• Tidak ada hasil yang ditemukan

AFIKS DALAM KATA MAJEMUK BAHASA BALI I GDE NALA ANTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "AFIKS DALAM KATA MAJEMUK BAHASA BALI I GDE NALA ANTARA"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

1

AFIKS DALAM

KATA MAJEMUK BAHASA BALI

I GDE NALA ANTARA

PROGRAM STUDI SASTRA BALI

FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(2)

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Mahaesa, karena atas rahmat-Nya karya tulis yang berjudul “Afiks dalam Kata Majemuk Bahasa Bali” ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan karya tulis

ini.

Karya tulis ini sudah tentu sangat jauh dikatakan sempurna. Untuk itu segala masukan dan kritik dari pembaca yang budiman demi penyempurnaannya sangat diharapkan. Semoga

karya tulis ini ada manfaatnya.

Denpasar, Maret 2016 Penulis

(3)

3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……….. i DAFTAR ISI ………. ii BAB I PENDAHULUAN ……… 1 1.1 Latar Belakang ………... 1 1.2 Masalah ………...………. 3 1.3 Teori ……… 3 1.4 Kajian Pustaka ………. 4 1.5 Tujuan Penelitian ……… . 5

1.6 Metode dan Teknik Penelitian ………. 5

1.7 Populasi dan Sampel ………. 5

BAB II AFIKS DALAM KATA MAJEMUK BAHASA BALI ………….. 7

2.1 Afiks dan Kata Majemuk ……….……….… 7

2.2 Ciri-ciri Kata Majemuk Bahasa Bali ………. 9

2.3 Kata Majemuk Bahasa Bali ……….….. 10

2.4 Proses Pembentukan Kata Majemuk Bahasa Bali ……….……..…. 18

2.5 Afiks Pembentuk Kata Majemuk Bahasa Bali ………. 21

2.6 Fungsi Afiks dan Hubungan Makna Antar Unsur dalam Kata Majemuk Bahasa Bali ……… 23

BAB III KESIMPULAN ……… 26

(4)

4

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa merupakan salah satu dari tujuh unsur kebudaya yang universal. Bahasa merupakan unsur terpenting dalam suatu kebudayaan. Itu artinya, bahasa berperan penting dalam sebuah peradaban kebudayaan. Dengan bahasa kita dapat mempelajari nilai-nilai budaya yang terdapat dalam masyarakat. Ketika sebuah kebudayaan berubah, bahasa merupakan unsur terakhir sebagai identitas kebudayaan yang berubah dibandingkan dengan unsur-unsur lainnya seperti sistem mata pencaharian, teknologi, sosial ekonomi, dan sebagainya.

Bahasa Bali merupakan salah satu bahasa daerah diantara sekian banyak bahasa daerah yang ada di Indonesia. Bahasa Bali hingga kini masih tetap hidup, berkembang, dan dipelihara dengan baik oleh masyarakat penuturnya. Jumlah penduduknya cukup banyak, sebagian besar menetap di wilayah provinsi daerah tingkat I Bali. Bahasa Bali juga berkembang dan dipelihara oleh pendukungnya di beberapa daerah luar Bali sepert-daerah di pulau Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Lombok, Sumbawa, dan daerah-daerah lain tujuan transmigrasi yang berasal dari Bali.

Jumlah penutur atau pendukung bahasan Bali yang cukup banyak merupakan salah satu sebab bahasa itu mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Bali. Di samping itu bahasa Bali sebagai bahasa ibu bagi masyarakat suku Bali memiliki kekhasan tersendiri pada sistem tingkatan-tingkatan bahasanya yang disebut dengan istilah Anggah-ungguhing Basa Bali. Kedudukan dan peranan bahasa Bali yang sangat penting tadi akan tampak dalam dunia pendidikan, kehidupan rumah tangga, kesenian, dan media massa. Dengan demikian bahasa Bali memiliki status sebagai lambang budaya, yaitu sebagai bahasa daerah dan sebagai bahasa ibu. Dalam kedudukannya sebagai

(5)

5

bahasa daerah, bahasa Bali berfungsi lambang identitas kebudayaan daerah Bali, sedangkan sebagai bahasa ibu, bahasa Bali berfungsi sebagai alat komunikasi bagi masyarakat Bali baik resmi maupun tak resmi.

Pertumbuhan dan perkembagan bahasa Bali perlu mendapat perhatian dan pembinaan secara khusus dan berkesinambungan demi kelestariannya. Usaha ini denganasa-bahasa politik Bahasa Nasional yaitu salah satu sebagai fungsi terpenting dari denganasa-bahasa-denganasa-bahasa daerah yang ada di Indonesia adalah sebagai pendukung bahasa nasional. Hal ini sesuai pula dengan Tap. MPR II/1983 yang menyebutkan bahwa pembinaan bahasa daer daerah dilakukan dalam rangka pengembangan bahasa Indonesia dan khasanah kebudayaan nasional sebagai salah satu sarana identitas nasional. Bahkan penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 Bab XV Pasal 36 menyebutkan bahwa bahwa bahasa-bahasa daerah yang masih hidup dipakai sebagai alat komunikasi dan dibina oleh masyarakat pemakainya, akan dihargai dan dipelihara oleh negara, sebab bahasa-bahasa itu merupakan bagian dari kebudayaan

Indonesia.

Usaha-usaha ke arah pembinaan dan pengembangan bahasa Bali telah banyak dilakukan, baik oleh sarjana asing maupun sarjana Indonesia. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan menyangkut bidang tata bahasanya, dialektologi, maupun sosiologi bahasanya. Walaupun demikian bahasa Bali bukan berarti tidak jauh perlu digali atau diteliti lagi, namun masih dirasakan sangat perlu untuk diteliti lebih jauh dengan harapan memperoleh data dan informasi yang lengkap tentang keberadaannya dari segala aspek kebahasaannya.

Bahasa Bali sebagai salah satu bahasa yang masih diakui keberadaannya juga memiliki ciri-ciri kebahasaan yang ada pada bahasa lain. Ciri kebahasaan seperti proses afiksasi dan pemajemukan sebagai bagian dari masalah ketatabahasaan memang sangat menarik dan tidak dipisahkan dari penyajian tata bahasa, terutama dalam hubungannya dengan morfologi. Dengan demikian, peran afiks dalam pemajemukan sebagai bagian dari

(6)

6

proses morfologi sangat penting kedudukannya dalam analisis bahasa. Bagaimana peran afiks dalam proses pemajemukan dalam bahasa Bali juga merupakan masalah yang sangat penting dan menarik untuk diteliti.

1.2 Masalah

Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini dapat dirinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Afiks apa sajakah yang membentuk kata majemuk bahasa Bali?

2. Bagaimanakah fungsi afiks dan hubungan makna antar unsur dalam kata majemuk bahasa Bali?

1.3 Teori

Kerangka dasar teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah bercorak struktural.

Dasar-dasar teori struktural ini pada mulanya diletakan yang oleh Ferdinand de Saussure dalam bukunya Course de Linguistique Generale (1916). Pandangan Ferdinand de Sausure itu dikumpulkan dan dikembangkan oleh murid-muridnya yang bernama Charles Bally dan Albert Sechehaye menjadi sebuah buku yang diterjemahkan kedalam bahasa Inggris dengan judul Course in Generale Lingusitices. Buku tersebut selanjutnya diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh rahayu S. Hidayat dengan judul Pengantar Linguistik Umum (1988).

Ajaran-ajaran Sausure dapat diringkas dalam bentuk dikotomi-dikotomi sebagai berikut:

1. Langue dan Parole

2. Penyelidikan diakronis dan sonkroniss 3. Significant dan signifie

(7)

7

4. Hubungan sintagmatis dan asosiatif (1988: 4-26)

Dalam hubungannya dengan pembahasan ini, pandangan Sausure yang banyak diterapkan adalah dikotomi, langue, dan parle; significant dan signifie, karena proses pembentukan kata pada kenyataanya tidak dapat dilepaskan dari konsep, bentuk dan makna; penyelidikan sinkronis, karena berdasasrkan data kekinian; dan hubungan sintagmatis dan asosiatif.

1.4 Kajian Pustaka

Seperti telah dikemukakan didepan, bahasa bali telah cukup sering diteliti, baik oleh peneliti pribumi maupun yang berkebangsaan asing. Disamping itu telah banyak pula dilakukan usaha penerbitan buku-buku tentang bahasa bali

Penelitian yang berkaitan struktur bahasa Bali diantaranya oleh Wayan Bawa dan Wayan Jendra (1981), Bawa (1983), Tim Peneliti Fakultas Sastra Unud (1976/1977), I

Gusti Ketut Anom dkk. (1993), dan masih cukup banyak penelitian lainnya. Semua penelitian tersebut diatas belum ada yang meneliti secara khusus dan mendalam tentang proses pembentukan kata majemuk. Hanya penelitian yang dilakukan Sueta (1986) membahas tentang kata majemuk dialek Nusa Penida.

Ramlan (1983; 67) mengatakan bahwa kata majemuk adalah kata yang terdiri dari dua kata sebagai unsurnya. Selanjutnya dikatakan, ada juga kata majemuk yang terdiri dari satu kata dan satu pokok kata sebagai unsurnya. Sedangkan Harimurti Kridalaksana mengatakan bahwa yang dimaksud dengan perpaduan atau pemajemukan atau komposisi adalah proses penggabungan atau lebih yang membentuk kata. “Output” prose situ disebut paduan leksem atau kompositum yang menjadi calon kata majemuk (1989: 103). Kedua peneliti yang disebutkan terakhir merupakan pakar linguistic yang lebih banyak mengungkap tentang pembentukan kata dalam bahasa Indonesia.

(8)

8

1.5 Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian untuk menggali aspek-aspek bahasa Bali yang masih terpendam, sejalan dengan pengembangan bahasa dari segala aspeknya; memahami kaidah-kaidah bahasa Bali dalam bidang struktur (morfologi), sehimgga dapat menambah kepustakaan. Lebih lanjut secara khusus penelitian ini bertujuan:

1. Untuk mendeskripsikan afiks-afiks yang membentuk kata majemuk bahasa Bali. 2. Untuk mendeskripsikan fungsi afiks dan hubungan makna antarunsur dalam kata

majemuk bahasa Bali.

1.6 Metode dan Teknik Penelitian

Untuk mendapatkan yang lengkap, akan digunakan dua jenis sumber data yaitu data lisan dan data tertulis. Berkenaan dengan analisis nanti, kedua jenis data tersebut memiliki kedudukan yang sama dan saling melengkapi.

Dalam pengumpulan data tulis dan lisan menggunakan metode simak. Metode ini disejajarkan dengan metode pengematan atau observasi dibantu dengan teknik sadap. Selain itu digunakan metode wawancara yang dibantu dengan teknik pencatatan dan perekaman.

Pada tahapan analisis menggunakan metode deskriptif sinkronis. Maksudnya adalah memerikan apa adanya dan data yang dianalisis bersifat kekinian. Data yang dikumpulkan, diklasifikasikan sesuai dengan kepentingan analisis. Sedangkan dalam penyajian digunakan metode informal.

1.7 Populasi dan Sampel

Untuk data lisan, populasi penelitian ini adalah semua penutur bahasa Bali yang ada di wilayah Provinsi Bali yang pembicaraanya meliputi seluruh situasi, baik

(9)

9

resmi maupun tidak resmi tanpa memperhatikan status sosial penuturnya. Sedangkan populasi data tertulis diusahakan melalui buku-buku bacaan.

Karena luasnya populasi penlitian ini, maka dipandang perlu untuk mengadaka penentuan sampel. Penentuan sampel dilakukan dengan teknik purposive sample, yaitu pemilihan sekelompok subyek berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Sutrisno hadi 1983:82)

Dengan teknik purposive sample, maka untuk data lisan sampel yang digunakan ada dua macam, yaitu sampel wilayah dan sampel penutur. Sampel wilayah yang digunakan yaitu dua kabupaten meliputi Kabupaten Klungkung dan Buleleng. Kedua kabupaten tersebut dijadikan sampel dalam penelitian ini karena secara ekstra linguistik, pemakaian bahasa Bali ragam standard atau baku pada umumnya digunakan didua kabupaten tersebut. Pada kedua sampel wilayah ini akan diambil tiga desa sebagai titik pengamatan. Pengambilan desa-desa tersebut dilakukan

secara acak.

Sampel penutur akan diambil dari desa-desa yag dijadikan. Pengamatan sebanyak dua orang sebagai informan penetuan informan ini juga dilakukan secara acak dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: penutur asli bahasa Bali; usia sekurang-kurangnya 30 tahun; menguasai bahasa lisan dan tulisan dengan baik; dan memiliki alat-alat ucap yang sempurna, sedangkan untuk data tertulis, diambil buku-buku bacaan yang berbahasa Bali yang meilputi bidang adat, agama, sastra, dan pengajaran bahasa, serta hasil-hasil peneitian yang dilakukan.

(10)

10

BAB II

AFIKS DALAM KATA MAJEMUK BAHASA BALI

2.1 Afiks dan Kata Majemuk

Sebelum sampai pada tahapan analisis, perlu kiranya diberikan batasan tentang apa yang dimaksud dengan afiks dan kata majemuk.

Afiks merupakan bentuk terikat yang ditambahkan pada bentuk dasar (Bloomfield, 1958: 218; Gleanson, 1961:59). Ramlan (1976: 31; 1983:48-51) mengemukakan bahwa afiks adalah suatu satuan gramatik terikat yang di dalam suatu kata merupakan unsure yang bukan kata dan pokok kata, yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk kata atau pokok kata baru. Afiks itu meliputi prefiks, sufiks, infiks, dan konfiks/simulfiks (bandingkan Yasin, 1987: 58-59). Senada dengan pandangan Ramlan, Verhaar (1981: 60) mengatakan bahwa afiks merupakan morferm terikat yang ditambahkan

pada awal kata (prefiks), tengah kata (infiks), akhir kata (sufiks), dan sebagian pada awal dan sebagian pada akhir kata (konfiks, ambifiks, simulfiks). Kentjono (1982: 44) juga memberikan pandangan yang serupa, tetapi istilah afiks yang melekat sekaligus pada awal dan akhir kata disebut dengan sirkumfiks.

Kridalaksana (1984: 2 ; 1989: 28-30) memberikan batasan mengenai afiks sebagai berikut. Afiks merupakan bentuk terikat yang bila ditambahkan pada bentuk lain akan mengubah makna gramatikalnya. Afiks ini meliputi prefiks, sufiks, infiks, simulfiks, konfiks, suprafiks, dan kombinasi afiks. Chaer (1994: 1780181) membedakan afiks berdasarkan posisi melekatnya pada bentuk dasar menjadi prefiks, infiks, konfiks, interfiks, dan transfiks.

Melihat batasan-batasan yang dikemukakan di atas, pada dasarnya konsep afiks itu meliputi prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks. Hanya konsep konfiks disebut dengan beberapa

(11)

11

istilah. Istilah itu ada simulfiks (Verhaar, 1981: 60; Ramlan, 1983: 51; Yasin, 1987; 59), ambifiks (Verhaar, 1981: 60), dan sirkumfiks (Kentjono, 1982: 44).

Perbedaan tampak dalam penggunaan istilah simulfiks. Perbedaan itu terdapat dalam teori yang dikemukakan oleh Kridalaksana. Kridalaksana (1989: 29) mengatakan simulfiks merupakan afiks yang dimanifestasikan dengan cirri-ciri segmental yang dileburkan pada dasar, misalnya sate > nyate, kop >i ngopi. Dengan melihat contoh yang dikemukakan, proses seperti itu sesungguhnya hanya merupakan proses pembubuhan prefiks nasal (N-). Selanjutnya pendapat Kridalaksana tentang simulfiks tidak digunakan. Pada pembahasan berikutnya, konsep afiks yang diikuti adalah teori yang dikemukakan oleh Bloomfield (1958), Gleason (1961), Ramlan (1976; 1983), dan Verhaar (1981).

Telah banyak ahli bahasa yang memberikan batasan kata majemuk, antara lain:

1). Slamet Mulyana (1969: 260) mengatakan bahwa kata majemuk adalaha dua patah kata atau lebih yang berangkaian dan merupakan kata baru serta menyatakan suatu pengertian.

Selanjutnya kata majemuk dibedakan atas kata majemuk senyawa dan kata majemuk bebas. 2). Mees (1969: 73) mengatakan kata majemuk adalah gabungan dua patah kata yang memunculkan sesuatu pengertian baru sehingga kedua bagiannya agak kehilangan artinya sendiri, tetapi bersama-sama merupakan satu perkataan saja.

3). G. Keraf (1969: 13) mengatakan kata majemuk adalah gabungan dua buah kata atau lebih yang memberikan satu kesatuan arti.

4). Verhaar (1975: 55) mengatakan kata majemuk adalah sebuah kata dapat terdiri dari atas morfem asal ditambah morfem asal, boleh berimbuhan boleh tidak.

5). Sudaryanto (1983: 284) mengatakan kata majemuk harus dibedakan dari kata jadian dan kata ulang maupun dari kata berklitik dan kata berunsur unik. Kata majemuk juga ditandai sebagai kata polimorfemis yang terjadi dari dasar + dasar, dasar + akar, akar + dasar, dan akar + akar.

(12)

12

Dari beberapa batasan atau definisi diatas dan pendapat yang dikemukakan oleh Ramlan dan Harimurti Kridalaksana di depan, maka dapat ditarik dua hal yang mendasar mengenai hakikat kata majemuk, yaitu sebuah kata yang terdiri dari atas lebih dari satu kata, dan mengandung satu makna (lih. Samsuri. 1982: 199).

2.2 Ciri-ciri Kata Majemuk Bahasa Bali

Anom dkk (193: 62-63) dan Tim Peneliti Fakultas Sastra Unud (1976/1977: 148-152) mendeskripsikan cirri-ciri kata majemuk bahasa Bali antara lain:

1) Cirri arti : gabungan dua kata atau lebih yang memiliki kesatuan makna yang bulat. Bentuk /ñuh puwuh/ tidaklah bermakna kelapa dan jenis burung, tetapi keduanya bermakna baru yaitu ‘nama sejenis kelapa’.

2) Cirri konstruksi : kata majemuk berfungsi sebagai satu kata, maka harus diberlakukan sebagai sebuah kata tunggal. Jika mendapat imbuhan (awalan atau

akhiran) maka awalan diletakkan pada ujung paling awal dan akhiran pada ujung akhir. Misalnya /praŋ tandiŋ/ mendapat prefiks {m-} akan menjadi /m p raŋ tandiŋ/ bukan /p raŋ m tandiŋ/.

3) Cirri tekanan : tekanan kata majemuk bahasa Bali selalu jatuh pada suku terakhir. Misalnya pada bentuk /gul batu/ tekanan keras akan jatuth pada /tu/.

4) Unsurnya tidak dapat dipisahkan. Diantara unsur-unsur kata majemuk itu tidak dapat dipisahkan dengan sebuah morfem. Bila disisipkan sebuah morfem di antara unsure-unsurnya, maka ia tidak merupakan kata majemuk lagi.

Cirri-ciri kata majemuk di atas memang banyak kesesuaian dengan pendapat Ramlan (1983: 67-71) dan penelitian yang paling akhir yang dilakukan oleh Tim Peneliti Fakultas Sastra Universitas Indonesia (Harimurti Kridalaksana, 1987:

(13)

46-13

47) yang menyimpulkan apakah sebuah konstruksi itutermasuk ke dalam kata majemuk atau tidak. Kesimpulan yang disepakati antara lain :

a. Konstruksi itu memperlihatkan derajat keeratan yang tinggi sehingga merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan.

b. Konstruksi majemuk berprilaku sebagai kata, artinya masing-masing konstituen dari konstruksi itu hilang otonominya. Masing-masing konstituen itu tidak dapat dimodifikasikan secara terpisah, maupun di antaranya tidak dapat disisipi morfem lain tanpa perubahan atas makna aslinya.

c. Keeratan konstruksi majemuk itu ditentukan oleh cirri dari sekurang-kurangnya satu konstituen memperlihatkan asosiasi (atau ifinitas) yang konstan dengan konstituen lainnya dalam konstruksi itu. Asosisasi yang konstan itu terwujud melalui pola kombinasi morfem dasar yang merupakan kontituen konstruksi majemuk sebagai berikut :

(i) Sekurang-kurangnya satu morfem dasar memperlihatkan cirri tidak produktif.

(ii) Sekurang-kurangnya satu morfem dasar merupakan bentuk unik. (iii)Sekurang-kurangnya satu morfem dasar merupakan morfem terikat,

namun tidak tergolong sebagai bentuk afiks.

2.3 Kata Majemuk Bahasa Bali

Secara garis besarnya, kata majemuk dilihat dari bentuknya dapat dibedakan menjadi kata mejemuk tanpa afiks, berafiks, dan dengan unsur atau morfem unik. Pada kata majemuk bahasa bahasa Bali yang tanpa afiks, begitu kedua unsurnya saat digabungakan sudah menimbulkan makna baru, tanpa bantuan proses lain. Sedangkan yang berafiks, ketika kedua unsurnya digabungkan, perlu mendapat tambahan berupa afiks atau

(14)

14

imbuhan. Pada bentuk kata majemuk dengan unsur unik proses penggabungannya demikian rupa tanpa memerlukan afiks. Unsur yang utama biasanya berupa kata golongan adjektiva, sedangkan unsur yang berikut dalam kurung kedua berupa unsur unik. Yang dimaksud dengan unsur unik adalah morfem yang hanya mampu berkombinasi dengan satu-satuan tertentu.

Berikut akan disajikan contoh-contoh dari ketiga kata majemuk di atas. 1). Kata Majemuk Bahasa Bali Tanpa Afiks:

anak agung ‘gelar bangsawan’

arit gobed ‘sabit bergigi’

buah basang ‘anak kandung’

basang lantang ‘penyabar’

bubuh pirata ‘nama sajen untuk upacara’

bale agung ‘nama bangunan tradisional’

berag tuh ‘sangat kurus’

canang genten ‘nama sajian’

canting mas ‘nama ilmu hitam’

celak pande ‘mentimun laut’

chandra metu ‘nama tarian’

damuh lengis ‘embun beracun’

dara kepek ‘bentuk ikatan destar’

dammar kurung ‘lampion dalam upacara ngaben’

eka sato ‘nama upacara’

engsap mati ‘lupa sama sekali’

galang tanah ‘dini hari’

(15)

15

glagah puun ‘nama tabuh gender’

iis poh ‘nama binatang’

ikuh lutung ‘nama tanaman hias’

jaka tua ‘nama ilmu hitam’

jambul polo ‘jambul yang menonjol’

jebug harum ‘buah pala’

kacang lindung ‘kacang panjang’

karang gajah ‘nama ragam hias’

kembang keneh ‘kemuan sendiri’

labuh munyi ‘berjanji’

lateng kidang ‘nama jenis jelatang’

naga sari ‘nama jenis bunga’

nyuh udang ‘nama jenis kelapa’

oleg tamulilingan ‘nama jenis tarian’

orti bagia ‘nama jejaitan’

pacar cina ‘nama bunga’

pakis rebah ‘nama mahkota wayang’

raja putra ‘putra mahkota

rurub sinom ‘hiasan dari janur di atas kain kafan

sambung tulang ‘nama tumbuhan’

sewala patra ‘surat’

sela bun ‘ketela rambat’

tabuh rah ‘nama upacara’

tiwang bangke ‘nama penyakit’

(16)

16

ulu sari ‘nama dalam huruf Bali’

uncal balung ‘hari-hari antara Galungan dengan Rabu Kliwon Pahang’

wargasari ‘nama kidung’

windu sara ‘nama permata’

yuyu brahma ‘ketam merah’

yuyu santen ‘ketam putih’

2). Kata Majemuk Bahasa Bali Berafiks:

bale paselang ‘nama bangunan tradisional’

batun salak ‘jakun’

batun kapas ‘buah pelir’

barak ngedih ‘sangat merah’

canang maraka ‘nama sajen’

capung gobogan ‘nama jenis capung’

capung klekitikan ‘nama jenis capung’

caru pangruak ‘nama jenis caru

dakin lima ‘hasil jerih payah sendiri’

dakin basang ‘kemarahan’

istri larangan ‘wanita yang tidak boleh dikawini lagi’

inan lima ‘ibu jari’

jinah tegakan ‘uang pangkal’

krrma paletan

krama pangarep

krama pangele ‘jenis keanggotaan dalam masyarakat desa adat’

(17)

17 ketipat dampulan

ketipat pabangkit

ketipat sirikan ‘nama jenis ketupat’

lipi selehan bukit ‘nama ular besar dalam dongeng

lesung maseen ‘mengharap umur panjang’

labuh kapat ‘hujan pertama pada bulang atau sasih keempat atau oktober

matanai ‘matahari’

mirat dana ‘tidak membalas pemberian olang lain’

meng gobogan ‘kucing liar’

manglad prana ‘menarik hati’

nasi balean nasi gibungan nasi isehan nasi pagadang nasi panyemeng nasi pangkonan nasi pangenduh

nasi tabagan ‘nama jenis nasi’

ngeb malinggeb ‘tunduk sekali’

ngulah laku ‘berjalan tak tentu arah’

numpang laku ‘curang’

panjak tadtadan ‘budak’

panjak ketokan ‘budak belian’

patra batun timun ‘nama hiasan / ornament

(18)

18 sedahan agung ‘roh penjaga pekarangan’

segehan agung

segehan cacah

segehan kepel ‘nama sajen’

pait makilit ‘pahit sekali’

tain lala ‘kotoran minyak kelapa’

tain langlang tahi bayi yang baru lahir’

toya panembak

toya pangentas ‘air suci untuk acara ngaben’

nglanglang ulangun ‘bersenang-senang’

3) Kata Majemuk Bahasa Bali dengan Unsur Unik:

andih alid ‘sangat amis’

andih kelen ‘sangat amis’

andih kelun ‘sangat amis’

berag aking

berag arig

berag tigrig ‘sangat kurus’

baat magerut ‘babak belur’

badeng kotot

badeng songot ‘sangat hitam’

bagus genjing ‘sangat tampan’

benyah latig ‘hancur luluh’

bengu mlekag ‘amat busuk’

(19)

19 cenik mintil

cenik piklik

cenik ningkling ‘sangat kecil’

daki bengil

daki cuil ‘sangat kotor’

galang apadang

galang ngeluntang ‘amat terang’

gede gangsuh ‘tinggi besar’

jegeg ngablor

jegeg ngolet

jegeg ngontel ‘amat cantik’

kahkah dungkah ‘amat kasar’

kebus ngentak ‘amat panas’

kekeh dungkeh

kekeh jueh

kekeh jueg ‘amat kaku’

kembang lemlem ‘pucat lesu’

layu ludus ‘amat layu’

manyis nyer ‘amat manis’

mangsit sengir ‘bau kencing’

masem kecut

masem kecing ‘amat asam’

matah kelur ‘sangat mentah / kurang serasi

miik ngalub ‘harum semerbak’

(20)

20

nyem leteg ‘amat dingin, tawar, hambar’

panes bara ‘panas bagai bara’

pakeh ngelek ‘amat asin’

pelung ikung ‘amat biru’

peluh pidit ‘bersimbah peluh’

pengit dingking

pengit dingkit

pengit ngapreng ‘amat busuk (bau)

peteng dedet

peteng dieng

peteng lidet ‘amat gelap’

piing melengking ‘sangat tengik’

puek lideg ‘amat keruh’

putih lesit

putih sentak ‘amat putih’

puun sengeh ‘terbakar habis’

seger oger ‘sehat walafiat’

selem bideng

selem denges

selem bideng

selem ikeng ‘amat hitam’

seming lege ‘pucat pasi’

sepet nyampet ‘amat sepat (rasa)’

sepi mangmung ‘sunyi senyap’

(21)

21

suung mameng ‘sunyi senyap’

setset surating ‘compang-camping’

tua ngodngod ‘tua bangka’

tua cakluk ‘tua bangka’

tegeh ngalik

tegeh ngawur ‘sangat tinggi’

tuh aking ‘kurus kering’

tuh dengklak ‘kering kerontang’

tuh kial

tuh latuh

tuh gading

tuh tlantung ‘amat kering

Tim Peneliti Faksas Unud (1976/1977: 154-1570 membagi kata majemuk berdasarkan sifatnya menjadi kata majemuk endosentrik dan eksosentrik. Yang dimaksud dengan kata majemuk endosentrik adalah apabila distribusinya sama dengan salah satu atau semua unsurnya, seperti / kambiŋ kacaŋ/ . sedangkan kata majemuk eksosentrik adalah apabila distribusinya berbeda dengan salah satu atau semua unsurnya. Berdasarkan strukturnya dibedakan atas kata majemuk setara atau koordinatif dan kata majemuk setara/ koordinatif dan kata majemuk tak setara/atributif (band. dg. Anom dkk, 1983: 63-64).

2.4 Proses Pembentukan Kata Majemuk Bahasa Bali

Melihat dari bentuk-bentuk kata majemuk Bahasa Bali, proses pembentukannya (penggabungannya) merupakan gabungan antara:

(22)

22

sela bun ‘ketela rambat’

buah basang ‘anak kandung’

bale agung ‘nama bangunan tradisional’

blingbing besi ‘nama jenis belimbing’

besi pamor ‘besi untuk membuat keris’

berag tuh ‘kurus kering’

medang sia ‘nama wuku’

penyu kambang ‘nama ragam rias’

pipis bolong ‘uang kepeng’

2). Gabungan Morfem pangkal dan Morfem Dasar:

uncal balung ‘nama hari-hari setelah Galungan sampai Rabu Kliwon Pahang’

kebiar duduk ‘nama tarian’

kerab kambe ‘upacara kawin’

legod bawa ‘nama tabuh’

lalab asep ‘kayu bakar pedupaan’

lancing landa ‘jenis tumbuhan perdu’

langkang gading ‘babi yang perutnya putih’

saur manuk ‘jawaban serentak’

saur guyu ‘jawaban mengejek’

tabuh rah ‘nama upacara’

tulud nyuh ‘nama bunga’

3). Gabungan Morfem Dasar dan Morfem Pangkal: jaran guyang ‘nama jenis guna-guna’

(23)

23

bapa dia ‘kamenakan’

biu lalung ‘batang pisang yang lengkap untuk upacara’

yuyu gampil ‘ketam hitam’

godoh tumpi ‘nama pisang goreng’

jagung gambah ‘sorgum’

kembang siram ‘nama bangunan’

lunak tanek ‘asam yang diawetkan’

suku kered ‘nama dalam huruf Bali’

sate kebek ‘nama jenis sate’

suah serit ‘sisir serit’

4). Gabungan Morfem Dasar dan Morfem Unik

andih kelen ‘sangat amis’

badeng kotot ‘amat hitam’

berag tigrig ‘amat kurus’

benyah latig ‘hancur luluh’

daki cuil ‘amat kotor’

galang apadang ‘sangat terang’

jegeg ngablor ‘sangat cantik’

kekeh juek ‘amat kaku’

miik ngalub ‘harum semerbak’

(24)

24

2.5 Afiks Pembentuk Kata Majemuk Bahasa Bali

Dalam proses pembentukan kata majemuk bahasa Bali, afiks memiliki peranan penting sehingga tanpa afiks tersebut kata majemuk itu tidak mungkin ada. Afiks-afiks itu adalah:

(1) Prefiks pa- / pa(N-):

bale paselang ‘nama bangunan tradisional’

caru pangruak ‘nama jenis caru

krama paletan

krama pangarep

krama pangele ‘jenis keanggotaan dalam masyarakat desa adat’

ketipat pabangkit

nasi pagadang

nasi panyemeng

asi pangenduh ‘nama jenis nasi’

toya panembak

toya pangentas ‘air suci untuk acara ngaben’.

(2) Prefiks N-:

barak ngedih ‘sangat merah’

mirat dana ‘tidak membalas pemberian olang lain’

ngulah laku ‘berjalan tak tentu arah’

numpang laku ‘curang’

nglanglang ulangun ‘bersenang-senang’.

(3) Prefiks ma-:

(25)

25

lesung maseen ‘mengharap umur panjang’

manglad prana ‘menarik hati’

ngeb malinggeb ‘tunduk sekali’

pait makilit ‘pahit sekali’, ‘pelit’.

(4) Prefiks ka-:

Labuh kapat ‘hujan pertama pada bulan/sasih keempat/oktober’

(5) Sufiks –an:

capung gobogan ‘nama jenis capung’

capung klekitikan ‘nama jenis capung’

stri larangan ‘wanita yang tidak boleh dikawini lagi’

jinah tegakan ‘uang pangkal’

krrma paletan

ketipat adegan

ketipat dampulan

ketipat sirikan ‘nama jenis ketupat’

lipi selehan bukit ‘nama ular besar dalam dongeng

meng gobogan ‘kucing liar’

nasi balean

nasi gibungan

nasi isehan

nasi pangkonan

nasi tabagan ‘nama jenis nasi’

panjak tadtadan ‘budak’

panjak ketokan ‘budak belian’

(26)

26

sedahan agung ‘roh penjaga pekarangan’

segehan agung

segehan cacah

segehan kepel ‘nama sajen’.

(6) Sufiks –n:

batun salak ‘jakun’

batun kapas ‘buah pelir’

dakin lima ‘hasil jerih payah sendiri’

dakin basing ‘kemarahan’

inan lima ‘ibu jari’

matanai ‘matahari’

patra batun timun ‘nama hiasan / ornament

tain lala ‘kotoran minyak kelapa’

tain langlang ‘tahi bayi yang baru lahir’.

2.6 Fungsi Afiks dan Hubungan Makna Antar Unsur dalam Kata Majemuk Bahasa Bali.

Afiks memiliki fungsi yang amat penting dalam proses npembentukan kata majemuk bahasa Bali. Berdasarkan data yang ada, fungsi-fungsi itu dapat dirumuskan sebagai berikut:

(1) Afiks pembentuk kata majemuk nomina:

bale paselang ‘nama bangunan tradisional’

batun salak ‘jakun’

batun kapas ‘buah pelir’

canang maraka ‘nama sajen’

(27)

27 capung klekitikan ‘nama jenis capung’

caru pangruak ‘nama jenis caru

dakin lima ‘hasil jerih payah sendiri’

dakin basang ‘kemarahan’

istri larangan ‘wanita yang tidak boleh dikawini lagi’.

(2) Afiks pembentuk kata majemuk verba:

lesung maseen ‘mengharap umur panjang’

mirat dana ‘tidak membalas pemberian orang lain’

manglad prana ‘menarik hati’

nglanglang ulangun ‘bersenang-senang’.

(3) Afiks pembentuk kata majemuk ajektiva:

barak ngedih ‘sangat merah’

ngeb malinggeb ‘tunduk sekali’

numpang laku ‘curang’

pait makilit ‘pahit sekali’, ‘pelit’.

Pemajemukan akan menghasilkan satu kata yang mengandung satu kesatuan makna. Biasanya makna itu adalah makna baru, kadang-kadang berhubungan dengan salah satu atau kedua unsurnya. Jika dilihat hubungan makna antar unsur kata majemuk daapat dirumuska sebagai berikut. Selanjutnya unsur pertama dilambangkan dengan A, sedaangkan unsur kedua atau berikutnya dilambangkan dengan B.

(1) A bagian dari B:

matanai ‘matahari’

(28)

28

batu kapas ‘buah pelir’.

(2) A di- B (–kan):

istri larangan ‘wanita yang tidak boleh dikawini lagi’

panjak tadtadan ‘budak’

sedahan agung ‘roh penjaga pekaarangan’.

(3) A yang/dalam keadaan B:

canang meraka ‘nama sajen’

lesung maseen ‘berharap umur panjang’

segehan agung ‘nama sajen’.

(4) A untuk B:

canang pangraos ‘nama sajen’

ketipaat pabangkit ‘nama ketupat’

toya pangentas ‘air suci untuk upacara ngaben’.

(5) A seperti B:

ketipat adegan ‘nama jenis ketupat’

patra batun timun ‘nama ragam hias’.

(6) A ada di B:

lipi selehan bukit ‘ular bessar daalaam dongeng’.

(7) A dari/bersumber dari B:

(29)

29

BAB III KESIMPULAN

Berdasarkan pada uraian yang telah dipaparkan didepan, maka afiks dalam kata majemuk bahasa Bali dapat disimpulkan sebagai berikut:

(1) Afiks-afiks yang membentuk kata majemuk bahasa Bali adalah a. Prefiks pa- / pa(N-):

bale paselang ‘nama bangunan tradisional’

caru pangruak ‘nama jenis caru

b. Prefiks N-:

barak ngedih ‘sangat merah’

mirat dana ‘tidak membalas pemberian olang lain’

c. Prefiks ma-:

canang maraka ‘nama sajen’

lesung maseen ‘mengharap umur panjang’

d. Prefiks ka-:

Labuh kapat ‘hujan pertama pada bulan/sasih keempat/oktober’

e. Sufiks –an:

capung gobogan ‘nama jenis capung’

capung klekitikan ‘nama jenis capung’

f. Sufiks –n:

batun salak ‘jakun’

batun kapas ‘buah pelir’

(2) Afiks dalam kata majemuk bahasa Bali berfungsi untuk: (a) membentuk kata majemuk nomina

(30)

30 batun salak ‘jakun’

(b) membentuk kata majemuk verba:

lesung maseen ‘mengharap umur panjang’

mirat dana ‘tidak membalas pemberian orang lain’

(c) membentuk kata majemuk ajektiva: barak ngedih ‘sangat merah’

ngeb malinggeb ‘tunduk sekali’.

Hubungan makna antar unsur kata majemuk yang berafiks dapat digambarkan sebagai berikut:

(a) A bagian dari B (b) A di- B (–kan) (c) A yang/dalam keadaan B (d) A untuk B (e) A seperti B (f) A ada di B (g) A dari/bersumber dari B.

(31)

31

DAFTAR PUSTAKA

Anom, I Gst. Ketut dkk. 1983. Tata Bahasa Bali. Denpasar: Pemerintah Propinsi Dati I Bali. Bloomfild. 1958. Language. London: George Allen & Unwin Ltd.

Harimurti Kridalaksana. 1984. Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia.

---. 1988. Beberapa Prinsip Perapaduan Leksem dalam Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Kanisius

---. 1989. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia. Ramlan M. 1976. “Penyusunan Tata Bahasa Struktural Bahasa Indonesia”. Jakarta: Pusat

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. ---. 1983. Ilmu Bahasa Indonesia Morfologi: Suatu Tinjauan Deskriptif.

Yogyakarta: CV. Karyono.

Samsuri. 1982. Analisis Bahasa. Jakarta: Erlangga.

Saussure, F de. 1988. Pengantar Linguistik Umum. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Slametmulyana. 1969. Kaidah Bahasa Indonesia. Ende: Nusa Indah.

Sueta, I Ketut. 1986. “Kata Majemuk Bahasa Bali Dialek Nusa Penida”. Denpasar: Skripsi Faksas Unud.

Sudaryanto. 1983. Predikat-Objek dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: JJambatan.

Tim Peneliti Fakultas Sastra Unud. 1976/1977. “Morfologi Bahasa Bali”. Denpasar: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Verhaar, J W M. 1981. Pengantar Linguistik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Warna, I Wayan. 1990. Kamus Bali-Indonesia. Denpasar: Dinas Pendidikan Dasar Propinsi

Daerah Tingkat I Bali.

Referensi

Dokumen terkait

masing tipe kapal ferry tersebut untuk melayari selat ini baik kemampuan secara teknis8. yang akan lebih banyak bermanfaat bagi para penumpang kapal, maupun

Timbul pertanyaan antara lain misalnya: mengapa dia sakit, mengapa ada yang tidak sakit, apa kekuatannya, bagaimana pengaruh keadaan sakit itu pada interaksi dalam keluarga,

Penciptaan skenario film UDA bertujuan untuk (1) Memperkenalkan dan memberikan sisi lain dari merantau kepada masyarakat luas dalam kehidupan sosial dan budaya, khususnya

Dengan contoh di atas, bisa kita pahami bahwa, optimisasi yang berkendala adalah merupakan problema realistis yang akan selalu kita temui dalam kehidupan sehari-hari,

(5) Setiap badan usaha yang memasukkan alat dan mesin dari luar negeri ke dalam wilayah negara Republik Indonesia yang tidak melakukan alih teknologi dan memberikan pelatihan

Menurut survei awal yang telah dilakukan oleh peneliti, faktor-faktor yang menjadi pasien tidak ingin kembali dirawat di Rumah Sakit Umum Herna Medan adalah

Karena tidak hanya mengarahkan kami tentang bagaimana keadaan siswa yang sedang mengikuti pelajaran Penjasorkes, ibu Sumarni juga mengarahkan kepada kami tentang

Hal ini ditunjukkan dengan nilai koefisien Nash dan koefisien korelasi Hasil kalibrasi DAS Klopo Sawit didapatkan nilai koefisien Nash sebesar 0.572 dan koefisien korelasi sebesar