Teknologi Pembenihan Ikan Teknologi Pembenihan Ikan
Disusun oleh : Disusun oleh :
KELOMPOK 10/ KELAS A KELOMPOK 10/ KELAS A M.
M. Fauzan Fauzan Al Al Mubarok Mubarok 230110140010230110140010 Fadhilah
Fadhilah Amelia Amelia 230110140012301101400133 Gitri
Gitri Maudy Maudy 230110140012301101400144 Alya
Alya Mirza Mirza Artiana Artiana 230110140012301101400166 M.
M. Rifqi Rifqi Almumtaz Almumtaz 230110140057230110140057 Rizky
Rizky Adikusuma Adikusuma 230110140058230110140058
UNIVERSITAS PADJADJARAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR JATINANGOR
2017 2017
ii “
“Maturasi pada Ikan Komet dengan Menggunakan Pakan yang DiperkayaMaturasi pada Ikan Komet dengan Menggunakan Pakan yang Diperkaya Oleh Hormon
17-Oleh Hormon 17-αα Metil Testosteron Metil Testosteron””. Tujuan Penulisan laporan ini adalah. Tujuan Penulisan laporan ini adalah memenuhi salah satu tugas laporan akhir praktikum Teknologi Pembenihan Ikan memenuhi salah satu tugas laporan akhir praktikum Teknologi Pembenihan Ikan semester genap tahun akademik
semester genap tahun akademik 2016-2017.2016-2017.
Laporan akhir praktikum ini tidak terlepas dari peran serta berbagai pihak, Laporan akhir praktikum ini tidak terlepas dari peran serta berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1.
1. Tim Dosen Mata Kuliah Teknologi Pembenihan Ikan Fakultas Perikanan danTim Dosen Mata Kuliah Teknologi Pembenihan Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran
Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran 2.
2. Tim Asisten Praktikum Teknologi Pembenihan Ikan Tim Asisten Praktikum Teknologi Pembenihan Ikan yang telah membimbingyang telah membimbing dan memberikan arahan dalam kegiatan praktikum
dan memberikan arahan dalam kegiatan praktikum 3.
3. Seluruh anggota kelompok 10 Perikanan A atas kerjasama danSeluruh anggota kelompok 10 Perikanan A atas kerjasama dan kekompakannya dalam kegiatan praktikum
kekompakannya dalam kegiatan praktikum 4.
4. Pihak-pihak lain yang membantu dan memberikan saran dalam kegiatanPihak-pihak lain yang membantu dan memberikan saran dalam kegiatan praktikum dan penyusunan lapo
praktikum dan penyusunan laporanran
Penulis telah berusaha sebaik mungkin dalam penulisan laporan akhir Penulis telah berusaha sebaik mungkin dalam penulisan laporan akhir praktikum
praktikum ini, ini, oleh oleh karena karena itu itu penulis penulis sangat sangat mengharapkan mengharapkan saran-sarannya saran-sarannya agaragar menjadi masukkan yang berguna bagi penulis.
menjadi masukkan yang berguna bagi penulis.
Akhir kata, penulis berharap semoga laporan akhir praktikum ini dapat Akhir kata, penulis berharap semoga laporan akhir praktikum ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
memberikan manfaat bagi semua pihak.
Jatinangor,
Jatinangor, Mei Mei 20172017
Penyusun Penyusun
ii “
“Maturasi pada Ikan Komet dengan Menggunakan Pakan yang DiperkayaMaturasi pada Ikan Komet dengan Menggunakan Pakan yang Diperkaya Oleh Hormon
17-Oleh Hormon 17-αα Metil Testosteron Metil Testosteron””. Tujuan Penulisan laporan ini adalah. Tujuan Penulisan laporan ini adalah memenuhi salah satu tugas laporan akhir praktikum Teknologi Pembenihan Ikan memenuhi salah satu tugas laporan akhir praktikum Teknologi Pembenihan Ikan semester genap tahun akademik
semester genap tahun akademik 2016-2017.2016-2017.
Laporan akhir praktikum ini tidak terlepas dari peran serta berbagai pihak, Laporan akhir praktikum ini tidak terlepas dari peran serta berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1.
1. Tim Dosen Mata Kuliah Teknologi Pembenihan Ikan Fakultas Perikanan danTim Dosen Mata Kuliah Teknologi Pembenihan Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran
Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran 2.
2. Tim Asisten Praktikum Teknologi Pembenihan Ikan Tim Asisten Praktikum Teknologi Pembenihan Ikan yang telah membimbingyang telah membimbing dan memberikan arahan dalam kegiatan praktikum
dan memberikan arahan dalam kegiatan praktikum 3.
3. Seluruh anggota kelompok 10 Perikanan A atas kerjasama danSeluruh anggota kelompok 10 Perikanan A atas kerjasama dan kekompakannya dalam kegiatan praktikum
kekompakannya dalam kegiatan praktikum 4.
4. Pihak-pihak lain yang membantu dan memberikan saran dalam kegiatanPihak-pihak lain yang membantu dan memberikan saran dalam kegiatan praktikum dan penyusunan lapo
praktikum dan penyusunan laporanran
Penulis telah berusaha sebaik mungkin dalam penulisan laporan akhir Penulis telah berusaha sebaik mungkin dalam penulisan laporan akhir praktikum
praktikum ini, ini, oleh oleh karena karena itu itu penulis penulis sangat sangat mengharapkan mengharapkan saran-sarannya saran-sarannya agaragar menjadi masukkan yang berguna bagi penulis.
menjadi masukkan yang berguna bagi penulis.
Akhir kata, penulis berharap semoga laporan akhir praktikum ini dapat Akhir kata, penulis berharap semoga laporan akhir praktikum ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
memberikan manfaat bagi semua pihak.
Jatinangor,
Jatinangor, Mei Mei 20172017
Penyusun Penyusun
ii ii DAFTAR GAMBAR DAFTAR GAMBAR ... v... v DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMPIRAN ... ... ... vivi I PENDAHULUAN I PENDAHULUAN 1.1
1.1 Latar Latar Belakang Belakang ... ... 11 1.2
1.2 Identifikasi Identifikasi Masalah Masalah ... ... 22 1.3
1.3 Tujuan Tujuan ... .... 22 1.4
1.4 Kegunaan Kegunaan ... ... 22 II
II TINJAUAN TINJAUAN PUSTAKAPUSTAKA 2.1
2.1 Ikan Ikan Komet Komet ... ... 33 2.1.1
2.1.1 Morfologi IMorfologi Ikan Komkan Komet et ... ... 33 2.1.2
2.1.2 Klasifikasi Ikan Klasifikasi Ikan Komet Komet ... ... 44 2.1.3
2.1.3 Habitat Ikan Habitat Ikan Komet Komet ... ... 44 2.1.4
2.1.4 Reproduksi HiduReproduksi Hidup Ikan p Ikan Komet Komet ... ... 55 2.2
17-2.2 17-α Metiltestosteronα Metiltestosteron ... 5... 5 2.3
2.3 Kinerja Kinerja Reproduksi Reproduksi ... ... 66 2.4
2.4 Tingkat Tingkat Kematangan Kematangan Gonad Gonad ... ... 1010 2.5
2.5 Indeks Indeks Kematangan Kematangan Gonad Gonad ... ... 1212 2.6
2.6 Hepatosomatik Hepatosomatik Indeks Indeks ... ... 1313 2.7
2.7 Fekunditas Fekunditas ... ... 1313 III
III METODOLOGI METODOLOGI PRAKTIKUMPRAKTIKUM 3.1
3.1 Waktu Waktu dan dan Tempat Tempat ... ... 1616 3.2
3.2 Alat Alat dan dan Bahan Bahan ... ... 1616 3.2.1
3.2.1 Alat Praktikum Alat Praktikum ... ... 1616 3.2.2
3.2.2 Bahan Praktikum Bahan Praktikum ... ... 1717 3.3
3.3 Tahapan Tahapan Praktikum Praktikum ... ... 1717 3.3.1
3.3.1 Persiapan Persiapan Praktikum Praktikum ... .... 1717 3.3.2
3.3.2 Pelaksanaan Pelaksanaan Praktikum Praktikum ... ... 1717 3.4
3.4 Metode Metode ... ... 1818 3.5
3.5 Parameter Parameter yang yang Diamati Diamati ... ... 1818 3.5.1
3.5.1 Diameter Telur Diameter Telur ... ... 1818 3.5.2
3.5.2 Persentase Tingkat Persentase Tingkat Kematangan Telur Kematangan Telur Ikan Ikan ... ... 1919 3.5.3
3.5.3 Indeks KIndeks Kematangan Gonad ematangan Gonad ... ... 1919 3.5.4
3.5.4 Hepatosomatik IndekHepatosomatik Indeks s ... ... 1919 3.5.5
3.5.5 Fekunditas Fekunditas ... ... 2020 3.5.6
iii iii 5.1 5.1 Kesimpulan Kesimpulan ... ... 3434 5.2 5.2 Saran Saran ... .... 3434 DAFTAR PUSTAKA DAFTAR PUSTAKA... 35... 35 LAMPIRAN LAMPIRAN ... .... 3636
iv iv 2
2 Alat yang digunakan dalam praktikumAlat yang digunakan dalam praktikum 1616 3
3 Bahan yang digunakan dalam praktikumBahan yang digunakan dalam praktikum 1717 4
4 Hasil Hasil pengamatan pengamatan Tingkat Tingkat Kematangan Kematangan Telur Telur Vitelogenin Vitelogenin Kelas Kelas 2222 5
5 Hasil Hasil pengamatan pengamatan Tingkat Tingkat Kematangan Kematangan Telur Telur Awal Awal Matang Matang Kelas Kelas 2222 6
6 Hasil Hasil pengamatan pengamatan Tingkat Tingkat Kematangan Kematangan Telur Telur Matang Matang Kelas Kelas 2323 7
7 Hasil Hasil Pengamatan Pengamatan Gonado Gonado Somatik Somatik Indeks Indeks (GSI) (GSI) Kelas Kelas 2424 8
8 Hasil Hasil Pengamatan Pengamatan Hepatosomatik Hepatosomatik Indeks Indeks Kelas Kelas 2525 9
9 Bobot Bobot gonad gonad per per 5 5 gr gr berat berat ikan ikan sampel sampel 2626 10
10 Fekunditas Fekunditas per per 5 5 gr gr berat berat ikan ikan sampel sampel 2626 11
v
2 Proses Spermatogenesis 7
vi
2 Alat dan Bahan 40
1
Indonesia memiliki potensi sumberdaya ikan hias yang sangat melimpah. Terdapat 400 spesies ikan hias di Indonesia dari keseluruhan sebanyak 1.100 spesies di dunia (Poernomo, 2008 dalam Hidayat, 2010). Salah satu contoh ikan hias yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah ikan komet ( Carassius auratus). Ikan komet merupakan salah satu jenis ikan hias air tawar yang populer di kalangan pecinta ikan hias. Ikan komet banyak diminati oleh para pecinta ikan hias karena ikan komet memiliki warna yang cerah, bentuk dan gerakan yang menarik, serta pemeliharaan yang relatif mudah. Pemijahan ikan komet dapat dilakukan dengan dua cara pemijahan, yang pertama yaitu secara alami atau tradisional, sedangkan yang kedua yaitu pemijahan buatan. Pemijahan secara buatan biasanya dilakukan untuk merangsang ikan yang sulit memijah atau tidak bisa memijah bila berada dalam lingkungan budidaya.
Pada masa ini, penerapan pengetahuan mengenai hormon untuk meningkatkan produksi budidaya sudah cukup banyak mengalami banyak perkembangan. Sejak dua dekade terakhir, perkembangan endokrinologi ikan
sangat berkembang pesat dan berperan serta dalam meningkatkan produksi budidaya, terutama melalui induksi pemijahan, kultur monoseks, dan perangsangan pertumbuhan (Hartanti dan Nurjanah 2008).
Induksi pemijahan pada ikan pertama kali dilakukan di Brazil pada tahun 1934 dengan menyuntikan ekstrak kelenjar hipofisa pada calon induk untuk menginduksi ovulasi. Penemuan baru ini merupakan pemecahan masalah pada kegiatan budidaya dimana ikan tidak mencapai kematangan dan memijah di dalam wadah pemeliharaan. Sejak saat itu induksi pemijahan berkembang pesat di s eluruh penjuru dunia (Hartanti dan Nurjanah 2008).
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, masalah yang dapat diidentifikasi pada laporan praktikum ini yaitu :
1. Seberapa besar pengaruh hormon 17α Metiltestosteron terhadap perkembangan gonad pada ikan komet.
2. Faktor apa saja yang dapat mempengaruhi efektifitas hormon 17α Metiltestosteron terhadap kematangan gonad ikan komet
1.3 Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui pengaruh pemberian hormon 17α Metiltestosteron terhadap pertumbuhan ikan yang optimal dengan dosis pemberian yang berbeda.
1.4 Kegunaan
Manfaat dari praktikum kali ini yaitu mahasiswa mengetahui dan mampu melakukan kegiatan maturasi pada ikan komet menggunakan hormon 17 alfa metiltestosteron
3 2.1.1 Morfologi Ikan Komet
Gambar 1. Ikan Komet (Carassius auratus)
Sumber :Dokumentasi pribadi
Ikan komet memiliki warna yang cerah, gerak-gerik, dan bentuk tubuh yang unik, sehingga banyak masyarakat yang menggemari ikan komet sebagai ikan hias. Ikan komet memiliki morfologi yang relatif serupa dengan ikan mas. Perbedaan antara ikan komet dan ikan mas terdapat pada bentuk siripnya. Sirip ikan komet lebih panjang dari ikan mas. Karena kemiripinnya, diluar negeri ikan komet juga disebut sebagai ikan mas ( goldfish). Ikan komet jantan memiliki sirip dada panjang dan tebal, kepala tidak melebar, dan tubuh lebih ramping. Sedangkan ikan komet betina memiliki sirip dada relatif pendek dan tipis, kepala relatif kecil dan bentuk
tubuh yang agak meruncing dan gemuk (Lingga dan Heru, 1995).
Ikan komet memiliki tubuh memanjang dan memipih tegak (compressed ) mulut ikan komet terletak di ujung tengah dan dapat disembulkan. Ikan komet memiliki dua pasang sungut pada bagian ujung mulut. Pada bagian ujung dalam mulut terdapat gigi kerongkongan yang tersusun atas tiga baris dan gigi geraham secara umum. Ikan komet memiliki sifat yang termasuk kedalam jenis sis ik sikloid. Sirip punggung memanjang dan pada bagian belakangnya berjari keras .
. Sirip punggung terletak berseberangan dengan sirip perut. Ikan komet memiliki gurat sisi yang terletak di pertengahan tubuh dan melentang dari tutup insang sampai ke ujung belakang pangkal ekor (Partical Fish Keeping, 2013).
Ikan komet sangat aktif berenang baik di dalam kolam maupun di dalam akuarium. Ikan komet tidak dapat bertahan dalam ruang yang sempit dan terbatas. Ikan komet juga membutuhkan filtrasi yang kuat dan pergantian air yang rutin. Ikan komet biasanya ditemui dengan warna putih, merah dan hitam. Ikan komet dapat tumbuh dan hidup hingga berumur 7 hingga 12 tahun dengan panjang maksimal mencapai 30 cm (Partical Fish Keeping, 2013).
2.1.2 Klasifikasi Ikan Komet
Klasifikasi ikan komet menurut Goenarso (2005) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae Genus : Carassius
Spesies : Carassius auratus 2.1.3 Habitat Ikan Komet
Ikan komet adalah jenis ikan air tawar yang hidup di perairan dangkal yang airnya mengalir tenang dan berudara sejuk. Untuk bagian substrat dasar aquarium atau kolam dapat diberi pasir atau krikil, ini dapat membantu ikan komet dalam mencari makan karena ikan komet akan dapat menyaringnya pada saat memakan plankton. Ikan komet dapat hidup dalam kisaran suhu yang luas, meskipun termasuk ikan yang hidup dengan suhu rendah 15 – 20oC tetapi ikan komet juga membutuhkan suhu yang tinggi sekitar 27 – 30oC. Adapun konsentrasi DO di atas 5 ppm dan pH 5,5 - 9,0. Hal tersebut khususnya diperlukan saat ikan komet akan memijah (Partical Fish Keeping 2013).
2.1.4 Reproduksi Ikan Komet
Ikan komet secara alami memijah pada tengah malam sampai akhir fajar. Menjelang memijah, induk-induk ikan komet aktif mencari tempat yang rimbun, seperti tanaman air atau rerumputan yang menutupi permukaan air. Substrat inilah yang nantinya akan digunakan sebagai tempat menempel telur sekaligus membantu perangsangan ketika terjadi pemijahan (Gursina, 2008).
Telur ikan komet dapat menempel pada substrat. Telur ikan komet berbentuk bulat, berwarna bening, berdiameter 1,5-1,8 mm, dan berbobot 0,17-0,20 mg. Ukuran telur bervariasi, tergantung dari umur dan ukuran atau bobot induk. Embrio akan tumbuh di dalam telur yang telah dibuahi. Setelah 2-3 hari kemudian, telur-telur akan menetas dan tumbuh menjadi larva. Larva ikan Komet mempunyai kantong kuning telur yang berukuran relatif besar sebagai cadangan makanan bagi larva. Kantong kuning telur tersebut akan habis dalam waktu 2-4 hari.
Perbedaan ciri ikan komet jantan dan ikan komet betina dijelaskan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Ciri induk ikan komet (Carassius auratus)
Induk jantan Induk betina
1. Terdapat bintik-bintik bulat menonjol pada sirip dada dan jika diraba terasa kasar
2. Induk yang telah matang gonad jika diurut perlahan dari perut ke arah lubang genital akan keluar cairan berwarna putih
1. Terdapat bintik-bintik pada sirip dada namun terasa halus jika diraba 2. Jika diurut perlahan dari perut ke arah lubang genital akan keluar cairan kuning bening
3. Induk yang telah matang gonad perutnya terasa lembek juga lubang genital berwarna kemerah-merahan
2.2 17-αMetil Testosteron
Upaya maturasi pada ikan komet yang dilakukan yaitu dengan menambahkan hormon 17-α Metil Testosteron pada pakan yang akan diberikan
kepada ikan komet. Hormon 17 α-metiltestosteron adalah suatu hormon untuk memperbesar kemungkinan terjadinya proporsi kelamin jantan pada ikan. Hormon ini merupakan hormon androgen sintetis yang berfungsi untuk mempengaruhi perubahan kelamin individu.
17α-metiltestosteron adalah hormon androgen yang pada umumnya digunakan untuk proses penjantanan (maskulinisasi) pada benih ikan. Metiltestosteron merupakan hormon androgen yang paling sering dipakai untuk merubah jenis kelamin dan penggunaan metiltestosteron pada dosis yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda pula (Nagy, et. al., 1978).
Mekanisme kerja hormon 17 α-metiltestoteron yaitu dengan cara menghambat pembentukan gonad betina sehingga pada perkembangan gonad selanjutnya yang akan berkembang adalah testis. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa testosteron dalam jumlah kecil yang diberikan pada individu yang gonadnya belum berkembang secara langsung akan mempengaruhi hipotalamus secara tetap selama tahap perkembangan gonad dan pembentukan karakter jantan. Diduga testosteron mempengaruhi neuron melalui bagian preotic hypotalamus dengan synapsis disekresikan pada gonadotropin releasing factor (Martin dalam Kusmini, 2001).
2.3 Kinerja Reproduksi
Kinerja reproduksi merupakan suatu proses yang berkelanjutan pada ikan akibat adanya rangsangan dari luar ataupun dari dalam tubuh ikan itu sendiri. Rangsangan tersebut dapat berupa rangsangan hormonal ataupun rangsangan lingkungan. Rangsangan hormonal yang terjadi pada induk ikan betina berbeda dengan induk jantan. Pada induk betina, rangsangan hormonal ditujukan untuk pembentukan telur dan pematangannya, sedangkan pada ikan jantan rangsangan
tersebut untuk pembentukan sperma (Permadi, 2009).
Gametogenesis adalah proses pembentukan gamet yang terjadi pada gonad. Disebut spermatogenesis pada hewan jantan dan oogenesis pada hewan betina. Spermatogenesis terjadi pada testis, sedangkan oogenesis terjadi pada ovarium. Gametogenesis merupakan pembelahan yang bersifat meiosis, sehingga sel kelamin yang dihasilkan bersifat haploid.
Proses spermatogenesis berlangsung melalui dua tahapan yaitu spermatositogenesis dan spermiogenesis. Spermatositogenesis diawali dari spermatogonium (diploid) kemudian memasuki pembelahan meiosis I sebagai
spermatosit primer yang kemudian akan membentuk dua spermatosit sekunder. Spermatosit sekunder mengalami pembelahan meiosis II yang masing-masing membentuk dua spermatid. Diferensiasi spermatid akan mengalami proses diferensiasi yang disebut dengan spermiogenesis. Pada proses diferensiasi, spermatid akan berubah menjadi menjadi spermatozoon. Spermatogenesis terjadi pada dinding tubulus seminiferus testis sehingga pada dinding tersebut dapat diamati berbagai stadium perkembangan rnulai dan bagian penifer sampai ke lumen. Selain terdapat sel spermatogenik juga dapat ditemukan sel Sertoli. Sel Sertoli berfungsi untuk memberikan asupan nutrisi bagi sperma yang terbentuk. Spermatogenesis dirangsang oleh FSH, sedangkan LH (ICSH) merangsang sel Leydig agar dapat menghasilkan hormon testoteron.
Proses spermatogenesis disajikan pada gambar dibawah ini
Gambar 2. Proses Spermatogenesis Sumber : www.google.com
Proses oogenesis berlangsung didalam ovarium dan sel telur yang diselaputi oleh sel folikel sehingga membentuk folikel ovarium. Proses pembelahan meiosis dari 1 oogonium hanya menghasilkan sel telur (ovum) sebab selama pembelahan akan terbentuk badan polar (polosit). Oosit primer dari oogonium sesudah meiosis I akan membentuk 1 oosit sekunder dan 1 badan polar. Bersamaan dengan pembelahan pemasakan tersebut juga terjadi pertumbuhan folikel ovarium sehingga
terbentuk folikel primer, folikel sekunder, folikel tersier sampai folikel Graaf. Folikel Graaf kemudian akan mengalami ovulasi yang menyebabkan sel telur keluar dan ovarium menuju ke oviduct. Folikel yang ditinggalkan oleh sel telur kemudian akan membentuk corpus luteum yang menghasilkan hormon progesteron. Sel-sel folikel selama dalam pertumbuhannya dapat menghasilkan hormon estrogen. Pertumbuhan dan perkembangan folikel dirangsang oleh FSH, sedangkan proses ovulasi dirangsang oleh LH.
Menurut Wallace dan Shelman (1981), proses oogenesis pada ikan dapat dibedakan atas empat tahapan perkembangan, antara lain :
1. Tahap I berupa perkembangan struktur seluler dasar meliputi perbesaran nukleus, pembentukan nukleoli dan organel subseluler seperti cortical alveoli yang memegang peranan penting dalam fertilisasi. Di sekeliling oosit berkembang dua lapisan sel yaitu sel theca dan sel granulosa yang berperan dalam produksi hormon steroid ovarium.
2. Tahap II berupa vitelogenesis. Vitelogenesis melibatkan interaksi antara hipofisis anterior, sel-sel folikel, hepar dan oosit. Gonadotropin yang disekresikan oleh hipofisis anterior memacu sel-sel theca untuk memproduksi testosteron. Testosteron berdifusi ke sel-sel granulosa dan diaromatisasi menjadi estradiol-17β. Estradiol-17β dibawa oleh aliran darah menuju hepar untuk memacu organ tersebut membentuk vitelogenin yaitu prekursor protein yolk. Vitelogenin dibawa oleh aliran darah dan diinternalisasi ke dalam oosit melalui reseptor spesifik. Di dalam oosit, vitelogenin diproses lebih lanjut menjadi protein yolk berukuran lebih kecil yang akan digunakan sebagai cadangan makanan bagi embrio.
3. Tahap III adalah tahap pemasakan oosit. Selama pemasakan, oosit bergerak dari posisi tengah menuju posisi tepi sitoplasma kemudian inti oosit menghilang, proses ini dikenal dengan germinal vesicle break down (GVBD). Proses ini menandai berakhirnya proses meiosis pertama. Selanjutnya kromosom mengalami kondensasi, benang-benang spindel terbentuk dan polar bodi pertama dilepaskan pada akhir meiosis pertama. Hasil penelitian pada beberapa spesies ikan menunjukkan bahwa hormon yang berperan dalam pemasakan oosit adalah 17,20-P. 17,20-P dihasilkan atas kerjasama sel-sel theca dan sel granulosa dibawah kendali hormon gonadotropin. Sel theca menghasilkan 17-hydroxyprogenteron. Hormon ini berdifusi ke dalam sel-sel granulosa dan diubah menjadi 17,20-P yang juga dikenal sebagai maturation inducing hormone (MIH). Tahap ini harus tercapai agar oosit dapat diovulasikan dan dioviposisikan pada saat pemijahan. Beberapa penelitian mengindikasikan bahwa ovulasi dipacu
oleh prostaglandin, terutama prostaglandin F2.
4. Tahap IV, oosit yang telah mengalami GVBD dioviposisikan dalam proses pemijahan. dan progesteron selama satu siklus pemijahan.
Gambar 3. Proses oogenesis Sumber : www.google.com
Effendie (2002) menyatakan bahwa terdapat faktor-faktor utama yang mampu mempengaruhi kematangan gonad ikan, antara lain suhu dan makanan, tetapi secara relatif perubahannya tidak besar dan di daerah tropik gonad dapat masak lebih cepat. Kualitas pakan yang diberikan harus mempunyai komposisi khusus yang merupakan faktor penting dalam mendukung keberhasilan proses pematangan gonad dan pemijahan.
2.4. Tingkat Kematangan Gonad
Tingkat Kematangan Gonad Menurut Kesteven dibagi menjadi sembilan tingkatan, antara lain (Bagenal dan Braum, 1968) :
1. Dara
Organ seksual sangat kecil dan berdekatan dengan tulang punggug bawah. Testis dan ovarium transparan atau berwarna keabu-abuan. Hanya dapat dilihat dengan mikroskop.
2. Dara Berkembang
Testis dan ovarium transparan, abu-abu dan merah. Telur satu persatu dapat terlihat dengan kaca pembesar.
3. Perkembangan I
Testis dan ovarium berbentuk bulat telur, berwarna kemerahan dengan pembuluh kapiler. Setengah ruang bagian bawah terisi, telur dapat dilihat
dengan mata seperti serbuk putih 4. Perkembangan II
Testis berwarna putih kemerah-merahan. Ovarium berwarna orange kemerah – merahan. Telur sudah dapat dibedakan dengan jelas. Bentuknya bulat telur dan mengisi sebagian besar ruang telur bagian bawah.
5. Bunting
Tertis berwarna putih, telur bentuknya bulat dan beberapa telur masak. 6. Mijah
Telur dan sperma akan keluar jika ditekan. Kebanyakan telurnya berwarna transparan.
Gonad masih terisi telur dan sperma. 8. Salin
Testis dan ovarium kosong dan berwarna merah. 9. Pulih salin
Testis dan ovarium berwana transparan, abu-abu dan merah.
Diameter telur adalah garis tengah ukuran panjang dari suatu telur yang diukur dengan mikrometer berskala. Masa pemijahan setiap spesies ikan berbeda-beda, ada pemijahan yang b erlangs ung sing kat, tetapi banya k pula pe mijaha n dalam waktu yang panjang. Semakin meningkat tingkat kematangan,
garis tengah telur yang ada dalam ovarium semakin besar pula ( Arief, 2009).
Pergerakan inti telur terbagi kedalam tiga fase yaitu fase vitelogenik, fase awal matang, dan fase matang. Fase vitelogenik ditandai dengan inti telur di tengah. Fase awal matang ditandai dengan inti telur berada di tepi. Sedangkan fase matang ditandai dengan inti telur yang telah melebur atau mengalami GVBD (Germinal Vesicle Break Down) yang dipengaruhi oleh proses steroidogenesis. Pergerakan inti telur akan berdampak positif terhadap tingkat pembuahan dalam proses pemijahan. Posisi inti yang melakukan peleburan dan berada dibawah mikrofil
menyebabkan sperma mudah melakukan proses pembuahan.
Menurut Affandi (2002), Proses perkembangan sel telur terjadi dalam dua tahapan yaitu previtellogenesis dan vitellogenesis. Proses previtellogenesis adalah tahap dimana telur aktif dalam melakukan pembelahan dan terhenti pada tahap profase meiosis pertama (fase diplotein), fase ini dihasilkan oosit primer.
Sedangkan vitellogenesis merupakan tahap dimana terjadi pergerakan inti telur yang telah mengalami perkembangan diameter telur.
Tahapan selanjutnya yaitu terjadi peleburan inti di bawah mikrofil yang disebut GVBD (Germinal Visicle Break Down). Nutrien hasil dari steroidogenesis yang berasal dari 17ß-estradiol diubah menjadi vitellogenin oleh hati, kemudian vitellogenin diangkut oleh darah dan masuk ke dalam oosit fase diplotein yang menyebabkan peningkatan kuantitas kuning telur dan diameter telur.
Induk ikan yang memasuki fase pematangan oosit akan dipengaruhi oleh hormon tropik hipotalamus dan kelenjar pituitari. Folikel yang sedang tumbuh akan
mensintesis dan mengekskresi hormon steroid menuju peredaran darah. Pada saat proses vitelogenesis berlangsung, granula kuning telur bertambah baik secara kuantitas maupun ukuran yang menyebabkan volume oosit membesar. Peningkatan nilai gonadosomatik indeks, fekunditas, dan diameter telur dapat disebabkan oleh perkembangan oosit. Perkembangan gonad yang semakin matang merupakan bagian dari reproduksi ikan sebelum terjadi pemijahan. Selama proses tersebut berlangsung sebagian besar hasil metabolisme tertuju kepada perkembangan gonad.
2.5 Indeks Kematangan Gonad
Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada gonad, tingkat perkembangan gonad secara kuantitatif dapat dinyatakan dengan suatu Indeks
Kematangan Gonad (IKG) yaitu suatu nilai dalam persen sebagai hasil perbandingan berat gonad dengan berat tubuh ikan dikalikan 100 persen (Effendie, 1979 dalam Hadiaty, 2000). Bila dirumuskan, perhitungan nilai indeks kematangan gonad adalah sebagai berikut
IKG = Wg / W x 100% Dengan keterangan :
IKG = Indeks Kematangan Gonad Wg = berat gonad
W = berat tubuh ikan
Indeks Kematangan Gonad akan semakin meningkat dan baru mencapai batas maksimum pada saat terjadi pemijahan. Pada ikan betina nilai IKG lebih besar
dibandingkan dengan ikan jantan. IKG dapat dihubungkan dengan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) yang pengamatannya berdasarkan ciri-ciri morfologi kematangan gonad, sehingga akan tampak hubungan antara perkembangan di dalam dengan diluar gonad. Nilai IKG akan sangat bervariasi setiap saat tergantung pada macam dan pola pemijahannya.
Selain indeks kematangan gonad untuk mengetahui tingkat kematangan gonad dapat juga menggunakan perhitungan Gonado Index (GI) yang dikemukakan oleh Batts (1972). Perhitungan GI merupakan perbandingan antara berat gonad
dengan panjang ikan. Perhitungan GI dapat dilakukan dengan rumus seperti berikut :
GI =
x 108
GI = Gonado Index
W = Berat gonad segar (gram) L = Panjang ikan (mm)
2.6 Hepatosomatik Indeks
Hepatosomatik Indeks merupakan perbandingan antara bobot hati dengan bobot tubuh ikan yang dinyatakan dalam bentuk persentase. Semakin tinggi nilai Hepatosomatik indeks, maka semakin tinggi pula Tingkat Kematangan Gonad. Hal ini disebabkan karena adanya proses vitelogenesis pada ikan. Rumus untuk menghitung Hepatosomatik Indeks adalah :
HSI = (Bh / Bt) x 100% Dengan keterangan :
HSI = Hepatosomatik Indeks Bh = Bobot Hati
Bt = Bobot Tubuh 2.7 Fekunditas
Fekunditas ikan adalah jumlah telur pada tingkat kematan gan terakhir yang terdapat dalam ovarium sebelum terjadinya proses pemijahan. Nikolsky (1963) berpendapat bahwa fekunditas yang menunjukkan jumlah telur yang berada dalam gonad ikan sebagai fekunditas mutlak. Sedangkan jumlah telur persatuan be rat atau panjang ikan disebut sebagai fekunditas relatif. Fekunditas menunjukkan kemampuan induk ikan untuk menghasilkan keturunan dalam pemijahan. Tingkat keberhasilan suatu pemijahan ikan dapat dinilai dari persentase anak ikan yang dapat hidup terus terhadap fekunditas (Sumantadinata, 1981).
Semua telur yang akan dikeluarkan pada waktu pemijahan disebut dengan fekunditas. Tetapi Bagenal (1978) membedakan antara fekunditas yaitu jumlah telur matang yang dikeluarkan oleh induk. Sedangkan menurut Hariati (1990), fekunditas ialah jumlah telur masak sebelum dikeluarkan pada waktu ikan memijah.
Fekunditas mempunyai hubungan dengan umur, panjang, atau bobot tubuh dan spesies ikan. Penambahan bobot dan panjang ikan cenderung meningkatkan fekunditas secara linear (Bagenal, 1978 ). Nikolsky (1963) menyatakan bahwa pada umumnya fekunditas meningkat dengan meningkatnya ukuran pada ikan betina. Semakin banyak makanan maka pertumbuhan ikan semakin cepat dan fekunditasnya semakin besar.
Fekunditas pada setiap individu betina tergantung pada umur, ukuran, spesies, dan kondisi lingkungan, seperti ketersediaan pakan (suplai makanan). Djuhanda (1981) menambahkan bahwa besar kecilnya fekunditas dipengaruhi oleh makanan, ukuran ikan dan kondisi lingkungan, serta dapat juga dipengaruhi oleh diameter telur. Berikut beberapa metode perhitungan fekunditas:
1. Mengitung langsung satu persatu telur ikan
Perhitungan dilakukan secara manual dengan menghitung telur ikan yang keluar dari ikan
2. Metode volumetrik
Metode volumetrik yaitu dengan pengenceran telur X : x = V : v
Keterangan
X : Jumlah telur yang akan dicari x : Jumlah telur dari sebagian gonad V : Volume seluruh gonad
v : Volume sebagian gonad contoh 3. Metode gravimetrik
Perhitungan fekunditas telur dengan metode gravimetrik dilakukan dengan cara mengukur berat seluruh telur yang dipijahkan dengan teknik pemindahan air. Selajutnya telur diambil sebagian kecil ditimbang bobotnya dan jumlah telur dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Dengan keterangan:
F : fekunditas jumlah total telur dalam gonad G : bobot gonad setiap ekor ikan
g : bobot sebagian gonad n : jumlah telur dari 4. Metode gabungan
Merupakan perhitungan fekunditas dengan menggabungkan metode gravimetrik dan volumetrik. Dihitung dengan rumus :
F=
Dengan keterangan F : Fekunditas
G : Berat gonad total V : Volume pengenceran
X : Jumlah telur yang ada dalam 1 cc Q : Berat telur contoh
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum maturasi ikan komet dilaksanakan pada hari Jum’at, 10 Maret 2017 hingga Jum’at, 28 April 2017 yang bertempat Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perairan, Gedung Dekanat Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran.
3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Praktikum
Tabel 2.Alat yang digunakan dalam praktikum
Nama Alat Fungsi
Akuarium Sebagai tempat pemeliharaan ikan komet Instalasi aerasi Sebagai sumber oksigen bagi ikan
Timbangan analitik Untuk menimbang pakan komersil dan bobot ikan
Alat Bedah Untuk membedah ikan komet
Baki Untuk menyimpan peralatan bedah
Baskom Sebagai tempat menaruh ikan sebelum ikan dipindahkan ke akuarium
Mangkuk Sebagai wadah untuk mencampur pakan
Mikroskop Untuk mengamati perkembangan telur
Cover Glass Untuk menutup objek yang diamati di bawah mikroskop
Object Glass Sebagai wadah untuk mengamati sampel Botol spray Untuk menyemprot hormon pada pakan
Sendok Untuk mengambil pakan
Alat tulis Untuk mencatat segala informasi Kamera digital Sebagai alat dokumentasi
3.2.2 Bahan Praktikum
Tabel 3.Bahan yang digunakan dalam praktikum
Nama Bahan Fungsi
Induk betina ikan komet Sebagai ikan uji/target Hormon 17-α Metil
Testosteron
Hormon yang digunakan untuk mempercepat kematangan gonad
Pakan komersil (PF 800) Sumber makanan ikan yang akan ditambahkan dengan hormon 17-α Metil Testosteron
Aqua injection Untuk mengencerkan hormon 17-α Metil Testosteron
Larutan Sierra Sebagai larutan yang diteteskan pada telur
3.3 Tahapan Praktikum 3.3.1 Persiapan Praktikum
Persiapan Alat dan bahan praktikum Maturasi adalah sebagai berikut :
Aquarium dibersihkan dan diisi air bersih sebanyak 2/3 bagian
Aerasi dipasang dan dipastikan instalasi aerasi berfungsi dengan baik Ditimbang bobot ikan uji
Ditimbang bobot pakan yang diperlukan
Diukur Hormon 17-α Metil Testosteron yang diperlukan
3.3.2 Pelaksanaan Praktikum 1. Pembuatan pakan uji
Pakan ditimbang sesuai dengan yang dibutuhkan
Diukur Hormon 17-α Metil Testosteron yang diperlukan
Hormon 17-α Metil Testosteron dimasukkan kedalam botol spray lalu
diencerkan
Hormon 17-α Metil Testosteron disemprotkan pada pakan secara merata. Pakan uji dikeringkan dengan cara diangin-anginkan
Pakan uji disimpan kedalam freezer dengan suhu dibawah 0⁰C sampai
2. Pemeliharaan Induk Komet
Induk ikan diberi pakan harian sebanyak 3% dari bobot tubuh ikan
dengan frekuensi pemberian pakan 3 kali sehari.
Sisa pakan dan sisa metabolisme ikan dibersihkan untuk pemeliharaan
kualitas air pada akuarium percobaan
3. Prosedur praktikum Gametogenesis
Ditimbang bobot ikan. Ikan kemudian dibedah.
Diambil dan ditimbang gonad ikan.
Dipotong gonad ikan dengan ketebalan tertentu. Potongan gonad dimasukkan ke atas object glass.
Potongan gonad ditetesi dengan larutan sierra kemudian ditutup
menggunakan cover glass.
Diamati gonad menggunakan mikroskop.
3.4 Metode
Praktikum Maturasi pada Ikan Komet dengan Menggunakan Pakan yang Diperkaya oleh 17α Metil Testosteron (Maturasi dan Gametogenesis) ini menggunakan metode eksperimental dengan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan yang digunakan yaitu :
Perlakuan A : Pemberian hormon 17α 0 mg Perlakuan B : Pemberian hormon 17α 2 mg Perlakuan C : Pemberian hormon 17α 4 mg Perlakuan D : Pemberian hormon 17α 6 mg
3.5 Parameter yang Diamati 3.5.1 Diameter Telur
Pengamatan diameter telur dilakukan dibawah mikroskop dengan mengamati diameter telur yang diambil dari sebagian telur yang diamati. Perhitungan diameter telur dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut :
X rata-rata = Σxi/n Dengan keterangan :
xi = diameter telur yang diamati n = jumlah telur yang diamati
3.5.2 Persentase Tingkat Kematangan Telur Ikan
Kematangan telur ikan diamati dengan melihat letak inti telur ikan dari masing-masing telur yang diamati. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
TKT fase vitelogenik = ℎ ℎ
ℎ x 100 %
TKT fase awal matang = ℎ ℎ
ℎ x 100%
TKT fase matang = ℎ
ℎ x 100 %
3.5.3 Indeks Kematangan Gonad
Indeks kematangan Gonad dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : IKG = Bg / Bt X 100 %
Dengan Keterangan
: IKG = Indeks Kematangan Gonad Bg = Berat gonad ikan dalam gram Bt = Berat tubuh dalam gram 3.5.4 Hepatosomatik Indeks
Perhitungan hepatosomatik indeks dilakukan dengan rumus sebagai berikut :
=
% Dengan keterangan :
Bh = Berat hati (gram) Bt = Berat Tubuh (gram)
3.5.5 Fekunditas Ikan
Fekunditas ikan dihitung dengan rumus sebagai berikut : F =
Dengan keterangan:
F = Jumlah telur di dalam gonad yang akan dicari (Fekunditas) W = Berat seluruh gonad
w = Berat sampel sebagian kecil gonad
n = Jumlah telur dari sampel sebagian kecil gonad (w) 3.5.6 Analisis Data
Data hasil pengamatan disajikan dalam bentuk tabel dan gambar dan kemudian dianalisis dengan analisis sidik ragam uji F dengan taraf kepercayaan 95 % untuk mengetahui pengaruh pemberian hormon 17- α Metil Testosteron pada pakan terhadap diameter telur TKT, IKG, TKG dan fekunditas ikan komet. Jika terdapat perbedaan nyata maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan pada taraf kepercayaan 95%. Hasil analisis data kemudian dibahas secara deskriptif.
21 Kel perlaku an berat ikan berat ikan dibed ah Hormon yang digunak an diamet er bobot gonad fekunditas TKT GSI HSI vitelo gen awal matang matang 1 Kontrol 25 23,66 0 29,7 1,34 3618 15 6 9 5,36 0,48 2 2 mg/kg 43,1 25 0,0002 - 0,26 52 0 0 0 1,04 0,32 3 4 mg/kg 18 16 0,0004 - 0,12 0 - - - 3,83 0,16 4 6 mg/kg 43,8 32,54 0,0006 - 1,25 687,5 - - - 3,8 0,4 5 kontrol 28,18 - 0,47 - - - 1,69 0,32 6 2 mg/kg 19,32 15,18 0 - 0,26 793 17,8 17,85 25,3 1,71 0,13 7 4 mg/kg 20,68 27,47 0,0004 - 0,52 0 0 0 0 1,89 0,44 8 6 mg/kg 19,4 18,03 0,0006 - 0,41 0 0 0 0 2,27 0,5 9 kontrol 38,9 21, 35 0 0 1,12 0 0 0 0 5,24 0,79 10 2 mg/kg 48 98 0,0002 50,2 2,94 111.720 1 4 25 3 0,11 11 4 mg/kg 20,13 27,05 0,0004 40 0,73 118,625 9 11 10 2,7 0,33 12 6 mg/kg 27,18 25,45 0,0006 - 0,36 0 0 0 0 1,32 0,4
4.1.1 Pengaruh Perbedaan Pakan Komersil yang Diperkaya oleh 17α Metil Testosteron dengan Dosis yang Berbeda terhadap Tingkat Kematangan Telur dalam Proses Maturasi
Praktikum yang dilakukan oleh beberapa kelompok dihasilkan data sebagai berikut:
Tabel 4. Hasil pengamatan Tingkat Kematangan Telur Vitelogenin Kelas
Perlakuan Ulangan Rata-rata Jumlah
1 2 3 Kontrol 1809 0 0 603.00 1809.00 2 mg 0 143 4 49.00 147.00 4 mg 0 0 36 12.00 36.00 6 mg 0 0 0 0.00 0.00 Total 1809 143 40 664.00 1992.00 FK = 330672.00 JKT = 2963570.00 JKP = 767790.00 JKG = 2195780.00 Analisis Sidik Ragam
SK db JK KT F hit F tab 0.05 PERLAKUAN 3 767790.00 255930.00 0.93 4.07 GALAT 8 2195780.00 274472.50 TOTAL 11 2963570.00 Kesimpulan :
Terdapat perbedaan yang tidak nyata antar perlakuan pada taraf uji 5% (F hitung < F tabel).
Tabel 5. Hasil pengamatan Tingkat Kematangan Telur Awal Matang Kelas
Perlakuan Ulangan Rata-rata Jumlah
1 2 3
Kontrol 723 0 0 241.00 723.00
2 mg 0 143 15 52.67 158.00
6 mg 0 0 0 0.00 0.00 Total 723 143 57 307.67 923.00 FK = 70994.08333 JKT = 474172.9167 JKP = 112158.25 JKG = 362014.6667
Tabel Analisis Sidik Ragam
SK db JK KT F hit F tab 0.05 PERLAKUAN 3 112158.25 37386.08 0.83 4.07 GALAT 8 362014.67 45251.83 TOTAL 11 474172.92 Kesimpulan :
F hitung < F tabel = Terdapat perbedaan yang tidak nyata antar perlakuan pada taraf uji 5% (F hitung < F tabel).
Tabel 6. Hasil pengamatan Tingkat Kematangan Telur Matang Kelas
Perlakuan Ulangan Rata-rata Jumlah
1 2 3 Kontrol 1085 0 0 361.67 1085.00 2 mg 0 198 93 97.00 291.00 4 mg 0 0 39 13.00 39.00 6 mg 0 0 0 0.00 0.00 Total 1085 198 132 471.67 1415.00 FK = 166852.0833 JKT = 1059746.917 JKP = 254290.25 JKG = 805456.6667
Tabel Analisis Sidik Ragam SK db JK KT F hit F tab 0.05 PERLAKUAN 3 254290.25 84763.42 0.84 4.07 GALAT 8 805456.67 100682.08 TOTAL 11 1059746.92 Kesimpulan :
F hitung < F tabel = Terdapat perbedaan yang tidak nyata antar perlakuan pada taraf uji 5%.
4.1.2 Pengaruh Perbedaan Pakan Komersil yang Diperkaya oleh 17α Metil Testosteron dengan Dosis yang Berbeda terhadap GSI dan HSI dalam Proses Maturasi
Praktikum yang dilakukan oleh beberapa kelompok dihasilkan data sebagai berikut:
Tabel 7. Hasil Pengamatan Gonado Somatik Indeks (GSI) Kelas
Perlakuan Ulangan Rata-rata Jumlah
1 2 3 Kontrol 5.36 1.69 5.24 4.10 12.29 4 mg 1.04 1.71 3 1.92 5.75 6 mg 3.83 1.89 2.7 2.81 8.42 8 mg 3.8 2.27 1.324 2.46 7.394 Total 14.03 7.56 12.264 11.28467 33.854 FK = 95.50777633 JKT = 23.41809967 JKP = 7.716969 JKG = 15.70113067
Tabel Analisis Sidik Ragam
SK db JK KT F hit F tab
0.05
PERLAKUAN 3 7.72 2.57
1.31 4.07
TOTAL 11 23.42 Kesimpulan :
F hitung < F tabel = Terdapat perbedaan yang tidak nyata antar perlakuan pada taraf uji 5%.
Tabel 8. Hasil Pengamatan Hepatosomatik Indeks Kelas
Perlakuan Ulangan Rata-rata Jumlah
1 2 3 Kontrol 0.49 0.32 0.79 0.53 1.599 4 mg 0.32 0.13 0.11 0.19 0.56 6 mg 0.17 0.44 0.33 0.31 0.937 8 mg 0.4 0.5 0.4 0.43 1.3 Total 1.377 1.389 1.63 1.465333 4.396 FK = 1.610401333 JKT = 0.387348667 JKP = 0.202388667 JKG = 0.18496
Tabel Analisis Sidik Ragam
SK db JK KT F hit F tab 0.05 PERLAKUAN 3 0.20 0.07 2.92 4.07 GALAT 8 0.18 0.02 TOTAL 11 0.39 Kesimpulan :
F hitung < F tabel = Terdapat perbedaan yang tidak nyata antar perlakuan pada taraf uji 5%.
4.1.3 Pengaruh Perbedaan Pakan Komersil yang Diperkaya oleh 17α Metil Testosteron dengan Dosis yang Berbeda terhadap Bobot Gonad dan Fekunditas dalam Proses Maturasi (dalam 5 gr ikan sampel)
Praktikum yang dilakukan oleh beberapa kelompok dihasilkan data sebagai berikut:
Tabel 9. Bobot gonad per 5 gr berat ikan sampel
Perlakuan Ulangan Rata-rata Jumlah
1 2 3 Kontrol 0.28 0.08 0.26 0.21 0.62 4 mg 0.05 0.09 0.15 0.10 0.29 6 mg 0.04 0.09 0.13 0.09 0.26 8 mg 0.19 0.11 0.07 0.12 0.37 Total 0.56 0.37 0.61 0.51 1.54 FK = 0.197633333 JKT = 0.067566667 JKP = 0.0267 JKG = 0.040866667
Tabel Analisis Sidik Ragam
SK db JK KT F hit F tab 0.05 PERLAKUAN 3 0.03 0.01 1.74 4.07 GALAT 8 0.04 0.01 TOTAL 11 0.07 Kesimpulan :
F hitung < F tabel = Terdapat perbedaan yang tidak nyata antar perl akuan pada taraf uji 5%.
Tabel 10. Fekunditas per 5 gr berat ikan sampel
Perlakuan Ulangan Rata-rata Jumlah
1 2 3
Kontrol 765 0 0 255.00 765.00
4 mg 0 261 6 89.00 267.00
8 mg 106 0 0 35.33 106.00 Total 871 261 28 386.67 1160.00 FK = 112133.3333 JKT = 552968.6667 JKP = 110611.3333 JKG = 442357.3333
Tabel Analisis Sidik Ragam
SK db JK KT F hit F tab 0.05 PERLAKUAN 3 110611.33 36870.44 0.67 4.07 GALAT 8 442357.33 55294.67 TOTAL 11 552968.67 Kesimpulan :
F hitung < F tabel = Terdapat perbedaan yang tidak nyata antar perlakuan pada taraf uji 5%.
4.1.4 Pengaruh Perbedaan Pakan Komersil yang Diperkaya oleh 17α Metil Testosteron dengan Dosis yang Berbeda terhadap Diameter Telur dalam Proses Maturasi
Tabel 11. Hasil Pengamatan Diameter Telur Kelas
Perlakuan Ulangan Rata-rata Jumlah
1 2 3 Kontrol 29.7 0 0 9.90 29.70 4 mg 0 0 50.2 16.73 50.20 6 mg 0 0 40 13.33 40.00 8 mg 0 0 0 0.00 0.00 Total 29.7 0 90.2 39.97 119.90 FK = 1198.000833 JKT = 3804.129167
JKP = 469.3758333 JKG = 3334.753333
Tabel Analisis Sidik Ragam
SK db JK KT F hit F tab 0.05 PERLAKUAN 3 469.38 156.46 0.38 4.07 GALAT 8 3334.75 416.84 TOTAL 11 3804.13 Kesimpulan :
F hitung < F tabel = Terdapat perbedaan yang tidak nyata antar perlakuan pada taraf uji 5%.
4.2 Pembahasan Kelompok 4.2.1 Indeks Kematangan Gonad
Indeks kematangan gonad atau Gonad somatik indeks (GSI) merupakan berat gonad ikan dalam gram (Bg) dibagi dengan berat tubuh dalam gram (Bt) dikali
100 % maka akan didapatkan hasil indeks kematangan gonad ikan perlakuan. Gonadosomatik indeks (GSI) merupakan salah satu aspek yang memiliki peran penting dalam biologi perikanan, dimana nilai IKG digunakan untuk memprediksi kapan ikan tersebut akan siap memijah. Nilai GSI tersebut akan mencapai batas kisaran maksimum p saat akan terjadinya pemijahan. Pemijahan sebagai salah satu bagian dari reproduksi merupakan mata rantai daur hidup yang menentukan
kelangsungan hidup spesies. Indeks kematangan gonad dengan persentase terbesa r yaitu pada kelompok 1 sebesar 5,36 % dan yang terkecil yaitu pada kelompok 2 sebesar 1,04%. Sedangkan pada kelompok 10 GSI yang didapat yaitu sebesar 3 % dengan perlakuan 2 mg/kg bobot.
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi perbedaan gonad tersebut antara lain suhu dan makanan, tetapi secara relatif perubahannya tidak besar dan di wilayah tropis gonad dapat masak lebih cepat. Kualitas pakan yang diberikan harus mempunyai komposisi khusus yang merupakan faktor penting dalam mendukung keberhasilan proses pematangan gonad dan pemijahan. Indeks Kematangan Gonad
akan semakin meningkat nilainya dan akan mencapai batas maksimum pada saat terjadi pemijahan. Terkadang IKG dihubungkan dengan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) yang pengamatannya berdasarkan ciri-ciri morfologi kematangan gonad, sehingga akan tampak hubungan antara perkembangan di dalam dengan di luar gonad. Nilai IKG akan sangat bervariasi setiap saat tergantung pada macam dan pola pemijahannya. Berdasarkan tabel hasil pengamatan, persentase terbesar berada pada kelompok kontrol dan nilai terkecil berada pada kelompok dengan dosis hormon sebesar 2 mg/kg bobot. Nilai tabel anova menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata antara perlakuan. Hal ini dapat disebabkan karena pemberian pakan yang kurang teratur, akuarium yang kurang terjaga kualitas airnya, pakan yang diberikan tidak dimakan oleh ikan, frekuensi pemberian pakan yang
kurang tepat dan faktor stres ikan. 4.2.2 Hepatosomatik Indeks
Hepatosomatik indeks merupakan rasio perbandingan antara bobot hati dengan bobot tubuh ikan dikalikan dengan 100 %. Hepatosomatik indeks dapat dihubungkan dengan tingkat kematangan gonad karena proses vitelogenesis yang melibatkan organ hati. Hati merupakan tempat terjadinya proses vitelogenesis. Nilai yang diperoleh oleh kelompok 10 yaitu 0,11 %. Nilai ini merupakan nilai terendah dibandingkan dengan kelompok-kelompok lainnya. Nilai tertinggi diperoleh kelompok 9 yaitu bernilai 0,79 %.
Proses vitelogenesis secara alami dapat dipengaruhi oleh sinyal-sinyal lingkungan seperti fotoperiod, suhu, nutrisi dari makanan, dan faktor sosial. Berdasarkan hasil praktikum yang telah diperoleh, nilai terbesar berada pada kelompok 9 yang merupakan perlakuan kontrol sedangkan nilai terkecil ada pada kelompok 10 dengan perlakuan hormon 2 mg/kg. Penyebab hal ini dapat disebabkan karena pemberian pakan ikan yang kurang teratur sehingga dapat mengurangi laju proses vitelogenesis pada ikan.
4.2.3 Diameter Telur
Hasil pengamatan yang diperoleh oleh kelompok 10 dengan menggunakan mikroskop yaitu diameter rata-rata telur sebesar 1,225 mm yang didapatkan dari
diameter telur yang diamati dibagi dengan jumlah telur yang diamati. Kelompok dengan diameter rata-rata telur yang terdata yaitu pada kelompok 11 sebesar 40 µm dan kelompok 1 sebesar 27µm . Kebanyakan kelompok lainnya masih memiliki TKG yang rendah sehingga belum ada telur yang dihasilkan. Menurut para ahli, kualitas telur dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi umur induk, ukuran induk dan genetik. Faktor eksternal meliputi pakan, suhu, cahaya, kepadatan dan populasi. Genetika induk ikan juga akan mempengaruhi mutu telur yang akan dihasilkan. Dua faktor internal non genetik yang mempengaruhi mutu telur dan keturunan ikan yang penting adalah umur induk dan ukuran tubuh. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ikan betina yang memijah untuk pertama kali menghasilkan telur berukuran kecil. Diameter telur meningkat dengan jelas untuk pemijahan kedua dan la ju peningkatan ini lebih lambat pada pemijahan-pemijahan selanjutnya. Bobot telur lebih bergantung kepada umur dibandingkan diameter telur. Hubungan antara umur induk betina dengan ukuran telur adalah kuadrat dimana induk betina muda yang memijah untuk pertama kali memproduksi telur-telur berukuran kecil, induk betina yang berumur sedang menghasilkan telur-telur berukuran besar dan induk betina yang sudah tua kembali menghasilkan telur berukuran kecil
Perbedaan ukuran diameter telur tersebut disebabkan oleh mutu pakan yang diberikan kepada induk, baik protein, lemak maupun unsur mikronutrien, sedangkan komponen utama bahan baku telur adalah protein, lipida, karbohidrat dan abu. Induk ikan induk yang pakannya ditambah vitamin E menghasilkan diameter telur rata-rata lebih besar bila dibandingkan dengan yang tanpa diberi vitamin E. Berdasarkan hasil yang diperoleh, terdapat perbedaan yang cukup jauh dan bahkan masih ada indukan yang TKG-nya masih berupa perkembangan II dimana belum ada telur yang dihasilkan. Hal ini dapat disebabkan karena pemberian pakan yang kurang optimal pada masing-masing kelompok baik itu
waktu pemberian, frekuensi, dan kuantitas pakan. 4.2.4 Persentase Tingkat Kematangan Telur Ikan
Persentase tingkat kematangan telur ikan dibagi menjadi tiga fase, yaitu tingkat kematangan fase vitelogenik, fase awal matang dan fase matang. Fase
vitelogenik didapatkan dari jumlah telur dengan inti di tengah dibagi jumlah telur yang diamati dikali 100 %. Fase awal matang didapatkan dari jumlah telur dengan inti tidak di tengah dibagi jumlah telur yang diamati dikali 100 % dan fase matang didapatkan dari jumlah telur dengan inti yang melebur dibagi jumlah telur yang diamati dikali 100 %. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan kelompok 10 terhadap 30 butir telur, 1 butir berada dalam fase vitelogenin yaitu sebesar 3,33 %, 4 butir dalam fase awal matang yaitu sebesar 13,33%, dan 25 butir pada fase matang 83,33%. Nilai ini diapat dikatakan cukup tinggi bila dibandingkan dengan kelompok lain. Sebagian besar ikan yang diamati oleh beberapa kelompok masih belum menghasilkan telur.
Mutu telur didefenisikan sebagai potensi telur untuk menyangga kehidupan embrio yang ada didalamnya dan menopang kehidupan larva sebelum mendapatkan makan dari luar. Beberapa indikator tentang mutu telur antara lain: warna telur yang normal dengan abnormal dapat dilihat dari warnanya. Telur ikan komet yang baik adalah transparan dan terang. Persentase tingkat kematangan akhir telur juga dipengaruhi oleh kualitas sperma. Semakin baik kualitas spermatozoanya semakin tinggi pula derajat pembuahannya. Kematangan akhir telur juga dipengaruhi dari pakan yang diberikan kepada induk. Apabila pakan yang digunakan dalam praktikum ditambahkan vitamin E, maka dapat meningkatkan kemungkinan untuk mendapatkan kualitas telur yang baik karena penambahan vitamin E dalam pakan sampai batas tertentu akan menghasilkan derajat tetas telur yang tinggi.Vitamin E berfungsi sebagai pemelihara keseimbangan metabolik dalam sel dan sebagai anti oksidan intraseluler. Komponen utama telur adalah kuning telur yang merupakan sumber energi material bagi embrio yang sedang berkembang, jumlah dan mutu kuning telur sangat menentukan keberhasilan perkembangan embrio dan pasca embrio. Vitamin E yang diberikan dalam pakan induk mempunyai suatu peranan penting dalam proses reproduksi, yang pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas
4.2.5 Fekunditas
Fekunditas didapatkan dari berat seluruh gonad (W) dikalikan dengan jumlah telur dari sampel sebagian kecil gonad (n) dibagi dengan berat sampel
sebagian kecil gonad (w) maka akan didapatkan hasil fekunditas dalam satuan butir. Fekunditas yang didapat oleh kelompok 10 yaitu sebesar 111.720 butir. Fekunditas terbesar diperoleh kelompok 11 dengan nilai 118.625 butir. Persentase derajat pembuahan yang tinggi selain dipengaruhi persentase kematangan akhir telur juga dipengaruhi oleh kualitas sperma. Semakin tinggi persentase kematangan a khir dan semakin baik kualitas spermatozoanya semakin tinggi pula derajat pembuahannya. Kematangan akhir telur juga dipengaruhi dari pakan yang diberikan kepada induk.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fekunditas serta hal-hal lain yang berhubungan dengan itu Nikolsky (1969) membuat kaidah utama sebagai berikut :
a. Sampai umur tertentu fekunditas itu akan bertambah kemudian menurun lagi, fekunditas relatifnya menurun sebelum terjadi penurunan fekunditas mutlaknya. b. Fekunditas mutlak atau relatif sering yang terjadi kecil pada ikan-ikan atau kelas
umur yang jumlahnya banyak, terjadi untuk spesies yang mempunyai perbedaan makanan diantara kelompok ukuran.
c. Pengukuran fekunditas terbanyak dalam persediaan makanan berhubungan dengan telur yang dihasilkan oleh ikan yang cepat pertumbuhannya, lebih gemuk dan lebih besar.
d. Ikan yang bentuknya kecil dengan kematangan gonad lebih awal serta fekunditasnya tinggi mungkin disebabkan oleh kandungan makanan dan predator dalam jumlah besar.
e. Fekunditas disesuaikan secara otomatis melalui metabolisme yang mengadakan reaksi terhadap perubahan persediaan makanan dan menghasilkan perubahan dalam pertumbuhan.
f. Fekunditas bertambah dalam mengadakan respon terhadap perbaikan makanan melalui kematangan gonad yang terjadi lebih awal.
g. Kualitas telur terutama isi kuning telur bergantung kepada umur dan persediaan makanan dan dapat berbeda dari satu populasi ke populasi yang lain.
Terdapat beberapa kelompok yang memiliki nilai fekunditas 0. Hal ini disebabkan karena masih rendahnya Tingkat Kematangan Gonad dari ikan yang diamati oleh kelompok-kelompok tersebut.
34 5.1 Kesimpulan
Maturasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mempercepat kematangan gonad ikan. Kegiatan maturasi dapat dilakukan dengan menggunakan hormon 17-α Metiltestosteron. Dosis hormon 17-α Metiltestosteron yang tepat bila dilihat dari hasil praktikum yaitu dengan dosis 4mg/kg bobot tubuh ikan.
5.2 Saran
Adapun saran-saran yang dapat diberikan pada praktikum kali ini yaitu :
Praktikan seharusnya menjaga kualitas air dari ikan uji agar tidak
menimbulkan faktor stress
Pemberian pakan harus dilakukan secara teratur sesuai dengan ketentuan
yang telah diberikan
Perhitungan dosis hormon dan pakan yang diperlukan harus dilakukan
35
Ikan Selar Kuning. diakses pada 28 mei 2017: http://scribd.com
Bagenal, T.B. and E. Braum, 1968. Eggs and Early Life History, dalam W.E. Ricker ed. Methods for Assesments of Fish production in Fresh Water. Blackwell Scientific Publication, p 159 181
Bagenal, T.B. 1978. Aspects of fish fecundity, In: Gerking, SD (ed). Methods of Assessment of Ecology of Freshwater Fish Production. Blackwell Scientific Publications, London, pp.75-101.
Bowen, R. 24 2006. Growth Hormone (Somatotropin). Colostate
Djuhanda, T. 1981 dan Murtdjo M 2002. Morfologi Ikan. Jakarta : Gramedia
Effendie, M. I. (2002). Biologi Perikanan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara Goenarso. (2005). Fisiologi Hewan. Jakarta: Universitas Terbuka
Gursina. (2008). Budidaya Ikan. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
Hadiaty, R.K., 2000. Beberapa Aspek Biologi Ikan Osteochilus jeruk H&S. Berita Biologi, Vol. 5, No.2: 151-156, August 2000
Hidayat, Rezi. 2010. Efektivitas Spawnprim pada Proses Ovulasi dan Pemijahan Ikan Komet Carassius Auratus. Institut Pertanian Bogor
Kusmini. 2001. The documents of releasing GI Macro. Research Institute For Freshwater Fisheries. 11 p.
Lingga, P., & Heru S. (1995). Ikan Hias Air Tawar. Jakarta: Penebar Swadaya Nikolsky, G. V. 1963. The Ecology of Fishes. Translated By L. Birkett. Academic
Press
Permadi. (2009). Teknologi Reproduksi (Spawning) dalam Pembenihan Ikan. Bandung: Institut Teknologi Bandung
Lampiran 1. Alur Pelaksanakan Praktikum 1. Persiapan alat dan bahan
Dibersihkan aquarium, diisi 2/3 dengan mengunakan air
Dipasang dan dipastikan instalasi aerasi berfungsi dengan baik
Ditimbang bobot pakan yang diperlukan Ditimbang bobot ikan uji
Diukur dosis hormon yang digunakan
Diencerkan hormon dengan aqua injection
2. Pembuatan pakan uji
3. Pemeliharaan hewan uji
Ditimbang pakan yang dibutuhkan
Pakan diletakkan pada wadah
Pakan disemprotkan dengan hormon 17-α Metiltestosteron
Pakan diangin-anginkan
Pakan dimasukkan ke dalam kulkas dengan suhu dibawah 0oC
Induk ikan diberi pakan harian seban yak 3% dari bobot tubuh ikan dengan frekuensi pemberian pakan 3 kali
sehari.
Akuarium dibersihkan secara rutin untuk menjaga kualitas air
4. Pengamatan gametogenesis
Ikan uji ditimbang
Ikan uji dibedah
Diambil dan ditimbang gonad ikan uji
Dipotong gonad dengan ketebalan tertentu
Dimasukkan potongan gonad kedalam object glass
Ditetesi dengan larutan sierra kemudian ditutup cover glass
Lampiran 2. Alat dan Bahan
Timbangan Nampan
Gelas ukur Wadah
Sendok Hormon 17-α metiltestosteron
Petri disk Pinset
Lampiran 3. Dokumentasi Kegiatan Praktikum Maturasi
Pencucian Akuarium Penimbangan ikan
Memasukkan hormon Persiapan penyemprotan
Penyemprotan pakan Pembagian pakan