• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keselamatan Lalu Lintas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Keselamatan Lalu Lintas"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

KESELA

KESELAMATAN

MATAN LALU

LALU LINTAS

LINTAS

8.1 Kejadian Kecelakaan

8.1 Kejadian Kecelakaan

Tingginya jumlah kecelakaan melatarbelakangi lahirnya Undang-undang Tingginya jumlah kecelakaan melatarbelakangi lahirnya Undang-undang Nomor 14 tahun 1992. Berkaitan dengan hal tersebut, berbagai program Nomor 14 tahun 1992. Berkaitan dengan hal tersebut, berbagai program pena-nganan kecelakaan lalu lintas di jalan telah dilaksanakan oleh berbagai instansi nganan kecelakaan lalu lintas di jalan telah dilaksanakan oleh berbagai instansi baik pemerintah maupun swasta, melalui kegiatan-kegiatan antara lain baik pemerintah maupun swasta, melalui kegiatan-kegiatan antara lain penegak-an hukum, perekayasapenegak-an baik sarpenegak-ana maupun prasarpenegak-anpenegak-anya, pendidikpenegak-an dpenegak-an an hukum, perekayasaan baik sarana maupun prasarananya, pendidikan dan penyuluhan, informasi baik melaui media cetak maupun elektronik, dan kegiatan penyuluhan, informasi baik melaui media cetak maupun elektronik, dan kegiatan penelitian.

penelitian.

Upaya-upaya yang berkaitan dalam rangka penanganan kecelakaan lalu Upaya-upaya yang berkaitan dalam rangka penanganan kecelakaan lalu lintas jalan pada be

lintas jalan pada be rikrikutnya dapat dikelompokkan dalam 3 tahautnya dapat dikelompokkan dalam 3 taha pan yaitu sebelumpan yaitu sebelum kejadian, pada wa

kejadian, pada wa ktu kejadian dan sesudah ktu kejadian dan sesudah kejadian.kejadian.

a) Tahapan s

a) Tahapan s ebelum kejadian:ebelum kejadian:

Pada umumnya kejadian kecelakaan lalu lintas tidak dapat diprediksi Pada umumnya kejadian kecelakaan lalu lintas tidak dapat diprediksi sejak dini, namun perlu kiranya semua pihak baik instansi pemerintah maupun sejak dini, namun perlu kiranya semua pihak baik instansi pemerintah maupun swasta serta pengguna jalan perlu mengantisipasi guna mencegah terjadinya swasta serta pengguna jalan perlu mengantisipasi guna mencegah terjadinya kecelakaan yang tidak diinginkan. Dari sudut pemakai jalan upaya yang dapat kecelakaan yang tidak diinginkan. Dari sudut pemakai jalan upaya yang dapat dilakukan adalah meningkatkan kesadaran hukum dan sopan santun dalam dilakukan adalah meningkatkan kesadaran hukum dan sopan santun dalam ber-lalu lintas. Di samping itu

lalu lintas. Di samping itu kendarkendaraan yang daan yang d igunakan haruslah memenuhi persya-igunakan haruslah memenuhi persya-ratan layak jalan.

ratan layak jalan.

b) Tahapan p

b) Tahapan p ada waktu kejadiada waktu kejadian:an:

Penanganan pada waktu kejadian kecelakaan merupakan bagian yang Penanganan pada waktu kejadian kecelakaan merupakan bagian yang penting yang perlu mendapat perhatian. Di sini dituntut kesigapan aparat baik penting yang perlu mendapat perhatian. Di sini dituntut kesigapan aparat baik dari kepolisian maupun dari kesehatan (rumah sakit/ambulance) untuk mencapai dari kepolisian maupun dari kesehatan (rumah sakit/ambulance) untuk mencapai lokasi kejadian tepat pada waktunya guna menangani dampak yang terjadi dari lokasi kejadian tepat pada waktunya guna menangani dampak yang terjadi dari kejadian kecelakaan lalu lintas.

(2)

c) Tahapan sesudah kejadian:

Dalam penanganan kejadian kecelakaan, diperlukan kejelian aparat/ins-tansi yang berwenang untuk meneliti/melihat sebab-sebab kejadian agar dapat disusun suatu rencana perbaikan (remedial measures) guna mencegah terulang-nya kejadian-kejadian berikutterulang-nya. Untuk itu perlu didukung dengan data dan informasi yang lengkap perihal kejadian kecelakaan.

Hasil yang konkrit dan ma ksimal terhadap be berapa hal pokok pembahas-an ypembahas-ang berkaitpembahas-an dengpembahas-an keselamatpembahas-an lalu l intas jalpembahas-an adalah:

1. Sistem informasi kecelakaan

Di dalam pengelolaan sistem informasi kecelakaan lalu lintas jalan, agar dapat dirumuskan secara jelas, bai k yang menyangkut tentang sistem panda-taan, pelaporan, maupun kejelasan wewenang dan tanggung jawab dari masing-masing instansi yang terlibat di dalam pengelolaan sistem informasi, sehingga dapat mempermudah dan memperlancar di dalam penanganan penaggulangan keselamatan.

2. Pendidikan

Untuk hal yang berkaitan dengan aspek pendidikan, kiranya dapat dirumus-kan suatu metode yang tepat sehingga lebih berda ya guna dan berhasil guna di dalam menumbuh kembangkan kesadaran masyarakat pemakai jalan, agar mampu menyentuh segala lapisan masyarakat yang dimulai dari tingkat pen-didikan dasar hingga tingkat penpen-didikan la njutan dan seterusn ya.

3. Perekayasaan

Perlunya dirumuskan pola pengembangan rekayasa sarana dan prasarana yang tepat namun tetap memperhatikan kondisi kemampuan pendanaan ser-ta ser-tanpa meninggalkan berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4. Penanganan korban

Dalam rangka peningkatan pelayanan korban kecelakaan, hal yang perlu mendapat perhatian adalah bagaimana sistem penanganan yang memadai dapat diberikan, sehingga si korban mendapat pertolongan cepat, sedangkan terhadap korban yang meninggal dunia mendapatkan pelayanan asuransi yang sesuai sebagaimana yang diharapkan sehingga dapat meringankan beban bagi yang mendapa t musibah.

(3)

5. Kegiatan pendukung

Untuk bidang yang berkaitan dengan kegiatan pendukung, salah satu sarana pendukung yang memiliki peran yang tidak kalah pentingnya adalah peranan mass media baik cetak maupun elektronika. Diharapkan peranan mass media dalam masa-masa mendatang dapat ikut andil sepenuhnya dalam mendu-kung program penanggulangan keselamatan, dengan tetap berpegang kepa-da etika jurnalistik.

8.2 Metode Penanggu langan Kecelakaan

Metode penanggulangan keselamatan secara ga ris besar meliputi: a) Metode pre-emptif (pe nangkalan),

b) Metode preventif (pencegahan), dan c) Metode represif (penanggulangan)

Pengelompokan 3 jenis metode tersebut merupakan kerangka pola penanggulangan keselamatan yang didasarkan kepada pokok pemikiran bahwa setiap kecelakaan yang terjadi (dalam bentuk apa pun), pada hakikatnya meru-pakan resultan dari adanya korelasi antara berbagai faktor-faktor penyebabnya, secara ekskalasi mulai dari tingkatan yang paling dini sampai dengan faktor penyebab terjadinya peristiwa kecelakaan.

Terhadap ketiga faktor penyebab kecelakaan tersebut, maka metode penanggulangannya secara singkat adalah sebagai be rikut:

a) Metode pre-emptif, diarahkan untuk mengeliminasi FKK agar tidak berkem-bang menjadi PH atau bahkan AF

b) Metode preventif, diarahkan untuk mengamankan kondisi PH (yang sudah sangat rawan/potensial terhadap terjadinya gangg uan)

c) Metode represif, berupa penindakan te rhadap setiap bentuk yang terjadi.

Metode Pre-Emptif

Metode pre-emptif sebagai upaya penangkalan di dalam menanggulangi kecelakaan lalu lintas, pada dasarnya meliputi perekayasaan berbagai bidang yang berkaitan dengan masalah transportasi, yang dilaksanakan melalui koordi-nasi yang baik antar instansi terkait, ma ka kita akan lebih mampu mengantisipasi

(4)

dan mengeliminasi secara dini dampak-dampak negatif yang mungkin akan timbul.

Metode pre-emptif dalam menanggulangi kecelakan lalu lintas secara arbitrasi dapat d iimplementasikan melalui tindakan terpadu di dalam:

1) Perencanaan pengembangan kota. 2) Perencanaan tata guna lahan.

3) Perencanaan pengembangan transportasi.

4) Perencanaan pengembangan ang kitan umum, yang meliputi:

 Perencanaan jenis, ukuran, kapasitas kendaraan-kendaraan bermotor yang

sesuai dan serasi dengan tingkat kebutuhan masyarakat, kondisi daerah-daerah yang akan dilayani, jaringan jalan, serta perencanaan proyeksi kebutuhan t ransportasi di masa mendatang.

 Perencanaan pengembangan angkutan umum yang berorientasi kepada

pemakaian ruas jalan dengan mempertimbangkan dampak sosial, dampak lingkungan dan tingkat keselamatannya.

 Perencanaan pengembangan industri kendaraan bermotor yang layak

untuk menunjang perencanaan angkutan umum secara lebih efisien dan efektif.

5) Perencanaan yang men yangkut komponen-komponen sistem lalu lintas.

Metode Preventif

Metode preventif adalah upaya-upaya yang ditujukan untuk mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas, yang dalam bentuk konkretnya berupa kegi-atan-kegiatan pengaturan lalu lintas, penjagaan tempat-tempat rawan, patroli, pengawalan dan lain sebagainya.

Mengingat bahwa kecelakaan lalu lintas itu dapat terjadi karena faktor  jalan, faktor manusia, dan faktor lingkungan seca ra simultan (dalam satu sistem, yaitu sistem lalu lintas) maka upaya-upaya pencegahannya pun dapat ditujukan kepada pengaturan komponen-komponen lalu lintas tersebut serta sistem lalu lintasnya send iri.

Secara garis besar, upaya-upaya tersebut diuraikan seba gai berikut: 1) Upaya pengaturan faktor jalan

a) Karakteristik prasarana jalan akan mempengaruhi intensitas dan kualitas kecelakaan lalu lintas, maka dalam pembangunan setiap jaringan jalan

(5)

harus disesuaikan dengan pola tingkah laku dan kebiasaan pemakai jalan-nya.

b) Lebar jalan yang cukup, permukaan yang nyaman dan aman, rancangan yang tepat untuk persimpangan dengan jarak pandang yang cukup aman, dilengkapi dengan rambu-rambu, marka jalan dan tanda jalan yang cukup banyak dan cukup jelas dapat dilihat (informatif ), lampu penerangan jalan yang baik, serta koefisien gesekan permukaan jalan yang sesuai dengan standar geometrik.

2) Upaya pengaturan faktor kendaraan

a) Faktor karakteristik kendaraan juga sering membawa dampak tingginya intensitas dan kualitas kecelakaan lalu lintas, kendaraan harus dirancang, dilengkapi dan dirawat sebaik-baiknya. Kecelakaan lalu lintas dapat dihin-dari apabila kondisi kenda raan prima, stabil.

b) Kepakeman rem dan berfungsinya lampu-lampu adalah erat kaitannya dengan perawatan. Karena itu perlu pemeriksaan rutin melalui pengujian berkala yang dilaksanakan tanpa ada toleransi.

3) Upaya pengaturan fa ktor manusia

a) Faktor pemakai jalan merupakan elemen yang paling kritis dalam sistem lalu lintas, karena kesalahan pejalan itu sendiri yang pada umumnya lengah, ketidakpatuhan pada peraturan, dan mengabaikan sopan santun berlalu lintas.

b) Metode yang diterapkan dalam meningkatkan unjuk kerja pengemudi ada-lah dengan tes kesehatan fisik dan psikis, dengan pendidi kan dan latihan. c) Pendidikan dan latihan harus mencakup pelajaran tentang sopan santun

berlalu lintas. Penelitian tentang penyebab kecelakaan adalah mereka yang berpendidikan Sekolah Dasar sampai dengan Sekolah Menengah Atas. Fakta ini menunjukan adanya hubungan yang erat antara usia dan tingkat pendidikan dengan kecelakaan lalu li ntas di jalan.

d) Informasi tentang situasi lalu lintas dan keselamatan lalu lintas melalui bentuk kegiatan olah raga, eksibisi maupun melalui me dia massa.

e) Penegakan hukum, pengawasan dan pemberian sanksi hukuman harus tetap terapkan seefektif mungkin agar pemakai jalan selalu menaati pera-turan.

(6)

a) Peningkatan pajak kendaraan, retribusi parkir mungkin akan dapat mengu-rangi beroperasinya kendaraan pribadi dan akan menggiring untuk mema-kai saranan transportasi umum.

b) Kecelakaan lalu lintas dapat ditekan apabila tata guna tanah dikontrol dan dikendalikan dengan memperpendek jarak perjalanan serat mempromosi-kan sarana transportasi umum yang aman.

c) Pembangunan daerah pemukiman akan dapat mengurangi perjalanan per-orangan, sehingga akan dapat mengurangi kecelakaan lalu lintas.

5) Upaya pengaturan sistem lalu lin tas

Tujuan dibuatnya peraturan lalu lintas adalah untuk kepentingan pengendalian umum kepada pemakai jalan, kendaraan dan prasarana jalan serta interaksi-nya di dalam sistem lalu lintas. Sebagaimana yang diatur di dalam UU No 14/1992 adalah masalah prasarana, kendaraan, pengemudi dan pejalan kaki serta tata cara berlalu lintas.

6) Upaya pengaturan pertolongan pertama pada gawat darurat

Peningkatan pelayanan gawat darurat melalui penataan organisasi, penyedia-an fasilitas, kemudahpenyedia-an kontak serta tersedipenyedia-anya tenaga para medis, akpenyedia-an sangat berperan dalam upa ya penanggulangan kecelakaan lalu lintas.

Metode Represif

Tindakan represif dilakukan terhadap setiap jenis pelanggaran lalu lintas atau bentuk penanganan kasus kecelakaan lalu lintas yang terjadi. Penegakan hukum yang dilakukan secara efektif dan intensif, pada hakekatnya bukan semata-mata ditujukan untuk memberikan pelajaran secara paksa atau untuk menghukum kepada setiap pelanggar yang bertindak, namun juga dimaksudkan untuk menimbulkan kejeraan bagi yang bersangkutan agar tidak mengulangi perbuatannya lagi.

8.3 Sistem Informasi Kecelakaan

Tujuan pengembangan dan penataan sistem informasi kecelakaan lalu lintas adalah seba gai berikut:

a) Menciptakan persepsi yang sama antar instansi dan lembaga terkait dalam penanggulangan kecelakaan lalu lintas.

(7)

b) Memberikan informasi yang akurat mengenai perkembangan kinerja trans-portasi jalan terutama yang berkaitan kecelakaan lalu lintas, faktor penyebab, serta dampak yang ditimbulkan.

c) Memberikan informasi yang memadai dan mempermudah serta mempercepat proses pengambilan keputusan, baik sebagai keputusan bersama dari berba-gai instansi pengambilan keputusan internal masing-masing instansi dalam rangka penanggulangan kecelakaan lalu lintas.

d) Memberikan gambaran sejelas mungkin mengenai organisasi penyelengga-raan sistem informasi.

e) Sebagai media untuk mengkoordinasikan upaya penanggulangan kecelakaan lalu lintas d i berbagai instansi.

Langkah-Langkah Pengembangan Sistem Informasi

Langkah-langkah yang diperlukan dalam pengembangan sistem informasi sejak merumuskan model data sampai dengan pengorganisasian penyelenggara-an sistem informasi untuk penpenyelenggara-anggulpenyelenggara-angpenyelenggara-an kecelakapenyelenggara-an lalu lintas penyelenggara-antara lain meliputi:

a) Model data; b) Sumber data; c)  Arus data;

d) Pengolahan dan Ana lisis data;

e) Kebutuhan piranti lunak dan piranti keras.

Manajemen Penanggulangan Kecelakaan Lalu Lintas Bertitik tolak pada po kok-pokok pikiran sebagai berikut:

a) Peristiwa kecelakaan lalu lintas merupakan kejadian yang jarang dan acak untuk memahami filosofi dasar di atas perlu dilihat pengertian dari masing-masing secara te rpisah.

b) Kecelakaan lalu lintas merupakan serangkaian kejadian, yang pada akhirnya sesaat sebelumnya terjadi kecelakaan didahului oleh gagalnya pemakai jalan dalam mengantisipasi kedaan sekelilingnya.

c) Kecelakaan lalu lintas mengakibatkan terjadinya korban atau kerugian harta benda.

(8)

d) Dalam peristiwa kecelakaan tidak ada unsur kesengajaan, sehingga apabila terdapat cukup bukti ada unsur kesengajaan maka peristiwa tersebut tidak dianggap sebagai kasus kecelakaan.

Tipe Kecelakaan

Pengelompokan/tipologi kecelakaan lalu lintas menurut proses kejadian-nya, yang secara garis besa r dapat diuraikan sebagai be rikut:

a) Kecelakaan kendaraan tunggal, yaitu peristiwa kecelakaan yang terdiri hanya satu kendaraan;

b) Kecelakaan pejalan kaki, yaitu peristiwa kecelakaan yang terjadi pada saat melakukan gerakan membelok dan melibatkan lebih dari dua kendaraan; c) Kecelakaan membelok lebih dari dua kendaraan , yaitu peristiwa kece-lakaan yang terjadi pada saat melakukan gerakan membelok dan melibatkan lebih dari dua kendaraan;

d) Kecelakaan membelok dua kendaraan, yaitu peristiwa kecelakaan yang terjadi pada saat melakukan gerakan membelok dan melibatkan hanya dua buah kendaraan;

e) Kecelakaan tanpa gerakan membelok , yaitu peristiwa kecelakaan yang terjadi pada saat berjalan lurus atau kecelakaan yang terjadi tanpa a da gera-kan membelok;

Perbaikan Secara Optimal Sistem L LAJ

Upaya penanggulangan kecelakaan melalui pendekatan ini dilakukan dengan sasaran agar peluang terjadinya kecelakaan dapat berkurang. Maka ling-kup penanganannya dapat men caling-kup:

a) Perbaikan jalan/jembatan dan perlengkapan, pada lokasi-lokasi yang rawan terhadap kecelakaan;

b) Perbaikan terhadap peraturan lalu lintas yang diberlakukan di ruas-ruas jalan tertentu yang rawan terhadap kecelakaan lalu lintas;

c) Pemberian arahan dan bimb ingan kepada masyarakat;

d) Penegakan hukum bagi pemakai jalan, khususnya terhadap hal-hal yang rawan terhadap kecela kaan lalu lintas.

Semua upaya tersebut di atas bertumpu pada kemampuan pengumpulan dan analisis data, yang menjadi faktor pen yebab terjadinya kecelakaan.

(9)

Dalam menyelenggarakan manajemen dan rekayasa lalu lintas dimaksud, dapat menggunakan 4 strategi dasar untuk mengurangi kecelakaan lalu lintas yaitu:

a) Single Sites (Black Spot Program)

 Yaitu penanganan jenis kecelakaan tertentu di suatu ruas jalan b) Mass Action Plans

Penggunaan pola penanganan yang pernah dilakukan sebelumnya untuk lokasi-lokasi yang mempu nyai problem kecelakaan yang biasa.

c) Route A ction Plans

Penggunaan cara-cara yang pernah dilakukan sebelumnya di sepanjang rute yang mempunyai ting kat kecelakaan yang tinggi.

d)  Area Wide Scheme s

Penggunaan pola penanganan yang bervariasi yang meliputi area yang luas (kota).

Perbaikan titik-titik rawan kecelakaan/black spot  merupakan hal yang mendevsak dan sangat membutuhkan perhatian, namun pada kenyataannya hal itu belum dapat diupayakan dengan sungguh-sungguh karena berbagai keter-batasan-keterbatasan sumber da ya dan dana serta sumber daya ma nusia.

Tindakan dan Langkah-Langkah yang Diperlukan Identifikasi

Tindakan ini pada prinsipnya, adalah untuk menentukan lokasi-lokasi yang dianggap rawan terhadap kecelakaan lalu lintas sehingga dilakukan peneli-tian vlebih mendalam. Langkah-langkah yang perlu dilakukan dapat diuraikan sebagai berikut:

Langkah 1

Dari laporan kecelakaan lalu lintas yang dibuat oleh POLRI, termasuk laporan pelengkap yang dibuat oleh pembina LLAJ dan pembina jalan kemudian dilakukan i nventarisasi tempat-tempat yang d ianggap rawan kecelakaan.

(10)

Melakukan seleksi awal terhadap tempat-tempat yang rawan kecelakaan yang telah inventarisasi, dengan maksud agar dapat dipilih lokasi-lokasi rawan kecelakaan yang perlu d iteliti lebih lanjut.

Langkah 3

Dari pilihan lokasi, kemudian dilakukan penelitian awal terhadap lokasi yang di maksud.

Langkah 4

Kemudian menyusun daftar urut lokasi rawan kecela kaan, untuk diusulkan agar dilakukan penelitian lebih mendalam.

Diagnosis

Setelah dilakukan identifikasi terhadap lokasi yang rawan kecelakaan dengan menghasilkan daftar urut, tindakan berikutnya adalah melakukan diagno-sis dengan maksud untuk mengetahui lebih mendalam faktor-faktor penyebab kecelakaan serta hubungan dan interaksi berbagai faktor tersebut. Langkah yang perlu dilakukan dalam diagnosis dapat d iuraikan sebagai berikut:

Langkah 5

Kemudian dilakukan pengumpulan data dan fakta ke lokasi-lokasi dimak-sud untuk melengkapi data la poran kecelakaan lalu li ntas.

Langkah 6

Melakukan analisis, untuk menghasilkan informasi mengenai pola kecela-kaan lalu lintas, fa ktor-faktor penyebab, serta dampa k yang ditimbulkan.

Langkah 7

Pada langkah ini dilakukan penelitian perilaku manusia pada setiap lokasi yang dipilih dari hasil analisis.

Seleksi Upaya Penaggulangan

(11)

Langkah 8

Mengumpulkan paket-paket penanggulangan kecelakaan yang pernah dilakukan pada lokasi-lokasi lain, dan melakukan pilihan terhadap paket-paket yang cocok untuk diterap kan pada lokasi-lokasi yang d imaksud.

Langkah 9

Selanjutnya dilakukan seleksi terhadap lokasi-lokasi yang perlu mendapat penanganan segera atau prioritas lain berdasarkan kendala-kendala yang diha-dapi.

Setelah dilakukan penilaian atas berbagai pilihan tindakan yang diterap-kan pada masing-masing lokasi, langkah berikutnya adalah melakuditerap-kan imple-menttasi penanggulangan kecelakaan pada lokasi-lokasi sesuai dengan prioritas-nya.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan ada lah sebagai be rikut:

Langkah 10

Melakukan pemantauan terhadap perilaku pemakai jalan terhadap perba-ikan sistem pada lokasi-lokasi yang d ipilih.

Langkah 11

Kemudian dilakukan evaluasi bagaimana pengaruh perbaikan sistem dan interaksinya dengan pe rilaku pemakai jalan hubungannya dengan kecela kaan lalu lintas yang terjadi pada lokasi yang dima ksud.

Langkah 12

Melakukan analisis biaya dan manfaat terhadap paket upaya penang-gulangan kecelakaan secara keseluruhan sebagai dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang a kan datang.

Tugas dan Kewajiban Instansi Terkait

Tugas dan kewajiban masing-masing instansi dapat diuraikan sebagai berikut:

(12)

1) Melakukan identifikasi, diagnosis, dan analisis;

2) Menyampaikan hasil kegiatan butir 1) terkait yaitu kepada POLRI dan instansi yang bertanggung jawa b dalam pembinaan jalan;

3) Membahas alternatif-alternatif upaya penanggulangan dengan POLRI dan instansi yang bertanggung jawab dalam bidang pembinaan jalan dan usulan program penanggulangan terpadu;

4) Melakukan evaluasi bersama atas pelaksanaan program penanggulangan kecelakaan lalu lintas.

b. POLRI

Dalam rangka koordinasi penanggulangan kecelakaan lalu lintas, POLRI ber-kewajiban:

1) Mengisi laporan kecelakaan lalu lintas dan menghimpun laporan kecela-kaan lalu lintas yang diisi oleh instansi pembina LLAJ dan instansi pem-bina jalan;

2) Merekam data laporan kecelakaan lalu lintas dalam media yang disepakati dan menyampaikan kepada instansi yang bertanggung jawab dalam bidang LLAJ;

3) Menyampaikan data pelanggaran lalu lintas dan pelaksanaan penegakan hukum kepada instansi yang bertanggung jawab dalam bidang LLAJ;

c. Instansi Pembina Jalan

Dalam rangka koordinasi penanggulangan kecelakaan lalu lintas, instansi pembina jalan berkewajiban:

1) menyampaikan laporan hasil penelitian kecelakaan yang menjadi tang-gung jawabnya kepada PO LRI;

2) menyampaikan data keadaan jaringan jalan dan lingkungannya kepada Instansi pembina LLAJ

Penataan sistem yang akan datang a. Pendekatan

Dalam upaya penataan sistem ini dapat dilakukan dengan pendekatan sebagai berikut:

(13)

Dilakukan dengan mengkaji ulang materi perundang-undangan dalam skala nasional, untuk mempelajari seberapa jauh ketentuan-ketentuan tersebut mampu dijadikan landasan hukum yang kukuh untuk mewujudkan tujuan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan pada umumnya dan upaya penang-gulangan kecelakaan lalu lintas pada khususnya.

Pendekatan ini hanya dilakukan apabila terdapat indikasi bahwa peraturan perundang-undangan yang sudah ada tida k lagi effektif.

2) Pendekatan pendidikan (Education Approach)

Mengingat faktor yang paling dominan sebagai penyebab terjadinya kecela-kaan adalah faktor pemakai jalan terutama pengemudi, maka peranan pendi-dikan yang struktur terhadap pengemudi dan pemakai jalan lainnya sangat diperlukan, terutama yang menyangkut tentang bagaimana tata cara berlalu lintas di jalan sebagaimana mestin ya.

3) Pendekatan pengawasan (Enforcement Approach)

Di samping melalui pendekatan pendidikan sebagaimana diuraikan di atas, masih diperlukan upaya penegakan hukum yang dititikberatkan agar masya-rakat mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku agar terjamin keselamatan semua piha k.

4) Pendekatan lingkungan (Environment A pproach)

Sebagaimana telah diuraikan di muka, bahwa faktor penyebab terjadinya kecelakaan sangat kompleks, termasuk keadaan lingkungan di sekitar jalan. Sehubungan dengan hal tersebut, upaya penanggulangan kecelakaan lalu lintas melalui perencanaan sistem seperti yang telah diuraikan di atas tidak ada artinya apabila tidak disertai dengan penataan lingkungan.

b. Tindakan dan Langkah

Bertitik tolak dari hal-hal tersebut di atas, maka tindakan dan langkah-langkah yang diperlukan pada dasarnya adalah sama dengan proses perenca-naan sistem transportasi jalan.

Berdasarkan ketentuan penjelasan pasal 4 UU Nomor 14 Tahun 1992, kegiatan perencanaan merupakan salah satu aspek dari pembinaan LLAJ yang kemudian untuk perencanaan prasarana LLAJ diatur dalam pasal 6 UU Nomor 14

(14)

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas dapat dijabarkan tentang tindakan-tindakan dalam perencanaan sistem transportasi jalan.

Kerangka Dasar Sistem Informasi

Seperti telah dijelaskan di muka, upaya pe nanggulangan khususnya untuk upaya perbaikan sistem dan penataan sistem memerlukan data yang sangat banyak dan bervariasi, demikian pula dengan pengolahannya memerlukan perhi-tungan yang sangat rumit, sehingga sudah memerlukan bantuan pengolahan data secara elektronik (komputer). Dengan demikian maka perkembangan sistem informasi dalam upaya pendukung dan penanggulangan kecelakaan lalu lintas dilakukan dengan basis komputer.

Suatu sistem informasi yang pengembangannya berbasis pada komputer. Secara umum unsur-unsur dasar sistem untuk aplikasi terdiri atas:

 Sistem pengolahan data, intinya ada pada manajemen Pangkalan Data

deng-an didukung oleh sistem komunikasi data;

 Sistem informasi untuk manajemen, antara lain meliputi sistem informasi

untuk eksekutif, sistem informasi geog rafis, dan sebagainya;

 Sistem pendukung pengambilan keputusan, yaitu suatu aplikasi yang

dikem-bangkan untuk membantu proses pengambilan keputusan.

Pangkalan data yang dibutuhkan untuk mendukung upaya penanggu-langan kecelakaan lalu lintas, dikelompokkan kepentingannya dalam upaya penanggulangan kecelakaan lalu lintas, yaitu sebagai be rikut:

1) Pangkalan Data Laporan Kecela kaan

Pangkalan data ini menampung kebutuhan data untuk semua instansi seperti POLRI, instansi pembina LLAJ. Dan instansi pembina jalan, yang dibentuk berdasarkan laporan kecelakaan yang dibuat oleh POLRI, ins-tansi pembina LLAJ, dan insins-tansi pembina jalan.

2) Pangkalan Data Pendukung

 Yang dimaksud dengan Pangkalan Data Pendukung adalah pang kalan data yang telah terbentuk untuk kepentingan tugas pokok untuk masing-masing instansi akan tetapi diperlukan dalam upaya penanggulangan kecelakaan lalu lintas.

(15)

Dengan berbekal pada Pangkalan Data laporan kecelakaan dan Pangkalan Data pendukung tersebut di atas, masing-masing instansi akan mengembangkan sistem informasi untuk pimpinan/pejabat sesuai dengan kebutuhan tugasnya. Namun demikian tidak menut up kemungkinan sistem in formasi yang dikembang-kan oleh suatu instansi a dikembang-kan dibutuhdikembang-kan oleh instansi lainnya.

Sistem pendukung pengambilan keputusan juga dikembangkan oleh masing-masing instansi sesuai dengan kebutuhan dalam pengambilan keputusan. Mengingat sistem ini merupakan aplikasi yang spesifik, maka kemungkinan yang diperlukan oleh instansi lain adalah informasi yang dapat dihasilkan oleh sistem ini.

Pengembangan Sistem Informasi Penaggulangan Kecelakaan Lalu Lintas

 Arah Peng embangan

Pengembangan sistem informasi untuk penanggulangan kecelakaan lalu lintas diarahkan sesuai tujuan yang diharapkan sebagaimana dijelaskan dalam bagian I. Sedangkan orientasinya adalah kearah integrasi informasi yang lebih baik dengan memperhatikan sumber-sumber dan menyempurnakan proses stan-darisasi agar supaya merangsang penyebaran informasi secara luas dan konso-lidasi yang cepat tentang informasi yang mendesak dan berkesinambungan.

Model data

Model data yang ditetap kan untuk mendukung implementasi sistem infor-masi untuk penanggulangan kecelakaan dititikberatkan pada Pangkalan Data laporan kecelakaan lalu lintas. Data yang harus tercantum dalam Pangkalan Da ta ini, dapat dikelompokkan sesuai dengan kepentingan dalam upaya menanggu-langi terjadinya kecela kaan yaitu:

a. Saat kecelakaan tidak terdapat korban mati

Pangkalan Data yang dibutuhkan adalah sebagai be rikut: 1) Kelompok data lokasi/daerah tempat kejadian kecelakaan. 2) Kelompok Utama, terdiri atas:

(16)

c) Informasi umum, terdiri a tas:

 Data tentang modus operandi  Data tipe tabrakan

 Data lingkungan  Data jalan

3) Uraian singkat kejadian, te rdiri atas:

a) Data kendaraan-kendaraan yang terlibat b) Data pemakai jalan yang terlibat

c) Data pengemudi kendaraan-kendaraan yang terlibat d) Data penumpang kendaraan-kendaraan yang terlibat e) Data pejalan kaki yang terlibat

f) Ilustrasi kejadian g) Keterangan saksi

h) Keterangan pengemudi

i) Kesimpulan sementara dari petugas, tentang kecelakaan yang telah didata

 j) Uraian detail

b. Pada saat kecelakaan terdapat korban ma ti

Model Pangkalan Data yang dikumpulkan oleh masing-masing instansi tentu berbeda sesuai dengan kepentingannya.

1) Model Pangkalan Data Untuk Pembina LLAJ Model Pangkalan Data yang diperlukan adalah: a) Kondisi prasarana yang mencakup:

 Fasilitas jalan dan jembatan

 Kondisi lingkungan dan sekitarnya

b) Data sarana:

 Kondisi teknis kendaraan  Pemeriksaan benda uji

2) Model Pangkalan Data untuk pembina jalan a) Geometrik jalan:

 Alinemen horizontal: radius belo k, super ele vasi, friksi  Alinemen vertikal: gradien, dan jarak pandang

(17)

c) Pulau-pulau jalan.

c. Pangkalan Data untuk manajemen dan rekayasa lalu lintas

Manajemen dan rekayasa lalu lintas berkaitan dengan pendanaan, penga-wasan dan pengendalian lalu lintas yang berkaitan dengan upaya penanggu-langan kecelakaan lalu lintas. Guna mencapai tujuan tersebut dibutuhkan data pendukung yang berkolerasi dengan penyebab te rjadinya kecelakaan.

Data tambahan tersebut:

1) Data volume lalu lintas ha rian rata-rata 2) Data kecepatan

3) Data tata guna tanah 4) Data hambatan (delay) 5) Data komposisi kendaraan 6) Data sosial ekonomi

Sumber Data

Dalam hal pengumpulan Pangkalan Data Kecelakaan Lalu Lintas. Instansi yang terkait adalah:

a. POLRI

b. Dinas LLAJ Tk. I & T k. II c. Kanwil Dephub

d. Dinas PU/Kanwil Pu e. Rumah Sa kit

Diagram Arus Data

Diagram arus data menguraikan bagan ali r data kecelakaan secara makro yang meliputi:

a. Pengumpulan Data

Kumpulan data yang dapat diamb il dari berbagai media.

Pertama, data kecelakaan tersebut dicatat sesuai dengan formulir data kece-lakaan. Selanjutnya pengumpulan data dapat dilaksanakan dan disimpan dalam disket (dalam hal ini format data yang disimpan harus standar). Tahap akhir, data tersebut disampaikan sesuai dengan kepentingan dan tanggung

(18)

b. Transfer Data

Urusan sistem pelaporan dan transfer data kecelakaan selengkapnya seperti diuraikan berikut:

1) Pencatatan 2) Hasil Pencatatan

3) Pengiriman Salinan Laporan Bulanan 4) Hasil Pengumpulan Data Bulanan 5) Kantor wilayah Dep. Pe rhubungan 6) Direktorat Jendral Perhubungan D arat c. Pemberkasan Data (data capture)

Pemberkasan data merupakan prosedur pemberkasan data dari formulir, media komputer dan dimasukkan Pangkalan Data. Pemberkasan data dilaku-kan oleh tiap unit pelaksana atau instansi yang berkaitan dengan masalah kecelakaan lalu lintas. Dalam pemberkasan data, di samping proses penyim-panan (storing)* data juga dilakukan analisis data sesuai dengan kepen-tingan dan tujuan instansi yang bersangkutan.

Kebutuhan Piranti Keras dan Piranti Lunak

Kebutuhan terhadap perangkat keras dan perangkat lunak adalah mutlak dalam informasi kecelakaan. Faktor yang paling penting dalam pemakaian perangkat lunak adalah keseragaman dan tingkat kompatibilitas perangkat lunak yang dipakai. Dalam kaitannya dengan keseragaman dalam proses transfer data, diperlukan cara pelaksanaan (manual) terhadap jenis perangkat lunak yang dipakai serta model tampilan data yang dihasilkan.

Implementasi

Uji Coba Penanggulangan Kasus Kecelakaan

Tahapan-tahapan kegiatan dalam melakukan uji coba dilakukan menurut urutan prioritas yaitu:

 Menjamin orang yang terluka sudah diurus

 Menjamin keselamatan jalan dan mengkoordinasikan pembukaan kembali arus

lalu lintas .

 Membuat perincian kecelakaan, dan pengamatan dan wawancara (terutama

(19)

 Mengevaluasi dan meminta bantuan yang perlu dari ambulans, pemadam

kebakaran, dan untuk pengaturan la lu lintas.

 Memberi pertolongan pertama bagi yang terluka

 Meletakkan rambu-rambu peringatan untuk memberitahukan bahwa lalu lintas

dalam keadaa n darurat.

 Mengumpulkan saksi-saksi mata sebelum mereka meninggalkan

tempat-tempat kejadian.

 Mengumpulkan bukti-bukti.

 Membersihkan dan mencuci pecahan-pecahan dan membuka jala n kembali.  Mencatat keterangan dari sa ksi mata para pengemudi.

 Penyusunan laporan.

Selain itu data lingkungan juga penting untuk diikut sertakan tetapi sejauh mana bagaimana lingkungan tersebut berpengaruh seperti:

 Penampilan orang, misalnya kemampuan pandangan  Prasarana

 Penampilan kendaraan   Arus lalu lintas

Dari hasil uji coba tersebut kemudian dilakukan analisis sehingga data yang diperoleh dapat dipergunakan sesuai dengan kebutuhannya. Terdapat dua pendekatan pada analisis kecelakaan yaitu dengan menggunakan metoda statis-tik dan metode klinis.

1) Metoda statistik

Lokasi yang berbahaya dapat diidentifikasikan dan juga dapat dikelompo kkan menurut frekuensi dan parahnya kecelakaan, seperti:

 Black spot  yang mempunyai resiko tinggi, sering dihubungkan dengan

geometrik jalan.

 Resiko antara, yaitu sejumlah kecelakaan yang tidak saling berhubungan

pada lokasi yang serupa tetapi terlalu sedikit untuk mengidentifikasikan tempat-tempat dengan resiko tinggi tersendiri atau sebab-sebabnya yang umum.

Untuk analisis statistik yang paling praktis dan cepat adalah analisis numerik sederhana yang memperlihat kan hal-hal seperti :

(20)

 Lokasi

 Tingkat kecelakaan dibanding kepadatan penduduk, pemilihan kendaraan,

penggunaan kendaraan.

 Kelaziman ciri-ciri desain  Keparahan luka-luka

 Tipe kendaraan yang terlibat  Karakteristik pema kai jalan, umur  Gerakan kendaraan yang terlibat  Keadaan lingkungan

Hasil analisis dapat diringkas dalam bentuk peta , grafik dan tabel, sedang kan analisis khusus sekurang-kurangnya harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

 Perubahan tingkat kecelakaan dan keparahan dari tahun ke tahun  Perbedaan tingkat kecela kaan antara lokasi-lokasi yang berbeda  Keparahan kecelakaan

 Jenis jalan yang terlibat  Jenis kendaraan yang terlibat

 Manuver kendaraan yang dilakukan  Waktu dan hari

2) Metoda klinis

Metoda klinis meliputi penyelidikan suatu kecela kaan tersendiri guna menen-tukan bagaimana dan mengapa terjadinya dan mengambil kesimpulan-kesimpulan mengenai kecelakaan yang serupa dapat dihindari.

Rekonstruksi harus diusahakan, dengan menempatkan mendekati kejadian yang sebenarnya, yaitu:

 Titik kemungkinan persepsi, di mana pengemudi pertama kali merasakan

adanya bahaya dari suatu kecelakaan.

 Titik persepsi sebenarnya, di mana pengemudi merasakan bahaya yang

sebenarnya.

(21)

8.4 Tindakan Keselamatan Lalu Lintas

Masalah keselamatan lalu lintas dewasa ini menjadi salah satu isu utama di dalam perencanaan transportasi. Ketidak-efektifan pengoperasian lalu lintas dapat dilihat dari seberapa jauh tingkat kongesi dan kecelakaan lalu-lintas yang terjadi di suatu sistem jaringan jalan yang ada.

Kecelakaan terjadi pada dasarnya merupakan resultan dari: pengemudi, kendaraan, dan lingkungan jalan. Elemen-elemen tersebut baik secara individual maupun kombinasi dapat menyebabkan kecelakaan. Data baik dari luar negeri maupun Kepolisian Indonesia memperlihatkan bahwa kecelakaan terjadi sek itar 90% disebabkan karena faktor manusia (pengemudi), sedangkan faktor kenda-raan dan lingkungan jalan masing-masing han ya sekitar 5%. Khusus di Indonesia mengingat fasilitas jalan yang tidak lengkap terjadi terdensi bahwa pengelola  jalan cenderung menyalahkan pengemudi bahwa seharusnya mereka telah mengetahui terlebih dahulu situasi jalan yang akan dilalui. Di lain pihak juga disadari bahwa ketidak-pedulian dan kurang terampilnya pengemudi se ring sekali menjadi penyebab kecelakaan lalu lintas.

Data kecelakaan dari Polri (lihat lampiran) menunjukkan bahwa kira-kira 10.000 orang tewas akibat kecelakaan lalu lintas. dengan mengacu studi yang dilakukan Puslitbang Jalan bahwa biaya kecelakaan fatal sekitar Rp 40 juta (penelitian di Bandung), maka dalam satu tahun dapat terlihat besarnya kerugian yang terjadi. Belum termasuk di dalam biaya kecelakaan yang bersifat serius, ringan dan hanya kerugian material.

Di dalam MLL terdapat dua istilah di dalam usaha mengurangi tingkat kecelakaan, yaitu:

1. traffic aud it dan; 2. traffic calming.

Traffic Audit  merupakan tindakan mengevaluasi sistem lingkungan jalan (geometrik, perkerasan jalan, rambu dan marka), khususnya pada kawasan rawan kecelakaan agar tidak terjadi kecelakaan yang disebabkan oleh elemen lingkungan jalan.

Traffic Calming merupakan tindakan untuk melindungi lingkungan sekitar  jalan, khususnya kawasan perumahan dari lalu lintas dengan cara menena ngkan

(22)

sepeda, dan warga sepanjang jalan tersebut. Di dalam traffic calming strategi yang digunakan pada umumnya berupa tindakan mengurangi kecepatan kenda-raan dengan berbagai instrumen seperti “polisi tidur” (road hump), penyempitan lajur dan lain sebagainya.

Tindakan untuk Mempengaruhi Kecepatan

Di dalam perencanaan transportasi terdapat dua keinginan yang berten-tangan. Pertama keutuhan untuk lalu lintas menerus di mana apabila memung-kinkan arus bergerak secepat mungkin. Kedua kebutuhan untuk penghuni setem-pat di mana apabila dimungkinkan kecesetem-patan dasetem-pat dikurangi sebesar mungkin untuk mengurangi kecelakaan lalu lintas. Apabila terdapat keinginan untuk mengurangi kecepatan, maka diperlukan suatu instrumen yang bersifat self enforcing sehingga secara otomatis tidak dapat bergera k secara tepat.

Dari data Amerika Serikat (AS) menunjukkan bahwa tingkat kecelakaan akan meningkat apabila kecepatan bertambah tinggi seperti terlihat pada Tabel 8.1 di bawah i ni.

Tabel 8.1 Hubungan Kecepatan dan Tingkat Fasilitas (AS) Kecepatan (km/j am) Fasilitas per 1000 korban

> 80 65 – 80 49 – 64 32 – 48 < 32 92 48 36 21 12

Kasus serupa terjadi di negara lain. Sebagai contoh di Perancis sejak diberlakukannya batas kecepatan ma ksimum di jalan be bas hambatan 12 km/jam dan jalan lainnya 90 km/jam tingkat fatalitas kecelakaan berkurang sebesar 23% secara total dan berkurang 50% pada jalan be bas hambatan.

Penerapan batas kecepatab maksimum di kawasan perkotaan menunjuk-kan pengurangan tingkat kecelakaan yang cukup berarti seperti terlihat pada Tabel 8.2 yang merupakan hasil riset keselamatan lalu lintas tahun 1963 oleh Road Research Laboratory. Masalah yang utama di kawasan perkotaan adalah tingginya kelompok beresiko tinggi terhadap fatalitas kecelakaan, yaitu para pejalan kaki (pendestrian) dan pengayuh sepeda. Di negara-negara berkembang tingginya komposisi sepeda motor juga menyebabkan kelompok ini beresiko ting-gi terhadap fatalitas kecelakaan.

(23)

Masalah pedestrian berasosiasi dengan kecepatan ada lah sebagai beri kut:

1.  Apabila kecepatan lalu lintas tinggi, penyeberangan jalan akan sulit untuk memperkirakan celah kendaraan yang aman secara tepat.

2. Kemungkinan kendaraan cepat mendekati penyeberangan lebih tinggi pada saat pedestrian melihat arah lain.

Tabel 8.2 Penurunan Tingkat Kecelakaan Akibat Batas Kecepatan Maksimum % perubahan

 Negara

Luka-luka Luka Ber at Switzerland Belanda Swedia Inggris Jerman Barat -6 -6 -3 -18 -21 -10 -11 -15 -30

Pengurangan kecelakaan dapat disebabkan juga oleh alasan-alasan lain seperti berkurangnya pandangan kemuka akibat jalan menikung, lebar jalan di bawah standar dan kondisi-kondisi lainnya yang bersifat sementara seperti kabut, hujan lebat, banjir dan ant rian kendaraan.

Jenis-Jenis Tindakan

Jenis-jenis tindakan untuk mengurangi kecelakaan dapat dibagi 2 (dua), yaitu dengan peraturan dan secara fisik.

Peraturan

- berupa peraturan umum (general mandatory)

- berupa peraturan berdasarkan arahan petunjuk rambu (advisory) Fisik 

- dengan speed bars

- dengan road humps

- dengan rumble strips

- dengan penyempitan jalan atau re-alinemen.

Batas kecepatan maksimum umum harus terlihat dapat diterima oleh hampir seluruh pengemudi dan selaras dengan topografi, aktivitas lahan sekitar  jalan, jenis dan kondisi jalan. Sebagai contoh kecepa tan 50 km/jam tidak dapat

(24)

Hal ini yang harus diperhatikan penerapan kecepatan harus konsisten. Perbedaan kecepatan dapat pula diberlakukan untuk berbagai jenis kendaraan. Seperti maksimum kecepatan untuk truk dapat lebih rendah dengan kecepatan maksimum mobil penumpang d i kawasan perkotaan.

Di dalam menentukan dasar untuk penentuan kecepatan maksimum ada-lah: Pertama, harus diterima oleh hampir semua pengemudi secara wajar dan; Kedua, maksimum kecepatan dibuat pada 85 persentil kecepatan pada kondisi normal arus bebas seperti terlihat pada Gambar 6.1. di bawa h ini.

  F

  r

  e

  q

  u

  e

  n

  c

  y

  C

  o

  m

  u

  l

  a

   t

  i

  v

  e

  P

  r

  o

  p

  o

  r

   t

  i

  o

  n

Gambar 8.1. Penentuan Kecepatan 85 %-ile

Pengaruh dari penetapan kecepatan limit antara lain dapat mengurangi kecepatan rata-rata kendaraan, mengurangi kecepatan maksimum dan yang tidak kalah pentingnya mengurangi variasi perbedaan kecepatan yang sangat berguna pada jalan berkecepatan tinggi sebagai akibat menurunnya kecepatan relatif.

Penetapan limit kecepatan akan lebih efektif pada kecepatan tinggi (>80 km/jam) dibandingkan pada kecepatan rendah. Terdapat tendensi kecepatan akan meningkat terus sepanjang waktu seperti yang terjadi pada jalan bebas hambatan di Inggris (lihat ta bel 6.3).

(25)

Tabel 6.3 Kecepatan Rata-Rata di Jalan Bebas Hambatan di Inggris Tahun Mil/jam Km/jam

1970 1973 1983 1987 63,5 66,5 68,0 75,0 102 106 109 120

Speed Bars pada Bundaran dan Ramp Keluar Jalan Bebas Hambatan Penempatan speed bars  biasanya dilakukan pada perpindahan dari jalan dengan kecepatan tinggi ke kecepatan yang lebih rendah. Pengemudi apabila melaluinya akan menyadari ba hwa kecepatan kendaraan harus dikurangi. Hal ini diperlukan, sebagai contoh, mengemudi kendaraan pada jalan bebas hambatan walaupun dengan kecepatan tinggi akan merasakan relatif berjalan lambat. Hal ini akan membahayakan pada saat keluar menuju jalan biasa. Untuk ini penem-patan speed bars  akan menyadari pengemudi untuk mengurangi kecepatan.

Rancangan speed bars dapat berupa cat atau rumble strip melintang jalan dengan jarak semakin jauh semakin rapat untuk memberi kesan bahwa mereka mengendalikan kendaraan sema kin cepat.

Di inggris penempatan speed bars pada kaki-kaki persimpangan bundaran menghasilkan kecepatan 85 persentil kendaraan sebelum dipasang 48 mil/jam, setelah dipasang pada mulanya kecepatan menurun hingga 34 mil/jam dan setelah dioperasikan 1 tahun kecepatan meningkat menjadi 39 mil/jam.

Road Humps (“Polisi Tidur”)

Pada sistem jaringan lokal masalah yang utama adalah bagaimana melin-dungi masyarakat sekitarnya dari lalu lintas yang berjalan cepat. Berdasarkan data Inggris penggunaan jalan lokal ( kendaraan-kilometer) hanya 45 % dari total kendaraan-kilometer tetapi 80 % kecelakaan terjadi di jalan-jalan lokal. Di sini terlihat bahwa kecepatan yang harus dipenuhi (mandatory speed) dari suatu

(26)

peraturan ini perlu dibuat upaya secara fisik untuk mengurangi kecelakaan dan salah satu cara yang murah dengan membuat “polisi tidur”.

 “Polisi Tidur” perlu dibuat sedemi kian rupa hingga menimbulkan rasa tidak nyaman apabila mengemudi terlalu cepat, tetapi masih pada batas yang ditoleransi dan tidak merusak kendaraan. Bentuk yang paling ideal adalah ber-bentuk busur sirkular dengan panjang, L = 3,66 m dan tinggi, H = 0,10 m.

Di Indonesia pemasangan “polisi tidur” sering tidak pada tempatnya dan bentuknya justru membahayakan lalu lintas. sebagai contoh penempatan “polisi tidur” yang terlalu banyak dan rapat, atau berbentuk yang terlalu tinggi sering dijumpai di jalan-jalan lokal.

Penempatan yang ideal perlu adanya “polisi tidur” yang berurutan agar kecepatan tetap terjaga rendah. Di bawah ini terdapat pendekatan untuk mema-sang “polisi tidur”:

 Kecepatan pada saat melintasi “polisi tidur” ideal (L = 3,66 m; H =

0,10 m) sekitar 30 km/jam hin gga 40 km/jam.

  Apa bila senjang jarak “polisi tidur” 50 m, ma ka kecepatan 85 persentil

diperkirakan se kitar 45 km/jam.

  Apa bila senjang jarak “polisi tidu r” 150 m, ma ka kecepa tan 85

persen-til diperkirakan me njadi sekitar 70 km/jam.

Pengaturan/regulasi yang perlu diperhatikan yang terpenting antara lain:

 Harus jelas dengan perambuan yang bai k di mukanya.

 Tidak dapat dipasang pada jalan dengan kecepatan rencana yang

tinggi.

 Dapat bersamaan dipasang dengan zebra crossing.

Rumble Surface

Rumble Surface  atau permukaan jalan yang halus terbuat dari tekstur yang kasar adalah salah satu cara u ntuk menimbulkan ketidaknyamanan menge-mudi, dan a kan lebih buruk apabila kecepatan sema kin tinggi.

(27)

1. Rumble Areas, dibuat menerus sepanjang jarak tertentu. Cara ini dirasakan kurang efektif dibanding kan cara lainnya.

2. Rumble Strips¸ dibuat beberapa garis dengan lebar dari 0,5 meter hingga 2,0 meter dan ketinggian 13 mm. Cara ini le bih efektif dibandingkan dengan cara pertama.

3. Jiggle Bars, cara ini efektif sama dengan cara kedua dengan lebar yang lebih kecil dari 0,50 meter hingga 150 mm dan garis perkerasan yang kasar dibuat lebih tinggi sekitar 3 mm. Cara ini yang paling efektif dari semuanya.

Realinemen J alan Untuk Mengurangi Kecepatan.

Cara ini dibuat untuk melindungi kawasan perumahan atau kawasan yang ramai seperti daerah pertokoan dengan membuat jalan berkelok-kelok dan jalur  jalan disempitkan sehingga kendaraan tidak dapat berjalan dengan cepat. Cara ini sangat baik diterapkan pada kawasan perumahan baru, atau pada jalan khu-sus bis (Headrow di Leeds).

Di Belanda terdapat kawasan yang disebut Woonerf , di mana pada kawa-san ini jalan benar-benar diperuntukkan untuk warga setempat sebagai jalan akses. Lalu lintas menerus akan sangat tidak nyaman menggunakan jalan ini. Pada kawasan ini jalan yang semula lurus dibuat menyempit dan berkelok-kelok (biasanya dijadikan sistem satu arah). Ruang tersisa yang semula merupakan perkerasan jalan diubah menjadi tempat bermain anak-anak, tempat parkior mobil/atau sepeda, bangku-bangku dan tanaman.

Perambuan

Perambuan adalah hakekatnya dibuat untuk membeikan instruksi, peri-ngatan akan bahaya dan informasi arah bagi pengemudi dan lalu lintas lainnya. Perambuan yang baik akan menjadi suatu arahan yang positif bagi pemakai  jalan.

Prinsip-prinsip bagi pe makai jalan apabila melihat rambu adala h: Melihat→ Membaca→ Mengerti → Dilaksanakan

(28)

Rambu harus terlihat dengan jelas kontras dengan latar belakangnya, tidak ada penghalang seperti tanaman atau rambu lain yang tumpang tindih, di pasang pada jarak yang memadai dan bersifat memantul apabila terkena sinar pada saat gelap.

Berdasarkan prinsip di atas, rambu harus memenuhi kondisi sebagai berikut:

1. Harus cukup jauh di muka sehingga memungkinkan pengemudi mema-hami dan berea ksi sesuai a rah rambu tersebut.

2. Di lain pihak, rambu jangan dipasang terlalu jauh sehingga pengemudi lupa akan rambu tersebut.

3.  Akibatn ya pada jalan dengan kecepatan tinggi seperti pada jalan bebas hambatan dibuat dua kali.

Gambar

Diagram Arus Data
Gambar 8.1. Penentuan Kecepatan 85 %-ile
Tabel 6.3 Kecepatan Rata-Rata di Jalan Bebas Hambatan di Inggris

Referensi

Dokumen terkait

Permainan sepak takraw merupakan permainan tradisional yang memadukan dua permainan sepak bola dengan bola voli dipertandingkan di lapangan yang ukurannya

Permasalahan pokok yang ingin diteliti dalam penelitian ini adalah: pertama, apakah motivasi kerja dan kompetensi individu berkontribusi secara signifikan terhadap kinerja

Permasalahan yang dijadikan objek penelitian dan pengembangan tugas akhir ini adalah mengimplementasikan dan menganalisis integritas dan keamanan data yang dikirim dan diterima

Fokus pembicaraan pada konteks kalimat adalah frasa amat sangat yang menyatakan ukuran yang melebihi dari ukuran yang lazim dari suatu tingkatan yaitu melebihi

Sesuai dengan penelitian yang dijalankan oleh Baker (2000) dijelaskan bahwa memang kualitas makanan secara tidak langsung memiliki pengaruh terhadap behavioral

Diferensial Elektronik digunakan dalam sistem traksi untuk kendaraan listrik digerakkan langsung oleh dua roda yang didasarkan pada Direct Torque Fuzzy Control (DTFC) untuk

Hasil uji statistik didapatkan nilai P value = 0,000 (0,000&lt; 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa promosi kesehatan yang paling efektif dalam meningkatkan kepatuhan

koleksi yang cukup lengkap dengan informasi yang memadahi (baik dari informasi yang tercantum pada tiap koleksi maupun dari pemandu museum) sangat memudahkan para pengunjung