52
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Anlisis Deskripsi Variabel Penelitian
Analisis pertama yang dilakukan adalah analisis deskriptif yaitu untuk mendapatkan gambaran tentang variabel-variabel yang diteliti. Dalam hal ini variabel yang diteliti adalah modal kerja, profitabilitas, pertumbuhan penjualan dan leverage. Rangkuman statistik deskripsi dari variabel-variabel yang digunakan dalam penenlitian ini disajikan pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1
Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
Minimum Maximum Mean Std. Deviation
WCR -2.50 .52 -.21 .71
ROA -17.00 9.10 -.02 4.09
SG -.35 10.42 .28 1.34
DTA .19 3.34 .92 .91
Sumber: Hasil Pengolahan Data 2014
Dari Tabel 5.3 terlihat bahwa rata-rata (mean) WCR terhadap total aset yang dimiliki oleh 17 perusahaan yang menjadi sampel penelitian adalah -0,21 ; yang artinya nilai negatif pada rata-rata (mean) WCR perusahaan tekstil di dalam sampel menunjukkan aset lancar lebih kecil dari pada total hutang lancar perusahaan. Nilai maksimum dari WCR adalah 0,52 terjadi pada PT Sunson Textile Manufacturer Tbk (SSTM) di tahun 2012, hal ini artinya setiap 100 rupiah total aset perusahaan ini digunakan modal kerja sebesar 52 rupiah. Nilai minimum di dalam sampel sebesar -2.50 yang terjadi pada perusahaan PT Asia Pasific Fibers Tbk (POLY) pada tahun
53 2013 dimana total hutang lancar perusahaan ini lebih besar dari pada total aset lancar.
Variabel ROA perusahaan tekstil dari tahun 2010-2013 bernilai rata-rata (mean) -0.02; Yang artinya untuk setiap 100 rupiah aset mengalami kerugian sebesar 0,02 rupiah. Ditinjau dari rata-rata ROA tabel diatas, perusahaan tekstil periode 2010-2013 mempunyai kinerja yang buruk, karena secara umum perusahaan tekstil dan garmen mengalami kerugian. Nilai maksimum ROA sebesar 9.10 dimiliki oleh PT Tifico Fiber Indonesia Tbk (TFCO). hal ini berarti setiap 100 rupiah aset yang digunakan perusahaan mampu menghasilkan laba bersih sebesar 9.10 rupiah. Dari Tabel 5.3 terdapat ROA minimum senilai (-17) yang terjadi pada PT Unitex Tbk (UNTX) pada tahun 2010; Hal ini berarti setiap 100 penggunaan aset perusahaan mengalami kerugian sebesar 17 rupiah.
Variabel SG merupakan pertumbuhan perusahaan yang diukur dari pertumbuhan penjualan perusahaan pada tahun sebelumnya. Nilai rata-rata (mean) pertumbuhan penjualan 17 perusahaan manfaktur tahun 2010-2013 adalah 0.28. Hal ini menunjukkan bahwa setiap 100 rupiah penjualan perusahaan mengalami pertumbuhan laba sebesar 0.28% berdasarkan penjualan tahun sebelumnya. Nilai maksimum sebesar 10.42 terjadi pada PT Ricky Putra Globalindo Tbk (RICY) pada tahun 2010 yang berarti setiap 100 rupiah dari penjualan perusahaan menghasilkan kenaikan 10.42 % pertumbuhan penjualannya dari tahun sebelumnya. dan nilai terendah sebesar -0.35 yang terjadi pada PT Unitex Tbk (UNTX) pada tahun 2012
54 dimana setiap 100 rupiah aset perusahaan mengakibatkan penurunan penjualan sebesar 0.35%.
Variabel DTA memiliki nilai rata-rata (mean) sebesar 0.91; Hal ini berarti setiap 100 rupiah aset mengandung oleh hutang sebesar 91 rupiah. Ditinjau dari rata-rata DTA tabel diatas, perusahaan tekstil periode 2010-2013 termasuk perusahaan kurang solvable dikarenakan perbandingan hutang dengan asetnya mendekati angka 1. Nilai maksimum debt ratio adalah 3.34 yang dialami PT Asia Pasific Fibers Tbk (POLY) pada tahun 2013. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan ini tidak solvable karena proporsi hutang perusahaan melebihi asetnya. Di dalam sampel juga terdapat perusahaan dengan nilai minimum debt ratio 0.19. Hal ini dialami oleh PT Tifico Fiber Indonesia Tbk (TFCO) tahun 2013.
5.2 Analisis Hasil Penelitian dan Pembahasan 5.2.1 Uji Asumsi Klasik
Sebelum melakukan pengujian hipotesis & persamaan regresi, maka terlebih dahulu perlu dilakukan uji asumsi klasik.
5.2.1.1 Uji Normalitas
Hasil uji normalitas menunjukkan nilai signifkansinya (Asymp.Sig
2-tailed) adalah sebesar 0,859 (lihat dalam lampiran). Nilai signifikansi lebih
dari 0,05 (0,399 > 0,05), menunjukkan bahwa data tersebut terdistribusi normal.
55
5.2.1.2 Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dimaksudkan untuk menguji ada tidaknya hubungan yang linear antar variabel independen yang satu dengan yang lain.
Tabel 5.2
Uji Multikolinearitas dengan Tolerance dan VIF
Variabel Collinearity Statistic Tolerance VIF ROA .938 1.066 SG .985 1.015 DTA .943 1.060
Sumber: Hasil Pengolahan Data 2014
Berdasarkan nilai Tolerance dan VIF yang terdapat pada Tabel 5.2 dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel independent tidak terdapat permasalahan multikolinieritas, hal ini dikarenakan semua nilai Tolerance berada di atas 0.1 dan nilai VIF dibahwah 10 yaitu : ROA adalah 1.066, SG adalah 1.015 dan DTA adalah 1.060 ketiganya lebih dari 10.
5.2.1.3 Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui apakah terjadi autokorelasi antar anggota sampel yang diurutkan berdasarkan waktu. Hasil autokorelasi menunjukkan angka dW sebesar 1.028. Tabel dW menunjukkan untuk variabel bebas berjumlah 3 dan jumlah pengamatan 60 (k=3, n=60) dengan persamaan dU<dW<4-dU maka 1.651 < 1.028 < (4-1.651) ditolak, Sehingga ada gejala autokorelasi pada model regresi ini. Oleh karena itu peneliti menambah satu variabel (WCRt-1) untuk mengatasi autokorelasi. Setelah dimasukkan variabel WCRt-1 nilai dW adalah +2.123.
56 Nilai persamaan dU < dW < 4-dU adalah 1.688 < 2.123 < 4-1.688 (2,312) hal ini berarti model regresi linier berganda ini tidak terdapat masalah autokorelasi.
5.2.1.4 Uji Heteroskedastitas
Tabel 5.3 Uji Heteroskedastitas
Sumber : Hasil Pengolahan Data 2014
Dari gambar scatterplot diatas terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak, tidak membentuk sebuah pol tertentu yang jelas. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedasitas pada model regresi ini.
5.3 Pengujian Hipotesis
Pengujian Hipotesis dilakukan untuk mengetahui nilai koeefisien determinasi (R Square), Hasil pengujian secara parsial (Uji F) dan hasil pengujian secara simultan dari variabel ROA, SG dan DTA terhadap WCR yang menjadi kajian dalam penelitian ini.
57
Tabel 5.4
Hasil Pengujian Pengaruh Profitabilitas, Pertumbuhan Penjualan dan
Leverage terhadap Modal Kerja
Model t Sig. B Std. Error 1 (Constant) 0,173 0,060 2,90 0,005 *** ROA 0,010 0,006 1,66 0,101 SG 0,003 0,017 0,16 0,872 DTA -0,229 0,080 -2,87 0,006 *** WCRt-1 0,733 0,086 8,542 0,000 *** R 0,860 F hitung 226,195 0,000 ***
Sumber : Hasil Pengolahan Data 2014 Keterangan
*** : Signifikansi pada = 1%
5.3.1 Analisis Koefisien Determinasi
Berdasarkan Tabel 5.4 diperoleh satu model regresi dengan nilai koeefisien determinasi (R Square) sebesar 0.860 (86 %). Koefisien determinasi ini menunjukkan bahwa 86 % variabilitas working Ccapital dapat dijelaskan oleh profitabilitas, pertumbuhan penjualan, leverage dan WCRt-1. Sedangkan sebesar 14 % dijelaskan oleh hal-hal atau variabel lain, yang tidak masuk dalam model penelitian ini.
5.3.2 Secara Simultan (Uji F)
Dari perhitungan didapat nilai F
hitung sebesar 226.195 dengan tingkat signifikansi sebesar 5% dan df
1 = 4 dan df 2 = 5, didapat nilai F tabel = 0.849
58 karena nilai F
hitung (226.2) > nilai F
tabel = (0.849) maka Ho ditolak atau terdapat kecocokan antara model dengan data. Dapat disimpulkan bahwa profitabilitas, pertumbuhan penjualan, leverage dan modal kerja tahun sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap modal kerja (working capital). Atau jika dilihat dengan menggunakan nilai signifikansi, diketahui bahwa nilai sig (0.000 < 0.005) sehingga memiliki kesimpulan yang sama dengan Uji F yaitu terdapat kecocokan antara model dengan data.
5.3.3 Secara Parsial (Uji t)
Dari Tabel 5.4. diketahui bahwa persamaan regresi yang dihasilkan adalah :
WCR = 0.173 + 0.010 ROA + 0,003 SG + (-0.299) DTA + 0.733 WCRt-1 Pada model persamaan regresi diatas tampak bahwa nilai konstanta sebesar 0,173 menunjukkan bahwa jika diasumsikan tidak ada variabel ROA, SG, DTA dan WCRt-1 yang mempengaruhi, maka penguasaan modal kerja perusahaan tekstil dan garmen adalah sebesar 0.173. Artinya nilai konstanta berpengaruh secara signifikan terhadap modal kerja walaupun dengan tidak adanya variabel X1 sampai dengan X4.
Dengan memperhatikan Tabel 5.4 hasil uji secara parsial dilakukan untuk menggambarkan pengaruh satu variabel independen (profitabilitas, pertumbuhan penjualan, leverage dan modal kerja tahun sebelumnya) secara parsial atau sendiri-sendiri dalam menerangkan variabel dependen (modal kerja).
59
I. Pengujian Pengaruh Variabel Profitabilitas terhadap Modal Kerja
Menggunakan signifikansi dapat dilihat bahwa nilai ROA sebesar 0.101 lebih besar 0.005 (0.101 > 0.005) maka Ho diterima atau H1 ditolak. Dapat disimpulkan bahwa secara parsial tidak ada pengaruh signifikan profitabilitas terhadap modal kerja.
II. Pengujian Pengaruh Variabel Pertumbuhan Penjualan Terhadap Modal Kerja
Menggunakan signifikansi dapat dilihat bahwa nilai SG sebesar 0.872 lebih besar dari 0.005 (0.872 > 0.005) maka Ho diterima atau H2 ditolak. Dapat disimpulkan bahwa secara parsial tidak ada pengaruh yang signifikan pertumbuhan penjualan terhadap modal kerja.
III. Pengujian Pengaruh Variabel Leverage terhadap Modal Kerja
Dilihat dari tabel variabel DTA bahwa signifikansi sebesar 0.006 lebih kecil dari 0.005 (0.006 < 0.005) maka Ho ditolak atau H3 diterima. Dapat disimpulkan bahwa secara parsial ada pengaruh yang signifikan
leverage terhadap modal kerja.
IV. Pengujian Pengaruh Variabel Modal kerja tahun sebelumya (WCRt-1) Terhadap Modal Kerja
Menggunakan signifikansi WCRt-1 juga dapat dilihat bahwa
probabilitas value sebesar 0.000 lebih kecil dari 0.005 (0.000 < 0.005) maka
60 pengaruh signifikan modal kerja tahun sebelumya (WCRt-1) terhadap modal kerja tahun berjalan.
5.4 Interpretasi Hasil Penelitian
I. Variabel Profitabilitas terhadap Modal Kerja
Koefesien regresi variabel profitabilitas (X1) adalah 0.01. Koefiisien bernilai positif artinya terjadi hubungan positif antara variabel independen dengan variabel dependen, semakin naik profitabilitias maka semakin naik modal kerja. Tabel 5.1 menunjukkan rata-rata perusahaan tekstil dan garmen di indonesia mengalami kerugian sebesar 0.21 %. Salah satu indikator meruginya industri TPT ini karena adanya kompetisi yang ketat antar negara-negara produsen TPT di dunia, seperti Cina, India, Amerika Serikat, dan Uni Eropa. Menurut Thuborn (2010) pada tahun 2007 secara keseluruhan nilai ekspor TPT Indonesia sebesar US$ 9,73 miliar, dimana menduduki ranking 12 untuk ekspor tekstil dan ranking 8 untuk ekspor garmen dunia.
Sementara persaingan di pasar dunia semakin meningkat, kondisi industri TPT di dalam negeri justru relatif memprihatinkan. Salah satu keadaan yang memperburuk prospek perkembangan industri TPT di Indonesia adalah iklim investasi yang sangat tidak kondusif. Padahal industri TPT sangat membutuhkan investasi yang besar untuk merevitalisasi mesin-mesin maupun teknologi yang sudah tua. Menurut API (2012) peringkat Industri TPT Indonesia menurun peringkat menjadi 42, hal ini disebabkan oleh isu-isu non tarrif barrier, seperti transshipment dan
61
dumping ikut mempengaruhi arus penetrasi perdagangan TPT dari negara
berkembang ke negara maju. Iklim investasi yang tidak kondusif disebabkan antara lain, belum adanya kepastian hukum, meluasnya korupsi, birokrasi yang berbelit-belit masalah tenaga kerja, dan perpajakan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nazir dan Afza (2009) dimana hasil penelitiannya menunjukkan pengaruh profitabilitas terhadap modal kerja adalah positif tidak signifikan. Penelitian tersebut menggunakan sample 132 perusahaan Manufaktur dari 14 kelompok industri yang terdaftar di Bursa Efek Karachi (KSE) antara periode 2004-2007. Namun hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian Taleb (2010) yang menemukan pengaruh positif signifikan dari profitabilitas terhadap modal kerja pada 82 perusahaan industri dari yang terdaftar di Bursa Efek Amman (ASE) untuk periode 2005-2007.
II. Variabel Pertumbuhan Penjualan terhadap Modal Kerja
Koefesien regresi variabel pertumbuhan penjualan (X2) adalah 0.003. Koefiisien bernilai positif artinya terjadi hubungan positif antara variabel independen dengan variabel dependen, semakin naik pertumbuhan penjualan maka semakin naik modal kerja. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa pertumbuhan penjualan perusahaan tekstil pada periode 2010-2013 memiliki pengaruh positif terhadap modal kerja (working capital) walaupun tidak secara signifikan. Rata-rata pertumbuhan 0,28% merupakan pencapaian yang kurang baik apabila dibandingkan dengan prediksi pertumbuhan nasional rata-rata sebesar 5% (sudrajat, 2012). Pertumbuhan
62 sebesar 0.28% ini mengakibatkan kerugian pada perusahaan tekstil dan garmen periode 2010-2013. Hal ini bisa dilihat dari rata-rata ROA dalam Tabel 5.4. Alangkah baiknya perusahaan mengantisipasi pertumbuhan penjualan yang kurang signifikan dengan meningkatkan investasi dalam persediaan. Sebagai hasilnya, kemungkinan perusahaan juga dapat meningkatkan penggunaan pinjaman. Menentukan tingkat modal kerja suatu perusahaan sangatlah penting. Itu berarti perusahaan cenderung untuk berinvestasi dalam modal kerja seperti pada persediaan ketika mereka mengantisipasi pertumbuhan penjualan (Mongrut et. al, 2007).
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hipotesis penelitian Valipour (2012) yang menemukan pengaruh negatif signifikan sales growth terhadap working capital. Sampel terdiri dari 83 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Teheran periode 2001-2010. Sedangkan hasil penelitian ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Appuhami (2008) bahwa ada pengaruh tidak signifikan sales growth terhadap modal kerja dengan koefisien positif. Penelitian yang dilakukan apuhhami mengumpulkan data dari 416 perusahaan industri yang terdaftar di Bursa Efek Thailand tahun 2000-2005 dengan metode analisis regresi. Namun hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian Gill (2011) dimana hasil penelitiannya menunjukkan ada pengaruh negatif sales growth terhadap WCR. Dimana penelitian tersebut menggunakan sampel dari 166 perusahaan industri manufaktur yang terdaftar di Toronto Stock Exchange tahun 2008-2010.
63
III. Variabel Leverage terhadap Modal Kerja
Koefesien regresi variabel DTA (X3) adalah -0.299. Koefiisien bernilai negatif artinya menunjukkan hubungan yang berlawanan. Artinya jika variabel independen lain tetap dan DTA mengalami kenaikan 1 % maka modal kerja akan berkurang sebesar 0.299 %. Dalam hal ini berarti penuruan leverage mengakibatkan naiknya modal kerja. Apabila melihat Tabel 5.3 rata-rata perusahaan tekstil dan garmen memiliki total aset yang lebih besar dibandingkan dengan utang karena nilai debt ratio yang kurang dari 1. Besarnya proporsi hutang menunjukkan bahwa perusahaan Tekstil dapat melunasi kewajiban hutang karena masuk kategori solvable.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nazir dan Afza (2009) dimana hasil penelitiannya menunjukkan pengaruh
leverage terhadap modal kerja adalah negatif signifikan. Dikarenakan
adanya hutang jangka panjang ada tugas perusahaan untuk membayar
interest akibatnya net income yang didapatkan semakin kecil. Net income
inilah yang nantinya akan menjadi cashflow dari operasi masuk dalam kas (current asset). Namun hasil penerlitian ini berbeda dengan hasil penelitian Valipour (2012) yang menemukan pengaruh positif tidak signifikan dari Sampel terdiri dari 83 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Teheran periode 2001-2010.
IV. Variabel WCR-t-1 terhadap Modal Kerja
Ditemukan hasil bahwa koefesien regresi variable WCRt-1 bernilai 0.733; Koefiisien bernilai positif artinya terjadi hubungan positif antara
64 variabel independen dengan variabel dependen. Semakin naik modal kerja tahun sebelumnya maka semakin naik modal kerja tahun ini, begitupun sebaliknya.
Seringkali pada penelitian deret waktu (time series) menunjukkan pengaruh variabel dependen periode sebelumnya terhadap variabel dependen tahun berjalan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Suyanto (2007) yang meneliti pengaruh informasi keuangan (book value dan
earning per share) terhadap harga saham perusahaan perbankan tahun
2001-2005 di BEJ. Penelitian tersebut juga menunjukkan harga saham tahun sebelumnya mempunyai pengaruh sigifikan terhadap harga saham tahun berjalan.