Jurnal Ilmiah Skylandsea 44
PENGARUH TARIF PAJAK, PERATURAN PAJAK DENGAN ATAU ETIKA
SEBAGAI VARIABEL MODERATOR TERHADAP KEPUTUSAN TRANSFER
PRICING PADA PERUSAHAAN MULTINASIONAL DI INDONESIA
Nagian Toni 0106087101 Email : [email protected]
Dosen Program Studi Magister Manajemen Universitas Prima Indonesia
ABSTRACT
The aim of this research is to determine there are any influence among tax rates, tax regulation and ethics as a moderating variable against transfer pricing decision on multinational company in Indonesia. Data are obtained from the questionnares which are given to the samples that have been established by the author. The respondents of this study are managers, finance & accounting staff, tax officers, or other division staff who have knowledge about the application of transfer pricing on multinational companies in Indonesia. Based on the research, the result show that tax rates, tax regulation and ethics as a moderating variable have significant effect on transfer pricing decision. Keywords: tax, transfer, pricing
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Globalisasi ekonomi telah memasuki dimensi baru perekonomian dunia dan membawa dampak meningkatnya transaksi internasional (cross border transaction). Perubahan yang cepat pada ruang lingkup bisnis menuntut perusahaan untuk bergerak cepat dan melakukan penyesuaian terhadap fenomena yang terjadi untuk dapat bersaing secara domestik maupun global. Lahirnya General Agreement on Trade and Tariff (GATT) dan World Trade Organisation (WTO) menghapus kendala-kendala dalam pergerakan barang, jasa dan modal antar negara. Perusahaan tidak hanya melaksanakan kegiatan operasinya di negara sendiri saja, tetapi telah merambah ke mancanegara untuk memaksimalkan potensi pasar global dan meningkatkan laba. Sekitar dua per tiga dari kegiatan ekonomi dunia didominasi oleh perusahaan multinasional (MNC) yang memanfaatkan efisiensi melalui jalur distribusi secara internasional. Transformasi pesat di dunia industri menyebabkan kenaikan jumlah dan kuantitas perusahaan multinasional terus bertambah secara drastis dari waktu ke waktu. Perusahaan multinasional diciptakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan proses produksi yang dilakukan oleh perusahaan akan memenuhi hasrat konsumsi masyarakat luas. Perusahaan multinasional bersaing dengan perusahaan-perusahaan multinasional lain untuk mendapatkan keuntungan dari masyarakat,
seringkali proses persaingan tersebut berlangsung di dalam satu lingkup negara ataupun lingkup antar negara.
Pada umumnya, perusahaan multinasional berskala besar. Investasi mayoritas terdapat di negara maju, namun karena terbatasnya kapabilitas produksi dan sumber daya, perusahaan multinasional memanfaatkan potensi dan kapasitas yang ada di negara berkembang. Fenomena berkembangnya perusahaan multinasional di negara berkembang membawa jalur perdebatan baru antara otoritas pajak dengan para pelaku bisnis di Indonesia. Pasalnya, transfer pricing telah menjadi isu kontroversial diantara perusahaan multinasional (MNC) dan otoritas pajak. Transfer pricing dapat menjadi salah satu strategi yang efektif bagi perusahaan untuk mengurangi beban pajak. Konsep transfer pricing dirancang menggunakan metodologi yang mengalokasikan keuntungan antara divisi dan segmen yang berbeda. Keputusan metode transfer pricing dapat diubah sesuai dengan evaluasi terhadap kinerja anak perusahaan dengan induk. Perusahaan-perusahaan berskala besar seperti Hewlett Packard, Samsung, General Electric, Honda, Dell, Philips, Coca Cola, LG dan lain-lain merupakan beberapa contoh dari perusahaan MNC yang beroperasi di Indonesia.
Menurut Henry Simamora dalam Mangoting (2000), transfer pricing didefinisikan sebagai suatu harga jual khusus yang dipakai dalam pertukaran antar divisional untuk
Jurnal Ilmiah Skylandsea 45 mencatat pendapatan divisi penjual (selling
division) dan biaya divisi pembeli (buying division). Adanya hubungan istimewa merupakan salah satu dalam faktor penentu dalam praktik transfer pricing. Hubungan istimewa terjadi karena adanya keterkaitan satu pihak dengan pihak lain yang tidak terdapat pada hubungan biasa antara satu perusahaan dengan perusahaan lain (Mangoting, 2000). Pada mulanya transfer pricing dilakukan oleh perusahaan untuk menilai kinerja antar divisi perusahaan dalam rangka mencapai tujuan perusahaan. Namun, seiring berjalannya waktu praktek transfer pricing menimbulkan kontroversi antara perusahaan MNC dengan otoritas pajak. Hal ini timbul dikarenakan perusahaan memandang transfer pricing sebagai salah satu cara untuk meminimalkan jumlah pajak tertentu melalui manipulasi harga transfer. “Transfer pricing can effect overall corporate income taxes. This is particularly true for multinational corporations” (Hansen dan Mowen, 1996:496). Copithorne dalam Bradley (2015) mengemukakan bahwa transfer pricing pada perusahaan MNC dimotivasi untuk memaksimalkan keuntungan yang terdiri dari dua tahap. Tahap pertama adalah untuk memaksimalkan laba sebelum pajak antara entitas terkait pada skala global. Tahap kedua adalah untuk mengalokasikan harga transfer antara entitas yang dikendalikan perusahaan induk untuk meminimalkan biaya pajak secara keseluruhan. Perusahaan multinasional akan berusaha untuk mengalokasikan keuntungan semaksimal mungkin ke negara dengan tarif pajak yang rendah.
Di Indonesia, transaksi antar divisi perusahaan multinasional berhubungan dengan penanaman modal asing dan cabang perusahaan asing di Indonesia yang dikategorikan dalam Bentuk Usaha Tetap (BUT). Sebagian besar perusahaan tersebut bergerak di bidang manufaktur dan mempunyai kaitan internal yang fundamental antara induk perusahaan dengan cabang. Perusahaan di Indonesia dimanfaatkan sebagai manufaktur barang madya (intermediate goods) atau bahan mentah (raw materials) (Santoso, 2004). Terkait dengan isu transfer pricing, otoritas pajak mengeluarkan peraturan Undang-Undang pajak yang mengatur praktek transfer pricing dalam rangka untuk mengawasi pelaksanaan serta membatasi terjadinya manipulasi yang mengalihkan potensi pajak Indonesia ke negara lain dengan berbagai dalih, alasan dan justifikasi atas rekayasa tersebut.
Jika dilihat dari sudut pandang perpajakan, perbedaan tarif pajak, peraturan pajak dan etika merupakan beberapa faktor yang mendasari pihak manajemen perusahaan dalam menentukan kebijakan harga transfer. Penelitian sebelumnya pada transfer pricing menyatakan bahwa beberapa faktor penting seperti tarif pajak, peraturan pajak dan etika adalah isu-isu penting di dalam lingkup perusahaan multinasional. Transfer pricing telah menjadi isu penting yang antara pelaku bisnis dengan otoritas pajak dalam beberapa tahun terakhir terkait dengan pengurangan beban
pajak.
LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Pajak
Menurut R.Santoso Brotodiharjo yang dikutip dari buku karangan
Waluyo (2013:2) mendefinisikan pajak sebagai : “ Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan.”
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
terdapat berberapa karakteristik yang melekat pada pengertian pajak, yaitu:
1. Pajak bersifat mengikat dan dapat dipaksakan.
2. Pajak diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh pemerintah
3. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
4. Pembayar pajak tidak menerima jasa timbal balik (kontrapretasi) yang langsung dapat dirasakan.
5. Pemungutan pajak bertujuan untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang diperuntukkan untuk kepentingan masyarakat umum dalam rangka pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan.
2.2. Tarif Pajak
Menurut Waluyo (2013:17), tarif pajak diartikan sebagai tarif untuk menghitung besarnya pajak terutang (pajak yang harus dibayar) dan dinyatakan dalam bentuk persentasePenetapan tarif pajak di setiap negara
Jurnal Ilmiah Skylandsea 46 berbeda-beda. Di beberapa negara bagian seperti
Amerika Serikat menetapkan tarif pajak yang tinggi akan tetapi di beberapa negara seperti Singapura dan Taiwan ditetapkan tarif pajak yang rendah bahkan terdapat beberapa negara yang mengenakan pajak badan sebesar 0% dimana hal ini sering dijadikan kesempatan bagi perusahaan untuk memanfaatkan jasa tax haven. Perbedaan tarif pajak ini disebabkan karena adanya perbedaan faktor sosial, politik, ekonomi, geografis, budaya dan lainnya.Perbandingan besarnya tarif pajak badan di Asia tahun 2016 dapat dilihat padatabel 2.1.
Tabel 2.1. Perbandingan Tarif Pajak Badan di Asia Tahun 2016 No Negara Tarif Pajak Badan No Negara Tarif Pajak Badan 1 Hongkong 16,5% 6 Malaysia 24% 2 Singapura 17% 7 Indonesia 25% 3 Taiwan 17% 8 China 25% 4 Thailand 20% 9 Filipina 30% 5 Vietnam 20% 10 India 34,61% Sumber : KPMG 2.3. Peraturan Pajak
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, peraturan merupakan tataan (petunjuk, kaidah, ketentuan) yang dibuat untuk mengatur. Peraturan pajak merupakan komponen dari hukum pajak. Hukum pajak berisi mengenai keseluruhan peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkan kembali kepada masyarakat melalui kas negara yang merupakan bagian dari hukum publik serta mengatur hubungan-hubungan hukum antara negara dan orang-orang atau badan-badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak (Brotodiharjo,1991:1).
Peraturan perpajakan dapat dijadikan sebagai pedoman bagi aparat pajak untuk bertindak sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta memuat ketentuan-ketentuan perpajakan yang harus dilaksanakan oleh Wajib Pajak. Aturan mengenai perpajakan di Indonesia diatur dalam undang-undang negara. Lembaga pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang berada di bawah naungan Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
Terdapat 6 undang-undang yang mengatur mengatur mengenai prosedur (tata cara) pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan serta sanksisanksi bagi yang melanggar kewajiban
perpajakan (termasuk di dalamnya mekanisme perhitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak). Undang-undang tersebut berisi tentang ketentuan formal dalam melaksanakan hukum pajak materil seperti UU Pajak Penghasilan (PPh), UU Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM), UU Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), UU Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), UU Bea Meterai dan UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP). 2.4. Etika
Definisi etika menurut Suhardana yang dikutip dalam Agoes dan Ardana (2009:26) mengungkapkan, “Etika disebut juga dengan susila, yang mempelajari tata nilai, tentang baik buruknya suatu perbuatan, antara yang harus dikerjakan atau dihindari sehingga tercipta hubungan yang baik antara sesama manusia.”
Menurut Keraf (2008:32-34), etika dapat dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut : 1. Etika Umum
Etika umum berbicara mengenai norma dan nilai moral, kondisi-kondisi dasar bagi manusia untuk bertindak secara etis untuk menilai baik buruknya suatu tindakan dan membahas mengenai pengertian umum dan teori-teori.
2. Etika Khusus
Etika khusus berkaitan dengan norma dan prinsip dasar dalam kehidupan yang khusus. Etika khusus dibagi menjadi dua, yaitu : a) Etika Individual
Etika individual menyangkut kewajiban, tanggung jawab dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri.
b) Etika Sosial
Etika sosial berbicara mengenai kewajiban dan hak, sikap dan pola perilaku manusia dalam interaksi dengan sesamanya. Etika profesi dan bisnis serta perpajakan termasuk di dalamnya.
METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian
Pemilihan objek penelitian merupakan salah satu aspek utama dalam melakukan sebuah penelitian. Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan multinasional yang bergerak di industri manufaktur yang berada di Indonesia. Objek penelitian tersebut dipilih karena perusahaan multinasional yang terdiri dari beberapa divisi yang terletak di berbagai negara dengan
Jurnal Ilmiah Skylandsea 47 peraturan pajak yang berbeda, memiliki
dorongan untuk mengalihkan Penghasilan Kena Pajak dari negara dengan tarif pajak tinggi ke negara yang
memiliki tarif pajak rendah melalui penggunaan harga transfer. Fenomena ini menimbulkan kontroversi antara otoritas pajak dengan perusahaan multinasional. Beberapa faktor yang diteliti yaitu tarif pajak, peraturan pajak, dengan atau etika sebagai variabel moderator terhadap keputusan transfer pricing. Ketiga faktor tersebut diteliti dalam penelitian ini untuk mengetahui pengaruhnya tehadap keputusan transfer pricing. 3.2. Metode Penarikan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan multinasional di Indonesia yang bergerak di industri manufaktur. Menurut Supranto (2008a:22) populasi adalah kumpulan dari seluruh elemen sejenis tetapi dapat dibedakan satu sama lain karena karakteristiknya . Dengan populasi tersebut diharapkan data yang terkumpul dapat mewakili seluruh variabel yang akan diuji pada penelitian ini.
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2002:109). Sampel yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah perusahaan multinasional. Responden yang mengisi kuesioner adalah manajer tingkat atas atau staf divisi finance, accounting & tax yang dan staf divisi lainnya yang memiliki pengetahuan dan menerapkan transfer pricing pada perusahaan multinasional di Indonesia. Agar penelitian ini dapat dilakukan secara lebih efisien, maka tidak semua anggota populasi ini akan diteliti, melainkan hanya diambil sampelnya saja.
Kriteria untuk sampel yang sesuai dengan menggunakan pengujian pendekatan Tabachnick dan Fidell dalam Ferdinand (2005:531) yaitu 10 sampai 25 kali jumlah variabel independen. Total variabel independen dan variabel moderator dalam penelitian ini sebanyak tiga buah, sehingga sampel yang diambil berkisar antara 30 sampai 75 sampel. Dalam penelitian ini, sampel yang diambilsebanyak 30 sampel yang sudah memenuhi kriteria ukuran sampel dengan pendekatan Tabachnick dan Fidell. Metode yang digunakan dalam pemilihan sampel adalah purposive sampling karena responden dipilih dengan mempertimbangkan kriteria khusus yakni perusahaan multinasional yang bergerak di industri manufaktur di Indonesia. Sampel perusahaan multinasional dalam penelitian ini sebesar 30 perusahaan (n=30),
dimana kuesioner disebarkan secara langsung dan melalui email.
3.3. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Sugiyono (2013:224) teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer. Data primer dikumpulkan dengan menyebarkan kuesioner ke 50 perusahaan multinasional yang bergerak di industri manufaktur di Indonesia. Kuesioner diberikan secara langsung dan dikirimkan melalui email. Jenis kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan bentuk pendapat dan subyek memiliki beberapa alternatif jawaban untuk menanggapi sejumlah pernyataan dalam kuesioner. Dalam penelitian ini digunakan skala ordinal untuk menilai jawaban kuesioner yang disebarkan kepada responden. Alternatif jawaban tersebut dibuat dengan menggunakan Skala Likert (Likert Scale) dengan menetapkan rentang skor dari 1 sampai 5 3.4. Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Pengujian validitas dilakukan dengan melalui analisis faktor terhadap instrumen dengan cara mengkorelasikan jumlah skor item kuesioner dengan skor total. Korelasi setiap item pernyataan dengan nilai total setiap variabel dilakukan dengan teknik korelasi yaitu corrected item – total correlation untuk mengetahui apakah variabel yang diuji valid atau tidak. Kriteria pengujian uji validitas dengancorrected item – total correlation menurut Priyatno (2010:91) adalah sebagai berikut :
a. Jika r hitung ≥ r tabel ( uji 2 sisi dengan sig. 0,05) maka item-item pertanyaan berkorelasi signifikan terhadap skor total pertanyaan (dinyatakan valid).
b. Jika r hitung ≤ r tabel ( uji 2 sisi dengan sig. 0,05) maka item-item pertanyaan tidak berkorelasi signifikan terhadap skor total pertanyaan (dinyatakan tidak valid)
3.5. Uji Reliabilitas
Reliabilitas berasal dari kata reliability yang berarti sejauh mana hasil suatu pengukuran memiliki keterpercayaan, keterandalan, konsistensi dan kestabilan yang dapat dipercaya. Reliabilitas alat ukut menunjukkan tentang sifat suatu alat ukur cukup akurat, stabil atau
Jurnal Ilmiah Skylandsea 48 konsisten dalam mengukur apa yang ingin
diukur.( Nazir, 2005:145).
Reliabilitas dikatakan mempunyai reliabilitas tinggi atau dapat dipercaya jika alat ukur itu mantap, dalam pengertian alat ukur tersebut stabil, dapat diandalkan (dependability) dan dapat diramalkan (predictability). Reliabilitas dapat dilihat dari error yang dibuat. Makin besar error yang terjadi, maka makin kecil reliabilitas pengukuran dan sebaliknya. Uji reliabilitas dilakukan untuk menguji konsistensi dan stabilitas dari suatu instrumen. Reliabilitas instrumen penelitian di uji dengan menggunakan rumus koefisien Cronbach’s Alpha, di mana suatu kuesioner dikatakan reliabel jika nilai Cronbach’s Alpha lebih besar dari 0,60 atau lebih besar dari 60%.
ANALISA DAN PEMBAHASAN
Hipotesis dalam penelitian ini menyata-kan bahwa: tarif pajak (X1) berpengaruh terhadap keputusan transfer pricing. Berdasarkan hasil output SPSS terlihat bahwa variabel tarif pajak (X1) memiliki nilai sig. sebesar 0,000 ( lebih kecil dari α = 0,05). Hal ini berarti tarif pajak (X1) memiliki pengaruh terhadap keputusan transfer pricing. Hasil penelitian ini sejalan denganhasil penelitian terdahulu yang dilkukan oleh Chan (2007), yang menyatakan bahwa tarif pajak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keputusan transfer pricing. Berdasarkan hasil penelitian, tarif pajak terbukti berpengaruh terhadap keputusan transfer pricing untuk meminimalkan beban pajak. Semakin tinggi tarif pajak yang berlaku di suatu negara, perusahaan cenderung akan melakukan manipulasi transfer pricing dengan mengalihkan Penghasilan Kena Pajak dari negara dengan tarif pajak yang tinggi ke negara yang memiliki tarif pajak rendah melalui penggunaan harga transfer. Menurut Chan (2007) sehubungan dengan tarif pajak, perusahaan multinasional akan menggeser laba ke negara dengan tarif pajak yang rendah. Hal ini berarti bahwa perbedaan tarif pajak memberikan pengaruh dalam menentukan keputusan transfer pricing untuk meminimalkan beban pajak.
Hipotesis dalam penelitian ini menyatakan bahwa : peraturan pajak (X2) berpengaruh terhadap keputusan transfer pricing. Berdasarkan hasil output SPSS terlihat bahwa variabel peraturan pajak (X2) memiliki nilai sig. sebesar 0,02 ( lebih kecil dari α = 0,05). Hal ini berarti bahwa peraturan pajak (X2) memiliki pengaruh terhadap keputusan transfer pricing. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan Chan (2005), yang menyatakan bahwa peraturan pajak memiliki pengaruh terhadap keputusan transfer pricing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peraturan pajak menjadi dasar pertimbangan manajemen dalam melakukan transfer pricing. Selain itu, arah hubungan negatif menandakan peraturan pajak yang semakin ketat dan kompleks akan menurunkan keputusan tranfer pricing di mana hal inimenghindari perusahaan melakukan manipulasi harga transfer untuk meminimalkan beban pajak. Jika terdapat kelonggaran atau celah dalam menetapkan peraturan pajak maka perusahaan akan memanfaatkan celah tersebut untuk memanipulasi harga transfer untuk meminimalkan beban pajak yang dibayar yang dapat meningkatkan laba persusahaan. Perusahaan multinasional harus mempertim-bangkan dengan bijak segala aspek perpajakan dan peraturan yang berlaku. “The right transfer pricing strategy can save a company millions of dollars in taxes, while the wrong strategy can trigger penalties greater than original tax” (Tully, 2012).
Otoritas pajak di Indonesia memberla-kukan berbagai aturan yang mengatur praktik transfer pricing yang dilakukan perusahaan multinasional. Peraturan tersebut diciptakan dengan maksud untuk mengawasi kegiatan transfer pricing serta mencegah terjadinya penyalahgunaan bagi pihak yang terkait dalam memanfaatkan celah peraturan pajak Indonesia, dimana memberikan wewenang kepada Menteri Keuangan dan Dirjen Pajak untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta utang yang digunakan sebagai modal untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi pihak yang memiliki hubungan istimewa.
Sejalan dengan perkembangan transfer pricing di Indonesia, berbagai peraturan telah ditetapkan oleh otoritas pajak, salah satunya dengan diberlakukannya APA (Advanced Pricing Agreement) atau kesepakatan harga transfer. Hal ini memungkinkan bagi negara domisili untuk mendapatkan pendapatan pajak yang wajar dan adil dari setiap entitas yang beroperasi diwilayahnya. Pada tahun 2015, Menteri Keuangan Republik Indonesia mengeluarkan peraturan mengenai tata cara pembentukan dan pelaksanaan kesepakatan harga transfer yang dituangkan dalam peraturan nomor 7/PMK.03/2015 yang disebut dengan PMK 7.
Jurnal Ilmiah Skylandsea 49 Selain diberlakukannya APA, perusahaan
multinasional dapat menggunakan P3B (Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda atau Tax Treaty) sebagai acuan dalam melakukan prosedur transfer pricing di Indonesia. P3B menjadi salah satu dasar yang digunakan untuk menyelesaikan sengketa perpajakan antara negara sumber dan negara domisili. Perusahaan multinasional wajib memberikan informasi secara transparan terkait dengan penentuan harga transfer. Peraturan yang telah ditetapkan oleh otoritas pajak terkait dengan isu transfer pricing wajib dipatuhi oleh perusahaan serta menaati segala pembatasan-pembatasan untuk mencegah peluang penghindaran pajak.
Hipotesis dalam penelitian ini menyatakan bahwa : interaksi antara tarif pajak dengan etika (X1_M) memiliki nilai sig. sebesar 0,000 ( lebih kecil dari α = 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa variabel moderasi X1M ternyata signifikan. Arah hubungan negatif yang berarti bahwa etika memperlemah interaksi antara tarif pajak dan keputusan transfer pricing. Temuan ini menunjukkan bahwa variabel etika memang variabel moderator dan ini konsisten dengan pengujian interaksi di atas.
Hasil penelitian sejalan dengan penelitian terdahulu melalui studi kasus yang dilakukan Hansen, Crosser dan Laufer (1992), yang menyatakan bahwa etikamemberikan pengaruh terhadap keputusan transfer pricing. Prinsip etika tidak menghalangi perusahaan untuk mengejar keuntungan. Akan tetapi, dalam kegiatan perencanaan, pengendalian dan pengambilan keputusan bagaimanapun manajer harus selalu mempertimbangkan dampak dari tindakan mereka terhadap pihak lainnya, baik bagi pihak internal maupun eksternal. Etika profesional seharusnya didasarkan pada prinsip fundamental yang benar atau salah. Perilaku etis adalah memilih yang benar, tepat dan adil. Semakin tinggi etika semakin rendah niat pihak manajemen untuk melakukan penghindaran pajak. Dengan kata lain, semakin rendah etika semakin tinggi niat pihak manajemen untuk melakukan penghindaran pajak. Sudut pandang etika memandang bahwa pajak merupakan kewajiban yang harus dipenuhi dan bukan hal yang harus dihindariHipotesis dalam penelitian ini menyatakan bahwa : interaksi antara peraturan pajak dengan etika (X2_M) memiliki nilai sig. sebesar 0,000 ( lebih kecil dari α = 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa variabel moderasi X2_M ternyata signifikan. Arah hubungan positif yang berarti bahwa etika
memperkuat interaksi antara peraturan pajak dan keputusan transfer pricing. Temuan ini menunjukkan bahwa variabel etika memang variabel moderator dan ini konsisten dengan pengujian interaksi di atas.
Hasil penelitian sejalan dengan penelitian terdahulu melalui studi kasus yang dilakukan Hansen, Crosser dan Laufer (1992), yang menyatakan bahwa etika memberikan pengaruh terhadap keputusan transfer pricing. Pengambilan keputusan transfer pricing didasari oleh etika manajer atau direksi untuk memutuskan kebijakan harga transfer yang relevan. Pengambilan keputusan ini harus disesuaikan dengan legalitas peraturan pajak yang berlaku di suatu negara. Etika yang didasari pada orientasi untuk meminimalkan beban pajak dan pencapaian laba perusahaan maka akan meningkatkan keputusan transfer pricing.
KESIMPULAN
Berdasarkan pengujian hipotesis yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Faktor tarif pajak dan peraturan pajak secara langsung mempengaruhi perusahaan MNC dalam menentukan keputusan transfer pricing. Kedua faktor tersebut menjadi pertimbangan perusahaan MNC dalam menentukan keputusan transfer pricing. Semakin tinggi tarif pajak yang berlaku di suatu negara, perusahaan cenderung akan melakukan transfer pricing dengan mengalihkan Penghasilan Kena Pajak dari negara dengan tarif pajak yang tinggi ke negara yang memiliki tarif pajak rendah melalui penggunaan harga transfer. Perusahaan MNC akan menggeser laba ke negara dengan tarif pajak rendah dan menggeser biaya ke negara dengan tarif pajak tinggi. Hal ini dapat menjadi salah satu kesempatan atau celah bagi perusahaan MNC untuk melakukan penghematan pajak. Faktor peraturan pajak secara langsung mempengaruhi perusahaan MNC dalam menentukan keputusan transfer pricing. Dalam pengambilan keputusan transfer pricing, Perusahaan MNC pada umumnya akan mempertimbangkan peraturan pajak yang berlaku di Indonesia. Peraturan pajak yang semakin ketat dan kompleks akan menurunkan keputusan tranfer pricing di mana hal ini menghindari perusahaan melakukan manipulasi harga transfer untuk meminimalkan beban pajak. Jika terdapat
Jurnal Ilmiah Skylandsea 50 kelonggaran atau celah dalam nenetapkan
peraturan pajak maka akan meningkatkan keputusan transfer pricing yang dapat memperluas kemungkinan terjadinya rekayasa manipulasi harga transfer.
2. Etika menjadi faktor yang memperkuat keputusan perusahaan MNC dalam melakukan transfer pricing. Interaksi etika terhadap tarif pajak memperlemah keputusan perusahaan MNC dalam melakukan transfer pricing sedangkan interaksi etika terhadap peraturan pajak memperkuat keputusan perusahaan MNC dalam melakukan transfer pricing. Semakin tinggi etika semakin rendah niat pihak manajemen untuk melakukan penghindaran pajak melalui transfer pricing. Dengan kata lain, semakin rendah etika semakin tinggi niat pihak manajemen untuk melakukan penghindaran pajak. Dari sudut pandang etika memandang bahwa pajak merupakan kewajiban yang harus dipenuhi dan bukan hal yang harus dihindari. Pengambilan keputusan transfer pricing harus disesuaikan
dengan legalitas peraturan pajak yang berlaku di suatu negara. Etika yang didasari pada orientasi untuk meminimalkan beban pajak dan pencapaian laba maka akan meningkatkan keputusan transfer pricing yang dilakukan oleh perusahaan MNC.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Surhasini. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta
Bartelsman, E. & Beetsma, R. (2000). “Why Pay More? Corporate Tax Avoidance Through Transfer Pricing in OECD Countries”. Tinbergen Institute Discussion Paper No 00-54/2. June 2000: 1-20
Bradley, Wray. (2015). “Transfer Pricing: Increasing Tension Between Multinational Firms and Tax Authorities”. Accounting & Taxation, Volume 7, No. 2. page 65-73
Brotodiharjo. R.S. (1991). Pengantar Ilmu Hukum Pajak. ed.3. Bandung: Eresco Chan, Canri. (2005). “Do Government
Regulations Prevent Transfer Pricing Manipulations?”. International Business & Economics Research Journal, Volume 4, No. 10, October 2005: 1-10
Chan, Canri. (2007). “An Experimental Examination of The Effect of Tax Rates on Transfer Pricing Decisions”. The Journal of American Academy of Business, Volume 10, No. 2, March 2007: 1-6
Daito, Apollo. (2011). Pencarian Ilmu Melalui Pendekatan: Ontologi, Espimologi, Aksiologi. Jakarta: Mitra Wacana Media Ferdinand, Augusty. (2005). Structural Equation
Modelling.ed.3. Semarang: BP Undip Green, Karen. (2015). “Influence of Ethical
Position and Information Asymmetry on Transfer Price Negotiations”. Accounting and Finance Research, Volume 4, No. 1, page 30-41
Hansen, Don R, Crosser, Rick L & Laufer, Doug. (1992). “Moral Ethic v. Tax Ethics: The Case of Transfer Pricing Among Multinational Corporations”. Journal of Business Ethics, Volume 11, No. 9, September 1992: 679-686
Hansen, Don R & Mowen, Maryanne M. (1996). Management Accounting. Ohio: South Western College Publishing. Hansen, Don R & Mowen, Maryanne M. (2007). Managerial Accounting. 8th ed.Ohio: Thomson South-Western.
Keraf, A. Sony. (2008). Etika Bisnis, Tuntutan dan Relevansinya. Jakarta: Kanisius Kim, Yong Gyu (2007). “How Do Korean
Multinational Firms Decide
International Transfer Pricing?”. Journal of Korea Trade, Volume 11, No. 1, May 2007: 173-200