• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mawardi 1,Cut Nur Ichsan 1, Syamsuddin 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Mawardi 1,Cut Nur Ichsan 1, Syamsuddin 1"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Unsyiah Volume 1, Nomor 1, Nopember 2016 www.jim.unsyiah.ac.id/JFP

Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Varietas Tanaman Padi (Oryza sativa L.) pada Tingkat Kondisi Kekeringan

(Growth and yield of some varieties of rice plant (Oryza sativa L.) at the level of drought conditions )

Mawardi1,Cut Nur Ichsan1, Syamsuddin1

1

Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan hasil

beberapa varietas tanaman padi pada tingkat kondisi kekeringan. Dilaksanakan di rumah plastik kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala pada September 2015 – januari 2016. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Petak Terbagi (RPT) 3x3 yaitu 3 ulangan percobaan, dengan 3 taraf kekeringan yaitu K0= 0, K1= -35 dan K2= -70 kPa setara

dengan K0= 0, K1= -0.35, K2= -0.70 MPa dan 3 varietas yang digunakan yaitu V1

(Situ patenggang), V2 (Sanbei), dan V3 (IR64) dengan demikian terdapat 9

kombinasi perlakuan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan kekeringan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi. Perlakuan varietas juga berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi, dan terdapat interaksi antara varietas dan kekeringan terhadap pertumbuhan dan hasil padi, hasil tertinggi terdapat pada varietas Situ Patenggang.

Kata kunci: kekeringan, varietas, pertumbuhan dan hasil tanaman padi

Abstract. This research aims to know the growth and yield of some varieties of

rice plant on the level of drought conditions. Implemented in a

plastic garden House experiments Faculty of Agriculture University of Syiah Kuala in September 2015 – January 2016. The design used in this research is the design of Swath (RPT) is divided into 3 x 3 i.e. 3 repeats the experiment, with three levels of drought, namely K0 = 0, K1 =-35 and K2 =-70 kPa equivalent to K0 = 0, K1 =-0.35, K2 =-0.70 MPa and 3 varieties that are used i.e. V1 (Situ patenggang), V2 (Sanbei) and V3 (IR64) thus there are 9 combination treatment. The results of this study show that treatment of drought effect on growth and yield of rice plants. Treatment of varieties also have an effect on growth and yield of rice plants, and there is interaction between varieties and drought against the growth and yield of rice, the highest result found in Situ Patenggang varieties.

Key words:

drought, variety, growth and yield of rice plant

PENDAHULUAN

Tanaman padi merupakan tanaman yang dipengaruhi oleh aspek ekologis dalam proses produksi. Aspek ekologis seperti temperatur tinggi dan kekeringan sering menjadi pembatas produksi untuk tanaman padi. Sekitar 80% areal

(2)

Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Unsyiah Volume 1, Nomor 1, Nopember 2016 www.jim.unsyiah.ac.id/JFP

budidaya padi dan serealia lainnya sangat dipengaruhi oleh kekeringan yang menjadi pembatas produksinya (Bauman et al. 2005).

Pada tahun 2015, perkiraan produksi padi di Indonesia sebanyak 75,55 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) atau setara dengan 43,940 juta ton beras (BPS, 2015). Namun untuk meningkatkan produksi dapat dilakukan dengan berbagai langkah misalnya melalui pemuliaan tanaman dan paket teknologi budidaya. Salah satunya adalah dengan mendapatkan varietas yang tahan terhadap kekeringan. Salah satu alternatif yang diterapkan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pangan adalah budidaya tanaman padi gogo. Program ini berguna untuk meningkatkan produksi padi yang sebelumnya hanya bergantung pada hasil produksi lahan sawah. Terdapat 5,1 juta lahan kering yang berpotensi untuk pengembangan tanaman pangan khususnya padi lahan kering yang tersebar di beberapa provinsi di Indonesia (Hidayat et al. 2000).

Terdapat beberapa masalah yang dihadapi dalam budidaya tanaman padi lahan kering, yaitu produksinya lebih rendah dibandingkan dengan padi lahan sawah. Hal ini dikarenakan oleh cuaca yang tidak menentu, kesuburan tanah rendah, suplai air yang rendah dan banyak serangan hama (Sukirman et al. 2010). Rata-rata produksi lahan kering masih rendah, yaitu 2,56 ton/ha. Rendahnya produksi padi lahan kering berdampak pada sulitnya mendapatkan benih padi lahan kering untuk dibudidayakan (BPS, 2014). Masalah kekeringan diatas dapat diatasi dengan menggunakan tanaman padi yang toleran kekeringan. Toleransi tanaman padi terhadap kekeringan dapat dideteksi dengan enam indikator antara lain, melihat panjang akar, kerapatan dan ketebalan akar, kemampuan menghasilkan osmolit, rasio akar tajuk, kadar air pada daun dan ketahanan dalam larutan osmotikum (Ballo et al. 2012).

Pada berbagai fase dapat dideteksi ketahanan kekeringan dengan indikator diatas. Indikator diatas dapat digunakan sebagai acuan dalam memilih tanaman yang tahan kekeringan. Kekeringan menyebabkan beberapa perubahan fisiologis pada tanaman untuk dapat bertahan pada kondisi cekaman tersebut. Tanaman padi menghasilkan beberapa osmolit seperti trihalosa, prolin dan gula terlarut untuk melakukan penyesuaian osmotik pada kondisi kekeringan (Lisar et al. 2011). Beberapa varietas padi meningkatkan kadar prolin pada kondisi kekeringan untuk menjaga kelangsungan proses-proses fisiologis (Pujihartati, 2007). Selain melakukan penyesuaian osmotik, tanaman padi juga melakukan penyesuaian lainnya seperti besar bukaan stomata dan intensitas stomata pada kondisi kekeringan (Lestari et al. 2006). Mekanisme di atas mempengaruhi pertumbuhan tanaman padi pada kondisi kekeringan (Pandey dan Shukla, 2015).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini di rumah plastik kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala,Banda Aceh. Pada September 2015 sampai dengan Januari 2016. Alat yang digunakan Tensiometer, global water logger, paralon, plastik, tali pengikat, gelas ukur, baskom penampung air, alat ukur, timbangan analitik, oven, alat tulis, dan gunting. Bahan dalam penelitian berupa benih padi, pupuk (Urea, NPK, SP36, KCL), Pestisida (Decis),

Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Petak Terbagi (RPT) 3x3 yaitu 3 ulangan percobaan, dengan 3 taraf kekeringan yaitu K0= 0, K1= -35 dan

(3)

Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Unsyiah Volume 1, Nomor 1, Nopember 2016 www.jim.unsyiah.ac.id/JFP

K2= -70 kPa dan 3 varietas yang digunakan yaitu V1 (Situ patenggang), V2

(Sanbei), dan V3 (IR64) dengan demikian terdapat 9 kombinasi

perlakuan.Masing-masing perlakuan diulang 3 kali. Model matematika yang digunakan pada penelitian ini sbb:

Yijk = µ + βi + Kj + δjk + Vk + (KV)jk + €ijk

Data yang didapat diolah dengan tabel anova dan diuji lanjut menggunakan BNJ 0.05%, menggunakan program Microsoft office Excel 2007.

Pelaksanaan Penelitian

Tahap-tahap pelaksanaan dalam penelitian yang dilaksanakan sebagai berikut: Persiapan benih, penyemaian, persiapan paralon, penanaman, pemupukan, pemeliharaan, dan pemanenan.

Peubah yang diamati

Peubah yang diamati sebagai berikut: Tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah anakan produktif, berat gabah per rumpun , persentase gabah bernas per rumpun, berat berangkasan kering, berat 1000 butir, panjang malai per rumpun, jumlah gabah per malai, potensi hasil.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kekeringan dan Varietas

Kekeringan dan varietas berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi. Adapun pengaruh terhadap tolak ukur pertumbuhan dan hasil dapat dilihat pada uraian di bawah ini.

1. Tinggi Tanaman

Tabel 2. Rata-rata tinggi tanaman padi umur 2, 3, 4 ,5, 6 dan 7 MST akibat perlakuan kekeringan dan varietas.

Perlakuan TinggiTanaman (cm) 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST Kekeringan K0 56,78 70,67 77,00 b 86,11 b 92,89 b 100,89b K1 57,56 65,56 69,11ab 79,89ab 87,44 a 91,67 a K2 52,44 62,56 64,78 a 77,44 a 83,33 a 89,11 a BNJ0,05 10,47 8,27 4,31 6,26 Varietas Situ Patenggang 57,89 b 71,67 b 78,00 b 90,89 b 97,11 b 104,33b Sanbei 61, 00 b 70,78 b 74,78 b 84,22 b 92,56 b 97,33 b IR64 47,89 a 56, 33 a 58,11 a 68,33 a 74,00 a 79,78 a BNJ0,05 6,57 6,42 5,64 7,71 7,12 8,73

Keterangan :Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji BNJ 0,05

Tabel 2 menunjukkan bahwa tinggi tanaman pada umur 2 dan 3 MST tidak berbeda nyata pada berbagai perlakuan kekeringan, tetapi pada umur 4 sampai 7 MST, tinggi tanaman pada perlakuan K0 lebih tinggi dan berbeda nyata dibanding dengan tinggi tanaman pada perlakuan K1 dan K2. Tumbuhan membutuhkan air, CO2, dan mineral, air merupakan salah satu bahan utama untuk berlangsungnya

(4)

Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Unsyiah Volume 1, Nomor 1, Nopember 2016 www.jim.unsyiah.ac.id/JFP

fotosintesis. Adapun air dan mineral diambil dari tanah melalui akar, digunakan dalam semua reaksi kimia, mengangkut zat hara, mempertahankan turgor, dan akhirnya keluar dari daun sebagai uap atau air. Hal ini sejalan dengan penelitian Effendi, (2008) yang menyatakan peningkatan intensitas cekaman kekeringan mempengaruhi tinggi tanaman.

Tabel di atas juga menunjukkan bahwa varietas Situ Patenggang lebih tinggi dari tinggi tanaman pada genotipe Sanbei pada umur 3 MST sampai 7 MST walaupun secara statistik tidak berbeda nyata. Hal ini sesuai dengan penelitian dari Bakhtiar et al. (2013) yang melaporkan bahwa Situ Patenggang merupakan varietas yang tinggi tanamannya paling tinggi diantara varietas yang lain. Variasi tinggi tanaman yang terjadi antar varietas disebabkan karena setiap varietas memiliki faktor genetik dan karakter yang berbeda dengan kata lain, karena adanya gen yang mengendalikan sifat dari varietas tersebut (Sugeng, 2001).

2. Jumlah Anakan

Tabel 3. Rata-rata jumlah anakan umur 2, 3, 4 ,5, 6, dan 7 MST akibat kekeringan dan varietas. Perlakuan Jumlah anakan (batang)

2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST Kekeringan K0 7,33 15,67 b 17,00 b 19,00 b 23,11 b 23,56 b K1 8,89 12,89 a 14,00 a 16,22 a 20,00 a 20,56 a K2 7,22 10,67 a 12,44 a 15,11 a 18,67 a 18,33 a BNJ0,05 4,80 2,44 1,58 2,51 3,81 Varietas Situ Patenggang 4,67 a 11,11 a 11,44 a 11,78 a 13,56 a 13,00 a Sanbei 11,56 b 15,89 b 16,89 b 21,89 b 25,56 b 26,44 b IR64 7,22 a 12,22 a 15,11 b 16,67 b 22,67 b 23,00 b BNJ0,05 3,12 3,70 2,57 2,16 7,16 7,85

Keterangan :Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji BNJ 0,05.

Tabel 3 menunjukkan semakin berkurangnya air maka semakin berkurangnya kemampuan tanaman dalam menghasilkan anakan. Perlakuan kekeringan berpengaruh terhadap jumlah anakan, hal ini dikarenakan penyiraman pada -35 dan -70 telah mempengarui kemampuan sel membelah diri sehingga menyebabkan jumlah anakan lebih sedikit. Oleh karena itu jumlah anakan padi akan terbentuk apabila kecukupan air terpenuhi dan tanaman padi juga merupakan tanaman yang tergenang oleh air dalam masa proses pertumbuhan. Matsushima, (1995) hasil padi ditentukan oleh komponen hasilnya, komponen hasilnya ditentukan oleh genetik tanaman maupun faktor lingkungan seperti iklim, hara, tanah, dan air. Hal ini juga sejalan dengan pernyataan Guswara dan Yamin, (2008) yaitu tanaman yang sensitif terhadap lingkungan dan mampu memanfaatkan lingkungan akan dapat memproduksi anakan yang lebih banyak. Walaupun ada juga tingkat kekeringan yang meningkatkan jumlah anakan, ini karena tingkat kekeringannya belum sampai mempengarui kemampuan sel membelah diri, karenanya perlakuan kekeringan pada batas tertentu bisa menguntungkan untuk menigkatkan jumlah anakan seperti pada metoda SRI pada umumnya.

Tabel di atas menunjukkan bahwa faktor varietas telah menyebabkan jumlah anakan berbeda, varietas Situ Patenggang mempunyai jumlah anakan lebih

(5)

Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Unsyiah Volume 1, Nomor 1, Nopember 2016 www.jim.unsyiah.ac.id/JFP

sedikit dari pada varietas lainnya. Genotipe Sanbei, Situ Patenggang dan IR64 mempunyai kemampuan membentuk anakan yang berbeda Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Efendi et al. (2012) yang menyatakan bahwa genotipe Sanbei merupakan salah satu varietas padi yang memiliki jumlah anakan yang paling banyak. Keragaan tinggi tanaman dan jumlah anakan produktif tersebut diduga karena selain faktor genetik juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang sesuai bagi pertumbuhan genotipe Sanbei dibandingkan dengan varietas lainnya. Secara umum jumlah anakan menurun pada saat tanaman padi mencapai periode generatif, diduga karena adanya sifat genetik yang berbeda.

3. Potensi Hasil

Hasil analisis ragam (lampiran 40) menunjukkan bahwa perlakuan kekeringan dan variertas berpengaruh sangat nyata terhadap potensi hasil. Rata-rata petensi ton per hektar disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rata-rata Potensi ton per hektar akibat kekeringan dan varietas Perlakuan Hasil (ton/ha) Kekeringan K0 3,30 c K1 2,42 b K2 1,73 a BNJ0,05 0,53 Varietas Situ Patenggang 3,16 c Sanbei 1,83 a IR64 2,46 b BNJ0,05 0,61

Keterangan :Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji BNJ 0,05.

Tabel 11 menunjukkan potensi hasil pada berbagai perlakuan kekeringan. Potensi hasil tertinggi terdapat pada perlakuan K0 yaitu 3,30 ton yang berbeda nyata dengan potensi hasil pada perlakuan K1 dan K2. Sedangkan varietas dengan potensi hasil tertinggi terdapat pada varietas Situ Patenggang yang berbeda nyata dengan potensi hasil pada varietas IR64 dan genotipe Sanbei.

Perlakuan kekeringan dan varietas telah mempengaruhi potensi hasil, hal ini dikarenakan kekeringan memperngaruhi pembentukan asimilat. Aktifitas pembentukan asimilat berbeda-beda pada berbagai varietas tanaman padi demikian pula karakter komponen hasil lainnya seperti jumlah anakan produktif, panjang malai, dan jumlah ganah berisi per malai. Hal ini sejalan dengan pendapat Agustamar (2007), jumlah anakan produktif merupakan pemeran utama dengan kontribusi terhadap hasil sebesar 48,9%, jadi hampir setengah dari hasil GKG ditentukan oleh jumlah anakan produktif. Menurut Gardner et al. (1991) bahwa agar diperoleh hasil panen yang tinggi harus mempunyai luas daun bendera yang lebar yang berfungsi untuk menangkap sinar, cahaya yang masuk ke tanaman dan digunakan untuk proses fotosintesis untuk menghasilkan cadangan makanan yang berupa beras. Dari pernyataan di atas menunjukkan peran air dan varietas sangat diutamakan dalam menghasilkan GKG yang tinggi.

(6)

Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Unsyiah Volume 1, Nomor 1, Nopember 2016 www.jim.unsyiah.ac.id/JFP

Pengaruh Interaksi Antara Kekeringan dan Varietas 1. Persentase Gabah Bernas per Rumpun

Rata-rata persentase gabah bernas per rumpun akibat interaksi antara kekeringan dengan genotipe/varietas setelah di uji dengan BNJ 0.05 dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rata-rata nilai persentase gabah bernas per rumpun akibat interaksi faktor kekeringan dan varietas Genotipe / Varietas Tingkat Kekeringan K0 (0 kPa) K1 (-35 kPa) K2 (-70 kPa) Situ Patenggang 72.32 b B 51.91 b A 50.12 b A Sanbei 41.02 a B 39.38 a AB 31.11 a A IR 64 46.91 a B 47.15 ab AB 34.09 ab A BNJ 5% 8.39

Keterangan :Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama (huruf besar Horizontal, huruf kecil Vertical) menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji BNJ 0,05.

Tabel 5 pengaruh interaksi kekeringan dan varietas terhadap persentase gabah bernas per rumpun angka tertinggi pada Pada tingkat kekeringan -70 kPa persentase gabah bernas tertinggi terdapat pada genotipe Sanbei 51.70% dan varietas Situ Patenggang 50.12% yang berbeda nyata dengan persentase gabah bernas pada varietas IR64 yaitu 34.09%. Untuk lebih jelas, pengaruh interaksi antara kekeringan dengan varietas terhadap persentase gabah bernas per rumpun dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Grafik presentase gabah bernas per rumpun akibat interaksi faktor kekeringan dan varietas

Dari gambar interaksi di atas dapat dijelaskan bahwa varietas Situ Patenggang mempunyai persentase gabah bernas lebih tinggi pada kondisi kekeringan 0, -35, dan -70 kPa jika dibandingkan dengan genotipe Sanbei dan IR 64. Perbedaan persentase gabah isi ini diduga disebabkan oleh faktor genetik dari tiap varietas tanaman padi yang digunakan. Varietas Situ Patenggang relatif lebih stabil dibanding varietas lainnya sehingga memiliki persentase gabah isi yang tinggi. Hal ini sejalan dengan pendapat Mahmud dan Sulistyo (2014), tingginya persentase gabah isi per malai sangat dipengaruhi oleh jumlah gabah per malai dan kecukupan hara yang tersedia. Kondisi lingkungan tumbuh yang sesuai cenderung merangsang proses inisiasi malai menjadi sempurna, sehingga peluang terbentuknya bakal gabah menjadi lebih banyak. Namun demikian semakin banyak gabah yang terbentuk, meningkatkan beban tanaman untuk membentuk

0 20 40 60 80

K0 (0 kPa) K1 (-35 kPa) K2 (-70 kPa)

Per sen tase G ab ah B e rn as Per R u m p u n V1 (Situ Patenggang) V2 (Sanbei) V3 (IR 64)

(7)

Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Unsyiah Volume 1, Nomor 1, Nopember 2016 www.jim.unsyiah.ac.id/JFP

gabah bernas. Apabila saat proses pengisian gabah, tidak diimbangi dengan ketersediaan hara yang mencukupi akan banyak terbentuk gabah hampa. Persentase gabah isi merupakan salah satu indikator produktivitas tanaman, semakin tinggi persentase gabah isi yang diperoleh suatu varietas menandakan varietas tersebut mempunyai produktivitas yang tinggi.

2. Berat 1000 Butir

Rata-rata berat 1000 butir antara interaksi faktor tingkat kekeringan dengan genotipe/varietas setelah di uji dengan BNJ 0.05 dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Rata-rata nilai berat 1000 butir akibat interaksi faktor kekeringan dan varietas

Genotipe / Varietas Tingkat Kekeringan K0 (0 kPa) K1 (-35 kPa) K2 (-70 kPa) Situ Patenggang 23.57 b B 22.70 b AB 16.60 a A Sanbei 26.07 c B 21.67 b AB 19.67 b A IR 64 17.30 a A 17.83 a A 16.43 a A BNJ 5% 2.28

Keterangan :Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama (huruf besar Horizontal, huruf kecil Vertical) menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji BNJ 0,05.

Tabel 6 pengaruh kekeringan pada berbagai varietas terhadap berat 1000 butir menunjukkan bahwa berat 1000 butir pada kondisi jenuh air (0 kPa) angka tertinggi terdapat pada genotipe Sanbei yaitu 26.07 gram yang berbeda nyata dengan berat 1000 butir pada varietas IR64 dan Situ Patenggang. Pada tingkat kekeringan -35 kPa, berat 1000 butir tertinggi terdapat pada varietas Situ Patenggang yaitu 22.21 gram yang tidak berbeda nyata dengan berat 1000 butir genotipe Sanbei 21.67 gram tetapi berbeda nyata dengan berat 1000 butir pada varietas IR64. Pada tingkat kekeringan -70 kPa berat 1000 butir tertinggi terdapat pada genotipe Sanbei yaitu 19.67 gram yang berbeda tidak nyata dengan berat 1000 butir pada varietas Situ Patenggang dan IR64.

Sedangkan pengaruh varietas terhadap kekeringan menunjukkan bahwa berat 1000 butir pada varietas Situ Patenggang angka tertinggi terdapat pada kondisi jenuh air 0 kPa yaitu 32.57 gram yang berbeda nyata dengan berat 1000 butir pada tingkat kondisi kekeringan -35 kPa yaitu 22.70 gram, berbeda tidak nyata dengan berat 1000 butir pada tingkat kondisi kekeringan -70 kPa.

Pada genotipe Sanbei berat 1000 butir tertinggi terdapat pada kondisi kekeringan jenuh air (0 kPa) yaitu 26.07 gram, yang berbeda tidak nyata dengan berat 1000 butir pada kondisi kekeringan -35 kPa dan berat 1000 butir pada -70 kPa. Sedangkan pada varietas IR64 berat 1000 butir tidak berbeda nyata pada kondisi jenuh air 0 kPa, dan pada kekeringan -35 kPa, dan -70 kPa. Untuk lebih jelas, pengaruh interaksi antara kekeringan dengan varietas terhadap berat gabah 1000 butir dapat dilihat pada Gambar 2.

(8)

Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Unsyiah Volume 1, Nomor 1, Nopember 2016 www.jim.unsyiah.ac.id/JFP

Gambar 2. Grafik berat 1000 butir akibat interaksi faktor kekeringan dan varietas Dari gambar 2 dapat dijelaskan bahwa interaksi antara kekeringan dan varietas menyebabkan perubahan hasil berat gabah 1000 butir yang berbeda, dapat kita lihat pada gambar varietas Situ Patenggang dan IR 64 mempunyai berat 1000 butir yang tinggi pada kondisi kekeringan 0, dan -70 kPa jika dibandingkan dengan genotipe Sanbei dan IR 64, tetapi pada kondisi -35 kPa genotipe Sanbei lebih unggul dari pada Situ Patenggang dan IR 64. Venkateswarlu dan Visperas (1987), menlaporkan bahwa berat 1.000 biji bernas adalah salah satu sifat komponen hasil. Perbedaan berat 1.000 butir biji antara genotipe menunjukkan ada perbedaan pengisian biji karena perbedaan pasokan asimilat ke biji oleh kondisi kekuatan sink dan source yang berbeda-beda. Hal ini dapat terjadi karena

source/sumber fotosintat tanaman yang mendapat cekaman akan lebih sedikit

dibandingkan dengan yang tidak mendapat cekaman.

3. Jumlah Gabah per Malai

Rata-rata jumlah gabah per malai akibat interaksi faktor tingkat kekeringan dengan genotipe/varietas setelah di uji BNJ 0.05 dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Rata-rata nilai jumlah gabah per malai akibat interaksi faktor kekeringan dan varietas

Genotipe / Varietas Tingkat Kekeringan K0 (0 kPa) K1 (-35 kPa) K2 (-70 kPa) Situ Patenggang 198.80 b C 166.53 b B 104.33 b A Sanbei 97.13 a B 83.60 a AB 70.33 a A IR 64 104.07 a B 94.40 a AB 72.67 a A BNJ 5% 23.65

Keterangan :Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama (huruf besar Horizontal, huruf kecil Vertical) menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji BNJ 0,05.

Tabel 14 pengaruh kekeringan pada berbagai varietas terhadap jumlah gabah per malai pada kondisi jenuh air 0 kPa, kekeringan -35 kPa dan -70 kPa gabah terbanyak terdapat pada varietas Situ Patenggang yang berbeda nyata dengan varietas IR64 dan genotipe Sanbei. Sedangkan interaksi varietas terhadap kekeringan menunjukkan bahwa jumlah gabah terbanyak terdapat pada varietas Situ Patenggang pada keadaan jenuh air (0 kPa) yang berbeda nyata dengan jumlah gabah per malai pada kekeringan -35 kPa dan -70 kPa.

0 5 10 15 20 25 30

K0 (0 kPa) K1 (-35 kPa) K2 (-70 kPa)

B e rat 1000 B u tir V1 (Situ Patenggang) V2 (Sanbei) V3 (IR 64)

(9)

Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Unsyiah Volume 1, Nomor 1, Nopember 2016 www.jim.unsyiah.ac.id/JFP

Pada genotipe Sanbei dan varietas IR64 angka tertinggi untuk jumlah gabah per malai terdapat pada kondisi jenuh air 0 kPa yang berbeda nyata jumlah gabah per malai pada kondisi kekeringan -70 kPa tetapi berbeda tidak nyata jumlah gabah per malai tingkat kondisi kekeringan -35 kPa. Untuk lebih jelas, pengaruh interaksi antara kekeringan dengan varietas terhadap jumlah gabah per malai dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik jumlah gabah per malai akibat interaksi faktor kekeringan dan varietas

Gambar 3 dapat dijelaskan bahwa varietas Situ Patenggang mempunyai jumlah gabah per malai terbanyak pada kondisi kekeringan 0, -35, dan -70 kPa jika dibandingkan dengan genotipe Sanbei dan varietas IR 64. Jumlah gabah per rumpun sangat ditentukan oleh ketersediaan air pada saat stadia pembentukan bunga. Air yang tidak tersedia mengakibatkan semakin besarnya kegagalan proses penyerbukan dikarenakan semakin banyaknya polen yang mandul.

Hal ini diduga tanaman pada kondisi kekurangan air sebelum memasuki fase pembungaan, terlebih dahulu mengalami penghambatan proses pertumbuhan vegetatif. Santoso (2008) melaporkan bahwa Organ vegetatif yang kurang sempurna mengakibatkan sedikitnya fotosintat yang terbentuk, yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kurang normalnya polen (mandul) sehingga pada akhirnya akan mengakibatkan jumlah gabah per rumpun yang terbentuk lebih sedikit dibandingkan dengan tanaman yang mendapatkan kecukupan air.

4. Potensi Hasil

Rata-rata potensi hasil akibat faktor tingkat kekeringan dengan genotipe/varietas setelah di uji BNJ 0.05 dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Rata-rata nilai potensi hasil akibat interaksi faktor kekeringan dan varietas

Genotipe / Varietas Tingkat Kekeringan K0 (0 kPa) K1 (-35 kPa) K2 (-70 kPa) Situ Patenggang 4.57 c C 2.83 b B 2.08 b A Sanbei 2.30 a B 1.71 a A 1.48 a A IR 64 3.04 b B 2.71 b B 1.64 ab A BNJ 5% 0.49

Keterangan :Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama (huruf besar Horizontal, huruf kecil Vertical) menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji BNJ 0,05. 0 50 100 150 200 250

K0 (0 kPa) K1 (-35 kPa) K2 (-70 kPa)

Ju m lah G ab ah p e r M al ai V1 (Situ Patenggang) V2 (Sanbei) V3 (IR 64)

(10)

Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Unsyiah Volume 1, Nomor 1, Nopember 2016 www.jim.unsyiah.ac.id/JFP

Tabel 8 pengaruh kekeringan terhadap varietas menunjukkan bahwa potensi hasil pada kondisi jenuh air 0 kPa angka tertinggi terdapat pada varietas Situ Patenggang yaitu 4.57 ton/ha yang berbeda nyata dengan varietas IR64 dan genotipe Sanbei. Pada tingkat kekeringan -35 kPa potensi hasil ton per hektar tertinggi terdapat pada varietas Situ Patenggang yaitu 2.83 ton/ha dan varietas IR64 2.71 ton/ha yang berbeda nyata dengan potensi hasil pada genotipe Sanbei yang hanya mempunyai 1.71 ton/ha. Pada tingkat kekeringan -70 kPa potensi hasil tertinggi tertinggi terdapat pada varietas Situ Patenggang yaitu 2.08 ton/ha yang berbeda nyata dengan potensi hasil pada genotipe Sanbei 1.48 ton/ha tetapi berbeda tidak nyata dengan potensi hasil pada varietas IR64 yaitu terdapat 1.64 ton/ha.

Pengaruh interakasi varietas dengan kekeringan terhadap potensi hasil, pada varietas Situ Patenggang tertinggi terdapat pada kondisi jenuh air 0 kPa yaitu 4.57 ton/ha yang berbeda nyata dengan potensi hasil tingkat kekeringan -35 kPa dan -70 kPa. Pada genotipe Sanbei angka tertinggi terdapat pada kondisi jenuh air 0 kPa yaitu 2.30 ton/ha yang berbeda nyata dengan potensi hasil tingkat kekeringan -35 kPa dan -70 kPa. Pada varietas IR64 angka tertinggi untuk potensi hasil terdapat pada kondisi jenuh air 0 kPa yaitu 3.04 ton/ha dan -35 kPa 2.71 ton/ha yang berbeda nyata dengan tingkat kondisi kekeringan -70 kPa 1.64 ton/ha. Untuk lebih jelas, pengaruh interaksi antara kekeringan dengan varietas terhadap potensi hasil ton/ha dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik potensi hasil akibat interaksi faktor kekeringan dan varietas Pada gambar 4 di atas dapat dijelaskan bahwa varietas Situ Patenggang mempunyai potensi hasil lebih tinggi pada tingkat kondisi kekeringan 0, -35, dan –70 kPa jika dibandingkan dengan genotipe Sanbei dan IR 64. Hal ini diduga karena potensi hasil per hektar yang didapat berkaitan erat dengan berat gabah berisi per rumpun dan berat gabah kering per rumpun. Selain itu, setiap varietas memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam melakukan fungsi fisiologisnya, misalnya kemampuan dalam melakukan fotosintesis. Hal ini didukung oleh pendapat Uphoff, (2006) yang menyatakan bahwa hasil akhir dari pertumbuhan padi adalah produksi gabah yang dipengaruhi dari keseimbangan fotosintesis dan respirasi dari tanaman tersebut.

0 1 2 3 4 5

K0 (0 kPa) K1 (-35 kPa) K2 (-70 kPa)

P ot en si H as il Ton /h a V1 (Situ Patenggang) V2 (Sanbei) V3 (IR 64)

(11)

Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Unsyiah Volume 1, Nomor 1, Nopember 2016 www.jim.unsyiah.ac.id/JFP

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

a. Terdapat perbedaan nyata pada kondisi kekeringan terhadap pengamatan pertumbuhan dan hasil tanaman padi. Perlakuan cekaman kekeringan secara umum memberikan dampak pengaruh daya pertumbuhan dan hasil tanaman padi, semakin tingginya tingkat kekeringan maka semakin tinggi pengaruh menurunnya hasil dan daya pertumbuhan tanaman padi.

b. Perlakuan varietas pada kondisi kekeringan terdapat perbedaan nyata terhadap pengamatan hasil dan pertumbuhan tanaman padi. Tanaman tertinggi, hasil ton/ha dan berat gabah per malai dijumpai pada varietas Situ Patenggang, anakan terbanyak, berat 1000 butir dijumpai pada genotipe Sanbei, dan persentase gabah hampa serta berat berangkasan tertinggi dijumpai pada varietas IR64.

c. Interaksi kekeringan dan varietas telah menunjukkan perbedaan hasil dan pertumbuhan tanaman padi. Situ Patenggang merupakan varietas yang mempunyai angka tertinggi pada hasil maupun pertumbuhan tanaman dari segi interaksi varietas dan kekeringan.

5.1. Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap pertumbuhan dan hasil beberapa varietas tanaman padi pada tingkat kondisi kekeringan dengan memilih varietas yang berbeda, sehingga terdapat sebuah varietas yang tahan kekeringan dari segi pertumbuhan serta mampu memperoleh hasil yang relative tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Ballo, M.,N.S.Ai,D. Pandiangan dan F.R. Mantiri. 2012. Respons morfologis beberapa varietas padi (Oryza sativaL.) terhadap Stres air pada Fase Perkecambahan. Jurnal Bioslogos, Vol. 2, Nomor 2, Halaman 1-95. BadanPusatStatistik. 2015.www.bps.go.id.[Diakses tanggal 15 Maret 2016]. Badan Pusat Statistik. 2014. Produksi padi lahan kering. Angka tetap 2013. Bakhtiar, Hasanuddin dan Taufan, H. 2013. Identifikasi beberapa varietas unggul

padi gogo di Aceh Besar. J. Agrista. 17 (2): 49-54.

Bouman, B.A.M., dan T.P. Tuong. 2001. Field water management to save water and increase its productivity in irrigated rice. Agric. Water Manage. 49: 11-30.

Efendi, Halimursyadah, dan Simajuntak, H, R. 2012. Respon pertumbuhan dan produksi plasma nutfah padi lokal aceh terhadap sistem budidaya aerob. Jurnal Agrista. 16 (3) :114-121.

Effendi, Y. 2008. Kajian resistensi beberapa varietas padi gogo (Oriza sativa L.) terhadap cekaman kekeringan. Tesis. Universitas sebelas maret, Surakarta.

(12)

Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Unsyiah Volume 1, Nomor 1, Nopember 2016 www.jim.unsyiah.ac.id/JFP

Gardner, F. P., R. B. Pearce, & R. L. Mitchell, 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Terjemahan oleh: Herawati Susilo. University of Indonesia Press. Jakarta. 428h.

Guswara, A. dan M. Y. Samaullah. 2008. Penampilan beberapa varietas unggul baru pada sistem penggelolaan tanaman dan sumbrdaya terpadu di lahan sawah irigasi. Dalam Anischan Gani et al. (Eds). Buku 2 : Hlm 629-637. Proseding Seminar Nasional Padi 2008: Inovasi Teknologi Padi Mengantisipasi Perubahan Iklim Global Mendukung Ketahanan Pangan. BB Tanaman Padi. Balitbangtan. Deptan.

Hidayat, A., M. Soekardi, B.H. Prasetyo. 2000. Ketersediaan sumberdaya lahan dan arahan pemanfaatan untuk beberapa komoditas. Prosiding Pertemuan Pembahasan Dan Komunikasi. Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor. p.1-20. Lestari, E.G. 2006. Hubungan antara kerapatan stomata dengan ketahananstres air

pada somaklon padi gajahmungkur, towuti dan ir 64. Biodiversitas ISSN: 1412-033X Volume 7, Nomor 1, Halaman: 44-48.

Lisar, S.Y.S.,R. Motafakkerazad, M.M. Hossain dan M.M. Ismail Rahman. 2014. Water stres in plants:causes, effects and responses. Intechopen, 1-14. Mahmud, Y dan Sulistyo, S, P. 2014. Keragaman Agronomis Beberapa Varietas

Unggul Baru Tanaman Padi (Oryza sativa L.) Pada Model Pengelolaan Tanaman Terpadu. Jurnal Ilmiah Solusi Vol. 1 (1): 1-10. Fakultas Pertanian Program Studi Agroteknologi Universitas Singaperbangsa Karawang.

Matsushima, S. 1995. Physiology of high yielding rice plants from the view point nof yield components (Chapter 8) In. Matsuo et al,. (Eds). Science Of the Rice Plant. (2). p.737-753.

Pujihartati E. 2007. Pengaruh Vigor Benih Padi (Oryza sativa L.) Terhadap Toleransi Pada Kondisi Cekaman Salinitas dengan Indikasi Fisiologis dan Biokimia. Jurnal Agric volume 10 no 1 dan no 2 halaman 91-106. Santoso.2008. Kajian morfologi dan fisiologis beberapa varietas padi gogo (Oryza

sativa L.) terhadap cekaman kekeringan. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Sugeng, H. R. 2001. Bercocok Tanam Tanaman Padi. CV. Aneka Ilmu, Semarang.

Sukirman, H., Adiwirman, Sofianti, S. 2010. Respon tanaman padi gogo (Oriza

sativa L) terhadap stress air dan inokulasi mikrosa. Pusat Penelitian

Bioteknologi-LIPI. Bogor.

Vankateswarlu, B. and R.M. Visperas. 1987. Source-Sink Relationship on Crop Plants. IRRI No. 125. 19 p.

Gambar

Tabel  5  pengaruh  interaksi  kekeringan  dan  varietas  terhadap  persentase  gabah  bernas  per  rumpun  angka  tertinggi  pada  Pada  tingkat  kekeringan  -70  kPa  persentase  gabah  bernas  tertinggi  terdapat  pada  genotipe  Sanbei  51.70%  dan  va
Tabel 6  Rata-rata nilai berat 1000 butir akibat interaksi faktor kekeringan dan varietas
Tabel  7 Rata-rata nilai jumlah gabah per malai akibat interaksi faktor kekeringan dan varietas
Gambar 3. Grafik jumlah gabah per malai  akibat interaksi faktor kekeringan dan  varietas
+2

Referensi

Dokumen terkait

Purwoleksono, Didik Endro, Hukum Acara Pidana, Airlangga University Press AUP, Surabaya, 2015... KONSEP “ANTARGOLONGAN”

Pengembangan dan pelaksanaan program dlakukan melalui kerja sama dengan pihak-pihak yang terkait seperti lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK), Pusat

Sub sub sub judul ditulis dengan huruf tebal dengan format Sentence case dan disusun rata kiri tanpa nomor dan garis bawah. Gambar dan Tabel diletakkan di dalam kelompok teks

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi data panel model random effect (REM) dengan metode Ordinary Least Square (OLS)

Karena pendekatan saintifik sendiri adalah kata kunci yang sering dicari dalam kurikulum 2013, meski sekarang tidak semua satuan pendidikan menggunakan kurikulum

2.1 Audit Sistem dan Teknologi Informasi Menurut Ron Weber, audit sistem dan teknologi informasi merupakan proses pengumpulan dan pengevaluasi bukti ( evidence )

Surat Pernyataan bahwa Perusahaan yang bersangkutan dan manajemennya atau peserta perorangan, tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak bangkrut dan tidak sedang dihentikan

Salah satu contoh kondisinya ketika data variabel respon yang dijumpai adalah data cacah seperti jumlah kematian bayi dengan sebaran Poisson maka regresi Poisson menjadi