Pengaruh Nilai Budaya terhadap Komunikasi Pengaruh Nilai Budaya terhadap Komunikasi
Word Of Mouth di STIE
Word Of Mouth di STIE PerbanasPerbanas Surabaya
Surabaya
PROPOSAL PENELITIAN PROPOSAL PENELITIAN
Diajukan Untuk Memenuhi Salah
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat PenyelesaianSatu Syarat Penyelesaian Program Pendidikan Strata Satu
Program Pendidikan Strata Satu Jurusan Manajemen Jurusan Manajemen Oleh: Oleh: YUDHA ASMARANDANU YUDHA ASMARANDANU 2008210129 2008210129
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI PERBANASPERBANAS SURABAYA
SURABAYA 2011 2011
Pengaruh Nilai Budaya terhadap Komunikasi Pengaruh Nilai Budaya terhadap Komunikasi
Word Of Mouth di STIE
Word Of Mouth di STIE PerbanasPerbanas Surabaya
Surabaya
PROPOSAL PENELITIAN PROPOSAL PENELITIAN
Diajukan Untuk Memenuhi Salah
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat PenyelesaianSatu Syarat Penyelesaian Program Pendidikan Strata Satu
Program Pendidikan Strata Satu Jurusan Manajemen Jurusan Manajemen Oleh: Oleh: YUDHA ASMARANDANU YUDHA ASMARANDANU 2008210129 2008210129
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI PERBANASPERBANAS SURABAYA
SURABAYA 2011 2011
Pengaruh Nilai Budaya terhadap Komunikasi Pengaruh Nilai Budaya terhadap Komunikasi
Word Of Mouth di STIE
Word Of Mouth di STIE PerbanasPerbanas Surabaya
Surabaya
PROPOSAL PENELITIAN PROPOSAL PENELITIAN
Diajukan Untuk Memenuhi Salah
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat PenyelesaianSatu Syarat Penyelesaian Program Pendidikan Strata Satu
Program Pendidikan Strata Satu Jurusan Manajemen Jurusan Manajemen Oleh: Oleh: YUDHA ASMARANDANU YUDHA ASMARANDANU 2008210129 2008210129
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI PERBANASPERBANAS SURABAYA
SURABAYA 2011 2011
iii iii
PERSETUJUAN PROPOSAL SKRIPSI PERSETUJUAN PROPOSAL SKRIPSI
Nama
Nama : : yudha yudha asmarandanuasmarandanu Tempat,
Tempat, Tanggal Tanggal Lahir Lahir : : Surabaya, Surabaya, 6 6 september september 19891989 N.I.M
N.I.M : 2008210129: 2008210129 Jurusan
Jurusan : : ManajemenManajemen Program
Program Pendidikan Pendidikan : : Strata Strata 11 Konsentrasi
Konsentrasi : : Manajemen Manajemen pemasaranpemasaran Judul
Judul : : pengaruh pengaruh nilai nilai budaya budaya terhadap terhadap komunikasikomunikasi word word of mouth
of mouthdi STIE Perbanas Surabayadi STIE Perbanas Surabaya
Disetujui Dan Diterima Baik Oleh : Disetujui Dan Diterima Baik Oleh :
Dosen Pembimbing, Dosen Pembimbing, Tanggal : Tanggal : (Dra Lindiawati M.M) (Dra Lindiawati M.M)
Ketua Program Studi S1 Manajemen Ketua Program Studi S1 Manajemen Tanggal :
Tanggal :
(Mellyza Silvy S.E, M.Si) (Mellyza Silvy S.E, M.Si)
iv iv
KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR
Segala Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Segala Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sehingga atas Rahmatnya penulis dapat menyelesaikan Proposal Penelitian ini sehingga atas Rahmatnya penulis dapat menyelesaikan Proposal Penelitian ini sebagai salah satu syarat penyelesaian program pendidikan strata satu jurusan sebagai salah satu syarat penyelesaian program pendidikan strata satu jurusan manajemen, dengan judul
manajemen, dengan judul ““Analisis Faktor-Faktor Yang MempengaruhiAnalisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi Word Of
Komunikasi Word Of Mouth Pada PromoMouth Pada Promosi si STIE PerbanaSTIE Perbanas Surabayas Surabaya””
Dalam penyusunan proposal penelitian ini begitu banyak pihak yang telah Dalam penyusunan proposal penelitian ini begitu banyak pihak yang telah membantu dan membimbing, maka pada kesempatan ini dengan segala ketulusan membantu dan membimbing, maka pada kesempatan ini dengan segala ketulusan hati, penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih kepada :
hati, penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih kepada :
1.
1. Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya yang diberikan sehingga akhirnyaAllah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya yang diberikan sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan Proposal Penelitian ini sesuai batas waktu yang penulis dapat menyelesaikan Proposal Penelitian ini sesuai batas waktu yang telah ditentukan.
telah ditentukan. 2.
2. Ibu Dra.Lindiawati,MM selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang telahIbu Dra.Lindiawati,MM selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang telah banyak memberi arahan selama pengerjaan proposal di STIE Perbanas banyak memberi arahan selama pengerjaan proposal di STIE Perbanas Surabaya
Surabaya 3.
3. Ibu Dr. Dra. Ec. Sri Haryati, M.M. selaku Dosen Wali penulis yang telahIbu Dr. Dra. Ec. Sri Haryati, M.M. selaku Dosen Wali penulis yang telah memberikan berbagai arahan selama di STIE
memberikan berbagai arahan selama di STIE Perbanas Surabaya.Perbanas Surabaya. 4.
4. Bapak dan Ibu Dosen STIE Perbanas Surabaya yang telah memberikan bekalBapak dan Ibu Dosen STIE Perbanas Surabaya yang telah memberikan bekal ilmu
v
5. Semua pihak yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian Proposal Penelitian ini.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga Proposal Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan
Surabaya, Juli 2011
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... II HALAMAN PERSETUJUAN PROPOSAL SKRIPSI ... III KATA PENGANTAR... IV DAFTAR ISI... VI DAFTAR TABEL... VIII DAFTAR GAMBAR... IX BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 2 1.3 Tujuan Penelitian... 3 1.4 Manfaat Penelitian ... 3
1.5 Sistematika Penulisan Skripsi... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 6
2.1 Penelitian Terdahulu ... 6 2.2 Landasan Teori... 9 2.2.1 Word Of Mouth ... 9 2.2.2 Pengertian Budaya ... 13 2.2.3 Tingkatan Budaya ... 14 2.2.4 Dimensi Budaya ... 15
2.2.5 Norma Perbedaan Kekuasaan ... 16
2.2.6 Individualism/Collectivisim ... 19
2.2.7 Masculinity/Femininity ... 20
2.2.8 Uncertainty Avoidance ... 20
2.2.9 Power Distance dan Struktur Hirarki ... 21
2.3 Kerangka Pemikiran... 21
vii
BAB III METODE PENELITIAN... 23
3.1 Rancangan Penelitian... 23
3.2 Batasan Penelitian... 23
3.3 Identifikasi Variabel... 24
3.4 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 24
3.5 Instrumen Penelitian... 27
3.6 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel... 28
3.7 Data Dan metode Pengumpulan Data ... 30
3.8 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 31
3. 9 Teknik Analisis Data... 32 DAFTAR PUSTAKA
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 : Ringkasan Penelitian Terdahulu 13
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Pada saat ini word of mouth (WOM) sudah sering menjadi bahan pembicaraan, dikarenakan semakin banyaknya sumber informasi yang dapat diperoleh konsumen yang digunakannya untuk mengambil keputusan, Akibatnya effektivitas iklan yang selama ini menjadi alat utama komunikasi menjadi menurun. Disamping itu karena semakin pintarnya konsumen dalam memilih informasi yang dibutuhkannya, dibanding dengan iklan yang selalu menayangkan kebaikan dan keunggulan suatu produk, konsumen cenderung lebih percaya pada WOM karena biasanya sumber beritanya adalah orang yang bisa dipercaya.
Penerapan strategi promosi menggunakan WOM ternyata menuntut para pemasar untuk mempertimbangkan hal-hal lain seperti nilai budaya, kepercayaan dan kepuasan konsumen terhadap produk. Pada era seperti ini dengan bisnis yang sudah mulai meng-globalmembuat strategi pemasaran yang akan diterapkan tidak lepas dari analisa terhadap nilai-nilai budaya yang ada pada daerah target pemasaran, dikarenakan di setiap Negara maupun lokasi pemasaran akan memiliki nilai-nilai budaya yang berbeda dan hal ini secara langsung dapat mempengaruhi keputusan pemasaran termasuk WOM pada produk yang dipasarkan tersebut.
Menurut hofstede (1980) mengenai nilai budaya, Hofstede membagi nilai budaya menjadi empat dimensi yaitu individualism, masculinity, uncertainty avoidance, dan power distance. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh desmond, lam et all (2009) untuk menyelidiki pengaruh dari nilai-nilai budaya
2
konsumen pada perilaku WOM mereka. Hasil penelitian tersebut menunjukkan, bahwa pengaruh keempat dimensi Hofstede berpengaruh secara signifikan pada perilaku WOM, penelitian ini merupakan penelitian pertama yang meneliti mengenai adanya pengaruh nilai budaya terhadap perilaku WOM, namun peneliti tidak dapat menemukan penyebab mengenai hubungan tersebut dikarenakan desain sampel yang digunakan. Berdasarkan penelitian itu, dapat diambil kesimpulan bahwa nilai budaya suatu kelompok akan mempengaruhi perilaku WOM mereka sehingga pemasar haruslah memantau nilai-nilai budaya di setiap Negara untuk menghindari adanya kegagalan dalam pemasaran produk mereka.
Desmond lam menggunakan dua universitas yang sama namun pada Negara yang berbeda yaitu di Perth,Australia dan di Singapore, sedangkan Dalam penelitian kali ini, peneliti akan mengangkat obyek yaitu di STIE Perbanas Surabaya.
Berdasarkan uraian serta permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Nilai Budaya terhadap Komunikasi Word Of Mouth di STIE Perbanas Surabaya”
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ada maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Apakah nilai budaya (individualism) mempengaruhi terjadinya komunikasi word of mouth di STIE Perbanas Surabaya?
3
2. Apakah nilai budaya (masculinity) mempengaruhi terjadinya komunikasi word of mouth di STIE Perbanas Surabaya?
3. Apakah nilai budaya (uncertainty avoidance) mempengaruhi terjadinya komunikasi word of mouth di STIE Perbanas Surabaya?
4. Apakah nilai budaya ( power distance) mempengaruhi terjadinya komunikasi word of mouth di STIE Perbanas Surabaya?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah
1. Menganalisis pengaruh nilai budaya (individualism) terhadap terjadinya komunikasi word of mouth di STIE Perbanas Surabaya
2. Menganalisis pengaruh nilai budaya (masculinity) terhadap terjadinya komunikasi word of mouth di STIE Perbanas Surabaya
3. Menganalisis pengaruh nilai budaya (uncertainty avoidance) terhadap terjadinya komunikasi word of mouth di STIE Perbanas Surabaya
4. Menganalisis pengaruh nilai budaya ( power distance) terhadap terjadinya komunikasi word of mouth di STIE Perbanas Surabaya
1.4 Manfaat Penelitian a. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan untuk menerapkan teori yang telah didapat dari perkuliahan dan untuk menambah pengetahuan mengenai pengaruh nilai budaya terhadap terjadinya komunikasi word of mouth di STIE Perbanas Surabaya.
4 b. Bagi Pembaca
Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi bagi pembaca tentang pengaruh nilai budaya terhadap terjadinya komunikasi word of mouth di STIE Perbanas Surabaya.
c. Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan akan dapat menambah pengetahuan tentang perkembangan tehnik-tehnik penjualaan sehingga perusahaan dapat menciptakan tehnik penjualaan yang dapat mengungguli ataupun dapat mengembangkan strategi-strategi pemasaran yang lebih baik dari mulai sekarang.
d. Bagi STIE Perbanas Surabaya
Penelitian ini diharapkan dapat menambah koleksi perpustakaan STIE PERBANAS Surabaya dan kelak jika ada peneliti membahas pengaruh nilai budaya terhadap terjadinya komunikasi word of mouth di STIE Perbanas Surabaya.
1.5 Sistematika Penulisan Skripsi
Sistematika penulisan skripsi ini secara garis besar dibagi kedalam tiga bab, dimana setiap bab dibagi menjadi sub-sub bab berisi uraian yang mendukung isi secara sistematis dari setiap bab secara keseluruhan. Adapun sistematika skripsi ini adalah:
5 BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini diuraikan secara umum materi-materi yang akan dibahas, yaitu: latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan proposal.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini membahas mengenai penelitian terdahulu, landasan teori yang berhubungan dengan penelitian ini, kerangka pemikiran dan hipotesis penelitian.
BAB III : METODE PENELITIAN
Pada bab ini diuraikan tentang metode penelitian yang terdiri dari rancangan penelitian, batasan penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional dan pengukuran variabel, populasi sampel, dan teknik pengambilan sampel, data dan metode pengumpulan data serta yang terakhir adalah teknik analisis data.
6
BAB II
TINJAUAN PUSAKA
3.1 Penelitian Terdahulu
Berikut ini beberapa penelitian terdahulu yang mengambil topik mengenai word of mouth, penelitian terdahulu ini akan menjadi acuan dan poin-poin penting pada penelitian ini. Berikut ini penjelasannya.
1. Desmond Lam, Alvin Lee, Dan Richard Mizerski (2009)
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh nilai budaya konsumen terhadap perilaku WOM nya, Penelitian ini dilakukan Oleh Desmond Lam, Alvin Lee, dan Richard Mizerski, penelitian ini merupakan exploratory research. Penelitian ini adalah penelitian pertama yang meneliti secara empiris mengenai pengaruh nilai budaya pada WOM.
Peneliti menggunakan 4 dimensi budaya Hofstede untuk melihat pengaruh nilai budaya pada perilaku WOM dalam interaksi social in group maupun out group. Penelitian ini menggunakan survey untuk menilai penyebaran WOM, peneliti mensurvey pelajar yang terdaftar dalam program studi dan jurusan dengan tingkatan yang sama namun dari kota yang berbeda yaitu kota Singapura dan Perth, Australia.
Peneliti menggunakan teknik analisis least square, dengan variabel independen yaitu individualism, uncertainty avoidance, masculinity, power distance, dan depedent variabelnya adalah in-group WOM dan out-Group WOM.
7
Peneliti menemukan bahwa keempat dimensi tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan pada WOM yang terikat dalam suatu grup. Meskipun peneliti tidak dapat menjelaskan mengenai penyebab sebenarnya mengenai adanya hubungan tersebut dikarenakan desain sampel yang digunakan. Mereka berpendapat bahwa pemasar harus memonitor nilai budaya dalam pasar mereka untuk mengantisipasi adanya diskusi in dan out group dan memilih strategi komunikasi dalam pemasaran merek di Negara lain.
Persamaan penelitian
1. Penelitian terdahulu dan penelitian ini sama-sama bertujuan untuk mengetahui pengaruh nilai budaya terhadap perilaku word of mouth
2. Penelitian terdahulu dan penelitian ini sama-sama menggunakan independen variable yaitu individualism, uncertainty avoidance, masculinity, dan power distance.
Perbedaan penelitian
1. Penelitian terdahulu melakukan penelitian di singapura dan perth sedangkan penelitian ini dilakukan di Indonesia tepatnya di kota Surabaya. 2. Penelitian terdahulu menggunakan teknik analisis least square sedangkan
penelitian ini menggunakan regressi berganda.
3. Penelitian terdahulu menggunakan in group dan out group WOM sebagai variabel dependen, sedangkan penelitian ini menggunakan WOM sebagai variabel dependen.
8
2. Sandi Ng , Meredith Dan Tracey S. Dagger (2011)
Penelitian yang dilakukan oleh Sandi Ng, Meredith, dan Tracey ini bertujuan untuk meneliti pengaruh akan manfaat hubungan dalam aspek kualitas jasa yaitu kualitas teknis dan fungsional yang kemudian mempengaruhi perilaku
WOM. Penelitian ini melaporkan hasil dari sebuah persamaan struktur model yang mempergunakan data dari 591 konsumen dari beberapa tingkat industri jasa yaitu agen travel, penata rambut, dokter keluarga, jasa percetakan foto, perbankan, petugas hama, bioskop, penerbangan, dan outlet makanan siap s aji.
Variabel yang digunakan yaitu confidence benefits, special treatment benefits, social benefits sebagai variabel independennya, Dan variabel dependennya yaitu functional quality, technical quality dan relationship quality dengan teknik analisis yang digunakan adalah AMOS.
Hasil dari penelitian ini adalah bahwa confidence dan social benefits meningkatkan persepsi dari fungsional dan technical quality, special treatment benefits akan mengurangi persepsi konsumen akan kualitas.
Persamaan penelitian
1. Penelitian terdahulu dan penelitian ini sama-sama melihat pengaruh terhadap perilaku WOM konsumen.
9
1. Penelitian terdahulu lebih menekankan pada adanya pengaruh hubungan dalam kualitas pelayanan jasa terhadap perilaku WOM, sedangkan penelitian ini menekankan pada pengaruh nilai budaya terhadap WOM
2. Penelitian terdahulu menggunakan AMOS sedangkan penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi berganda.
2.2 Landasan Teori
Berikut ini akan dijelaskan menggenai dasar-dasar teori tentang word of mouth yaitu
2.2.1 Word Of Mouth
Word of Mouth dalam bahasa Indonesia disebut juga berita dari mulut ke mulut. Word of Mouth merujuk pada komunikasi lisan mengenai berbagai produk dengan teman, keluarga, dan rekan sejawat. Word of Mouth merupakan salah satu cara menyebarkan desas-desus (buzz)(Rosen, 2004:323).
Menurut Word of Mouth Marketing Association (WOMMA), word of mouth merupakan usaha pemasaran yang memicu konsumen untuk membicarakan, mempromosikan, merekomendasikan dan menjual produk atau merek kepada pelanggan serta calon konsumen lain.
Khasali dalam Sumarmi (2008) mendefenisikan word of mouth sebagai sesuatu hal yang dibicarakan banyak orang. Pembicaraan terjadi dikarenakan ada kontroversi yang membedakan dengan hal-hal yang biasa dan normal dilihat orang. Menurut Hutabarat (2008), beberapa hal yang umumnya dapat menimbulkan kontroversi antara lain:
10
1. Hal yang tabu (seks atau kebohongan) 2. Hal yang tidak biasa dilakukan
3. Hal yang sedikit di luar batas 4. Hal yang menggembirakan 5. Hal yang luar biasa
6. Pengungkapan rahasia
Sedangkan menurut Word of Mouth Marketing Association (WOMMA) dalam MIX terdapat dua kategori word of mouth yaitu:
1. Organic word of mouth
Terjadi ketika seorang konsumen merasa sangat puas dengan kinerja dari produk ataupun layanan sehingga berkeinginan untuk berbagi pengalaman dan informasi kepada teman-temannya. Ini menandakan petingnya kepuasan pelanggan (customer satisfication).
2. Amplified word of mouth
Terjadi ketika pemasar merencanakan dan merancang suatu kampanye pemasraran yang ditujukan untuk mempercepat word of mouth baik pada komunitas yang telah ada maupun yang baru.
Menurut Rosen (2004:16) tiga alasan yang membuat word of mouth menjadi begitu penting:
11
Para calon konsumen hampir tidak dapat mendengar karena banyaknya kebisingan yang dilihatnya di berbagai media setiap hari. Mereka bingung sehingga untuk melindungi diri, mereka menyaring sebagian besar pesan yang berjejalan dari media massa. Sebenarnya mereka cenderung lebih mendengarkan apa yang dikatakan orang atau kelompok yang menjadi rujukan seperti teman-teman atau keluarga.
2) Keraguan ( skepticism)
Para calon konsumen umumnya bersikap skeptic ataupun meragukan kebenaran informasi yang diterimanya. Hal ini disebabkan oleh banyaknya kekecewaan yang dialami konsumen saat harapannya ternyata tidak sesuai dengan kenyataan di saat mengkonsumsi produk. Dalam kondisi ini konsumen akan berpaling ke teman ataupun orang yang bisa dipercaya untuk mendapatkan produk yang mampu memuaskan kebutuhannya.
3) Keterhubungan ( connectivity)
Kenyataan bahwa para konsumen selalu berinteraksi dan berkomunikasi satu dengan yang lain, merek saling berkomentar mengenai produk yang dibeli ataupun bahkan bergosip mengenai persoalan lain. Dalam interaksi ini sering terjadi dialog tentang produk seperti pengalaman mereka menggunakan produk.
Word of Mouth belakangan mengalami perkembangan yang luar biasa disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
12
1. Konsumen memiliki posisi yang semakin kuat dan semakin mudah dalam hal pencarian informasi dengan semakin banyaknya media yang dapat dipergunakan seperti internet dan telepon genggam
2. Konsumen juga semakin mudah mengutarakan opini atas produk baik keluhan maupun rasa kecewa kepada masyarakat umum melalui berbagai media.
b. Keramaian media (cluttered media)
Ramainya kehadiran media cetak maupun elektronik menimbulkan dampak:
1. Pemasar semakin sulit menetukan media mana yang paling efektif.
2. Calon konsumen semakin sulit untuk menemukan sumber informasi yang relevan.
c. Tuntutan akuntabilitas perusahaan ( pressure to marketing accountability)
Semakin banyak perusahaan yang menagih pertanggungjawaban bagian pemasaran berkenaan alokasi dan efektivitas anggaran iklan seperti melalui pengukuran Return on Marketing Investment (ROMI ) (MIX).
Tiga tahapan word of mouth menurut perspektif strategi dan fungsi komunikasi pemasaran :
1) Word of Mouth membuat konsumen membicarakan produk/merek. 2) Word of Mouth membuat konsumen mempromosikan produk/merek. 3) Word of Mouth membuat konsumen menjual produk/merek.
13
Penyaluran word of mouth biasanya secara viral ataupun tradisional. Secara tradisional word of mouth dapat terjadi di rumah, sekolah, kampus, dan kafe. Secara viral dapat melalui saluran media berteknologi seperti internet dan telepon genggam. Dalam word of mouth, perbincangan membentuk saluran pribadi ( personal chanel) yang berarti si penerima pesan mengetahui jelas siapa yang menyampaikan informasi. Semakin menarik informasi yang diterima calon konsumen dari seorang atau kelompok rujuak maka akan semakin meningkat kecenderungan untuk mengadopsi produk.
2.2.2 Pengertian Budaya
Hofstede menurunkan konsep budaya dari program mental yang dibedakan dalam tiga tingkatan (Hofstede 1980: 15), yaitu: 1) tingkat universal, yaitu program mental yang dimiliki oleh seluruh manusia. Pada tingkatan ini program mental seluruhnya melekat pada diri manusia, 2) tingkat collective, yaitu program mental yang dimiliki oleh beberapa, tidak seluruh manusia. Pada tingkatan ini program mental khusus pada kelompok atau kategori dan dapat dipelajari. 3) tingkat individual, yaitu program mental yang unik yang dimiliki oleh hanya seorang, dua orang tidak akan memiliki program mental yang persis sama. Pada tingkatan ini program mental sebagian kecil melekat pada diri manusia, dan lainnya dapat dipelajari dari masyarakat, organisasi atau kelompok lain.
Dalam ilmu sosial, pada umumnya tidak dapat dilakukan pengukuran suatu konstruk secara langsung, sehingga paling tidak harus digunakan 2 pengukuran yang berbeda. Program mental ini oleh Hofstede dijelaskan dengan dua konstruk yaitu value (nilai) dan culture (budaya). Nilai didefinisikan sebagai
14
suatu tendensi yang luas untuk menunjukkan state of affairs tertentu atas lainnya, yang pengukurannya menggunakan belief, attitudes, dan personality. Sedangkan culture didefinisikan oleh Hofstede (1991: 4) sebagai program mental yang berpola pikiran (thinking), perasaan ( feeling), dan tindakan (action) atau disebut dengan “software of the mind ”. Pemrograman ini dimulai dari lingkungan keluarga, kemudian dilanjutkan dengan lingkungan tetangga, sekolah, kelompok remaja, lingkungan kerja, dan lingkungan masyarakat. Dengan demikian kebudayaan adalah suatu sistem nilai yang dianut oleh suatu lingkungan, baik lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan kerja, sampai pada lingkungan masyarakat luas.
Pemrograman mental atau budaya ini dikembangkan melalui suatu sistem nilai yang berkembang dalam masyarakat, kemudian sistem nilai ini akan menjadi norma-norma sosial yang mempengaruhi perilaku sosial.
2.2.3 Tingkatan Budaya
Dengan mengacu pada tingkatan program mental tersebutHofstede menurunkan budaya dari tingkatan yang kedua (collective) sehingga budaya adalah sesuatu yang dapat dipelajari bukan merupakan suatu gen tetapi diturunkan dari lingkungan sosial, organisasi ataupun kelompok lain. Budaya ini dibedakan antara sifat manusia dan dari kepribadian individu. Sifat manusia adalah segala yang dimiliki oleh manusia misalnya sifat cinta, sedih, sifat membutuhkan orang lain, dan sebagainya, ekspresi sifat ini dipengaruhi oleh budaya yang dianut pada masyarakat tersebut. Sedangkan kepribadian ( personality) seorang individu adalah
15
seperangkat program mental personal yang unik yang tidak dapat dibagikan dengan orang lain.
2.2.4 Dimensi Budaya
Seperti yang dinyatakan oleh Hofstede (1991) bahwa budaya adalah daerah program mental yang mempengaruhi cara berfikir dan perilaku manusia, secara kolektif program mental sekelompok orang dalam suatu negara disebut dengan kebudayaan nasional.
Beberapa teori yang mendasari penemuan dimensi budaya Hofstede, antara lain Kluckhon’s (1952) menjelaskan tentang dimensi budaya dalam 10 “Primary Message Systems” yaitu: interaction, association (with others), subsistence, isexuality, teritorality, temporality, learning, play, defense, dan exploitation. Sedangkan Parsons dan Shils (1951) mengklasifikasikan multimensional dalam “General Theory of Action”. Parsons dan Shils menyatakan bahwa seluruh tindakan manusia ditentukan oleh lima variabel, yaitu:
1. Affectivity versus affectivity neutrality
2. Self-orientation versus Collectivity-orientation 3. Universalism versus particularism
4. Ascription versus achievement 5. Specificity versus Diffuseness.
Kluckhohn dan Strodbeck (1961) berdasarkan hasil penelitiannya menemukan bahwa masyarakat dibedakan dalam orientasi nilai sebagai berikut: 1. Suatu evaluasi sifat manusia
16
3. Orientasi pada aktivitas 4. Hubungan antar manusia
Berdasarkan analisis faktor, Hofstede (1980) secara empiris menemukan ada empat dimensi program mental, yaitu:
a) Perbedaan kekuasaan ( power distance), merupakan dimensi budaya yang menunjukkan adanya ketidak sejajaran (inequality) bagi anggota yang tidak mempunyai kekuatan dalam suatu institusi (keluarga, sekolah, dan masyarakat) atau organisasi (tempat bekerja). Perbedaan kekuasaan ini berbeda-beda tergantung dari tingkatan sosial, tingkat pendidikan, dan jabatan. Misalnya politisi dapat menyukai status dan kekuasaan, pebisnis menyukai kesejahteraan dan kekuasaan, dan sebagainya. Ketidak sejajaran ini dapat terjadi dalam masyarakat (perbedaan dalam karakteristik mental dan phisik, status sosial, kesejahteraan, kekuasaan, aturan, hukum, dan hak), keluarga, sekolah, dan ditempat kerja/organisasi (nampak pada struktur organisasi dan hubungan antara boss-subordinate).
2.2.5 Norma Perbedaan Kekuasaan
Norma perbedaan kekuasaan berikatan dengan tingkat ketidak sejajaran yang diinginkan atau tidak diinginkan, tingkat ketergantungan dan kesaling tergantungan dalam masyarakat. Nilai tentang ketidak sejajaran ini melekat pada nilai tentang kekuasaan yang dipraktekkan dalam masyarakat. Perbedaan nilai yang dianut menyebabkan perbedaan dalam mengartikan sesuatu yang ada. French dan Raven (1959) mengklasifikasikan dasar kekuatan sosial dalam 5 tipe, yaitu: reward power, coercive power, legitimate power (didasarkan pada
17
aturan/hukum), referent power (didasarkan pada kharisma seseorang) dan expert power . Adanya perbedaan kekuasaan ini mempunyai konsekuensi pada sistem
politik, kehidupan beragama, ideologi, dan pada organisasi.
Ukuran-ukuran yang digunakan oleh Hosftede dalam mengukur tingkat perbedaan kekuasaan adalah:
1) Luasnya geografis (makin luas makin rendah tingkat perbedaan kekuasaan)
2) Besarnya populasi (makin besar makin tinggi tingkat perbedaan kekuasaan).
3) Kesejahteraan (makin sejahtera makin rendah tingkat perbedaan kekuasaan). Tingkat kesejahteraan yang tinggi diwakili dengan ukuran-ukuran: kurangnya pertanian tradisional, tehnologi lebih modern, lebih banyak kehidupan urban, mobilitas sosial lebih banyak, sistem pendidikan lebih baik, dan lebih banyak masyarakat tingkat menengah.
b) Pengelakan terhadap ketidak pastian (uncertainty avoidance), merupakan dimensi budaya yang menunjukkan sifat masyarakat dalam menghadapi lingkungan budaya yang tidak terstruktur, tidak jelas, dan tidak dapat diramalkan. Masyarakat dapat melakukan pengelakan terhadap ketidak pastian ini dengan tehnologi, hukum, dan agama. Tehnologi digunakan untuk membantu dalam mempertahankan diri dari ketidak pastian yang disebabkan oleh sifat alam, hukum digunakan untuk membantu dalam mempertahankan diri dari ketidak pastian atas perilaku orang lain, sedangkan agama digunakan untuk menerima ketidak pastian yang tidak dapat dipertahankan oleh diri
18
manusia sendiri. Ketidak pastian dalam suatu organisasi berkaitan dengan konsep dari lingkungan yang selalu dikaitkan dengan sesuatu yang diluar kendali perusahaan. Teori-teori yang berkaitan dengan ketidak pastian yang sering digunakan dalam organisasi adalah: 1) Teori pengambilan keputusan dalam kondisi tidak pasti, 2) Teori kontijensi, 3) Teori perilaku strategis. Dalam organisasi pengelakan ketidak pastian ini dilakukan dengan tehnologi, aturan, dan tatacara (ritual). Tehnologi digunakan untuk menciptakan prediksi jangka pendek sebagai pencapaian hasil. Sedangkan aturan dan tatacara digunakan untuk mengurangi ketidak pastian akibat tidak dapat diprediksinya perilaku dari anggota organisasi.
c) Individualitas vs kolektivitas merupakan dimensi kebudayaan yang menunjukkan adanya sikap yang memandang kepentingan pribadi dan keluarga sebagai kepentingan utama ataukah sebagai kepentingan bersama di dalam suatu kelompok. Dimensi ini juga dapat terjadi di masyarakat, dan organisasi. Dalam organisasi yang masyarakatnya mempunyai dimensi Collectivism memerlukan ketergantungan emosional yang lebih besar dibandingkan dengan masyarakat yang memiliki dimensi Individualism (Hofstede: 1980 217). Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat individualisme diantaranya adalah: tingkat pendidikan, sejarah organisasi, besarnya organisasi, tehnologi yang digunakan dalam organisasi, dan subkultur yang dianut oleh organisasi yang bersangkutan.
d) Maskulinitas vs femininitas, merupakan dimensi kebudayaan yang menunjukkan bahwa dalam tiap masyarakat terdapat peran yang berbeda-beda
19
tergantung perbedaan jenis para anggotanya. Pada masyarakat maskulin, menganggap pria harus lebih berambisi, suka bersaing, dan berani menyatakan pendapatnya, dan cenderung berusaha mencapai keberhasilan material. Dalam masyarakat feminin, kaum pria diharapkan untuk lebih memperhatikan kualitas kehidupan dibandingkan dengan keberhasilan materalitas. Lebih jauh dijelaskan bahwa masyarakat dari sudut pandang maskulinitas adalah masyarakat yang lebih menggambarkan sifat kelaki-lakian, sedangkan masyarakat femininitas lebih menggambarkan sifat kewanitaan. Jadi sudut pandangnya bukan dari sudut jenis kelamin.
2.2.6 Individualism/Collectivisim
Dimensi ini berhubungan dengan hubungan antara individu dan kelompok dimana individu tersebut menjadi anggotanya. Masyarakat yang mempunyai budaya dengan tingkat individualism yang tinggi akan memberikan kebebasan personal dan otonomi kepada kepentingan individu. Sebaliknya masyarakat yang mempunyai budaya dengan tingkat collectivism yang tinggi, individu yang berada dalam suatu kelompok akan mementingkan kepentingan kelompok dan akan saling memperhatikan satu individu terhadap individu lainnya. System evaluasi yang dirancang dalam suatu organisasi akan memperhatikan budaya yang mempengaruhi kehidupan organisasi tersebut. Bagi organisasi dengan tingkat individualism tinggi, evaluasi akan dirancang berdasarkan pada perilaku dan pencapaian setiap individu. Sedangkan untuk organisasi yang mempunyai tingkat collectivism yang tinggi evaluasi didasarkan pada pencapaian tujuan kelompok.
20
2.2.7 Masculinity/Femininity
Dimensi ini menunjukkan suatu nilai-nilai yang dominan dalam suatu kelompok yang berkaitan dengan pekerjaan. Dalam masyarakat yang maskulin, nilai yang dominan adalah untuk show off, perform, achieve, dan make money. Sebaliknya dalam masyarakat feminim, nilai yang dominan adalah berorientasi pada manusia, kualitas kehidupan dan lingkungan. Bagi suatu organisasi yang mempunyai budaya maskulin mempunyai sistem reward yang didasarkan pada pengakuan individu dan promosi, bonus, dan sebagainya. Sedangkan suatu organisasi yang mempunyai budaya feminim sistem reward akan didasarkan pada system kerja sama, keamanan, dan rasa memiliki.
2.2.8 Uncertainty Avoidance
Uncertainty Avoidance berhubungan dengan kenyataan menghadapi suatu ketidak pastian di masa yang akan datang dan bagaimana tingkat reaksi menghadapinya. Hofstede menggunakan tingkat stress untuk mengukur tingkat Uncertainty Avoidance. Sistem monitoring digunakan untuk memonitor suatu proses dari
organisasi. Bagi suatu organisasi yang mempunyai budaya melakukan pengelakan ketidak pastian dengan tingkat rendah, maka cenderung untuk menggunakan sistem monitoring yang relatif simpel (misalnya menggunakan sistem penganggaran yang sedikit). Sedangkan organisasi yang mempunyai budaya pengelakan ketidak pastian yang tinggi maka akan mempunyai sistem monitoring yang komplek dan dilakukan dengan teliti.
21
2.2.9 Power Distance dan Struktur Hirarki
Power Distance berhubungan dengan bagaimana masyarakat menerima kenyataan bahwa kekuasaan pada suatu institusi dan organisasi didistribusikan secara tidak sama. Hirarki menunjukkan bagaimana organisasi mendistribusikan kekuasaan diantara anggotanya. Dengan demikian power distance yang tinggi, kekuasaan didistribusikan secara sangat tidak sama. Dengan kelompok yang berkuasa pada tingkat paling atas, maka pengambilan keputusan akan dilakukan secara sentralisasi dan menunjukkan adanya gaya kepemimpinan yang otokratik. Sebaliknya dengan power distance yang rendah, maka hirarki sosial akan cenderung dilakukan dalam suatu gaya kepemimpinan yang konsultatif, dimana supervisi maupun bawahan bertindak interdependen.
2.3 Kerangka pemikiran
Komunikasi word of mouth adalah variable yang tidak dapat secara langsung diamati, kita tidak mudah untuk mengukurnya dengan metode statistik tradisional atau studi hubungan mereka. Oleh karena itu peneliti menerapkan model persamaan struktural, memilih beberapa variabel dan membangun sebuah model hubungan antara variabel.
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Individualism
Masculinit
Uncertainty Avoidance
Word Of Mouth (WOM)
22
Sumber : Desmond Lam, Alvin Lee, and Richard Mizerski (2010)
2.4 Hipotesis Penelitian
H1 : Semakin tinggi nilai individualism konsumen dibandingkan kolektivisme, semakin besar kemungkinan ia untuk terlibat di WOM
H2 : Semakin tinggi nilai maskulinitas konsumen dibandingkan feminitas, semakin besar kemungkinan ia untuk terlibat di WOM
H3 : Semakin tinggi nilai penghindaran ketidak pastian konsumen dibandingkan penganut ketidak kepastian, semakin besar kemungkinan ia untuk terlibat di WOM
H4 : Semakin tinggi nilai jarak kekuasaan konsumen dibandingkan jarak kekuasaan yang rendah, semakin besar kemungkinan ia untuk terlibat di WOM
23
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh nilai budaya terhadap perilaku word of mouth di STIE Perbanas Surabaya dengan rancangan penelitian sebagai berikut:
a. Dilihat dari aspek pengumpulan datanya,data diambil dengan menggunakan rancangan Cross-Sectional, yaitu satu jenis rancangan riset yang terdiri dari pengumpulan informasi mengenai sampel yang telah ditentukan dari elemen populasi hanya satu kali, menggunakan data primer.
b. Dilihat dari tujuan, rancangan penelitian ini adalah studi kausal, sebab tujuan penelitian berusaha menjelaskan hubungan sebab-akibat dalam bentuk pengaruh antar variabel melalui pengujian hipotesis.
3.2 Batasan Penelitian
Peneliti menetapkan batasan penelitian pada dua bagian untuk menghindari kesimpangsiuran dalam membahas dan menganalisis permasalahan. Batasan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Menyadari keterbatasan dana, waktu dan data yang tersedia maka subyek
dalam penelitian ini adalah pegawai tetap di STIE Perbanas Surabaya.
2. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terbagi ke dalam dua bagian
24
a. variabel independennya (bebas) adalah individualism, uncertainty avoidance, masculinity, power distance,
b. variabel dependennya (terikat) adalah Word Of mouth
3.3 Identifikasi Variabel
Penelitian ini terdapat dua variabel yaitu: variabel bebas yang terdiri dari: Individualism, masculinity, uncertainty avoidance, power distance. Serta variabel
terikat yaitu: WOM
3.4 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Berikut ini akan diuraikan definisi operasional serta pengukuran dari masing-masing variabel:
3.4.1 Definisi Operasional
Dalam penelitian ini variabel yang digunakan dikelompokkan dalam dua variabel, yaitu: variabel terikat dan variabel bebas dengan penjelasan sebagai berikut:
Variabel Bebas
Individualism (IDV), yaitu: Menurut (Professor H. Michael Boyd, Ph.D., Global Human Resource Management) adalah di satu sisi versus kolektivisme yang berlawanan,, yaitu tingkat dimana individu diintegrasikan ke dalam kelompok. Di sisi individualis kita menemukan masyarakat di mana hubungan antara individu yang longgar: semua orang diharapkan untuk mengurus dirinya sendiri dan keluarga langsungnya. Di sisi kolektivis, kita menemukan masyarakat di mana orang dari seterusnya lahir diintegrasikan ke dalam kuat, kohesif di-kelompok,
25
sering diperpanjang keluarga (dengan paman, bibi dan kakek-nenek) yang terus melindungi mereka sebagai ganti loyalitas tidak perlu diragukan lagi. 'Kolektivisme' Kata dalam pengertian ini tidak memiliki arti politik: mengacu pada kelompok, bukan untuk negara.Sekali lagi, dengan hal dimaksud dengan dimensi ini adalah salah satu yang sangat mendasar, mengenai semua masyarakat di dunia.
Masculinity (MAS), yaitu: Menurut (Professor H. Michael Boyd, Ph.D., Global Human Resource Management) adalah kebalikan dari Maskulin adalah femininitas, mengacu pada pembagian peran antara jenis kelamin yang merupakan masalah mendasar bagi setiap masyarakat yang berbagai solusi ditemukan. Penelitian IBM mengungkapkan bahwa (a) nilai-nilai perempuan berbeda kurang antara masyarakat dari nilai-nilai laki-laki, (b) nilai laki-laki dari satu negara ke negara lain mengandung dimensi dari yang sangat tegas dan kompetitif dan maksimal berbeda dari nilai-nilai perempuan di satu sisi, untuk sederhana dan kepedulian dan mirip dengan nilai-nilai perempuan di sisi lain. Kutub tegas telah disebut 'maskulin' dan tiang, sederhana merawat 'feminin'. Para wanita di negara-negara feminin memiliki, sederhana sama nilai-nilai kepedulian orang-orang, di negara-negara maskulin mereka agak tegas dan kompetitif, tetapi tidak sebanyak orang-orang, sehingga negara-negara ini menunjukkan kesenjangan antara nilai-nilai laki-laki dan nilai-nilai perempuan.
Uncertainty Avoidance (UA) yaitu: Menurut (Professor H. Michael Boyd, Ph.D., Global Human Resource Management) adalah berkaitan dengan toleransi suatu masyarakat untuk ketidakpastian dan ambiguitas, akhirnya mengacu pada
26
pencarian manusia untuk Kebenaran. Hal ini menunjukkan sejauh mana suatu program budaya anggotanya untuk merasa baik tidak nyaman atau nyaman dalam situasi yang tidak terstruktur. situasi tidak terstruktur yang baru, tidak diketahui, mengejutkan, berbeda dari biasanya.Ketidakpastian budaya menghindari mencoba untuk meminimalkan kemungkinan situasi tersebut dengan hukum yang ketat dan aturan, langkah-langkah keselamatan dan keamanan, dan pada tingkat filosofis dan religius oleh keyakinan dalam Kebenaran mutlak; 'hanya ada satu Kebenaran dan kami memilikinya'. Orang-orang di ketidakpastian menghindari negara juga lebih emosional, dan termotivasi oleh energi saraf dalam.Lawan jenis, ketidakpastian budaya menerima, lebih toleran terhadap pendapat berbeda dari apa yang mereka digunakan untuk; mereka mencoba untuk memiliki beberapa aturan mungkin, dan pada tingkat filosofis dan agama mereka relativis dan memungkinkan banyak arus mengalir berdampingan . Orang-orang di dalam budaya ini lebih apatis dan kontemplatif, dan tidak diharapkan oleh lingkungan mereka untuk mengekspresikan emosi.
Power Distance (PD) yaitu: Menurut (Professor H. Michael Boyd, Ph.D., Global Human Resource Management) adalah sejauh mana anggota yang tidak kuat organisasi dan lembaga (seperti keluarga) menerima dan berharap listrik yang didistribusikan merata. Ini merupakan ketimpangan (lebih versus kurang), tetapi ditentukan dari bawah, bukan dari atas. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat masyarakat ketidaksetaraan didukung oleh pengikut sebanyak oleh para pemimpin. Power dan ketimpangan, tentu saja, fakta-fakta yang sangat mendasar dari setiap masyarakat dan siapa saja dengan beberapa pengalaman internasional
27
akan menyadari bahwa 'semua masyarakat yang tidak sama, namun ada juga yang lebih tidak adil daripada yang lain.
Variabel Terikat
In-group WOM , yaitu: suatu individu di dalam suatu kelompok mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok sosialnya memiliki perasaan yang dekat kepada setiap anggota-anggota kelompoknya, sehingga membuat individu tersebut merasa nyaman untuk melakukan komunikasi dengan sesamanya.
Out-group WOM , yaitu: suatu individu menganggap suatu kelompok menjadi
lawan in-group-nya, sehingga dapat membuat individu tersebut memiliki sifat
antagonism dan antipastiterhadap kelompok sosial yang berbeda dengan individu tersebut. Misalnya; Kami adalah pedagang kaki lima, sedangkan mereka adalah pedagang asongan.
3.5 Pengukuran Variabel
Pengukuran Variabel dengan memberikan skor skala Likert terhadap jawaban dari
masing-masing variabel, sebagai berikut ( Malholtra, 2003:298).:
a. Sangat setuju dengan skor 5 b. Setuju dengan skor 4
c. Ragu-ragu dengan skor 3 d. Tidak setuju dengan skor 2
28
3.6 Populasi Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek atau subyek yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu (Sugiyono, 2003, 72) Populasi yang digunakan dari penelitian adalah pegawai tetap STIE Perbanas Surabaya Sampel dari penelitian ini adalah pegawai tetap STIE Perbanas Surabaya Teknik pengambilan sampling yang digunakan adalah Simple Random Sampling (Naresh K. Malhotra, 2009, 377 ) yaitu: sample yang dipilih mempunyai probabilitas yang sama dengan sampel yang lainnya, dan secara sederhana menentukan sasaran yang akan dijadikan obyek.
Instrument Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian kali ini adalah kuesioner, yaitu teknik terstruktur untuk memperoleh data yang terdiri dari serangkaian pertanyaan tertulis atau verbal yang dijawab responden. ( Malholtra, 2003, 325).
Daftar pertanyaan dalam penelitian ini bersifat tertutup artinya responden menjawab pertanyaan dengan berpedoman kepada skenario yang disediakan. Skenario serta indicator-indikator pertanyaan dalam kuesioner ini diadopsi dari
“The Effects of Cultural Values in Word-of-Mouth Communication ( Desmond
Lam, Alvin Lee, and Richard Mizerski, Journal of International Marekting, 17 (3),
2009). Dimana responden diminta menjawab dan didalam kuesioner tersebut sudah memiliki jawaban dalam bentuk pertanyaan. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik dan prosedur kuesioner yang disebarkan kepada 187 responden, yakni responden yang dipilih dari mahasiswa
29
dan mahasiswi yang ada di perguruan tinggi swasta yang berada di wilayah Surabaya Timur. Kuesioner tersebut dilakukan dengan cara menyusun indikator dari sebuah variabel menjadi sebuah pertanyaan, yang akan diajukan kepada responden.
No. Pertanyaan Indikator SCORE
Individualism/ Collectivism (IDV)
IDV 1 Kesejahteraan group adalah lebih penting daripada hadiah Individu SS S RR TS STS
IDV2 Kesuksesan grup lebih penting daripada Kesuksesan Individu SS S RR TS STS
Uncertainty Avoidance (UA)
UA 3 Hukum dan peraturan itu penting karena menggambarkan bekerja
sesuai harapan dari perusahaan mereka SS S RR TS STS UA 4 Prosedur Operasi standar bagi mereka membantu
pekerjaan SS S RR TS STS
UA 5 Instruksi untuk operasi adalah penting bagi mereka pada saat
melaksanakan pekerjaan SS S RR TS STS
UA 6 Tim manajer mengharapkan anggota mereka untuk selalu mengikuti
instruksi dan prosedur SS S RR TS STS
Masculinity/ Feminism (MAS)
MAS 7 Biasanya rapat akan berjalan lebih efektif ketika rapat tersebut
dipimpin oleh seorang pria SS S RR TS STS
MAS 8 memecahkan masalah yang sulit biasanya membutuhkan
pendekatan aktif khas laki-laki SS S RR TS STS
MAS 9 bagi kaum pria lebih penting memiliki karir profesional daripada
wanita SS S RR TS STS
MAS 10 lebih baik untuk memilih pria di posisi penting dibandingkan
seorang wanita SS S RR TS STS
MAS 11 pria memecahkan masalah dengan analisa logis, sedangkan
perempuan memecahkan masalah dengan intuisi SS S RR TS STS
Power Distance (PD)
PD 12 Mereka yang berwenang harus membuat keputusan tanpa meminta
30
PD 13 Merek yang berwenang tidak boleh mendelegasikan tugas-tugas
penting kepada mereka yang tidak mempunyai wewenang SS S RR TS STS PD 14 mereka yang tidak berwenang tidak boleh menentang keputusan
dari pihak yang berwenang SS S RR TS STS PD 15 Hidupku dikendalikan terutama oleh orang lain yang mempunyai
kekuasaan SS S RR TS STS PD 16 saya merasa hidup saya di tentukan oleh kekuasaan orang lain SS S RR TS STS
In-Group Wom (IGM)
IGM 17 saya suka memperkenalkan merek dan produk baru hanya untuk
teman dekat dan keluarga saya SS S RR TS STS IGM 18 saya hanya menyediakan informasi tentang merek-merek dan
produk baru ke teman dekat atau keluarga saya SS S RR TS STS IGM 19 saya hanya mengumpulkan informasi tentang produk sebelum
membeli dari teman dekat atau keluarga saya SS S RR TS STS IGM 20 saya ingin mencari nasehat atau informasi hanya dari teman dekat
saya atau keluarga bila melakukan keputusan pembelian SS S RR TS STS
Out-Group Wom (OGM)
OGM
21 Saya berbagi informasi mengenai merek-merek baru danproduk dengan orang lain selain teman dekat saya atau keluarga SS S RR TS STS OGM
22
Saya suka memberitahu orang, selain teman dekat saya atau
keluarga, dengan informasi tentang merek-merek baru dan produk SS S RR TS STS OGM
23
Saya mencari saran dari orang lain selain teman dekat saya atau
keluarga tentang informasi merek untuk membeli SS S RR TS STS OGM
24
Saya ingin mencari informasi dan saran dari orang lain dari teman
dekat saya atau keluarga, sebelum membuat keputusan pembelian SS S RR TS STS
Data Dan Pengumpulan Data
Data yang digunakan peneliti dalam menyusun penelitian ini adalah data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung. Data primer untuk penelitian ini diperoleh dari menyebarkan kuesioner kepada responden yang sesuai dengan
31
karakteristik populasi. Diharapkan dengan penyebaran kuesioner ini akan diperoleh informasi yang relevan dengan tujuan survey dan validitas yang setinggi mungkin. Kuesioner yang dibagikan kepada responden merupakan kuesioner yang bersifat tertutup, artinya jawaban responden telah dibatasi dengan menyediakan alternative jawaban yang telah ditentukan.
Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian
3.9.1 Uji Validitas
Uji validitas dilakukan untuk menguji seberapa cermat suatu tes melakukan fungsi ukurnya atau seringkali pula disebutkan bahwa uji validitas dilakukan untuk menguji kemampuan suatu alat ukur untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Suatu tes dikatakan valid jika:
1. Ada sesuatu yang diukur.
2. Tes tersebut diukur dengan cermat
Menurut (Singgih Santoso, 2000, 277 ) menyatakan bahwa:
1. Jika r hasil positif, serta r hasil > r tabel, maka butir atau variabel tersebut valid.
2. Jika r hasil tidak positif dan r hasil < r tabel, maka butir atau variabel tersebut tidak valid.
3. Jika r hasil > r tabel, tapi bertanda negatif berarti tidak valid.
3.8.2 Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah konsistensi dan kestabilan alat ukur dalam melakukan pengukuran (Sekaran, 2003). Pengujian reliabilitas digunakan untuk memperoleh
32
pengukuran yang konsisten jika dilakukan pengulangan pengukuran. Adapun prinsip reliabilitas meliputi syarat-syarat:
1. Data harus obyektif, artinya sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
2. Data harus reprehensive, artinya sesuai dengan sampel dan dapat mewakili seluruh populasinya.
3. Teknik yang digunakan dalam pengukuran konsistensi internal adalah koefisien alfa atau cronbach’s alpha, yang berguna untuk mengukur tingkat reliabilitas konsistensi internal diantara butir-butir pertanyaan dalam suatu instrument. Item pengukuran dikatakan reliable jika memiliki nilai koefisien
alpha cronbach’slebih besar dari 0,6.
3.10 Teknik Analisis Data
Merujuk pada rumusan masalah, tujuan dan hipotesis penelitian maka penelitian menggunakan dua analisis yaitu analisis deskriptif dan analisis statistik.
1. Analisis Deskriptif
Dalam analisis deksriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data. Kita dapat menjelaskan deksripsi atau menjelaskan variabel dan elemen-elemen pengukuran dengan melihat nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, nilai maksimum, nilai minimum, sum, range, kurtosis, skewness (kemencengan distribusi) (Imam Ghozali,2001:19)
2. Analisis Statistik
Analisis ini digunakan untuk menjawab permasalahan yang ada dan menguji hipotesis. Dalam penelitian ini alat analisis yang akan digunakan adalah
33
regresi berganda. Peneliti menggunakan bantuan program software SPSS 17.0 for windows untuk memperoleh hasil yang lebih terarah. Adapun beberapa uji asumsi klasik yang harus dipenuhi model regresi berganda sebelum data tersebut dianalisis adalah sebagai berikut:
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi variabel independen, variabel independen atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model yang paling baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal (Hakim, 2001). Uji ini dilakukan melalui analisis Kolmogorov Smirnov. Kelebihan dari uji ini adalah sederhana dan tidak menimbulkan perbedaan persepsi di antara satu pengamat dan pengamat lain, yang sering terjadi pada uji normalitas dengan menggunakan grafik.
Konsep dasar kolmogorov smirnov adalah dengan membandingkan distribusi data (yang akan diuji normalitasnya) dengan distribusi normal baku. Distribusi normal baku adalah data yang telah ditransformasikan ke dalam bentuk Z-score dan diasumsikan normal.
Jika signifikansi < 0,05 data tersebut tidak terdistribusi normal Jika signifikansi > 0.05 data tersebut terdistribusi normal
Jika hasil menunjukkan data tidak terdistribusi normal, maka digunakan plot grafik untuk melihat skewness dan kurtosis sehingga dapat ditentukan transformasi seperti apa yang paling tepat digunakan.
34
b. Uji heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidak samaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Dalam model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas (Imam Ghozali,2001:105).
Ada beberapa cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas: 1. Melihat grafik plot
Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yanga da membentuk pola yang teratut maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. Namun apabila tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
2. Uji park
Park mengemukakan metode bahwa variance (s2) merupakan fungsi dari variabel-variabel independennya. Persamaan yang digunakan dalam uji ini yaitu
Ln U2i = b0 + b1+ b2+ b3
Apabila output dari SPSS menyatakan bahwa koefisien parameter beta dari persamaan regresi tersebut signifikan secara statistic, hal ini menunjukkan bahwa dalam data model empiris yang diestimasi terdapat heteroskedastisitas, dan sebaliknya apabila parameter beta tidak signifikan secara statistic, maka asumsinya adalah homoskedastisitas.
35
c. Uji multikolinearitas
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen (Imam Ghozali,2001:91). Jika terdapat korelasi antar variabel independen maka dapat dikatakan terdapat masalah multikolinearitas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antara variabel independen. Uji multikolinearitas menggunakan criteria variance inflation factor (VIF) dengan ketentuan:
1) Bila VIF < 0,10 atau VIF > 10 berarti terdapat multikolinearitas 2) Bila VIF > 0,10 dan VIF < 10 berarti tidak terdapat multikolinearitas b. Uji autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka terdapat problem autokorelasi (Imam Ghozali,2001:95) Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi (Gudjarati,1995). Uji autokorelasi ini menggunakan durbin Watson (DW) test.
Uji durbin Watson hanya digunakan untuk autokorelasi tingkat satu dan mensyaratkan adanya konstanta dalam model regresi dan tidak ada lag diantara variabel independen. Hipotesis yang akan diuji adalah :
H0: tidak ada autokorelasi (r = 0) HA: ada autokorelasi (r ≠ 0)
36
TABEL 3.1
PENGAMBILAN KEPUTUSAN ADA TIDAKNYA AUTOKORELASI
Hipotesis Nol Keputusan Jika
Tidak Ada Autokorelasi Positif
Tolak 0 < d <dl
Tidak Ada Autokorelasi Positif
No Decision dl ≤ d ≤du
Tidak Ada Korelasi Negatif
Tolak 4 – dl < d < 4
Tidak Ada Korelasi Negatif
No Decision 4 – du ≤ d ≤ 4- dl
Tidak Ada Autokorelasi, Positif Atau Negatif
Tidak Ditolak Du < d < 4 - du
Sumber : Imam Ghozali, 2001: 96
Model regresi yang sudah memenuhi asumsi-asumsi klasik tersebut akan digunakan untuk menganalisis, melalui pengujian hipotesis dengan menilai Goodness of fit secara statistik yaitu dapat diukur dengan nilai statistik F dan nilai statistik t. berikut mengenai uji F dan uji t :
a. Uji signifikansi simultan (uji statistik F)
Pengujian ini pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan ke dalam model mempunyai pengaruh bersama-sama terhadap variabel dependen/terikat.
H0: b1= b2=……..bk = 0 (semua variabel independen bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen)
H1: b1≠ b2≠ …… bk ≠ 0 (semua variabel independen secara simultan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen)
37
Untuk menguji hipotesis ini digunakan statistik F dengan criteria pengambilan keputusan sebagai berikut:
Membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan nilai F menurut table, Ho diterima jika F hitung ≤ F table pada α = 5%
Ha diterima jika F hitung > F table pada α = 5%
b. Uji signifikansi parameter individual (uji statistik t)
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas atau independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen (Imam Ghozali,2001:84). Bentuk pengujiannya adalah :
H0: β1= 0
artinya variabel independen bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen
HA: β1 ≠ 0
artinya variabel independen merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen
cara melakukan uji t adalah sebagai berikut :
Membandingkan nilai statistik t dengan titik kritis menurut tabel. Ho diterima jika – t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel