• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSEDUR PEMASANGAN INFUS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROSEDUR PEMASANGAN INFUS"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PROSEDUR PEMASANGAN INFUS

1. Pengertian

Infus cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh atau memberikan cairan tambahan yang mengandung komponen tertentu yang diperlukan tubuh secara terus menerus selama periode tertentu.

2. Tujuan

Adapun tujuan prosedur ini adalah untuk :

a. Mempertahankan atau mengganti cairan tubuh, elektrolit, vitamin, protein, kalori dan nitrogen pada klien yang tidak mampu mempertahankan masukan yang adekuat melalui mulut.

b. Memulihkan keseimbangan asam-basa. c. Memulihkan volume darah.

d. Menyediakan saluran terbuka untuk pemberian obat-obatan. 3. Keadaan yang Memerlukan Pemberian Infus

Secara umum, keadaan-keadaan yang dapat memerlukan pemberian cairan infus adalah: · Perdarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah) · Trauma abdomen (perut) berat (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah) · Fraktur (patah tulang), khususnya di pelvis (panggul) dan femur (paha) (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)

· “Serangan panas” (heat stroke) (kehilangan cairan tubuh pada dehidrasi) · Diare dan demam (mengakibatkan dehidrasi)

· Luka bakar luas (kehilangan banyak cairan tubuh)

· Semua trauma kepala, dada, dan tulang punggung (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)

(2)

4. Indikasi Pemasangan Infus melalui Jalur Pembuluh Darah Vena (Peripheral Venous Cannulation) dan Kontraindikasi dan Peringatan pada Pemasangan Infus Melalui Jalur Pembuluh Darah Vena

Indikasi Pemasangan Infus melalui Jalur Pembuluh Darah Vena

• Pemberian cairan intravena (intravenous fluids).

• Pemberian nutrisi parenteral (langsung masuk ke dalam darah) dalam jumlah terbatas.

• Pemberian kantong darah dan produk darah. • Pemberian obat yang terus-menerus (kontinyu).

• Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (misalnya pada operasi besar dengan risiko perdarahan, dipasang jalur infus intravena untuk persiapan jika terjadi syok, juga untuk memudahkan pemberian obat)

• Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil, misalnya risiko dehidrasi (kekurangan cairan) dan syok (mengancam nyawa), sebelum pembuluh darah kolaps (tidak teraba), sehingga tidak dapat dipasang jalur infus.

Kontraindikasi dan Peringatan pada Pemasangan Infus Melalui Jalur Pembuluh Darah Vena

• Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi pemasangan infus.

• Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan digunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada tindakan hemodialisis (cuci darah).

• Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil yang aliran darahnya lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai dan kaki).

(3)

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi. Komplikasi Lokal

Hematoma, yakni darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibat pecahnya

pembuluh darah arteri vena, atau kapiler, terjadi akibat penekanan yang kurang tepat saat memasukkan jarum, atau “tusukan” berulang pada pembuluh darah.  Infiltrasi, yakni masuknya cairan infus ke dalam jaringan sekitar (bukan

pembuluh darah), terjadi akibat ujung jarum infus melewati pembuluh darah.  Tromboflebitis, atau bengkak (inflamasi) pada pembuluh vena, terjadi akibat infus

yang dipasang tidak dipantau secara ketat dan benar.

Iritasi Vena, kondisi ini ditandai dengan nyeri selama diinfus, kemerahan pada

kulit di atas area insersi.

Trombosis, ditandai dengan nyeri kemerahan, bengkak pada vena, dan aliran infus

berhenti, disebabkan oleh injuri sel endotel dinding vena, pelekatan platelet.

Occlusion, ditandai dengan tidak adanya penambahan aliran ketika botol

dinaikkan, aliran balik darah di selang infus, dan tidak nyaman pada area pemasangan /insersi, disebabkan oleh gangguan aliran IV, aliran balik darah ketika pasien berjalan dan selang diklem terlalu lama.

Spasme Vena, ditandai dengan nyeri sepanjang vena, kulit pucat disekitar vena,

aliran berhenti meskipun klem sudah dibuka maksimal. Spasme vena bisa disebabkan oleh pemberian darah tau cairan yang dingin, iritasi vena oleh obat atau cairan yang mudah mengiritasi vena dan aliran yang terlalu cepat.

Reaksi Vasovagal, kondisi ini digambarkan dengan klien tiba-tiba terjadi kollaps

pada vena, dingin, berkeringat, pingsan, pusing, mual, dan penurunan tekanan darah. Reaksi vasovagal disebabkan oleh nyeri atau kecemasan.

(4)

Kerusakan Syraf, tendon dan ligament, ditandai oleh nyeri ekstrem, kebas(mati

rasa), dan kontraksi otot. Efek lambat yang bisa muncul adalah paralysis, mati rasa dan deformitas. Komdisi ini disebabkan oleh tehnik pemasangan yang tidak tepat sehingga menimbulkan injuri di sekitar syaraf, tendon, ligament.

Komplikasi Sistemik

Emboli udara, yakni masuknya udara ke dalam sirkulasi darah, terjadi akibat

masuknya udara yang ada dalam cairan infus ke dalam pembuluh darah.

Septicemia/bakterimia, adanya substansi pirogenik baik dalam larutan infus atau

alat pemberian dapat mencetuskan reaksi demam dan septicemia. Perawat dapat melihat kenaikan suhu tubuh secara mendadak segera setelah infus dimulai, sakit pumggung, sakit kepala, peningkatan nadi dan frekuensi pernafasan, mual dan muntagh, diare, demam dan menggigil, malaise umum, dan jira parah bisa terjadi kollaps vaskuler. Penyebab septikemi adlah kontaminasi pada produk IV, kelalaian teknik aseptik. Septikemi terutama terjadi pada klien yang mengalami penurunan imun.

Reaksi Alergi, ditandai dengan gatal, hidung dan mata merah, bronkospasme,

wheezing, urticaria, edema pada area insersi, reaksi anafilatik (kemerahan, cemas, dingin, gatal, palpitasi, paresthesia, wheezing, kejang dan kardiak arrest). Kondisi ini bisa disebabkan oleh allergen, misal karena medikasi.

Overload Sirkulasi, membebani sistem sirkulasi dengan cairan intravena yang

berlebihan akan menyebabkan peningkatan tekanan darah dan tekanan vena sentral, dispnea berat, dan sianosis. Tanda dan gejala tambahan termasuk batuk dan kelopak mata yang membengkak. Penyebab yang mungkin hádala infus larutan IV yang terlalu cepat atau penyakit hati, jantung, dan ginjal. Hal ini juga mungkin bisa terjadipada pasien dengan gangguan jantung yang disebut dengan kelebihan beban sirkulasi.

(5)

 Continous Infusion (infus berlanjut) menggunakan alat kontrol

Infus ini bisa diberikan secara tradisional melalui cairan yang digantung, dengan atau tanpa pengatur kecepatan aliran. Infus melalui intravena, intra-arteri dan intra techal (spinal) dapat dilengkapi dengan menggunakan pompa khusus yang ditanam maupun eksternal.

Keuntungan:

1. Mampu menginfus cairan dalam jumlah besar dan kecil dengan akurat

2. Adanya alarm menandakan adanya masalah seperti adanya udara di selang infus atau adanya penyumbatan

3. Mengurangi waktu perawat untuk emastikan kecepatan aliran infus. Kerugian:

1. Memerlukan selang khusus 2. Biaya lebih mahal

3. Pompa infus akan dilanjutkan untuk menginfus kecuali ada infiltrasi.

 Intermitten Infusion (infus sementara)

Infus ini dapat diberikan melalui ’heparin lock’ , ’piggy bag’ untuk infus yang kontinyu, atau untuk terapi jangka panjang melalui perangkat infus.

Keuntungan:

1. Inkompabilitas dihindari

2. Dosis obat lebih besar dapat diberikan dengan konsentrasi permililiter yang lebih rendah daripada yang dipraktekkan dengan metode dorongan IV

(6)

Kerugian:

1. Kecepatan pemberian tidak dapat dikontrol dengan teliti kecuali infus dipantau secara elektronik

2. Volume yang ditambahkan 50-100ml cairan IV dapat menyebabkan kelebihan cairan pada beberapa pasien.

6. Jenis Cairan Infus

• Cairan hipotonik: osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel “mengalami” dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.

• Cairan Isotonik: osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).

• Cairan hipertonik: osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga “menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan

(7)

hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin.

Pembagian cairan berdasarkan tujuan penggunaannya • Nutrient Solution

Berisi karbohidrat (dekstrose, glukosa dan levulosa) dan air. Air untuk menyuplai kebutuhan air , sedangkan karbohidrat untuk kebutuhan kalori dan energi. Larutan ini diindikasikan untuk pencegahan dehidrasi dan ketosis. Contoh, D5W, dekstrose 5% dalam 0.45% sodium chloride

• Electrolyte Solution

Berisi elektrolit, kation dan anion. Larutan ini sering digunakan untuk larutan hidrasi, mencegah dan koreksi ketidakseimbangan cairan elektrolit. Contoh, normal saline, lar.ringer (sodium, Cl, Potassium, Kalsium dan laktat)

• Alkalizing Solution

Untuk menetralkan asidosis metabolik. Contoh, ringer laktgat. • Acidifying Solution

Untuk menetralkan alkalosis metabolik. Contoh, dekstrose 5% dalam NaCl 0.45%, NaCl 0.9%.

• Blood Volume expanders

Digunakan untuk meningkatkan volume darah karena kehilangan darah/plasma dalam jumlah besar. (misal: hemoragi, luka bakar berat).contoh, Dekstran, plasma, human serum albumin.

(8)

a. Kristaloid: bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan (volume expanders) ke dalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat, dan berguna pada pasien yang memerlukan cairan segera. Misalnya Ringer-Laktat dan garam fisiologis.

b. Koloid: ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak akan keluar dari membran kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka sifatnya hipertonik, dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah. Contohnya adalah albumin dan steroid.

7. Prosedur Pemasangan Infus A. Tahap Preinteraksi

1. Cek program terapi cairan klien 2. Cuci tangan

3. Siapkan alat-alat

Alat dan bahan 1. Standar infus 2. Set infus

3. Cairan sesuai program medik

4. jarum infuse dengan ukuran yang sesuai 5. Pengalas 6. Torniket 7. Kapas alcohol 8. Plester 9. Gunting 10. Kasa steril 11. Betadin 12. Sarung tangan

(9)

B. Tahap Orientasi

1. Berikan salam, panggil klien dengan namanya

2. Jelaskan tujuan, prosedur, dan lamanya tindakan pada klien dan keluarga C. Tahap Kerja

1. Mencuci tangan

2. Berikan kesempatan klien bertanya sebelum kegiatan dilakukan 3. Menanyakan keluhan utama

4. Jaga privacy klien 5. Letakkan pasien pada posisi semi fowler atau supinasi jika tidak memungkinkan

6. Bebaskan lengan pasien dari lengan baju/ kemeja 7. Hubungkan cairan dan infus set dengan memasukkan ke bagian karet atau akses slang ke botol infuse

8. Isi cairan ke dalam set infus dengan menekan ruang tetesan hingga terisi sebagian da buka klem slang hingga cairan memenuhi slang dan udara slang keluar

9. Letakkan pangalas di bawah tempat ( vena ) yang akan dilakukan penginfusan 10.Lakukan pembendungan dengan torniker ( karet pembendung ) 10-12 cmdi atas tempat penusukan dan anjurkan pasien untuk menggenggam dengan gerakan sirkular ( bila sadar )

11. Gunakan sarung tangan steril

12. Disinfeksi daerah yang akan ditusuk dengan kapas alcohol

13. Lakukan penusukan pada vena dengan meletakkan ibu jari di bagian bawah vena da posisi jarum ( abocath ) mengarah ke atas

14. Perhatikan keluarnya darah melalui jarum ( abocath / surflo ) maka tarik keluar bagian dalam ( jarum ) sambil meneruskan tusukan ke dalam vena

15. setelah jarum infus bagian dalam dilepaskan atau dikeluarkan, tahan bagian atas vena dengan menekan menggunakan jari tangan agar darah tidak keluar. Kemudian bagian infus dihubungkan atau disambungkan dengan slang infus

16. buka pengatur tetesan dan atur kecepatan sesuai dengan dosis yang diberikan 17. lakukan fiksasi dengan kasa steril

(10)

18. tuliskan tanggal dan waktu pemasangan infus serta catat ukuran jarum 19. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan

D. Tahap Terminasi 1. Evaluasi hasil kegiatan

2. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya 3. Akhiri kegiatan

4. Cuci tangan E. Dokumentasi

1. Toleransi klien terhadap prosedur pemasangan dan penginfusan cairan 2. Status sisi IV, balutan, cairan dan slang

3. Ukuran dan tipe kateter/jarum 4. Penyuluhan klien diberikan

5. Pengkajian tindak lanjut terhadap penginfus Contoh jarum infus/abbocath:

ONC (over the needle cannula)

Tujuan : terapi jangka panjang untuk pasien agitasi atau pasien yang aktif

Manfaat : lebih nyaman bagi klien, ada tempat untuk mengecek aliran darah balik, kerusakan pada vena lebih kecil.

Kerugian : lebih sulit dimasukkan daripada alat lain Through the needle cannula

(11)

Manfaat : kerusakan pada vena lebih kecil, lebih nyaman bagi klien, tersedia dalam berbagai ukuran panjang.

Kerugian : biasanya untuk pasien lansia, menimbulkan kebocoran. Wing needle:

Tujuan : terapi jangka pendek untuk pasien yang kooperatif, terapi untuk neonatus, anak atau lansia dengan vena yang fragile dan sklerotik

Manfaat : meminimalkan nyeri ketika insersi, ideal untuk memasukkan obat

Kerugian : mudah menimbulakan infiltrasi , jika wing needle kaku yang digunakan.

Contoh ukuran jarum:

 nomor 16---bedah mayor atau trauma

 nomor 18---darah dan produk darah, pemberian obat-obat yang kental  nomor 20---digunakan pada kebanyakan pasien

 nomor 22---digunakan pada kebanyakan pasien, terutama anak-anak dan orangtua

 nomor 24---pasien pediatric atau neonatus Semakin besar ukuran, semakin kecil caliber kateter. Cara Fiksasi Infus

1. Metode Chevron

* Potong plester ukuran 1,25 cm, letakkan dibawah hub kateter dengan bagian yang

berperekat menghadap ke atas.

(12)

* Rekatkan plester ukuran 2,5 cm melintang diatas sayap kateter dan selang infus untuk memperkuat, kemudian berikan label

2. Metode H

* Potong plester ukuran 1,25 cm dan letakkan bagian yang berperekat dibawah hub kateter

* Lipat setiap sisis plester melalui sayap kateter, tekan kebawah sehingga paralel

dengan hub kateter

* Rekatkan plester lain diatas kateter untuk memperkuat. Pastikan kateter terekat sempurna dan berikan label

3. Metode U

* Potong plester ukuran 2,5 cm tiga buah. Rekatkan plester pada sayap kateter Pemeliharaan infus

o Periksa area insersi

o Periksa seluruh system IV (jumlah cairan, kecepatan aliran, integritas jalur, posisi jalur halus, kondisi area insersi, kondisi proksimal vena sampai area insersi)

o Kaji adanya komplikasi terapi IV o Kaji respon klien terhadap terapi

o Lakukan perawatan pada daerah insersi (sesuai kebijakan institusi) 8. Hal-hal yang perlu diperhatikan ( kewaspadaan)

a) Ganti lokasi tusukan setiap 48-72 jam dan gunakan set infus baru

b) Ganti kasa steril penutup luka setiap 24-48 jam dan evaluasi tanda infeksi c) Observasi tanda / reaksi alergi terhadap infus atau komplikasi lain

d) Jika infus tidak diperlukan lagi, buka fiksasi pada lokasi penusukan e) Kencangkan klem infus sehingga tidak mengalir

(13)

f) Tekan lokasi penusukan menggunakan kasa steril, lalu cabut jarum infus perlahan, periksa ujung kateter terhadap adanya embolus

g) Bersihkan lokasi penusukan dengan anti septik. Bekas-bekas plester dibersihkan memakai kapas alkohol atau bensin (jika perlu)

9. Pemilihan Vena

a. Vena tangan paling sering digunakn untuk terapi IV rutin

b. Vena lengan depan : periksa dengan teliti kedua lengan sebelum keputusan dibuat, sering digunakan untuk terapi rutin

c. Vena lengan atas : juga digunakan untuk terapi IV

d. Vena ekstremitas bawah : digunakan hanya menurut kebijakan institusi dan keinginan dokter

e. Vena kepala : digunakan sesuai dengan kebijakan institusi dan keinginan dokter ; sering dipilih pada bayi

f. Insisi : dilakukan oleh dokter untuk terapi panjang

g. Vena subklavia : dilakukan oleh dokter untuk terapi jangka panjang atau infus cairan yang mengiritasi (hipertonik)

h. Jalur vena sentral: digunakan untuk tujuan infus atau mengukur tekanan vena sentral Contoh Vena sentral adalah : v. subkalvia, v. jugularis interna/eksterna, v. sefalika atau v.basilika mediana, v. femoralis, dll. i. Vena jugularis : biasanya dipasang untuk mengukur tekanan vena sentral

atau memberikan nutrisi parenteral total (NPT) jika melalui vena kava superior.

j. Vena femoralis : biasanya hanya diguakan pada keadaan darurat tetapi dapat digunakan untuk penempatan kateter sentral untuk pemberian NTP. k. Pirau arteriovena (Scribner) : implantasi selang palastik antara arteri dan

vena untuk dialisis ginjal

l. Tandur (bovine) : anastomoisis arteri karotid yang berubah sifat dari cow ke sistem vena ; biasanya dilakukan pada lengan atas untuk dialisis ginjal m. Fistula : anastomoisis bedah dari arteri ke vena baik end atau side to side

(14)

n. Jalur umbilikal : rute akses yang biasa pada UPI neonatus Akses vena-vena yang mudah untuk terapi intravena

a) Metakarpal b) Sefalika c) Basilika d) Sefalika mediana e) Basilika mediana f) Antebrakial mediana Tips untuk vena yang sulit:

• Pasien gemuk, tidak dapat mempalpasi atau melihat vena---buat citra visual dari anatomi vena, pilih kateter yang lebih panjang

• Kulit dan vena mudah pecah, infiltrasi terjadi setelah penusukan---gunakan tekanan torniket yang minimal

• Vena bergerak ketika ditusuk---fiksasi vena menggunakan ibu jari ketika melakukan penusukan

• Pasien dalam keadaan syok atau mempunyai aliran balik vena minimal----biarkan torniket terpasang untuk meningkatkan distensi vena, gunakan kateter no. 18 atau 16.

Hindari menggunakan vena berikut:

o Vena pada area fleksi (misal:fossa ante cubiti)

o Vena yang rusak karena insersi sebelumnya (misal karena flebitis, infiltrasi atau sklerosis)

o Vena yang nyeri palpasi

o Vena yang tidak stabil, mudah bergerak ketika jarum dimasukkan o Vena yang mudah pecah

(15)

o Vena dorsal yang rapuh pada klien lansia dan pembuluh darah pada ekstremitas dengan gangguan sirkulasi (misal pada mastektomi, graft dialysis atau paralysis) Cara memunculkan vena:

o Mengurut ekstremitas dari distal ke proksimal di bawah tempat pungsi vena yang dituju

o Minta klien menggenggam dan membuka genggaman secara bergantian o Ketuk ringan di atas vena

o Gunakan torniket sedikitnya 5-15 cm di atas tempat yang akan diinsersi, kencangkan torniket

o Berikan kompres hangat pada ekstremitas selama beberapa menit (misal dengan waslap hangat)

Kriteria pemilihan pembuluh darah (vena)

A. Gunakan cabang vena distal (vena bagian proksimal yang berukuran lebih besar kan bermanfaat untuk keadaan darurat)

B. Pilihan vena :

o vena metakarpal (memudahkan pergerakan tangan) o vena basilika / sefalika

o vena fosa antekubital, medianna basilika atau sefalika untuk pemasangan infus yang singkat saja

C. Pada klien dewasa, vena yang terdapat pada ekstremitas bagian bawah hanya digunakan sebagai pilihan terakhir.

10. Pertimbangan dasar dalam pemilihan sisi (vena)

Vena Perifer Vena Sentral

 Cocok untuk kebanyakan obat dan cairan isotonik

 Cocok untuk terapi jangka pendek

 Cocok untuk obat-obatan yang mengiritasi atau cairan hipertonik  Cocok untuk terapi jangka panjang

(16)

 Biasanya mudah untuk diamankan  Tidak cocok untuk obat-obatan

yang mengiritasi

 Tidak cocok untuk terapi jangka panjang

 Sukar untuk diamankan pada pasien yang agitasi

 Obat-obatan harus diencerkan

 Resiko komplikasi yang berhubungan dengan pemasangan kateter vena sentral, seperti infeksi, hemothoraks, pneumothoraks.  Tidak disukai karena bisa terganggu

oleh pasien (namun masih mungkin)

11. Faktor yang mempengaruhi pemilihan sisi (vena)

a) Umur pasien : misalnya pada anak kecil, pemilihan sisi adalah sangat penting dan mempengaruhi berapa lama IV berakhir.

b) Prosedur yang diantisipasi : misalnya jika pasien harus menerima jenis terapi tertentu atau mengalami beberapa prosedur seperti pembedahan, pilih sisi yang tidak terpengaruh oleh apapun

c) Aktivitas pasien : misalnya gelisah, bergerak, takbergerak, perubahan tingkat kesadaran

d) Jenis IV : jenis larutan dan obat-obatan yang akan diberikan sering memaksa tempat-tempat yang optimum (mis, hiperalimentasi adalah sangat mengiritasi vena-vena perifer)

e) Durasi terapi IV : terapi jangka panjang memerlukan pengukuran untuk memelihara vena; pilih vena yang akurat dan baik, rotasi sisi dengan hati-hati, rotasi sisi pungsi dari distal ke proksimal (mis, mulai di tangan dan pindah ke lengan)

f) Ketersediaan vena perifer bila sangat sedikit vena yang ada ,pemilian sisi dan rotasi yang berhati – hati menjadi sangat penting ; jika sedikit vena pengganti ( mis ,pemasangan kateter broviac atau hickman atau pemasangan jalur PICC )

(17)

g) Terapi Ivsebelumnya :flebitis sebelumnya membuat vena menjadi tidak baik untuk di gunakan ; kometerapi sering membuat vena menjadi buruk (mis,mudah pecah atau sklerosis )

h) Pembedahan sebelumnya : jangan gunakan ekstremitas yang terkena pada pasien dengan kelenjar limfe yang telah di angkat (mis, pasien mastektomi ) tanpa izin dari dokter .

i) Sakit sebelumnya :jangan gunakan ekstremitas yang sakit pada pasien dengan stroke .

j) Kesukaan pasien : jika mungkin ,pertimbangkan kesukaan alami pasien untuk sebelah kiri atau kanan dan juga sisi .

12. Perhitungan Tetesan Infus

Mengatur ketepatan aliran dan regulasi infus adalah tanggung jawab perawat. Masalah yang dapat muncul apabila perawat tidak memperhatikan regulasi infus adalah hipervolemia dan hipovolemia. Dalam menentukan tetesan infus, perawat perlu memperhatikan faktor tetesan yang akan digunakan. Faktor tetesan yang sering digunakan adalah:

• Mikrodips (tetes mikro) : 60tetes/ml (infusent mikro)

• Makrodips (tetes Makro) :10tetes/ml, 15tetes/ml, 20tetes/ml(infusent reguler/makro)

Untuk mengatur tetesan infus, perawat harus mengetahui volume cairan yang akan dimasukkan dan waktu yang dibutuhkan untuk menghabiskan cairan infus. Penghitungan cairan yang sering digunakan adalah penghitungan milimeter perjam (ml/h) dan penghitungan tetesan permenit.

a. Milimeter per jam

(18)

Contoh: 3000 ml diinfuskan dalam 24 jam, maka jumlah mililiter perjamnya adalah sebagai berikut:

3000/24 = 125ml/h b. Tetes per menit

Contoh: 1000ml dalam 8 jam, faktor tetesan 20 1000 x 20/8 x 60 = 41tpm (tetesan per menit)

Referensi

Dokumen terkait

INDIKA ENERGY Tbk DAN ENTITAS ANAK CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN 31 DESEMBER 2016 DAN 2015 SERTA UNTUK TAHUN- TAHUN YANG BERAKHIR PADA TANGGAL TERSEBUT

pengguna internet sedang mengalami masalah maka pengguna internet melarikan diri dari masalah atau menghilangkan Dysphoric Mood (perasaan tidak berdaya, rasa bersalah,

Mata kuliah Pengajaran Mikro ini ditempuh oleh mahasiswa selama satu semester yang intensif dilakukan pada semester enam dalam 2 kali tatap muka (200 menit). Pengajaran

Apabila dua buah induktor / kumparan / koil (N1 dan N2) yang berdekatan satu sama lainnya, dan bilamana salah satu kumparan dialiri oleh arus (misalnya N1) tersebut akan timbul

bahwa sesuai ketentuan Pasal 317 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun

Kencana, Jakarta, hlm.. memaksakan sebuah penyelesaian tertentu. Dari sini terlihat jelas perbedaan antara upaya damai melalui mediasi dengan upaya damai yang diatur

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah sistem mobile robot yang embedded dalam hal pengendalian maupun pengenalan gambar arah anak panah, juga mobile robot

• It is measured at the lower of carrying value and fair value less costs to sell • Any impairment loss is recognised as an expense in the income statement • Depreciation ceases. •