. Anggota TKPKD terdiri dari unsur: pemerintah ,masyarakat, dunia usaha, dan pemangku kepentingan lainnya.

4. Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) merupakan organisasi perangkat daerah yang bertugas dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan dekonsentrasi maupun tugas pembantuan yang dilimpah sesuai dengan kewenangannya. Dalam hal ini yang di maksud SKPD terutama yang melaksanakan kegiatan berkaitan dengan bidang Cipta Karya di daerah.

5. Tim Koordinasi Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP) Kab/kota adalah tim yang mengkoordinasikan dan mengendalikan pelaksanaan program pengentasan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat di tingkat Kabupaten. Kegiatan PPIP meliputi fasilitasi dan memobilisasi masyarakat dalam melakukan identifikasi permasalahan kemiskinan, menyusun perencanaan dan melaksanakan pembangunan infrastruktur Perdesaan. Tujuan PPIP adalah untuk mewujudkan peningkatan akses masyarakat miskin, dan kaum perempuan, termasuk kaum minoritas terhadap pelayanan infrastruktur dasar perdesaan berbasis pemberdayaan masyarakat dalam tata kelola pemerintahan yang baik.

(8)

Guna memudahkan pelaksanaan koordinasi, akan sangat ditentukan oleh struktur organisasi yang telah terbentuk dan upaya penyempurnaan struktur organisasi Bidang Cipta Karya Kabupaten Bantaeng sesuai peraturan pemerintah yang berlaku. Struktur Organisasi Bidang Cipta Karya Kabupaten Bantaeng terdiri atas beberapa bidang dan seksi yang masuk ke dalam Satuan Tugas Perencanaan dan Pengendalian (SATGAS RANDAL) Kabupaten Bantaeng. Adapun perincian SATGAS RANDAL Kabupaten Bantaeng yang telah terbentuk sebagai berikut:

a. Tim Pengarah, terdiri atas : 1. Bupati Bantaeng

2. Wakil Bupati Bantaeng

3. Sekretaris Daerah Kabupaten Bantaeng b. Tim Teknis, terdiri atas :

1. Kepala Satuan Tugas Pendampingan Perencanaan : Kepala Bappeda Kabupaten Bantaeng

2. Sekertaris : Kepala Bidang SDA dan Prasarana Wilayah Bappeda Kabupaten Bantaeng

3. Kepala Satuan Tugas Pendampingan Pengendalian : Kepala Dinas PU dan Kimpraswil Kabupaten Bantaeng

4. Sekertaris Kepala Bidang Perumahan dan Permukiman Dinas PU dan Kimpraswil Kabupaten Bantaeng

5. Angggota:

o Kabid Anggaran Dinas PPKAD

o Kasie Penyusunan APBD Dinas PPKAD o Kasubag Program dan Pelaporan Bappeda

o Kasubag Program dan Pelaporan Dinas PUDan Kimpraswil o Kabid Tata Ruang Dinas PU dan Kimpraswil

o Kasie Perumahan dan Permukiman Dinas PU dan Kimpraswil o Kasie Bangunan dan Rumah Daerah Dinas PU dan Kimpraswil o Kasie Perenc. dan Penataan Ruang Dinas PU dan Kimpraswil o Kasie Bina Air Bersih dan Limbah Dinas PU dan Kimpraswil

(9)

o Kasubid Prasarana Wilayah Bappeda o Kabid P2PL Dinas Kesehatan

o Kasie Penyehatan Lingkungan dan Pembinaan Peran Serta Masyarakat

o Dinas Kesehatan

o Kabid Kebersihan dan Pertamanan Bappedalda o Kasubid Kebersihan Bappedalda

o Kabag. Perencanaan PDAM c. Sekertariat:

1. Irman (Staf Dinas PU & Kimpraswil Kabupaten Bantaeng) 2. Irsan (Staf Bappeda Kabupaten Bantaeng)

Peran Satgas RPIJM/Randal Kabupaten/Kota pada dasarnya adalah sebagai perumus dokumen RPIJM. Pembentukan Satgas Penyusunan RPIJM Kabupaten/Kota ini ditetapkan oleh Keputusan Bupati/Walikota. Satgas tingkat Kabupaten/Kota memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing, yaitu :

1. Pengarah

a. Memberikan arahan kebijakan kegiatan Pendampingan Penyusunan RPIJM Bidang Pekerjaan Umum/Cipta Karya Daerah Kabupaten/Kota; b. Memberikan dukungan dalam kaitan dengan hubungan dengan pimpinan

instansi terkait mitra kerjasama; dan

c. Memberikan dukungan dalam kaitan hubungan pada Daerah Kabupaten/Kota.

2. Pelaksana

a. Melaksanakan tugas pendampingan RPIJM Daerah Kabupaten/Kota; b. Melaksanakan tugas pembangunan kelembagaan dan sumber daya

manusia tingkat Kabupaten/Kota;

c. Menyusun RPIJM Bidang Pekerjaan Umum/Cipta Karya ;

d. Melaksanakan tugas evaluasi atas usulan RPIJM Daerah Kabupaten/Kota yang akan dihasilkan dari proses pendampingan;

(10)

e. Melaksanakan evaluasi guna perbaikan dan penyempurnaan secara terus menerus Pendampingan RPIJM Kabupaten/Kota.

3. Sekretariat

a. Memberi dukungan teknis administrasi, dan logistik pada Satgas Pengarah dan Pelaksana;

b. Menyelenggarakan sistem informasi manajemen untuk pengendalian dan evaluasi pelaksanaan RPIJM Daerah Kabupaten/Kota; dan

c. Melaksanakan tugas lain yang ditugaskan oleh pengarah dan pelaksana. Kondisi dan potensi kelembagaan, khususnya yang terkait dengan sumber daya manusia yang dimiliki oleh PU dan Kimpraswil Kabupaten Bantaeng. Dalam kaitannya dengan Reformasi Birokrasi, penataan sistem manajemen SDM aparatur merupakan program ke-5 dari Sembilan Program Reformasi Birokrasi, yang perlu ditingkatkan tidak hanya dari segi kuantitas tetapi juga kualitas. Bagian ini menguraikan kondisi keorganisasian instansi yang menangani bidang Cipta Karya, yang dapat dilakukan, mengenai komposisi Struiktur dalam unit kerja bidang Perumahan dan Permukiman yang melaksanakan Kegiatan keCiptaKaryaan di Kabupaten Bantaeng.

Untuk mendukung peningkatan aspek kelembagaan terkait dengan pelaksanaan program RPIJM, maka Dinas PU dan Kimpraswil Kabupaten Bantaeng akan berinisiatif dengan mengarahkan tugas dan fungsi dari masing-masing lembaga/instansi terkait tersebut untuk pelaksanaan dan pengelolaan serta pengembangan program kegiatan RPIJM. Pengambilan kebijakan tersebut dilakukan agar tidak terjadi tumpang tindih kegiatan dan tidak terjadi penumpukan program yang kurang terarah pelaksanaannya sesuai dengan usulan program yang dibuat.

Organisasi pelaksana kegiatan fasilitasi penyusunan RPIJM unit Bidang Cipta KaryaKabupaten Bantaeng, terdiri dari:

a. Satgas Pusat, didukung oleh Sekretariat RPIJM;

b. Satgas Provinsi, didukung oleh Satker DJCK Provinsi dan Konsultan; dan c. Satgas Kabupaten/Kota, didukung oleh Satker DJCK Provinsi dan Konsultan.

(11)

Dari uraian tersebut di atas, diagram organisasi pelaksana kegiatan fasilitasi penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten Bantaeng sebagai berikut :

Gambar 6.1

Bagan Organisasi Pelaksana Kegiatan Penyusunan RPIJM

Untuk mendukung program Bidang Cipta Karya diKabupaten Bantaeng, instansi yang terkait sebagai pelaksana program dalam hal ini Dinas Pekerjaan Umum dan Kimpraswil Kabupaten Bantaeng diharapkan memiliki struktur organisasi yang memadai agar pelaksanaan program dan kegiatan Bidang Cipta Karya dapat berjalan dengan baik dan selesai tepat pada waktunya. Pada Bagan berikut adalah struktur organisasi Dinas Pekerjaan Umum dan Kimpraswil Kabupaten Bantaeng.

Satgas Pusat Dukungan Sekretariat RPIJM Dukungan Satker DJCK Provinsi Satgas Provinsi Dukungan Konsultan Satgas Kabupaten/Kota Dukungan Konsultan

(12)

Gambar 6.2 Bagan Struktur Organisasi Dinas PU Kimpraswil Kabupaten Bantaeng

6.1.2 Potensi dan Persoalan Terkait Dengan Organisasi dan Tata Laksana Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya

Potensi kelembagaan, khususnya yang terkait dengan sumber daya manusia yang dimiliki oleh Bidang Cipta Karya Kabupaten Bantaeng. Dalam kaitannya dengan

Seksi Bina Manfaat

Seksi Pembangunan

Seksi Operasi & Pemeliharaan

Seksi Operasi & Rehab Jalan &

Jembatan Seksi Perenc. Jalan & Jembatan

Seksi Pemb. Jalan & Jembatan KEPALA DINAS Jabatan Fungsional SEKRETARIS

Subag Umum & Kepegawaian

Subag Keuangan Subag Program &

Pelaporan BIDANG PENGAIRAN BIDANG BINA MARGA BIDANG PERUMAHAN PERMUKIMAN BIDANG TATA RUANG

Seksi Sarana & Prasarana Air Bersih & Limbah

Seksi Bangunan & Rumah Daerah

Seksi Perumahan& Permukiman

Seksi Pengawasan Bangunan Seksi Perenc. & Penataan ruang

Seksi Perizinan Bangunan

(13)

Reformasi Birokrasi, penataan sistem manajemen SDM aparatur yang merupakan program ke-5 dari Sembilan Program Reformasi Birokrasi. Bagian ini menguraikan kondisi SDM di keorganisasian instansi yang menangani Bidang Cipta Karya di Kabupaten Bantaeng seperti dijelaskan pada Tabel 6.1. berikut :

Tabel 6.1.

Komposisi Struktur dalam Unit Kerja Bidang Perumahan dan Permukiman Kabupaten Bantaeng

No URAIAN

1 Bidang Perumahan dan Permukiman

SYAHRIANI SAID, ST

1.a Seksi Bangunan dan Rumah Daerah

SUPEDI, ST

1.b Seksi Perumahan dan Permukiman

RICA CINTYA PUTRI, S.IP, M.Si

1.c Seksi Sarana dan Prasarana Air Bersih dan Limbah SURYANARTI SULTHAN,ST,MT

Sumber: Dinas PU danKimpraswil Kab. Bantaeng Tahun 2016

Kondisi dan potensi kelembagaan, khususnya yang terkait dengan yang dimiliki oleh Dinas PU danKimpraswil Kabupaten Bantaeng, dijelaskan pada tabel 6.1.2. berikut.

Tabel 6.2.

Komposisi Jabatan Struktural Dinas PU dan Kimpraswil Kabupaten Bantaeng

No Nama Jabatan Struktural

1 Drs.H. Nasaruddin KEPALA DINAS 2 Drs. H. MALLOMBASI.DTS,

M.Si SEKRETARIS

3 M. KASIM, ST KEPALA BIDANG PENGAIRAN

4 EDY RAHMAT, ST,M.Eng KEPALA BIDANG BINA MARGA 5 SYAHRIANI SAID, ST KEPALA BIDANG PERUMAHAN DAN

(14)

6 Hj. TITIN SUPRIYATIN, ST KEPALA BIDANG TATA RUANG 7 RAKHMAT PASI

SUDARMONO, ST SEKSI PEMBANGUNAN

8 M. ZUCHRI, ST SEKSI OPERASI DAN PEMELIHARAAN 9 MUNIR PELO,ST,MPSDA SEKSI BINA MANFAAT

10 MISBAHUSSAADAH, ST SEKSI PERENC. JALAN DAN JEMBATAN 11 ASMAWATI,ST, MT SEKSI PEMB. JALAN DAN JEMBATAN 12 PETRUS NUA SEKSI OPERASI. DAN REHAB. JALAN DAN

JEMBATAN

13 SUPEDI, ST SEKSI BANGUNAN DAN RUMAH DAERAH

14 RICA CINTYA PUTRI, S.IP,

M.Si SEKSI PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN

15 SURYANARTI SULTHAN,ST,MT

SEKSI SARANA DAN PRASARANA AIR BERSIH DAN LIMBAH

16 FATMAWATI,ST SEKSI PERENC. & PENATAAN RUANG 17 Ir. NUR AKHMAD SEKSI PERIZINAN BANGUNAN

18 RAHMAT KURNIA, ST SEKSI PENGAWASAN BANGUNAN Sumber: Dinas PU danKimpraswil Kab. Bantaeng Tahun 2016

Kondisi kelembagaan pemerintah Kabupaten Bantaeng serta kapasitas dan kewenangan instansi untuk mendukung RPIJM menjadi sangat penting karena besarnya tanggung jawab yang harus dipikul dalam menjalankan roda pengelolaan yang biasanya tidak sederhana bahkan cendrung cukup rumit. Kondisi kelembagaan dalam pelaksanaan dan implementasi program keciptakaryaan, jika dikaji secara mendalam masih mengalami berbagai hambatan dan permasalahan. Hambatan dan permasalahan yang dimaksud sebagai berikut :

1. Organisasi belum sesuai dengan kapasitas kewenangan yang dibutuhkan; 2. Dukungan peraturan belum memadai;

3. Terbatasnya SDM yang dimiliki;

4. Manajemen pelayanan masih perlu ditingkatkan;

Permasalahan yang sering dihadapi Dinas PU dan Kimpraswil Bidang Cipta Karya antara lain masih terbatasnya pengetahuan dan keterampilan dari aparatur/sumber daya manusia (SDM) yang menangani/mengelola berbagai bidang di

(15)

berbagai Dinas/Badan dan Kantor di Kabupaten Bantaeng. Selain masih terbatasnya SDM bidang tertentu dan penempatan tenaga kerja yang sesuai keahlian, prasarana dan sarana kerja juga masih terbatas seperti: ruang kerja, perangkat komputer, perangkat survey, kendaraan operasional dll sehingga belum optimal dalam pelaksanaan kerja. Belum memiliki Gedung perkantoran sendiri, sehingga dalam melaksanakan aktifitas sehari-hari mengurangi efektifitas kerja.

Dengan rendahnya kualitas dan kapasitas aparatur sangat mengurangi efektifitas kelembagaan pemerintah. Dengan rendahnya SDM dalam kelembagaan dapat mengurangi efektifitas kerja dan banyak kegiatan yang tidak dapat diselesaikan tepat waktu, sehingga keinginan para investor untuk masuk ke Kabupaten Bantaeng kurang berminat apalagi faktor keamanan belum menjamin dalam pelaksanaan program. Namun untuk masuknya berbagai investor dan pelaku usaha yang turut dan ingin membantu, sangat memperhatikan kepada kualitas SDM pada kelembagaan pemerintah daerah Kabupaten Bantaeng.

Untuk merumuskan rencana pengembangan tata laksana, dengan mengacu pada analisis SWOT sebelumnya, maka diperlukan evaluasi tata laksana, pengembangan standar dan operasi prosedur, serta pembagian kerja dan program yang jelas antar unit dalam instansi ataupun lintas instansi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bantaeng, khususnya di bidang Cipta Karya.

Format umum dalam rencana tindakan untuk peningkatan aspek kelembagaan terkait dengan bentuk kebijakan dan strategi dalam pengambilan keputusan untuk mendukung pelaksanaan program kegiatan RPIJM 5 (lima) tahun kedepan. Strategi tersebut dilakukan dengan peningkatan fungsi dan peran dari setiap tingkatan pemerintahan, dinas-dinas dan lembaga/instansi terkait lainnya untuk menjalankan tugas dan fungsi sesuai dengan aturannya dalam bentuk koordinasi untuk pelaksanaan program RPIJM dari proses awal hingga akhir.

Peningkatan kelembagaan dapat dilakukan dengan melakukan perubahan struktur yang dianggap tidak efektif, sehingga pelaksanaan pembangunan di berbagai sub bidang keciptakaryaan dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan.

(16)

Peningkatan kelembagaan dapat dilakukan dengan melakukan perubahan struktur yang dianggap tidak efektif, sehingga pelaksanaan pembangunan di berbagai sub bidang keciptakaryaan dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan.

Adapun usulan program dalam rangka mengoptimalkan kelembagaan Pemerintah Kabupaten Bantaeng adalah:

1. Pengembangan struktur dinas atau instansi terkait RPIJM.

2. SKPD yang membidangi Keciptakaryaan agar disatukan dalam satu dinas agar memudahkan koordinasi dan dalam pengambilan kebijakan.

3. Menambah jumlah tenaga sarjana teknis untuk tugas membantu pimpinan dinas dalam perencanaan dan pemrograman, pemantauan dan supervisi. 4. Mengikutsertakan para pimpinan dan staf terpilih pada dinas atau instansi

terkait dalam program pelatihan baik teknis maupun manajemen.

5. Sistem rapat koordinasi pembangunan (Rakorbang) merupakan cara yang baik untuk pelaksanaan koordinasi antar dinas atau instansi terkait, diluar itu dapat pula dilakukan pertemuan-pertemuan antar sektor dalam bentuk lokakarya atau bentuk pertemuan lainnya.

6. Melaksanakan perbaikan sistem, prosedur dan koordinasi dalam perencanaan, pemrograman, pelaksanaan program dan proyek, pemantauan, supervisi, evaluasi, operasi dan pemeliharaan hasil-hasil proyek.

7. Menambah sarana-sarana penunjang kelembagaan untuk lebih memperlancar tugas pada dinas atau instansi terkait.

Sebagai antisipasi kebijaksanaan strategi pengembangan fisik sosial dan ekonomi maka aspek kelembagaan merupakan faktor penting dalam pelaksanaan dan pengawasan strategi pengembangannya. Beberapa kebijaksanaan dasar dalam strategi pengembangan kelembagaan:

a. Peningkatan fungsi dan peran serta setiap unit perencanaan di setiap tingkatan pemerintahan dan dinas-dinas/lembaga/instansi beserta seluruh perangkat pemerintahan lainnya untuk menyamakan persepsi perencanaan,penganggaran, pelaksanaan dan pengendalian program.

(17)

b. Memacu peningkatan sektor-sektor dalam rangka merealisasikan Kabupaten Bantaeng sebagai salah satu PKW di Provinsi Sulawesi Selatan.

Salah satu aspek yang menjadi usulan adalah upaya untuk melakukan penguatan kelembagaan, khususnya pemerintah desa/kelurahan. Berbagai upaya yang dilakukan dalam rangka penguatan kelembagaan yaitu:

a. Diharapkan lahirnya kader-kader masyarakat kota yang akan memiliki kemampuan sebagai fasilitator kota yang memahami tentang sistem dan mekanisme perencanaan partisipatif, sebagaimana petunjuk Kepmendagri No. 66 tahun 2007 tentang KPMD;

b. Tersusunnya RPJM Kelurahan dan beberapa database desa yang sangat penting;

c. Membentuk tim yang memiliki kemampuan manajerial pelaksanaan pembangunan di kelurahan, dan memiliki kemampuan teknis tentang administrasi pelaporan keuangan proyek;

d. Memberikan penguatan kepada semua pelaku dalam bentuk pelatihan-pelatihan, baik yang sifatnya konsepsional maupun masalah-masalah teknis, dalam rangka mendorong pelaku untuk lebih professional dalam menjalankan tupoksi.

6.1.3 Analisis Kebutuhan SDM Dibandingkan Dengan Kondisi Eksisting

Secara umum masalah yang dihadapi di dalam pelaksanaan pembangunan, khususnya Bidang Cipta Karya Kab. Bantaeng yang dapat di identifikasi sebagai berikut

1. Organisasi belum sesuai dengan kapasitas kewenangan yang dibutuhkan; 2. Dukungan peraturan belum memadai;

3. Terbatasnya kemampuan SDM yang dimiliki; 4. Manajemen pelayanan masih perlu ditingkatkan;

Untuk mewujudkan pelaksanaan pengembangan dan peningkatan kapasitas (capacity building) di bidang keciptakaryaan perlu disiapkan sumber daya manusia (SDM) dari aparatur yang menangani bidang keciptakaryaan tersebut. Peningkatan

(18)

SDM dapat melalui pendidikan formal maupun non formal atau pelatihan singkat dan kursus-kursus teknis yang mendukung tugas pokok dan fungsi sehingga mendapatkan SDM yang profesional sesuai dengan bidangnya. Untuk mendukung peningkatan SDM ini perlu didukung oleh komitmen Pemerintah Daerah dalam peningkatan profesionalisme aparatur sehingga pelaksanaan program yang tertuang dalam RPIJM dapat terlaksana sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai.

Adapun prinsip dari pelaksanaan pengembangan dan peningkatan kapasitas adalah:

1. Pengembangan kapasitas bersifat multi-dimensional, mencakup beberapa kerangka waktu; jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek, 2. Pengembangan kapasitas menyangkut “multiple stakeholders”,

3. Pengembangan kapasitas harus bersifat “demand driven”, dimana kebutuhannya tidak ditentukan dari atas/luar, tetapi harus datang dari stakeholdernya sendiri, dan

4. Pengembangan kapasitas mengacu pada kebijakan nasional, seperti RPJMN Faktor utama untuk terwujudnya upaya pengembangan dan peningkatan kapasitas yang berhasil adalah adanya komitmen dari Pimpinan Pemerintah Daerah dan atau Pimpinan Instansi/Unit Kerja yang bersangkutan atas niatnya yang sungguh-sungguh untuk melakukan program/proyek peningkatan kapasitas yang dimaksud, serta siap dengan semua konsekuensinya.

Pengembangan dan peningkatan kapasitas (capacity building) di Kabupaten Bantaeng sangat dibutuhkan sehingga mampu mengikuti perkembangan waktu, informasi dan teknologi. Untuk meningkatkan SDM dapat dilakukan melalui pemberian beasiswa untuk melanjutkan pendidikan formal, pelatihan, kursus singkat dll sangat diperlukan sehingga perlu dipersiapkan SDM yang mau dan mampu dalam meningkatkan kapasitasnya.Dengan Pengembangan teknologi dan informasi dunia yang sangat cepat dan ini perlu percepatan pula dalam menangkap dan meresponnya, untuk itu sangat dibutuhkan. Bantuan teknis berupa pelatihan, kursus dalam berbagai sektor bidang dan peningkatan pendidikan formal (dari pendidikan SMA ke S-1, S-1 ke

(19)

S-2) serta dukungan dari berbagai pihak dalam pengembangan dan peningkatan kapasitas (capacity building) masih sangat dibutuhkan.

Lebih jauh analisis dan kajian permasalahan yang dihadapi dalam aspek kelembagaan dapat dilakukan dengan melakukan analisis organisasi dengan menggunakan model SWOT (Strenght, Weakness, Opportunity, Threath). Analisis tersebut akan mengacu kepada tingkat kebutuhan pada aspek kelembagaannya beserta perangkat pendukungnya dalam penyelenggaraan program RPIJM yang jelasnya adalah sebagai berikut:

Tabel 6.3 : Matriks Analisis SWOT Aspek Kelembagaan

Strategi

STRENGTH (S) / KEKUATAN WEAKNESS (W) / KELEMAHAN

1. Potensi SDM yang cukup memadai

2. Dukungan Pemerintah Kab. Bantaeng Cukup

Besar Di Dalam Pelaksanaan RPIJM terhadap instansi Unit kerja Bidang Cipta Karya

3. Dukungan Pemerintah dan partisipasi

masyarakat dalam Pelaksanaan Program pembangunan Prasarana dan Sarana Pendukung

1. Perkembangan Kawasan Perkotaan Kab. Bantaeng yang kurang

memperhatikan perencanaan tata ruang yang ada.

2. Koordinasi di dalam pelaksanaan program pembangunan infrastruktur masih sangat terbatas

3. Munculnya kawasan-kawasan baru yang memerlukan pengendalian dan pembiayaan

OPPORTUNITY (O)/ PELUANG STRATEGI S-O STRATEGI W-O

1. Dukungan Pembiayaan Dari

Pemerintah Pusat untuk menangani unit kerja Bidang Cipta Karya

2. Dukungan Pemerintah Provinsi Untuk

Mengembangan Kawasan potensial Cukup Positif

3. Tingginya minat pembangunan di

Kab. Bantaeng

1. Peningkatan SDM Aparat unit kerja Bidang

Cipta Karya

2. Optimalisasi pengembangan kawasan

perkotaan Kab. Bantaeng yang berkelanjutan

3. Optimalisasi sumber-sumber pendanaan

daerah, partisipasi swasta dan masyarakat, untuk mendukung program Bidang Cipta Karya

1. Peningkatan Kualitas dan Kuantitas SDM melalui jalur pendidikan dan pelatihan Bidang Cipta Karya 2. Optimalisasi sumberdaya dalam

pelaksanaan pembangunan Bidang Cipta Karya

3. Efektifitas dan efisiensi di dalam penganggaran yang dibarengi dengan peningkatan pelayanan

THREATS (T) / HAMBATAN STRATEGI S-T STRATEGI W-T

1. Globalisasi Ekonomi yang cukup kuat

2. Lemahnya koordinasi pelaksanaan

program

3. Pembiayaan Pembangunan yang

Terbatas

1. Mengupayakan peningkatan jiwa usaha bagi

masyarakat untuk menggalang sumber-sumber pendanaan

2. Penegasan RTRW dan rencana sektoral

sebagai alat pengendali pembangunan di Kab. Bantaeng

3. Penguatan struktur kelembagaan Bidang

Cipta Karya

4. melalui penegasan tugas dan fungsi

masing-masing bidang.

1. Peningkatan dan pemberdayaan

manejemen PU/Bid. Cipta Karya Kab. Bantaeng

2. Peningkatan koordinasi dan manajemen

tata pemerintahan yang baik.

3. Peningkatan kapasitas kelembagaan

masyarakat untuk mendukung

(20)

Selain menganalisa kelembagaan dengan analisa SWOT seperti diatas, juga dijelaskan program pengembangan kelembagaan pada instansi yang menangani Bidang Cipta Karya yang dibagi dalam 3 tahap pengembangan yaitu :

1. Tahap Konsolidasi

Dalam tahap konsolidasi, kegiatan peningkatan koordinasi lembaga baik itu lembaga vertikal maupun lembaga horizontal pada dinas atau instansi sangat penting, penambahan aparat pada bidang atau seksi yang terkait RPIJM sehingga kebutuhan aparat tercukupi, peningkatan kualitas aparat terkait dengan penyusunan program atau pelaksanaan RPIJM, melengkapi organisasi ekstrastruktural dan sebagainya.

Terciptanya kesinambungan penyusunan dan pelaksanaan program sangat penting sehingga diperlukan adanya tim ahli yang memberikan input terhadap pemerintah daerah dalam aspek pengembangan kota, teknis, keuangan dan kelembagaan RPIJM yang bersifat in-house consultant yang merupakan bantuan teknis dari Direktorat Bina Program Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PU.

2. Tahap Optimalisasi

Dalam tahap optimalisasi program berjalan terdapat kegiatan-kegiatan seperti optimalisasi kinerja struktur organisasi dinas atau instansi terkait keberlanjutan pelaksanaan program pembangunan, sehingga implikasi optimalisasi kinerja tersebut baik itu mampu atau kurang mampu dalam menangani program pembangunan dapat disempurnakan, penambahan sumber daya manusia pada dinas atau instansi sehingga kebutuhan sumber daya manusia tercukupi, peningkatan kualitas aparat yang berkaitan dengan pelaksanaan program dan sebagainya.

3. Tahap Penyempurnaan

Dalam tahapan penyempurnaan terdapat kegiatan evaluasi atau uji hasil terhadap pelaksanaan program pembangunan yang berjalan seperti

(21)

penggunaan hasil evaluasi pelaksanaan program untuk memperbaiki pelaksanaan program yang belum optimal, merekomendasikan penggunaan aparatur yang telah terlatih dalam menangani program untuk tetap bekerja sampai akhir pelaksanaan program sehingga akan tercipta organisasi yang baik, kualitas yang baik dan kuantitas yang mencukupi dari segi aparatur khususnya dibidang perencana, bidang pelaksana dan bidang pengawas, adanyan pelatihan-pelatihan teknis dan manajemen untuk lebih meningkatkan kualitas aparatur.

Relatif masih terbatasnya tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan dari aparatur/ sumber daya manusia (SDM) yang menangani/ mengelola pembangunan bidang Cipta Karya di Kabupaten Bantaeng. Peningkatan pendidikan formal para aparatur melalui kursus singkat, pelatihan dan pemberdayaan masyarakat dalam penanganan sarana dan prasarana Keciptakaryaan masih sangat dibutuhkan dalam pengembangan dan peningkatan kapasitas (capacity building) sehingga kualitas SDM semakin meningkat.

Juga masih terbatasnya SDM, prasarana dan sarana kerja yang kondisi dalam jumlah yang terbatas serta pemanfaatan yang padat dan terbatasnya ruang kerja, perangkat komputer, perangkat survey, kendaraan operasional dan peralatan kantor menjadikan belum optimalnyakinerja kelembagaan.

Pengembangan dan peningkatan kapasitas (capacity building) di Kabupaten Bantaeng masih sangat dibutuhkan untuk mengikuti perkembangan waktu, informasi dan teknologi. Pengembangan teknologi dan informasi sangat cepat dan ini perlu kecepatan pula dalam menangkap dan meresponnya, sehingga sangat diperlukan peningkatan SDM personel kelembagaan yang terlibat di Kabupaten Bantaeng.

Oleh karena itu peningkatan kualitas serta dukungan dari Kementrian Pekerjaan Umum dalam pengembangan dan peningkatan kapasitas (capacity building) di Kabupaten Bantaeng diperlukan untuk pelaksanaan RPIJM agar dapat berjalan dengan efisisen dan efektif.

(22)

Untuk mendukung peningkatan kapasitas kelembagaan, bidang PU/Cipta Karya dalam kerangka pelaksanaan program beberapa hal yang akan dilakukan antara lain sebagai berikut :

1. Peningkatan kualitas SDM melalui jalur pendidikan bagi staf yang tingkat pendidikannya masih sarjana muda dan non sarjana melalui jalur pendidikan formal;

2. Peningkatan kualitas SDM aparat bidang PU/Cipta Karya melalui pelatihan dan kursus di bidang teknis dan manajerial untuk pengelolaan infrastruktur keciptakaryaan;

3. Penghargaan bagi karyawan yang berprestasi.

Untuk merumuskan rencana pengembangan Sumber Daya Manusia, dengan mengacu pada analisis SWOT, maka diperlukan perencanaan karier setiap pegawai sesuai dengan kompetensi individu dan kebutuhan organisasi. Guna meningkatkan pelayanan kepegawaian, maka perencanaan pegawai hendaknya mengacu pada analisis jabatan yang terintegrasi sesuai dengan kebutuhan organisasi.

Selain itu, rencana pengembangan SDM dapat dilakukan dengan peningkatan jenjang pendidikan serta mendukung pembinaan kapasitas pegawai melalui pelatihan. Sesuai dengan lingkup kegiatan bidang keciptakaryaan, dalam rangka peningkatan kualitas SDM terdapat beberapa pelatihan yang diadakan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PU yang dapat menjadi referensi dipaparkan pada tabel dibawah ini.

(23)

Tabel 6.4. Jenis Pelatihan Bidang Cipta Karya

No Jenis Pelatihan

1 Bimbingan Teknis Pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara Pusat, Barat dan Timur serta sertifikasi Pengelola Teknis

2 Bimbingan Teknis Penyelenggaraan Bangunan Gedung Negara 3 Bimbingan Teknis Pengelolaan Rumah Negara Golongan III

4 Training of Trainers (TOT) Bidang Penyelenggaraan Penataan Bangunan dan Lingkungan

5 Training of Trainers (TOT) Sosialisasi Peraturan Perundangan-undangan Bangunan Gedung dan Lingkungan

6 Pelatihan Pengadaan Barang dan Jasa Dit. PBL

7 Peningkatan Kapasitas SDM Dit. PBL bekerjasama dengan Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi

8 Pembinaan Teknis Peningkatan Kemampuan dalam Bidang Keprotokolan 9 Pembinaan Teknis Peningkatan Kemampuan dalam Bidang Tata Persuratan 10 Pembinaan Teknis Peningkatan Kemampuan Pemeliharaan dan

Pengamanan Infrastruktur Publik Bidang Keciptakaryaan

11 Pembinaan Teknis Peningkatan Kemampuan Aparatur Negara dalam Tanggap Darurat Bencana

12 Pembinaan Teknis Percepatan Proses Hibah/Alih Status Barang Milik Negara

13 Pembinaan Teknis Penerapan Aplikasi SIMAK BMN 14 Pembinaan Teknis Pengembangan Kompetensi Pegawai 15 Pembinaan Teknis Pemetaan Kompetensi Pegawai 16 Diklat Pejabat Inti Satker (PIS)

17 Diklat Jabatan Fungsional Sumber : Pedoman RPIJM, 2016 6.2. Kerangka Regulasi

Beberapa kebijakan ataupun regulasi yang merupakan landasan hukum dalam pengembangan dan peningkatan kapasitas kelembagaan RPIJM Kabupaten Bantaeng serta jenis regulasi yang sudah ada atau yang sudah disusun dalam mencapai sasaran strategis (dalam RPJMD Kab. Bantaeng) terkait dengan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya Kabupaten Bantaeng, yaitu.

(24)

2. PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota;

3. PP No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Daerah; 4. Perpres No. 2 Tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019;

5. Perpres No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025;

6. Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional

7. Permen PU No. 14/PRT/M/2010 tentang Estándar Pelayanan Minimum; 8. Permen PUPR No. 13/RPT/M/2015 tentang Rencana Strategis (Renstra)

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat 2015-2019;

9. Permendagri No. 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah;

10. Permendagri No. 57 Tahun 2010 tentang Pedoman Estandar pelayanan Perkotaan;

11. Kepmen PAN No. 75 Tahun 2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil.

Selain landasan hukum yang tersebut diatas ada beberapa Peraturan Perundang-Undangan yang terkait dengan Bidang Cipta Karya diantaranya sebagai berikut :

 Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman

Perumahan dan Kawasan Permukiman merupakan perwujudan keberpihakan Pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan rumah bagi masyarakat terutama bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Oleh karena itu, Kementerian Perumahan Rakyat yang diberi amanat untuk bertanggung jawab sebagai bagian yang menangani bidang perumahan dan kawasan permukiman mengadakan sosialisasi dalam rangka

(25)

mengintegrasikan kebijakan dari pusat sampai dengan daerah serta menjawab permasalahan-permasalahan yang terjadi di bidang perumahan dan kawasan permukiman.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman, adalah salah satu bentuk penyebarluasan kebijakan sektor perumahan dan kawasan permukiman. Undang-Undang ini menjadi pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman.

Lahirnya Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 tentang perumahan dan Kawasan Permukiman yang terdiri dari 18 BAB dan 167 Pasal merupakan bukti keberpihakan pemerintah terhadap pemenuhan hak akan rumah bagi masyarakat. Terutama, bagi masyarakat berpenghasilan rendah sebagaimana dalam Pasal 50 (1) yang berbunyi “(1) Setiap orang berhak untuk bertempat tinggal atau menghuni rumah”. Berdasarkan UU ini, rumah berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga yang mendukung perikehidupan dan penghidupan juga mempunyai fungsi sebagai pusat pendidikan keluarga, persemaian budaya, dan penyiapan generasi muda.

Pada dasarnya, pemenuhan kebutuhan rumah merupakan tanggung jawab masyarakat secara mandiri, namun dukungan pencapaiannya membutuhkan keterlibatan pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota serta para pemangku kepentingan bidang perumahan dalam merealisasikannya. Permasalahan yang muncul selama 18 tahun berlakunya UU No. 4 tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman, diantaranya, yaitu semakin meningkatnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh di daerah perkotaan yang tidak diikuti dengan kebijakan dan pengaturan untuk memperbaiki kawasan kumuh; belum jelasnya tugas dan wewenang Pemda baik di tingkat propinsi, maupun kabupaten/kota dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang berakibat pada lemahnya komitmen pemda dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman; ketidakseimbangan pembangunan desa-kota serta meningkatnya urbanisasi.

(26)

Selain itu, pembangunan perumahan dan kawasan permukiman saat ini juga dinilai belum mampu memberdayakan peran masyarakat agar mampu memenuhi kebutuhan rumahnya sendiri yang sehat, aman, serasi, dan produktifitas; dan dalam hal penyediaan/pasokan perumahan baru, yang secara resminya ditujukan terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah, pada kenyataannya seringkali tidak tepat sasaran. Bahwa idealnya rumah memang harus dimiliki oleh setiap keluarga, terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah dan bagi masyarakat yang tinggal di daerah padat penduduk di perkotaan. Keberpihakan negara terhadap masyarakat berpenghasilan rendah, tertuang dalam Pasal 54 Ayat (1) yang mewajibkan pemerintah dan/atau pemda untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah dengan memberikan kemudahan pembangunan dan perolehan rumah melalui program perencanaan pembangunan perumahan secara bertahap dan berkelanjutan. Kemudahan pembangunan dan perolehan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah, menurut Pasal 54 Ayat (3), adalah dengan memberikan kemudahan berupa pembiayaan, pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum, subsidi perolehan rumah, stimulan rumah swadaya, insentif perpajakan, perizinan, asuransi dan penjaminan penyediaan atas tanah dan/ atau sertifikasi tanah.

Kebijakan pembangunan perumahan dan permukiman yang aspiratif dan akomodatif, dengan memungkinkan terakomodasinya kebutuhan akan perumahan dan permukiman bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah; berupaya mengatasi meluasnya daerah kumuh khususnya di perkotaan (City Slump); memberikan jaminan dilakukannya revitalisasi perumahan dan permukiman yang telah ada dengan menyediakan sarana dan prasarana dasar perumahan dan permukiman oleh pemerintah; mengatasi ketidakadilan, konflik dan marjinalisasi yang dirasakan kelompok sebagian masyarakat yang rentan dan kurang berdaya; dan menyediakan perumahan baru bagi MBR yang tidak diorientasikan kepada tipe kecil, tetapi pada upaya pemenuhan kebutuhan ruang.

1. Kebijakan Pembangunan Infrastruktur Permukiman a. Air Minum

(27)

1) Meningkatkan kinerja pengelola air minum (PDAM) dengan melanjutkan kebijakan sebelumnya, yaitu restrukturisasi utang pokok dan peningkatan manajemen melalui penetapan tarif yang wajar serta penurunan tingkat kebocoran/kehilangan air pada ambang batas normal (20%).

2) Mendorong pengelolaan PDAM agar lebih profesional dan menerapkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia pengelola pelayanan air minum melalui uji kompetensi, pendidikan dan pelatihan.

3) Meningkatkan pembiayaan melalui Dana Alokasi Khusus yang diarahkan untuk membantu pelayanan air minum perdesaan serta insentif bagi PDAM, disamping mendorong pemerintah provinsi/kabupaten/kota untuk berinvestasi di bidang pengembangan air minum.

4) Meningkatkan peran serta seluruh pemangku kepentingan dalam upaya mencapai sasaran pembangunan air minum.

5) Menciptakan iklim yang kondusif bagi dunia usaha (swasta) untuk turut berperan serta secara aktif dalam memberikan pelayanan air minum.

b. Air Limbah

1) Meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan air limbah, baik yang dikelola BUMD maupun yang dikelola secara langsung oleh masyarakat.

2) Meningkatkan pendanaan dengan mengembangkan alternatif sumber pembiayaan yang murah dan berkelanjutan serta melalui kemitraan swasta dengan pemerintah.

3) Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan pengelolaan air limbah.

(28)

c. Persampahan dan Drainase

1) Menciptakan kesadaran seluruh stakeholders terhadap pentingnya peningkatan pelayanan persampahan dan drainase.

2) Meningkatkan peranserta seluruh stakeholders dalam upaya mencapai sasaran pembangunan persampahan dan drainase.

3) Menciptakan iklim yang kondusif bagi dunia usaha (swasta) untuk turut berperanserta secara aktif dalam memberikan pelayanan persampahan, baik dalam handling-transportation maupun dalam pengelolaan TPA.

4) Menciptakan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kemitraan pemerintah-swasta (public private partnership) dalam pengelolaan persampahan.

5) Mendorong terbentuknya regionalisasi pengelolaan persampahan dan drainase.

6) Meningkatkan kinerja pengelola persampahan dan drainase melalui restrukturisasi kelembagaan dan revisi peraturan perundang-undangan yang terkait.

7) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia pengelola persampahan dan drainase melalui uji kompetensi, pendidikan, pelatihan, dan perbaikan pelayanan kesehatan.

2. Program Pembinaan dan Pengembangan Infrastruktur Permukiman, dngan Outcome-Nya :

a. Meningkatnya jumlah kabupaten/kota yang menerapkan NSPK dalam pengembangan kawasan permukiman sesuai rencana tata ruang wilayah/kawasan bagi terwujudnya pembangunan permukiman, yang diukur dari indikator kinerja outcome :

1) Jumlah Kab/Kota yang menerbitkan produk pengaturan dan mereplikasi Bantek Permukiman.

(29)

2) Jumlah Kab/Kota yang menerbitkan produk pengaturan dan mereplikasi Bantek bangunan gedung dan lingkungan.

3) Jumlah Kab/Kota yang menerbitkan produk pengaturan dan mereplikasi Bantek air limbah dan drainase.

4) Jumlah Kab/Kota yang menerbitkan produk pengaturan dan mereplikasi Bantek air minum.

5) Jumlah dukungan manajemen bidang permukiman.

6) Jumlah Kebijakan, Program Dan Anggaran, Kerjasama Luar Negeri, Data Informasi. Serta Evaluasi Kinerja Infrastruktur Bidang Permukiman.

7) Jumlah kab/kota yang menerapkan NSPK.

b. Berkurangnya kawasan kumuh perkotaan, yang diukur dari indikator kinerja outcome: Jumlah Kawasan kumuh di perkotaan yang ditangani. c. Terlaksananya pembangunan rusunawa, yang diukur dari indikator kinerja

outcome : Jumlah rusunawa terbangun.

d. Menurunnya kesenjangan antar wilayah, yang diukur dari indikator kinerja Outcome :

1) Jumlah Kawasan Permukiman Perdesaan ditangani. 2) Jumlah Kawasan Pusat Pertumbuhan terbentuk.

e. Meningkatnya jumlah kelurahan/desa yang ditingkatkan infrastruktur permukiman perdesaan/kumuh/nelayan, yang diukur dari indikator kinerja outcome:

1) Jumlah desa tertinggal yang ditangani.

2) Jumlah Kel/Desa yang yang meningkat kualitasnya melalui pemberdayaan masyarakat.

f. Terwujudnya revitalisasi kawasan permukiman dan penataan bangunan, yang diukur dari indikator kinerja outcome: Jumlah Kawasan yang meningkat fungsinya.

g. Meningkatnya jumlah pelayanan sanitasi, yang diukur dari indikator kinerja outcome:

(30)

1) Jumlah cakupan pelayanan sistem air limbah.

2) Luas kawasan potensi banjir di perkotaan yang tertangani.

h. Berkurangnya potensi timbunan sampah, yang diukur dari indikator kinerja outcome: Jumlah cakupan pelayanan persampahan

i. Terlaksananya pembinaan kemampuan Pemda/PDAM, yang diukur dari indikator kinerja outcome: Jumlah Kab/Kota/PDAM yang memperoleh pembinaan kemampuan.

j. Meningkatnya cakupan pelayanan air minum, yang diukur dari indikator kinerja outcome: Jumlah cakupan pelayanan (kawasan) SPAM. k. Tersedianya infrastruktur tanggap darurat/kebutuhan mendesak, yang

diukur dari indikator kinerja outcome: Jumlah paket infrastruktur tanggap darurat/kebutuhan mendesak.

Indikator Kinerja Utama (IKU) yang dipilih dari indikator kinerja outcome Program Pembinaan dan Pengembangan Infrastruktur Permukiman adalah :

1. Jumlah rusunawa yang dibangun.

2. Jumlah kawasan permukiman dan penataan bangunan yang direvitalisasi. 3. Peningkatan jumlah pelayanan air minum.

4. Peningkatan jumlah pelayanan sanitasi.

5. Jumlah Pemda/PDAM yang dibina kemampuannya.

6. Jumlah kelurahan/desa yang ditingkatkan infrastruktur permukiman perdesaan/kumuh/nelayan.

Nomenklatur kegiatan tupoksi untuk Program Pembinaan dan Pengembangan Infrastruktur Permukiman sebagai berikut :

1. Dukungan Manajemen dan Infrastruktur Direktorat Jenderal Cipta Karya. 2. Pengaturan, Pembinaan, Pengawasan dan Penyelenggaraan dalam

Pengembangan Permukiman.

3. Pengaturan, Pembinaan, Pengawasan dan Penyelenggaraan dalam Penataan Bangunan dan Lingkungan Termasuk Pengelolaan Gedung dan Rumah Negara.

(31)

4. Pengaturan, Pembinaan, Pengawasan, dan Penyelenggaraan Sanitasi Lingkungan (Air Limbah, Drainase) serta Pengembangan Sumber Pembiayaan dan Pola Investasi Persampahan.

5. Pengaturan, Pembinaan, Pengawasan, Pengembangan Sumber Pembiayaan dan Pola Investasi, dan Penyelenggaraan serta Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.

6. Penyusunan Kebijakan, Program dan Anggaran, Kerjasama Luar Negeri, Data Informasi serta Evaluasi Kinerja Infrastruktur Bidang Permukiman. 7. Dukungan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum, Sanitasi, dan

Persampahan.

Kegiatan prioritas untuk Program Pembinaan dan Pengembangan Infrastruktur Permukiman beserta output dan targetnya sebagaimana dimuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015 - 2019 adalah merupakan prioritas Kementerian Pekerjaan Umum, meliputi :

1. Pengaturan, Pembinaan, Pengawasan dan Penyelenggaraan dalam Pengembangan Permukiman.

2. Pengaturan, Pembinaan, Dan Pengawasan Dalam Penataan Bangunan Dan Lingkungan Termasuk Pengelolaan Gedung Dan Rumah Negara, serta Penyelenggaraan Pembangunan Bangunan Gedung dan Penataan Kawasan/Lingkungan Permukiman.

3. Pengaturan, Pembinaan, Pengawasan, Pengembangan Sumber Pembiayaan Dan Pola Investasi, serta Pengelolaan Pengembangan Infrastruktur Sanitasi Dan Persampahan.

4. Pengaturan, Pembinaan, Pengawasan, Pengembangan Sumber Pembiayaan dan Pola Investasi, serta Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. 5. Pelayanan Manajemen Bidang Permukiman.

6. Penyusunan Kebijakan, Program dan Anggaran, Kerjasama Luar Negeri, Data Informasi serta Evaluasi Kinerja Infrastruktur Bidang Permukiman.

(32)

 UU No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung

Bangunan gedung sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak, perwujudan produktivitas, dan jati diri manusia. Oleh karena itu, penyelenggaraan bangunan gedung perlu diatur dan dibina demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan serta penghidupan masyarakat, sekaligus untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, andal, berjati diri, serta seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya.

Bangunan gedung merupakan salah satu wujud fisik pemanfaatan ruang. Oleh karena itu dalam pengaturan bangunan gedung tetap mengacu pada pengaturan penataan ruang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk menjamin kepastian dan ketertiban dalam penyelenggaraan bangunan gedung, setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan dan teknis bangunan gedung, serta harus diselenggarakan secara tertib.

Undang-undang tentang Bangunan Gedung mengatur fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, termasuk hak dan kewajiban pemilik dan pengguna bangunan gedung pada setiap tahap penyelenggaraan bangunan gedung, ketentuan tentang peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah, sanksi, ketentuan peralihan, dan ketentuan penutup.

Keseluruhan maksud dan tujuan pengaturan tersebut dilandasi oleh asas kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan, dan keserasian bangunan gedung dengan lingkungannya, bagi kepentingan masyarakat yang berperikemanusiaan dan berkeadilan.

Masyarakat diupayakan untuk terlibat dan berperan secara aktif bukan hanya dalam rangka pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung untuk kepentingan mereka sendiri, tetapi juga dalam meningkatkan pemenuhan persyaratan bangunan gedung dan tertib penyelenggaraan bangunan gedung pada umumnya.

Perwujudan bangunan gedung juga tidak terlepas dari peran penyedia jasa konstruksi berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang jasa konstruksi baik

(33)

sebagai perencana, pelaksana, pengawas atau manajemen konstruksi maupun jasa-jasa pengembangannya, termasuk penyedia jasa-jasa pengkaji teknis bangunan gedung. Oleh karena itu, pengaturan bangunan gedung ini juga harus berjalan seiring dengan pengaturan jasa konstruksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dengan diberlakukannya undang-undang ini, maka semua penyelenggaraan bangunan gedung baik pembangunan maupun pemanfaatan, yang dilakukan di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh pemerintah, swasta, masyarakat, serta oleh pihak asing, wajib mematuhi seluruh ketentuan yang tercantum dalam Undang-undang tentang Bangunan Gedung.

Dalam menghadapi dan menyikapi kemajuan teknologi, baik informasi maupun arsitektur dan rekayasa, perlu adanya penerapan yang seimbang dengan tetap mempertimbangkan nilai-nilai sosial budaya masyarakat setempat dan karakteristik arsitektur dan lingkungan yang telah ada, khususnya nilai-nilai kontekstual, tradisional, spesifik, dan bersejarah.

Pengaturan dalam undang-undang ini juga memberikan ketentuan pertimbangan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat Indonesia yang sangat beragam. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah terus mendorong, memberdayakan dan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk dapat memenuhi ketentuan dalam undang-undang ini secara bertahap sehingga jaminan keamanan, keselamatan, dan kesehatan masyarakat dalam menyelenggarakan bangunan gedung dan lingkungannya dapat dinikmati oleh semua pihak secara adil dan dijiwai semangat kemanusiaan, kebersamaan, dan saling membantu, serta dijiwai dengan pelaksanaan tata pemerintahan yang baik.

Undang-undang ini mengatur hal-hal yang bersifat pokok dan normatif, sedangkan ketentuan pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah dan/atau peraturan perundang-undangan lainnya, termasuk Peraturan Daerah, dengan tetap mempertimbangkan ketentuan dalam undang-undang lain yang terkait dalam pelaksanaan undang-undang ini.

(34)

 UU No. 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air

Sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam segala bidang. Sejalan dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, undang-undang ini menyatakan bahwa sumber daya air dikuasai oleh dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat secara adil. Atas penguasaan sumber daya air dimaksud, menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari dan melakukan pengaturan hak atas air. Penguasaan atas sumber daya air tersebut diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dengan tetap mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat adat beserta hak-hak tradisionalnya, seperti hak layak masyarakat adat setempat dan hak-hak yang serupa dengan itu, sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pengaturan Sumber Daya Air diwujudkan melalui penetapan hak guna air, yaitu hak untuk memperoleh dan memakai atau mengusahakan air untuk berbagai keperluan. Hak guna air dengan pengertian tersebut bukan merupakan hak pemilikan atas air, tetapi hanya terbatas pada hak untuk memperoleh dan memakai atau mengusahakan sejumlah (kuota) air sesuai dengan alokasi yang ditetapkan oleh pemerintah kepada pengguna air, baik untuk yang wajib memperoleh izin maupun yang tidak wajib izin. Hak guna air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, pertanian rakyat, dan kegiatan bukan usaha disebut dengan hak guna pakai air, sedangkan hak guna air untuk memenuhi kebutuhan usaha, baik penggunaan air untuk bahan baku produksi, pemanfaatan potensinya, media usaha, maupun penggunaan air untuk bahan pembantu produksi, disebut dengan hak guna usaha air. Jumlah alokasi air yang ditetapkan tidak bersifat mutlak dan harus dipenuhi sebagaimana yang tercantum dalam izin, tetapi dapat ditinjau kembali apabila persyaratan atau keadaan yang dijadikan dasar pemberian izin dan kondisi ketersediaan air pada

(35)

sumber air yang bersangkutan mengalami perubahan yang sangat berarti dibandingkan dengan kondisi ketersediaan air pada saat penetapan alokasi.

Hak guna pakai air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari bagi perseorangan dan pertanian rakyat yang berada di dalam sistem irigasi dijamin oleh Pemerintah atau pemerintah daerah. Hak guna pakai air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari bagi perseorangan dan pertanian rakyat tersebut termasuk hak untuk mengalirkan air dari atau ke tanahnya melalui tanah orang lain yang berbatasan dengan tanahnya. Pemerintah atau pemerintah daerah menjamin alokasi air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari bagi perseorangan dan pertanian rakyat tersebut dengan tetap memperhatikan kondisi ketersediaan air yang ada dalam wilayah sungai yang bersangkutan dengan tetap menjaga terpeliharanya ketertiban dan ketentraman.

Kebutuhan masyarakat terhadap air yang semakin meningkat mendorong lebih menguatnya nilai ekonomi air nilai dan fungsi sosialnya. Kondisi tersebut berpotensi menimbulkan konflik kepentingan antarsektor, antarwilayah dan berbagai pihak yang terkait dengan sumber daya air. Di sisi lain, pengelolaan sumber daya air yang lebih bersandar pada nilai ekonomi akan cenderung lebih memihak kepada pemilik modal serta dapat mengabaikan fungsi sosial sumber daya air.

Berdasarkan pertimbangan tersebut undang-undang ini lebih memberikan perlindungan terhadap kepentingan kelompok masyarakat ekonomi lemah dengan menerapkan prinsip pengelolaan sumber daya air yang mampu menyelaraskan fungsi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi.

 UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Persampahan

Jumlah penduduk Indonesia yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi mengakibatkan bertambahnya volume sampah. Di samping itu, pola konsumsi masyarakat memberikan kontribusi dalam menimbulkan jenis sampah yang semakin beragam, antara lain, sampah kemasan yang berbahaya dan/atau sulit diurai oleh proses alam.

(36)

Selama ini sebagian besar masyarakat masih memandang sampah sebagai barang sisa yang tidak berguna, bukan sebagai sumber daya yang perlu dimanfaatkan. Masyarakat dalam mengelola sampah masih bertumpu pada pendekatan akhir (end-of-pipe), yaitu sampah dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke tempat pemrosesan akhir sampah. Padahal, timbunan sampah dengan volume yang besar di lokasi tempat pemrosesan akhir sampah berpotensi melepas gas metan (CH4) yang dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca dan memberikan kontribusi terhadap pemanasan global. Agar timbunan sampah dapat terurai melalui proses alam diperlukan jangka waktu yang lama dan diperlukan penanganan dengan biaya yang besar.

Paradigma pengelolaan sampah yang bertumpu pada pendekatan akhir sudah saatnya ditinggalkan dan diganti dengan baru pengelolaan sampah. Paradigma baru memandang sampah sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan, misalnya, untuk, kompos, pupuk ataupun untuk bahan baku.

Pengelolaan sampah dilakukan dengan pendekatan yang komprehensif dari hulu, sejak sebelum dihasilkan suatu produk yang berpotensi menjadi sampah, sampai ke hilir, yaitu pada fase produk sudah digunakan sehingga menjadi sampah, yang kemudian dikembalikan ke media lingkungan secara aman. Pengelolaan sampah dengan baru tersebut dilakukan dengan kegiatan pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan sampah meliputi kegiatan pembatasan, penggunaan kembali, dan pendauran ulang, sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir.

Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Amanat Undang-Undang Dasar tersebut memberikan konsekuensi bahwa pemerintah wajib memberikan pelayanan dalam pengelolaan sampah. Hal itu membawa konsekuensi bahwa pemerintah merupakan pihak yang berwenang dan bertanggungjawab di bidang pengelolaan sampah meskipun secara operasional pengelolaannya dapat bermitra dengan badan usaha. Selain itu organisasi

(37)

persampahan, dan kelompok masyarakat yang bergerak di bidang persampahan dapat juga diikut sertakan dalam kegiatan pengelolaan sampah.

Dalam rangka menyelenggarakan pengelolaan sampah secara terpadu dan komprehensif, pemenuhan hak dan kewajiban masyarakat, serta tugas dan wewenang Pemerintah dan pemerintahan daerah untuk melaksanakan pelayanan,diperlukan dalam bentuk undang-undang. Pengaturan pengelolaan sampah dalam Undang-Undang ini berdasarkan asas tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai ekonomi.

Berdasarkan pemikiran sebagaimana diuraikan di atas, pembentukan Undang-Undang ini diperlukan dalam rangka :

1. kepastian bagi rakyat untuk mendapatkan pelayanan pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan;

2. ketegasan mengenai larangan memasukkan dan/atau mengimpor sampah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;

3. ketertiban dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah;

4. kejelasan tugas, wewenang, dan tanggung jawab Pemerintah dan pemerintahan daerah dalam pengelolaan sampah; dan

5. kejelasan antara pengertian sampah yang diatur dalam undang-undang ini dan pengertian limbah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

 UU No. 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun

Dalam memenuhi kebutuhan hunian yang layak, Ditjen Cipta Karya turut serta dalam pembangunan Rusunawa yang dilakukan berdasarkan UU No. 20 Tahun 2011. Dalam undang-undang tersebut Rumah susun didefinisikan sebagai bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional,baik dalam arah horizontal maupun vertical dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan

(38)

digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Peraturan ini juga mengatur perihal pembinaan, perencanaan, pembangunan ,penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan, pengelolaan, peningkatan kualitas, pengendalian, kelembagaan, tugasdan wewenang, hak dan kewajiban, pendanaan dan system pembiayaan, dan peran masyarakat.

Adapun jenis regulasi yang sudah ada atau yang sudah disusun dalam mencapai sasaran strategis terkait dengan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya Kabupaten Bantaeng, adalah seperti yang terlihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 6.5. Regulasi Yang Sudah Disusun di Kabupaten Bantaeng

NO. KABUPATEN/KOTA REGULASI

1 KAB. BANTAENG

Perda No. 13 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

Perda No. 9 Tahun 2011 Tentang Retribusi Jasa Umum (Persampahan)

Perbup No. 5 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Kebersihan SK Bupati Bantaeng No. 293 Tahun 2014 Tentang

Penetapan Lokasi Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh di Kabupaten Bantaeng

Gambar

Gambar 6.2  Bagan Struktur Organisasi Dinas PU Kimpraswil  Kabupaten Bantaeng
Tabel 6.3 : Matriks Analisis SWOT Aspek Kelembagaan
Tabel 6.4. Jenis  Pelatihan Bidang Cipta Karya
Tabel 6.5. Regulasi Yang Sudah Disusun di Kabupaten Bantaeng

Referensi

Dokumen terkait

Dalam kategori ini faktor yang berpengaruh terhadap ketebalan hasil pengecoran adalah kecepatan penuangan logam cair, waktu.. tunggu pembekuan material ( holding

Menurutnya, NPHD (Naskah Perjanjian Hibah Daerah) yang disetujui antara Wali Kota Malang Sutiaji dengan Pemerintah Pusat baru.. ditetapkan 10

Pernyataan ilmiah yang kita gunakan dalam tulisan kita harus mencakup beberapa hal. Pertama kita harus mengidentifikasikan orang yang membuat pernyataan tersebut. Kedua, kita

Saran yang disampaikan dalam penelitian ini adalah, hendaknya bagi SPG lebih memperhatikan profesionalitas profesi (menghargai jam kerja, pulang tepat waktu, melayani konsumen

Mengalihkan penyelenggaraan program studi pada akademi yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah dari Kementerian Kesehatan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;.

Berdasar permasalahan, maka tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan penelitian mengenai Pengawasan Penggunaan Pekerja Asing terhadap Rencana Penggunaan Tenaga Kerja

Deflasi di Kota Kediri dipengaruhi oleh penurunan indeks yang cukup besar pada kelompok Bahan Makanan, yaitu sebesar 2,43 persen, kemudian kelompok Transpor,

Penambahan minyak cengkeh, minyak sereh, dan minyak kayu putih sebagai fragrance oil berpengaruh terhadap sifat fisis dari sabun translucent yang dibuat, yaitu pada