• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN KOMPETENSI INTERPERSONAL ANTARA SISWA KELAS AKSELERASI DAN SISWA KELAS REGULER DI SMP NEGERI 9 AMBON OLEH NOVELY ALFONS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBEDAAN KOMPETENSI INTERPERSONAL ANTARA SISWA KELAS AKSELERASI DAN SISWA KELAS REGULER DI SMP NEGERI 9 AMBON OLEH NOVELY ALFONS"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

1

PERBEDAAN KOMPETENSI INTERPERSONAL ANTARA SISWA KELAS AKSELERASI DAN SISWA KELAS REGULER

DI SMP NEGERI 9 AMBON

OLEH

NOVELY ALFONS 802009801

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakutas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

PERBEDAAN KOMPETENSI INTERPERSONAL ANTARA SISWA KELAS AKSELERASI DAN SISWA KELAS REGULER

DI SMP NEGERI 9 AMBON

Novely Alfons Sutriyono

Heru Astikasari, S.Murti

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

(8)

Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan Kompentensi Interpersonal siswa kelas akselerasi dan siswa kelas reguler di SMP NEGERI 9 AMBON. Populasi dalam penelitian ini adalah 684 siswa dengan sampel sebanyak 108 siswa yang terdiri dari kelas VII akselerasi 28 siswa, kelas VIII akselerasi 26 siswa. Dan kelas VII reguler 30 siswa, kelas VIII reguler 24 siswa. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode skala, interpersonal yaitu compentence questionnaire ( ICQ ) milik Buhrmester dkk (1988). Teknik analisa data yang digunakan adalah teknik uji-t sehingah diperoleh hasil uji beda sebesar 5,572 dengan singnifikansi = 0,000 ( p < 0,05 ) yang berarti bahwa ada perbedaan antara kompentensi interpersonal pada siswa kelas akselerasi dan siswa kelas reguler di SMP NEGERI 9 AMBON.

(9)

Abstract

This research is conducted to find out the differences in interpersonal competency of acceleration class students and regular class students at Public Middle School 9 Ambon. The population in this research is 684 students with a sample size of 108 students that consists of 28 students from the 7th grade acceleration class, 26 students from the 8th grade acceleration class, 30 students from the 7th grade regular class, and 24 students from the 8th grade regular class. The data gathered in this research uses a scale method, which is an interpersonal competence questionnaire (ICQ) devised by Buhrmester et al. (1988). A t-test data analysis technique is used, so that a differential test result is obtained of 5.572 with a significance of 0.000 (p<0.05), which means that there are differences between interpersonal competency for acceleration class students and regular class students at Public Middle School 9 Ambon.

(10)

PENDAHULUAN

Dalam era globalisasi dewasa ini, negara Indonesia merupakan negara berkembang yang mengalami persaingan yang terjadi hampir pada semua bidang kehidupan manusia antara lain dalam bidang teknologi, perniagaan, industri, kesehatan dan juga bidang pendidikan, sehingga menuntut setiap individu untuk dapat mengembangkan potensi dirinya. Salah satu sarana yang dapat memfasilitasi manusia untuk dapat mengembangkan potensi dirinya adalah ranah pendidikan. Seperti yang tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional pasal 1 (Departemen Pendidikan Nasional dan Kebudayaan) bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Untuk dapat meningkatkan dan mengembangkan potensi diri siswa sebagai peserta didik dalam lingkungan pendidikan agar dapat mencapai keberhasilan tentunya siswa tidak mampu untuk berdiri sendiri namun ia membutuhkan orang lain untuk saling berinteraksi atau berhubungan. Setiap berhubungan dengan orang lain individu memerlukan komunikasi yang baik. Salah satu kualitas hidup yang banyak menentukkan keberhasilan menjalin hubungan dengan orang lain adalah kompetensi interpersonal. Menurut Buhrmester, Furman, Wittenberg & Reis (1988) mengatakan bahwa kompetensi interpersonal adalah keterampilan atau kemampuan yang dimiliki individu untuk membina hubungan yang baik dan efektif dengan orang lain atau antar individu. Sedangkan menurut Spitzberg dan Cupach (dalam De Vito, 1999)

(11)

mengemukakan kompetensi interpersonal merupakan kemampuan menjalin hubungan antar pribadi secara efektif. Hal ini ditandai oleh adanya karakteristik-karakteristik psikologis yang mendukung dalam menciptakan dan membina hubungan antar pribadi yang baik dan memuaskan.

Dapat diketahui bersama bahwa siswa yang berada di Sekolah Menengah Pertama masih berada dalam masa remaja. Hal ini juga dikatakan oleh Utami (2012) bahwa usia siswa-siswi SMP dapat dikategorikan dalam masa remaja awal, yaitu 12-15 tahun. Pada masa ini remaja mengalami salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit, yaitu berhubungan dan penyesuaian sosialnya. Selain itu Havighurst (dalam Hurlock, 1999) mengemukakan bahwa remaja memiliki tugas perkembangan antara lain menerima keadaan fisiknya, menerima hubungan yang lebih matang dari jenis kelamin apapun dan merencanakan tingkah laku sosial yang lebih bertanggung jawab. Mulyati (1997) mengungkapkan bahwa kompetensi interpersonal yang memadai memungkinkan remaja dapat menjalankan tugas-tugas perkembangannya dengan baik. Pada remaja, hubungan interpersonal lebih banyak diwujudkan dalam hubungan pertemanan. Bagi remaja, hubungan pertemanan merupakan suatu hal yang penting terutama dalam lingkungan pertemanan disekolah karena teman adalah seseorang yang dapat dipercaya dan dapat diajak berbicara dan diandalkan. Selain daya tarik fisik, kondisi yang menyebabkan remaja diterima oleh teman sebayanya adalah kesan kepribadian yang menyenangkan, hangat dan gembira, mau bekerja sama dan tidak egois (Hurlock, 1980).

Walaupun sifat-sifat positif tersebut ada pada semua orang, namun ternyata kadar kompetensi interpersonal pada tiap-tiap orang berbeda-beda. Hal ini dapat dilihat secara jelas pada siswa ketika berada di lingkungan sosialnya yaitu ketika berada di sekolah. Siswa-siswi yang berada di kelas reguler memiliki kompetensi interpersonal berbeda dengan siswa-siswi

(12)

yang berada di kelas akselerasi. Menurut Indriasari (2011) akselerasi adalah suatu proses percepatan (acceleration) pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik yang memiliki kemampuan luar biasa (unggul) dalam rangka mencapai target kurikulum Nasional dengan mempertahankan mutu pendidikan sehingga mencapai hasil yang optimal. Dengan kata lain peserta didik dapat menyesuaikan cara belajarnya lebih cepat dari siswa lainnya (siswa yang mengikuti program reguler). Sedangkan kelas reguler berdasarkan kurikulum 1994 (dalam Indriasari, 2011) adalah program pendidikan dimana materi pelajaran dan kurikulumnya dirancang untuk siswa berkemampuan rata-rata dengan sistem pengajaran klasikal-massal. Program pendidikan ini mengacu pada kurikulum Nasional yaitu lama pendidikan untuk tingkat SLTP adalah 3 tahun. Menurut Clark (dalam Direktorat Pendidikan Luar Biasa, 2004), kelas reguler adalah tempat dimana siswa memiliki potensi keceradasan dan bakat istimewa tetap berada bersama-sama dengan siswa lainnya.

Siswa yang tergabung dalam kelas akselerasi adalah siswa yang memiliki IQ tinggi atau IQ diatas rata-rata. Utami (2012) mengatakan bahwa sebagian anak dengan IQ tinggi akan mengalami kesulitan dalam penyesuaian sosial, karena anak dengan IQ tinggi mempunyai pemahaman yang lebih cepat dan cara berpikir yang lebih maju sehingga sering tidak sepadan dengan teman temannya. Terdapat anggapan bahwa siswa dengan IQ diatas normal akansuperior dalam kesehatan, penyesuaian sosial, dan sikap moral

Undang-Undangan Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional pada bagian kesatu pasal 5 ayat 4 mengamanatkan bahwa “Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus”. Atas dasar tersebut maka disusunlah program percepatan belajar untuk anak berbakat, yang bertujuan memberikan layanan pendidikan kepada anak-anak berbakat akademik untuk mewujudkan bakat dan

(13)

kemampuan secara optimal dan memberi kesempatan pada siswa untuk menyelesaikan program pendidikan di SMP atau SMA lebih cepat yaitu dalam waktu 2 tahun.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada 3 orang siswa di SMP NEGERI 9 Ambon, didapatkan bahwa siswa merasa senang ketika mereka dapat diterima di kelas akselerasi. Hal ini disebabkan karena mereka diberikan kemudahan untuk menyelesaikan studi lebih cepat dibandingkan kelas reguler. Selain itu berdasarkan wawancara pada guru bimbingan dan konseling (BK) SMP NEGERI 9 Ambon, dinyatakan bahwa rata-rata siswa pada kelas akselerasi memiliki kemampuan kognitif yang lebih dibandingkan dengan teman-teman yang berada dikelas reguler. Ini dibuktikan melalui hasil belajar yang diperoleh selama proses belajar-mengajar berlangsung. Proses belajar-belajar-mengajar dalam kelas akselerasi pun memiliki tuntutan yang semakin meningkat, dimana siswa dituntut untuk mengeksplorasi sendiri materi yang diberikan guru. Hal ini menyebabkan siswa merasa kesulitan dalam menghadapi tuntutan-tuntutan serta tugas belajar yang diberikan, sehingga waktu bermain siswa menjadi berkurang.Siswa cenderung belajar dibandingkan bermain bersama teman sebaya.

Padahal siswa tersebut sementara berada pada masa remaja, bagaimana mereka dipandang oleh teman sebaya merupakan aspek terpenting dalam kehidupan mereka. Bagi remaja, dikucilkan akan mengakibatkan stres, frustasi dan kesedihan (Santrock, 1996). Salah satu fungsi utama dari kelompok teman sebaya adalah menyediakan berbagai informasi mengenai dunia luar keluarga.Sumber penting bagi dukungan emosional selama masa remaja yaitu meningkatnya keterlibatan remaja dengan teman sebaya. Menurut Brendt & Perry; Buhrmester; Hartup & Stevens; Laursen, dalam Papalia, Olds & Fieldman (dalam Enggar, 2008), kelompok teman sebaya merupakan tempat untuk membentuk hubungan yang berfungsi sebagai “latihan” hubungan yang akan mereka bina di masa dewasa. Kekuatan dan pentingnya pertemanan serta

(14)

jumlah waktu yang dihabiskan dengan teman lebih besar terjadi di masa remaja dibandingkan dengan masa-masa lain sepanjang rentang kehidupan manusia. Remaja mulai mengandalkan teman dibandingkan orangtua untuk mendapatkan kedekatan dan dukungan serta berbagai rahasia.

Hubungan teman sebaya yang baik perlu bagi perkembangan sosial yang normal pada masa remaja. Meningkatnya kedekatan dalam pertemanan remaja mencerminkan perkembangan kognitif dan emosi. Kapasitas untuk membangun kedekatan berhubungan dengan penyesuaian diri dan kompetensi interpersonal. Remaja yang memiliki pertemanan yang dekat, stabil dan mendukung umumnya memiliki pandangan yang lebih baik tentang diri mereka sendiri, menjalani pendidikan dengan baik, mampu bergaul, serta memiliki kemungkinan yang kecil untuk menjadi kasar, cemas dan depresi (Brendt dkk, dalam Enggar, 2008).

Hal ini berbeda dengan siswa yang berada di kelas reguler atau non-akselerasi. Berdasarkan hasil wawancara dengan 2 orang siswa kelas reguler di SMP Negri 9 Ambon. Mereka mengatakan bahwa mereka juga merasa senang dan nyaman berada di kelas reguler. Mereka merasa tidak dituntut untuk belajar melebihi kemampuan mereka atau mereka tidak merasa dipaksa harus bersaing dengan teman yang lain untuk masuk di kelas akselerasi. Mereka juga mengatakan bahwa mereka lebih leluasa dalam bergaul dengan teman-teman sebaya. Hal ini juga dibuktikan dengan adanya pendapat dari salah seorang guru di kelas reguler SMP Negri 9 Ambon. Bahwa tidak semua siswa yang berada di kelas reguler memiliki kemampuan di bawah rata-rata. Dalam artian bahwa ada beberapa siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata yang tidak ingin masuk di kelas akselerasi karena beberapa alasan yaitu, mereka tidak tertarik masuk ke kelas akselerasi karena waktu padat untuk belajar, dan mereka juga ingin lebih banyak menghabiskan waktu untuk bergaul dengan lingkungan sekitar antara sekolah maupun rumah.

(15)

Selain itu ketidak mampuan orang tua untuk mengfasilitasi mereka untuk masuk kelas akselerasi seperti, tidak memiliki biaya untuk membeli laptop.

Penelitian yang dilakukan oleh Ristyana (dalam Enggar , 2008) bahwa terdapat perbedaan kemampuan hubungan interpersonal yang signifikan antara siswa akselerasi dan non akselerasi di SMA Negeri 2 Lumajang. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Ernaeny (2008) tentang perbedaan kompetensi interpersonal pada siswa kelas akselerasi dengan siswa kelas reguler ditinjau dari usia di SMP Negeri 1 Gorontalo menjelaskan bahwa tidak terdapat perbedaan kompetensi interpersonal yang signifikan antara siswa kelas akselerasi dengan siswa kelas reguler di SMP Negeri 1 Gorontalo.

Berdasarkan fenomena yang terjadi dan adanya perbedaan hasil penelitian tentang kompetensi interpersonal siswa kelas akselerasi dan non akselerasi (kelas reguler) maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang perbedaan kompetensi interpersonal siswa kelas akselerasi dan siswa kelas reguler di SMP Negeri 9 Ambon. Oleh karena itu masalah dalam penelitian ini adalah "Apakah ada Perbedaan Kompetensi Interpersonal Yang Signifikan Antara Siswa Kelas Akselerasi Dengan Siswa Kelas Reguler di SMP Negeri 9 Ambon ?"

Kompetensi Interpersonal pada manusia akan melakukan komunikasi dengan orang lain, baik antar pribadi ataupun berkelompok, sebagai bentuk berinteraksi dengan orang lain. Seberapa besarnya suatu komunitas, namun yang pasti komunikasi yang terjadi antara individu yang ada tetap merupakan komunikasi interpersonal. Hal ini sebagaimana dinyatakan Larasti (1992) bahwa sekitar 73 persen komunikasi yang dilakukan manusia merupakan komunikasi interpersonal.

Handfield (2006) mengartikan kompetensi interpersonal sebagai kemampuan seseorang untuk bekerja dengan orang lain. Buhrmester, dkk (1988) memakai kompetensi interpersonal

(16)

sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam membina interpersonal.Adapun Jerving (2001) mengatakan kompetensi interpersonal sebagai kemampuan untuk membangun dan menjaga hubungan yang efektif.

Menurut pengertian kompetensi interpersonal yang dipaparkan di atas dapat dimaknai sebagai kemampuan untuk membuka diri, kemampuan untuk memberikan dukungan emosional kepada orang lain, kemampuan bersikap asertif, empati serta kemampuan mengelola dan mengatasi konflik dengan orang lain.

Adapun kompetensi interpersonal pada dasarnya memiliki 5 aspek tersebut menurut Buhrmester dkk (1988). Kemampuan berinisiatif adalah usaha untuk memulai suatu bentuk interaksi dan hubungan dengan orang lain atau dengan lingkungan sosial yang lebih besar. Inisiatif merupakan usaha pencarian pengalaman baru yang lebih banyak dan luas tentang dunia luar dan tentang dirinya sendiri dengan tujuan untuk mencocokan sesuatu atau informasi yang telah diketahui, kemampuan membuka diri adalah kemampuan untuk terbuka kepada orang lain, menyampaikan info yang bersifat pribadi mengenai dirinya dan memberikan perhatian kepada orang lain sebagai suatu bentuk penghargaan yang akan memperluas kesempatan untuk terjadinya sharing. Kemampuan membuka diri sangat berguna agar hubungan yang sudsah berlangsung dapat berkembang ke hubungan yang lebih pribadi dan lebih mendalam, kemampuan bersifat asertif adalah kemampuan untuik memperhankan hak-hak pribadi secara tegas, mengemukakan gagasan, perasaan dan keyakinan secara langsung, jujur, jelas dan cara yang sesuai. Dalam konteks komunikasi interpersonal kemampuan bersikap asertif melihat sejauh mana seseorang mampu mengungkapkan ketidaksetujuan atas berbagai macam hal atau peristiwa yang tidak sesuai dengan alam pikirannya, kemampuan memberikan dukungan emosional sangat berguna untuk mengoptimalkan komunikasi interpersonal antar dua pribadi.

(17)

Menurut Barker & Reis (1988) dukungan emosional mencakup kemampuan untuk menenangkan dan memberi rasa nyaman kepada orang lain ketika orang tersebut dalam keadaan tertekan dan bermasalah, kemampuan mengelola dan mengatasi konflik-konflik yang timbul dalam hubungan interpersonal. Setiap hubungan antar pribadi mengandung unsur-unsur konflik atau perbedaan kepentingan. Konflik merupakan situasi yang ditandai oleh adanya tindakan salah satu pihak yang menghalangi, menghambat, dan mengganggu tindakan pihak lain. Menurut Burhmester Furman Wittenberg & Reis (1988) dalam situasi konflik yang terjadi empat kemungkinan yaitu memutuskan untuk mengakhiri hubungan, menghrapkan keadaan membaik dengan sendirinya, menunggu masalah lebih memburuk dan berusaha menyelesaikan.

Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi kompetensi interpersonal yaitu faktor bersifat eksternal dan internal. Dalam faktor eksternal ini adalah kontak dengan orang tua, interaksi dengan teman sebaya, aktivitas, dan partisipasi sosial. Menurut Hetherington dan Parke, kontak dengan orang tua banyak berpengaruh terhadap kompetensi interpersonal anak. Adanya kontak di antara mereka menjadikan anak belajar dari lingkungan sosialnya dan pengalaman bersosialisasi tersebut dapat mempengaruhi perilaku sosialnya. Selain itu, sebagaimana diungkapkan oleh Kramer dan Gottman, individu yang memiliki kesempatan untuk berinteraksi dengan teman sebaya memiliki kesempatan yang lebih besar untuk meningkatkan perkembangan sosial, perkembangan emosi, dan lebih mudah membina hubungan interpersonal. Dalam faktor internal terdapat jenis kelamin, tipe kepribadian, kematangan. Hal ini terkait dengan ungkapan Nashori, yang menyatakan bahwa anak-anak dan remaja laki-laki terbukti memiliki tingkat gerakangerakan yang aktif yang lebih tinggi dibanding anak-anak perempuan. Pada gilirannya nanti, gerakan-gerakan itu menjadi modal untuk berinisiatif melakukan hubungan sosial-interpersonal, bersikap asertif, dan aktif menyelesaikan problem atau konflik yang dihadapi.

(18)

Selain itu, kematangan juga mempengaruhi kompetensi interpersonal. Dibutuhkan kematangan tertentu, sekurang-kurangnya pada usia remaja, agar seseorang memiliki kompetensi interpersonal secara baik.

Menurut Mulyasa (2003) kelas akselerasi berarti belajar dimungkinkan untuk diterapkan sehingga siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata dapat menyelesaikan pelajrannya lebih cepat dari masa belajar yang ditentukan. Akselerasi belajar tidak sama dengan loncat kelas sebab dalam akselerasi belajar setiap siswa tetap harus mempelajari seluruh bahan yang seharusnya dipelajari. Akselerasi dapat dilakukan dengan bantuan modul atau lembar kerja yang disediakan sekolah. Melalui akselerasi belajar siswa yang berkemampuan tinggi dapat mempelajari seluruh bahan pelajaran dengan lebih cepat dibandingkan siswa yang lain.

Program percepatan (akselerasi) adalah pemberian pelayanan pendidikan sesuai potensi kecerdasan dan bakat istimewa yang dimiliki oleh siswa, dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk menyelesaikan program reguler dalam jangka waktu yang lebih singkat dibanding teman-temannya (Direktorat pendidikan luar biasa, dalam Utami, 2012). Dengan akselerasi, siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa diberi peluang untuk dapat menyelesaikan study di SD kurang dari 6 tahun (misalnya 5 tahun), di SLTP dan SMU masing-masing kurang dari 3 tahun (misalnya 2 tahun, dengan menyelesaikan semua karya kurikulum tanpa loncat kelas).

Kelas reguler adalah kelas yang dibentuk untuk menjadi kelas yang kooperatif, yaitu siswa yang berkerja sama, saling mendukung antar siswa lain dalam meningkatkan prestasinya. Dengan adanya pola belajar yang kooperatif, siswa terbentuk menjadi individu yang mampu memahami apa yang dirasakan atau dialami teman lain karena mereka menyadari bahwa mereka

(19)

juga merasakan hal yang sama, saling membantu dan mendukung satu sama lain, bersama-sama untuk menjadi siswa berprestasi (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional, 2006).

Perbedaan Kompetensi Interpersonal Antara Siswa Kelas Akselerasi Dan Siswa Kelas Reguler Di SMP Negeri 9 Ambon

Pada dasarnya manusia diciptakan sebagai makhluk sosial, dimana manusia itu membutuhkan orang lain maupun lingkungan untuk dapat berinteraksi satu dengan yang lain. Dalam dunia pendidikan, tak dapat dipungkiri bahwa sekolah merupakan salah satu lingkungan sosial bagi para siswa maupun pendidik untuk dapat berinteraksi. Untuk dapat meningkatkan dan mengembangkan potensi diri siswa sebagai peserta didik dalam lingkungan pendidikan, tentunya siswa tidak mampu untuk berdiri sendiri namun ia membutuhkan orang lain untuk saling berinteraksi atau berhubungan. Salah satu kualitas hidup yang banyak menentukan keberhasilan menjalin hubungan dengan orang lain adalah kompetensi interpersonal.

Menurut Buhrmester, Firman, Witenberg dan Reis (1988) mengatakan bahwa kompetensi interpersonal adalah keterampilan atau kemampuan yang dimiliki individu untuk membina hubungan yang baik dan efektif dengan orang lain atau antar individu. Menurut Utami (2001) Siswa yang berada di Sekolah Menengah Pertama adalah siswa yang usianya berkisar antara 12-15 tahun yang dikategorikan dalam masa remaja awal. Pada masa ini, remaja mengalami salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit, yaitu berhubungan dan penyesuaian sosialnya.Kompetensi interpersonal yang memadai memungkinkan remaja dapat menjalankan tugas perkembangannya dengan baik.Pada remaja maupun siswa hubungan interpersonal lebih banyak diwujudkan dalam hubungan pertemanan (Mulyati, 1997). Hubungan pertemanan disekolah sangat penting karena teman adalah seseorang yang dapat dipercaya dan dapat diajak

(20)

berbicara dan diandalkan dalam hal tertentu. Hurlock (1980), mengungkapkan bahwa selain daya tarik fisik, kondisi yang menyebabkan remaja diterima oleh teman sebayanya adalah kesan kepribadian yang menyenangkan, hangat dan gembira, mau bekerja sama dan tidak egois.

Walaupun sifat-sifat positif tersebut ada pada semua orang, namun kadar kompetensi interpersonal pada tiap-tiap orang berbeda-beda. Hal ini sangat nyata terlihat pada siswa-siswi di sekolah yang termasuk dalam kelas regular dan kelas akselerasi.Yang mana sistem belajar yang berbeda di sekolah juga dapat memengaruhi kompetennsi interpersonal siswa.

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah adanya Perbedaan Kompetensi Interpersonal Yang Signifikan Antara Siswa Kelas Akselerasi Dengan Siswa Kelas Reguler di SMP Negeri 9 Ambon.

METODE PENELITIAN Partisipan

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMP Negeri 9 Ambon yang terdiri dari siswa kelas VII reguler; siswa kelas VIII reguler; siswa kelas VII akselerasi; dan siswa kelas VIII akselerasi yang berjumlah 684. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian adalah purposive sampling (Sugiyono, 2013). Karakteristik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa yang memiliki prestasi akademik yang baik yang menduduki peringkat satu, dua dan tiga pada semester pertama. Dengan demikian diperoleh jumlah ukuran sampel kelas reguler sebanyak 54 partisipan, terdiri dari kelas VII sebanyak 30 partisipan, dan kelas VIII sebanyak 24 partisipan, sedangkan ukuran sampel kelas akselerasi adalah sebanyak 54 partisipan, terdiri dari kelas VII sebanyak 28 partisipan, dan kelas VIII sebanyak 26 partisipan.

(21)

Alat Ukur Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif komparatif. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan satu skala, yaitu Interpersonal Competence Questionnaire (ICQ) untuk mengukur Kompotensi Interpersonal. Dalam penelitian ini, skala Interpersonal Competence Questionnaire (ICQ) mengacu pada alat ukur yang dikembangkan oleh Buhrmester dkk., (1988) yang di modifikasi oleh penulis. Alat ukur ini terdiri dari 5 aspek yaitu, kemampuan berinisiatif, kemampuan membuka diri, kemampuan bersifat asertif, kemampuan memberikan dukungan emosional, dan kemampuan mengelola dan mengatasi konflik-konflik yang timbul dalam hubungan interpersonal. ICQ yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 34 item yang disusun dalam bentuk skala Likert, dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Berdasarkan pengujuan reliabilitas alat ukur yang dilakukan oleh Buhrmester dkk., (1988) diketahui bahwa tingkat reliabilitas ICQ berkisar antara 0.89 yang berarti alat ukur ini sangat layak digunakan sebagai alat ukur penelitian.

Sebelum skala ini dipergunakan ini dipergunakan terlebih dahulu dilakukan uji coba (try out), pada penelitian ini penulis menggunakan try out terpakai yaitu subjek yang digunakan untuk try out digunakan sekaligus untuk penelitian. Seleksi item pada skala Interpersonal Competence Questionnaire (ICQ) yang terdiri dari 34 item ini menggunakan penghitungan dengan program SPSS 16.0 for windows dan koefisien korelasi sebesar ≥ 0,30 seperti yang dikemukakan oleh Azwar (2013).

Berdasarkan pada perhitungan uji seleksi item dan reliabilitas Skala Interpersonal Competence Questionnaire (ICQ) yang terdiri dari 34 item, diperoleh item yang gugur sebanyak 4 item yaitu item nomor 9, 29, 31, dan 33 dengan koefisien korelasi item totalnya bergerak antara 0,310 - 0,645. Sedangkan teknik pengukuran untuk menguji reliabilitas adalah

(22)

menggunakan teknik koefisien Alpha Cronbach, sehingga dihasilkan koefisien Alpha pada Skala kompetensi interpersonal sebesar 0,899. Salah satu ciri instrument ukur yang berkualitas baik adalah reliabel (reliable), yaitu mampu menghasilkan skor yang cermat dengan eror pengukuran kecil. Koefisien reliabilitas berada dalam rentang angka dari 0 sampai dengan 1,00. Bila koefisien reliabilitas semakin tinggi mendekati angka 1,00 berarti pengukuran semakin reliabel, begitupun sebaliknya (Azwar, 2012). Hal ini berarti Skala Interpersonal Competence Questionnaire (ICQ) reliabel.

Prosedur Pengambilan Data

Proses pengambilan data yang dilakukan penulis di SMP Negeri 9 Ambon berlangsung selama 3 hari yaitu dari tanggal 15 Januari sampai dengan tanggal 17 Januari 2015. Pada hari pertama, penulis datang ke Sekolah dan menemui Kepala Sekolah SMP Negeri 9 Ambon untuk membicarakan beberapa hal yang terkait dengan proses pelaksanaan penelitian yaitu mengenai proses pengambilan sampel sesuai dengan kriteria yang telah di tetapkan oleh penulis, dalam hal ini siswa yang terpilih sebagai sampel penelitian adalah siswa di kelas akselerasi dan siswa di kelas reguler yang memiliki nilai rata-rata berkisar dari nilai 80-100 pada semester pertama. Berdasarkan hasil kesepakatan bersama Kepala Sekolah dan salah seorang Guru bagian KARUS KURIKULUM, maka di tentukan waktu dan tempat penelitian. Sehingga pada tanggal 16 Januari 2015 penulis di beri kesempatan untuk menyebarkan skala penelitian di kelas VII dan VIII Akselerasi secara bergiliran pada pukul 10.00 WIB dan pukul 12.00 WIB. Setelah itu pada tanggal 17 Januari 2015 penulis kemudian melanjutkan proses penyebaran skala pada pukul 13.00 WIB kepada siswa kelas Reguler yang telah di pilih menjadi sampel penelitian.

(23)

Teknik Analisis Data

Untuk melihat perbedaan kompetensi interpersonal pada siswa kelas akselerasi dan kelas reguler di SMP Negeri 9 Ambon penulis menggunakan t-test untuk 2 sampel independent. Analisis data dilakukan dengan bantuan program bantu computer yaitu SPSS 16.0 for Windows.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Deskriptif

Untuk menentukan tinggi rendahnya hasil pengukuran variabel kompetensi interpersonal pada siswa kelas akselerasi dan kelas reguler, maka digunakan 4 buah kategori yaitu sangat tinggi, tinggi, rendah, dan sangat rendah. Jumlah pilihan pada masing-masing item adalah 4 (empat). Maka skor maksimum yang diperoleh dengan cara mengkalikan skor tertinggi dengan jumlah soal, yaitu : 4 x 30 item valid = 120 dan skor minimum yang diperoleh dengan cara mengkalikan skor terendah dengan jumlah soal, yaitu : 1 x 30 item valid = 30. Dengan adanya skor tertinggi dan terendah dan banyaknya kategori, maka dapat dihitung lebar interval dengan rumus sebagai berikut :

Berdasarkan hasil tersebut, dapat ditentukan kategori pada Kompetensi interpersonal sebagai berikut :

Sangat Tinggi : 97,5 ≤ x < 120 Tinggi : 75 ≤ x < 97,5 Rendah : 52,5 ≤ x < 75 Sangat Rendah : 30 ≤ x < 52,5

(24)

Berikut adalah hasil perhitungan nilai rata-rata, minimal, maksimal, dan standar deviasi sebagai hasil pengukuran Skala kompetensi interpersonal pada siswa di kelas akselerasi dan siswa di kelas reguler dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel Statistik Deskriptif Hasil Pengukuran Kompetensi Interpersonal Pada Siswa Kelas Akselerasi dan Siswa Kelas Reguler

Jenis Interval Kategori f % Mean SD Ma

x Min Akse leras i 97,5 ≤ x < 120 Sangat Tinggi 37 68,52 % 101.67 12.20 6 120 78 75 ≤ x < 97,5 Tinggi 17 31,48% 52,5 ≤ x < 75 Rendah 0 0% 30 ≤ x < 52,5 Sangat Rendah 0 0% Jumlah 54 100 Reg uler 97,5 ≤ x < 120 Sangat Tinggi 13 24,08% 9.083 117 65 75 ≤ x < 97,5 Tinggi 39 72,22% 90.13 52,5 ≤ x < 75 Rendah 2 3,70% 30 ≤ x < 52,5 Sangat Rendah 0 0% Jumlah 54 100

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa sebagian besar siswa akselerasi memiliki tingkat kompetensi interpersonal sangat tinggi yaitu sebanyak 37 siswa atau sebesar 68,52%, yang dimana skor paling rendah adalah 78 dan skor paling tinggi adalah 120, rata-ratanya sebesar 101,67 dengan standar deviasi 12,206. Begitu juga dengan siswa yang berada di kelas regular memiliki tingkat kompetensi interpersonal yang tinggi yaitu sebanyak 39 siswa atau sebesar 72,22%, yang dimana skor paling rendah adalah 65 dan skor paling tinggi adalah 117 rata-ratanya sebesar 90,13 dengan standar deviasi 9,083.

(25)

Uji Asumsi

Tahap selanjutnya adalah melakukan Uji asumsi. Uji asumsi yang dilakukan terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas di lakukan dengan tujuan untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi data penelitian pada setiap variabel dengan menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov Test. Data dapat dikatakan normal apabila nilai p > 0,05. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Akselerasi Reguler

N 54 54

Normal Parametersa Mean 101.67 90.13 Std. Deviation 12.206 9.083 Most Extreme Differences Absolute .104 .082

Positive .071 .067

Negative -.104 -.082

Kolmogorov-Smirnov Z .768 .606

Asymp. Sig. (2-tailed) .598 .857

Pada Skala kompetensi interpersonal pada siswa akselerasi diperoleh nilai K-S-Z sebesar 0,768 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,598 (p>0,05). Sedangkan pada skor kompetensi interpersonal pada siswa reguler memiliki nilai K-S-Z sebesar 0,606 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,857. Dengan demikian kedua jenis sanpel berdistribusi normal.

Selanjutnya adalah uji homogenitas yang bertujuan untuk melihat apakah sampel dari penelitian berasal dari populasi yang sama. Data dapat dikatakan homogeny apabila nilai probabilitas p > 0,05. Hasil dari uji homogenitas dapat dilihat pada Tabel berikut:

(26)

Test of Homogeneity of Variances

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

7.444 1 106 .007

Dari Tabel di atas dapat dilihat nilai signifikansi dari uji homogenitas dari sampel siswa kelas akselerasi dan siswa kelas regular sebesar 0.007. Karena signifikansi 0,007 < 0,05, sehingga dapat dikatakan bahwa sampel penelitian ini bersifat tidak homogen atau memiliki varians yang tidak sama.

T-Test

Dari perhitungan uji-t, dapat dilihat pada tabel berikut: Independent Samples Test Levene's

Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. T Df Sig. (2-tailed ) Mean Differen ce Std. Error Differen ce 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper kompete nsi interpers onal Equal variances assumed 7.44 4 .007 5.57 2 106 .000 11.537 2.070 7.432 15.642 Equal variances not assumed 5.57 2 97.92 1 .000 11.537 2.070 7.428 15.646

(27)

Hasil perhitungan uji beda (uji-t), diperoleh nilai t-hitung adalah sebesar 5,572 dengan signifikansi = 0,000 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan antara kompetensi interpersonal pada siswa akselerasi dan siswa reguler.

Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian tentang perbedaan kompetensi interpersonal pada siswa kelas akselerasi dan kelas reguler di SMP Negeri 9 Ambon, maka di dapatkan hasil perhitungan uji beda (uji-t) sebesar 5, 572 dengan signifikansi 0,000 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis penelitian diterima, yang berarti bahwa ada perbedaan kompetensi interpersonal pada siswa kelas akselerasi dan siswa kelas reguler di SMP Negeri 9 Ambon.

Hasil penelitian ini senada dengan penelitian yang di lakukan oleh Ristyana, 2009 (dalam Enggar, 2008) bahwa terdapat perbedaan kemampuan hubungan interpersonal yang signifikan antara siswa akselerasi dan non akselerasi di SMA Negeri 2 Lumajang.

Dalam dunia pendidikan formal kompetensi interpersonal adalah suatu hal yang tidak kalah pentingnya. Seperti yang telah di jelaskan pada bab sebelumnya bahwa untuk dapat meningkatkan dan mengembangkan potensi diri siswa sebagai peserta didik dalam lingkungan pendidikan agar dapat mencapai keberhasilan tentunya siswa tidak mampu untuk berdiri sendiri namun ia membutuhkan orang lain untuk saling berinteraksi atau berhubungan. Setiap berhubungan dengan orang lain individu memerlukan komunikasi yang baik. Salah satu kualitas hidup yang banyak menentukkan keberhasilan menjalin hubungan dengan orang lain adalah kompetensi interpersonal.

Menurut Buhrmester, Furman, Wittenberg & Reis (1988) mengatakan bahwa kompetensi interpersonal adalah keterampilan atau kemampuan yang dimiliki individu untuk membina hubungan yang baik dan efektif dengan orang lain atau antar individu. Sedangkan menurut

(28)

Spitzberg dan Cupach (dalam De Vito, 1999) mengemukakan kompetensi interpersonal merupakan kemampuan menjalin hubungan antar pribadi secara efektif. Hal ini ditandai oleh adanya karakteristik-karakteristik psikologis yang mendukung dalam menciptakan dan membina hubungan antar pribadi yang baik dan memuaskan.

Berdasarkan kategorisasi data empiric variabel kompetensi interpersonal dapat dilihat bahwa sebagian besar siswa akselerasi memiliki tingkat kompetensi interpersonal sangat tinggi yaitu sebanyak 37 siswa atau sebesar 68,52%, yang dimana skor paling rendah adalah 78 dan skor paling tinggi adalah 120, rata-ratanya sebesar 101,67 dengan standar deviasi 12,206. Begitu juga dengan siswa yang berada di kelas regular memiliki tingkat kompetensi interpersonal yang tinggi yaitu sebanyak 39 siswa atau sebesar 72,22%, yang dimana skor paling rendah adalah 65 dan skor paling tinggi adalah 117 rata-ratanya sebesar 90,13 dengan standar deviasi 9,083.

Dari hasil kajian penelitian di atas dapat menunjukkan bahwa kategori sangat tinggi yang dimiliki oleh sebagian besar siswa dikelas akselerasi dan kategori tinggi yang dimiliki oleh sebagian besar siswa dikelas reguler mengindikasikan bahwa kompetensi interpersonal mereka juga sangat tinggi atau baik.

Dalam tulisannya, Golson (2006) juga menyatakan bahwa bukan persoalan seseorang memiliki kecerdasan, juga bukan karena yang bersangkutan memiliki kemampuan untuk mengelaborasi masalah dari persoalan yang dihadapi, namun jika yang bersangkutan tidak memiliki kemampuan untuk berkomunikasi kepada orang lain, maka kemampuan-kemampuan tersebut menjadi tidak berguna, kompetensi interpersonal merupakan kunci bagi individu untuk mengkomunikasikan ide-ide cemerlangnya kepada orang lain. Lebih lanjut diungkap Golson (2006) bahwa orang yang memiliki kemampuan sosial dan dapat berkomunikasi dengan orang lain dalam waktu yang lama cenderung lebih berhasil dibanding dengan mereka yang tidak

(29)

memiliki kemampuan tersebut, dan salah satu faktor yang banyak menentukan keberhasilan dalam menjalin komunikasi dengan orang lain adalah kompetensi interpersonal.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara kompetensi interpersonal siswa kelas akselerasi dan siswa kelas reguler pada SMP Negeri 9 Ambon.

Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas tentang perbedaan kompetensi interpersonal pada siswa kelas akselerasi dan siswa kelas reguler di SMP Negeri 9 Ambon maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara kompetensi interpersonal siswa kelas akselerasi dan siswa kelas reguler pada SMP Negeri 9 Ambon. Sebagian besar siswa di kelas akselerasi tergolong dalam kategori kompetensi interpersonal yang sangat tinggi dengan presentase 68,52 %, sedangkan sebagian besar siswa kelas reguler berada pada kategori kompetensi interpersonal yang tinggi dengan presentase 72,22 %.

Mengingat banyaknya keterbatasan penulis dalam melakukan penelitian, maka penulis menyarankan beberapa saran. Bagi siswa-siswi di sekolah baik siswa di kelas akselerasi maupun siswa di kelas reguler di harapkan agar tetap dapat memiliki kompetensi interpersonal yang baik entah itu dalam hubungannya dengan teman sebaya di sekolah maupun dengan keluarga dan masyarakat. Selain itu penulis juga ingin memberi saran kepada peneliti selanjutnya agar dapat memanfaatkan secara maksimal hasil penelitian yang ada dan dapat meningkatkan kualitas penelitian khususnya yang berhubungan dengan variabel kompetensi interpersonal seperti menambah jumlah subjek penelitian tidak hanya untuk siswa kelas akselerasi dan siswa kelas

(30)

reguler saja tetapi juga untuk kelas yang lainnya seperti kelas belengual ataupun kelas bakat istimewa yang lainnya serta dapat memperluas kasanah penelitian yang sudah ada.

DAFTAR PUSTAKA

Buhrmester, D., Furman, W., Wittenberg, M.T., & Reis, D. (1988). Five Domain of Interpersonal Competence in Peer Relationships. Journal of Personality and Social Psychology, 55 (6), 991-1008.

DeVito, A. (1999). The interpersonal communication book.7 ed. New York: Harper Collins College.

Ernaeny, W. (2010). Perbedaan Kompetensi Interpersonal Pada Siswa Kelas Akselerasi Dengan Siswa Kelas Reguler Ditinjau dari Usia di SMP Negeri 1 Gorontalo. Skripsi (tidak diterbitkan). FKIP Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Gorontalo.

Enggar, M. (2008). Kompetensi Interpersonal Remaja Berbakat Ditinjau Dari Konsep Diri. Skripsi (tidak diterbitkan). Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.

(31)

Fauziah, Nuri dan Nono H Y. (2007). Dinamika Kecerdasan Emosi Pada Siswa Akselerasi di SDN Kendangsari 1 Surabaya. Gifted Review Journal UI. Vol 01 No 01 Februari.

Handfield, R. (2006). Faith in the Moral Integrity of Others. http://www.careersuperstar.com/interpersonal_competence/

Hurlock, E. B (1999). Psikologi perkembangan pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Jakarta: Erlangga

Indriasari F R, (2011). Kematangan Sosial Ditinjau Dari Tipe Pembelajaran Kelas Akselerasi Dengan Kelas Reguler (Non Akselerasi) Di SMP Negeri 9 Surakarta. Skripsi (tidak terbitkan). Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.

Jerving, J. (2001). Managing Through Motivation. e-book: a summary of M35. Managing . Condensed from Management Enrichment Training Program (MERIT) module M35 Managing Through Motivation, published by CUNA’s Center for Professional. www.cuna.org.

Larasati, B. (1992). Komunikasi Efektif. Makalah disampaikan dalam Pelatihan Public Relation yang dilaksanakan Lembaga Pendidikan Abisheka Yogyakarta.

Mulyati, R (1997). Kompetensi interpersonal pada anak panti asuhan dengan sistem pengasuhan ibu asuh. Jurnal Psikologi Pemikira dan Penelitian Psikologi, Vol 4 hal 43-49.

(32)

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional. (2006). Badan Standar Nasional Pendidikan: Standar Isi. WWW.bsnp-indonesia.org (7 Mei 2008)

Putri, R. S. W. (2005). Hubungan Dukungan Sosial Teman Sebaya Dengan Kepercayaan Diri Dalam Menyelesaikan Skripsi.Skripsi (tidak diterbitkan). Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana.

Slameto. (2003). Pembelajaran Akselerasi: PT Prestasi Pustakaraya: Jakarta

Sugiyono, (2006). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

Suryabrata, S. (1983). Metedologi Penelitian. Jakarta: Rajawali.

Swastha, B. (1984). Asas-asas Marketing. Yogyakarta: Liberty

Tambunan, R.(2000). Kegemukan dan Permasalahannya. Jakarta.

Utami D P. (2012). Masalah Mental Dan EmosionalPada Siswa Smp Kelas Akselerasi Dan RegulerStudi Kasus di SMP Negeri 2 Semarang. Skripsi (tidak diterbitkan). Fakultas Kedokteran UNDIP; Semarang. http://bisnis-sehat99.blogspot.com/2012/06/manfaat-cmp-dan-cara-pakai.html (25 Maret 2013)

(33)

http://www.chlorophyllmintpowder.co.id/ (25 Maret 2013)

http://female.kompas.com/read/2012/02/13/11125385/Anda.Berbohong.Soal.Berat.Badan.” Anda Berbohong Soal Berat Badan?”(31 Mei 2013)

Gambar

Tabel Statistik Deskriptif Hasil Pengukuran Kompetensi Interpersonal Pada Siswa  Kelas  Akselerasi dan Siswa  Kelas Reguler

Referensi

Dokumen terkait

Teknologi merupakan bagian dari aktivitas manusia. Sering tidak kita sadari bahwa aktivitas manusia di alam menghasilkan sesuatu yang dapat merusak lingkungan yaitu

PPL adalah semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan, sebagai pelatihan untuk menerapkan teori yang diperoleh dalam semester – semester

Aspek yang paling umum dari laporan hasil belajar peserta didik untuk sekolah (kepala sekolah) adalah ..... minat dan bakat

Hal ini mengindikasikan bahwa secara parsial, faktor pendidikan formal cukup berpengaruh terhadap kinerja aparat pemerintah desa, namun secara simultan

Namun, seperti juga sempadan fizikal, elemen bukan-fizikal dalam pembentukan sempadan ini juga mempunyai fungsi yang lebih kurang sama dengan sempadan fizikal di

Siapa yang harus menjadi pelaku utama di dalam rantai peringatan dini tsunami apakah BPBD Provinsi atau BPBD Kabupaten atau BNPB atau hanya

Berdasarkan kurikulum yang ada pada Jurusan Teknik Elektro Universitas Diponegoro, setiap mahasiswa diwajibkan untuk melakukan kerja praktek di

“ia mbk... saya disini sebagai satu-satunya guru yang mengajar PAI juga berusaha memberikan yang terbaik untuk anak didik saya. pada saat di akhir pembelajaran di kelas,