• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Interkasi sosial dapat diartikan oleh para ahli seperti S.S Sargent yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Interkasi sosial dapat diartikan oleh para ahli seperti S.S Sargent yang"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 1nteraksi Sosial

Interkasi sosial dapat diartikan oleh para ahli seperti S.S Sargent yang berpendapat bahwa interaksi sosial pada pokoknya memandang tingkah laku sosial yang selalu dalam rangka kelompok seperti struktur dan fungsi dalam kelompok. Tingkah laku sosial dipandang sebagai akibat adanya struktur kelompok seperti struktur dan fungsi kelompok. H. Bonner memberi rumusan interaksi sosial adalah hubungan antara dua atau lebih individu manusia ketika kelakuan individu yang satu memengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu lain, atau sebaliknya (Sentosa, 2009:11).

Soerjono Soekanto menyatakan bahwa bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial, oleh karena interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Apabila dua orang bertemu, interaksi sosial dimulai pada saat itu. Mereka saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara atau bahkan mungkin berkelahi.

Interaksi sosial antara kelompok-kelompok manusia terjadi antara kelompok tersebut sebagai kesatuan. Interaksi tersebut lebih mencolok manakala terjadi perbenturan antara kepentingan perorangan dengan kepentingan kelompok.

(2)

Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu:

A. Adanya kontak sosial (sosial-contact)

Dalam bahasa latin cum (bersama-sama) dan Tango (menyentuh). Secara harafiah adalah bersama-sama menyentuh. Secara fisik, kontak baru terjadi apabila terjadi hubungan badaniah, sebagai gejala sosial itu tidak perlu berarti suatu hubungan badaniah, oleh karena orang dapat mengadakan hubungan dengan pihak lain tanpa menyentuhnya. Kontak sosial dapat pula bersifat primer dan skunder. Kontak primer terjadi apabila yang mengadakan hubungan langsung bertemu dan berhadapan muka. Sebaliknya kontak yang skunder memerlukan suatu perantara. B. Adanya komunikasi

Komunikasi merupakan hal yang sangat penting. Dalam komunikasi kemungkinan seringkali terjadi pelbagai macam penafsiran terhadap tingkah laku orang lain. Seulas senyuman, misalnya dapat ditafsirkan sebagai keramah-tamahan, sikap bersahabat itu bahkan sebagai sikap sinis dan sikap ingin menunjukan kemenangan. Dengan demikian komunikasi memungkinkan kerja sama antara orang perorangan atau anatara kelompok-kelompok manusia dan memang komunikasi merupakan salah satu syarat terjadinya kerja sama (Soekanto, 1990 :61-64).

2.2 Interaksionisme Simbolik

Pendekatan yang digunakan untuk mempelajari interaksi sosial, dijumpai pendekatan yang dikenal dengan interaksionisme simbolik (symbolic

(3)

interactionism). Pendekatan ini bersumber pada pemikiran George Herbert Mead. Dari kata interaksionisme sudah nampak bahwa sasaran pendekatan ini ialah interaksi sosial, kata simbolik mengacu pada penggunaan simbol-simbol dalam interkasi.

Herbert Blumer dalam Kamanto Sunarto (2004: 35-36), salah seorang penganut pemikiran Mead, berusaha menjabarkan pemikiran Mead mengenai interaksionisme simbolik. Menurut Blumer pokok pikiran interaksionisme simbolik ada tiga :

A. Manusia bertindak (act) terhadap sesuatu (Thing) atas dasar makna (meaning) yang dipunyai sesuatu tersebut baginya.

B. Makna yang dipunyai sesuatu tersebut berasal atau muncul dari interaksi sosial antara seseorang dengan sesamanya.

C. Makna diperlukan atau diubah melalui suatu proses penafsiran (interpretative process), yang digunakan orang menghadapi sesuatu yang dijumpainya.

Blumer dalam buku Poloma (2010:263) menyatakan keistimewaan pendekatan kaum interaksionis simbolis ialah manusia dilihat saling menafsirkan atau membatasi masing-masing tindakan mereka dan bukan hanya saling bereaksi kepada setiap tindakan itu menurut metode stimulus-repon. Seseorang tidak langsung memberi respon pada tindakan orang lain, tetapi didasari oleh pengertian yang diberikan kepada tindakan itu. Ia menyatakan, “dengan demikian interaksi manusia dijembatani oleh penggunaan simbol-simbol, oleh penafsiran, oleh kepastian makna dari tindakan-tindakan orang lain, Dalam kasus perilaku manusia, mediasi ini sama dengan penyisipan suatu proses penafsiran di antara

(4)

stimulus dan repon”. Blumer berpandangan tidak mendesakkan prioritas dominasi kelompok atau struktur, tetapi melihat tindakan kelompok sebagai kumpulan dari tindakan inividu: “masyarakat harus dilihat sebagai terdiri dari tindakan orang-orang, dan kehidupan masyarakat terdiri dari tindakan-tindakan orang itu”. Blumer menunjukan ide ini dengan menujukan bahwa kelompok yang demikian merupakan respon pada situasi-situasi dimana orang menemukan dirinya.

Interaksionisme-simbolis yang diketengahkan Blumer dalam Margaret M. Poloma (2010 : 264-266) mengandung sejumlah “root images” atau ide-ide dasar, yang dapat diringkas sebagia berikut:

A. Masyarakat terdiri dari manusia yang berinteraksi

B. Interaksi terdiri dari berbagai kegiatan manusia yang berhubungan dengan kegiatan manusia lain.

C. Obyek-obyek, tidak mempunyai makna yang intrinsik ; makna merupakan produk interaksi-simbolis.

D. Manusia tidak hanya mengenal obyek eksternal, mereka dapat melihat dirinya sebagai obyek.

E. Tindakan manusia adalah tindakan interpretative yang dibuat oleh manusia itu sendiri.

F. Tindakan tersebut saling dikaitkan dan disesuaikan oleh anggota-anggota kelompok: hal ini disebut sebagai tindakan bersama yang dibatasi sebagai; “organisasi sosial dari prilaku tindakan-tindakan berbagai manusia”. Sebagian besar tindakan bersama terlumer dalam Polsebut berulang-ulang dan stabil, melahirkan apa yang disebut para sosiolog sebagai “kebudayaan”dan “aturan sosial”.

(5)

2.3 Hubungan Antar-Kelompok

Pembahasan menegnai hubungan antar kelompok cenderung dipusatkan pada deskripsi dan penjelasan hubungan sosial anatara kelompok yang statusnya berbeda. Kata kelompok dalam konsep hubungan antar kelompok mencakup semua kelompok yang diklasifikasikan berdasarkan kriteria ciri fisiologis, kebudayaan, ekonomi dan perilaku. Faktor yang mempengaruhi kelompok minoritas dapat dikaji dengan menggunakan dimensi sejarah, demografi, sikap, institusi, gerakan sosial dan tipe utama hubungan antar-kelompok. Suatu bentuk hubungan yang banyak disoroti dalam kajian terhadap hubungan antar-kelompok ialah hubungan mayoritas-minoritas. Dalam defenisi Kinloch kelompok mayoritas ditandai oleh adanya kelebihan kekuasaan, konsep mayoritas tidak dikaitkan dengan jumlah anggota kelompok. Adapula ilmuan sosial yang berpendapat bahwa konsep mayoritas didasarkan pada keunggulan jumlah anggota (Sunarto, 2004 :143-149).

Stanley Liberson mencoba mengklasifikasikan pola hubungan antara kelompok. Menurutnya kita dapat membedakan antara dua pola utama: pola dominasi kelompok pendatang atas pribumi (migrant superordination), dan pola dominasi kelompok pribumi atas kelompok pendatang (indigenous Superordination). Menurut Liberson perbedaan pola hubungan superordinasi-subordinasi antara migran penduduk asli menentukan pola hubungan antara kedua

kelompok. Dominasi pribumi di bidang ekonomi dan politik, di pihak lain, kurang

memancing konflik dengan pihak migran yang didominasi. Penguasa pribumi cenderung dapat mempertahakan keutuhan institusi politik dan ekonomi mereka.

(6)

Kelompok pribumi dominan, di pihak lain, berusaha mempertahankan dominasi mereka dengan jalan mengendalikan jumlah dan jenis migran yang masuk dalam masyarakat mereka. Dalam situasi dominasi penduduk setempat, di pihak lain, kelompok migran cenderung mengasimilasikan diri dengan penduduk setempat (Sunarto, 2004 :150-151).

Melihat kondisi saat ini, Kelurahan Tiga Binanga banyak dikunjungi oleh para migran yang berasal dari berbagai Daerah dengan berbagai perbedaan baik ekonomi, kebudayaan dan ciri pisiologis. Maka dari itu akan terjadi hubungan antar-kelompok yaitu adanya hubungan yang terjalin antara masyarakat Suku Karo sebagai penduduk pribumi serta mendominasi wilayah teresebut dengan penduduk migran yang berasal dari Suku Jawa, Batak Toba, Padang dan Nias. Adanya perbedaan kebudayaan menyebabkan terjadinya proses saling mempengaruhi, mengubah dan memperbaiki kelakuan individu sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di Kelurahan Tiga Binanga. Hubungan antar-kelompok juga terlihat dari adanya proses asimilasi dan amalgamasi pada masyarakat Kelurahan Tiga Binanga , sehingga dalam penelitian ini saya menyoroti hal tersebut di tengah-tengah masyarakat Kelurahan Tiga Binanga kecamatan Tiga Binanga.

2.4 Teori Asimilasi Budaya

Arti dari kata asimilasi menurut Koentjaraningrat (2002: 248) adalah proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah kedalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.

(7)

Koentjaraningrat (2002: 255) mengatakan bahwa asmilasi timbul bila ada, golongan- golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan berbeda- beda, saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu yang lama sehingga, kebudayaan- kebudayaan golongan- golongan tadi masing- masing berubah sifat khasnya, dan juga unsur- unsurnya masing- masing berubah wujudnya menjadi unsur- unsur kebudayaan campuran. Biasanya suatu proses asimilasi terjadi antara suatu golongan mayoritas dan golongan minoritas. Dalam peristiwa seperti itu biasanya golongan minoritas yang berubah dan menyesuaikan diri dengan golongan mayoritas, sehingga sifat- sifat khas dari kebudayaan lambat- laun berubah dan menyatu dengan kebudayaan golongan Mayoritas.

Asimilasi merupakan adanya usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat diantara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan bersama. (Setiadi dan Kolip, 2011: 81). Apabila orang-orang melakukan asimilasi ke dalam suatu kelompok manusia atau masyarakat, maka dia tidak akan lagi membeda-bedakan dirinya dengan kelompok tersebut yang mengakibatkan bahwa mereka dianggap sebagai orang asing. Dalam proses asimilasi, mereka mengidentifikasikan dirinya dengan kepentingan-kepentingan secara tujuan-tujuan kelompok. Apabila dua kelompok manusia mengadakan asimilasi, batas-batas anatara kedua kelompok tadi dengan pengembangan sikap-sikap yang sama, walau kadangkala bersifat emosional, dengan tujuan untuk mencapai kesatuan, atau paling sedikit mencapai integrasi (Soekanto, 1990 : 81).

A. Faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya suatu asimilasi antara lain:

1. Teloransi

2. Kesempatan-kesempatan yang seimbang di bidang ekonomi 3. Sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya

4. Sikap terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat 5. Persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan

(8)

6. Perkawinan campur (amalgamation)

7. Adanya musuh bersama dari luar (Setiadi dan Kolip 2011: 83-84).

2.5 Adaptasi Sosial

Walaupun konsep tindakan sosial tetap dipakai sebagai dasar teori, perburuan intelektual Parsons dalam Poloma (2010: 171 ) secara perlahan ternyata bergeser dari tekanan atas tindakan sosial ke struktur dan fungsi masyarakat. Parsons melihat sistem sosial sebagai satu dari tiga cara dimana tindakan sosial bisa terorganisir. Disamping itu terdapat dua sistem tindakan lain yang saling melengkapi yaitu ; sistem kultural yang mengandung nilai dan simbol-simbol serta sistem kepribadian para pelaku individual. Sistem sosial individu menduduki satu tempat (status), dan bertindak (peranan) sesuai dengan norma atau aturan-aturan yang dibuat oleh sistem.

Konsepsi Parsons mengenai Teori Induk dimana Parsons setuju terhadap kesatuan ilmu-ilmu prilaku, yang keseluruhannya meruapakan suatu studi tentang sistem yang hidup (living system). Dia menyatakan bahwa konsep fungsi merupakan inti untuk memahami semua sistem yang hidup. Dia menekankan bahwa sistem yang hidup itu adalah sistem terbuka yaitu mengalami saling pertukaran dengan lingkungannya.

Functional imperatives atau prasyarat. Ciri-ciri umum yang ada dalam seluruh sistem yang hidup adalah prasyarat atau functional imperative. Menurut Parsons terdapat fungsi-fungsi atau kebutuhan-kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi oleh setiap sistem yang hidup demi kelestariannya. Dua pokok penting yang termasuk dalam kebutuhan fungsional ini adalah :

(9)

1) yang berhubungan dengan kebutuhan sistem internal atau kebutuhan sistem ketika berhubungan dengan lingkungannya (sumbu internal-eksternal), dan

2) yang berhubungan dengan pencapaian sasaran atau tujuan serta sarana yang perlu untuk mencapai tujuan itu (sumbu instrumental-consummatory).

Berdasarkan premis itu secara deduktif Parsons menciptakan empat kebutuhan fungsional. Keempat fungsi primer itu, yang dapat dirangkaikan dengan seluruh sistem yang hidup adalah Latent pattern-maintenance (L), integration (I), Goal attainment (G) dan Adaptation (A). Dalam hal ini kita akan membahas mengenai adaptasi. Adaptasi menunjuk pada keharusan bagi sistem-sistem sosial untuk menghadapi lingkungan. Ada dua dimensi masalah yang pertama, harus ada penyesuaian diri sistem itu terhadap tuntutan kenyataan yang keras yang tidak dapat diubah (inflexible) yang datang dari lingkungan (atau kalau menggunakan terminology Parsons yang terdahulu, pada kondisi tindakan). Kedua, ada proses transformasi aktif dari situasi itu. Ini meliputi penggunaan segi-segi situasi itu yang dapat dimanipulasi sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan. Tetapi, usaha untuk memperoleh alat itu secara analisis harus dipisahkan dari pencapaian tujuan. Lingkungan, meliputi yang fisik yang sosial. Untuk suatu kelompok kecil, lingkungan sosial akan terdiri dari satuan intitusional yang lebih besar dimana kelompok itu berada. (Dalam studi Bales mengenai kelompok kecil, lingkungan itu adalah lingkungan akademis). Untuk sistem-sistem yang lebih besar seperti misalnya masyarakat secara keseluruhan, lingkungan akan meliputi

(10)

sistem-sistem sosial lainnya (masyarakat lain) dan lingkungan fisik (Jhonson, 1990 : 130).

Persons menyatakan bahwa adaptasi merupakan Kebutuhan fungsional berupa kemampuan sistem menjamin kebutuhannya dari lingkungan dan mendistribusikan sumber-sumber itu ke seluruh sistem; dalam masyarakat fungsi ini dilakukan oleh sistem ekonomi (Poloma, 2010: 170-181).

Contohnya dalam buku Suprapti dan kawan-kawan yang berjudul adaptasi migran musiman terhadap lingkungan tempat tinggal daerah khusus ibukota Jakarta Raya dimana masyarakat yang berpindah tersebut bertujuan untuk bekerja dan mendapatkan penghasilan untuk kebutuhan hidupnya. Di tempat perantauan hubungan sosial dengan warga sekitar lingkungan tempat tinggalnya hanya terbentuk dalam hubungan sepintas lalu atau saling kenal. Namun demikian, dengan beberapa warga biasanya tetangga bersebelahan rumah hubungan sosial cukup akrab. Hubungan akrab terwujud dalam saling bertandang dan berbincang-bincang, saling memberi makan, saling memberi bantuan dan sebagainya, yang mereka wujudkan karena frekuensi tatap mukanya cukup tinggi. Dengan mereka yang pergi ke Jakarta bekerja sebagai penjaja bakso dan penjaja sayur juga memiliki hubungan interaksi yang cukup baik dengan warga disekitar tempat tinggal mereka. Terlebih lagi bagi para pelanggan dagangannya serta hubungan dengan pemilik kontrakan.

Bentuk hubungan yang mereka wujudkan cukup mendalam atau akrab yang tercermin pula dalam kehidupan sehari-harinya, bersenda-gurau, mengungkapkan masalah yang dialami, memberikan makanan dan memberi bantuan. Dalam hubungan dengan para pembeli erat kaitannya dengan hubungan

(11)

dagang secara kekeluargaan. Supaya banyak pembeli dan dagangan cepat laku, para penjaja sayur bersikap ramah dan berusaha melayani dengan sebaik-baiknya dan memberi pelanggan berhutang dengan bayar bulanan. Sementara hubungan dengan pejabat RT setempat terjalin dengan cara berpartisipasi dan mematuhi peraturan yang berlaku, misalnya memberi sumbangan untuk kegiatan perayaan hari-hari besar nasional, memberi sumbangan untuk warga RT yang kemalangan, membayar iuran keamanan dan iuran sampah khusus bagi migran yang mengontrak. Serta migran juga tetap menjalin hubungan dengan keluarga di daerah asal mereka (Suprapti dkk, 1990: 167-187).

2.6 Amalgamasi

Perkawinan campur (amalgamation) agaknya merupakan faktor paling menguntungkan bagi lancarnya proses asimilasi. Hal itu terjadi apabila seorang warga dari golongan tertentu menikah dengan warga golongan lain. Apakah itu terjadi antara golongan minoritas dan mayoritas dan sebaliknya. Proses asimilasi dipermudah dengan adanya kawin campur walau memakan waktu yang agak lama. Hal ini disebabkan oleh karena antara penjajah dan yang dijajah terdapat perbedaan-perbedaan ras dan kebudayaan. Penjajah pada mulanya tidak menyetujui perkawinan campur dan ini memperlambat proses asimilasi. Setelah waktu yang relatif agak lama penjajah biasanya memperistri wanita-wanita warga masyarakat yang dijajahnya. Apabila dari mereka yang dijajah ada yang dipekerjakan (sebagai budak, pegawai rendahan dan sebagainya), maka golongan ini dapat memegang peranan sebagai perantara antara kedua kebudayaan tersebut,

(12)

dengan cara memperluas kebudayaan penjajah di kalangan masyarakat yang dijajah (Soekanto, 1990 :80-84).

Isu-isu pembaruan antara warga pribumi dan nonpribumi, perkawinan antara suku, antar ras yang terpisah-pisah sebagaimana yang pernah disosialisasikan oleh pemerintah diharapkan mampu menekan perpecahan antar kelomok suku, agama, ras dan antargolongan (Setiadi dan Kolip 2011 : 84). Amalgamasi juga ditemukan di Kelurahan Tiga Binanga dimana adanya perkawinan campur antara penduduk migran dengan penduduk lokal. Penduduk migran yang berasal dari kebudayaan yang berbeda dengan penduduk lokal bersatu dan menghasilkan budaya campuran.

2.7 Teori Migrasi

Migrasi adalah perubahan tempat tinggal secara permanen atau semi permanen. Tidak ada pembatasan, baik pada jarak perpindahan maupun sifatnya, yaitu apakah tindakan itu bersifat suka rela atau terpaksa. Migran biasanya mempunyai alasan-alasan tertentu yang menyebabkan mereka meninggalkan kampung halamannya dan seterusnya memilih tempat-tempat yang mereka anggap dapat memenuhi kalau sekiranya tetap bertahan di tempat asal. Migran akan bergerak dari tempat yang kurang berkembang menuju daerah-daerah yang lebih maju. Alasan migran paling utama meninggalkan negara/daerah asal adalah karena faktor ekonomi, terutama disebabkan sukarnya menapatkan pekerjaan, serta wujudnya keinginan untuk mendapatkan penghasilan lebih tinggi. Ada yang melakukan migrasi karena mengikut keluarga.

(13)

Proses migrasi terjadi sebagai jawaban terhadap adanya sejumlah perbedaan antartempat. Perbedaan tersebut menyangkut faktor-faktor ekonomi, sosial dan lingkungan baik pada tataran individu maupun masyarakat. Faktor ekonomi merupakan faktor primer yang mempengaruhi migrasi. Faktor ekonomi tersebut seperti mobilitas jabatan (mobilitas sosial), upah yang lebih tinggi, kesempatan kerja yang lebih banyak dan lainnya. Aswatini mengemukakan bahwa alasan pindah biasanya disebabkan oleh faktor ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan, kesulitan ekonomi, tekanan penduduk dan faktor geografis (Nasution, 1999: 109-110).

Secara teoritis pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah, negara, kawasan ataupun daerah tertentu akan diikuti oleh perubahan-perubahan mendasar dalam segala aspek kehidupan masyarakat. Perubahan pola konsumsi masyarakat misalnya merupakan salah satu aspek yang terlihat paling memonjol. Aktivitas migrasi yang belangsung dari wilayah ke wilayah tertentu pun merupakan imbas positif yang berkembang sebagai konskuensi pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan. Makin baik perkembangan ekonomi suatu wilayah maka kemungkinan terjadinya perkembangan volume migrasipun makin tinggi.

Kedatangan migran kedalam suatu wilayah dapat juga menimbulkan etnosentrisme misalnya dalam penelitian Muba Simanihuruk mengenai interaksi antara migran pendatang dengan penduduk lokal studi tentang interaksi antara migran Batak toba, Tionghoa dan Melayu di Pangkalan Brandan. Hasil penelitian menunjukkan, ertnis Melayu menganggap (terutama) etnis Tionghoa bersifat licik dan tidak dapat disaingi lagi karena mereka telah menguasai hampir semua mata rantai ekonomi, termasuk kegiatan ekonomi nelayan yang

(14)

menjadi pekerjaan utama mereka. Kebencian yang sama juga ditujukan oleh kelompok etnis Batak Toba dengan tingkatan yang lebih rendah, dengan tuduhan bahwa kelompok etnis Tionghoa “pintar”menipu. Namun pada dimensi kultural dan agama, mereka masih bisa berafilasi. Bahkan dalam kegiatan ekonomi, etnis Batak Toba dan Tionghoa melakukan kerjasama ekonomi yang saling menguntungakan, dimana etins Batak Toba menyewakan rumah-rumah mereka di pusat bisnis kota dengan harga relatif mahal pada kelompok orang-orang Tionghoa. Simbioasa mutualisme juga terjelma pada saat kelompok etnis Tionghoa meminjam modal kepada etnis Toba yang berprofesi sebagai rentenir (bank berjalan). Sebaliknya terjadi dengan etnis Melayu dimana secara kultural berbeda jauh dengan kelompok etnis Batak Toba dan Tionghoa di samping perbedaan secara ekonomi. Di kubu lain, etnis Tionghoa merasa diperlakukan secara diskriminatif oleh pemerintah dan sering dijadikan sapi perahan baik oleh aparat negara dan kelompok di luar mereka (Muba, 2002:45-47).

Referensi

Dokumen terkait

kepada ken"ataan bahwa pemberian panas "ang !ukup dapat membunuh sebagian besar mikroba dan menginakti$kan en%im. Selain itu makanan men#adi lebih aman karena

Berdasarkan uraian di atas maka yang menjadi permasalah dalam penelitian ini adalah: (1) Seberapa besar biaya dan pendapatan dari usaha budidaya lebah madu jenis Trigona sp di

Telekomunikasi (Telkom) Akses Jambi dirasakan menyulitkan calon pelanggan baru dalam proses pelayanan untuk pemasangan telepon, dan modem speedy, selain itu informasi

Hasil penelitian menunjukan bahwa perbedaan bubu bambu dan bubu paralon pada penelitian ini berpengaruh terhadap jumlah hasil tangkapan lobster (Cherax quadricarinatus) dimana

1. Dengan mengamati contoh gerak saling mendorong yang diperagakanoleh guru, siswa dapat menjelaskan prosedur gerak bertumpu padatangan dengan runtun dan percaya diri.

Guru mengirim materi melalui Zoom, Google Meet, Classroom, Google Form dan aplikasi daring lainnya (Orientasi) berupa slide dan video tentang Melempar Bola2. Siswa

Gaduh secara sederhana dapat kita artikan sebagai seseorang yang memberikan sapi yang dimilikinya untuk dikembangkan dengan orang lain, dan keuntungan dari hasil

Iterations, Shipment with costs, Shipping list ). Perusahaan akan mencapai biaya angkut total minimum apabila Pabrik A mengirim barang ke gudang 2 sebanyak 10 ton dan ke