• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSTRACT PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ABSTRACT PENDAHULUAN"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1) Kepala Seksi Informasi Veteriner BPPV Regional V Banjarbaru 2)

Dosen pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner SPs-IPB

SALMONELLA ENTERITIDIS PADA TELUR ITIK ALABIO

DI KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA, KALIMANTAN SELATAN

(Detection and Antimicrobial Resistance of Salmonella Enteritidis from Duck Eggs

in District of Hulu Sungai Utara, South Kalimantan)

Elfa Zuraida

1)

, Denny Widaya Lukman

2)

, Usamah Afiff

2)

ABSTRACT

The study was performed with the aim to isolate and identify Salmonella Enteritidis from duck eggs. Antimicrobial sensitivity analysis of Salmonella was conducted with disc diffusion method. A total of 72 duck eggs were collected from eight different farms in District of Hulu Sungai Utara, South Kalimantan. Albumen, yolk and shell eggs were analyzed separately to isolate the organism. Out of 72 samples, 1 were positive of Salmonella and found from the albumen. The Salmonella Enteritidis isolate were tested against 7 antibiotics, i.e., streptomycin, kanamycin, ampicillin, amoxillin, chloramphenicol, oxytetracyclin and ciprofloxacin in sensitivity test and the result indicated that the isolate were still sensitive to all the antimicrobials

.

Key word: duck eggs, Salmonella Enteritidis, antimicrobial sensitivity

PENDAHULUAN

Itik Alabio merupakan salah satu plasma nutfah unggas lokal yang

mempunyai keunggulan sebagai penghasil telur. Itik ini telah lama dipelihara

dan berkembang di Kalimantan Selatan, terutama di Kabupaten Hulu Sungai

Selatan (HSS), Hulu Sungai Tengah (HST), dan Hulu Sungai Utara (HSU).

Populasi itik Alabio di Kalimantan Selatan tahun 2006 tercatat 3 487 002 ekor

(Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan 2006). Sedangkan untuk

Kabupaten HSU sendiri, populasi itik Alabio pada tahun 2007 tercatat 1 203

114 ekor dengan produksi telur 9 673 037 kg (Dinas Peternakan Kabupaten

Hulu Sungai Utara 2007).

Chavez dan Lasmini (1978), mengklasifikasikan itik Alabio sebagai

berikut:

Kelas

: Aves

Ordo

: Anseriformes

Famili

: Anatidae

Sub famili

: Anatinae

Genus

: Anas

(2)

Deteksi Dan Resistensi Antimikroba Salmonella Enteritidis Pada Telur Itik Alabio Di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan 2

Gambar 1 Itik Alabio (kiri), telur itik Alabio (kanan).

Penyakit merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan karena dapat menurunkan produktivitas ternak. Beberapa penyakit pada itik Alabio adalah salmonelosis, kolibasilosis, cengesan atau selesma, aflatoksikosis, dan aspergilosis. Istiana (1994) telah berhasil mengisolasi Salmonella sp. sebesar 27.30% dari sampel telur tetas itik Alabio berembrio yang mati. Selanjutnya Istiana dan Suryana (1997) melaporkan Salmonella berhasil diisolasi dari sampel anak itik, telur, dedak dan pakan itik Alabio yang dijual di pasar. Laporan lain mengemukakan adanya kontaminasi

Salmonella sp. dan Aspergillus sp. pada telur tetas dan pakan itik Alabio di Kabupaten

Hulu Sungai Utara, dengan tingkat kontaminasi masing-masing 10.70% dan 31.80% (Utomo et al. 1995; Zahari dan Tarmudji 1999).

Kenaikan infeksi S. enterica serovar Enteritidis atau disingkat menjadi S. Enteritidis (SE) pada telur telah meningkat secara signifikan sejak 1979. Serotipe S. Enteritidis yang menginfeksi flok unggas biasanya tidak menimbulkan gejala klinis pada hewannya, namun bakteri ini berkolonisasi dalam telur dan dapat menimbulkan penyakit pada manusia jika mengonsumsinya (Keller et al. 1995) dan dikenal sebagai salah satu penyebab foodborne illness.

Infeksi SE pada manusia bisa menimbulkan gastroenteritis, diare, demam, muntah, dehidrasi dan gejala umum lain. Apabila infeksi berlanjut dapat terjadi bakteremia, meningitis dan endokarditis. Pada individu dengan sistem kekebalan tubuh rendah, seperti anak-anak dan orang tua, dapat mengakibatkan morbiditas dan mortalitas tinggi (Supardi dan Sukamto 1998; Graham et al. 2000; Villa et al. 2002).

Tingkat konsumsi telur itik pada masyarakat Kalimantan Selatan yang tinggi tidak menutup kemungkinan dari adanya infeksi dari SE. Untuk itu perlu dilakukan penelitian untuk mendeteksi keberadaan SE pada telur itik Alabio.

Salmonella yang diisolasi dari manusia dan hewan telah membentuk resistensi

pada beberapa jenis antimikroba. Resistensi terhadap tetrasiklin paling sering ditemukan pada isolat yang diisolasi dari hewan (Libby et al. 2004).

National Antimicrobial Resistance Monitoring System (1999), meneliti kepekaan

Salmonella yang diisolasi dari hewan pada berbagai antimikroba yang disajikan pada

(3)

Deteksi Dan Resistensi Antimikroba Salmonella Enteritidis Pada Telur Itik Alabio Di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan 3 Tabel 1 Kepekaan Salmonella terhadap berbagai jenis antimikroba

Antimikroba Kepekaan (%) Amikasin >99.9 Amoksisillin/asam klavulanik 88.4 Ampisillin 81.9 Apramysin 98.9 Ceftiofur 96.0 Ceftriakson 97.7 Cefalotin 92.3 Kloramfenikol 90.1 Siprofloksasin 100.0 Gentamisin 90.8 Kanamisin 87.7 Asam Nalidiksik 98.8 Streptomisin 69.0 Sulfametoksasol 71.1 Tetrasiklin 64.8 Trimetoprim/sulfa 96.6

Sumber: Dargatz et al. dalam FSIS-FDA(2005).

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk: (a) mendeteksi keberadaan SE pada telur dan kerabang telur itik Alabio di Kalimantan Selatan, (b) untuk mengisolasi dan mengidentifikasi bakteri SE asal itik Alabio melalui uji serotipe dan resistensi terhadap beberapa antimikroba.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kesmavet Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV) Regional V Banjarbaru dan Balai Besar Penelitian Veteriner (BBalitvet) Bogor yang dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan April 2009.

Sampel untuk Isolasi S. Enteritidis

Sampel telur yang diambil berasal dari pasar tradisional di empat kecamatan dengan populasi ternak itik terbesar di Kabupaten Hulu Sungai Utara. Sampel diambil dan dibawa ke laboratorium Kesmavet BPPV Regional V Banjarbaru untuk pengujian

(4)

Deteksi Dan Resistensi Antimikroba Salmonella Enteritidis Pada Telur Itik Alabio Di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan 4

Salmonella spp. Isolat kemudian dibawa ke laboratorium mikrobiologi Balitvet untuk

pengujian serotipe.

Sampling ditentukan dengan menggunakan metode multistage random

sampling, sedangkan untuk menghitung besaran sampel digunakan metode detect disease dengan menggunakan program Winepiscope 2.0. dengan tingkat konfidensi

95% dan galat yang diinginkan 5% serta asumsi prevalensi 10.7%, maka didapatkan 72 sampel telur.

Tabel 2 Rencana lokasi dan jumlah sampel

No. Kecamatan Peternakan Jumlah Sampel

1. Amuntai Selatan 1 2 10 10 2. Danau Panggang 3 4 10 10 3. Sungai Pandan 5 6 8 8 4. Amuntai Tengah 7 8 8 8 Total 72

Isolasi dan Identifikasi Bakteri

Isolasi dan identifikasi Salmonella dilakukan dengan mengacu pada metode Robert dan Greenwood (2003) dengan menggunakan medium penyubur buffered

pepton water (BPW) yang disiapkan dalam erlenmeyer dengan volume 180 ml dan

tabung reaksi dengan volume 9 ml, medium Rappaport-Vassiliadis (RV) dan

tetrathionate broth (TT) dengan volume 10 ml dalam tabung reaksi, medium agar

selektif Xylose Lysine Desoxycholate (XLD) dan Hektoen Enteric (HE) disiapkan dalam cawan petri, medium SIM disiapkan dalam tabung reaksi, medium agar miring Triple

Sugar Iron Agar (TSIA) dan Lysine Iron Agar (LIA) disiapkan dalam tabung reaksi

miring, Nutrient Agar (NA) disiapkan dalam tabung reaksi miring serta agar urea dari dalam cawan petri.

Kerabang telur diusap dengan cotton swab steril yang telah dibasahi dengan BPW, swab kemudian dimasukkan dalam erlenmeyer yang berisi 180 ml BPW. Kulit telur kemudian dibersihkan dengan alkohol 70%. Telur dipisahkan dari kulitnya, putih telur dikeluarkan. Kuning telur sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam 9 ml medium penyubur BPW dan diinkubasikan selama 24 jam dalam inkubator bersuhu 37 oC. Setelah diinkubasi, kultur sampel-sampel tersebut dipindahkan pada medium RV sebanyak 0.1 ml, diinkubasikan pada 42 oC selama 24 jam dan medium TT sebanyak

(5)

Deteksi Dan Resistensi Antimikroba Salmonella Enteritidis Pada Telur Itik Alabio Di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan 5 1 ml, diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 37 oC. Kultur kemudian dipindahkan pada medium padat XLD dan HE, diinkubasikan selama pada suhu 37 oC.

Gambar 2 Pemisahan dan perlakuan pada sampel telur itik.

Dipilih 3 koloni bakteri yang dicurigai sebagai koloni Salmonella dari medium

agar XLD dan HE, koloni ditumbuhkan pada medium SIM dan TSIA dengan cara

menusukkan pada medium, kemudian diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 37

o

C.

Bakteri yang ditumbuhkan pada medium SIM ditetesi dengan reagen Kovac + 5 tetes

untuk uji Indol. Apabila terbentuk cincin berwarna merah muda di atas medium SIM

tersebut, berarti indol positif. Bakteri yang dicurigai sebagai Salmonella spp. pada uji

TSIA dilakukan uji biokimia dengan dipindahbiakkan pada medium agar urea dan LIA,

kemudian diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 37

o

C. Kultur bakteri pada medium

LIA diamati terhadap dugaan pertumbuhan Salmonella. Koloni bakteri yang diduga

Salmonella ditanam pada NA untuk kepentingan serotipe dan resistensi antimikroba.

Gambar 3 Koloni positif pada medium agar XLD berwarna transparan dan HE berwarna hijau dengan zona hitam.

(6)

Deteksi Dan Resistensi Antimikroba Salmonella Enteritidis Pada Telur Itik Alabio Di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan 6

Penentuan Serotipe S. Enteritidis

Untuk menentukan serotipe SE dilakukan dengan cara mereaksikan antigen

Salmonella dengan antiserum somatik O (9) dan antiserum flagela H (m) dengan

menggunakan metode dari OIE 2000.

Untuk menentukan serotipe SE dilakukan dua tahap. Tahap pertama menentukan sifat antigen somatik O dan tahap kedua menentukan sifat antigen flagela H. Tahap pertama dilakukan dengan menyiapkan satu ose penuh suspensi bakteri

Salmonella dan diletakkan di atas gelas preparat bersih, bebas lemak atau minyak.

Dengan ose yang lain, suspensi bakteri tersebut ditambahi satu ose antiserum spesifik somatik O (9). Gelas preparat digoyang dengan hati-hati sambil diamati terjadinya reaksi aglutinasi dalam waktu 3 menit. Apabila terjadi aglutinasi, berarti serotipe isolat tersebut sama dengan serotipe Salmonella.

Tahap kedua dilakukan dengan mempergunakan suspensi bakteri Salmonella yang sama, satu ose penuh suspensi Salmonella diletakkan di atas gelas preparat yang sama. Dengan ose yang lain, suspensi bakteri tersebut ditambahi satu ose antiserum flagela H (m). Langkah selanjutnya sama seperti uji aglutinasi untuk menentukan sifat antigen somatik O. Apabila terjadi aglutinasi antara antigen

Salmonella dan antiserum spesifik somatik O dan antiserum spesifik flagela H berarti

isolat Salmonella tersebut adalah S. Enteritidis.

Uji Resistensi Antimikroba

Uji resistensi dilakukan secara kualitatif dengan mengggunakan metode agar difusi menurut Kirby-Bauer (Bauer et al. 1966). Cakram antimikroba yang digunakan untuk uji resistensi antimikroba dengan metode agar difusi terdiri atas streptomisin, kanamisin, gentamisin, kloramfenikol, oksitetrasiklin dan siprofloksasin dari Oxoid.

Gambar 4 Cakram antimikroba dan alat yang digunakan dalam pengujian.

Setiap isolat SE yang diuji ditumbuhkan pada medium selektif Salmonella dan diinkubasikan pada suhu 37 oC selama 24 jam. Setelah diinkubasi, 2-3 koloni

(7)

Deteksi Dan Resistensi Antimikroba Salmonella Enteritidis Pada Telur Itik Alabio Di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan 7 dipindahbiakkan pada 2 ml medium cair buffered pepton water, diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 37 oC, kemudian masing-masing kultur cair diencerkan 1:1000 dalam NaCl fisiologis. Empat mililiter tiap-tiap suspensi dituangkan pada medium

Mueller Hinton agar dengan cara tuang, diratakan ke seluruh permukaan petri. Sisa

suspensi bakteri diambil dengan pipet Pasteur, kemudian medium dikeringkan. Masing-masing medium yang sudah ditanami SE ditempeli sebanyak 3 buah kertas cakram yang sudah mengandung antimikroba yang akan diuji.

Dalam penelitian ini dipakai 7 jenis antimikroba, maka diperlukan 2 petri medium

Mueller Hinton agar. Selanjutnya kedua medium tersebut diinkubasikan pada suhu 37

oC selama 24 jam. Keesokan harinya diameter zona hambat yang dihasilkan oleh

antimikroba yang diuji terhadap bakteri SE diukur.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keberadaan Salmonella Enteritidis pada Telur Bebek

Pada penelitian ini ditemukan satu sampel telur (1.42%) yang positif terhadap S. Enteritidis yang berasal dari sampel putih telur. Keberadaan S. Enteritidis pada penelitian ini menunjukkan adanya kontaminasi telur baik secara vertikal maupun horisontal.

Salmonella Enteritidis dapat ditemukan pada putih telur dan kuning telur, namun

lebih sering ditemukan pada putih telur, terutama pada telur yang terkontaminasi secara alami (Cogan et al. 2004; Humprey et al. 1991, Shivaprasad et al. 1990 dalam Clavijo et al. 2006). Salmonella dapat menginfeksi telur yang masih dalam tahap pembentukan saat telur berada dalam oviduct, sehingga Salmonella akan ditemukan pada putih telur atau kuning telur. Pembentukan telur terjadi dimulai dengan pembentukan kuning telur, kemudian putih telur terbentuk melapisi permukaan kuning telur, setelah itu diikuti dengan pembentukan kerabang (Jay et al. 2005).

Kontaminasi SE dapat terjadi pula secara horisontal melalui kontak telur yang baru dikeluarkan dengan alas kandang dan lingkungan (Keller et al. 1995). Walaupun telur mempunyai beberapa faktor pelindung pada kerabang dan membran dalam, beberapa peneliti menunjukkan kecepatan dan kedalaman penetrasi Salmonella pada membran dalam (25-60%) dan putih telur (10-15%) pada hari pertama inokulasi pada kerabang (Muira et al. 1964, Humprey et al. 1989, dalam Cox et al. 2000). William et

al. (1968) dalam Cox et al. (2000) menunjukkan penetrasi Salmonella pada kutikula

(8)

Deteksi Dan Resistensi Antimikroba Salmonella Enteritidis Pada Telur Itik Alabio Di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan 8 pada satu telur, penetrasi pada kedua membran terdeteksi + 6 menit setelah paparan pada kerabang.

Penelitian lebih lanjut pada induk yang diinfeksi dengan Salmonella menunjukkan bahwa SE lebih sering ditemukan pada membran vitellin yang melapisi permukaan kuning telur dibandingkan dalam kuning telur (Gast dan Holt 2001), namun penetrasi dapat terjadi pada kuning telur dan menimbulkan terjadinya multiplikasi bakteri didalam kuning telur (Gast et al. 2005).

Putih telur bersifat bakterisidal terhadap bakteri, karena mempunyai berbagai komponen antimikroba seperti ovotransferin dan lysosim (Tranter et al. 1982 dalam Clavijo et al. 2005). Menurut Clavijo et al. (2005), putih telur mengendalikan bakteri dengan cara (1) menghambat pertumbuhan bakteri melalui pengikatan besi oleh ovo transferin, (2) membunuh bakteri melalui interaksi langsung antara komponen putih telur dengan dinding bakteri.

Penelitian yang dilakukan oleh Guan et al. (2006) melalui inokulasi in vitro terpisah pada putih telur dan kuning telur menunjukkan bahwa SE mampu bertahan selama 120 jam dalam putih telur pada suhu 42 oC, sedangkan pada kuning telur, SE bermultiplikasi secara cepat hingga mencapai 9.0 log/ml setelah inkubasi selama 24 jam pada suhu 37 oC maupun 42 oC.

Dalam penelitian tersebut, inokulasi yang dilakukan pada telur utuh (whole egg) menunjukkan bahwa SE tidak ditemukan pada kuning telur setelah inkubasi selama 24 jam pada suhu 42 oC, tetapi saat telur diinkubasi pada suhu 30 oC selama 72 jam, 5 dari 6 strain Salmonella yang dipergunakan ditemukan dalam kuning telur. Hal ini menunjukkan bahwa SE mampu menembus kuning telur dalam waktu 72 jam jika telur disimpan dalam kondisi yang mendukung (Guan et al. 2006).

Konsekuensi kontaminasi SE pada telur adalah peningkatan risiko terjadinya infeksi salmonellosis pada manusia melalui pangan (foodborne disease) akibat mengonsumsi telur yang terkontaminasi.

Salmonellosis merupakan problem kesehatan masyarakat global yang memiliki morbiditas yang tinggi dan mempunyai dampak ekonomi yang cukup besar. Walaupun telah terjadi perubahan dan peningkatan di bidang higiene pangan, penanganan dan pengolahan pangan, serta bertambahnya informasi baik bagi petugas yang menangani makanan maupun konsumen, namun penyakit yang disebabkan oleh pangan masih merupakan masalah yang penting di bidang kesehatan masyarakat (Dominguez et al. 2002 dalam Dahal 2007).

Salmonellosis adalah salah satu penyakit asal pangan yang paling sering dilaporkan di seluruh dunia. Setiap tahun, kurang lebih 40.000 kasus Salmonella dikonfirmasi, diserotipe dan dilaporkan di CDC, dan dari semua kasus salmonellosis yang terjadi, 96% disebabkan oleh makanan (Mead et al. 1999). Data internasional

(9)

Deteksi Dan Resistensi Antimikroba Salmonella Enteritidis Pada Telur Itik Alabio Di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan 9 yang dirangkum oleh Thorn (2000) dalam FAO/WHO (2002) menyatakan data kejadian salmonellosis per 100. 000 orang pada tahun 1997; 14 di Amerika serikat, 38 di Australia dan 73 di Jepang. Di Uni Eropa, berkisar pada 16 kasus per 100.000 orang (Belanda) sampai 120 kasus per 100.000 orang di Jerman.

Pangan asal hewan, terutama unggas, produk unggas dan telur mentah merupakan penyebab utama salmonellosis pada manusia. Salmonellosis yang disebabkan oleh SE biasanya disebabkan karena mengonsumsi telur dan produk telur (68,2%), kue dan es krim (8%), unggas dan produk unggas (3%), daging dan produk daging (4%), ikan dan kerang (2%) serta susu dan produk susu (3%) (FAO/WHO 2002).

Wabah salmonellosis yang disebabkan oleh itik telah dilaporkan di beberapa Negara seperti Australia, Amerika Serikat, Inggris dan Denmark (Merritt dan Herlihy 2003; CDC 2000; Public Health Laboratory Service 2000; Danish Zoonosis Centre 1998 dalam Ribiero 2007), sedangkan salmonellosis yang disebabkan oleh konsumsi telur itik dilaporkan terjadi di Italia, Thailand dan Amerika Serikat(Nastasi et al. 1998; Saitanu et al. 1994; Baker et al. 1985 dalam Ribiero et al. 2007).

Resistensi Isolat Salmonella Enteritidis terhadap Antimikroba

Bakteri SE yang diisolasi dari putih telur pada penelitian ini diuji resistensinya terhadap tujuh antimikroba. Hasilnya menunjukkan bahwa isolat SE tersebut masih sensitif terhadap streptomisin, kanamisin, ampisilin, amoksilin, kloramfenikol, oksitetrasiklin dan siprofloksasin, yang mana zona hambatan yang dibentuk masih lebih tinggi dari standar peka (Tabel 1).

Tabel 1 Hasil pengukuran zona hambatan isolat SE terhadap antibiotik dan dibandingkan dengan referensi standar

Cakram Antibiotik Zona

(mm)

Standar*

Resisten (≤) Sedang Peka (≥)

Amoksilin 25 µg 27.3 14 - 15 Ampisilin 10 µg 25.0 14 - 15 Siprofloksasin 5 µg 42.4 16 17-18 20 Kanamisin 30 µg 19.6 13 14-17 18 Kloramfenikol 30 µg 23.2 20 - 21 Streptomisin 10 µg 14.8 12 - 13 Tetrasiklin 30 µg 21.8 14 15-18 19 *Standar NCCLS (2001)

(10)

Deteksi Dan Resistensi Antimikroba Salmonella Enteritidis Pada Telur Itik Alabio Di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan 10 Gambar 5 Zona yang dihasilkan Antimikroba yang diuji

Ket: A = Ampisilin 10 µg, AML = amoksilin 25 µg, CIP = Ciprofloksasin 5 µg, K = Kanamisin 30 µg, KL = Kloramfenikol 30 µg, ST = Streptomisin 10 µg, T = Tetrasiklin 30 µg

Pengujian sensitivitas antimikroba komparatif pada isolat salmonella asal itik, ayam dan ruminansia yang dilakukan oleh Mondal et al. (2008) menunjukkan bahwa isolat dari itik lebih peka terhadap beberapa jenis antimikroba daripada isolat yang berasal dari ayam dan ruminansia.

Itik memiliki sistem pertahanan tubuh yang lebih kuat dibandingkan dengan unggas domestik lain (Ferket and Davis 2007), namun meskipun itik resisten terhadap infeksi sistemik yang disebabkan oleh samonella, itik merupakan reservoir yang potensial dan mampu mengkontaminasi lingkungan, spesies hewan lain bahkan manusia (Barrow et al. 1999 dalam Ribeiro et al. 2006).

Pemberian antimikroba serta pakan yang mengandung obat-obatan pada itik jarang dilakukan secara rutin (FSIS USDA 2006) sehingga isolat salmonella yang diisolasi masih peka terhadap antimikroba yang diuji.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Dari 72 butir telur bebek yang diambil di pasar di Kabupaten Hulu Sungai utara diperoleh 1 butir (1.42%) yang positif Salmonella Enteritidis dan ditemukan pada putih telur itik.

2. Bakteri SE yang diisolasi masih sensitif terhadap tujuh antimikroba (streptomisin, kanamisin, ampisilin, amoksilin, kloramfenikol, oksitetrasiklin dan siprofloksasin).

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian yang lebih teliti dengan jumlah sampel yang lebih besar untuk menemukan Salmonella Enteritidis baik pada itik maupun telurnya.

2. Adanya Salmonella Enteritidis pada telur itik memberikan informasi bahwa telur itik harus dimasak secara benar sebelum dikonsumsi.

A K KL CIP AML T ST

(11)

Deteksi Dan Resistensi Antimikroba Salmonella Enteritidis Pada Telur Itik Alabio Di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan 11

DAFTAR PUSTAKA

Baker RC, Qureshi RA, Sandhu TS, Timoney JF. 1985. The frequency of salmonellae

on duck eggs. Poultry Sci 64:646-652

Barrow PA, Lovell MA, Murphy CK, Page K. 1999. Salmonella infection in a

commercial line of ducks: experimental studies on virulence, intestinal

colonization and immune protection.

Epidemiol Infect 123:121-132

Bauer AW, Kirby WM, Sherris JC, Turck M. 1966. Antibiotics susceptibility testing by

a standardised single disc method. Am J Clin Pathol 45:493-496

CDC [

Center for Disease Control and Prevention]

. 2000. Salmonellosis associated with

chicks and ducklings. Morb Mortal Wkly Rep 49(14):297-9.

Clavijo RI, Loui C, Andersen, Riley LW, Lu S. 2006. Identification of genes

association with survival of Salmonella enterica serovar Enteritidis in chicken

egg albumen. Appl Environ Microbiol 72: 1055-1064

Cogan TA, Jorgensen F, Lappin-scott HM, Benson CE, Woodward MJ and Humprey

TJ. 2004. Flagella and curli fimbriae are important for the growth of Salmonella

enterica serovars in hen eggs. Microbiol 150: 1063-1071

Cox NA, Berrang ME, Cason JA. 2000. Salmonella penetration of eggshell and

proliferation in broiler hatching eggs. a review. Poultry Sci 79:1571-1574

Danish Zoonosis Centre. 1998. Salmonella. In: Annual Report on Zoonosis in

Denmark. Ministry of Food, Agriculture and Fisheries. Copenhagen. 20 pp

Dominguez C, Gomez I, Zumalacarregui J. 2002. Prevalence of salmonella and

campylobacter in retail chicken meat in spain.

Int J Food Microbiol 165-168.

[FAO/WHO] Food and Agricultural Organization of the United Nations/World Health

Organization. 2002. Risk assessments of Salmonella in eggs and broiler chicken.

Ferket PR and Davis GS. 2007. North carolina cooperative extension service: Feeding

ducks. Http://ces.ncsu.edu/depts/poulsci/tech_manual/feeding_ducks.html [ 20

Nov 2009]

[FSIS-FDA] Food Safety and Inspection Services-Food and Drug Administration. 2006.

Duck and goose from farm to table

. Http:// www.fsis.usda.gov/PDF/ Duck &_

Goose from_Farm_to_Table.pdf [ 15

Nov 2009]

Furuya EY, Lowry FD. 2006. Antimcrobial-resistant bacteria in community setting.

Microbiol Nature Review 4: 36-45

Gast RK, Holt PS, Murase T. 2005. Penetration of salmonella Enteritidis and s.

Heidenberg into egg yolks in an in vitro contamination model.

Poultry Sci

84:621-625.

Gast RK and Holt PS. 2001. Assessing the frequncy and consequences of salmonella

Enteritidis deposition on the egg yolk membranes. Poultry Sci 80:997-1002.

Graham SM, Molyneux EM, Walsh AL, Cheesbrough JS, Hart CA. 2000. Nontyphoidal

Salmonella infection of children in Tropical Africa. Pediatr Infect Dis J

19:1189-1196.

Guan J, Grenier C and Brooks BW. 2006. In vitro study of salmonella Enteritidis and

salmonella thypimurium definitive tyoe 104: survival in egg albumen and

penetration through vitelline membrane.

Poultry Sci.

85: 1678-1681

Humprey TJ, Baskerville A, Mawer S, Rowe B and Hopper S. 1989. Salmonella

Enteritidis phage type 4 from the content of intact eggs: a study involving

naturally infected eggs.

Epidemiol infect 103:

415-423

Humprey TJ, Whitehead A, Gawler AHL, Henley A and Rowe B. 1991. Numbers of

salmonella Enteritidis in the contents of naturally contaminated hen’s eggs.

Epidemiol infect 106: 489-496.

(12)

Deteksi Dan Resistensi Antimikroba Salmonella Enteritidis Pada Telur Itik Alabio Di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan 12

Istiana. 1994. Kematian embrio akibat infeksi bakteri pada telur tetas di penetasan itik

Alabio dan perkiraan kerugian ekonominya.

Peny Hewan XXVI: 36−40.

Ist

iana dan Suryana. 1997. Pemeriksaan bakteriologik terhadap anak dan telur itik,

pakan dan dedak yang berasal dari pasar Alabio Kalimantan Selatan.

J Ilmu

Ternak Vet 2: 208−211.

Jay JM,. Loessner MJ,. Golden DA. 2005. Food Science Text Series: Modern Food

Microbiology, 7

th

ed. NY: Springer Inc.

Keller LH, Benson CE, Krotec K, Eckroade RJ. 1995. Salmonella Enteritidis

colonization of reproductive tract and forming and freshly laid eggs of chickens

.

Infect Immun

63: 2443-2449.

Lalitha KM. 2004. Manual on antimicrobial susceptibility testing,

Christian Medical

College

Vellore,

Tamil

Nadu.

HTTP://www.ijmm.org/documents/

Antimicrobial.doc. [20 Nov 2009]

Mead PS, Slutsker L, Dietz V, McCraig LF, Bresee JS, Shapiro C, Griffin PM, Tauxe

RV. 1999. Food-related illness and death in the United States. Emerg Infect

Dis 5: 607–625.

Merritt TD, Herlihy C. 2003. Salmonella outbreak associated with chicks and ducklings

at childcare centres.

Med J Aust 179(10):63-4.

Miyamoto T et al. 1997. Salmonella Enteritidis contamination of eggs from hens,

incolated by vaginal, cloacal and intravenous routes. Avian Dis 41: 296-303

Mondal T, Khan MSR, Alam M, Purakayastha M. 2008. Molecular characterization of

salmonella isolates of duck in comparison to salmonella isolates of chicken and

ruminants.

Bangl J Microbiol 25

(2): 91-94

Muira S, Sato G, Miyamae T. 1964. Occurence and survival of salmonella organism in

hatcher chick fluff in commercial hatcheries. Avian Dis 8: 546-554

Nastasi A, Mammina C, Piersante GP, Robertazzo M, Caruso P. 1998. A foodborne

outbreak of salmonella enteritidis vehicled by duck and hen eggs in southern

Italy. New Microbiol. 21(1):93-6.

[NCCLS] National Committee for Clinical and Laboratory Standard. 2001.

Performance standards for antimicrobial susceptibility testing. Eleventh

Informational Supplement. M100-S11. Wayne, Pa.

[OIE] Office International des Epizooties. 2000. Manual of Standards for Diagnostic

Tests and Vaccines. List A and B Disease of Mammals, Birds and Bees. World

Organization for Animal Health.

Okamura et al. 2001. Differences among six salmonella serovar in abilities to colonize

reproductive organs and to contaminate eggs in laying hens. Avian Dis 45:

61-69

[PHLS] Public Health Laboratory Service. 2000. Outbreak of salmonellosis associated

with chicks and ducklings at a children's nursery. Commun Dis Rep Suppl

10:149-52.

Ribeiro et al. 2006. Incidence of salmonella in imported day-old ducklings. Brazil,

1998-2003. Rev Bras Cienc Avic 8: Jan/Mar 2006.

Roberts D, Greenwood M. 2003. Practical Food Microbiology, 3

rd

ed. Oxford, UK:

Blackwell Publishing.

Saitanu K, Jerngklinchan J, Koowatananukul C. 1994. Incidence of salmonellae in duck

eggs in Thailand. Southeast Asian J Trop Med Public Health. 25(2):328-31

Shivaprasad HL, Timoney JF, Morales S, Lucio B dan Baker RC. 1990. Phatogenesis

of Salmonella Enteritidis infection in laying chicken: Studies on egg

transmission, clinical signs, fecal sheddings and serologic responses. Avian Dis

34: 742-750

Supardi HI, Sukamto M. 1998, Mikrobiologi dalam Pengolahan dan keamanan Pangan.

Bandung: Yayasan Adikarya IKAPI & The Fond Foundation. Pp.1-29

(13)

Deteksi Dan Resistensi Antimikroba Salmonella Enteritidis Pada Telur Itik Alabio Di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan 13

Thorns CJ. 2000. Bacterial food-borne zoonoses. Revenue scientifique et technique

Office international des epizooties 19(1): 226–239.

Tranter HS and Board RG. 1982. The antimicrobial defense of avian eggs: biological

perspective and chemican basis. J Appl Biochem 4: 295-338.

Utomo BN, Rohaeni ES dan Tarmudji. 1995. Tingkat kontaminasi jasad renik pada

telur itik alabio di kabupaten hulu sungai utara, Kalimantan Selatan. Prosiding

seminar nasional teknologi veteriner untuk meningkatkan kesehatan hewan dan

pengamanan bahan pangan asal ternak. Bogor: Balai Penelitian Veteriner. hlm.

351−356.

Villa L, Mammina C, Miriagou V, Tzouvelekis LS, Tassios PT, Nastasi A, Carattoli A.

2002. Multidrug and broad-spectrum cephalosporin resistance among

Salmonella enterica serotype Enteritidis clinical isolates in Southern Italy. J

Clin Microbiol 40:2662-2665

Williams JE, Dillard LH and Hall GO. 1968. The penetration patterns of salmonella

thypimurium through the outer structures of chicken eggs. Avian Dis 12:

445-466

Zahari P dan Tarmudji. 1999. Aflatoksikosis pada ternak itik Alabio di Kalimantan

Selatan. prosiding seminar nasional peternakan dan veteriner Jilid I. Bogor:

Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. hlm. 408- 411.

Gambar

Gambar 1 Itik Alabio (kiri), telur itik Alabio (kanan).
Tabel 2 Rencana lokasi dan jumlah sampel
Gambar 2 Pemisahan dan perlakuan pada sampel telur itik.
Gambar 4 Cakram antimikroba dan alat yang digunakan dalam pengujian.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi deteksi keberadaan antibodi anti diare ( Escherichia coli dan Salmonella Enteritidis) dan anti flu burung (H5N1) pada kuning telur ayam

Rata-rata produksi telur yang dihasilkan selama 12 minggu oleh kedua bangsa itik pada sistem kandang battery lebih tinggi dan lebih stabil bila dibandingkan dengan sistem

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi deteksi keberadaan antibodi anti diare (Escherichia coli dan Salmonella Enteritidis) dan anti flu burung (H5N1) pada kuning telur ayam