HASIL DAN PEMBAHASAN
Data yang diperoleh selama penelitian adalah data utama dan data penunjang. Data utama meliputi tingkat kelangsungan hidup ikan uji, kurva pertumbuhan bakteri, kepadatan bakteri pada media budidaya beserta data pendukung berupa perubahan gambaran darah, gejala klinis, dan kualitas air. Penelitian Tahap I : Pertumbuhan A. hydrophila pada Media Budidaya Identifikasi bakteri patogen uji
Pertumbuhan A. hydrophila pada media budidaya menjadi hal yang sangat penting untuk diketahui dan dikaji lebih mendalam mengingat masih minimnya pengetahuan mendasar mengenai hal ini. Untuk mengetahui hal ini maka dilakukan beberapa kegiatan diantaranya identifikasi bakteri patogen uji, pasase, dan kemudian diujikan pada rancangan penelitian yang telah disiapkan.
Pada media agar GSP, bakteri positif Aeromonas sp. jika bakteri yang tumbuh berwarna krem dan media agar berubah menjadi berwarna oranye, sedangkan pada media selektif RS bakteri positif jika tumbuh koloni berwarna kuning (Gambar 2).
Gambar 2 A. hydrophila pada media agar; a) media selektif GSP; b) media selektif RS
Hasil pengamatan morfologi koloni, karakteristik biokimia dan sifat Gram bakteri hasil reisolasi dari ikan uji yang diinfeksi dengan A. hydrophila disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Identifikasi A. hydrophila hasil reisolasi dari ikan uji
Media Warna Morfologi KoloniElevasi Tepian Karakteristik BiokimiaMot Kat Oks Sifat Gram
TSA Krem Cembung Halus + + +
-GSP Krem Cembung Halus + + +
-RS Kuning Cembung Halus + + +
-Berdasarkan hasil tersebut maka proses pasase berhasil karena bakteri yang diinjeksikan pada ikan memberikan gejala klinis dan efek kerusakan fisiologis pada tubuh sebagaimana ciri infeksi A. hydrophila. Selain itu saat bagian luka tersebut dilakukan reisolasi maka diperoleh kembali karakteristik yang sama dengan A. hydrophila yang diinjeksikan.
Hasil dari pasase ini juga memperlihatkan keganasan dari bakteri ini, 100% ikan mati dalam kurun waktu kurang dari 24 jam terutama pada jam ke 4 hingga 12 (Gambar 3).
Gambar 3 Ikan sakit pada uji pasase; a) tampak eksternal, b) organ dalam yang mengalami dropsi
Pada Gambar 3 terlihat pada bekas injeksi terdapat suatu luka infeksi dan ruam pada tubuh bagian luar. Kondisi rongga tubuh penuh berisi cairan, otot yang terinfeksi hancur disebabkan infeksi A. hydrophila.
Pasase diulang sebanyak dua kali, dan bakteri tersebut digunakan dalam penelitian selanjutnya yaitu untuk mengetahui pertumbuhan bakteri A. hydrophila pada media budidaya dengan berbagai kondisi, yakni dengan ada tidaknya aerasi, pakan, dan suhu. Hasil penelitian ini dijadikan acuan dalam penelitian tahap berikutnya.
Pertumbuhan A. hydrophila pada media broth
Pada tahap ini pertumbuhan A. hydrophila dilihat setelah 24 jam pada media broth TSB dengan hasil disajikan pada Tabel 2.
b a
Tabel 2 Kepadatan A. hydrophila setelah 24 jam pada media broth (TSB) Pengenceran Jumlah Koloni Kepadatan Rerata (cfu/mL)
10-10 TBUD
-1.77E+17
10-10 TBUD
-10-14 171 1.71E+17
10-14 183 1.83E+17
Gambaran pertumbuhan A. hydrophila pada media broth (TSB) dengan pengamatan setiap 2 jam selama 24 jam disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4 Kurva pertumbuhan A. hydrophila pada media broth hasil pengamatan setiap 2 jam selama 24 jam; I = fase lamban, II = fase mulai, III = fase eksponensial, IV = fase statis dan kematian.
Berdasarkan kurva di atas memperlihatkan bahwa fase eksponensial A. hydrophila terjadi pada jam ke-16 hingga jam ke-22 dengan peningkatan jumlah mencapai puncaknya pada jam ke-22 dengan kepadatan bakteri mencapai 1.66E+19 cfu/mL. Widdel (2007) diacu dalam Winarti (2010) menyebutkan bahwa fase pertumbuhan bakteri dimulai dengan fase lamban (lag phase) yaitu suatu periode awal yang tampaknya tanpa pertumbuhan, diikuti dengan fase mulai (starting phase), kemudian pertumbuhan cepat yaitu fase eksponensial atau logaritma (exponential phase), selanjutnya mendatar yang disebut disebut fase statis (stationer phase) dan akhirnya diikuti oleh fase penurunan atau kematian (die-off phase).
Dengan diketahuinya kurva pertumbuhan dari A. hydrophila pada media broth TSB maka dapat dijadikan dasar pengetahuan terhadap tingkat pertumbuhan bakteri ini dan menjadi acuan pada penelitian tahap selanjutnya.
I
Pertumbuhan A. hydrophila pada media budidaya
Hasil penelitian tahap ini memperlihatkan kemampuan A. hydrophila untuk hidup, tumbuh dan bertahan pada rentang DO yang luas (0.13–7.82mg/L) sebagaimana disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5 Pertumbuhan A. hydrophila pada media budidaya; (PA1) Perlakuan tanpa aerasi dan tanpa pakan; (PA2) Perlakuan dengan aerasi dan tanpa pakan; (PA3) Perlakuan dengan aerasi dan penambahan pakan; (PA4) Perlakuan tanpa aerasi dan penambahan pakan; (PA5) Perlakuan tanpa aerasi dan penambahan pakan (suhu air 24-25oC)
Pada kondisi DO terendah yaitu 0.13mg/L (Gambar 6) terlihat pada perlakuan PA5 (perlakuan tanpa aerasi dan penambahan pakan) terjadi pada hari kelima setelah pemberian A. hydrophila 102cfu/mL dengan kepadatan bakteri meningkat menjadi 2.3E+10 cfu/mL. Sedangkan DO tertinggi terlihat pada perlakuan PA2 (perlakuan dengan aerasi dan tanpa penambahan pakan) yaitu 7.82mg/L pada hari pertama setelah pemberian A. hydrophila 102cfu/mL yaitu dengan kepadatan bakteri 9.5E+01 cfu/mL.
Berbagai perlakuan yang digunakan pada penelitian ini ditujukan untuk mengetahui gambaran pertumbuhan A. hydrophila pada media budidaya di berbagai kondisi lingkungan. Pada Gambar 6 dapat disimpulkan bahwa untuk A. hydrophila ada atau tidaknya oksigen dalam kurun waktu tertentu bukan menjadi faktor pembatas dalam kehidupan bakteri sesuai dengan karakteristiknya yang bersifat fakultatif anaerob. Namun dengan adanya penambahan pakan menyebabkan peningkatan pertumbuhan bakteri. Hal ini disebabkan A. hydropila merupakan bakteri heterotrof yang memiliki kemampuan memanfaatkan kandungan karbon dan nitrogen pakan untuk menjadi sumber nutrisinya.
Sebagaimana Burton and Lanza (1986), A. hydrophila merupakan bakteri yang umum ditemukan di perairan, dengan tingkat kepadatan yang berkorelasi dengan kandungan nutrien di suatu perairan tersebut. Bahan organik yang berasal dari sisa pakan ikan, dapat memicu peningkatan pertumbuhan A. hydrophila sehingga berpotensi menyebabkan penyakit pada ikan, terutama ikan yang dalam kondisi stres.
Gambar 6 Kondisi DO media budidaya yang ditambahkan A. hydrophila 102cfu/mL di awal penelitian; (PA1) Perlakuan tanpa aerasi dan tanpa pakan; (PA2) Perlakuan dengan aerasi dan tanpa pakan; (PA3) Perlakuan dengan aerasi dan penambahan pakan; (PA4) Perlakuan tanpa aerasi dan penambahan pakan; (PA5) Perlakuan tanpa aerasi dan penambahan pakan (suhu air 24-25oC); (KA) Perlakuan kontrol tanpa penambahan bakteri, tanpa aerasi dan tanpa pakan
Kemampuan A. hydrophila untuk tumbuh pada rentang suhu dan kadar oksigen yang luas menyebabkan A. hydrophila ini menjadi salah satu bakteri yang paling sering ditemukan pada perairan dan menyebabkan sakit pada berbagai jenis ikan budidaya. Burton and Lanza (1986) dan Austin and Austin (2007) menyatakan bahwa A. hydrophila mampu hidup pada lingkungan bersuhu 4-37oC dan pertumbuhan mencapai tingkat tertinggi pada suhu 28oC.
Berdasarkan hasil penelitian ini maka pada penelitian aplikasi dengan pemeliharaan ikan di tahap ketiga, digunakan perlakuan ketiga yaitu ikan dipelihara dengan pemberian pakan dan aerasi.
Penelitian Tahap II: Pertumbuhan B. firmus pada Media Budidaya
Probiotik B. firmus yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil penelitian Lusiastuti (2010), bakteri ini telah diuji mampu menghambat
pertumbuhan A. hydrophila secara in vitro. Selanjutnya dilakukan penelitian lebih mendalam untuk memanfaatkan probiotik B. firmus sehingga mendapatkan hasil optimal.
Identifikasi probiotik uji
Probiotik B. firmus yang digunakan dalam penelitian ini mampu membentuk zona hambat terhadap A. hydrophila dengan jarak 3 mm (Lusiastuti 2010). Hasil pengamatan terhadap bentuk, karakteristik biokimia dan sifat gram probiotik B. firmus disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Identifikasi probiotik B. firmus
Warna Morfologi Koloni Karakteristik Biokimia Sifat Gram Bentuk Elevasi Tepian Motil Kat Oks
Putih Batang Cembung Halus + + - Biru (+)
Probiotik B. firmus memiliki ciri morfologi diantaranya adalah memiliki sifat Gram positif, motil oleh flagel peritrichous, memiliki endospora berbentuk oval, bundar atau silinder. Bakteri ini bersifat fakultatif aerob, tersebar luas pada bermacam-macam habitat tawar maupun laut (Feliatra et al. 2004), serta tidak bersifat patogen terhadap vertebrata ataupun invertebrata.
Pertumbuhan B. firmus pada media broth (TSB)
Prosedur yang dilakukan pada penanaman bakteri ini sama dengan penanaman A. hydrophila maupun bakteri lainnya. Kepadatan probiotik B. firmus setelah 24 jam pada media broth (TSB) disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Kepadatan probiotik B. firmus setelah 24 jam pada media broth (TSB) Pengenceran Jumlah Koloni Kepadatan Rerata (cfu/mL)
10-8 TBUD
-5.53E+15
10-8 TBUD
-10-12 405 4.05E+15
10-12 700 7.00E+15
Gambaran pertumbuhan B. firmus pada media broth (TSB) dengan pengamatan setiap 2 jam selama 24 jam disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7 Kurva pertumbuhan B. firmus pada media broth setiap 2 jam selama 24 jam; I = fase lamban, II = fase mulai, III = fase eksponensial, IV = fase statis dan kematian.
Berdasarkan kurva di atas memperlihatkan bahwa fase eksponensial probiotik B. firmus terjadi pada jam ke-14 hingga jam ke-22 dengan peningkatan jumlah mencapai puncaknya pada jam ke-22 dengan kepadatan bakteri mencapai 1.20E+17 cfu/mL dan mulai menurun setelahnya. Pelczar & Chan (2005) menyatakan bahwa terjadi penambahan populasi yang teratur pada interval waktu tertentu selama masa inkubasi di mana semua bahan dan sel berada dalam keadaan seimbang sehingga menjadikannya fase pertumbuhan ideal bakteri. Pada fase kematian terjadi timbunan produk metabolisme yang beracun, kepadatan bakteri tinggi namun sumber nutrien dan substrat terbatas sehingga jumlah sel yang mati lebih cepat daripada terbentuknya sel-sel baru.
Pertumbuhan B. firmus pada media budidaya
Pertumbuhan probiotik B. firmus pada media budidaya yang diamati selama penelitian disajikan pada Gambar 8. Berbagai perlakuan yang dilakukan pada penelitian ini ditujukan untuk mengetahui gambaran pertumbuhan B. firmus pada media budidaya di berbagai kondisi lingkungan. Dari hasil penelitian ini maka dapat diketahui bahwa adanya oksigen dan penambahan pakan menyebabkan peningkatan pertumbuhan probiotik B. firmus. Probiotik B. firmus merupakan bakteri fakultatif aerob lebih menyukai kondisi lingkungan yang cukup oksigen sehingga pertumbuhannya menjadi lebih baik.
II
Gambar 8 Pertumbuhan probiotik B. firmus pada media budidaya; (PP1) Perlakuan tanpa aerasi dan tanpa pakan; (PP2) Perlakuan dengan aerasi dan tanpa pakan; (PP3) Perlakuan tanpa aerasi dan penambahan pakan; (PP4) Perlakuan dengan aerasi dan penambahan pakan.
Pada tahap ini terjadi penyesuaian rencana waktu pelaksanaan penelitian. Pada tahap ini rencananya dilaksanakan selama 14 hari seperti tahap pertama, namun dalam pelaksanaannya hal itu tidak memungkinkan untuk dilakukan. Penelitian ini dilaksanakan dalam empat hari karena ini adalah hari terakhir probiotik B. firmus dapat terbaca dalam penghitungan TPC. Hal ini disebabkan pertumbuhan probiotik B. firmus kalah cepat dengan pertumbuhan A. hydrophila yang secara alami ada pada media budidaya sehingga pada saat penghitungan bakteri dengan pengenceran tertinggi pada media agar TSA hanya terdapat koloni A. hydrophila dan tidak ada koloni probiotik B. firmus, sebagaimana disajikan pada Gambar 9.
Gambar 9 Koloni A. hydrophila pada media budidaya probiotik B. firmus. a) beberapa koloni probiotik B. firmus (pengenceran 10-12); b) tidak ada koloni probiotik B. firmus sama sekali (pengenceran 10-14).
b a
Pada tahap ini dilakukan uji kultur bersama (efikasi konsentrasi probiotik B. firmus terhadap A. hydrophila secara in vitro) pada media TSB dan ditanam pada media TSA dan RS agar. Uji kultur bersama dilakukan dengan membandingkan hasil kultur bersama dengan kontrol yaitu media yang hanya ditanam A. hydrophila 102cfu/mL saja (Tabel 5).
Tabel 5 Perbandingan kultur bersama probiotik B. firmus dengan A. hydrophila B. firmus (cfu/mL) A. hydrophila (cfu/mL) Hasil
102 102 +++++ 103 102 ++++ 104 102 ++++ 105 102 +++ 106 102 + 107 102 +++ 108 102 ++ 109 102 +++ 1010 102 +++ 1011 102 +++ 1012 102 ++ - 102 +++++
Keterangan: +++++ = A. hydrophila tumbuh memenuhi seluruh cawan ++++ = A. hydrophila tumbuh sebagian besar cawan +++ = A. hydrophila tumbuh setengah bagian cawan ++ = A. hydrophila tumbuh seperempat bagian cawan + = A. hydrophila tumbuh sedikit pada cawan
Dari Tabel 5 dapat disimpulkan bahwa hasil terbaik dari probiotik B. firmus yang diuji tantang dengan A. hydrophila 102 cfu/mL secara in vitro adalah pada konsentrasi probiotik B. firmus 106 cfu/mL. Pada konsentrasi probiotik B. firmus yang lebih tinggi, namun hasilnya kurang optimal diduga karena adanya persaingan nutrisi dan oksigen yang tinggi diantara sesama probiotik B. firmus sehingga menyebabkan keseimbangan bakteri pada media terganggu. Dugaan ini didasarkan pada pernyataan Fuller (1992) bahwa efektivitas probiotik diantaranya dipengaruhi oleh komposisi bakteri, dosis/konsentrasi yang digunakan, umur dan kualitas probiotik. Nikoskelainen et al. (2001) juga menyatakan bahwa penggunaan probiotik dalam konsentrasi tinggi ternyata tidak menjamin perlindungan yang lebih baik terhadap inang.
Dari hasil uji kultur bersama secara in vitro diperoleh dua konsentrasi/kepadatan probiotik B. firmus yang terbaik yaitu 106 dan 108cfu/mL
untuk selanjutnya ditambahkan pada media budidaya (in vivo) pada penelitian tahap IV.
Penelitian Tahap III: Infeksi A. hydrophila pada Ikan Uji Melalui Media Budidaya
Pada penelitian tahap ini mulai digunakan ikan dan diuji tantang dengan pemberian A. hydrophila pada masa pemeliharaannya.
Kelangsungan hidup
Tingkat kelangsungan hidup ikan setelah diuji tantang dengan A. hydrophila didapatkan bahwa kelangsungan hidup ikan uji tertinggi diperoleh pada perlakuan KS dengan rata-rata 80% sebagaimana tersaji pada Gambar 10.
Gambar 10 Tingkat kelangsungan hidup ikan uji. Kondisi ikan uji sebelum pemberian probiotik; (PA) Perlakuan penambahan A. hydrophila 102 cfu/mL; (PK) Perlakuan tanpa penambahan A. hydrophila dan tanpa sipon; (KS) Perlakuan tanpa penambahan A. hydrophila namun dengan penyiponan setiap 3 hari sekali.
Berdasarkan Gambar 10 diketahui bahwa pada media budidaya yang tidak diberikan bakteri patogen sekalipun (perlakuan PK), kelangsungan hidupnya rendah yaitu rata-rata 33.33%. Pada perlakuan PK kematian ikan disebabkan oleh A. hydrophila, hal ini dipastikan setelah bakteri diisolasi dari organ ginjal dan hati ikan yang sakit lalu ditanam pada media RS menunjukkan bahwa bakteri yang tumbuh adalah A. hydrophila. Hal ini menunjukkan bahwa A. hydrophila selalu ada di perairan dan akan berkembang dengan cepat akibat adanya bahan organic yang berasal dari penambahan pakan dan dapat menyebabkan penyakit pada kondisi yang memungkinkan. A. hydrophila merupakan bakteri patogen
oportunistik dan dapat menyebabkan kematian tinggi pada ikan budidaya (Aoki 1999; Ghufran & Kordi 2004; Irianto 2005; Austin & Austin 2007). Kematian ikan disebabkan oleh sifat virulen bakteri yang disebabkan oleh endotoksin dan produk ekstraseluler atau eksotoksin (Angka 2005).
Metode perlakuan ini merupakan adaptasi dari kondisi alamiah di media budidaya, di mana bakteri masuk kedalam tubuh ikan dengan berbagai macam cara. Secara umum bakteri masuk dan menyebar kedalam tubuh ikan dapat melalui kulit, insang, dan saluran pencernaan (Alifuddin 1996). Waktu awal kematian ikan yang rata-rata terjadi pada hari ke tujuh cenderung lebih lambat dibandingkan dengan penelitian sejenis mengenai kerentanan ikan jelawat Leptobarbus hoevenii Blkr oleh Winarti (2010) yang melakukan beberapa pola infeksi A. hydrophila yaitu melalui perendaman, intra peritoneal (IP) dan intra muscular (IM) yang waktu awal kematiannya kurang dari satu hari. Hal ini dikarenakan pada penelitian Winarti (2010) konsentrasi perendaman (kepadatan bakteri) didasarkan pada dosis letal 50. Waktu kematian ikan uji pada tahap ini dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Waktu kematian ikan uji pada infeksi A. hydrophila melalui media budidaya Akua Rium Kematian Ikan SR (%) D0 D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7 D8 D9 D10 D11 D12 D13 D14 TOT PA1 - - - 2 1 - 2 - - - 1 6 40 PA2 - - - 1 2 3 - 1 - 1 8 20 PA3 - - - 1 - 1 1 - 1 1 - 5 50 PK1 - - - 3 1 1 - 2 - - 7 30 PK2 - - - 1 1 - - 1 2 - 5 50 PK3 - - - 3 1 1 1 1 - 1 8 20 KS1 - - - - 1 - - - 1 90 KS2 - - - 1 1 90 KS3 - - - - 3 - - - 1 4 60
Keterangan: (PA) Perlakuan penambahan A. hydrophila 102 cfu/mL; (PK) Perlakuan tanpa penambahan A. hydrophila dan tanpa sipon; (KS) Perlakuan tanpa penambahan A. hydrophila namun dengan penyiponan setiap 3 hari sekali D0…12 = Hari ke-0…ke-12; 1,2,3 = ulangan ke-1,2,3
Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa kematian ikan uji pada perlakuan PA mulai terjadi pada hari ke tujuh sebanyak tiga ekor. Selanjutnya pada hari ke delapan terjadi kematian dua ekor pada perlakuan PA dan tujuh ekor pada
perlakuan PK. Pada hari berikutnya ikan mengalami kematian dengan jumlah yang berbeda pada setiap perlakuan hingga akhir pengamatan. Kondisi jumlah bakteri yang semakin meningkat, tingkat kepadatan ikan yang tinggi, dan kondisi lingkungan yang memburuk semakin menambah tingkat stres pada ikan. Nafsu makan ikan semakin menurun memudahkan A. hydrophila menginfeksi ikan hingga akhirnya mengalami kematian.
Pada penelitian ini A. hydrophila tumbuh secara alami berdasarkan kondisi lingkungan sehingga dibutuhkan waktu bakteri untuk tumbuh di media budidaya dan masuk kedalam tubuh untuk kemudian juga tumbuh dan menginfeksi ke dalam tubuh secara alamiah. Selain itu, ikan memiliki pertahanan non spesifik yang ada tanpa perlu dirangsang terlebih dahulu yang siap menghadapi patogen yang akan masuk kedalam tubuh. Pertahanan tersebut meliputi pertahanan mekanik atau fisik seperti mukus, sisik dan kulit, lisosim, enzim bakteriolitik lain, serta mukopolisakarida yang menghalangi pergerakan bakteri kedalam tubuh (Anderson 1990).
Tingkat pertumbuhan A. hydrophila pada media budidaya
Tingkat pertumbuhan A. hydrophila pada media budidaya, disajikan Gambar 11.
Gambar 11 Kepadatan A. hydrophila pada media budidaya. (PA) Perlakuan penambahan A. hydrophila 102 cfu/mL dan tanpa sipon; (PK) Perlakuan tanpa penambahan A. hydrophila dan tanpa sipon; (KS) Perlakuan tanpa penambahan A. hydrophila dan penyiponan setiap 3 hari sekali.
Dari Gambar 11 terlihat pertumbuhan A. hydrophila pada media budidaya mencapai puncaknya pada hari ke-8 dengan kepadatan bakteri mencapai 5.00E+08 cfu/mL pada perlakuan PA dan mengakibatkan kematian ikan 4 ekor (Tabel 6). Pada perlakuan PK pertumbuhan A. hydrophila tertinggi juga terjadi pada hari ke-8 yaitu 1.65E+09 cfu/mL dan mengakibatkan 10 ekor ikan uji mati. Tingkat pertumbuhan A. hydrophila pada media budidaya (Lampiran 3) sejalan dengan terjadinya kematian ikan uji pada waktu tersebut. Dari hasil ini maka dapat diketahui bahwa konsentrasi A. hydrophila pada media budidaya yang dapat menyebabkan Motile Aeromonad Septicemia (MAS) pada ikan mas berkisar antara 107–108 cfu/mL.
Pada perlakuan KS terlihat bahwa pertumbuhan A. hydrophila bertahan pada kisaran kepadatan 105cfu/mL. Hal ini disebabkan adanya proses penyiponan media budidaya yang dilakukan setiap tiga hari. Cara ini juga dapat digunakan sebagai pencegahan terhadap serangan A. hydrophila. Penyiponan berfungsi sebagai cara untuk mencegah A. hydrophila mencapai jumlah populasi tertentu yang dapat menyebabkan sakit pada ikan (quorum). Quorum sensing ini merupakan suatu bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi antara sesama bakteri dalam bentuk sinyal molekul yang digunakan untuk mengkoordinasikan aktivitas yang bersifat terbatas pada golongan bakteri tertentu untuk mengekspresikan protein, selain itu untuk bermigrasi ke lingkungan yang lebih baik. Bakteri A. hydrophila dapat mengekspresikan secara bersamaan sinyal molekul bernama C4HSL untuk memproduksi protein AhyI/AhyR (Teresa et al.
2000).
Pemanfaatan pakan
Berdasarkan data pemberian pakan selama penelitian memperlihatkan kondisi ikan uji pada tahap ini. Pemanfaatan pakan oleh ikan uji selama penelitian disajikan pada Gambar 12.
Gambar 12 Kurva pemanfaatan pakan ikan uji; a) tren pemanfaatan pakan ikan uji pada perlakuan (PA); b) tren pemanfaatan pakan ikan uji pada perlakuan (PK); c) tren pemanfaatan pakan ikan uji pada perlakuan (KS). (PA) Perlakuan penambahan A. hydrophila 102 cfu/mL dan tanpa sipon; (PK) Perlakuan tanpa penambahan A. hydrophila dan tanpa sipon; (KS) Perlakuan tanpa penambahan A. hydrophila dan penyiponan setiap 3 hari sekali.
Dari Gambar 12 dapat dilihat gejala klinis dari ikan yang mengalami infeksi A. hydrophila ditandai dengan menurunnya nafsu makan ikan yang rata-rata dimulai pada hari ke empat, yang menandakan bahwa infeksi A. hydrophila mulai terjadi. Penurunan nafsu makan ini dapat juga disebabkan karena menurunnya kadar Hb akibat infeksi A. hydrophila (Gambar 13). Menurut Hardi (2011) rendahnya kadar Hb menyebabkan laju metabolisme menurun dan energi yang dihasilkan menjadi rendah, hal ini membuat ikan menjadi lemah dan tidak memiliki nafsu makan serta terlihat berdiam diri di dasar atau berenang lemah. Lebih lanjut Kabata (1985) menyatakan bahwa nafsu makan berkurang dan tingkah laku abnormal merupakan salah satu tanda ikan terinfeksi A. hydrophila.
Hasil analisa dari tingkat pertumbuhan A. hydrophila pada media budidaya, kelangsungan hidup ikan uji, dan waktu kematian ikan uji serta didukung oleh data pemberian pakan dan gambaran darah diperoleh bahwa kondisi kritis ikan uji akibat pertumbuhan A. hydrophila terjadi mulai hari ke-4 hingga ke-7 dengan kepadatan bakteri berkisar antara 105-108cfu/mL. Jika dilihat dari gejala klinis tingkah laku, pola renang dan respon terhadap pakan dari ikan uji terlihat terjadi perubahan pola renang seperti berenang di permukaan, berkumpul di sudut akuarium, berenang lemah, menyendiri, dengan respon terhadap pemberian pakan yang mulai menurun. Pada pemeriksaan darah, hati dan ginjal ikan yang sakit menunjukkan positif terinfeksi A. hydrophila, dan hasil TPC pada darah diperoleh koloni bakteri dengan kepadatan yang bervariasi antara
b
102-106 cfu/mL. Pemeriksaan pada ikan yang terlihat sehat tidak ditemukan adanya A. hydrophila.
Kadar hemoglobin
Hemoglobin berfungsi dalam transportasi oksigen dan karbondioksida serta mencegah keasaman darah yang terlalu tinggi (Angka 2005), juga berperan penting dalam osmolaritas eritrosit (Dellman and Brown 1989). Hemoglobin ikan mas normal adalah 7.77 ± 1.58 (5.8-9.8 g%) (Mones 2008) dan 8,3+1,78 (6,4-10,8 g%)(Vonti 2008). Pada penelitian ini didapatkan ikan uji sebelum diberikan perlakuan infeksi A. hydrophila adalah 6.5-7%. Kondisi hemoglobin ikan uji selama pengamatan disajikan pada Gambar 13. Ketidakstabilan kadar Hb sebagaimana terlihat dari Gambar 13 disebabkan toksik hemolisin yang dihasilkan oleh A. hydrophila. Toksin ini yang menyebabkan osmolaritas plasma darah lebih rendah sehingga menyebabkan lisis, hal inilah yang diduga menjadi salah satu faktor virulensi pada A. hydrophila.
Gambar 13 Kadar hemoglobin ikan uji selama penelitian; (PA) Perlakuan penambahan A. hydrophila 102 cfu/mL; (PK) Perlakuan tanpa penambahan A. hydrophila dan tanpa sipon; (KS) Perlakuan tanpa penambahan A. hydrophila namun dengan penyiponan setiap 3 hari sekali.
Secara umum setelah perlakuan diberikan, hemoglobin mengalami fluktuasi. Titik terendah yaitu 4.4% terjadi pada perlakuan PA saat hari ke tiga pasca perlakuan infeksi A. hydrophila melalui media budidaya. Kadar hemoglobin yang menurun berkaitan dengan gejala anemia dan jumlah sel darah pada ikan. Sedangkan peningkatan hemoglobin kemudian diikuti adanya penurunan yang sangat cepat diduga terjadi karena adanya infeksi (Gambar 13).
Kadar hematokrit
Hematokrit merupakan perbandingan fraksi seluler terhadap total volume darah setelah dipisahkan melalui sentrifugasi (perbandingan antara plasma dan sel darah). Nilai kadar hematokrit ikan mas normal adalah 27 ± 4.87 (19-34%) (Mones 2008) dan 29,30±4,68 (21-34%) (Vonti 2008). Sedangkan pada penelitian ini didapatkan kadar hematokrit ikan uji sebelum dilakukan perlakuan adalah 16-17%. Berdasarkan Gambar 14 kadar hematokrit mengalami kenaikan mencapai 50% terjadi pada hari ke tujuh perlakuan PA dan 58% terjadi pada hari ke-10 perlakuan PK. Kadar hematokrit mengalami penurunan yang cukup tajam hingga hari terakhir pengamatan yang mencapai 38% pada perlakuan PA dan 44% pada perlakuan PK. Tinggi rendahnya penurunan nilai kadar hematokrit tergantung pada berapa banyaknya kejadian pendarahan pada tubuh ikan tersebut. Hasil pengukuran hematokrit ikan uji disajikan pada Gambar 14.
Gambar 14 Kadar hematokrit ikan uji selama penelitian; (PA) Perlakuan penambahan A. hydrophila 102 cfu/mL; (PK) Perlakuan tanpa penambahan A. hydrophila dan tanpa sipon; (KS) Perlakuan tanpa penambahan A. hydrophila namun dengan penyiponan setiap 3 hari sekali.
Sinyal bahaya serta usaha tubuh ikan untuk melawan infeksi A. hydrophila ditunjukkan dengan peningkatan nilai kadar hematokrit yang terjadi pada penelitian ini. Sedangkan penurunan nilai hematokrit menandakan adanya pendarahan dalam tubuh ikan.
Total eritrosit
Eritrosit memiliki peran dalam mengangkut hemoglobin yang berfungsi membawa oksigen dari insang ke jaringan atau organ tubuh. Eritrosit juga
mengandung asam karbonat dalam jumlah besar yang berfungsi mengkatalis reaksi antara karbondioksida dan air sehingga darah dapat mengedarkan karbondioksida dari jaringan menuju insang (Fujaya 2004). Nilai total eritrosit ikan uji sebelum dilakukan perlakuan adalah 1.06E+06 sel/mm3. Pada sampling hari ke-3 menurun hingga 6.40E+05 sel/mm3pada perlakuan PA dan 7.60E+05 sel/mm3 pada perlakuan PK (Gambar 15). Nilai eritrosit yang menurun menandakan terjadinya infeksi oleh A. hydrophila melalui media budidaya. Secara alamiah pada ikan yang terinfeksi patogen akan ditemukan jumlah leukosit yang lebih banyak dari kondisi normal, karena salah satu antisipasi tubuh untuk mencegah perkembangan bakteri dalam tubuh dengan mengirimkan darah lebih banyak ke daerah infeksi. Perlakuan yang mengalami serangan A. hydrophila yaitu perlakuan PA dan PK mengalami tren fluktuasi yang sama. Total eritrosit ikan uji disajikan pada Gambar 15.
Gambar 15 Total eritrosit ikan uji; (PA) Perlakuan penambahan A. hydrophila 102 cfu/mL; (PK) Perlakuan tanpa penambahan A. hydrophila dan tanpa sipon; (KS) Perlakuan tanpa penambahan A. hydrophila namun dengan penyiponan setiap 3 hari sekali.
Penurunan nilai total eritrosit juga menandakan adanya pendarahan atau kerusakan organ tubuh dan organ penghasil sel darah yaitu ginjal dan hati. Peningkatan total eritrosit yang terjadi menandakan adanya upaya pada ikan yang terinfeksi patogen untuk memproduksi sel darah lebih banyak untuk menggantikan eritrosit yang mengalami lisis akibat adanya infeksi A. hydrophila.
Total leukosit
Nilai total leukosit ikan uji selama penelitian disajikan pada Gambar 16.
Gambar 16 Total Leukosit ikan uji; (PA) Perlakuan penambahan A. hydrophila 102 cfu/mL; (PK) Perlakuan tanpa penambahan A. hydrophila dan tanpa sipon; (KS) Perlakuan tanpa penambahan A. hydrophila namun dengan penyiponan setiap 3 hari sekali.
Berdasarkan Gambar 16 terlihat bahwa pada perlakuan PA dan PK total leukosit mengalami kenaikan hingga 1.62E+05 dan 1.51E+05 sel/mm3. Kemudian menurun hingga akhir pengamatan hari ke-14 sebesar 5.82E+04 dan 5.19E+04 sel/mm3. Meningkatnya total leukosit di awal merupakan tanda adanya fase awal infeksi, stres, ataupun leukemia (Anderson & Siwicki 1993). Pada hari ke tujuh, total leukosit semakin menurun tajam menandakan bahwa leukosit tidak mampu mengatasi infeksi A. hydrohila dalam darah.
Infeksi A. hydrophila terhadap histopatologi ginjal dan hati ikan yang sakit Ginjal umumnya terletak antara columna vertebralis dan gelembung renang. Ginjal mempunyai peran sebagai organ ekskresi yang menyaring bahan limbah yang tidak bermanfaat dari darah.
Dari Gambar 17 terlihat bahwa organ ginjal pada hari ke tujuh mulai terlihat beberapa sel yang mengalami peradangan, hipertropi, nekrosis dan pendarahan (hemoragi). Hal ini berarti bahwa organ ini sudah mulai terinfeksi A. hydrophila sehingga proses pembuatan darah terganggu sehingga tubuh mulai mengalami anemia. Ginjal pada hari ke-14 kondisinya semakin banyak tubula yang mengalami kerusakan. Kerusakan tubula menyebabkan terhambatnya fungsi reabsorbsi protein. Edema interstisialis dan deposit protein pada glomerulus
menyebabkan terjadinya peradangan glomerulus yang ditandai dengan reaksi radang pada glomerulus dengan infiltrasi leukosit dan proliferasi sel. Bila terjadi infeksi, maka akan terjadi mekanisme perlawanan dari leukosit. Infeksi ini selanjutnya mempengaruhi metabolisme dan proses enzimatis yang menyebabkan terganggunya fungsi normal ginjal sebagai organ ekskresi dan osmoregulasi, hal ini mengakibatkan terganggunya proses fisiologis tubuh ikan hingga dapat mengakibatkan kematian (Robert 2001). Kondisi ginjal dan hati ikan uji yang sakit disajikan pada Gambar 17.
Gambar 17 Kondisi ginjal dan hati ikan sakit. 1) Organ ginjal pada hari ke-7; 2) Organ ginjal pada hari ke-14; 3) Organ hati pada hari ke-7; 4) Organ ginjal pada hari ke-14. h = hipertropi, n = nekrosis, p = pendarahan, k = kongesti. 1 bar =200µm
Berdasarkan pengamatan histopatologis terhadap jaringan hati ikan sakit, pada hari ke tujuh belum banyak kerusakan pada sel hati dan hepatopankreas namun pada hari ke-14 sel hati dan hepatopankreas banyak mengalami atropi, kongesti, hipertropi, nekrosis dan hemoragi. Kongesti ditandai dengan pembuluh kapiler yang melebar penuh berisi eritrosit disebabkan kenaikan jumlah darah di dalam pembuluh darah. Radang pada organ hati diindikasikan dengan adanya infiltrasi sel-sel radang, yang menunjukkan bahwa patogen menginfeksi sel-sel
1 2
hati. Menurut Ressang (1984), radang dapat dipicu dan diakibatkan oleh bakteri yang mempunyai potensi mengeluarkan toksin.
A. hydrophila menghasilkan eksotoksin yang dapat menghemolisis sel darah merah dan sel darah putih sehingga menyebabkan hemoragi (pendarahan) (Angka 2005). Reaksi dari sel, jaringan atau organ terhadap agen bakteri dapat berbentuk penyesuaian terhadap rangsangan fisiologik atau patologik tertentu, misal dengan adanya reaksi seperti hipertropi, hiperplasia, hiperemi dan atropi (Hardi 2003).
Penelitian Tahap IV: Aplikasi Probiotik B. firmus melalui Media Budidaya Penelitian tahap akhir ini merupakan pengaplikasian probiotik B. firmus guna menangani dan mencegah serangan A. hydrophila. Dari penelitian ini diperoleh hasil terbaik berturut-turut adalah pada perlakuan PAP yaitu dengan penambahan probiotik B. firmus 106 cfu/mL setiap dua hari dengan tingkat kelangsungan hidup mencapai 100%. Selanjutnya perlakuan PAS dengan penambahan probiotik B. firmus 106 cfu/mL dan penyiponan setiap 2 hari sekali. Lalu perlakuan PC dengan penambahan probiotik B. firmus 108 cfu/mL dengan SR 75%. Terakhir adalah perlakuan PK yaitu perlakuan tanpa penambahan probiotik B. firmus dengan SR 50%.
Keberhasilan probiotik B. firmus dalam mengatasi dan mencegah serangan A. hydrophila disebabkan oleh kemampuan menyeimbangkan populasi mikroba pada media budidaya, hal ini terlihat dengan tumbuhnya A. hydrophila dan probiotik B. firmus pada perlakuan PAP hari ke-7 (Gambar 19). Didukung Lusiastuti (2010), bahwa probiotik B. firmus mampu menghambat perkembangan A. hydrophila pada uji zona hambat dengan kertas cakram pada uji in vitro yang ditandai dengan adanya zona bening di sekitar kertas cakram. Proses penghambatan pertumbuhan A. hydrophila pada media budidaya juga dapat melalui kompetisi ruang dan nutrisi antara probiotik B. firmus dan A. hydrophila sehingga patogen ini tidak mampu mencapai quorum untuk dapat menyebabkan sakit bagi ikan uji.
Hasil yang diperoleh dari pengaplikasian probiotik pada pemeliharaan ikan uji yang diuji tantang dengan A. hydrophila disajikan pada Gambar 18.
Gambar 18 Tingkat kelangsungan hidup ikan uji setelah pemberian probiotik. Perlakuan penambahan A. hydrophila 102 cfu/mL dan pemberian probiotik B. firmus 106 cfu/mL yang diberikan setiap 2 hari (PAP); Perlakuan penambahan A. hydrophila 102 cfu/mL dan pemberian probiotik B. firmus 108 cfu/mL yang diberikan setiap 2 hari (PC); Perlakuan tanpa penambahan A. hydrophila dan tanpa penyiponan (PK); Perlakuan penambahan A. hydrophila 102 cfu/mL dan pemberian probiotik B. firmus 106 cfu/mL namun dengan penyiponan setiap 2 hari sekali (PAS).
Probiotik B. firmus merupakan bakteri pelarut fosfat yang dapat memproduksi fitohormon diantaranya enzim fitase. Setiap pakan ikan mengandung asam pitat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh, sehingga pada akhirnya akan diekskresikan oleh ikan. Enzim fitase (myo-inositol hexaphosphate hydrolase) yang dihasilkan oleh B. firmus memiliki kemampuan dalam memotong golongan ortofosfat dari asam pitat yang ada dalam pakan baik yang ada di media budidaya, di dalam tubuh ikan maupun yang sudah diekskresikan oleh ikan hingga menjadi fosfat anorganik (Depnath et al. 2005) yang dapat dimanfaatkan oleh probiotik B. firmus menjadi sumber nutrisi untuk pertumbuhan. Di sisi lain bahan baku ini tidak dapat dimanfaatkan oleh A. hydrophila yang tidak dapat memproduksi fitohormon. Oleh karenanya hal ini menjadikan keuntungan dari probiotik B. firmus dalam hal persaingan nutrisi dengan A. hydrophila. Probiotik B. firmus yang juga merupakan bakteri heterotrof bisa memanfaatkan nutrisi yang digunakan juga oleh A. hydrophila namun memiliki sumber nutrisi lain yang A. hydrophila itu sendiri tidak mampu memanfaatkan fosfat sebagai sumber nutrisinya. Dengan kemampuan inilah maka Bacillus sp. seringkali dimanfaatkan untuk penguraian substrat polimer organik, memperbaiki kualitas air, mengurai
jumlah bakteri patogen melalui penyeimbang populasi mikroba serta meningkatkan kesehatan dan pertumbuhan inang (Irianto 2005).
Pada sampling ke-7 penelitian tahap ini ditemukan koloni probiotik B. firmus pada darah ikan hingga kepadatan 103cfu/mL. Namun demikian A. hydrophila tidak ditemukan pada darah ikan uji, walaupun bakteri ini masih terdeteksi dalam jumlah besar pada media budidaya (Gambar 19 dan 20).
Gambar 19 a) Koloni A. hydrophila dan probiotik B. firmus yang tumbuh pada media agar TSA; b)Tidak ada koloni A. hydrophila yang tumbuh pada media RS dari darah ikan uji (sampling hari ke-7)
Gambar 20 Koloni probiotik B. firmus yang tumbuh pada media agar TSA dari darah ikan uji (sampling hari ke-7); a) perlakuan PAP; b) perlakuan PC.
Probiotik B. firmus juga memiliki kemampuan dalam meningkatkan imunitas tubuh ikan uji. Sesuai dengan Lomakova (2005), B. firmus dapat merangsang untuk memproduksi interleukin sehingga memacu antibodi, berperan sebagai immunostimulator (Prokesova 1998), dan meningkatkan kelangsungan
a b
hidup ikan lele dengan aplikasi probiotik B. firmus melalui pencampuran pakan (Sucitra 2011).
Kepadatan A. hydrophila yang diamati pada hari ke-7 penelitian tahap empat nilainya cenderung lebih rendah yaitu 4.50E+07 cfu/mL dibandingkan hari pengamatan yang sama pada penelitian tahap tiga yaitu berkisar 1.00E+08 cfu/mL namun masih lebih tinggi dibandingkan pada penelitian tahap pertama yaitu 3.00E+06 cfu/mL. Hal ini dikarenakan pada penelitian tahap pertama tidak menggunakan ikan yang berfungsi sebagai inang bagi A. hydrophila, sedangkan pada penelitian tahap IV A. hydrophila harus bersaing dalam memperebutkan ruang dan nutrisi, terlebih probiotik B. firmus memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan A. hydrophila.
Kualitas Media Budidaya
Parameter kualitas media budidaya yang diamati selama penelitian meliputi suhu, Dissolved Oxygen (DO), pH, amoniak dan nitrit. Kisaran nilai parameter kualitas air selama penelitian disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Kisaran kualitas media budidaya ikan uji selama penelitian Parameter
kualitas air
Nilai kisaran kualitas air selama penelitian
Kualitas air ideal ikan budidaya
air tawar Ref
Toleransi kualitas air
ikan mas Ref
Suhu (°C) 26 – 28 24 - 30 *1 25 – 30 *4
pH 6 - 7.5 5.6-8.5; 6.5-9.5 *1; *2 6.5 -8.5 *4
DO (mg/L) 6.24 - 9.15 > 5 *1 > 3 *5
Amonia (mg/L) 0.0064 - 1.315 < 0.52 *2 < 2.20 *6
Nitrit (mg/L) 0.052 - 3.170 < 1 *3 0.003 - 0.856 *7
Keterangan: *1 = Boyd 1982; *2 = Wardoyo 1981; *3 = Ebeling & Michael 2007; *4 = Sucipto 2005; *5 = Huismann 1987; *6 = Chapman 1992; *7 = Murtiati et al Berdasarkan Tabel 7 parameter suhu, pH dan DO selama masa pemeliharaan berada dalam kisaran yang ideal bagi kehidupan ikan uji kecuali pada parameter nitrit yang jauh dari kondisi ideal. Namun demikian, nilai tertinggi dari nitrit tersebut terjadi pada penelitian tahap pertama, saat penelitian tersebut belum menggunakan ikan uji. Pemeliharaan ikan yang dikondisikan pada tingkat kepadatan yang tinggi disesuaikan dengan kondisi budidaya ikan intensif yang sering diterapkan pada budidaya ikan di mana pun. Kelemahan dari sistem budidaya ini adalah apabila terjadi adanya guncangan kualitas air maka ikan
budidaya akan mudah terserang penyakit, terutama oleh bakteri patogen fakultatif, oportunistik yang selalu ada di media budidaya seperti A. hydrophila. Kualitas air dapat mempengaruhi keadaan ketahanan tubuh ikan dan dapat mempengaruhi subur atau tidaknya suatu penyakit (Taufik 1984).
Kisaran parameter kualitas media budidaya yang ideal bagi ikan umumnya merupakan kisaran kualitas media yang ideal pula untuk A. hydrophila, namun kualitas media budidaya yang buruk seringkali akan dapat ditoleransi oleh A. hydrophila dan bakteri patogen lainnya. Burton and Lanza (1986), A. hydrophila memiliki toleransi hidup yang luas pada kisaran temperatur (4-37°C), tumbuh subur pada pH 5-5.9 (Austin & Austin 2007), dan rentang oksigen yang sangat luas terkait sifatnya fakultatif anaerobik (Burton and Lanza 1986) dan fakultatif aerobik Aoki 1999; Cipriano 2001; Ghufran dan Kordi 2004; Irianto 2005; dan Austin & Austin 2007). Pada penelitian ini juga diketahui bahwa A. hydrophila mampu hidup, berkembang dan bertahan pada rentang DO yang sangat luas yaitu 0.13–9.18mg/L.
Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar nilai parameter kualitas media budidaya yang dibutuhkan ikan uji untuk hidup, berada dalam kisaran parameter bagi A. hydrophila untuk hidup dan tumbuh subur, sedangkan pada kisaran parameter kualitas media yang sudah menjadi kritis bagi budidaya ikan masih termasuk kedalam kisaran yang ideal bagi patogen tersebut, sehingga besar kemungkinan kehidupan ikan uji bergantung kepada kemampuan pembudidaya dalam menjaga kualitas air untuk berada dalam kisaran ideal bagi ikan yang dibudidayakan. Dengan menjaga kualitas air pada kisaran ideal bagi ikan maka akan mengurangi kesempatan patogen untuk dapat menyerang dan menyebabkan penyakit bagi ikan.