• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fenomena Iklan Pop-up Ditinjau dari Etika Bisnis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Fenomena Iklan Pop-up Ditinjau dari Etika Bisnis"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Etika Bisnis

Fenomena Iklan Pop-up Ditinjau dari Etika Bisnis

Disusun oleh: Dwi Rahmayati

(2)

Fenomena Iklan Pop-up Ditinjau dari Etika Bisnis

Pendahuluan

Seiring dengan berkembangnya kemajuan teknologi, internet menjadi kebutuhan yang esensial bagi banyak orang, bahkan bisa dikatakan sebagian besar masyarakat, khususnya warga kota metropolitan bergantung pada internet dengan koneksi PC (Personal Computer), laptop, tablet hingga gadget yang tidak pernah bisa dilepaskan dari kegiatan sehari-hari.

Dunia bisnis yang maju pesat di berbagai industri yang semakin kompetif, membuat pebisnis harus semakin jeli dalam mengaplikasikan strategi penjualannya. Marketer dari latar belakang bisnis yang berbeda, berlomba-lomba untuk menawarkan produk dan jasanya dengan strategi marketing yang mumpuni melalui bermacam-macam media dengan penggunaan biaya yang seefisien mungkin.

E-business terus tumbuh dan berkembang di Indonesia, yang dimanfaatkan secara optimal baik oleh perusahaan multinasional berskala besar maupun usaha-usaha pribadi berskala kecil dan menengah. Aplikasi viral marketing melalui berbagai media terbukti efektif dalam pencapaian sasaran yang diharapkan.

Bagi pengguna internet, pop-up advertisement bukan suatu hal yang asing. Seperti dikutip dari Pop-up anyone?, “Iklan pop-up adalah suatu bentuk dari online advertising dengan tujuan untuk menarik perhatian pengunjung website. Pop up biasanya muncul dalam jendela kedua dengan visualisasi iklan dalam bermacam-macam bentuk.” ( https://dental-design-products.co.uk/pop-up-anyone/ diakses pada tanggal 9 Agustus 2015 jam 8.54 WIB)

(3)

Beragam opini bermunculan sehubungan dengan fenomena iklan pop-up. Bagi pebisnis, pop-up adalah salah satu strategi e-marketing yang efektif namun tidak demikian dengan sebagian besar pengguna internet yang kontra dengan fenomena ini. Lebih lanjut mengenai pop-up akan dibahas dalam makalah ini.

Landasan Teori

A. The Duty to Consumers

Sesuai dengan theory of business firm’s duty to consumers yang disampaikan oleh Velasquez (2014: 332-343) perusahaan memiliki 3 kewajiban utama terhadap konsumen, yaitu:

(1) The Contract view

Dalam pandangan ini dinyatakan bahwa kontrak mendasari relasi antara perusahaan dan pelanggan, sehingga kewajiban perusahaan adalah yang tercantum dalam kontrak tersebut. Menurut The Contract View, pelaku bisnis memiliki 4 (empat) kewajiban utama:

(a) The duty to comply, dimana perusahaan menyediakan produk sesuai dengan apa yang ditawarkan. Terdapat 4 (empat) variabel utama yang berhubungan dengan kinerja produk:

- Reliability, produk yang ditawarkan oleh perusahaan berfungsi sesuai dengan yang diharapkan oleh konsumen

- Service Life, produk akan berfungsi dalam jangka waktu sesuai ekspektasi konsumen. Usia produk tergantung dari frekuensi pemakaian.

- Maintainability, adanya pehamaman bahwa produk dapat diperbaiki jika terjadi kerusakan. Isu ini biasanya berhubungan dengan garansi. Tidak jarang penjual

(4)

memberikan kesan bahwa produk yang dijual tersebut dengan mudah dapat diperbaiki, walaupun sudah kadaluarsa. Namun pada kenyataannya , hal tersebut memerlukan biaya tambahan, dan bisa jadi tidak mungkin dilakukan sehubungan dengan tidak adanya persediaan suku cadang.

- Safety, sesuai dengan teori kontrak, produsen memiliki kewajiban moral untuk menawarkan produk dengan tingkat risiko yang jauh lebih rendah dari apa yang dikomunikasikan kepada konsumen.

(b) The duty to disclosure, dimana penjual memiliki kewajiban kepada pembeli untuk

memberikan informasi yang sejelas-jelasnya mengenai produk serta syarat dan ketentuan sehubungan dengan aktivitas jual-beli tersebut, misalnya karakteristiknya apalagi jika ada cacat produk, yang mungkin saja bisa mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli produk tersebut. Sudah seharusnya kontrak jual beli dilakukan secara sadar dan didasari atas keputusan untuk memilih atau tidak memilih produk tersebut secara bebas. Hal ini dikuatkan dengan pengetahuan yang cukup bagi konsumen dalam menetapkan keputusan untuk melakukan pembelian.

(c) The duty not to misrepresent, jika penjual dengan sengaja menginformasikan

produknya tidak sesuai dengan kondisi dan kinerjanya, hanya untuk mengarahkan pembeli melakukan keputusan pembelian, maka hal ini tidak dapat dibenarkan secara etika. Upaya ini bisa dilakukan secara lisan, gestur, dengan model peraga dan hal lainnya yang mengarah pada tindakan penipuan.

(d) The duty not to coerce, keputusan pembelian bisa saja dilakukan delam keadaan stres

(5)

keputusan pembelian. Konsumen mungkin saja tidak akan mengambil keputusan pembelian dalam kondisi yang berbeda.

(2) The Due Care Theory view

Pandangan ini meyakini bahwa produsen memiliki posisi yang lebih menguntungkan dibandingkan dengan produsen, dimana produsen dapat mengetahui bahaya-bahaya yang mungkin timbul dalam produk yang mereka jual. Teori ini memiliki prinsip bahwa produsen memiliki kewajiban moral untuk memastikan konsumen tidak dirugikan dan diciderai akibat produk yang mereka jual. Hal ini termasuk memastikan desain poduk dengan meminimalisasi risiko, adanya cacat produk dan menginformasikan secara jelas serta akurat mengenai dampak yang mungkin ditimbulkan produk tersebut

(3) The Social Cost view

Pandangan ini menyatakan bahwa produsen harus bertanggung jawab atas kecacatan atau kesalahan produk, meskipun sudah melakukan upaya terbaik dalam hal desain produk, penggunaan material yang berkualitas, sampai dengan proses produksi dan telah menyampaikan informasi mengenai kemungkinan dampak yang ditimbulkan kepada publik. Teori ini berkeyakinan bahwa produsen memiliki kewajiban untuk mengganti segala kerugian yang terjadi, meskipun tidak ada seorang pun yang dapat memprediksi efek negatif tersebut atau mengeliminasinya.

B. Advertising Ethics

Menurut Velasquez (2014: 346-354), terjadi efek sosial yang ditimbulkan oleh iklan, diantaranya:

(6)

- efek psikologis

Banyak yang kritik yang timbul akibat iklan yang dianggap tidak etis, bodoh, cenderung menghina, menjijikkan dan tidak berselera. Namun iklan seperti yang disebutkan diatas, tidak bisa dikatakan melanggar etika. Semuanya kembali kepada pemahaman dan penilaian dari masing-masing individu karena iklan tidak menciptakan nilai sosial dari masyarakat.

- pengeluaran biaya yang tidak efisien

Penelitian menunjukkan bahwa iklan tidak berhasil menstimulasi peningkatan terhadap konsumsi produk. Iklan cenderung mempengaruhi keputusan untuk berpindah dari satu merek ke merek lainnya. Meskipun pada akhirnya, adanya iklan meningkatkan permintaan akan produk, hal ini akan menyebabkan berkembangnya industry yang berpengaruh negatif terhadap lingkungan hidup. Hal ini berarti peningkatan konsumsi tidak selamanya berakibat baik, karena tetap ada kerugian yang harus ditanggung oleh masyarakat.

- mempengaruhi kekuatan pasar

Para ahli menyatakan bahwa hanya perusahaan berskala besar yang memiliki kemampuan untuk beriklan dan memperoleh brand loyalty sehingga mereka dapat mengontrol porsi yang besar di pasar. Akibatnya kekuatan oligopoly yang akhirnya menguasai pasar karena tidak perusahaan kecil tidak memiliki kekuatan sebanding untuk berkompetisi. Namun penelitian ini tidak secara spesifik menunjukkan bahwa perbandingan iklan yang dilakukan perusahaan monopoli atau oligopoli dengan perusahaan-perusahaan berskala kecil.

(7)

Iklan dianggap bersifat manulatif, mengarahkan keinginan konsumen baik dari sisi fisik maupun emosi, bahkan tidak jarang visualisasinya bersifat seksual dan menunjukkan tindakan agresif yang mengarah pada kekerasan, sehingga melanggar etika.khususnya jika dikaitkan pengaruhnya terhadap anak-anak yang notabene belum dewasa. Hal ini melanggar hak konsumen untuk membuat keputusan secara bebas dan rasional

- penipuan terhadap keyakinan

Iklan bisa saja mengarah pada upaya penipuan. Yang menjadi pokok permasalahan adalah bukan membenarkan iklan yang cenderung menipu, tapi memahami bahwa iklan yang mengarah pada upaya penipuan tersebut tidak beretika.

Lebih lanjut Velasquez (2014: 354) menyimpulkan bahwa isu moral yang ditimbulkan bersifat kompleks dan tidak terpecahkan. Namun yang harus menjadi perhatian adalah:

Social Effect:

- Apa yang menjadi tujuan dari pengiklan dengan membuat iklan tersebut? - Apa efek iklan tersebut terhadap individu dan masyarakat secara keseluruhan

Effect on Desire:

- Apakah iklan tersebut informatif atau persuasif?

- Jika iklan tersebut persuasif, apakah ada tujuan tertentu yang non-rasional atau menciptakan keinginan tertentu?

Effects on Belief

(8)

- Apakah iklan tersebut memiliki kecenderungan untuk mengarahkan konsumen secara tidak tepat?

C. Consumer Privacy

Velasquez (2014: 354-356) menyatakan bahwa hak kebebasan pribadi mengenai apa, dengan siapa, dan seberapa banyak informasi tentang diri mereka akan diungkapkan kepada orang lain. Velasquez menyampaikan ada 2 (dua) tipe dasar hak atas kebebasan pribadi yaitu:

- Psychological privacy, merupakan kebebasan untuk menghargai kehidupan pribadi seseorang

- Physical privacy, merupakan kebebasan untuk menghargai kebebasan aktivitas fisik orang lain

Lebih lanjut Velasquez menyimpulkan bahwa hak atas kebebasan pribadi adalah hak yang dimiliki oleh semua orang termasuk konsumen dan mengungkapkan keseimbangan antara hak kebebasan pribadi dengan bisnis merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan:

- Apakah tujuan dari pengumpulan informasi yang dilakukan oleh perusahaan, badan atau institusi memberikan keuntungan bagi konsumen?

- Apakah informasi yang dikumpulkan relevan dengan kebutuhan bisnis? - Apakah konsumen menginformasikan data dan tujuannya?

- Apakah perusahaan mengerti bahwa informasi bersifat terbuka? - Apakah informasi tersebut akurat?

- Apakah informasi tersebut aman dan tidak terbuka untuk pihak-pihak yang tidak berkepentingan?

(9)

Implementasi Iklan Pop-up dan Etika Bisnis

Dengan semakin berkembangnya teknologi dan kebutuhan manusia akan kenyamanan dan penggalian informasi yang cepat dan tepat, internet mendapatkan tempat yang spesial bagi para pengunanya. Walaupun tidak bisa dikategorikan sebagai salah satu kebutuhan primer, namun ketergantungan banyak orang terhadap internet, menjadikannya peluang bagi pebisnis untuk memanfaatkannya sebagai media promosi.

Mulai dari fungsi dan pekerjaan yang membutuhkan data dan informasi yang cepat, sebagai alat komunikasi yang efektif sampai dengan peralihan fungsi buku dan perpustakaan di dunia pendidikan, internet dapat memuaskan kebutuhan penggunanya. Kebutuhan akan produk dan jasa sebagai pemenuhan kebutuhan primer dan sekunder, internet menjalankan fungsinya sehingga dapat menggantikan sebagian besar layanan konvensional.

Berdasarkan hal-hal yang disebutkan di atas, para pelaku bisnis mengoptimalisasi strategi e-marketing dengan memanfaatkannya dalam bentuk iklan pop-up. Apalagi, ditinjau dari sisi biaya, jika dibandingkan dengan mengaplikasikan traditional marketing, baik ATL (Above The Line Activities) maupun BTL (Below The Line Activities), iklan pop-up jauh lebih efisien dengan pencapaian sasaran yang massive dan terbukti efektif secara signifikan.

Menurut penelitian yang dilakukan pada tahun 2003 oleh ad firm Advertising.com, seperti yang dikutip dari http://www.pcworld.com/article/115026/article.html (diakses pada tanggal 9 Agustus 2015 jam 9.17 WIB), pop-up merupakan jenis iklan yang hasilnya 13 kali lebih efektif jika dibandingkan dengan standar web-banner dari suatu situs.

“Iklan sembulan atau iklan unggih (bahasa Inggris: pop-up advertisement) adalah jendela iklan yang biasanya muncul tiba-tiba jika mengunjungi suatu halaman web.”

(10)

(https://id.wikipedia.org/wiki/Iklan_sembulan diakses pada tanggal 9 Agustus 2015 jam 9.35 WIB). Pop-up akan muncul secara tiba-tiba jika pengguna mengakses suatu situs atau tidak sengaja meng-klik salah satu bagian dari situs tersebut.

Iklan pop-up bisa saja berupa ajakan untuk mengunjungi situs yang berbeda dari induk situs yang dikunjungi, menjadi anggota dari komunitas tertentu, ikut ambil bagian dari layanan Multi-level Marketing (MLM), berbelanja melalui online shopping, game online, tawaran mengikuti kuis dengan hadiah jutaan bahkan milyaran rupiah, sampai dengan penawaran akan layanan yang mengarah pada pornografi (misalnya party line/hotline) dengan visualisasi yang sensual, yang digambarkan dengan model peraga baik pria maupun wanita.

Iklan pop-up terkini bisa muncul dalam bentuk videography yang secara otomatis tanpa di klik, (automatically on play mode) dan mengeluarkan suara, yang membuat pengguna internet harus mencari jendela situs yang dibuka tanpa sengaja tersebut untuk menutup dan menghentikannya karena seringkali mengganggu dan tidak diinginkan yang bersangkutan.

Iklan pop-up ini tidak hanya muncul dalam satu jendela, sering kali lebih muncul lebih dari satu jendela yang berbeda, apalagi jika pengguna internet tidak sengaja meng-klik bagian tertentu dari suatu situs. Tidak disadari dari satu situs yang memang kita kehendaki untuk dikunjungi, akan muncul berbagai jendela dengan bermacam-macam tawaran dalam visualisasi yang beragam dan tidak jarang jika pengguna internet ingin menghentikan iklan pop-up dengan menutup jendela tersebut, yang terjadi justru terbukanya iklan pop-up dalam versi yang utuh (satu halaman penuh) dan malah bermunculan iklan pop-up lainnya.

Jika ditinjau dari etika bisnis, iklan pop-up melanggar hak kebebasan pribadi (consumer privacy) baik psychological privacy yang merupakan kebebasan untuk menghargai

(11)

kehidupan pribadi seseorang maupun physical privacy yang merupakan kebebasan untuk menghargai kebebasan aktivitas fisik orang lain. Iklan pop-up yang muncul tiba-tiba, tentunya mengganggu pengguna internet karena keberadaannya secara rasional tidak diinginkan oleh yang bersangkutan.

Iklan pop-up juga melanggar advertising ethics, karena pengiklan tidak memperhatikan efek dari iklan yang disajikan terhadap pengguna internet (social effect). Hampir semua iklan menimbulkan effect on desire, karena bersifat persuasif dan mengarahkan keinginan tertentu dari para pengguna internet. Rata-rata iklan pop-up mengakibatkan effect on belief, karena tidak menyajikan fakta yang dapat dipercaya dan memiliki kecenderungan untuk mengarahkan konsumen secara tidak tepat apalagi jika iklan pop-up tersebut mengarah pada hal-hal yang bersifat sensual.

Dari perspektif kewajiban perusahaan terhadap konsumen (The Contract view), maka dapat dinyatakan bahwa iklan pop-up tidak bisa memenuhi kontrak yang mendasari relasi antara perusahaan pengiklan dan konsumen. Dengan keterbatasan space dari jendela yang diakses melalui internet, maka iklan pop-up tidak menyajikan informasi secara jelas mengenai produk dan jasa yang ditawarkan sehingga gagal dalam memenuhi the duty to comply dalam menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan kinerja produk dan jasa yang ditawarkan baik dari sisi realibility, service life, maintainability, dan safety.

Pengiklan pop-up tidak dapat memenuhi the duty not to misrepresent, karena dengan sengaja tidak menginformasikan secara detil apa yang ditawarkan dan cenderung mengarahkan pengguna internet untuk melakukan keputusan mengakses situs tersebut. Iklan pop-up sebagian

(12)

besar manipulatif dengan mengarahkan hal-hal yang berbau pornografi melalui tampilan model peraga yang sensual.

Pemanfaatan kondisi dari pengguna internet yang bisa saja berada dalam keadaan stress, emosi tidak stabil sehingga dengan non-rasional mengambil keputusan untuk melakukan transaksi sesuai yang ditawarkan dalam iklan pop-up. Pengguna internet mungkin saja akan mengambil keputusan yang berada jika tidak berada dalam kondisi seperti yang disebutkan

Bagi sebagian besar pengguna internet, pop-up dianggap mengganggu, karena tidak dikehendaki dan dapat dimuncul secara tiba-tiba. Menurut Devon Glenn dalam Revealed: The Most Annoying Types of Ads on the Internet [Infographic] ( http://www.adweek.com/socialtimes/revealed-the-most-annoying-types-of-ads-on-the-internet-infographic/124858 diakses pada tanggal 9 Agustus 2015 jam 9.17 WIB), berdasarkan survey yang dilakukan terhadap 2.100 warga Amerika serikat pada tahun 2013 mengenai iklan yang dianggap mengganggu, 70% responden menyatakan bahwa iklan pop-up termasuk dalam kategori iklan yang mengganggu diantaranya dalam beraktivititas web surfing, yakni sebesar 51% dan online shopping sebesar 37%. Dengan lebih detil, hasil survei ditampilkan sebagai berikut:

(13)

Sumber: http://www.adweek.com/socialtimes/revealed-the-most-annoying-types-of-ads-on-the-internet-infographic/124858 diakses pada tanggal 9 Agustus 2015 jam 9.17 WIB

(14)

Sumber: http://www.adweek.com/socialtimes/revealed-the-most-annoying-types-of-ads-on-the-internet-infographic/124858 diakses pada tanggal 9 Agustus 2015 jam 9.17 WIB

(15)

Sumber: http://www.adweek.com/socialtimes/revealed-the-most-annoying-types-of-ads-on-the-internet-infographic/124858 diakses pada tanggal 9 Agustus 2015 jam 9.17 WIB

Kesimpulan dan Saran

Dari hal-hal yang telah disebutkan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa iklan pop up melanggar etika, khususnya consumer privacy dari pengguna internet. Seperti yang disampaikan oleh Sarah Griffiths dalam artikel di media online ( http://www.dailymail.co.uk/sciencetech/article-2728649/Advertising-original-sin-web-says-inventor-annoying-pop-ads.htmldiakses pada tanggal 9 Agustus 2015 jam 13.22 WIB), Ethan Zuckerman, penemu iklan pop-up pada tahun 1990-an meminta maaf kepada publik secara terbuka karena temuannya menjadi salah satu bentuk iklan yang paling dibenci, karena dianggap mengganggu privacy dari pengguna internet. Melalui situs tersebut, disampaikan bahwa pada awal ditemukannya, tidak ada maksud negatif dalam implementasi ke depannya. Dalam situs tersebut, Ethan juga menyatakan bahwa banyak cara lain yang lebih etis untuk optimalisasi bentuk iklan dalam aplikasi e-marketing.

(16)

Meskipun banyak penangkal pop-up yang ditawarkan melalui program yang terintegrasi dengan browser, misalnya pada Mozilla, Opera, Internet Explorer atau software lainnya seperti yang terdapat dalam windows, namun tidak sedikit iklan pop-up masih yang masih bisa menembus program penangkal dengan kecanggihan yang dimiliki oleh orang-orang yang berkecimpung di dunia IT. Serangkaian upaya ini terus dilakukan agar strategi e-marketing dapat terus berjalan dengan efektif.

Para pengiklan sudah seharusnya menyadari bahwa pengguna internet terganggu kebebasan pribadinnya dengan fenomena iklan pop-up ini. Para pebisnis ini perlu menyadari keberlangsungan usaha mereka sehubungan dengan keresahan pengguna internet akan berdampak pada reputasi merek dari produk maupun jasa yang ditawarkan. Perlu dieksplorasi upaya lainnya dalam strategi implementasi e-marketing yang efektif dan tidak melanggar etika dan consumer privacy.

Para pemilik situs perlu meninjau dan mempertimbangkan untuk tidak memberikan tempat bagi para pengiklan pop-up. Seperti yang dilakukan oleh salah satu situs bisnis, opini, edukasi, hobi dan hiburan di Indonesia bidhuan.com yang menghentikan dan tidak melanjutkan penjualan space untuk iklan pop-up. Seperti yang disampaikan dalam artikel online “Saatnya

Matikan Iklan Berjenis PopUnder, PopUp atau Interestial”

(http://bidhuan.com/2015/04/30/saatnya-matikan-iklan-berjenis-popunder-popup-atau-interestial/

yangdiakses pada tanggal 9 Agustus 2015 jam 13.02 WIB), bahwa tidak ada tempat untuk jenis iklan yang mengganggu kebebasan pengunjung situs tersebut termasuk pop-up. Walaupun disadari bahwa hal ini dapat mengurangi pendapatan situs dari iklan serta kemungkinan menurunnya web-traffic, namun dengan mempertimbangkan dampak negatif dan kenyamanan pengguna internet maka iklan termasuk pop-up dihentikan. Hal ini perlu ditiru oleh para pemilik

(17)

situs lainnya untuk meminimalisasi bermunculannya iklan pop-up yang sangat menggangu pengguna internet.

Peraturan perundangan-undangan mengenai teknologi informasi memang masih terbatas ruang lingkupnya. Untuk itu, para pengguna internet harus menyadari hak akan kenyamanan dan kebebasan pribadi, dan mengajukan keberatan secara terbuka, jika iklan pop-up dianggap semakin mengganggu. Dengan demikian, akan memacu kesadaran bagi pelaku bisnis maupun pemilik situs untuk menwarkan produk dan jasa dengan cara yang beretika.

(18)

Daftar Pustaka

Glenn, Devon. Revealed: The Most Annoying Types of Ads on the Internet [Infographic] ( http://www.adweek.com/socialtimes/revealed-the-most-annoying-types-of-ads-on-the-internet-infographic/124858 diakses pada tanggal 9 Agustus 2015 jam 9.17 WIB)

Griffiths, Sarah ( http://www.dailymail.co.uk/sciencetech/article-2728649/Advertising-original-sin-web-says-inventor-annoying-pop-ads.html diakses pada tanggal 9 Agustus 2015 jam 13.22 WIB)

Velasquez, Manuel G., 2014. Business Ethics: Concept and Cases, Seventh Edition. Pearson International Edition.

(https://dental-design-products.co.uk/pop-up-anyone/ diakses pada tanggal 9 Agustus 2015 jam 8.54 WIB)

http://www.pcworld.com/article/115026/article.html (diakses pada tanggal 9 Agustus 2015 jam 9.17 WIB)

(https://id.wikipedia.org/wiki/Iklan_sembulan diakses pada tanggal 9 Agustus 2015 jam 9.35 WIB).

( http://bidhuan.com/2015/04/30/saatnya-matikan-iklan-berjenis-popunder-popup-atau-interestial/ yangdiakses pada tanggal 9 Agustus 2015 jam 13.02 WIB),

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilakukan oleh Poirier et al terhadap subjek yang berusia 18-74 tahun juga mendapatkan hasil penelitian serupa yaitu lingkar pinggang berhubungan secara

1) Menyeleksi peserta pemilihan kepala sekolah/madrasah berprestasi pada setiap jenjang pendidikan untuk menentukan peringkat I, II, III tingkat kabupaten/kota..

Persepsi karyawan hotel tentang variabel tingkat pendidikan dan lingkungan sosial adalah baik yaitu bahwa karyawan menilai wanita cukup mampu mengatasi atau

Berdasarkan penelitian terkait Penerapan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Sidoarjo, yang sesuai

Model pembelajaran inkuiri mempunyai peranan penting dalam pembelajaran membaca menemukan makna baik bagi guru maupun para peserta didik, diantaranya : 1)

Jika pendapatan dari penjualan investasi diklasifikasikan sebagai pendapatan atas penjualan atas produk/jasa, akan membuat kemampuan perusahaan terlihat meningkat

Untuk memberikan saran yang bermanfaat bagi Koperasi Suka Iba dalam menyusun laporan keuangan agar sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik

Harga, dan Kurikulum terhadap Minat Siswa Mengikuti di Primagama Tambun, Bekasi”. 1.2