BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kolam Retensi
2.1.1. Pengertian kolam retensi
Kolam retensi adalah suatu bak atau kolam yang dapat menampung atau meresapkan air sementara yang terdapat di dalamnya. Kolam retensi dibagi menjadi 2 macam tergantung dari bahan pelapis dinding dan dasar kolam, yaitu kolam alami dan kolam buatan.
Kolam alami adalah kolam retensi berbentuk cekungan atau bak resapan yang sudah terbentuk secara alami dan dapat dimanfaatkan baik pada kondisi aslinya atau dilakukan penyesuaian.
Kolam buatan atau kolam non alami adalah kolam retensi yang dibuat sengaja didesain dengan bentuk dan kapasitas tertentu pada lokasi yang telah direncanakan sebelumnya dengan lapisan material yang kaku, seperti beton.
Untuk merencanakan pembangunan kolam retensi diperlukan analisis hidrologi untuk menentukan besarnya debit banjir rencana akan berpengaruh terhadap besarnya debit maksimum maupun kestabilan konstruksi yang akan dibangun. Kemudian diperlukan data curah hujan untuk rencangan pemanfaatan air dan rancangan bangunan air adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu (Sosrodarsono, 1993). Selain data tersebut, debit air kotor juga perlu direncanakan untuk memastikan jumlah air yang masuk ke dalam kolam retensi yang akan dibangun. Pada perencanaan curah hujan pada suatu titik tertentu (Sosrodarsono, 1993). Selain data tersebut, debit air kotor juga perlu direncanakan untuk memastikan jumlah air yang masuk ke dalam kolam retensi yang akan dibangun. Pada perencanaan curah hujan pada suatu titik tertentu (Sosrodarsono, 1993). Selain data tersebut, debit air kotor juga perlu direncanakan untuk memastikan jumlah air yang masuk ke dalam kolam retensi yang akan dibangun.
2.1.2. Fungsi kolam retensi
Kolam retensi berfungsi untuk menyimpan dan menampung air sementara dari saluran pembuangan sebelum dialirkan ke sungai sehingga puncak banjir dapat dikurangi. Tingkat pengurangan banjir tergantung pada karakteristik hidrograf banjir, volume kolam dan dinamika beberapa bangunan outlet. Wilayah yang digunakan untuk pembuatan kolam penampungan biasanya di daerah yang rendah. Dengan perencanaan dan pelaksanaan tata guna lahan yang baik, kolam retensi dapat digunakan sebagai penampungan air hujan sementara dan penyalur atau distribusi air.
2.1.3. Tipe-Tipe Kolam Retensi
a. Kolam retensi tipe di samping badan sungai
Tipe ini memiliki bagian-bagian berupa kolam retensi, pintu inlet, bangunan pelimpah samping, pintu outlet, jalan akses menuju kolam retensi, ambang rendah di depan pintu outlet, saringan sampah dan kolam penangkap sedimen. Kolam retensi jenis ini cocok diterapkan apabila tersedia lahan yang luas untuk kolam retensi sehingga kapasitasnya bisa optimal. Keunggulan dari tipe ini adalah tidak mengganggu sistem aliran yang ada, mudah dalam pelaksanaan dan pemeliharaan.
b. Kolam retensi di dalam badan sungai
Kolam retensi jenis ini memiliki bagian-bagian berupa tanggul keliling, pintu outlet, bendung, saringan sampah dan kolam sedimen. Tipe ini diterapkan bila lahan untuk kolam retensi sulit didapat. Kelemahan dari tipe ini adalah kapasitas kolam yang terbatas, harus menunggu aliran air dari hulu, pelaksanaan sulit dan pemeliharaan yang mahal.
c. Kolam retensi tipe storage memanjang
Kelengkapan sistem dari kolam retensi tipe ini adalah saluran yang lebar dan dalam serta cek dam atau bendung setempat. Tipe ini digunakan apabila lahan tidak tersedia sehingga harus mengoptimalkan saluran drainase yang ada. Kelemahan dari tipe ini adalah kapasitasnya terbatas, menunggu aliran air yang ada dan pelaksanaannya lebih sulit. Ukuran ideal suatu kolam retensi adalah
dengan perbandingan panjang/lebar lebih besar dari 2:1. Sedang dua kutub aliran masuk (inlet) dan keluar (outlet) terletak kira-kira di ujung kolam berbentuk bulat telor itulah terdapat kedua ”mulut” masuk dan keluarnya (aliran) air. Keuntungan yang diperoleh adalah bahwa dengan bentuk kolam yang memanjang semacam itu, ternyata sedimen relatif lebih cepat mengendap dan interaksi antar kehidupan (proses aktivitas biologis) di dalamnya juga menjadi lebih aktif karena terbentuknya air yang ’terus bergerak, namun tetap dalam kondisi tenang, pada saatnya tanaman dapat pula menstabilkan dinding kolam dan mendapat makanan (nutrient) yang larut dalam air.
2.2. Drainase
2.2.1. Pengertian Drainase
Drainase merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang sebagai sistem guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan komponen penting dalam perencanaan kota (perencanaan infrastruktur khususnya). Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Drainase juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas. Drainase yaitu suatu cara pembuangan kelebihan air yang tidak diinginkan pada suatu daerah, serta cara-cara penanggulangan akibat yang ditimbulkan oleh kelebihan air tersebut. (Suhardjono 1948:1)
Dari sudut pandang yang lain, drainase adalah salah satu unsur dari prasarana umum yang dibutuhkan masyarakat kota dalam rangka menuju kehidupan kota yang aman, nyaman, bersih, dan sehat. Prasarana drainase disini berfungsi untuk mengalirkan air permukaan ke badan air (sumber air permukaan dan bawah permukaan tanah) dan atau bangunan resapan. Selain itu juga berfungsi sebagai pengendali kebutuhan air permukaan dengan tindakan untuk memperbaiki daerah becek, genangan air dan banjir.
Kegunaan dengan adanya saluran drainase ini antara lain : Mengeringkan daerah becek dan genangan air sehingga tidak ada akumulasi air tanah. Menurunkan permukaan air tanah pada tingkat yang ideal. Mengendalikan erosi tanah, kerusakan jalan dan bangunan yang ada. Mengendalikan air hujan yang berlebihan sehingga tidak terjadi bencana banjir. Sebagai salah satu sistem dalam perencanaan perkotaan, maka sistem drainase yang ada dikenal dengan istilah sistem drainase perkotaan.
2.2.2. Jenis-Jenis Drainase
a. Drainase Permukaan
Drainase permukaan bertujuan untuk menyalurkan air hujan dari permukaan jalan. Sistem drainase permukaan pada jalan mempunyai tiga fungsi utama, yaitu :
1) Membawa air hujan dari permukaan jalan ke pembuangan air; 2) Menampung air tanah dan air permukaan yang mengalir menuju
jalan.
b. Drainase Bawah Permukaan
Drainase bawah permukaan berfungsi untuk menampung dan membuang air yang masuk ke dalam struktur jalan, sehingga tidak sampai menimbulkan kerusakan pada jalan. Pengaruh air yang terperangkap didalam struktur kerusakan jalan, antara lain :
1) Air menurunkan kekuatan material yang melapisi jalan tersebut; 2) Air menyebabkan penyedotan pada perkerasan beton yang dapat
menyebabkan retakan dan kerusakan pada bahu jalan;
3) Dengan tekanan hidrodinamik yang tinggi akibat pergerakkan kendaraan, menyebabkan material halus pada lapisan dasar perkerasan fleksibel yang mengakibatkan hilangnya daya dukung. 4) Kontak dengan air yang menerus dapat menyebabkan pengikisan
5) Air menyebabkan perbedaan peranan pada tanah yang bergelombang.
2.2.3. Tujuan Umum Drainase
Tujuan umum dari pembuatan drainase antara lain : a. Untuk Pengeringan
Pada kompleks pemukiman penduduk terdapat rawa-rawa atau lapangan yang digenangi air. Keadaan lingkungan yang seperti ini dapat mendatangkan wabah penyakit bagi penduduk yang tinggal didaerah tersebut.
b. Untuk Pencegahan Banjir
Pada daerah-daerah tertentu yang mempunyai curah hujan tinggi. Hal ini bisa menyebabkan bencana banjir pada darah tersebut. Untuk itu pencegahan banjir yang diakibatkan oleh curah hujan yang tinggi dapat dibuat dengan suatu sistem saluran pembuang yang memenuhi syarat.
c. Untuk Pembuangan Air Kotor
Air buangan industri adalah penyebab tercemarnya lingkungan, karena air buangan ini mengandung sampah pabrik dan lain sebagainya. Untuk mencegah agar air dilingkungan tempat tinggal penduduk tidak tercemar, maka buangan dari industri dialirkan secara khusus dalam arti secara sendiri, seperti pada sistem drainase yang diuraikan diatas tadi.
2.2.4. Pola Drainase
Saluran drainase dibuat sesuai dengan kondisi lahan dan lingkungan sekitarnya, oleh karena itu dalam drainase dikenal beberapa pola jaringan drainase yaitu antara lain :
a. Pola Siku
Pola siku dibuat pada daerah yang mempunyai topografi yang sedikit lebih tinggi dari sungai, sungai sebagai saluran pembuangan akhir berada ditengah kota.
\
Gambar 2.1 Saluran drainase pola siku
b. Pola Paralel
Pola ini dimana saluran utama terletak sejajar dengan saluran cabang (sekunder) yang cukup banyak, apabila terjadi perkembangan kota saluran dapat menyesuaikan.
Gambar 2.2 Saluran drainase pola paralel
c. Pola Grid Iron
Pola ini untuk daerah dimana sungainya terletak dipinggir kota, sehingga saluran cabang dikumpulkan dulu pada saluran pengumpul.
d. Pola Alamiah
Pola ini sama seperti pola siku, hanya beban sungai pola ini lebih besar.
Gambar 2.4 Saluran drainase pola alamiah
e. Pola Radial
Pola ini pada daerah berbukit dimana pola saluran memancar ke segala arah
Gambar 2.5 Saluran drainase pola radial
f. Pola Jaring-Jaring
Pola ini mempunyai saluran-saluran pembuangan yang mengikuti arah jalan raya dan cocok untuk daerah dengan totografi rendah.
2.3. Siklus Hidrologi
Konsep siklus hidrologi merupakan hal yang sangat penting, karena air (baik air permukaan maupun air tanah) bagian dari siklus hidrologi. Siklus hidrologi dimulai dengan terjadinya panas matahari yang sampai permukaan bumi, sehingga menyebabkan penguapan. Akibat penguapan ini terkumpul massa uap air, yang dalam kondisi atmosfer tertentu dapat membentuk awan. Akibat dari berbagai sebab klimatologis awn tersebut dapat menjadi awan yang potensial menimbulkan hujan.
Sebagian air hujan tersebut akan tertahan oleh butiran-butiran tanah, sebagin akan bergerak dengan vertikal kebawah sebagai infiltrasi, sbagian kecil akan kembali ke atmosfer melalui penguapan.
Air yang terinfiltrasi ke tanah mula-mula akan mengisi pori-pori tanah sampai mencapai kadar air jenuh. Apabila kondisi tersebut telah tercapai, maka air tersebut akan bergerak dalam dua arah, arah horizontal sebagai interflow dan arah vertikal sebagai perlokasi.
2.4. Parameter Hidrologi
2.4.1. Analisis Frekuensi
Sistem hidrologi kadang-kadang dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa yang luar biasa(ekstrim), seperti hujan lebat, banjir dan kekeringan. Besaran peristiwa ekstrim berbanding terbalik dengan frekuensi kejadiannya, peristiwa yang ekstrim kejadiannya sangat langkah.
Analisa frekuensi merupakan prakiraan, dalam arti probabilitas untuk terjadnya suatu peristiwa hidrologi dalam bentuk hujan rencana yang sebagai fungsi dasar perhitungan perencanaan hidrologi untuk antisipasi setiap kemungkinan yang akan terjadi.
Analisis frekuensi diperlukan data hujan yang diperoleh dari pos penakar hujan, baik yang manual maupun yang otomatis. Analisis frekuensi ini didasarkan pada sifat statistik data kejadian yang telah lalu untuk memperoleh probabilitas besaran hujan dimasa yang akan datang. Dengan anggapan bahwa sifat statistik kejadian hujan yang akan datang masih sama dengan sifat statistik kejadian hujan masa lalu. Ada 2 macam seri data yang digunakan dalam analisis frekuensi, yaitu :
a. Data maksimum hujan tahunan
Data ini diambil setiap tahun dengan satu besaran maksimum yang dianggap berpengaruh pada analisis selanjutnya.
b. Seri parsial
Dengan menetapkan suatu besaran tertentu sebagai batas bawah, selanjutnya semua besaran data yang lebih besar dari batas bawah tersebut diambil dan dijadikan bagian seri data untuk kemudian dianalisis.
Dalam analisis frekuensi, hasil yang diperoleh tergantung pada kualitas dan panjang data. Makin pendek data yang tersedia, makin besar penyimpanan yang terjadi. Dalam ilmi statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi dan empat jenis distribusi yang banyak digunakan dalam bidang hidrologi adalah :
1) Distribusi Normal 2) Distribusi Log Normal 3) Distribusi Gumbel
4) Distribusi Log Pearson Type III
2.4.2. Distribusi Normal
Dalam analisis hidrologi distribusi normal sering digunakan untuk menganalisis frekensi curah hujan, analisis statistik dari distribusi curah hujan tahunan, debit rata-rata tahunan.
Rumus yang digunakan dalam perhitungan
Xt= ... (2.1) Dimana :
Xt = curah hujan rencana
Ẋ = curah hujan maksimum rata-rata Z = faktor frekuensi
Sx = standar deviasi =
Tabel 2.1 Faktor Frekuensi Normal
P(z) Z P(z) Z 0,001 -3,09 0,6 0,24 0,005 -2,58 0,7 0,52 0,01 -2,33 0,8 0,84 0,02 -2,05 0,85 1,04 0,03 -1,88 0,9 1,28 0,04 -1,75 0,95 1,64 0,05 -1,64 0,96 1,75 0,1 -1,28 0,97 1,88 0,15 -1,04 0,98 2,05 0,2 -0,84 0,99 2,33 0,3 -0,52 0,995 2,58 0,4 -0,25 0,999 3,09 0,5 0 (Sumber : Soemarto, 1999)
2.4.3. Distribusi Log Normal
Distribusi Log Normal, merupakan hasil tranformasi dari distribusi normal, yaitu dengan mengubah varian X menjadi nilai logaritmik varian X.
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
XT = X + Kt . Sx ... (2.2)
Dimana :
Xt = Besarnya curah hujan yang mungkin terjadi pada periode ulang T tahun X = Curah hujan rata-rata
Kt = Standar variabl untuk periode ulang tahun Sx = Standar deviasi =
Tabel 2.2 Standar Variabel (Kt)
T Kt T Kt T Kt 1 -1,86 20 1,89 96 3,34 2 -0,22 25 2,1 100 3,45 3 0,17 30 2,27 110 3,53 4 0,44 35 2,41 120 3,62 5 0,64 40 2,54 130 3,7 6 0,81 45 2,65 140 3,77 7 0,95 50 2,75 150 3,84 8 1,06 55 2,86 160 3,91 9 1,17 60 2,93 170 3,97 10 1,26 65 3,02 180 4,03 11 1,35 70 3,08 190 5,09 12 1,43 75 3,6 200 4,14 13 1,5 80 3,21 220 4,24 14 1,57 85 3,28 240 4,33 15 1,63 90 3,33 260 4,42
(Sumber : I Made Karmiana, 2011)
Distribusi tipe Log Normal, mempunyai koefisien kemencengan
(Coefficient of skewness) atau Cs = 3 Cv + Cv3. Syarat lain distribusi sebaran Log Normal Ck = Cv8 + 6 Cv6 + 15 Cv4 + 16 Cv2 + 3
2.4.4. Metode Gumble
Umumnya digunakan untuk analisis data maksimum, misalnya analisis frekuensi banjir. Rumus-Rumus yang digunakan dalam menghitung curah hujan rancangan dengan metode Gumbel adalah sebagai berikut :
... (2.3)
Dimana :
Curah hujan rancangan dengan kala ulang T tahun Nilai Rata aritmatik hujan kumulatif
Standar Deviasi
Variasi yang merupakan fungsi dari kala ulang Nilai yang tergantung pada “n”
Standar deviasi yang merupakan fungsi dari “n”
Tabel 2.3 Tabel Reduced Standard Deviation (σn)
N Σn N Σn N σn n σn n σn 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 0,9497 0,9676 0,9833 0,9972 1,0098 1,0206 1,0316 1,0411 1,0493 1,0566 1,0629 1,0696 1,0754 1,0811 1,0864 1,0914 1,0961 1,1004 1,1047 1,1086 1,1124 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 1,1159 1,1193 1,1226 1,1255 1,1285 1,1313 1,1339 1,1363 1,1388 1,1413 1,1436 1,1458 1,1480 1,1490 1,1518 1,1538 1,1557 1,1574 1,1590 1,1607 1,1623 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 1,1638 1,1653 1,1667 1.1681 1,1696 1,1708 1,1721 1,1734 1,1747 1,1759 1,1770 1,1782 1,1793 1,1803 1,1814 1,1824 1,1834 1,1844 1,1854 1,1863 1,1873 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 1,1881 1,1890 1,1898 1,1906 1,1915 1,1923 1,1930 1,1938 1,1945 1,1953 1,1959 1,1967 1,1973 1,1980 1,1987 1,1994 1,2001 1,2007 1,2013 1,2020 1,2026 94 95 96 97 98 99 100 1,2032 1,2038 1,2044 1,2049 1,2055 1,2060 1,2065 (Sumber : Soemarto, 1999) \
Tabel 2.4 Reduced Mean (Yn)
(Sumber : Soemarto, 1999)
Tabel 2.5 Variasi Yt
Kala Ulang Nilai Yt
2 5 10 25 50 100 200 500 1000 5000 0,3665 1,4999 2,2502 3,1985 3,9019 4,6001 5,296 6,214 6,919 8,539 (Sumber : Soemarto, 1999) N yn n yn N yn N yn n yn 10 0,4952 31 0,5371 52 0,5493 73 0,5555 94 0,5591 11 0,4996 32 0.5380 53 0,5497 74 0,5557 95 0,5593 12 0,5035 33 0,5388 54 0,5501 75 0,5559 96 0,5595 13 0,507 34 0,5396 55 0,5504 76 0,5561 97 0,5596 14 0,51 35 0,5402 56 0,5508 77 0,5563 98 0,5598 15 0,5128 36 0,541 57 0,5511 78 0,5565 99 0,5599 16 0,5157 37 0,5418 58 0,5515 79 0,5567 100 0,56 17 0,5181 38 0,5424 59 0,5518 80 0,5569 18 0,5202 39 0,543 60 0,5521 81 0,557 19 0,522 40 0,5436 61 0,5524 82 0,5672 20 0,5236 41 0,5442 62 0,5527 83 0,5574 21 0,5252 42 0,5448 63 0,553 84 0,5576 22 0,5268 43 0,5453 64 0,5533 85 0,5578 23 0,5283 44 0,5458 65 0,5535 86 0,558 24 0,5296 45 0,5463 66 0,5538 87 0,5581 25 0,5309 46 0,5468 67 0,554 88 0,5583 26 0,532 47 0,5473 68 0,5543 89 0,5585 27 0,5332 48 0,5477 69 0,5545 90 0,5586 28 0,5343 49 0,5481 70 0,5548 91 0,5587 29 0,5353 50 0,5485 71 0,555 92 0,5589 30 0,5362 51 0,5489 72 0,5552 93 0,5591
2.4.5. Metode Log Pearson Type III
Distribusi log pearson type III digunakan untuk analisis variabel hidrologi dengan varian minimum misalnya, analisis frekuensi distribusi dari debit minimum (low flow).
Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut :
1) Mengubah data curah hujan sebanyak n buah X1,X2,X3,....Xn menjadi log
(X1), log (X2), log (X3),...log (Xn).
2) Menghitung harga-harganya dengan rumus :
... (2.4) Dimana:
= harga rata-rata logaritmik
N = jumlah data
Xi = nilai curah hujan tiap-tiap tahun (R24 maksimum)
3) Menghitung harga standar deviasinya dengan rumus berikut :
... (2.5)
4) Menghitung koefisien skewness (Cs) dengan rumus :
... (2.6)
5) Menghitung logaritma hujan rencana dengan periode ulang T tahun dengan rumus :
... (2.7) Dimana :
Nilai logaritmatik dari X dengan kala ulang T tahun
Nilai Rerata dari Standar Deviasi
Faktor frekuensi yang merupakan fungsi dari probabilitas / kala ulang dan koefisien kemencengan.
Tabel 2.6. Harga G untuk Metode Sebaran Log Pearson Type III Koefisien Kemencengan 2 5 10 25 50 100 200 1000 (Cs) peluang (%) 50 20 10 4 2 1 0,5 0,1 3,0 -0,396 0,42 1,18 2,278 3,152 4,051 4,97 7,25 2,5 -0,36 0,518 1,25 2,262 3,048 3,845 4,652 6,6 2,2 -0,33 0,574 1,284 2,240 2,97 3,705 4,444 6,200 2,0 -0,307 0,609 1,302 2,219 2,912 3,605 4,298 5,910 1,8 -0,282 0,643 1,318 2,193 2,848 3,499 4,147 5,66 1,6 -0,254 0,675 1,329 2,163 2,78 3,388 3,99 5,39 1,4 -0,225 0,705 1,337 2,128 2,706 3,271 3,828 5,11 1,2 -0,195 0,732 1,34 2,087 2,626 3,149 3,661 4,82 1,0 -0,164 0,758 1,34 2,043 2,542 3,022 3,489 4,54 0,9 -0,148 0,769 1,339 2,018 2,498 2,957 3,401 4,395 0,8 -0,132 0,78 1,336 2,998 2,453 2,891 3,312 4,25 0,7 -0,116 0,79 1,333 2,967 2,407 2,824 3,223 4,105 0,6 -0,099 0,8 1,328 1,939 2,359 2,755 3,132 3,96 0,5 -0,083 0,808 1,323 2,910 2,311 2,686 3,041 3,815 0,4 -0,066 0,816 1,317 2,880 2,261 2,615 2,949 3,67 0,3 -0,05 0,824 1,309 2,849 2,211 2,544 2,856 3,525 0,2 -0,033 0,83 1,301 2,818 2,159 2,472 2,763 3,38 0,1 -0,017 0,836 1,292 2,785 2,107 2,4 2,67 3,325 0,0 0,000 0,842 1,282 2,751 2,054 2,326 2,576 3,09 -0,1 0,017 0,836 1,27 2,761 2,000 2,252 2,482 3,95 -0,2 0,033 0,85 1,285 1,680 1,945 2,178 2,388 2,81 -0,3 0,05 0,853 1,245 1,643 1,89 2,104 2,294 2,675 -0,4 0,066 0,885 1,231 1,606 1,834 2,029 2,201 2,54 -0,5 0,083 0,856 1,216 1,567 1,777 1,955 2,108 2,400 -0,6 0,099 0,857 1,200 1,528 1,72 1,88 2,016 2,275 -0,7 0,116 0,857 1,183 1,488 1,663 1,806 1,926 2,15 -0,8 0,132 0,856 1,166 1,488 1,606 1,733 1,837 2,035 -0,9 0,148 0,854 1,147 1,407 1,549 1,66 1,749 1,91 -1,0 0,164 0,852 1,128 1,366 1,492 1,588 1,664 1,800 -1,2 0,195 0,844 1,086 1,282 1,379 1,449 1,501 1,625 -1,4 0,225 0,832 1,041 1,198 1,27 1,318 1,351 1,465 -1,6 0,254 0,817 0,994 1,116 1,166 1,200 1,216 1,28 -1,8 0,282 0,799 0,945 0,035 1,069 1,089 1,097 1,13 -2,0 0,307 0,777 0,895 0,959 0,98 0,99 1,995 1,000 -2,2 0,33 0,752 0,844 0,888 0,900 0,905 0,907 0,91 -2,5 0,36 0,711 0,771 0,793 0,798 0,799 0,800 0,802 -3,0 0,396 0,636 0,660 0,666 0,666 0,667 0,667 0,663 (Sumber : Soemarto, 1999)
6) Menghitung koefisien kurtosis (Ck) dengan rumus :
... (2,8)
7) Menghitung koefisien variasi (Cv) dengan rumus :
... (2.9)
Distribusi Log Pearson Type III, mempunyai koefisien kemencengan (Coefficient
of skewness) atau Cs ≠ 0. 2.5. Program AutoCAD
Program AutoCAD adalah perangkat lunak yang digunakan untuk mendesain gambar teknik, khususnya dalam pembuatan gambar desain arsitektur maupun konstruksi. Software ini merupakan salah satu software teknik yang dikeluarkan oleh Auto Desk inc. Kelebihan dari software ini adalah kemampuan untuk pembuatan gambar konstruksi baik untuk dua atau tiga dimensi.
2.5.1. Menghitung Luasan Area dengan Autocad
Untuk menghitung luasan area pada sub DAS dan chatcmen area dengan mengunakan autocad dapat mengikuti langkah-langkah berikut :
a. Ketik perintah “Area” atau ketik AA.
b. Klik gambar yang dicari luasannya.
Gambar 2.9 Posisi Klik dilayar untuk memilih object
c. Kemudian baca luasan daerah yang ada pada layar.
2.6. Perhitungan Curah Hujan Wilayah
Curah hujan Wilayah yang diperhitungkan dengan: a. Cara rata-rata aljabar
Tinggi rata curah hujan yang didapatkan dengan mengambil nilai rata-rata hitung (arithmetic mean) pengukuran hujan di pos penekar hujan di dalam areal tersebut. Jadi cara ini akan memberikan hasil yang dapat dipercaya jika pos-pos penakarnya diletakkan secara meata di areal tersebut dan hasil penakar masing-masing pos penakar tidak menyimpang jauh dari nilai rata-rataseluruh pos diseluruh areal.
Rumus yang digunakan:
... (2.10) Dimana :
R = tinggi cirah hujan reta-rata
R1,R2,R3,…. Rn = tinggi curah hujan pada pos penakar 1,2,3,….n
n = banyaknya pos penakar
b. Cara polygon Thiessen
Cara ini berdasarkan rata-rata timbang (weighted average). Masing-masing penakar mempunyai daerah pengaruh yang dibentuk dengan menggambarkan garis-garis sumbuh tegak lurus terhadap gari penghubung di antara dua buah pos penakar (H.A. Halim Hasmar, 2011)
Cara membuat polygon Thiesson
1) Ambil peta lokasi stasiun hujan di suatu DAS
2) Hubungkan garis antar 1 dan lainnya hingga membentuk segi tiga
3) Cari garis berat kedua garis, yaitu garis yang membagi dua sama persis dan tegak lurus garis
4) Hubungkan ketiga garis berat dari segi tiga sehingga membuat titik berat yang akan membentuk polygon.
Gambar 2.11 Metode Thiessen
(Sumber : H.A. Halim Hasmar , 2011)
Misal A1 adalah luas daerah pengaruh pos penakar 1, A2 luas daerah
pengaruh pos penakar 2 dan seterusnya. Jumlah A1+A2+…An = A adalah jumlah
luas seluruh areal yang dicari tinggi curah hujan rata-ratanya. Rumus yang digunakan :
... (2.11)
Dimana :
A = luas areal
R = tinggi curah hujan di pos 1,2,3, …n
R1,R2,R3,… Rn = tinggi curah hujan pada pos penakar 1,2,3,…n
A1,A2,A3,… An = luas daerah di areal 1,2,3,…n
c. Cara Isohyet
Dengan cara ini, kita dapat menggambar dulu kontur tinggi hujan yang sama (isohyet), seperti terlihat di gambar 2.12.
Gambar 2.12 Metode Isohyet
Kemudian luas bagian di antara isohyets-isohyet yang berdekatan diukur, dan nilai rata-rata dihitung sebagai sebagai nilai rata-rata timbang nilai kontur sebagai berikut: = ... (2.12) Dimana:
A = luas areal total
R = tinggi curah hujan di pos 1,2,3, …n
R0, R1,R2,… Rn = tinggi curah hujan pada isohyet 1,2,3,…n
A1,A2,A3,… An = luas daerah di areal 1,2,3,…n
Ini adalah cara yang paling teliti untuk mendapatkan hujan areal rata-rata,tetapi memerlukan jaringan pos penakar yang relative lebih padat yang memungkinkan untuk membuat isohyets. Pada waktu menggambar garis-garis isohyets sebaiknya juga memperhatikan pengaruh bukit atau gunung terhadap distribusi hujan (Soemarto, 1995).
2.7. Waktu Konsentrasi
Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan untuk mengalirkan air hujan dari titik terjauh menuju suatu titik tertentu ditinjau pada daerah pengaliran. Umumnya waktu konsentrasi terdiri dari waktu yang diperlukan untuk oleh air untuk mengalir pada permukaan tanah menuju titik terdekat (to) dan waktu untuk
mengalir dalam saluran ke titik yang ditinjau (td) dalam suatu catchment area
untuk menuju titik outlet.
... (2.13) Dimana :
tc = Waktu konsentrasi
in-let time conduit time
L = Panjang Saluran V = Kec. Rata-rata saluran
Untuk t0 dan td dapat dicari dengan rumus : ... (2.14) t2 atau td = L/60V ... (2.15)
L0 = Jarak dari titik terjauh ke fasilitas drainase (meter)
L = Panjang saluran (meter) nd = Koefisien hambatan
S = Kemiringan daerah pengaliran/kemiringan tanah V = Kecepatan rata-rata aliran dalam saluran(m/dt)
Tabel 2.7 Koefisien Hambatan
Kondisi lapisan permukaan Nd
Lapisan semen dan aspal beton 0,0013
Permukaan licin dan kedap air 0,02
Permukaan licin dan kokoh 0,1
Tanah dengan rumput tipis dan gundul dengan permukaan
sedikit kasar 0,2
Padang rumput 0,4
Hutan gundul 0,6
Hutan rimbun dan hutan gundul rapat dengan hamparan
rumput jarang sampai padat 0,8
(Sumber : Standar Nasional Indonesia SNI 03-3424-1994)
Waktu konsentrasi dapat juga dihitung dengan rumus : 1. Rumus Kirpich
... (2.16) keterangan :
tc = Waktu konsentrasi (jam)
S = Kemiringan tanah
2. Rumus Hathway
... (2.17) Keterangan
S = Kemiringan tanah
L = Panjang lintasan air dari titik terjauh ke titik yang ditinjau (Km) n =koefisien kekasaran
Tabel 2.8 Koefisien Kekasaran Lahan
Tata guna lahan Nilai N
Kedap air 0,02
Timbunan tanah 0,1
Tanaman pagar/tegalan dengan sedikit rumput pada tanah
gundul yang kasar dan lunak 0,2
Padang rumput 0,4
Tanah gundul yang kasar dengan runtuhan dedaunan 0,6
Hutan dan sejumlah semak belukar 0,8
(Sumber : Standar Nasional Indonesia SNI 03-3424-1994)
2.8. Intensitas Hujan
Intensitas hujan adalah tinggi air per satuan waktu biasanya dalam mm.jam atau mm/menit.
Intensitas hujan dalam t jam dapat dinyatakan dengan rumus :
... (2.18) Dimana :
Rt = Curah hujan selama t jam t = durasi hujan
Intensitas hujan dengan rumus mononobe
Dimana :
I = Iintensitas Hujan
R24 = Curah hujan harian maksimum 9mm0
Tc = waktu konsentrasi (jam)
2.9. Debit Limpasan
Limpasan permukaan (suface runoff) yang merupakan air hujan yang mengalir dalam bentuk lapisan tipis di atas pemukaan lahan akan masuk ke parit-parit / selokan-selokan yang kemudian bergabung menjadi anak sungai dan akhirnya menjadi aliran sungai.
Berkurangnya air yang berhasil melewati muara daerah aliran disebabkan oleh oleh aliran tertahan oleh akar dan daun dari tanaman, dan tertahan di antara rerumputan atau semak belukar yang lebat.
Air meresap ke dalam lapisan tanah tertahan dalam bentuk genangan air, bila mana permukaan daerah aliran tidak rata dan banyak cekungan tersimpan dalam sumur resapan yang dibangun oleh penduduk kota, sehingga air hujan meresap ke dalam tanah.
Dalam prakteknya terdapat berbagai tipe guna lahan bercampur baur dalam sebuah daerah aliran. Oleh karena itu, bila daerah terdiri dari beberapa tipe kondisi permukaan yang mempunyai nilai c yang berbeda, nilai c rata-rata (gabungan) dihitung dengan rumus berikut :
... (2.20)
Dimana :
Cgab = Koefisien pengaliran gabungan
C1 C2 C3 Cn = Koefisien pengaliran daerah aliran sebanyak n buah,
dengan tata guna lahan yang berbeda
A1 A2 A3 An = Luasan daerah aliran sebanyak n buah, dengan tata
Tabel 2.9 Koefisien Pengaliran C
No Kondisi Permukaan Tanah C
1 Jalan beton dan jalan aspal 0,70-0,95 2 Jalan kerikil dan jalan tanah 0,40-0,70 3 Bahu jalan dari tanah berbutir halus 0,40-0,55 4 Bahu jalan dari tanah berbutir kasar 0,10-0,20 5 Bahu jalan dari batuan masih keras 0,70-0,85 6 Bahu jalan dari batuan masih lunak 0,60-0,75
7 Daerah perkotaan 0,70-0,95
8 Daerah pinggiran kota 0,60-0,70
9 Daerah industri 0,60-0,90
10 Pemukiman padat 0,40-0,60
11 Pemukiman tidak padat 0,40-0,60
12 Taman dan kebun 0,45-0,60
13 Persawahan 0,70-0,80
14 Perbukitan 0,70-0,80
15 Pegunungan 0,75-0,90
(Sumber : Standar Nasional Indonesia SNI 03-3424-1994) Debit Limapsan dapat dihitung dengan rumus :
... (2.21) Dengan :
Q = Debit Limpasan I = Intensitas hujan
A = Luas daerah pengaliran C = koefiisien limpasan
2.10. Debit Air Kotor
Debit air kotor merupakan debit yang dihasilkan dari buangan aktivitas penduduk & sekolah seperti mandi,mencuci dan lain-lain. Baik dari lingkungan rumah tangga, bangunan, dan sebagainya. Air limbah domestik mengandung lebih dari 90% cairan. Zat-zat yang terdapat dalam air buangan diantaranya adalah unsur-unsur organik tersuspensi maupun terlarut seperti protein, karbohidrat dan lemak dan juga unsur-unsur tersebut memberikan corak kualitas air buangan dalam sifat kimiawi maupun biologi(fair et al.,1979; Sugiharto, 1987).
Debit air kotor diasumsikan dari 60-70% pemakaian air bersih tiap orang perhari.
Buangan air kotor rata-rata orang perhari=150 Liter/orang/hari X 70% Populasi dihitug berbanding luas area.
Tabel 2.10 Pendekatan aliran buangan beberapa tipe bangunan
No Tipe Liter/org/hari 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rumah Mewah Rumah Biasa Apartement Rumah Susun Asrama Klinik / Puskesmas Rumah Sakit Mewah Rumah Sakit Menengah Rumah Sakit Umum SD
SMP SMA
Perguruan Tinggi
Rumah Tokoh / Rumah Kantor Pabrik
Stasiun / Terminal Bandar Udara (Bandara) Restoran
Gedung Pertunjukan Gedung Bioskop
Hotel Melati s/d Bintang 2 Hotel Bintang 3 ke Atas Gedung Peribadatan Perpustakaan Bar Perkumpulan Sosial Klub Malam Gedung Pertemuan Laboratorium Pasar 150 120 150 80 96 2,7 800 600 340 32 40 64 64 80 40 2,7 2,7 13,5 9 9 120 150 4,5 22,5 24 27 188 20 120 36 (Sumber : Wicaksono, 2008) 2.11. Debit Kumulatif
Debit kumulatif adalah debit total yang didapat dari penjumlahan debit limpasan dan debit air kotor
2.12. Analisis Hidrolika
2.12.1. Analisis Saluran
Banyaknya debit air hujan dan air kotor yang ada dalam suatu kawasan harus segera dialirkan agar tidak menimbulkan genangan air. Untuk dapat mengalirkan air diperlukan saluran yang mampu menampung air tersebut ke tempat penampungan. Penampugan air tersebut dapat berupa sungai kolam dan sebagainya. Kapasitas saluran sangatlah tergantung dari bentuk, kemiringan dan kekasaran saluran. Sehingga kapasitas penampunganharus berdasarkan besaran debit air hujan dan debit buangan. Untuk menghitung aliran dalam saluran digunakan persamaan manning.
... (2.22) ... (2.23) Dimana :
n = Koefisien kekasaran saluran R = Jari-jari hidrolik
I = Kemiringan hidrolis Q = Debit air(m3/det)
V = kecepatan rata-rata aliran (m/det)
Penampang basah saluran dan gorong-gorong dihitung berdasarkan penampang yang paling ekonomis untuk menampung debit maksimum.
... (2.24) Dimana :
A = Penampang basah saluran berdasarkan debit saluran Q = Debit air(m3/det)
V = kecepatan rata-rata aliran (m/det)
A = b x h ... (2.25) P = b+2h ... (2.26) Dimana :
A = Luas penampang Basah saluran P = Keliling Basah saluran
B = Lebar saluran
h = Tinggi air dalam saluran w = Tinggi Jagaan
Untuk menghitung Penampang ekonomis penampang persegi dapat dibuat dengan persyaratan b = 2h atau y = b/2
Gambar 2.13 Penampang Persegi
Untuk penampang saluran berbentuk trapesium digunakan rumus :
... (2.27) ... (2.28) Syarat penampang ekonomis untuk saluran berbentuk trapesium adalah :
... (2.29) Dimana :
A = Luas penampang Basah saluran P = Keliling Basah saluran
b = Lebar saluran m = Kemiringan saluran h = Tinggi air dalam saluran w = Tinggi Jagaan
\
Gambar 2.14 Penampang Trapesium
Untuk penampang saluran berbentuk lingkaran digunakan :
... (2.30) ... (2.31) ... (2.32) ... (2.33) Syarat penampang ekonomis untuk lingkaran berbeda dengan penampang trapesium dan persegi, Q maksimum berbeda dengan V maksimum, jika:
1. Untuk memperoleh debit maksimum, tinggi aliran pada saluran adalah 0,95D 2. Untuk memperoleh kecepatan maksimum, tinggi aliran pada saluran adalah
0,81D
... (2.34) ... (2.35)
Dimana :
A = Luas penampang Basah saluran P = Keliling Basah saluran
b = Lebar saluran D = Diameter Saluran m = Kemiringan saluran h = Tinggi air dalam saluran w = Tinggi Jagaan
2.12.2. Bentuk Penampang Saluran
Dalam menentukan bentuk dan dimensi saluran yang akan digunakan dalam pembangunan saluran baru maupun dalam kegiatan perbaikan penampang saluran yang sudah ada, salah satu hal penting yang perlu dipertimbangkan adalah ketersediaan lahan. Mungkin di daerah pedesaan membangun saluran dengan kapasitas yang besar tidak menjadi masalah karena banyaknya lahan yang kosong, tapi di daerah perkotaan yang padat tentu bisa menjadi persoalan yang berarti karena terbatasnya lahan. Oleh karena itu, penampang saluran drainase perkotaan dan jalan raya dianjurkan mengikuti penampang hidrolis terbaik, yaitu suatu penampang yang memiliki luas terkecil untuk suatu debit tertentu atau memiliki keliling basah terkecil dengan hantaran maksimum. Dimensi saluran harus mampu mengalirkan debit rencana atau dengan kata lain debit yang dialirkan harus sama atau lebih besar dari debit rencana. Untuk mencegah muka air ke tepi (meluap) maka diperlukan adanya tinggi jagaan pada saluran, yaitu jarak vertikal dari puncak saluran ke permukaan air pada kondisi debit rencana. Bentuk penampang saluran pada muka tanah umumnya ada beberapa macam antara lain; bentuk trapesium, empat persegi panjang, segitiga, setengah lingkaran. Adapun bentuk-bentuk penampang saluran antara lain :
a. Penampang Persegi
Penampang dengan bentuk persegi berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hujan dengan debit yang besar. Sifat alirannya teris menerus dengan fluktuasi yang kecil.
b. Penampang Trapesium
Penampang dengan bentuk trapesium berfungsi untuk menampung limpasan air hujan dengan debit yang bear. Sifat alirannya terus menerus dengan fluktuasi yang kecil. Bentuk saluran ini dapat digunakan pada daerah yang masih cukup tersedia lahan.
c. Penampang Segitiga
Bentuk penampang segitiga merupakan penyederhanaan dari bentuk trapesium dan berfungsi untuk menampung limpasan air hujan dengan debit yang kecil. Bentuk saluran ini dapat digunakan pada daerah yang masih cukup Terbatas.
d. Penampang Setengah Lingkaran
Berfungsi untuk menampung limpasan air hujan dengan debit yang kecil. Bentuk saluran ini dapat digunakan saluran rumah penduduk dan pada sisi jalan perumahan yang padat
Tabel 2.11 Desain Saluran Berdasarkan Kecepatan Izin
No Jenis Bahan Vizin(m/det)
1 Pasir halus 0,45 2 Lempung kepasiran 0,5 3 Lahan aluvial 0,6 4 Kerikil halus 0,75 5 Lempung kokoh 1,1 6 Lempung padat 1,2 7 Batu-batu besar 1,5 8 Pasangan bata 1,5 9 Beton 1,5
(Sumber : H.M Halim Hasmar, 2011)
Tabel 2.12 Hubungan Kemiringan Berdasarkan Jenis Material
Jenis Material Kemiringan Saluran S(%)
Tanah Asli 0 – 5
Kerikil 5 -7,5
Pasangan 7,5
Kemiringan saluran adalah kemiringan dasar saluran dan kemiringan dinding saluran. Kemiringan dasar saluran maksimum yang diizinkan ada;ah 0,005-0,0075 tergantung pada bahan yang digunakan. Sedangkan kemiringan dasar minimun yang diperbolehkan adalah 0,001 kemiringan yang lebih curam dari 0,005 untuk tanah padat akan menyebabkan penggerusan (erosi).
Kecepatan minimum yang diizinkan adalah kecepatan terkecil yang tidak menimbulkan pengendapan dan tidak merangsang tumbuhnya tanaman air dan lumut.
Tabel 2.13 Hubungan Debit Air Dengan Kemiringan Saluran
Debit air Q (M3/det) Kemiringan Saluran
0,00-0,75 1:1
0,75-15 1:1,5
15-18 1:2
(Sumber : Tata cara perencanaan drainase permukaan jalan, SNI 03-3424-1994)
Tabel 2.14 Hubungan Kemiringan Saluran Dengan Kecepatan Rata-Rata Aliran
Kemiringan Saluran I (%) Kecepatann Rata-Rata V (m/s)
<1 0,4 1-2 0,6 2-4 0,9 4-6 1,2 6-10 1,5 10-15 2,4
(Sumber : H.M Halim Hasmar, 2011)
2.13. Dimensi Kolam Retensi
Kolam retensi yaitu kolam penampungan sementara air hujan dan limbah rumah tangga sebelum dialirkan ke saluran pembuang atau ke sungai. Dimensi
kolam retensi dapat dihitung berdasarkan debit saluran utama yang dihitung sebelumnya.
Volume Kolam=Q total (m3/det) x tf(detik)
Volume Kolam=
Q total (m3/det) x tf(detik)=
... (2.36)
Dimana
Tf = Luas penampang Basah saluran
T = Tinggi Kolam Retensi
Qtotal = Total debit air
2.14. Pengelolaan Proyek
2.14.1. Pengertian Rencana Anggaran Biaya (RAB)
Rencana anggaran biaya adalah suatu bangunan atau proyek adalah perhitungan banyaknya biaya yang diperlukan untuk bahan dan upah, srta biaya lain yang berhubungan dengan pelaksanaan bangunan atau proyek.
Anggaran biaya merupakan harga dari bahan bangunan yang dihitung dengan teliti, cermat dan memenuhi syarat. Anggaran biaya pada bangunan yang sama akan berbeda-beda di masing-masing daerah, disebabkan karena perbedaan harga bahan dan upah tenaga kerja. Adapun langkah-langkah untuk menghitung rencana anggaran biaya (RAB), yaitu:
a. Persiapan dan pengecekan gambar kerja
Gambar kerja adalah dasar untuk menentukan pekerjaan apa saja yang ada dalam komponen bangunan yang akan dikerjakan. Dari gambar akan didapatkan ukuran, bentuk dan spesifikasi pekerjaan. Pastikan gambar yang mengandung
semua ukuran dan spesifikasi material yang akan digunakan untuk mempermudah perhitungan volume pekerjaan. Dalam tahap persiapan ini perlu juga dilakukan pengecekan harga-harga material dan upah yang ada disekitar atau lokasi paling dekat dengan tempat beangunan yang akan dikerjakan.
b. Perhitungan volume
Langkah awal untuk menghitung volume pekerjaan, yang perlu dilakukan adalah mengurutkan semua item dan komponen pekerjaan yang akan dilaksanakan sesuai dengan gambar kerja yang ada.
c. Membuat harga satuan pekerjaan
Untuk menghitung harga satuan pekerjaan, yang perlu dipersiapka adalah indeks koefisien analisa pekerjaan, harga material atau bahan sesuai satuan dan harga upah kerja per-hari termasuk mandor, kepala tukang, tukang dan pekerja.
d. Perhitungan jumlah biaya pekerjaan
Setelah didapatkan volume dan harga satuan pekerjaan, kemudian kita tinggal mengalikannya sehingga didapat harga biaya pekerjaan dari masing-masing item pekerjaan.
e. Rekapitulasi
Rekapitulasi adalah jumlah masing-masing sub item pekerjaan dan kemudian ditotalkan sehingga didapatkan jumlah total biaya pekerjaan. Dalam rekapitulasi ini bila mana diperlukan juga ditambahkan biaya overhead dan biaya pajak.
2.14.2. Network Planning
Network planning adalah sebuah jadwal kegiatan pekerjaan berbentuk
diagram network sehingga dapat diketahui pada area mana pekerjaan yang termasuk ke dalam lintasan kritis dan harus diutamakan pelaksanaannya. Cara membuat network planning bisa dengan cara manual atau menggunakan software komputer. Selain network planning kita kenal juga jenis jadwal lain yang digunakan dalam melaksanakan proyek seperti kurva “S”, Barchart, Schedule
harian mingguan bulanan dan lain-lain. Adapun bentuk simbol-simbol Diagram
Network Planning.
Tabel 2.15 Simbol-simbol diagram network planning
No Simbol Keterangan
1 Arrow, bentuknya merupakan anak panah yang
artinya aktivitas atau kegiatan adalah suatu pekerjaan atau tugas dimana penyelesaiannya membutuhkan duration (jangka waktu tertentu) dan
resources (tenaga, equiment, material dan biaya)
tertentu.
2 Node/evennt, bentuknya merupakan lingkaran bulat
yang artinya saat peristiwa atau kejadian adalah permulaan atau lebih kegiatan-kegiatan.
3 Double arrow, anak panah sejajar, merupakan
kegiatan di lintasan kritis (critical path).
4 Dummy, bentuknya merupakan anak panah
terputus-putus yang artinya kegiatan semu atau aktivitas tetapi dianggap kegiatan atau aktivitas, hanya saja membutuhkan duration dan resource tertentu.
(Sumber : Wulfram L. Elvrianto, 2005)
2.14.3. Barchart
Barchart adalah diagram alur pelaksanaan pekerjaan yang dibuat untuk
menentukan waktu penyelesaian pekerjaan yang dibutuhkan. Untuk dapat memanajemen proyek dengan baik perlu diketahui sebelumnya dimana posisi waktu tiap item pekerjaan, sehingga disitula pekerjaan proyek harus benar-benar dipantau agar tidak terjadi keterlambatan penyelesaian proyek. Hal-hal yanyg ditampilkan dalam barchart adalah :
- Durasi waktu pelaksanaan pekerjaan - Alur pekerjaan
Barchart dibuat untuk mengetahui waktu penyelesaian pekerjaan, sehingga
proyek dapat diselesaikan tepat waktu, pekerjaan terlambat, akan tetapi tidak tahu mana item pekerjaan yang harus dipantau untuk segera diselesaikan, dan untuk mengetahui alternatif jalur penyelesaian pekerjaan dan waktu penyelesaian jika melalui jalur tersebut.
2.14.4. Kurva S
Kurva S adalah pengambaran kemajuan kerja (bobot %) kumulatif pada
sumbu vertikal terhadap waktu pada sumbu horizontal. Kemajuan kegiatan biasanya diukur terhadap jumlah uang yang telah dikeluarkan oleh proyek. Perbandingan kurva s rencana dengan kurva pelaksanaan memungkinkan dapat diketahuinya kemajuan pelaksanaan proyek apakah sesuai, lambat, ataupun lebih dari yang direncanakan. Bobot kegiatan adalah nilai prentase proyek dimana penggunaanya dipakai untuk mengetahui kemajuan proyek tersebut.