• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEBIDANAN PADA BY. NY. S NKB UMUR 22 HARI DENGAN SEPSIS NEONATORUM DI RUANG PAVILIUN ANGGREK RSUD JOMBANG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ASUHAN KEBIDANAN PADA BY. NY. S NKB UMUR 22 HARI DENGAN SEPSIS NEONATORUM DI RUANG PAVILIUN ANGGREK RSUD JOMBANG."

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Akademika Husada │Volume II Nomor 1 : Maret 2020 ASUHAN KEBIDANAN PADA BY. NY. “S” NKB UMUR 22 HARI

DENGAN SEPSIS NEONATORUM DI RUANG PAVILIUN ANGGREK RSUD JOMBANG

Febiana Maria Mainolo1, Istiadah Fatmawati2, Siti Mudrikatin3 123STIKES Husada Jombang

email : mfebiana775@gmail.com

Abstrak

Latar belakang : Bayi prematur merupakan bayi yang lahir pada usia kehamilan kurang

atau sama dengan 37 minggu, tanpa memperhatikan berat badan lahir. Sepsis neonatorum merupakan salah satu masalah yang dapat menyebabkan kematian pada bayi

Tujuan : Mampu mengembangkan dan menerapkan pola pikir secara ilmiah dalam

memberikan asuhan kebidanan Pada By. Ny. “S” NKB Umur 22 Hari Dengan Sepsis Neonatorum Di Ruang Paviliun Anggrek RSUD Jombang menggunakan manajemen SOAP.

Metode penelitian : Observasional deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Subjek

penelitian By. Ny. “S” NKB Umur 22 Hari Dengan Sepsis Neonatorum Di Ruang Paviliun Anggrek RSUD Jombang. Cara pengambilan data melalui wawancara, observasi langsung, dan studi dokumen rekam medik. Analisis data dilakukan secara deskriptif berdasar 4 langkah dan data perkembangan dengan metode SOAP.

Hasil : By. Ny. “S” umur 22 hari, diberikan terapi TPN, minum susu : 8 x 20 ml, Injeksi :

Meroponem 3 x 50 mg, Getamisin 1 x 10 mg, Kandistatin 3 x 1 mg, Aminopilin 2 x 0,8, Pemberian O2 : 0,8 liter / jam

Kesimpulan : By. Ny. “S” umur 22 hari dengan sepsis neonatorum telah mendapat terapi

dan tindakan, mengalami perbaikan keadaan umum, bayi diperbolehkan pulang, tidak terjadi komplikasi dan tidak terdapat kesenjangan

(2)

1. PENDAHULUAN

Bayi prematur merupakan bayi yang lahir pada usia kehamilan kurang atau sama dengan 37 minggu, tanpa memperhatikan berat badan lahir (Wong, 2013). Wanita dengan riwayat penyakit dan kebiasaan tertentu diperkirakan memiliki kecenderungan melahirkan prematur. Disebut bayi lahir prematur, sebelum usia kehamilan 37 minggu di dalam rahim sang ibu. Proses ini juga berlangsung secara normal tanpa adanya induksi persalinan seperti vakum, cunam, apalagi seksio sesaria. Memasuki usia perkembangan janin 7 bulan, indra perasa janin mulai terbentuk. Beratnya sekitar 870-890 gram dengan panjang badan 36-38 cm. Organ paru-paru, hati, dan sistem kekebalan tubuh masih harus dimatangkan. Namun, jika dalam kurun usia kehamilan ini bayi dilahirkan, memiliki peluang 85 persen untuk bertahan. Hal ini juga sering disebut dengan bayi lahir kurang bulan. (Saifudin, 2010; 72). Bayi prematur adalah bayi yang lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu. Permasalahan bayi prematur ini sangat banyak dengan tingkat kematian dan kesakitan yang tinggi. Diantaranya

tingkat mortalitas bayi setelah lahir, dengan sepsis, malnutrisi, BBLR dan prematurisme yang sangat dipengaruhi oleh banyak faktor seperti sering merokok baik sebelum maupun saat hamil, kekurangan atau kelebihan berat badan sebelum hamil, persiapan kehamilan yang kurang baik atau kurang nutrisi, gangguan kesehatan seperti tekanan darah tinggi dan diabetes, mengonsumsi alkohol atau menggunakan narkoba selama masa kehamilan, mengandung bayi kembar dua, tiga, atau kelipatannya, jeda kehamilan yang sangat singkat dari kehamilan sebelumnya, pernah melahirkan prematur, keguguran, atau melakukan aborsi, stres akibat banyak pikiran, memiliki masalah pada rahim, serviks, atau plasenta, mengalami infeksi cairan ketuban atau sistem reproduksi dan kehamilan melalui vitro fertilization (pembuahan di luar rahim). (Prawirohardjo, 2014; 43) Sepsis neonatorum merupakan salah satu masalah yang dapat menyebabkan kematian pada bayi. (Prawirohardjo, 2015)

Tingkat kematian bayi secara global telah menurun dari tingkat perkiraan 64,8 per 1.000 KH pada

(3)

Jurnal Akademika Husada │Volume II Nomor 1 : Maret 2020 tahun 1990 menjadi 30,5 per 1.000

KH pada 2016. Kematian bayi tahunan telah menurun dari 8,8 juta pada tahun 1990 menjadi 4,2 juta pada tahun 2016 (WHO, 2018). Angka kematian bayi menurut Millenium Development Goals (MDGs), yakni 23 per 1.000 kelahiran hidup, saat ini angka kematian bayi 22,23 per 1.000 kelahiran hidup. Sementara itu, angka target dari Sustainable Developmen Goals (SDGs) untuk angka kematian bayi 12 per 1.000 12 per 1.000 kelahiran hidup (Kemenkes, 2018). Di Jawa Timur pada tahun 2017 angka kematian bayi 23 per 1.000 kelahiran hidup sampai dengan tahun 2015 masih di atas target SDG’s, angka kematian bayi di Jombang pada tahun 2018 sebanyak 205 bayi dari 19.815 kelahiran hidup, atau dengan kata lain angka kematian bayi sebesar 10,35/1.000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan Kabupaten Jombang, 2018). Di Ruang Anggrek RSUD Jombang periode Januari-April 2019 didapatkan 838 kasus bayi dengan bayi fisiologis sebanyak 320 kasus dan bayi patologis 518 kasus yang terdiri dari bayi dengan BBLR sebanyak 125 kasus (24,13%), bayi dengan asfiksia

sebanyak 105 kasus (20,27%), bayi kurang bulan sebanyak 97 kasus (18,73%), bayi dengan MAS sebanyak 45 kasus (8,69%), bayi dengan ikterus sebanyak 37 kasus (7,14%), bayi dengan gastroenteritis sebanyak 30 kasus (5,79), bayi dengan febris sebanyak 25 kasus (4,83%), bayi dengan RDS sebanyak 18 kasus (3,47%), bayi dengan HbsAg sebanyak 15 kasus (2,9%), bayi dengan sepsis neonatorum sebanyak 15 kasus (2,9%) dan bayi dengan labiopalatoskisis sebanyak 6 kasus (1,16%). (Rekam Medik RSUD Jombang tahun 2019).

Berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur dapat menyebabkan infeksi berat yang mengarah pada terjadinya sepsis. Pola kuman penyebab sepsis berbeda-beda antar negara dan selalu berubah dari waktu ke waktu. Bahkan di negara berkembang sendiri ditemukan perbedaan pola kuman, walaupun bakteri gram negatif rata-rata menjadi penyebab utama dari sepsis neonatorum. Walaupun infeksi bakterial berperan penting dalam sepsis neonatal tetapi infeksi virus tetap perlu dipertimbangkan. Dari

(4)

Jurnal Akademika Husada │Volume II Nomor 1 : Maret 2020 pengumpulan data selama 5 tahun

terakhir melaporkan bahwa selain infeksi bakteri, virus, khususnya enterovirus berperan pula sebagai penyebab sepsis / meningitis neonatal. Sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik. Pelepasan endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium, perubahan ambilan dan penggunaan oksigen, terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolik yang progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba dan berat, complment cascade menimbulkan banyak kematian dan kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik, dan syok, yang mengakibatkan disseminated intravaskuler coagulation (DIC) dan kematian (Bobak, 2009). Bayi baru lahir mendapat infeksi melalui beberapa jalan, dapat terjadi infeksi transplasental seperti pada infeksi konginetal virus rubella, protozoa Toxoplasma, atau basilus Listeria monocytogenesis. Yang lebih umum, infeksi didapatkan melalui jalur vertikel, dari ibu selam proses persalinan (infeksi Streptokokus group B atau infeksi kuman gram negatif)

atau secara horizontal dari lingkungan atau perawatan setelah persalinan (infeksi Stafilokokus koagulase positif atau negatif). Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa cara, yaitu : 1) Pada masa antenatal atau sebelum lahir. Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang dapat menembus plasenta antara lain virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini, antara lain malaria, sipilis, dan toksoplasma. 2) Pada masa intranatal atau saat persalinan. Infeksi saat persalinan terjadi karena yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya, terjadi amniotis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk dalam tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi akan terinhalasi oleh bayi dan masuk dan masuk ke traktus digestivus dan traktus respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi

(5)

Jurnal Akademika Husada │Volume II Nomor 1 : Maret 2020 tersebut. Selain cara tersebut di atas

infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de entre lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman. Beberapa kuman yang melalui jalan lahir ini adalah Herpes genetalis, Candida albican, dan N.gonorrea. 3) Infeksi paska atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan di luar rahim (misal melalui alat- alat : penghisap lendir, selang endotrakhea, infus, selang nasogastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial. Infeksi juga dapat terjadi melalui luka umbilikus (Asrining, 2013) Neonatus yang dirawat di ruang rawat intensif mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya infeksi. Hal ini dapat dimengerti oleh karena pada umumnya pasien yang dirawat di ruang intensif adalah pasien berat. Pada umumnya infeksi merupakan penyebab kematian pada bayi kecil.

Diagnosis sepsis neonatorum sering sulit ditegakkan karena gejala klinis yang tidak spesifik pada

neonatus. Pemeriksaan kultur darah merupakan baku emas dalam menegakkan diagnosis sepsis neonatorum namun pemeriksaan tersebut hasilnya baru dapat diketahui setelah 48 sampai 72 jam, sehingga penatalaksanaan sepsis sering terjadi keterlambatan pengobatan yang dapat memperburuk keadaan bayi bahkan dapat menyebabkan kematian. Pengobatan hanya berdasarkan gambaran klinis dapat menimbulkan penanganan yang berlebihan dan terjadi peningkatan pola resistensi terhadap antibiotik dan efek toksisitasnya dikemudian hari. Diperlukan pemeriksaan penunjang yang sensitif dan spesifik yang dapat menegakkan sepsis pada neonatus secara cepat tanpa menunggu hasil kultur darah sehingga dapat memberikan terapi secara cepat dan tepat untuk mengurangi angka mortalitas dan morbiditas pada neonatus. Pemeriksaan C-reaktif protein (CRP) tidak spesifik sebagai marker sepsis pada neonatus karena nilai CRP juga positif pada keadaan trauma. Pencegahan infeksi sering mengandalkan barier antara agen dan pejamu (barier protektif), yaitu

(6)

Jurnal Akademika Husada │Volume II Nomor 1 : Maret 2020 termasuk tindakan cuci tangan,

penggunaan sarung tangan, masker, penggunaan cairan antiseptik, pemakaian jarum sekali pakai, serta dekontaminasi, pencucian, sterilisasi atau desinfeksi tingkat tinggi pada alat yang digunakan ulang. Prinsip pencegahan sepsis neonatus onset dini adalah pencegahan prematuritas, manajemen persalinan dan kelahiran yang benar, serta penggunaan kemoprofilaksis dan imunoprofilaksis. Pemakaian ampisilin 1000 mg i.v setiap 6 jam sejak onset persalinan sampai kelahiran pada ibu dengan koloni Streptokokus grup B atau dengan faktor risiko obstetrik, dapat mematikan kolonisasi neonatus dan mengurangi secara signifikan angka kejadian sepsis neonatorum onset dini. Imunisasi aktif pada ibu dapat menyediakan jalan transplasental antibodi menuju fetus, namun vaksin yang komersial belum tersedia. Penggunaan imunoglobulin 0,5 – 1,3 gr/kgbb i.v terbukti dapat menurunkan sepsis onset dini pada bayi dengan berat badan lahir lebih dari 2000 gr.

Dengan adanya data di atas dapat diambil kesimpulan bahwa bayi dengan sepsis neonatur angka

kejadiannya masih tinggi dan perlu penanganan yang lebih baik sehingga penulis tertarik untuk melakukan asuhan kebidanan dengan judul “Asuhan Kebidanan Pada By. Ny. “S” NKB Umur 22 Hari Dengan Sepsis Neonatorum Di Ruang Paviliun Anggrek RSUD Jombang”.

2. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam laporan tugas akhir ini adalah desain penelitian observasional deskriptif dengan pendekatan studi kasus yang dilaksanakan oleh penulis melalui pendekatan manajemen kebidanan. Studi kasus yang digunakan penulis dalam membuat laporan tugas akhir ini adalah dengan menggunakan asuhan kebidanan menurut 4 langkah manajemen SOAP dari pengkajian data subyektif dan obyektif, analisa data, penatalaksanaan pada Asuhan Kebidanan Pada By. Ny. “S” NKB Umur 22 Hari Dengan Sepsis Neonatorum Di Ruang Paviliun Anggrek RSUD Jombang

(7)

Jurnal Akademika Husada │Volume II Nomor 1 : Maret 2020 Kerangka kerja :

Tempat pengambilan studi kasus ini dilakukan di Paviliun Anggrek RSUD Jombang pada tanggal 01 April 2019. Subjek dalam penelitian ini adalah By. Ny. “S” NKB umur 22 hari dengan sepsis neonatorum

Alat dan bahan yang digunakan untuk mendapatkan data dalam studi

kasus ini sebagai berikut : format pengkajian, SOP pemeriksaan fisik dan buku register.

Penyusunan laporan tugas akhir ini menggunakan metode deskriptif dalam bentuk studi kasus yang menggambarkan secara jelas tentang Asuhan Kebidanan Pada By. Ny. “S” NKB Umur 22 Hari Dengan Sepsis Neonatorum Di Ruang Paviliun Anggrek RSUD Jombang. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut : studi kepustakaan, studi dokumentasi, wawancara, pemeriksaan fisik, observasi.

Analisa data yang digunakan dalam penulisan Asuhan Kebidanan Pada By. Ny. “S” NKB Umur 22 Hari Dengan Sepsis Neonatorum Di Ruang Paviliun Anggrek RSUD Jombang menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi teknik. (Wahyu S., 2016)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Pengkajian Data Subyektif

Data subyektif adalah data yang diperoleh dari wawancara langsung kepada klien dan keluarga. Prematur adalah suatu keadaan yang belum matang, yang

Subyek/ pasien

By. Ny. “S” NKB Umur 22 Hari Dengan Sepsis Neonatorum

Pernyataan persetujaun (Inform Consent)

Pengumpulan Data

Wawancara, observasi dan studi dokumentasi

Pelaksanaan asuhan kebidanan menurut manajemen SOAP

Pengkajian data subyektif & obyektif, analisa dan penatalaksanaan

Analisa data

Triangulasi

Hasil & Pembahasan

(8)

Jurnal Akademika Husada │Volume II Nomor 1 : Maret 2020 di temukan pada bayi yang lahir

pada saat usia kehamilan belum

mencapai 37 minggu.

(Wiknjosastro, 2010). Prematur adalah suatu keadaan yang belum matang, yang di temukan pada bayi yang lahir pada saat usia kehamilan belum mencapai 37 minggu. (Wiknjosastro, 2010). Gambaran fisik bayi prematur yaitu ukuran kecil, berat badan lahir rendah (kurang dari 2,5 kg), kulitnya tipis, terang dan berwarna pink (tembus cahaya), vena di bawah kulit terlihat (kulitnya transparan), lemak bawah kulitnya sedikit sehingga kulitnya tampak keriput, rambut yang jarang, telinga tipis dan lembek, tangisannya lemah, kepala relatif besar, jaringan payudara belum berkembang, otot lemah dan aktivitas fisiknya sedikit (seorang bayi prematur cenderung belum memiliki garis tangan atau kaki seperti pada bayi cukup bulan), refleks menghisap dan refleks menelan yang buruk, pernafasan yang tidak teratur, kantung zakar kecil dan lipatannya sedikit (anak laki - laki), labia mayora belum

menutupi labia minora (pada anak perempuan). (Prawirohardjo, 2010),

Pada tinjauan kasus didapatkan data subyektif yaitu By. Ny. ”S” usia 22 hari lemah, sesak, retraksi, tidak ada pernapasan cuping hidung, suhu badan rendah, berat badan rendah. Pada riwayat kesehatan sekarang didapatkan By. Ny. “S” umur 22 hari pada tanggal 09 Maret 2019 jam 23.00 WIB bayi lahir di kamar bersalin PONEK RSUD Jombang, Bayi lahir spontan ditolong oleh bidan, tonus otot lemah, tidak menanggis, bernapas lemah atau tidak teratur dilakukan resusitasi dan hasil A-S : 5-6, dengan berat badan : 1020 gram, PB : 33, UK : 27/28 mimggu.

Dari data subyektif menunjukkan tidak ada kesenjangan antara tinjauan kasus dan tinjauan teori karena pada bayi didapatkan data BB : 1020 gram, AS : 5-6 dan reflek lemah.

b. Pengkajian Data Obyektif

Data obyektif adalah data yang diperoleh melalui pemeriksaan fisik yang terdiri dari

(9)

Jurnal Akademika Husada │Volume II Nomor 1 : Maret 2020 inspeksi, palpasi, auskultasi dan

perkusi. Tanda dan gejala sepsis neonatorum dibagi menjadi enam kelompok, antara lain : tampak sakit, tidak mau minum, suhu naik turun, sklerema, muntah, diare, hepatomegali, perut kembung, dispneu (sesak), takipneu, sianosis, takikardi, edema, dehidrasi, letargi, iritabel, kejang, ikterus, splenomegali (pembesaran limpa), pteki/perdarahan dan lekopenia (Fauziah dan Sudarti, 2013). Gejala sepsis sering kali tidak khas pada bayi. Maka diperlukan pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis sepsis, hal ini meliputi beberapa hal sebagai berikut : Pemeriksaan hematologi yang meliputi trombosit : < 100.000/µL, leukosit : dapat meningkat atau menurun, pemeriksaan kadar D-Dimer. Tes darah lainnya dapat memeriksa fungsi organ tubuh seperti hati dan ginjal (Maryunani dan Nurhayati, 2009). Kultur darah untuk menentukan ada atau tidaknya bakteri di dalam darah. Urine diambil dengan kateter steril untuk memeriksa urine di bawah

mikroskop, dan kultur urine untuk mengetahui ada atau tidaknya bakteri. Fungsi lumbal (pengambilan cairan otak dari tulang belakang) untuk mengetahui bayi terkena meningitis (Putra, 2012). Lebih dari 30 sel darah putih (30x10 9/L);diduga infeksi bila lebih dari 20/mm3 sel darah putih (20x10

9/L) dan lebih dari 5/mm3 (5x10 9/L) neutrofil. Protein – pada bayi cukup bulan > 200mg/dL (>2g/L). Glukosa kurang dari 30% gula darah. Dapat timbul streptokokkus group B pada pemeriksaan gram tanpa ada sel darah putih yang muncul. (Fanaroff dan Lissauer, 2013). Rontgen terutama paru-paru untuk memastikan ada atau tidaknya pneumonia (Putra, 2012). Jika bayi menggunakan perlengkapan medis di tubuhnya, seperti infus atau kateter, maka cairan dalam perlengkapan medis tersebut akan diperiksa ada atau tidaknya tanda-tanda infeksi (Putra, 2012). Pemeriksaan C-Reactive Protein (CRP) merupakan pemeriksaan protein yang disintesis di hepatosit dan

(10)

Jurnal Akademika Husada │Volume II Nomor 1 : Maret 2020 muncul pada fase akut bila

terdapat kerusakan jaringan (Maryunani dan Nurhayati, 2009). Lokasi infeksi-pertimbangkan aspirasi jarum atau biopsi untuk pemeriksaan gram dan mikroskopi direk, aspirat trakea bila menggunakan ventilasi mekanik, kultur vagina ibu, kultur jaringan plasenta dan histopatologi, skrining antigen cepat, gas darah dan Skrining koagulasi (Fanaroff dan Lissauer, 2013).

Pada tinjauan kasus didapatkan keadaan umum : lemah, kesadaran : compomentis, TTV (nadi : 142x/menit, suhu : 36,4C, RR : 36x/menit), BB sekarang : 1205 gram, PB : 33 cm, LD : 19 cm, LK : MO : 26 cm, SOB : 23 cm, FO : 21 cm. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kepala : terdapat vernik caseosa, terpasang infus di dahi. Hidung : terpasang selang oksigen (O2).

Dada : ada tarikan intrakosta. Mulut : terpasang selang OGT. Ekstrimitas atas : terdapat oedem luka pada tangan sebelah kiri. Integunem : warna agak pucat. Pemeriksaan reflek : Refleks moro

: lemah, Refleks rooting : lemah, Refleks socking : lemah, Refkles swallowing : lemah, Refleks babynski : kurang baik, Tonick neck refleks : kurang baik, Refleks graphs : kurang baik. Pemberian terapi : TPN, Minum susu : 8 x 20 ml, Injeksi : Meroponem 3 x 50 mg, getamisin 1 x 10 mg, kandistatin 3 x 1 mg, aminopilin 2 x 0,8, Pemberian O2 : 0,8 liter /

jam. Pemeriksaan laboratorium : Biakan darah (kultu) : ada pertumbuhan.

Dari data obyektif menunjukkan tidak ada kesenjangan antara tinjauan kasus dan tinjauan teori karena tanda-tanda bayi sepsis adalah BB : 1205 gram, PB : 33 cm dan reflek lemah c. Analisa Data

Pada tinjauan pustaka didapatkan prematur adalah suatu keadaan yang belum matang, yang di temukan pada bayi yang lahir pada saat usia kehamilan belum

mencapai 37 minggu

(Wiknjosastro, 2010). Sepsis neonatorum atau septicemia neonatorum merupakan keadaan dimana terdapat infeksi oleh

(11)

Jurnal Akademika Husada │Volume II Nomor 1 : Maret 2020 bakteri dalam darah di seluruh

tubuh yang terjadi pada bayi baru lahir 0 – 28 hari pertama (Maryunani dan Nurhayati, 2009). Jadi analisa dapat ditegakkan By. Ny. “…” NKB umur … hari dengan sepsis neonatorum

Pada tinjauan kasus didapatkan By. Ny. ”S” umur 22 hari telah lahir dengan umur kehamilan 27/28 minggu. Jadi analisa dapat ditegakkan By. Ny. “S” NKB umur 22 hari dengan sepsis neonatorum

Jadi pada analisa tidak terdapat kesenjangan antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus dimana pada tinjauan pustaka didapatkan bayi prematur UK < 37 minggu dengan BB < 2500 gram, sedangkan pada tinjauan kasus didapatkan bayi dilahirkan pada umur kehamilan 27/28 minggu dan berat badan sekarang 1205 gram.

d. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan adalah mencatat seluruh perencanaan dan penatalaksanan yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif, tindakan segera,

tindakan secara komperhensif; penyuluhan, dukungan, kolaborasi, evaluasi/ follow up dan rujukan.

Pada tinjauan pustaka penanganan bayi prematur yaitu

dengan memperhatikan

kemungkinan yang dapat terjadi pada bayi prematuritas, maka perawatan perlu diperhatikan yaitu : pengaturan suhu badan bayi prematuritas, bayi prematuritas yang sedang mengalami sianosis (kebiruan) atau kesulitan bernafas, nutrisi pada bayi prematuritas, ketahanan tubuh bayi prematuritas dan personal hygiene bayi prematuritas. Penanganan sepsis neonatorum yaitu dengan terapi suportif jalan napas, pernapasan, sirkulasi (A-B-C: airway, breathing, circulation). Periksa gula darah. Obati dengan antibiotik segera bila ada dugaan sepsis, segera setelah mengambil kultur tetapi sambil menunggu hasil kultur. Pilihan antibiotik bergantung kepada kejadian dan praktik setempat yaitu Sepsis awitan dini (Early-onset sepsis), Mencakup organisme gram positif dan gram negatif, contoh :

(12)

Jurnal Akademika Husada │Volume II Nomor 1 : Maret 2020 penicillin / amoxcillin +

aminoglikosida (misalnya : gentamisin / tobramisin). Sepsis awitan lambat (Late-onset sepsis). Perlu juga mencakup stafilokokus dan enterokokkus koagulase negatif, contoh : methicillin / flucloxacillin + gentamisin atau sefalosporin / gentamisin + vancomysin. Bila terpasang kateter vena sentral, pindahkan bila tidak ada respons terhadap antibiotik, kultur terus menerus positif, adanya organisme gram negatif atau sangat sakit. (Fanaroff dan Lissauer, 2013).

Adapun penatalaksanaan yang dilakukan pada tinjauan kasus yaitu : Mencuci tangan sebelum dan sesudah memegang bayi dengan teknik 6 langkah dan pakai APD (alat pelindung diri); Memantau berat badan bayi; Menjaga kehangatan tubuh bayi dengan membungkus tubuh bayi menggunakan kain bersih dan hangat; Mengobservasi TTV setiap 4 jam; Mencegah kehilangan panas dengan mengganti popok bila basah setiap selesai BAB/BAK; Mengobservasi intake dan output;

Memberikan obat sesuai petunjuk tim dokter; Menjaga ruang perawatan bayi tetap bersih dan kering; Membatasi ruangan jangan terlalu penuh atau padat; Menggunakan alat pelindung diri (APD) saat melakukan semua prosedur.

Pada penatalaksanaan tidak ditemukan adanya kesenjangan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus.

4. KESIMPULAN

Dari hasil asuhan kebidanan yang dilaksanakan pada By. Ny. “S” NKB Umur 22 Hari Dengan Sepsis Neonatorum Di Ruang Paviliun Anggrek RSUD Jombang dapat dicatat di dalam bentuk SOAP sebagai berikut

Pada data subyektif didapatkan By. Ny. ”S” usia 22 hari lemah, sesak, retraksi, tidak ada pernapasan cuping hidung, suhu badan rendah, berat badan rendah. Pada riwayat kesehatan sekarang didapatkan By. Ny. “S” umur 22 hari pada tanggal 09 Maret 2019 jam 23.00 WIB bayi lahir di kamar bersalin PONEK RSUD Jombang, Bayi lahir spontan ditolong oleh bidan, tonus otot lemah, tidak

(13)

Jurnal Akademika Husada │Volume II Nomor 1 : Maret 2020 menanggis, bernapas lemah atau tidak

teratur dilakukan resusitasi dan hasil A-S : 5-6, dengan berat badan : 1020 gram, PB : 33, UK : 27/28 mimggu.

Pada data obyektif didapatkan keadaan umum : lemah, kesadaran : compomentis, TTV (nadi : 142x/menit, suhu : 36,4C, RR : 36x/menit), BB sekarang : 1205 gram, PB : 33 cm, LD : 19 cm, LK : MO : 26 cm, SOB : 23 cm, FO : 21 cm. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kepala : terdapat vernik caseosa, terpasang infus di dahi. Hidung : terpasang selang oksigen (O2). Dada : ada

tarikan intrakosta. Mulut : terpasang selang OGT. Ekstrimitas atas : terdapat oedem luka pada tangan sebelah kiri. Integunem : warna agak pucat. Pemeriksaan reflek : Refleks moro : lemah, Refleks rooting : lemah, Refleks socking : lemah, Refkles swallowing : lemah, Refleks babynski : kurang baik, Tonick neck refleks : kurang baik, Refleks graphs : kurang baik. Pemberian terapi : TPN, Minum susu : 8 x 20 ml, Injeksi : Meroponem 3 x 50 mg, getamisin 1 x 10 mg, kandistatin 3 x 1 mg, aminopilin 2 x 0,8, Pemberian O2 : 0,8 liter / jam.

Pemeriksaan laboratorium : Biakan darah (kultu) : ada pertumbuhan.

Pada analisa didapatkan diagnosa By. Ny. “S” NKB umur 22 hari dengan sepsis neonatorum

Pada penatalaksanaan yang dilakukan pada tinjauan kasus yaitu : Mencuci tangan sebelum dan sesudah memegang bayi dengan teknik 6 langkah dan pakai APD (alat pelindung diri); Memantau berat badan bayi; Menjaga kehangatan tubuh bayi dengan membungkus tubuh bayi menggunakan kain bersih dan hangat; Mengobservasi TTV setiap 4 jam; Mencegah kehilangan panas dengan mengganti popok bila basah setiap selesai BAB/BAK; Mengobservasi intake dan output; Memberikan obat sesuai petunjuk tim dokter; Menjaga ruang perawatan bayi tetap bersih dan kering; Membatasi ruangan jangan terlalu penuh atau padat; Menggunakan alat pelindung diri (APD) saat melakukan semua prosedur.

5. REFERENSI

Anggraini, Yetti. (2010) Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Yogyakarta : Pustaka Rihana

(14)

Jurnal Akademika Husada │Volume II Nomor 1 : Maret 2020 Asrining, Surasmi (2013). Perawatan

Bayi Resiko Tinggi. Jakarta : EGC

Astuti, H. (2012). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Ibu 1. Jogjakarta : Rohima Press

Badan Pusat Statistik. (2016). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2015. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Bobak, Irene. M., Lowdermilk., and

Jensen. (2010). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi 4. Jakarta : EGC

Dinkes Jawa Timur. (2015). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Surabaya: Dinkes Jatim Dinkes Kota Jombang. (2015). Profil

Kesehatan Kota Jombang. Jombang : Dinkes Kota Jombang

Estiwidani dkk. (2010). Konsep Kebidanan. Yogjakarta: Fitramaya.

Hidayat, A. Aziz Alimul. (2009). Metode Penelitian Kebidanan & Tehnik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika Judha, M., Sudarti, dan Fauziah.

(2012) Nyeri dalam Persalinan. Yokyakarta : Nuha

Medika

Lissauer T, Fanaroff A. (2013). At a Glance Neonatologi. Jakarta : Erlangga

Manuaba, Ida Bagus Gde. (2012). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan, Jakarta : EGC

Marmi; Kukuh, Rahardjo. (2012). Asuhan Neonatus Bayi, Balita dan Anak Prasekolah. Jogjakarta : Pustaka Pelajar Maryunani, Anik. (2013). Asuhan

Kegawatdaruratan Maternal & Neonatal. Jakarta : Trans Info Medika

Matondang C.S, dkk. (2013). Aspek Imunologi Air Susu Ibu. In : Akib A.A.P, Munasir Z, Kurniati N (eds). Buku Ajar Alergi – Imunologi Abak, Edisi II. Jakarta : IDAI.

Mochtar, Rustam. (2012). Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC

Mufdlilah. (2009). Antenatal Care Fokus. Yogyakarta: Nuha Medika

Muslihatun, Wafi Nur. (2010). Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta : Fitramaya

(15)

Jurnal Akademika Husada │Volume II Nomor 1 : Maret 2020 Muttaqin, Arif. (2009). Buku Ajar

Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan sistem Kardiovaskular dan Hematodologi. Jakarta: Salemba Medika

Nursalam. (2010). Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis & Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Prawirohardjo, Sarwono. (2014). Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina

Pustaka Sarwono

Prawirohardjo

Rekam Medik Rumah Sakit Umum Daerah Jombang (2016)

Saifuddin, Abdul Bari. (2010). Buku Acuan Nasional Pelayanan

Kesehatan Maternal & Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Saminem. (2009). Dokumentasi Asuhan Kebidanan Konsep Dan Praktik. Jakarta : EGC Sastrawinata Sulaiman. (2008). Ilmu

Kesehatan Reproduksi : Obstetri Patologi. Jakarta : EGC

Varney, Hellen. (2010). Buku Saku Bidan. Jakarta : EGC

Wiknjosastro, Hanifa. (2011). Ilmu Kandungan Edisi 3. Jakarta: Sagung Seto

World Health Organization (2015). Managing Newborn Problems : A Guide For Doctors, Nurses, And Midwifes. Jakarta : EGC.

Referensi

Dokumen terkait

pada bayi baru lahir dengan ikterus patologis mulai dari. pengkajian, interpretasi data, diagnosa

Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi dengan obat misalnya salisilat,

Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal dengan ibu dan bayi baru lahir untuk 2 jam pertama setelah kelahiran, atau.. Memastikan involusi uterus

Keadaan ini terjadi apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir dan penyebabnya antara lain : plasenta belum lepas dari dinding uterus atau

Sebagai masukan untuk meningkatkan mutu pelayanan kebidanan khususnya pada kasus BBLR pada Bayi baru lahir sehingga dapat mengurangi angka kematian Bayi Baru lahir sehingga dapat

panjang badan kurang atau sama dengan 46 cm, lingkar kepala.. Berat lahir kurang dari 2500 gram. Untuk BBLR kurang bulan.

Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal dengan ibu dan bayi baru lahir untuk 2 jam pertama setelah kelahiran, atau sampai ibu dan bayi dalam keadaan

Setelah penulis melakukan asuhan manajemen kebidanan dengan menggunakan pendekatan komprehensif atau berkelanjutan dan pendokumentasian secara SOAP pada Ny.R umur 22