• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERJANJIAN ANTARA KLUB SEPAK BOLA PELITA BANDUNG RAYA DENGAN PELATIH ASING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERJANJIAN ANTARA KLUB SEPAK BOLA PELITA BANDUNG RAYA DENGAN PELATIH ASING"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

i

PERJANJIAN ANTARA KLUB SEPAK BOLA

PELITA BANDUNG RAYA DENGAN

PELATIH ASING

OLEH:

PUTU ADITYA WISESA DIASPUTRA

NPM 1010121016

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS WARMADEWA

DENPASAR

(2)

ii

PERJANJIAN ANTARA KLUB SEPAK BOLA

PELITA BANDUNG RAYA DENGAN

PELATIH ASING

OLEH:

PUTU ADITYA WISESA DIASPUTRA

NPM 1010121016

Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

(3)

iii

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL :

Pembimbing I

Dr. I Nyoman Putu Budiartha, S.H.,M.H. NIP.195912311992031007

Pembimbing II

Ni Komang Arini Styawati, S.H.,M.Hum. NIK. 230330128 Mengetahui: FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WARMADEWA DEKAN,

Dr. I Nyoman Putu Budiartha, S.H.,M.H. NIP.195912311992031007

(4)

iv

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa sepanjang pengetahuan saya, di dalam naskah Skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara terang dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.

Apabila ternyata di dalam naskah ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur jiplakan, saya bersedia Skripsi ini digugurkan dan gelar akademik yang telah saya peroleh (Sarjana Hukum) dibatalkan, serta di proses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, Juli 2017 Mahasiswa,

Putu Aditya Wisesa Diasputra NPM 1010121016

(5)

v

KATA PENGANTAR

Om Swastiyastu

Berkat asung kerta nugraha Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang diberi judul: “Perjanjian Antara Klub Sepak Bola Pelita Bandung Raya Dengan Pelatih Asing”

Skripsi ini ditulis dalam rangka untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum, (S1) Jurusan Ilmu Hukum, pada Fakultas Hukum Universitas Warmadewa Denpasar.

Terselesainya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dengan kerendahan hati pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. dr. I Dewa Putu Widjana, DAP&E.Sp. Park, Rektor Universitas Warmadewa Denpasar

2. Bapak Dr. I Nyoman Putu Budiartha,S.H.,M.H., Dekan Fakultas Hukum Universitas Warmadewa Denpasar dan sekaligus dosen pembimbing I dalam penulisan skripsi ini yang telah membimbing penulis, sehingga skripsi dapat terselesaikan.

3. Ibu Ni Komang Arini Styawati, S.H.,M.Hum. dosen pembimbing II, yang telah banyak membantu dan memberikan petunjuk, bimbingan dan saran yang sangat berguna sampai akhir penulisan skripsi ini.

(6)

vi

4. Bapak-bapak dan Ibu-ibu Dosen beserta seluruh staf pada Fakultas Hukum Universitas Warmadewa, yang telah banyak membantu dan membimbing semasa penulis masih duduk di bangku kuliah.

5. Kepada keluarga tercinta, terutama Bapak, Ibu, adik serta saudara, yang telah memberikan dorongan semangat, doa, dan materiil sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

6. Kepada semua pihak dan rekan-rekan mahasiswa yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu serta dukungannya

Penulis menyadari bahwa di dalam penulisan skripsi ini mungkin masih banyak kekurangan dan kelemahannya untuk itu kritik dan saran dari semua pihak terutama dosen penguji sangat penulis harapkan untuk bahan perbaikan demi tidak jauhnya penyimpang dari apa yang diharapkan. Dan selanjutnya isi dari skripsi ini merupakan tanggungjawab penulis.

Sebagai akhir kata, mudah-mudahan apa penulis dapat paparkan dalam skripsi ini ada manfaatnya bagi kita, khususnya dalam bidang ilmu hukum.

Om Santih, Santih, Santi, Om

Denpasar, Januari 2017 Penulis,

Putu Aditya Wisesa Diasputra NPM 1010121016

(7)

vii

ABSTRAK

Sepak bola merupakan sarana yang sangat penting untuk menunjang pembangunan bangsa baik dibidang fisik, mental maupun spiritual dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur secara merata dan berimbang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Keberhasilan pembinaan sepak bola diukur dari prestasi yang dicapai. Tercapainya prestasi puncak sepak bola Nasional Indonesia ditentukan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah pelatih. Untuk meraih kesuksesan tidak jarang klub sepak bola Indonesia menggunakan jasa pelatih asing. Di kesuksesan perkembangan dunia persepakbolaan Indonesia dengan pelatih asing, belum tentu tanpa konflik yang ada di dalam internal klub. Konflik yang sering terjadi antara pelatih asing dengan suatu klub sepak bola adalah masalah perjanjian kerja, status keimigrasian pelatih asing dan upah/gaji bulanan yang tidak dibayarkan secara utuh dan lain sebagainya. Adapun masalah tersebut dituangkan dalam rumusan masalah, antara lain : Bagaimanakah bentuk perjanjian yang dapat memberikan perlindungan terhadap Pelatih Asing? Bagaimanakah akibat hukum apabila terjadi wanprestasi dalam penyelesaian kerja antara klub sepak bola dengan pelatih asing ? Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah menggunakan metode penelitian normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konseptual dikaitkan dengan permasalahan dalam skripsi ini. Untuk mendapatkan hasil yang lebih komprehensif maka penelitian ini juga ditunjang dengan menggali informasi dari pihak klub sepak bola Pelita Bandung Raya. Adapun sumber bahan hukum yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, dan pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah studi kepustakaan yang dianalisa dengan mempergunakan logika hukum deduktif secara hukum deskriptif dalam bentuk skripsi. Dari seluruh rangkaian proses penelitian ini dapat disimpulkan yaitu : Bentuk perjanjian kerja yang dapat memberikan perlindungan terhadap pelatih asing adalah bentuk perjanjian tertulis yang mempunyai karakter khusus, adanya suatu perlindungan dari pihak lain atau pihak ketiga guna pemberian perlindungan pada pelatih asing, wanprestasi memberikan akibat hukum terhadap pihak yang melakukannya dan membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi, sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi tersebut.

(8)

viii

ABSTRACT

Football represent very important medium to support development of good nation is physical area, bouncing and also spiritual in order to realizing prosperous and fair society flattened and proportional pursuant to Five Principles and Constitution State Republic Of Indonesia 1945. Efficacy of construction of football measured from reached achievement. The reaching of achievement culminate National Indonesia football determined by some factor, one of them is coach. To reach for successfulness not rarely Indonesia football klub use foreign coach service. In successfulness of growth of Indonesia football world with foreign coach, not yet of course without conflict exist in in is internal of klub. Conflict which often happened between foreign coach with an football klub is the problem of work agreement, foreign coach immigration status and fee / monthly salary which do not be paid intactly and others. As for the problem poured in formula is problem of, for example : How form agreement of which can give protection to Foreign Coach? How legal consequences in the event of wanprestasi in solving of activity between football klub with foreign coach ? Research method which is used in writing of this skripsi is to use method research of normatif with approach of law and regulation and conceptual approach related to the problem of this skripsi. To get result of more comprehensive hence this research is also supported by digging information of side of klub football of Pelita Great Bandung. As for source of law materials which is used in compilation of this skripsi is materials punish materials and primary punish sekunder, and gathering of law materials the used is analyzed bibliography study by utilizing descriptive deductive law logic judicially in the form of skripsi. From entire/all network process this research can be concluded by that is : Form work agreement able to give protection to foreign coach is agreement form written having special character, existence of an protection of other party or third party utilize gift of protection at foreign coach, wanprestasi give legal consequences to side conducting it and bring consequence to incidence of side rights harmed to claim side conducting wanprestasi to give indemnation, so that by law expected in order not to there is one side even also which is harmed because wanprestasi

Keyword : Work agreement, football, foreign coach

(9)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGAJUAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN/PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 7 1.3. Tujuan Penelitian ... 7 1.3.1. Tujuan umum ... 7 1.3.2. Tujuan khusus ... 8 1.4. Kegunaan Penelitian ... 8 1.4.1. Kegunaan Teoritis ... 8 1.4.2. Kegunaan Praktis ... 8 1.5. Tinjauan Pustaka ... 9 1.6. Metode Penelitian ... 40

1.6.1. Tipe penelitian dan pendekatan masalah ... 40

1.6.2. Sumber bahan hukum ... 41

1.6.3. Teknik pengumpulan bahan hukum ... 41

1.6.4. Analisis bahan hukum ... 42

BAB II HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN KERJA KLUB SEPAK BOLA PELITA BANDUNG RAYA DENGAN PELATIH ASING ... 43

(10)

x

2.2. Peran Dan Kedudukan PSSI Dalam Perjanjian Kerja Pelatih Sepak Bola Asing ... 48 BAB III BENTUK PERJANJIAN YANG DAPAT MEMBERIKAN

PERLIN-DUNGAN TERHADAP PELATIH ASING ... 51 3.1. Bentuk Perjanjian Dalam Pelatih Sepak Bola ... 51 BAB IV AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KERJA KLUB

SEPAK BOLA PELITA BANDUNG RAYA DENGAN PELATIH ASING . 65 4.1. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Wanprestasi ... 65 4.2.

Akibat Hukum Wanprestasi Dalam Perjanjian Kerja ... 66

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 71 4.1 Simpulan ... 71 4.2. Saran ... 72 DAFTAR BACAAN

(11)

xi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sepak Bola pertama kali dimainkan pada awal abad ke 2 sebelum masehi di China. Pada waktu itu, mereka memainkan sepak bola dengan cara di giring dengan kakinya menggunakan sebuah benda bulat yang terbuat dari kulit, pemain yang berhasil menendangnya ke jaring kecillah pemenangnya. Sejarah sepak bola juga tidak terlepas dari negara jepang yang juga sudah mengenal bola pada abad ke 16. Permainan sepak bola di negara jepang disebut juga dengan “Kemari”. Sepak bola pada zaman sebelumnya masih belum dikembangkan dan hanya dimainkan secara tradisional. Ketika sepak bola tiba di Inggris, ternyata rakyat Inggris sangat menggemari olahraga ini dan memperbaiki beberapa peraturannya.

Pada tahun 1365, Raja Edward III melarang permainan sepakbola di seluruh Inggris karena banyaknya kekerasan yang terjadi selama pertandingan. Namun sepakbola menjadi terkenal kembali berkat perkembangan pada peraturan sepak bola modern pada tahun 1863 dimana sekitar sebelas sekolah dan klub sepak bola berkumpul untuk merumuskan aturan baru dalam permainan sepak bola. Pada waktu itu pula dibedakan antara olahraga Rugby dan Sepak bola pada tahun 1869, keluar peraturan yang melarang pemain untuk membawa bola dengan tangan dan hanya boleh digiring dengan menggunakan kaki. Sepak bola kemudian berkembang ke belahan dunia lainnya pada abad ke 18, dimana sepak bola dikenalkan oleh pelaut, pedagang dan tentara Inggris. FIFA dibentuk

(12)

xii

pada tahun 1904 sebagai asosiasi tertinggi sepak bola yang mengatur penyelenggaraan dan peraturan permainan sepak bola.

Sepakbola di Indonesia sebenarnya telah di mulai sejak tahun 1914 saat sebagian besar wilayah Nusantara di jajah Pemerintahan Belanda. Kompetisi antar kota di jawa tersebut hanya di juarai oleh dua tim atau di dominasi dua tim saja, yaitu Batavia City, Soerabaja City. Di akhir tahun 1920, pertandingan voetbal atau sepak bola sering kali digelar untuk meramaikan pasar malam. Pertandingan dilaksanakan sore hari. Sebenarnya selain sepak bola, bangsa Eropa termasuk Belanda juga memperkenalkan olahraga lain, seperti kasti, bola tangan, renang, tenis, dan hoki. Hanya, semua jenis olahraga itu hanya terbatas untuk kalangan Eropa, Belanda, dan Indo. Sehingga sepak bola menjadi olahraga yang paling di sukai karena tidak memerlukan tempat khusus dan pribumi boleh memainkannya. Lapangan Singa (Lapangan Banteng) menjadi saksi di mana orang Belanda sering menggelar pertandingan panca lomba (vijfkam) dan tienkam (dasa lomba). Khusus untuk sepak bola, serdadu di tangsi-tangsi militer paling sering bertanding. Mereka kemudian membentuk bond sepak bola atau perkumpulan sepak bola. Dari bond-bond itulah kemudian terbentuk satu klub besar. Tak hanya serdadu militer, tapi juga warga Belanda, Eropa, dan Indo membuat bond-bond serupa.

Persatuan Sepak bola seluruh Indonesia yang selanjutnya disebut PSSI, dibentuk pada tanggal 19 April 1930 di Yogyakarta merupakan suatu organisasi olahraga yang dilahirkan pada zaman Belanda, terkait dengan kegiatan politik yang menentang penjajahan. Jika meneliti dan menganalisa saat-saat sebelum, selama dan sesudah kelahirannya, sampai 5 tahun pasca Proklamasi

(13)

xiii

Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, jelas sekali bahwa PSSI lahir karena dibidani politisi bangsa yang baik secara langsung maupun tidak langsung, menentang penjajahan dengan strategi menyemai benih-benih nasionalisme di dada pemuda-pemuda Indonesia.

Sepak bola merupakan sarana yang sangat penting untuk menunjang pembangunan bangsa baik dibidang fisik, mental maupun spiritual dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur secara merata dan berimbang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Keberhasilan pembinaan sepak bola diukur dari prestasi yang dicapai, sebab tingginya prestasi sepak bola menimbulkan kebanggaan Nasional. Dengan demikian, keberhasilan pembinaan sepak bola harus dilakukan secara terorganisir untuk meningkatkan prestasi sepak bola Nasional.

Dunia persepak bola Indonesia terus berkembang walaupun mengalami pasang surut dalam kualitas pemain, kompetisi dan organisasinya. Sebagai olahraga terpopuler di seluruh dunia, sepertinya tak ada masyarakat yang tidak mengenal sepakbola. Namun, sejauh ini dunia persepak bolaan Indonesia tidak dibangun secara progresif dan menyeluruh. Kebijakan para petinggi yang menangani persoalan sepak bola masih terkesan instan dan tidak berkesinambungan. Contohnya sederhana ada pada masalah pelatih, Pelatih pada saat penandatanganan perjanjian ini maka, Pelatih dilarang (tanpa mendapatkan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari klub) untuk setiap saat pada jangka waktu pelaksanaan Perjanjian ini melakukan sesuatu untuk promosi, melakukan atau menyediakan promosi pemasaran atau jasa iklan atau menggunakan Citra Pelatih baik yang berkaitan dengan produk, merek atau jasa

(14)

xiv

yang bertentangan atau dapat menimbulkan konflik dengan merk Klub atau produk sepakbola Klub untuk setiap produk, merk dan jasa dari dua sponsor utama.

Di kesuksesan perkembangan dunia persepakbolaan Indonesia dengan pelatih asing, belum tentu tanpa konflik yang ada di dalam internal klub. Konflik yang sering terjadi antara pelatih asing dengan suatu klub sepak bola adalah masalah perjanjian kerja. Selain itu, status keimigrasian pelatih asing dan upah/gaji bulanan yang tidak dibayarkan secara utuh menjadi salah satu masalah yang sering terjadi dalam internal klub.

Menurut Pasal 1 ayat (14) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan1

Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban. Setiap perjanjian kerja melahirkan suatu hubungan kerja dimana hubungan timbale balik antara kedua belah pihak yang disebut dengan hubungan kerja dimana hubungan tersebut merupakan hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.

Setiap perjanjian mempunyai akibat-akibat seperti yang disebutkan pada Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Pada ayat (3) Pasal 1338 dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata juga telah ditegaskan bahwa suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Ayat-ayat dari pasal tersebut telah menegaskan bahwa perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang telah

1Abdul Hakim, 2003. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung, hal. 18-19.

(15)

xv

mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian kerja dan setiap perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Perkembangan hubungan kerja dewasa ini tidak hanya mengarah pada dunia bisnis semata, melainkan telah mencakup bidang-bidang usaha lain yang menghasilkan keuntungan atau menghasilkan uang saja, tetapi juga telah berkembang pada sisi lain kehidupan manusia, seperti misalnya dalam dunia olahraga. Olahraga merupakan bagian dari proses dan pencapaian tujuan pembangunan nasional sehingga keberadaan dan peranan olahraga dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara harus ditempatkan pada kedudukan yang jelas dalam sistem hukum nasional.

Dewasa ini, olahraga telah menjadi suatu set yang memiliki prospek cukup bagus di masa mendatang dan dapat menghasilkan uang. Salah satu contohnya adalah olahraga sepak bola. Sepak bola merupakan olahraga rakyat yang paling digemari dan juga merupakan olahraga yang mendunia karena olah raga ini dapat diterima oleh semua lapisan masyarakat serta merupakan olahraga yang paling populer di dunia.

Kedudukan orang yang memiliki modal atau pemilik klub sepak bola dapat dikatakan sebagai pemilik perusahaan/majikan, sedangkan klub sepakbola disebut sebagai perusahaan, dan pelatih sepakbola sebagai buruh/pekerja. Dewasa ini, kebanyakan klub sepakbola Indonesia telah menggunakan jasa pelatih asing dengan tujuan meningkatkan prestasi dari tim/klubnya. Pihak klub sepak bola memperkerjakan pelatih asing yang mengikatkan diri untuk melatih klub demi kepentingan pihak klub sepak bola. Sepak bola dapat menghasilkan uang melalui demi kepentingan pihak klub sepak bola. Sepak bola dapat

(16)

xvi

menghasilkan uang melalui penjualan tiket dari penonton. Selain itu, dari sponsor-sponsor yang senantiasa mendukung. Oleh karena begitu banyaknya keuntungan yang dapat dihasilkan, maka sepakbola pada saat ini dapat dijadikan sebagai suatu profesi baru yang memiliki prospek cukup cerah, sehingga olah raga dapat dijadikan sandaran hidup bagi seseorang untuk mencari nafkah.

Sebelum pelatih asing bergabung dengan suatu klub, terlebih dahulu antara pihak klub sepak bola dengan pelatih asing mengadakan suatu perjanjian kerja, dalam perjanjian kerja tersebut dicantumkan hak dan kewajiban masing-masing pihak. “Pihak pertama adalah pihak klub sepak bola yang merupakan anggota PSSI dan pihak kedua adalah pelatih sepak bola asing yang menjadikan sepak bola sebagai mata pencaharian pokok”.2 Dalam perjanjian kerja juga dicantumkan nilai kontrak pelatih asing beserta tata cara pembayarannya dan masalah status keimigrasian pelatih asing yang bersangkutan, dan lain-lain.

Meskipun telah dibuat suatu perjanjian kerja antara klub sepak bola dengan pelatih asing, pada kenyataannya masih banyak penyimpanan yang terjadi dalam dunia persepakbolaan seperti pembayaran gaji/upah yang tidak sesuai dengan kontrak ataupun masalah status keimigrasian pelatih asing. Terkadang, jaminan kepastian hukum pelatih sepak bola asing masih kurang menguntungkan bagi pihak pelatih sepak bola asing, misalnya salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya, tidak adanya pengurusan masalah status keimigrasian selama dalam kontrak kerja yang menyebabkan pelatih asing tersebut harus meninggalkan Indonesia dengan sanksi deportasi apabila tidak dilaksanakan dan/atau nilai kontrak yang diterima oleh pelatih sepakbola asing

2Agus Vmidah. 2010. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Dinamika dan Kajian Teori. Ghalia Indonesia, Bogor, hal. 35.

(17)

xvii

tidak sesuai dengan nilai yang telah diperjanjikan sebelumnya dan lain-lain. “Seharusnya, penyelesaian permasalahan tersebut harus berdasarkan perjanjian kerja yang telah dibuat guna kepentingan kedua belah pihak”. 3

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pada uraian dalam latar belakang masalah di atas maka dapat ditarik beberapa rumusan masalah, sebagai berikut :

1. Bagaimanakah bentuk perjanjian yang dapat memberikan perlindungan terhadap Pelatih Asing ?

2. Bagaimanakah akibat hukum apabila terjadi wanprestasi dalam penyelesaian kerja antara klub sepak bola dengan pelatih asing ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

1. Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi khususnya dalam bidang penelitian

2. Untuk melatih diri dalam penulisan karya ilmiah.

3. Untuk memperoleh gelar sarjana dalam bidang ilmu hukum. 4. Untuk pembulat studi mahasiswa dalam bidang ilmu hukum.

5. Untuk mengembangkan diri pribadi mahasiswa dalam kehidupan bermasyarakat.

3Ahmadi Miru, 2008. Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak. PT. Rajagrafindo Persada. Jakarta hal. 284-323.

(18)

xviii

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui bentuk perjanjian yang dapat memberikan perlindungan terhadap Pelatih Asing;

2. Untuk mengetahui akibat hukum apabila terjadi wanprestasi dalam penyelesaian kerja antara klub sepak bola dengan pelatih asing;

1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan hukum pidana pada khususnya.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan literatur dalam dunia kepustakaan tentang penegakan hukum terhadap perjanjian kerja pada umumnya .

c. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap penelitian– penelitian sejenis untuk tahap berikutnya.

1.4.2. Kegunaan praktis

a. Bagi penulis berguna untuk mengembangkan wawasan, penalaran dan membentuk pola pikir sekaligus untuk mengetahui kemampuan peneliti dalam menerapkan ilmu yang diperoleh di bangku kuliah.

b. Bagi masyarakat hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan informasi bagi masyarakat dalam hal mengadakan perjanjian kerja dengan suatu perusahaan.

(19)

xix

c. Bagi pemerintah dari hasil penelitian ini diharapkan untuk dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam hal penegakan hukum terutama dalam hal perjanjian kerja.

1.5. Tinjauan Pustaka

1.5.1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian

Perjanjian berasal dari kata dasar janji. Janji merupakan pernyataan yang dibuat oleh seseorang kepada orang lain yang menyatakan suatu keadaan tetentu, atau akan melakukan perbuatan tertentu. Orang akan terikat oleh janjinya sendiri yakni janji yang diberikan oleh dirinya sendiri terhadap orang lain atau pihak lain dalam perjanjian. Janji itu bersifat mengikat dan janji itu menimbulkan hutang dan harus dipenuhi.

Pengertian perjanjian diatur dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dimana dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Namun, pengertian perjanjian secara umum adalah suatu peristiwa dimana apabila seseorang berjanji kepada seorang lainnya atau dimana dua pihak atau lebih saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu ataupun tidak untuk melakukan sesuatu. Dengan kata lain, perjanjian merupakan suatu peristiwa konkret yang dapat diamati. Dalam bentuknya, perjanjian merupakan suatu rangkaian perkataan yang mengandung kesepakatan/ persetujuan para pihak yang membuatnya baik secara lisan maupun dalam bentuk tertulis. Dari peristiwa itulah maka timbul suatu hubungan antara para pihak tersebut yang dinamakan perikatan. Sedangkan pengertian dari perikatan

(20)

xx

adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan. Perikatan merupakan suatu pengertian yang tidak konkret tetapi abstrak atau tidak dapat diamati karena perikatan merupakan akibat dari adanya suatu perjanjian yang menyebabkan orang-orang atau para pihak terikat untuk memenuhi apa yang telah disepakati. Perikatan lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Semua kesepakatan yang dibuat sesuai dengan undang-undang, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik yaitu keinginan subyek hukum untuk berbuat sesuatu, kemudian mereka mengadakan negosiasi dengan pihak lain, dan sudah barang tentu keinginan itu merupakan sesuatu hal yang baik. Itikad baik yang sudah mendapat kesepakatan terdapat dalam isi perjanjian untuk ditaati oleh kedua belah pihak sebagai suatu peraturan bersama. Isi perjanjian ini disebut prestasi yang berupa penyerahan suatu barang, melakukan suatu perbuatan, dan tidak melakukan suatu perbuatan. (Retno Prabandari, 2007:22-40)

Perjanjian dikatakan sah apa bila perjanjia tersebut telah memenuhi syarat-syarat tertentu dan sebagai akibatnya, perjanjian tersebut akan mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Oleh karena itu, agar keberadaan suatu perjanjian diakui oleh undang-undang, haruslah sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang. Syarat sah perjanjian

(21)

xxi

diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang akan diuraikan lebih lanjut sebagai berikut :

1) Kesepakatan

Kesepakatan para pihak merupakan unsur mutlak untuk terjadinya suatu kontrak. Kesepakatan ini dapat terjadi dengan berbagai cara, baik dengan tertulis maupun secara tidak tertulis. Dikatakan tidak tertulis, bukan lisan karena perjanjian dapat saja terjadi dengan cara tidak tertulis dan juga tidak lisan, tetapi bahkan hanya dengan simbol-simbol atau dengan cara lainnya yang tidak secara lisan, namun yang paling penting adalah adanya penawaran dan penerimaan atas penawaran tersebut. Cara-cara untuk terjadinya penawaran dan penerimaan dapat dilakukan secara tegas maupun dengan tidak tegas, yang penting dapat dipahami atau dimengerti oleh para pihak bahwa telah terjadi penawaran dan penerimaan. (Ahmadi Miru, 2008:14)

2) Kecakapan

Kecakapan adalah kemampuan menurut hukum untuk melakukan perbuatan hukum (perjanjian). Kecakapan ini ditandai dengan dicapainya umur 21 tahun atau telah menikah (walaupun usianya belum mencapai 21 tahun). (Ahmadi Miru, 2011:68)

3) Suatu Hal Tertentu

Mengenai hal tertentu, sebagai syarat ketiga untuk sahnya perjanjian ini menerangkan tentang harus adanya objek perjanjian yang jelas. Jadi suatu perjanjian tidak bisa dilakukan tanpa objek yang tertentu. (Ahmadi Miru, 2011:68)

(22)

xxii 4) Suatu Sebab Yang halal

Kata halal di sini bukan dengan maksud untuk memperlawankan dengan kata haram dalam hukum Islam, tetapi yang dimaksudkan di sini adalah bahwa isi perjanjian tersebut tidak dapat bertentangan dengan undang-undang kesusilaan dan ketertiban umum. (Ahmadi Miru, 2011:69)

Dua syarat pertama di atas disebut juga dengan syarat subyektif, sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat obyektif (Wita Sumarjono 2010:36). Jika unsur pertama (kesepakatan) dan unsur kedua (kecakapan) tidak terpenuhi maka kontrak tersebut dapat dibatalkan dan apa bila unsur ketiga (suatu hal tertentu) dan unsur keempat (suatu sebab yang halal) maka kontrak tersebut adalah batal demi hukum. Dalam suatu perjanjian dikenal beberapa unsur-unsur, yaitu sebagai berikut :

a) Unsur Esensialia

Unsur esensialia dalam perjanjian mewakili ketentuan-ketentuan berupa prestasi-prestasi yang wajib dilakukan oleh salah satu pihak atau lebih, yang mencerminkan sifat dari perjanjian tersebut, yang membedakannya secara prinsip dari jenis perjanjian lainnya. Unsur ini pada umumnya dipergunakan dalam memberikan rumusan, definisi atau pengertian dari suatu perjanjian. (Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2008:85)

b) Unsur Naturalia

Unsur naturalia merupakan unsur yang telah diatur dalam undang-undang sehingga apabila tidak diatur oleh para pihak dalam kontrak, undang-undang yang mengaturnya. Dengan demikian, unsur naturalia ini merupakan unsur yang selalu dianggap ada dalam kontrak. (Ahmadi Miru, 2008:31)

(23)

xxiii c) Unsur Aksidentalia

Unsur ini merupakan unsur pelengkap dalam suatu perjanjian, yang merupakan ketentuan-ketentuan yang dapat diatur secara menyimpang oleh para pihak, sesuai dengan kehendaknya yang merupakan persyaratan khusus yang ditentukan secara bersama-sama oleh para pihak. (Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2008:85)

1.5.2. Tinjauan Umum Perjanjian Kerja

Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Artinya di sini ada dua pihak yang terlibat, yaitu:

1. Pekerja/buruh; dan 2. Pengusaha/pemberi kerja.

Dalam perjanjian yang dilakukan oleh kedua belah pihak harus memenuhi suatu syarat sahnya perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang disebutkan bahwa ada 4 syarat dalam hal syahnya perjanjian diantaranya.

1. Kesepakatan antara kedua belah pihak 2. Kecakapan untuk melakukan perjanjian 3. Suatu hal tertentu

4. Klausa yang halal atau sebab yang halal

Ketentuan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mensyaratkan adanya kesepakatan dan kecakapan dalam membuat suatu perjanjian disebut sebagai syarat subyektif, karena mengenal subyek para pihak dalam perjanjian. Sedangkan adanya suatu hal tertentu dan suatu sebab yang

(24)

xxiv

halal dalam membuat perjanjian disebut syarat obyektif, karena mengenai perjanjian sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan. Sebagai suatu perjanjian maka para pihak yang melakukan perjanjian haruslah memenuhi apa yang telah diperjanjikan. Namun dalam hal perjanjian kerja antara klub Pelita Bandung Raya dengan pelatih yang sering terjadi kendala-kendala.

Di samping itu, syarat-syarat lainnya yaitu perjanjian kerja tidak boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama.

Kalau tidak memenuhi syarat-syarat tersebut maka kedua syarat pertama di atas (syarat subyektif), maka perjanjian kerja tersebut dapat dimintakan pembatalan(vernietigbaar). Artinya, perjanjian tetap berlangsung selama para pihak atau pihak ketiga yang terkait dengan perjanjian belum memintakan pembatalan dan diputuskan batal. 4

Jika tidak memenuhi kedua syarat terakhir tersebut (syarat obyektif), maka perjanjian tersebut batal demi hukum (nietigheid van rechtswege). Artinya, perjanjian itu dianggap tidak pernah ada. Materai tidak masuk syarat sah perjanjian kerja. Adanya meterai bukan merupakan syarat sahnya atau dasar-dasar perjanjian kerja. Artinya, perjanjian kerja sah secara hukum jika memenuhi empat syarat di atas. Fungsi meterai yaitu:

1. Untuk memperkuat perjanjian kerja bagi para pihak;

2. Agar menjadi alat bukti yang sah di pengadilan jika para pihak bersengketa di depan pengadilan.

Isi Perjanjian Kerja sebagai berikut :

1. Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;

2. Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh; 3. Jabatan atau jenis pekerjaan;

4. Tempat pekerjaan;

5. besarnya upah dan cara pembayarannya;

(25)

xxv

6. syarat-syarat kerja (memuat hak-hak dan kewajiban-kewajiban para pihak);

7. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja; 8. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan 9. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja. 5

Perjanjian kerja mesti dibuat sekurang-kurangnya dua rangkap masing-masing untuk pekerja/buruh dan pengusaha.

Macam-macam perjanjian kerja

Berdasarkan waktunya, perjanjian kerja dibagi menjadi: 1. Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT);

2. Pekerjaan waktu tidak tertentu (PKWTT).

Sedangkan berdasarkan bentuknya, perjanjian kerja dibagi menjadi: 1. Tertulis;

2. Lisan

Perbedaan antara PKWT dengan PKWTT?

PKWT adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerja tertentu. PKWT harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Didasarkan atas jangka waktu paling lama tiga tahun atau selesainya suatu pekerjaan tertentu;

2. Dibuat secara tertulis;

3. Dalam bahasa Indonesia dan huruf latin atau dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing dengan bahasa Indonesia sebagai yang utama; 4. Tidak ada masa percobaan kerja (probation)

5Indrareni Gandadinata, 2007, Wanprestasi dan Penyelesaiannya Dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah Pada PT. Bank Internasional Indonesia Kantor Cabang Purwokerto. Tesis. Universitas Diponegoro, Semarang, hal. 55-57.

(26)

xxvi

Sedangkan PKWTT adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap. Biasanya orang awam menyebut orang yang bekerja berdasarkan PKWT dengan karyawan kontrak, sedangkan orang yang bekerja berdasarkan PKWTT dengan karyawan tetap.

1. Akibat hukum jika PKWT dibuat secara lisan:

Akibat hukumnya adalah perjanjian kerja tersebut menjadi PKWTT. Kalau dalam PKWT mensyaratkan adanya masa probation, apa akibat hukumnya? Perjanjian kerja tersebut batal demi hukum (nietig). Jika ada perbedaan penafsiran dari PKWT yang dibuat dalam Bahasa Indonesia dengan bahasa asing, Yang dipakai dan yang berlaku adalah PKWT berbahasa Indonesia. Bagaimana jika ada PKWT yang hanya berbahasa asing atau tidak menggunakan huruf latin 2. Akibat hukumnya PKWT berubah menjadi PKWTT sejak adanya hubungan

kerja yang dapat dikategorikan sebagai PKWT

a. Pekerjaan yang selesai sekali atau sementara sifatnya;

b. Penyelesaian pekerjaan paling lama tiga tahun;

c. Pekerjaan musiman;

d. Pekerjaan yang terkait dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

Lama PKWT diadakan dalam Perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tertentu dapat diadakan paling lama dua tahun. Perpanjangannya BPKWT dapat diadakan hanya satu kali dan paling lama satu tahun. Untuk itu, paling lama tujuh hari sebelum perjanjian berakhir, pengusaha telah memberitahukan maksud perpanjangan tersebut secara tertulis kepada pekerja/buruh. Dapat.

(27)

xxvii

Pembaharuan boleh dilakukan hanya satu kali dan paling lama dua tahun. Pembaharuan ini dapat diadakan setelah lebih dari 30 hari sejak berakhirnya PKWT . Misalnya, bagi PKWT berdasarkan selesainya pekerjaan tertentu, apabila pekerjaan belum dapat diselesaikan maka dapat diadakan pembaharuan.

PKWT untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya, maka PKWT berubah menjadi PKWTT apabila pembaharuan PKWT tidak melalui masa tenggang waktu 30 hari setelah berakhirnya perpanjangan PKWT dan tidak diperjanjikan lain. Sedangkan PKWT untuk pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru tidak dapat diadakan pembaharuan.

1. Waktu paling lama untuk PKWT Waktu terlama PKWT:

= waktu pengadaan terlama + waktu perpanjangan terlama + waktu pembaharuan

= 2 tahun + 1 tahun + 2 tahun = 5 tahun

Akibat hukumnya jika tidak memenuhi ketentuan mengenai waktu tersebut, katakanlah waktu pembaruan PKWT tiga tahun?

Akibat hukumnya adalah perjanjian tersebut menjadi PKWTT, lama masa probation selama 3 bulan pengusaha membayar upah pekerja/buruh di bawah upah minimum yang berlaku pada masa probation ini tidak boleh secara hukum.

a) Bilamanakah perjanjian kerja berakhir

1) Pekerja meninggal dunia;

(28)

xxviii

3) Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau

4) Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan kerja, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

b) Dasar Hukum Pengguna Tenaga Kerja Asing di Indonesia

Undang-Undang No. 13 / 2003 Tentang Ketenagakerjaan Bab IX Hubungan Kerja

Pasal 50

Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh

Pasal 51

(1) Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan.

(2) Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 52

(1) Perjanjian kerja dibuat atas dasar : a. kesepakatan kedua belah pihak;

b) kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum; c) adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan

d) pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b dapat dibatalkan.

(3) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dan d batal demi hukum.

(29)

xxix Pasal 53

Segala hal dan/atau biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan pembuatan perjanjian kerja dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab pengusaha.

Pasal 54

(1) Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang-kurangnya memuat :

a) nama, alamat perusahaan dan jenis usaha;

b) nama, jenis kelamin, umum dan alamat pekerja/buruh; c) jabatan atau jenis pekerjaan

d) tempat pekerjaan

e) besarnya upah dan cara pembayarannya;

f) syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh

g) mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja; h) tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan i) tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

(2) Ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e dan f, tidak boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat sekurang-kurangnya rangkap 2 (dua), yang mempunyai kekuatan hukum yang sama, serta pekerja/buruh dan pengusaha masing-masing mendapat 1 (satu) perjanjian kerja. Pasal 55

Perjanjian kerja tidak dapat ditarik kembali dan/atau diubah, kecuali atas persetujuan para pihak.

Pasal 56

(1) Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.

(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas;

a) jangka waktu; atau

b) selesainya suatu pekerjaan tertentu. Pasal 57

(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin.

(30)

xxx

(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang dibuat tidak tertulis bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dinyatakan sebagai perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu.

(3) Dalam hal perjanjian kerja dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing, apabila kemudahan terdapat perbedaan penafsiran antara keduanya, maka yang berlaku perjanjian kerja yang dibuat dalam bahasa Indonesia.

Pasal 58

(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja.

(2) Dalam hal diisyaratkan masa percobaan kerja dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), masa percobaan kerja yang diisyaratkan batal demi hukum.

Pasal 59

(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:

a) pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya; b) pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu

yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun; c) pekerjaan yang bersifat musiman; atau

d) pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.

(3) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau diperbaharui.

(4) Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.

(5) Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu tersebut, paling lama 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan.

(6) Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaharuan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun.

(7) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat

(31)

xxxi

(4), ayat (5) dan ayat (6) maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.

(8) Hal-hal lain yang belum diatur dalam Pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

Pasal 60

(1) Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3 (tiga) bulan.

(2) Dalam masa percobaan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengusaha dilarang membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku.

Pasal 61

(1) Perjanjian kerja berakhir apabila : a) pekerja meninggal dunia;

b) berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;

c) adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau

d) adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

(2) Perjanjian kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan, atau hibah.

(3) Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan maka hak-hak pekerja/buruh menjadi tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak pekerja/buruh

(4) Dalam hal pengusaha, orang perseorangan, meninggal dunia, ahli waris pengusaha dapat mengakhiri perjanjian kerja setelah merundingkan dengan pekerja/buruh

(5) Dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja/buruh berhak mendapatkan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau hak-hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Pasal 62

Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.

(32)

xxxii Pasal 63

(1) Dalam hal perjanjian kerja waktu tidak tertentu dibuat secara lisan, maka pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang bersangkutan.

(2) Surat pengangkatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sekurang-kurangnya memuat keterangan :

a) nama dan alamat pekerja/buruh; b) tanggal mulai bekerja;

c) jenis pekerjaan; dan d) besarnya upah. Pasal 64

Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.

Pasal 65

(1) Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis.

(2) Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a) dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;

b) dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan;

c) merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan

d) tidak menghambat proses produksi secara langsung.

(3) Perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus berbentuk badan hukum.

(4) Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh pada perusahaan lain sebagaimana dalam ayat (2) sekurang-kurangnya sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(5) Perubahan dan/atau penambahan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

(6) Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis antara perusahaan lain dan pekerja/buruh yang dipekerjakannya.

(33)

xxxiii

(7) Hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dapat didasarkan atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59.

(8) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan penerima pemborongan beralih menjadi hubungan kerja pekerj/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan.

(9) Dalam hal hubungan kerja beralih ke perusahaan pemberi pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8), maka hubungan kerja pekerja/buruh dengan pemberi pekerjaan sesuai dengan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (7).

Pasal 66

(1) Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.

(2) Penyedia jasa pekerja/buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a) adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.

b) Perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak.

c) Perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; dan

d) Perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan lain yang bertindak sebagai perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis dan wajib memuat pasal-pasal sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

(3) Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk usaha yang berbadan hukum dan memiliki izin dari instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan.

(4) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf d serta ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja antara

(34)

xxxiv

pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan pemberi pekerjaan.

1.5.3. Hubungan Kerja

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (1) tentang Ketenagakerjaan, hubungan kerja merupakan hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.

Iman Soepomo (Agusmidah, 2010:43) menyatakan bahwa hubungan kerja terjadi setelah adanya perjanjian kerja antara buruh dan majikan, yaitu suatu perjanjian di mana pihak kesatu (buruh), mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah pada pihak lainnya (majikan) yang mengikatkan diri untuk mempekerjakan buruh itu dengan membayar upah pada pihak lainnya. Dalam pengertian hubungan kerja, terkandung arti bahwa pihak buruh dalam melakukan pekerjaan berada di bawah pimpinan pihak lain yang disebut majikan/pimpinan/pengusaha. Pembahasan tentang hubungan kerja pada dasarnya meliputi hal-hal yang berkenaan dengan :

a) Pembuatan perjanjian kerja sebagai dasar hubungan kerja;

b) Hak dan kewajiban para pihak (pekerja/buruh dan majikan/pengusaha);

c) Berakhirnya hubungan kerja; dan

d) Penyelesaian perselisihan/sengketa antara pihak-pihak yang bersangkutan. (Agusmidah, 2010:44)

(35)

xxxv

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pada Pasal 50 telah ditegaskan bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. Pasal tersebut menetapkan pentingnya perjanjian kerja sebagai dasar mengikatnya suatu hubungan hukum, yaitu hubungan kerja. Dengan kata lain, untuk mengatakan ada tidaknya suatu hubungan kerja, maka landasannya adalah ada tidaknya perjanjian kerja.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan pengertian perjanjian kerja sebagai perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Sebelum lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, ketentuan mengenai perjanjian kerja tunduk pada Pasal 1601 ayat (a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang memberikan pengertian perjanjian kerja sebagai perjanjian dengan mana pihak yang satu (buruh) mengikatkan diri untuk di bawah pimpinan pihak yang lain (majikan) untuk waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan menerima upah. Namun, Iman Soepomo (Agusmidah, 2010:45) mengkritisi perumusan ini, karena dianggapnya tidak lengkap. Hal ini disebabkan dalam pengertian di atas yang mengikatkan diri hanyalah pihak buruh saja, tidak pihak lainnya, yaitu majikan. Padahal pada tiap perjanjian, yang mengikatkan diri adalah kedua belah pihak yang bersangkutan dan bersifat timbal balik. Perjanjian kerja antara buruh dan pengusaha menimbulkan hubungan hukum atara kedua belah pihak yang disebut dengan hubungan kerja

(36)

xxxvi

dan mengandung tiga ciri khas, antara lain adanya pekerjaan, adanya perintah dan adanya upah.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perjanjian kerja dapat berbentuk tertulis dan berbentuk lisan. Pembuatan perjanjian kerja secara tertulis harus sesuai dengan aturan perundang-undangan, khususnya yang menyangkut tentang hukum perjanjian kerja. Perjanjian kerja dibuat dengan memperhatikan syarat sahnya perjanjian yang telah diatur secara khusus dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada Pasal 52 ayat (1) yaitu :

1) Kesepakatan kedua belah pihak;

2) Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum; 3) Adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan

4) Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Syarat ini sebelumnya juga diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pada Pasal 1320. Dari keempat syarat tersebut, syarat pertama dan kedua disebut sebagai syarat subjektif yang apabila tidak dipenuhi, maka perjanjian yang telah dibuat dapat dimintakan pembatalannya kepada pihak yang berwenang. Sedangkan syarat yang ketiga dan keempat, apabila tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut batal demi hukum atau dengan kata lain, tidak sah sama sekali. Akibat hukum dari suatu perjanjian yang sah adalah perjanjian tersebut mengikat para pihak layaknya undang-undang, jika salah satu pihak

(37)

xxxvii

tidak melaksanakan perjanjian tersebut sehingga berakibat merugikan pihak lain, maka disebut wanprestasi. (Wita Sumarjono, 2010:36)

Dalam hukum perjanjian, tidak ada peraturan yang mengikat suatu perjanjian harus dalam bentuk dan isi tertentu, prinsip ini dijamin oleh asas kebebasan berkontrak, yakni suatu asas yang menyatakan bahwa setiap orang pada dasarnya boleh membuat kontrak yang berisi berbagai macam perjanjian asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Asas kebebasan berkontrak tersebut dituangkan dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dengan memperhatikan Pasal 1320 dan Pasal 1335 dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

1.5.4. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Hukum

Pengertian hukum menurut Van Apeldoorn dalam bukunya yang berjudul Inleiding tot de Studie van het Nederlandse Recht (Pengantar Ilmu Hukum Belanda) menyatakan bahwa hukum itu banyak seginya dan demikian luasnya, sehingga tidak mungkin menyatakan dalam satu rumusan yang memuaskan. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Lemaire dalam bukunya Het Recht in Indonesia (Keadilan di Indonesia) yang menyatakan bahwa hukum banyak seginya dan meliputi segala macam hal itu menyebabkan tidak mungkin orang membuat suatu definisi apa hukum sebenarnya. Menurut pendapat I Kisch dalam karangannya Rechtswetenschap (Ilmu Hukum), “karena hukum itu tidak dapat ditangkap oleh pancaindera, maka sulit untuk membuat definisi hukum yang memuaskan umum”. Utrecht dalam bukunya, Pengantar Hukum Indonesia mengemukakan bahwa hukum adalah himpunan petunjuk-petunjuk hidup

(38)

xxxviii

(perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat, dan oleh karena itu seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan. Wirjono Prodjodikoro dalam tulisan yang berjudul Rasa Keadilan Sebagai Dasar Segala Hukum menyatakan bahwa, hukum adalah rangkaian peraturan-peraturan mengenai tingkah laku orang-orang sebagai anggota suatu masyarakat. (Riduan Syahrani, 2009:78)

Menurut Riduan Syahrani (2009:80), berdasarkan pengertian tersebut, hukum memiliki tujuan. Manfaat hukum merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh masyarakat, pemerintah atau negara yang membuat hukum. Tujuan hukum tersebut terbagi atas beberapa teori sebagai berikut :

1. Menurut Teori Etika (Etische Theorie)

Hukum hanya semata-mata bertujuan mewujudkan keadilan. Teori ini pertama kali dikemukakan oleh filusuf Yunani, Aristoteles dalam karyanya “Ethica Nicomache” dan “Rhetorika” yang menyatakan bahwa hukum mempunyai tugas suci, yaitu memberi kepada setiap orang yang berhak menerimanya. Untuk itu, tentu saja peraturan hukum dibuat untuk setiap orang atau untuk menyelesaikan suatu kasus tertentu.

2. Menurut Teori Kegunaan (Utilities Theorie)

Hukum bertujuan mewujudkan semata-mata apa yang berfaedah saja. Hukum bertujuan menjamin adanya kebahagiaan sebanyak-banyaknya pada orang yang sebanyak-banyaknya. Teori ini diajarkan oleh Jeremy Bentham (1748-1832), seorang ahli hukum dari Inggris dalam bukunya “Introduction to the morals and legislation” (Pengenalan Moral dan Hukum).

(39)

xxxix 3. Menurut Teori Campuran

Teori ini merupakan penggabungan dari kedua teori diatas dikemukakan oleh para sarjana berikut ini, Bellefroid, yang dapat dikelompokkan pada teori campuran ini, dalam bukunya Inleiding tot de Rechtswetenschap in Nederland

(Pengantar Ilmu Hukum Belanda) menyatakan bahwa isi hukum harus ditentukan menurut dua asas, yaitu keadilan dan faedah. Kemudian, Van Apeldoorn dalam bukunya Inleiding tot de Studie van het Nederlandse Recht (Pengantar Ilmu Hukum Belanda) mengatakan bahwa tujuan hukum adalah untuk mengatur pergaulan hidup secara damai. Hukum menghendaki kedamaian diantara manusia dipertahankan oleh hukum dengan melindungi kepentingan-kepentingan manusia yang tertentu, yaitu kehormatan, kemerdekaan, jiwa, harta benda, dan sebagainya terhadap apa yang merugikannya.

Hukum mengatur hubungan hukum yang terdiri dari ikatan-ikatan antara individu-individu dan masyarakat dimana diantara ikatan-ikatan itu tercermin dalam hak dan kewajiban. Dalam mengatur hubungan-hubungan hukum itu caranya beraneka ragam, misalnya pada hukum pidana yang sebagian besar peraturan-peraturannya terdiri dari kewajiban-kewajiban. Hukum sering juga merumuskan peristiwa-peristiwa tertentu yang merupakan syarat timbulnya hubungan-hubungan hukum. Dalam literatur hukum Belanda, hukum disebut “objective recht”, obyektif karena sifatnya umum, mengikat setiap orang. Kata “recht” dalam bahasa hukum Belanda dibagi menjadi dua, yaitu “objective recht” yang berarti hukum, dan “subjective recht” yang berarti hak dan kewajiban. Hubungan hukum memiliki bermacam-macam bentuk, seperti hubungan dalam perkawinan, tempat kediaman (domisili), pekerjaan, perjanjian dan lain-lain.

(40)

xl

Semua hubungan yang beraneka ragam itu dinamakan hubungan kemasyarakatan yang diatur oleh apa yang disebut hukum. Dari beberapa perumusan tentang hukum dapat diambil kesimpulan bahwa hukum itu meliputi beberapa unsur, yaitu:

a) Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat;

b) Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi (pihak-pihak yang berwenang);

c) Peraturan itu bersifat memaksa; dan

d) Sanksi terhadap pelanggaran tersebut adalah tegas.

Untuk dapat mengenal hukum, kita harus dapat mengenal ciri-ciri hukum, yaitu adanya perintah dan/atau larangan, perintah dan/atau larangan itu harus ditaati setiap orang. Setiap orang wajib bertindak sedemikian rupa dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga tata tertib dalam masyarakat itu tetap terpelihara dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, hukum meliputi berbagai peraturan yang menentukan dan menyatukan hubungan orang yang satu dengan yang lain, yakni peraturan-peraturan hidup kemasyarakatan yang dinamakan kaidah hukum.

Berdasarkan uraian di atas mengenai apa yang dimaksud dengan hukum, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian perlindungan hukum adalah suatu aturan yang sengaja diciptakan atau dibuat guna melindungi kepentingan masyarakat yang bertujuan untuk menyelesaikan sengketa yang mungkin terjadi dengan disertai sanksi-sanksi tegas bagi yang melanggarnya.

(41)

(http://zona-xli

prasko.blogspot.com/2011/02/pengertian-perlindungan-hukum.html,diakses pada tanggal 9 Oktober 2011).

1.5.5. Tinjauan Umum Tentang Penggunaan TKA di Indonesia 1.5.5.1 Pengertian Tenaga Kerja Asing

Menurut Pasal 1 ayat (13) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan Tenaga Kerja Asing (selanjutnya disebut dengan TKA) adalah warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia, dalam hal ini berarti setiap warga negara asing tanpa terkecuali baik pria maupun wanita yang memperoleh izin untuk tinggal dan bekerja di wilayah Indonesia.

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER.02/MEN/III/2008 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing, menyebutkan bahwa Tenaga Kerja Asing adalah warga Negara Asing pemegang visa kerja warga Negara Indonesia yang ditunjuk dan dipersiapkan sebagai pendamping Tenaga Kerja Asing. Pemberi kerja Tenaga Kerja Asing merupakan badan hukum atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan Tenaga Kerja Asing dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Menurut Pasal 2 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER.02/MEN/III/2008 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing, pemberi kerja Tenaga Kerja Asing meliputi :

a) Kantor perwakilan dagang asing, kantor perwakilan perusahaan asing atau kantor perwakilan berita asing yang melakukan kegiatan di Indonesia;

b) Perusahaan swasta asing yang berusaha di Indonesia;

c) Badan usaha pelaksana proyek pemerintah termasuk proyek bantuan luar negeri;

(42)

xlii

d) Badan usaha yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia;

e) Lembaga-lembaga sosial, pendidikan, kebudayaan atau keagamaan; dan

f) Usaha jasa impresariat.

Menurut Pasal 1 ayat (8) dari Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER.02/MEN/III/2008 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing, usaha jasa impresariat adalah kegiatan pengurusan penyelenggaraan hiburan di Indonesia, baik yang mendatangkan maupun mengembalikan Tenaga Kerja Asing di bidang seni dan olahraga. Sehingga dalam hal pelatih sepakbola asing, keberadaan mereka di wilayah Indonesia merupakan bagian dari usaha jasa impresariat. Keberadaan pelatih sepakbola asing di wilayah Indonesia menjadi tanggung jawab dari pihak perusahaan impresariat yang mendatangkan pelatih sepakbola asing tersebut. Perusahaan impresariat itu sendiri merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha untuk mendatangkan dan memulangkan pelaku seni hiburan, serta olahragawan yang berkewarganegaraan asing.

1.5.5.2. Latar Belakang Penggunaan Tenaga Kerja Asing di Indonesia

Penggunaan Tenaga Kerja Asing di Indonesia telah ada sejak dimulainya industrialisasi. Menurut Agusmidah (2010:111), dilihat dari perkembangannya, latar belakang digunakannya Tenaga Kerja Asing di Indonesia telah mengalami perubahan sesuai zamannya. Ketika Belanda membuka perkebunan besar dibeberapa daerah di Indonesia, seperti Sumatera Timur, alasan kelangkaan sumber daya manusia sebagai pekerja/buruh yang mendorong pemerintah Belanda ketika itu mendatangkan Tenaga Kerja Asing dari negara lain. Kini, dengan semakin berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK),

(43)

xliii

maka alasan kebutuhan akan tenaga kerja yang memiliki keahlian dalam bidang tertentu menjadi alasan utama digunakannya Tenaga Kerja Asing.

Pada prinsipnya, filosofi penggunaan Tenaga Kerja Asing di Indonesia adalah mereka yang dibutuhkan dalam dua hal sebagai berikut :

a) Tenaga kerja asing yang membawa modal (sebagai investor); dan b) Tenaga kerja asing yang membawa skill (keahlian) dalam rangka

transfer teknologi ataupun keterampilan. (Rendy Andaria Bangun, 2007:35)

Tujuan pengaturan mengenai Tenaga Kerja Asing ditinjau dari aspek hukum ketenagakerjaan pada dasarnya adalah untuk menjamin dan memberi kesempatan kerja yang layak bagi warga negara Indonesia di berbagai lapangan dan tingkatan. Karenanya, dalam mempekerjakan Tenaga Kerja Asing di Indonesia dilakukan melalui mekanisme dan prosedur yang ketat dimulai dengan seleksi dan prosedur perizinan hingga pengawasan. (Agusmidah, 2010:111)

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, pemberi kerja Tenaga Kerja Asing memiliki kewajiban-kewajiban dalam penggunaan Tenaga Kerja Asing di Indonesia, yaitu sebagai berikut :

1) Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan Tenaga Kerja Asing wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk (Pasal 42);

2) Pemberi kerja yang menggunakan Tenaga Kerja Asing harus memiliki Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk (Pasal 43);

3) Pemberi kerja Tenaga Kerja Asing wajib menaati ketentuan mengenai jabatan dan standar kompetensi yang berlaku yang diatur dalam Keputusan Menteri. Standar kompetensi yang dimaksud adalah kualifikasi yang harus dimiliki oleh Tenaga Kerja

(44)

xliv

Asing antara lain pengetahuan, keahlian, keterampilan di bidang tertentu, dan pemahaman budaya Indonesia (Pasal 44);

4) Pemberi kerja Tenaga Kerja Asing Wajib membayar kompensasi atas Tenaga Kerja Asing yang dipekerjakannya (Pasal 47); dan 5) Pemberi kerja wajib memulangkan Tenaga Kerja Asing ke negara

asalnya setelah hubungan kerjanya berakhir (Pasal 48).

Adapun syarat-syarat dalam penggunaan Tenaga Kerja Asing menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan di Indonesia meliputi :

1. Tenaga Kerja Asing yang dipekerjakan oleh pemberi kerja wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Memiliki pendidikan dan/atau pengalaman kerja sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun yang sesuai dengan jabatan yang akan diduduki;

b. Bersedia memuat pernyataan untuk mengalihkan keahliannya kepada tenaga kerja Indonesia khususnya tenaga kerja Indonesia Pendamping; dan

c. Dapat berkomunikasi dalam bahasa Indonesia.

2. Dalam hal jabatan yang akan diduduki Tenaga Kerja Asing telah mempunyai standar kompetensi kerja, maka Tenaga Kerja Asing yang akan dipekerjakan harus memenuhi standar tersebut; dan

3. Tenaga kerja pendamping sebagaimana dimaksud diatas, harus memiliki latar belakang bidang pendidikan yang sesuai dengan jabatan yang akan diduduki oleh Tenaga Kerja Asing.

Menurut Rendy Andaria Bangun (2007:34), sampai saat ini dan mungkin juga untuk beberapa waktu yang akan datang, penggunaan Tenaga Kerja Asing di Indonesia sulit untuk dihindari atau dicegah, disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :

(45)

xlv

a) Adanya Tenaga Kerja Asing dimungkinkan karena ada kaitannya dengan penanaman modal dan masuknya barang-barang modal dari luar yang masih dibutuhkan sebagai pelengkap dalam rangka pembangunan nasional serta penguasaan dan alih teknologi yang merupakan proses berlanjut dan berkesinambungan;

b) Proses “peng-Indonesiasi-an” tenaga kerja masih memerlukan persiapan dan waktu dalam upaya tersedianya cukup jumlah tenaga kerja yang ahli dan terampil untuk menggantikan Tenaga Kerja Asing. Maksud dari peng-Indonesiasi-an yaitu usaha pemerintah untuk menyediakan dan mendidik tenaga kerja Indonesia untuk menggantikan Tenaga Kerja Asing;

c) Kurang cukup tersedianya tenaga kerja Indonesia yang memenuhi syarat untuk melakukan pekerjaan yang tersedia;

d) Pemakaian mesin-mesin yang bersifat canggih dan beresiko tinggi, sehingga bila tidak ditangani oleh mereka yang ahli, dapat mengakibatkan kerugian yang besar, berupa kehilangan baik yang bersifat materi maupun non materi; dan

e) Semakin luas dan berkembangnya berbagai usaha yang membutuhkan Tenaga Kerja Asing.

Dari uraian di atas tampak jelas bahwa pada dasarnya, sejak berdirinya Republik ini, pemerintah telah menyadari akan adanya persaingan global yang tak terhindarkan di pasar tenaga kerja sehingga merasa perlu menyusun dan menerbitkan ketentuan yang bertujuan mengatur dan mengawasi penggunaan Tenaga Kerja Asing.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait