• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMBELIAN PETANI DALAM MEMILIH BENIH BAWANG MERAH LOKAL DAN IMPOR DI KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT VALENTINA THERESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMBELIAN PETANI DALAM MEMILIH BENIH BAWANG MERAH LOKAL DAN IMPOR DI KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT VALENTINA THERESIA"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMBELIAN PETANI

DALAM MEMILIH BENIH BAWANG MERAH LOKAL DAN

IMPOR DI KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT

VALENTINA THERESIA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Pengambilan Keputusan Pembelian Petani dalam Memilih Benih Bawang Merah Lokal dan Impor di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2016 Valentina Theresia NIM H351130491

(4)

RINGKASAN

VALENTINA THERESIA. Analisis Pengambilan Keputusan Pembelian Petani dalam Memilih Benih Bawang Merah Lokal dan Impor di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Dibimbing oleh ANNA FARIYANTI dan NETTI TINAPRILLA.

Bawang merah merupakan komoditas unggulan bernilai ekonomi tinggi karena memberikan kontribusi besar terhadap pendapatan petani dan pengembangan ekonomi wilayah. Bawang merah juga merupakan salah satu komoditas hortikultura yang permintaannya cukup tinggi di Indonesia. Kebutuhan konsumsi bawang merah nasional sebenarnya dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri, namun kenyataannya sampai saat ini Indonesia masih menjadi net importer bawang merah. Hal ini terlihat dari besarnya ketergantungan Indonesia terhadap bawang merah impor. Tingginya volume impor bawang merah antara lain disebabkan pola produksi bawang merah bersifat musiman dan rendahnya produktivitas bawang merah produksi dalam negeri. Hal ini terkait dengan terbatasnya ketersediaan benih bawang merah bermutu pada saat dibutuhkan petani

Dengan hadirnya bawang merah impor baik dalam bentuk konsumsi maupun benih mengakibatkan petani dihadapkan kepada suatu pilihan yaitu menggunakan benih varietas lokal ataupun impor. Sementara itu pemilihan varietas benih tidak terlepas dari persepsi petani terhadap varietas tersebut dan petani mempunyai pertimbangan-pertimbangan tersendiri sebelum memutuskan untuk menggunakan suatu jenis benih.

Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menganalisis persepsi petani terhadap benih bawang merah lokal dan impor; (2) menganalisis proses pengambilan keputusan pembelian petani dalam memilih benih bawang merah lokal dan impor; dan (3) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian petani dalam memilih benih bawang merah lokal ataupun impor. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Gebang dan Pabedilan, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat pada bulan November 2014 hingga Oktober 2015. Data primer diperoleh melalui observasi dan wawancara secara langsung berdasarkan kuesioner kepada responden. Responden berjumlah 60 orang petani bawang merah yang meliputi petani pengguna benih lokal dan impor. Sebagian data input usaha tani bawang merah dengan menggunakan benih lokal didapat dari hasil penelitian Pusat Kajian Hortikultura Tropika IPB tahun 2014. Analisis persepsi dilakukan dengan menggunakan teknik scoring dan dianalisis dengan metode rata-rata skor dan perceptual mapping dengan grafik jaring laba-laba, sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian petani dalam memilih benih bawang merah lokal ataupun impor digunakan pendekatan model regresi logistik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi petani pengguna benih bawang merah lokal dan impor terhadap benih bawang merah lokal tergolong baik, namun tingkat persepsi petani pengguna benih lokal terhadap benih bawang merah lokal lebih tinggi dibandingkan dengan petani benih impor. Sedangkan persepsi petani pengguna benih bawang merah lokal dan impor terhadap penggunaan benih impor tergolong kurang baik. Tingkat persepsi petani pengguna benih impor terhadap benih bawang merah impor lebih tinggi dibandingkan

(5)

dengan petani benih lokal. Secara keseluruhan persepsi petani terhadap benih lokal lebih baik dibandingkan dengan benih impor. Hal ini menunjukkan bahwa benih bawang merah lokal memiliki lebih banyak keunggulan dibandingkan dengan benih impor.

Petani dalam pengambilan keputusan pembelian benih bawang merah lokal dan impor melalui tahap pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan evaluasi pasca pembelian. Perbedaan pengambilan keputusan antara petani pengguna benih lokal dan impor adalah pada manfaat yang dicari petani. Bagi petani pengguna benih lokal adalah untuk meningkatkan kualitas produksi, sedangkan bagi petani pengguna benih impor adalah untuk meningkatkan jumlah produksi.

Berdasarkan analisis regresi logistik menunjukkan pada tingkat kepercayaan 95 persen (α=0.05%) terdapat satu variabel yang memberikan pengaruh signifikan terhadap pengambilan keputusan pembelian petani dalam memilih benih bawang merah lokal. Variabel tersebut adalah pengaruh pihak lain. Sedangkan pada tingkat kepercayaan 90 persen (α=0.1%) terdapat dua variabel yang memberikan pengaruh signifikan terhadap pengambilan keputusan pembelian petani dalam memilih benih bawang merah lokal, yaitu variabel pengalaman usahatani dan harga beli benih. Sementara itu, ketujuh variabel lainnya yaitu pendidikan, umur, luas lahan, status kepemilikan lahan, persepsi, ketahanan benih terhadap hama dan penyakit tanaman, serta akses benih memberikan pengaruh tidak signifikan terhadap pengambilan keputusan pembelian petani dalam memilih benih bawang merah lokal.

Kata kunci: bawang merah, benih lokal dan impor, pengambilan keputusan pembelian, persepsi.

(6)

SUMMARY

VALENTINA THERESIA. Analysis on Farmer Purchasing Decisions when Choosing Local and Foreign Shallot Seed at Cirebon District, West Java. Supervised by ANNA FARIYANTI and NETTI TINAPRILLA.

Shallot is well known as valuable commodity and has significant contribution to farmer income dan the growth of rural. Demand for the commodity has never been low in general. Local demand for shallot is actually can be fitted by local production yet the county is still becoming a net importer. The import number is high which caused by the seasonal character and low productivity it self. However, these problems are related to the shortage of prime seed inside the country at the planting period. A deficiency of shallot seed production causes Indonesia could not meet its own local demand yet and thus imports foreign variety from other countries.

Foreign shallot, for both processed and seed purpose, is giving an option for farmer to choose whether local or import variety for planting material. The option when choosing variety is correlated with perception of farmer whose has some considerations before deciding.

This research aims are: (1) to analyze farmer perception on utilization between local and foreign shallot seed; (2) to analyze on farmer purchasing decisions when choosing local and foreign shallot seed; (3) to analyze factors that influence farmer decision to purchase local and foreign shallot seed. The study is conducted at Gebang and Pabedilan Sub District in Cirebon District at November 2014 to October 2015. The primary data is taken through field observation and interview using questionaire. Respondents are 60 persons divided into two groups, farmer who utilized local seed and that apply the foreign one. Some of farming data using local seed is taken from previous study by Pusat Kajian Hortikultura Tropika IPB in 2014. Perception analysis is conducted by scoring method which been analyzed by score average method and utilize perceptual mapping to create network diagram. In addition, analysis for factors that influence farmer decision to utilize local and foreign shallot seed is done by logisic regression model.

The results showed that farmer both utilizes local and foreign seed have good perception to the local seed. Local seed farmer has higher perception on local seed compared to foreign seed farmer, while both local and foreign seed farmer has less perception to the foreign seed. Foreign seed farmer has higher perception to foreign seed rather than local seed farmer. Overall, farmers perception on local seed is better than the foreign one which means that local has more advantages than the foreign.

There are steps when farmer choosing local or foreign shallot seed. The steps are identification of seed amount needed, information, alternative evaluation, pricing decision, and post-pricing evaluation. The difference of decision making between local and foreign seed farmer is the benefit they may get. The local farmer preferes to quality attributes while the impor farmer tends to productivity.

Based on logistic regression analysis under 95% trust (α=0.05%), there is one variable give significant affects on the purchase decision of farmer in choosing the local shallot seed. The variable is the influence of the other part.

(7)

While Under 90% trust (α=0.1%), there are two variables that give significant affects on the purchase decision of farmer in choosing local shallot seed. The variables are experience farming and seed price. Meanwhile, seven other variables such as education, age, land use, land ownership status, perception, endurance seeds against pests and plant diseases have no significant affects on the purchase decision of farmer in choosing local shallot seed.

Keywords: local and foreign seed, farmer purchasing decisions, perception, , shallot

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agribisnis

ANALISIS PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMBELIAN PETANI

DALAM MEMILIH BENIH BAWANG MERAH LOKAL DAN

IMPOR DI KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(10)
(11)

Judul Tesis : Analisis Pengambilan Keputusan Pembelian Petani dalam Memilih Benih Bawang Merah Lokal dan Impor di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat

Nama : Valentina Theresia NIM : H351130491

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Anna Fariyanti, MSi Ketua

Dr Ir Netti Tinaprilla, MM Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Agribisnis

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian ini adalah Analisis Pengambilan Keputusan Pembelian Petani dalam Memilih Benih Bawang Merah Lokal dan Impor di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terim kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu, khususnya kepada:

1. Ibu Dr Ir Anna Fariyanti, MSi dan Dr Ir Netti Tinaprilla, MM selaku dosen pembimbing atas motivasi dan arahan yang telah diberikan kepada penulis mulai dari penyusunan proposal hingga penyelesaian tesis ini.

2. Bapak Dr Ir Suharno, MADev selaku dosen penguji luar komisi dan Ibu Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku dosen penguji perwakilan program studi pada ujian tesis atas saran dan masukan untuk penyempurnaan tesis ini.

3. Kepala Pusat Pendidikan, Standardisasi dan Sertifikasi Profesi Pertanian, Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian, Kementerian Pertanian atas beasiswa yang diberikan sehingga penulis dapat melanjutkan pendidikan di program studi Agribisnis.

4. Kepala Pusat Kajian Hortikultura Tropika IPB dan Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon, serta pihak-pihak yang telah membantu selama pengumpulan data. 5. Tim Redaksi Jurnal Penyuluhan IPB dan Jurnal Agraris UMY atas

kesediaannya untuk menerbitkan artikel dari karya ilmiah ini.

6. Rekan-rekan Magister Sains Agribisnis Angkatan 4 Program Studi Agribisnis IPB atas segala doa dan dukungan.

7. Ungkapan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orangtua terutama almarhumah mama yang selalu menginspirasi penulis serta seluruh keluarga atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya kepada penulis.

8. Ucapan terima kasih khusus disampaikan kepada suami (Tommy Sulistyadi) dan anak-anakku (Shafana Arfadhia Hannan dan Faqih Arfabirru Zidni) yang selalu memberikan doa, semangat, dan dukungan selama penulis mengikuti pendidikan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2016 Valentina Theresia

(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iv DAFTAR LAMPIRAN v 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 4 Tujuan Penelitian 6 Manfaat Penelitian 6

Ruang Lingkup Penelitian 7

2 TINJAUAN PUSTAKA 7

Karakteristik Benih Bawang Merah Varietas Lokal dan Impor 7

Persepsi Petani 9

Proses Pengambilan Keputusan Pembelian Petani 10 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Petani 11

3 KERANGKA PEMIKIRAN 12

Proses Pembentukan Persepsi Konsumen 12

Perilaku Konsumen dalam Pemasaran 14

Proses Pengambilan Keputusan Pembelian Konsumen 15 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Konsumen 19

Bauran Pemasaran 25

Kerangka Pemikiran Operasional 27

4 METODE PENELITIAN 29

Lokasi dan Waktu Penelitian 29

Jenis dan Sumber Data 29

Metode Penentuan Sampel 29

Metode Pengolahan dan Analisis Data 30

Analisis Persepsi Petani Terhadap Benih Bawang Merah

Lokal dan Impor 30

Analisis Tahapan Proses Pengambilan Keputusan Pembelian

Petani 32

Metode Regresi Logistik 32

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 38

Gambaran Umum Wilayah Penelitian 38

Karakteristik Responden Petani Bawang Merah 39

Persepsi Petani terhadap Benih Bawang Merah Lokal 57 Persepsi Petani terhadap Benih Bawang Merah Impor 63 Perbandingan Keunggulan Benih Bawang Merah Lokal dan Impor 69 Proses Pengambilan Keputusan Pembelian Benih Bawang Merah 75 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Pembelian Petani dalam Memilih Benih Bawang Merah Lokal 84

6 SIMPULAN DAN SARAN 90

Simpulan 90

(15)

DAFTAR PUSTAKA 92

LAMPIRAN 98

RIWAYAT HIDUP 102

DAFTAR TABEL

1 Luas panen, produksi, produktifitas, dan kebutuhan bawang merah

nasional tahun 2010-2014 1

2 Volume dan nilai ekspor-impor bawang merah konsumsi di Indonesia

tahun 2010 – 2014 2

3 Kebutuhan benih, produksi benih, impor benih dan benih jabal

bawang merah tahun 2010 - 2014 3

4 Luas panen, produksi, dan produktifitas bawang merah di Kabupaten

Cirebon tahun 2013 5

5 Produksi, kebutuhan, dan impor benih bawang merah di Kabupaten

Cirebon tahun 2014 5

6 Indikator dan atribut penentuan penggunaan benih lokal dan impor 30 7 Umur responden petani bawang merah lokal dan impor di Kabupaten

Cirebon 39

8 Tingkat pendidikan responden petani bawang merah lokal dan impor

di Kabupaten Cirebon 41

9 Pengalaman berusahatani responden petani bawang merah lokal dan

impor di Kabupaten Cirebon 42

10 Luas lahan pertanian responden petani bawang merah lokal dan

impor di Kabupaten Cirebon 43

11 Status kepemilikan lahan responden petani bawang merah lokal dan

impor di Kabupaten Cirebon 44

12 Biaya pengeluaran usahatani bawang merah lokal dan impor pada

musim kemarau 2 tahun 2014 47

13 Rata-rata kebutuhan fisik benih pada usahatani bawang merah 49 14 Komparasi penggunaan pupuk pada usahatani bawang merah dengan

benih lokal dan impor di Kabupaten Cirebon pada musim kemarau 2

tahun 2014 51

15 Penerimaan usahatani bawang merah dengan benih lokal dan impor

di Kabupaten Cirebon 53

16 Pendapatan usahatani bawang merah dengan benih lokal dan impor 55 17 Persepsi petani pengguna benih bawang merah lokal dan impor

terhadap benih bawang merah lokal 61

18 Faktor pendorong dan penghambat petani menggunakan benih

bawang merah lokal 62

19 Persepsi petani pengguna benih bawang merah lokal dan impor

terhadap benih bawang merah impor 67

20 Faktor pendorong dan penghambat petani menggunakan benih

bawang merah impor 68

21 Rata-rata total persepsi petani terhadap benih bawang merah 69 22 Perbandingan benih bawang merah lokal dan impor berdasarkan

(16)

23 Perbandingan benih bawang merah lokal dan impor berdasarkan persepsi petani terhadap indikator tepat jumlah 71 24 Perbandingan benih bawang merah lokal dan impor berdasarkan

persepsi petani terhadap indikator tepat lokasi 72 25 Perbandingan benih bawang merah lokal dan impor berdasarkan

persepsi petani terhadap indikator tepat jenis/varietas 72 26 Perbandingan benih bawang merah lokal dan impor berdasarkan

persepsi petani terhadap indikator tepat mutu 74 27 Motivasi petani dalam berusahatani bawang merah 76 28 Motivasi petani dalam membeli benih bawang merah lokal dan impor 77 29 Manfaat yang dicari dalam pembelian benih bawang merah lokal dan

impor 77

30 Sumber informasi yang mempengaruhi pembelian benih bawang

merah lokal dan impor 78

31 Informasi penting dalam pembelian benih bawang merah lokal dan

impor 79

32 Pertimbangan petani memilih benih bawang merah lokal dan impor 79

33 Cara pembelian benih oleh petani 80

34 Pihak yang berpengaruh dalam proses pembelian benih bawang

merah lokal dan impor 80

35 Sumber benih bawang merah lokal dan impor 81

36 Jarak tempat pembelian benih bawang merah lokal dan impor oleh

petani 82

37 Kepuasan pembelian benih bawang merah lokal dan impor 82 38 Loyalitas petani terhadap benih bawang merah lokal dan impor 83 39 Alternatif apabila tidak tersedianya varietas benih bawang merah

lokal dan impor di pasaran 84

40 Faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian benih bawang merah

lokal ataupun impor 85

DAFTAR GAMBAR

1 Model Perilaku Konsumen 15

2 Tahapan proses pengambilan keputusan pembelian 16 3 Tahapan evaluasi alternatif dan keputusan pembelian 19

4 Model Perilaku Konsumen 20

5 Kerangka pemikiran operasional 28

6 Pola tanam bawang merah yang dilakukan oleh petani bawang merah lokal di Kabupaten Cirebon pada musim tanam Oktober 2013

samapai Oktober 2014 45

7 Pola tanam bawang merah yang dilakukan oleh petani bawang merah impor di Kabupaten Cirebon pada musim tanam Oktober 2013

sampai Oktober 2014 45

8 Peta persepsi petani pengguna benih lokal dan impor terhadap benih

bawang merah lokal 57

9 Peta persepsi petani pengguna benih lokal dan impor terhadap benih

(17)

10 Peta persepsi petani terhadap benih bawang merah lokal dan impor 69

DAFTAR LAMPIRAN

(18)
(19)

Latar Belakang

Bawang merah merupakan komoditas unggulan nasional yang bernilai ekonomi tinggi karena memberikan kontribusi besar terhadap pendapatan petani dan pengembangan ekonomi wilayah. Perkembangan luas panen, produksi, dan

produktivitas bawang merah nasional selama lima tahun terakhir (tahun 2010-2014) menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Selama periode

tersebut, pertumbuhan produksi rata-rata bawang merah adalah sebesar 5 persen per tahun. Komponen pertumbuhan luas panen sebesar 3.28 persen per tahun lebih banyak memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan produksi bawang merah dibandingkan dengan komponen produktivitas yang hanya mencapai 1.68 persen per tahun. Data luas panen, produksi dan produktivitas bawang merah nasional tahun 2010–2014 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Luas panen, produksi, produktivitas, dan kebutuhan bawang merah nasional tahun 2010–2014 Tahun Luas Panen (Ha) Pertum-buhan (%) Produksi (Ton) Pertum-buhan (%) Produk tivitas (Ton/Ha) Pertum-buhan (%) Kebutuhan (Ton) Pertum-buhan (%) 2010 109 634 - 1 048 934 - 9.57 - 811 567 - 2011 93 667 -14.56 893 124 -14.85 9.54 -0.31 760 797 -6.26 2012 99 519 6.25 964 195 7.96 9.69 1.57 894 061 17.52 2013 98 937 -0.58 1 010 773 4.83 10.22 5.47 933 940 4.46 2014 120 704 22.00 1 233 984 22.08 10.22 - 975 597 4.46 Rata-rata 104 492 3.28 1 030 202 5.01 9.85 1.68 875 192 5.05

Sumber : Badan Pusat Statistik (2015)

Bawang merah juga merupakan salah satu komoditas hortikultura yang permintaannya cukup tinggi di Indonesia. Konsumsi bawang merah penduduk Indonesia setiap tahunnya menunjukkan perkembangan yag relatif meningkat. Pada tahun 2014 konsumsi bawang merah mencapai 2.49 kg/kapita/tahun dengan jumlah kebutuhan total sebesar 975 597 ton. Jumlah kebutuhan ini meningkat sebesar 4.46 persen dari kebutuhan tahun 2013 sebesar 933 940 ton (BPS 2015). Hal ini menunjukkan bahwa komoditas bawang merah memiliki potensi besar untuk dikembangkan dan merupakan peluang pasar yang menjanjikan serta dapat menjadi motivasi bagi petani untuk meningkatkan produksi bawang merah.

Kebutuhan bawang merah nasional sebenarnya dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri, namun kenyataannya sampai saat ini Indonesia masih menjadi net importer bawang merah (volume impor > volume ekspor). Hal ini terlihat dari besarnya ketergantungan Indonesia terhadap bawang merah impor. Selain itu, Indonesia juga melakukan ekspor bawang merah hasil produksi dalam negeri namun dalam jumlah yang relatif sedikit. Data perkembangan ekspor dan impor bawang merah di Indonesia tahun 2010-2014 dapat dilihat pada Tabel 2.

(20)

Tabel 2 Volume dan nilai ekspor-impor bawang merah konsumsi di Indonesia tahun 2010-2014 Tahun Ekspor Impor Volume (ton) Pertum-buhan (%) Nilai (000 US$) Pertum-buhan (%) Volume (ton) Pertum-buhan (%) Nilai (000 US$) Pertum-buhan (%) 2010 3 234 -74.78 1 814 -58.28 73 270 8.82 33 862 17.00 2011 13 792 326.47 6 594 263.51 160 467 119.01 77 444 128.70 2012 19 196 39.18 8 875 34.59 123 315 -23.15 55 130 -28.81 2013 4 982 -74.05 2 985 -66.37 96 139 -22.04 54 711 -0.76 2014 4 439 -10.90 2 978 -0.23 74 903 -22.09 28 309 -48.26

Sumber : Pusdatin Pertanian (2015)

Tingginya volume impor bawang merah antara lain disebabkan pola produksi bawang merah bersifat musiman sehingga ketersediaannya tidak merata sepanjang tahun. Sedangkan permintaan bawang merah terjadi sepanjang waktu dan meningkat drastis pada bulan-bulan tertentu seperti pada hari raya. Hal ini mengakibatkan kebutuhan bawang merah diluar musim panen (off season) tidak dapat terpenuhi sehingga dilakukan tindakan impor. Impor bawang merah pada dasarnya untuk mempengaruhi suplai bawang merah baik sebagai bawang konsumsi maupun sebagai bawang benih. Pada saat harga bawang merah konsumsi naik, maka produk bawang impor akan berperan sebagai bawang konsumsi sehingga menambah pasokan bawang konsumsi di dalam negeri. Namun pada saat harga benih bawang merah naik, maka produk bawang impor akan berperan sebagai benih bawang. Namun pada kenyataannya, peranan bawang merah impor sebagai bawang konsumsi ataupun benih bawang menjadi tidak dapat dibedakan karena kondisi produk yang relatif sama (Endrasari dan Bambang 2011).

Selain itu, impor bawang merah yang cukup tinggi disebabkan oleh rendahnya produktivitas bawang merah produksi dalam negeri. Pada tahun 2014, produktivitas bawang merah di Indonesia sebesar 10.22 ton/ha (BPS 2015), padahal produktivitas potensial yang dapat dicapai sekitar 20 ton/ha (Sumarni dan Hidayat 2005). Hal ini terkait dengan terbatasnya ketersediaan benih bawang merah bermutu pada saat dibutuhkan petani (Putrasamedja dan Permadi 2001). Oleh karena itu, Indonesia tidak hanya mengimpor bawang merah dalam bentuk konsumsi, tetapi juga dalam bentuk benih. Selama ini ketersediaan benih bawang merah bermutu belum mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri. Kebutuhan benih bawang merah dipenuhi dari produksi dalam negeri dan impor benih, serta sisanya berasal dari sektor non-formal. Sistem produksi benih non-formal dikenal sebagai jaringan arus benih antar lapang (Jabal). Sistem ini menghasilkan benih tidak bersertifikat. Benih yang diproduksi melalui sistem non-formal ditujukan untuk memenuhi kebutuhan petani dengan orientasi pasar tradisional yang belum menuntut persyaratan mutu.

Saat ini penggunaan benih bawang merah bermutu ditingkat petani masih sangat rendah. Penyebab rendahnya tingkat penggunaan benih tersebut diantaranya adalah harga benih bermutu/bersertifikat masih dianggap lebih mahal dibanding benih biasa (tidak bersertifikat) dan benih bersertifikat tidak tersedia pada saat dibutuhkan. Sistem penyediaan benih yang ada sekarang belum berjalan secara optimal, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan petani akan benih

(21)

bermutu/bersertifikat. Data kebutuhan benih, produksi benih, impor benih dan benih jabal bawang merah dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Kebutuhan benih, produksi benih, impor benih dan benih jabal bawang merah tahun 2010–2014

Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2015)

Berdasarkan data pada Tabel 3, kebutuhan benih bawang merah nasional setiap tahunnya berfluktuasi. Pada tahun 2014, produksi benih bersertifikat hanya memberikan kontribusi sebesar 26.6 persen dari kebutuhan total benih, sehingga kekurangan benih dipenuhi dari impor benih sebesar 1.4 persen dan benih jabal sebesar 72 persen. Keterbatasan penangkaran benih bawang merah lokal menyebabkan ketergantungan petani bawang merah terhadap benih impor sangat tinggi. Penggunaan benih varietas impor seperti varietas Ilokos dan Tanduyung terus meningkat dari tahun ke tahun (Basuki et al. 2002). Hal ini menyebabkan saat harga benih impor melonjak maka petani akan menjadi kesulitan (Basuki 2010). Oleh karena itu penggunaan benih varietas impor perlu dibatasi karena selain dapat memboroskan devisa negara, juga dapat menyebabkan patogen terbawa benih masuk ke wilayah Indonesia, mengingat benih varietas impor berasal dari bawang konsumsi yang tidak melalui proses benih yang seharusnya disertifikasi.

Upaya mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan benih bawang merah varietas impor sekaligus meningkatkan daya saing bawang merah nasional, pemerintah telah berupaya melepas varietas-varietas unggul bawang merah. Jumlah varietas unggul bawang merah yang telah dilepas/didaftarkan oleh pemerintah Indonesia sejak tahun 1984 sampai saat ini sebanyak 28 varietas. Perkembangan varietas-varietas bawang merah tersebut nampaknya masih terkendala oleh masalah ketersediaan benih sumber dan penerimaan petani.

Varietas bawang merah yang selama ini ditanam oleh petani umumnya adalah varietas yang sesuai ditanam pada musim kemarau saja, namun sayangnya varietas tersebut rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Seperti halnya delapan varietas unggul yang telah dilepas oleh pemerintah yaitu varietas Bima Brebes, Maja, Keling, Medan, Super Philip, Kramat-1, Kramat-2, dan Kuning hanya sesuai untuk musim kemarau. Sedangkan varietas unggul bawang merah yang sesuai pada musim hujan yang telah dilepas oleh pemerintah hanya varietas Bauji. Usahatani bawang merah pada musim kemarau menghasilkan pasokan produksi yang tinggi karena cukup banyak ragam varietas yang dapat ditanam pada musim kemarau. Namun, varietas bawang merah yang lebih disukai petani

Tahun Benih (Ton) Kebutuhan

Produksi Benih Bersertifikat (Ton) % Produksi Benih Bersertifikat Terhadap Kebutuhan Impor Benih (Ton) % Impor Benih Terhadap Kebutuhan Benih Jabal (Ton) % Benih Jabal Terhadap Kebutuhan 2010 144 717 27 483 19.0 4 170 2.9 113 064 78.1 2011 123 640 33 950 27.5 8 700 7.0 80 990 65.5 2012 131 365 32 613 24.8 2 500 1.9 96 252 73.3 2013 130 597 33 922 26.0 6 851 5.2 89 824 68.8 2014 132 582 35 279 26.6 1 857 1.4 95 446 72.0

(22)

untuk ditanam pada musim kemarau adalah varietas Ilokos ataupun Philipine yang merupakan benih bawang merah impor. Hal inilah yang menyebabkan ketersediaan benih bawang merah mengalami kesulitan karena keterbatasan varietas lokal yang ada karena petani lebih memilih untuk mengembangkan varietas asal impor.

Hadirnya bawang merah impor baik dalam bentuk konsumsi maupun benih mengakibatkan petani dihadapkan kepada suatu pilihan yaitu menggunakan benih varietas lokal ataupun impor, sedangkan pemilihan varietas benih tidak terlepas dari persepsi petani terhadap varietas tersebut. Petani merupakan pelaku utama dalam upaya peningkatan produksi bawang merah, oleh karena itu persepsi petani memiliki peranan yang penting. Petani sebagai individu pembuat keputusan selalu dipengaruhi oleh ketersediaan sumber daya rumah tangga dan juga oleh hubungan sosialnya, yaitu keputusan suatu masyarakat akan mempengaruhi keputusan individu. Di samping itu perilaku budidaya juga saling berhubungan dengan perilaku sosial, budaya, ekonomi dan perilaku dari kehidupan masyarakat. Bentuk interaksi antar faktor-faktor tersebut pada akhirnya merupakan faktor penentu dalam pembuatan keputusan oleh petani (Suek 1994; Adesina dan Zinnah 1993). Berdasarkan uraian di atas, maka penting dilakukan penelitian mengenai analisis pengambilan keputusan pembelian petani dalam memilih benih bawang merah lokal dan impor untuk mengetahui pemilihan penggunaan benih yang dapat memberikan peningkatan pendapatan bagi petani serta keberadaannya dapat meningkatkan kesejahteraan petani.

Perumusan Masalah

Jawa Barat merupakan daerah sentra produksi bawang merah terbesar ketiga di Indonesia setelah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pada tahun 2014 produksi bawang merah di Jawa Barat memberikan kontribusi sebesar 10.54 persen dari produksi total bawang merah di Indonesia dengan nilai produktivitas mencapai 10.38 ton per hektar (BPS 2015). Nilai ini sedikit lebih tinggi dari produktivitas bawang merah nasional yaitu 10.22 ton per hektar.

Sentra produksi bawang merah terbesar di Jawa Barat adalah di Kabupaten Cirebon. Kabupaten Cirebon memberikan kontribusi terbesar terhadap produksi bawang merah di provinsi Jawa Barat. Hal tersebut menjadikan bawang merah sebagai komoditas hortikultura yang merupakan Produk Unggulan Daerah (PUD) di Kabupaten Cirebon. Adanya faktor alam yang sesuai dengan faktor pertumbuhan tanaman, menjadikan tanaman bawang merah cocok dibudidayakan di Kabupaten Cirebon. Sentra produksi bawang merah di Kabupaten Cirebon terdapat di Kecamatan Pabedilan, Gebang, Losari, Babakan, Ciledug, Waled, Pabuaran, Astanajapura, dan Pangenan.

Luas panen, produksi, dan produktivitas bawang merah di Kabupaten Cirebon berfluktuatif. Produksi bawang merah pada tahun 2013 menunjukkan peningkatan produksi sebesar 24 persen dibandingkan tahun 2012. Tingkat produktivitas rata-rata selama tahun 2009-2013 sebesar 9.65 persen. Tingkat produktivitas ini masih dikatakan rendah, karena menurut Sumarni dan Hidayat (2005), produktivitas potensial yang dapat dicapai sekitar 20 ton/ha. Produktivitas sangat ditentukan oleh penggunaan faktor produksi. Diantara faktor produksi

(23)

tersebut, benih memiliki peranan sangat penting karena benih mempengaruhi produksi yang dihasilkan. Perkembangan luas panen, produksi, dan produktivitas bawang merah di Kabupaten Cirebon dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Luas panen, produksi, dan produktivitas bawang merah di Kabupaten Cirebon Tahun Luas Panen (Ha) Pertum-buhan (%) Produksi (Ton) Pertum-buhan (%) Produktivita s (Ton/Ha) Pertum-buhan (%) 2009 3 995 - 39 961 - 10.00 - 2010 4 957 24.08 47 408 18.64 9.56 -4.39 2011 4 151 -16.26 41 263 -12.96 9.94 3.94 2012 3 343 -19.47 29 395 -28.76 8.79 -11.54 2013 3 658 9.42 36 451 24.00 9.96 13.33 Rata-rata 4 021 -0.56 38 896 0.23 9.65 0.34

Sumber : BPS Kabupaten Cirebon (2014)

Petani bawang merah menggunakan bermacam-macam varietas baik yang lokal sekitar 70–90 persen maupun impor sekitar 10-30 persen (Erythrina 2012). Benih bawang merah lokal yang digunakan oleh sebagian besar petani di Kabupaten Cirebon adalah varietas Bima Brebes, sedangkan benih bawang merah impor yang digunakan adalah varietas Ilokos dan Philipine (Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon 2014). Peredaran benih bawang merah impor di Kabupaten Cirebon hampir selalu ada setiap tahunnya, sementara usaha untuk mengembangkan produksi benih bawang merah lokal di Kabupaten Cirebon belum menunjukkan hasil yang menggembirakan. Produksi benih bawang merah di Kabupaten Cirebon pada tahun 2014 hanya bisa memenuhi 6.3 persen dari kebutuhan benihnya. Kekurangan benih sebesar 6 330 ton memungkinkan masuknya benih bawang merah impor. Namun benih bawang merah impor yang masuk ke Kabupaten Cirebon hanya memenuhi sekitar 27.4 persen dari kebutuhan benih bawang merah di Kabupaten Cirebon seperti tercantum pada Tabel 5.

Tabel 5 Produksi, kebutuhan, dan impor benih bawang merah di Kabupaten Cirebon tahun 2014

Indikator Nilai

Produksi benih (ton) 426

Kebutuhan benih (ton) 6 756

Surplus/defisit (ton) -6 330

Impor benih (ton) 1 848

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon (2014)

Saat ini ketersediaan benih bawang merah mengalami kesulitan karena keterbatasan produksi varietas lokal yang ada. Hal ini disebabkan petani lebih memilih untuk mengembangkan varietas asal impor. Petani menyukai benih varietas impor karena selain kualitas produknya sesuai permintaan konsumen, daya hasil atau produktivitasnya juga lebih tinggi dibandingkan dengan varietas lokal (Basuki 2010). Padahal saat ini di dalam negeri tersedia cukup banyak

(24)

varietas lokal dengan karakter yang hampir sama dengan benih impor. Selain dapat mengurangi penggunaan benih impor, tersedianya varietas lokal yang beragam memberikan banyak pilihan kepada petani. Penggunaan benih bawang merah impor oleh petani sangat berpotensi menularkan patogen yang terbawa benih ke wilayah Indonesia, karena bawang merah tersebut tidak dihasilkan lewat proses sertifikasi benih. Dalam kondisi seperti itu, maka persepsi petani terhadap benih bawang merah lokal dan impor pun beragam. Persepsi yang terbentuk dalam diri petani akan mempengaruhi cara pandangnya terhadap keunggulan maupun kelemahan dari penggunaan benih bawang merah lokal maupun impor. Persepsi petani terhadap benih bawang merah dapat menjadi salah satu faktor penghambat ataupun pendorong bagi petani dalam membeli dan menggunakan benih bawang merah lokal maupun impor. Persepsi tersebut mempengaruhi pengambilan keputusan petani, dalam hal ini adalah keputusan pembelian benih bawang merah lokal ataupun impor.

Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan yang mendasari penelitian ini yaitu :

1. Bagaimana persepsi petani terhadap benih bawang merah lokal dan impor? 2. Bagaimana tahapan proses pengambilan keputusan pembelian petani dalam

memilih benih bawang merah lokal atau impor?

3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan pembelian petani dalam memilih benih bawang merah lokal ataupun impor?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah disebutkan diatas, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis persepsi petani terhadap benih bawang merah lokal dan impor. 2. Menganalisis tahapan proses pengambilan keputusan pembelian petani dalam

memilih benih bawang merah lokal atau impor

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan pembelian petani dalam memilih benih bawang merah lokal ataupun impor.

Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:

1. Petani, dalam mengetahui dan membandingkan pilihan input produksi yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan kebutuhan yang berkaitan dengan penggunaan varietas benih bawang merah lokal maupun impor, sehingga diharapkan petani mampu membaca peluang pasar untuk meningkatkan pendapatannya.

2. Bagi penangkar benih sebagai pihak yang memproduksi benih bawang merah, hasil penelitian dapat digunakan sebagai informasi untuk meningkatkan kualitas benih bawang merah yang sesuai dengan karakteristik benih yang diinginkan petani.

3. Pembuat kebijakan, dalam memberikan gambaran mengenai persepsi terhadap pembelian benih bawang merah lokal maupun impor di tingkat petani serta

(25)

dapat menjadi masukan dalam penentuan dan penetapan kebijakan yang berhubungan dengan komoditas bawang merah.

4. Bagi pembaca dan peneliti selanjutnya, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai referensi guna melakukan penelitian selanjutnya yang lebih mendalam terkait dengan pengembangan komoditas bawang merah dan juga masalah perilaku petani dalam membeli benih bawang merah lokal ataupun impor.

Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Benih bawang merah yang dijadikan bahan dalam penelitian ini dibatasi pada benih bawang merah lokal varietas Bima Brebes dan benih bawang merah impor varietas Ilokos. Kedua jenis benih bawang merah tersebut dipilih karena terdapat di lokasi penelitian dan merupakan benih bawang merah yang sering digunakan oleh petani di Kabupaten Cirebon. Benih bawang merah lokal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah benih yang telah lama dibudidayakan pada agroekoistem setempat, sedangkan benih bawang merah impor adalah benih yang berasal dari luar negeri yang didatangkan untuk menutupi kekurangan pasokan benih di dalam negeri.

2. Petani yang menjadi subyek penelitian adalah petani bawang merah yang melakukan pengambilan keputusan pembelian benih bawang merah lokal dan benih bawang merah impor, bukan hanya sekedar buruh tani.

3. Penelitian ini difokuskan pada analisis persepsi petani, proses pengambilan keputusan pembelian petani dalam memilih benih bawang merah lokal dan impor, serta faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian benih bawang merah lokal dan impor di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Benih Bawang Merah Varietas Lokal dan Impor

Benih merupakan input produksi utama yang digunakan dalam kegiatan usaha tani. Benih unggul yang bermutu harus memenuhi kriteria 6 (enam) tepat yaitu tepat varietas, tepat mutu, tepat jumlah, tepat waktu, tepat tempat/lokasi, dan tepat harga (Sadjad, 1993). Varietas bawang merah yang ditanam di Indonesia cukup banyak jenisnya, tetapi pada umumnya produktivitas varietas tersebut masih rendah (kurang dari 10 ton/ha). Beberapa hal yang membedakan antar varietas bawang merah tersebut adalah pada bentuk, ukuran, warna, kekenyalan, aroma umbi, umur tanaman, serta ketahanan terhadap hama dan penyakit (Rahayu dan Berlian 1994).

Varietas bawang merah yang ditanam di sentra produksi Jawa Tengah dan Jawa Barat (Brebes dan Cirebon) diantaranya adalah Kuning (Rimpeg, Berawa, Sidapurna, dan Tablet), Bangkok Warso, Bima Timor, Bima Sawo, Bima Brebes, Engkel, Bangkok, Philippines dan Thailand. Namun pada musim kemarau

(26)

sebagian besar petani menanam varietas impor. Petani bisa saja menyimpan bawang merah sebagian dari hasil panennya untuk dijadikan benih, namun tidak selalu bisa digunakan tiap musim tanam karena perbedaan musim di Indonesia cukup berpengaruh. Benih lokal sangat cocok ditanam pada musim hujan atau kondisi basah. Sebaliknya, benih impor cocok ditanam pada musim kemarau.

Varietas lokal bawang merah yang banyak ditanam di Kabupaten Cirebon adalah Bima Brebes. Bima Brebes merupakan varietas lokal yang berasal dari Kabupaten Brebes dan cocok ditanam di daerah dataran rendah. Varietas Bima Brebes mempunyai nama lokal Bima Curut dan memiliki karakteristik yaitu tinggi tanaman berkisar antara 25-44 cm, jumlah anakan 7-12, daun tanaman berbentuk silindris dan berlubang, warna daun hijau, jumlah daun 14-50 helai, dan umur panen kurang lebih 60 hari setelah tanam. Jumlah produksinya 9.9 ton/ha umbi kering dengan susut bobot umbi 21.5 persen dari bobot panen basah. Umbinya berwarna merah muda, berbentuk lonjong, dan bercincin kecil pada leher cakramnya. Varietas Bima Brebes cukup tahan terhadap penyakit busuk umbi (Botrytis allii), tetapi peka terhadap penyakit busuk ujung daun (Phytophtora porii) (Putrasamedja dan Suwandi 1996).

Varietas impor yang berkembang di Kabupaten Cirebon adalah Philipine dan Ilokos. Varietas ini merupakan introduksi dari Filipina, sudah lebih dari 15 tahun dikenal dan ditanam petani serta telah menyebar ke berbagai sentra produksi bawang merah. Umumnya memiliki sifat-sifat yang lebih unggul dibanding varietas lokal. Beberapa keunggulan varietas bawang merah impor ini adalah : memiliki bentuk umbi yang bulat dan berukuran besar dengan rata-rata 8-10 g/umbi, jumlah anakan umbi banyak yaitu lebih dari 10 anakan, hasil produksinya tinggi yaitu rata-rata mencapai 15 ton umbi kering per hektar, umur panen 55-60 hari bila ditanam di dataran rendah dan 70 hari bila ditanam di dataran medium sampai tinggi, daya simpan lebih tinggi yaitu mampu bertahan pada penyimpanan lebih dari 4 bulan, serta nilai penyusutan dalam pemasaran (ekspor) lebih kecil yaitu sekitar 10 persen (varietas lokal mencapai 15 persen). Namun varietas ini memiliki kandungan air lebih banyak dan warnanya lebih pucat, sementara aromanya jauh lebih rendah dibandingkan bawang merah varietas lokal. Selain itu, varietas ini cepat menurun produktivitasnya pada generasi tanaman berikutnya. Meski demikian, bawang merah varietas ini dinilai lebih tahan terhadap serangan hama bawang sehingga banyak ditanam petani. Oleh karena itu varietas Philipine dan Ilokos telah dilepas oleh Menteri Pertanian menjadi varietas unggul.

Budidaya bawang merah dengan menggunakan benih impor perlu penanganan yang lebih hati-hati karena tanaman tersebut masih memerlukan adaptasi dengan kondisi ekologis disekitarnya. Selain itu, kekurangan dari bawang merah ini adalah tidak bisa dijadikan benih kembali, setelah panen langsung harus dijual meskipun pada saat itu harga bawang merah sedang murah. Hal ini tidak seperti bawang merah lokal yang apabila harga jual sedang murah, maka petani bisa menyimpan hasil panennya untuk dijadikan benih.

Umbi bawang merah, khususnya yang memiliki karakteristik kualitas seperti bawang impor (super), yaitu: umbi besar (diameter 2.5–3 cm), bentuk bulat dan warna merah, mempunyai prospek pasar yang sangat baik di pasar domestik maupun diekspor. Permintaan benih/bibit bawang merah, khususnya yang setara kualitas impor menunjukkan peningkatan setiap tahun. Peningkatan permintaan

(27)

benih/bibit tersebut terjadi sebagai akibat dari adanya permintaan konsumen dalam negeri terhadap bawang konsumsi kualitas impor yang meningkat tajam. Sementara itu, petani menyukai benih/bibit varietas impor karena selain kualitas produknya sesuai permintaan konsumen, daya hasilnya juga lebih tinggi dibandingkan dengan varietas lokal. Tingginya permintaan benih/bibit bawang merah berkualitas super tersebut tercermin dari tingginya peningkatan impor bawang merah, 40 persen dari volume impor bawang merah dijual kembali sebagai benih/bibit.

Selain itu, benih bawang merah impor juga dapat membawa organisme pengganggu tanaman (OPT) baru yang akan mendatangkan masalah baru. Benih bawang merah yang dimpor dari Thailand, Vietnam, dan Filipina mengandung organisme pengganggu tanaman karantina (OPTK) yang tidak ada di Indonesia. Walaupun pemerintah telah menerapkan syarat-syarat yang ketat dalam aturan impor benih bawang merah, namun kenyataannya masih banyak beredar benih bawang merah impor yang dikhawatirkan tidak memenuhi standar kualitas dan keamanan pangan yang ditetapkan pemerintah.

Persepsi Petani

Penelitian yang dilakukan oleh Basuki (2009) menunjukkan bahwa petani bawang merah di Kabupaten Brebes lebih menyukai varietas lokal Bima Curut (Bima Brebes) dibandingkan varietas impor Tanduyung dan Ilokos. Walaupun secara agronomis tingkat hasil dan ukuran umbi hasil dari varietas impor lebih unggul dibandingkan varietas lokal Bima Brebes, namun tingkat preferensi petani terhadap varietas lokal lebih tinggi dibandingkan tingkat preferensi petani terhadap varietas impor. Hal ini terjadi karena karakteristik varietas lokal dalam hal daya hasil, jumlah anakan, bentuk umbi, ukuran umbi, warna umbi, dan aroma lebih disukai petani dibanding karakteristik yang dimiliki oleh varietas impor. Hal serupa dikemukakan juga oleh Baliyan (2014), berdasarkan pada persepsi petani di Botswana, varietas bawang merah yang disukai oleh petani selain dilihat dari bentuk dan warna yang menarik, serta hasil panen yang lebih tinggi, juga karena ketersediaan benihnya mudah dan harga benih yang lebih murah.

Hasil penelitian Siwi (2009) menunjukkan bahwa persepsi petani padi organik dan non-organik terhadap usahatani padi organik adalah positif yaitu menyetujui usahatani padi organik, dimana persepsi petani padi organik terhadap usahatani padi organik sebesar 90 persen sedangkan persepsi petani non-organik sebesar 70 persen. Namun kenyataannya di lapang petani yang menanam padi non-organik belum mau berpindah ke usahatani padi organik, karena adanya beberapa faktor yaitu perbedaan harga produksi antara padi organik dan padi non-organik, belum tercipta pasar yang memadai untuk produk padi non-organik, dan sebagian besar petani adalah petani responden dengan latar belakang pendidikan menengah ke bawah.

Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Lesmana (2011), menunjukkan bahwa 100 persen petani plasma mandiri memiliki persepsi positif terhadap pola kemitraan dan mendukung pengembangan pola kemitraan petani plasma mandiri di Kelurahan Bantuas. Sebanyak 20 persen petani responden non plasma mandiri juga memiliki persepsi positif namun tidak mendukung pengembangan kemitraan

(28)

petani plasma mandiri, hal ini disebabkan keadaan faktor-faktor sosial ekonomi responden non plasma yang tidak mendukung untuk bekerjasama dengan menjadi petani plasma mandiri.

Tidak semua petani memberikan persepsi yang positif pada suatu penerapan teknologi pertanian, namun ada juga petani yang memberikan persepsi negatif. Penelitian Hendrawati et al. (2014) menunjukkan bahwa persepsi petani terhadap penggunaan benih padi unggul di Kecamatan Muara Pawab Kabupaten Ketapang tergolong kurang baik. Persepsi kurang baik yaitu pada hal-hal yang terkait dengan penyediaan dan pengaplikasian benih padi unggul. Sementara itu, persepsi baik yaitu pada kualitas hasil benih padi unggul. Secara umum petani mengetahui dan memahami keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan benih padi unggul, namun karena masih terdapat beberapa hal yang menjadi kendala seperti dalam hal penyediaan dan pengaplikasian benih padi unggul, maka persepsi petani terhadap benih padi unggul cenderung kurang baik.

Proses Pengambilan Keputusan Pembelian Petani

Proses pengambilan keputusan petani terhadap pembelian suatu produk dimulai ketika petani tersebut merasakan dan mengenali adanya suatu kebutuhan. Ketika akan membeli suatu produk, petani sangat dipengaruhi oleh sikapnya terhadap produk tersebut. Sikap terbentuk oleh suatu persepsi dan berkaitan dengan harapan petani terhadap produk tersebut. Sikap dapat diidentifikasikan sebagai pilihan suka atau tidak suka seseorang terhadap suatu produk.

Penelitian yang dilakukan oleh Permasih et al. (2014) menunjukkan bahwa petani dalam memutuskan untuk membeli benih jagung hibrida melalui lima tahap yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan evaluasi pasca pembelian. Manfaat yang diharapkan dari penggunaan benih jagung hibrida adalah hasil panen yang banyak. Selain itu, hal yang menjadi pertimbangan petani untuk menggunakan benih jagung hibrida diantaranya adalah produksi yang tinggi, tingkat ketahanan terhadap HPT, harga, kemudahan memperoleh produk, umur panen, dan harga jual. Sebagian besar informasi diperoleh petani dari kelompok tani. Begitu pula penelitian yang dilakukan oleh Rusyadi (2014) menunjukkan bahwa berdasarkan hasil proses pengambilan keputusan pembelian, petani padi di Kabupaten Subang memiliki motivasi bertanam padi adalah untuk memperoleh keuntungan. Petani merasa bahwa penggunaan benih varietas unggul sangatlah penting karena dapat meningkatkan hasil panen. Dalam memperoleh informasi mengenai benih varietas unggul, para petani mencari informasi melalui demplot di lapangan, serta kepada Petugas Penyuluh Lapang dan kelompok tani.

Lain halnya dengan penelitian Priyanto et al. (2005), dalam proses pengambilan keputusan penggunaan benih padi bermutu, sumber informasi yang banyak diterima responden berasal dari penyuluh pertanian (35.4 persen). Pada tahap pencarian informasi hanya sekitar 24.6 persen responden yang meluangkan waktu untuk mencari informasi. Pada tahap penilaian alternatif sekitar 54.4 persen responden melakukan penilaian merek produsen benih. Merek produk yang paling banyak dibeli adalah dari PT. Sang Hyang Seri (46.2 persen). Sebagian besar

(29)

responden menyatakan puas dengan benih yang dipilihnya, walaupun ada sekitar 38.5 persen menyatakan ada keluhan setelah menggunakan benih bermutu.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Petani Tahapan proses pengambilan keputusan pembelian petani sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Penelitian-penelitian yang mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian petani terhadap suatu produk telah cukup banyak dilakukan. Faktor-faktor yang dikaji dalam penelitian tersebut mempunyai pengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian suatu produk, oleh karena itu dapat dipertimbangkan sebagai faktor yang diduga mempengaruhi keputusan pembelian petani dalam memilih benih bawang merah lokal maupun impor. Untuk jenis produk dan konsumen yang berbeda maka faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian atau penggunaan suatu produk akan berbeda pula.

Menurut Harini (2003), faktor yang mempengaruhi penggunaan benih unggul padi diantaranya adalah tingkat pendidikan, luas kepemilikan lahan, dan umur. Ditambahkan oleh Chipande (1987), faktor yang mempengaruhi petani dalam penggunaan suatu jenis benih tergantung pada faktor sosial ekonomi seperti pendidikan, frekuensi kontak dengan penyuluh, harga input benih, dan harga jual. Selain itu faktor-faktor yang terkait dengan keragaan agronomis yang dimiliki oleh varietas tertentu juga sangat mempengaruhi persepsi ataupun penerimaan petani terhadap pengunaan benih. Ruskandar (2006) menyatakan bahwa petani tidak mudah mengganti suatu varietas ke varietas lain sebelum mereka yakin akan keunggulannya.

Penelitian yang dilakukan oleh Joni et al. (2001) menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani membeli benih kentang di Jawa Barat adalah risiko, sumber benih dan kualitas benih, ketersediaan benih dan faktor produksi, keuntungan, dan harga benih. Begitu pula dengan penelitian Benakatti et al. (2014), perilaku petani dalam melakukan pembelian benih kapas di Karnaka Utara berdasarkan pada faktor ketersediaan benih, jarak dengan tempat pembelian, benih yang berkualitas, dan bimbingan teknis yang diberikan oleh toko tempat pembelian.

Menurut Crissman dan Hibon (1996) bahwa keputusan petani untuk melakukan pembelian benih berdasarkan pada keuntungan atau pendapatan yang diperoleh selama beberapa kali musim. Hal ini sependapat dengan Bishop dan Toussaint (1989) bawa pendapatan para petani dapat dipengaruhi oleh pemilihan mereka atas hasil-hasil produksi. Sedangkan menurut Winarso (2003), faktor-faktor yang dipertimbangkan petani dalam memilih varietas bawang merah adalah: 1) seberapa besar produk yang bakal dihasilkan (produktivitas); 2) harga jual yang baik, yang berarti komoditas yang diusahakan diminati oleh konsumen; dan 3) masalah teknis seperti umur yang “genjah” (cepat panen) disamping juga tahan terhadap penyakit.

Berdasarkan pada teori dari beberapa literatur dan penelitian terdahulu, terdapat 10 variabel yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian petani dalam memilih benih bawang merah lokal ataupun impor. Variabel tersebut meliputi pendidikan, pengaruh pihak lain,

(30)

umur, pengalaman usahatani, luas lahan, status kepemilikan lahan, persepsi, ketahanan benih terhadap hama dan penyakit tanaman, harga beli benih, dan akses benih.

3 KERANGKA PEMIKIRAN

Proses Pembentukan Persepsi Konsumen

Kotler (2005) mendefiniskan persepsi sebagai proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambaran keseluruhan yang memiliki arti. Begitu pula menurut Robbins (2003) mendeskripsikan persepsi dalam kaitannya dengan lingkungan, yaitu sebagai proses dimana individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka. Dari definisi persepsi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa persepsi merupakan penilaian atau pandangan individu terhadap suatu objek. Individu menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi dan pengalaman-pengalaman yang ada, dan kemudian menafsirkannya untuk menciptakan keseluruhan gambaran yang berarti. Persepsi penting untuk diteliti karena dengan adanya persepsi, maka individu dapat menyadari dan mengerti tentang keadaan lingkungan di sekitarnya, dan dapat pula mempengaruhi individu dalam mengambil sebuah keputusan.

Menurut Robbins (2003), ada beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi dan selain itu memungkinkan terjadinya perbedaan persepsi antar individu terhadap objek yang sama. Faktor-faktor tersebut adalah : (1) pelaku persepsi, yang dalam hal penafsirannya sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi, yaitu sikap, motif/kebutuhan individu, suasana hati, pengalaman masa lalu, prestasi belajar sebelumnya dan pengharapan; (2) obyek atau target yang akan diamati, bisa berupa orang, benda atau peristiwa, sifat-sifat obyek atau target itu biasanya berpengaruh terhadap persepsi orang yang melihatnya; dan (3) situasi, adalah konteks objek atau peristiwa, yang meliputi unsur-unsur lingkungan sekitar dan waktu.

Persepsi dipengaruhi oleh faktor personal dan situasional. Krech dan Crutchfield (1977), menyebutnya sebagai faktor fungsional dan faktor struktural. Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang disebut sebagai faktor personal. Dalam hal ini yang membentuk persepsi bukan bentuk ataupun jenis stimuli, melainkan karakteristik orang yang memberikan respon pada stimuli itu. Sedangkan faktor struktural semata-mata berasal dari sifat stimuli fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkan pada sistem saraf individu. Selain itu, menurut Andersen (1972), persepsi juga sangat dipengaruhi oleh perhatian. Perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya menyerah.

Menurut Gaspersz ( 2001), faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan ekspektasi konsumen adalah:

(31)

1. Kebutuhan dan keinginan yang berkaitan dengan hal-hal yang dirasakan konsumen ketika ia sedang mencoba melakukan transaksi dengan produsen atau pemasok produk (perusahaan). Jika pada saat itu kebutuhan dan keinginan besar, harapan atau ekspektasi konsumen akan tinggi, demikian pula sebaliknya.

2. Pengalaman masa lalu (terdahulu) ketika mengkonsumsi produk dari perusahaan maupun pesaing-pesaingnya.

3. Pengalaman dari teman-teman, dimana mereka akan menceritakan kualitas produk yang akan dibeli oleh konsumen itu. Hal ini jelas mempengaruhi persepsi konsumen terutama pada produk-produk yang dirasakan beresiko tinggi.

4. Komunikasi melalui iklan dan pemasaran juga mempengaruhi persepsi konsumen. Kampanye yang berlebihan serta secara aktual tidak mampu memenuhi ekspektasi konsumen akan memberi dampak negatif terhadap persepsi konsumen tentang produk itu.

Setiap orang menerima begitu banyak data-data sensoris sehingga tidak mungkin untuk memprosesnya semua. Otak membawa data-data itu melewati suatu perceptual filter yang akan menahan beberapa bagian (selective attention) dan membuang yang lainnya. Perceptual selectivity adalah proses dimana seseorang menyaring dan memilih berbagai objek dan stimuli yang bersaing untuk memperoleh perhatian. Orang biasanya akan fokus pada stimuli yang memenuhi kebutuhan mereka dan konsisten dengan sikap, nilai dan personaliti mereka. Karakteristik dari stimuli itu sendiri juga akan mempengaruhi proses perceptual selectivity. Orang cenderung akan memperhatikan stimuli yang menonjol dari stimuli lainnya atau yang lebih kuat dari stimuli lainnya. Orang juga cenderung akan lebih memperhatikan segala sesuatu yang familiar dengan mereka (Daft 2003).

Menurut Schermerhon (2005), proses pembentukan persepsi secara umum terbagi dalam empat tahap, yaitu:

1. Perhatian dan seleksi (Attention and selection)

Pemilihan secara selektif dilakukan terhadap sebagian dari seluruh informasi yang ada. Proses seleksi ini berasal dari proses yang terkontrol, yaitu individu secara sadar memutuskan informasi mana yang akan diperhatikan dan mana yang diabaikan.

2. Organisasi (Organization)

Pada tahap ini seluruh informasi yang telah masuk seleksi pada tahap sebelumnya akan diorganisasikan. Adapun cara untuk mengorganisasi informasi secara efisien adalah melalui kerangka kognitif yang menggambarkan pengetahuan yang diorganisasi dengan pemberian konsep atau stimulus yang dibangun melalui pengalaman.

3. Interpretasi (Interpretation)

Setelah perhatian digambarkan pada stimulus tertentu dan informasi telah diorganisasi maka individu akan mencoba untuk memperoleh jawaban tentang makna dari informasi tersebut. Tahap ini sangat dipengaruhi oleh causal attribution, yaitu sebuah percobaan untuk menjelaskan mengapa sesuatu itu terjadi seperti itu. Demikian pula menurut Asngari (1984), pada tahap ini

(32)

diinterpretasikan mengenai fakta keseluruhan dari informasi tersebut dan diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku yang berupa respon.

4. Pencarian kembali (Retrieval)

Informasi yang telah disimpan dalam memori harus dicari kembali bila informasi tersebut digunakan. Individu akan lebih mudah mendapatkan kembali informasi yang telah tersimpan bila telah terskema dan terorganisir.

Konsumen membuat keputusan pembelian suatu produk biasanya berdasarkan persepsinya terhadap produk tersebut, dibandingkan objektif berdasarkan apa yang sebenarnya ada produk. Untuk itu pemahaman mengenai persepsi konsumen menjadi penting dalam penentuan strategi pemasaran suatu produk (Schiffman dan Kanuk 2008).

Perilaku Konsumen dalam Pemasaran

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, definisi konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak diperdagangkan. Sedangkan menurut Kotler (2005), konsumen didefinisikan sebagai individu atau kelompok yang berusaha untuk memenuhi atau mendapatkan barang atau jasa untuk kehidupan pribadi atau kelompoknya. Sementara itu, Solomon (2006) memberikan pengertian yang lebih luas lagi tentang konsumen. Konsumen adalah individu yang mengidentifikasi apa yang dibutuhkan (produk mapun jasa), melakukan pembelian terhadap apa yang dibutuhkan dan mengevaluasi pembelian terhadap apa yang dibutuhkan.

Menurut Kardes et al. (2010), Istilah konsumen dapat dibedakan menjadi konsumen individu dan konsumen organisasi. Konsumen individu membeli barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pribadi mereka sendiri maupun untuk orang lain. Sedangkan konsumen organisasi membeli barang dan jasa untuk menghasilkan barang dan jasa lainnya, menjual barang dan jasa untuk organisasi lain atau konsumen individu, dan membantu mengelola dan menjalankan kegiatan organisasinya.

Perilaku konsumen menurut Kotler dan Amstrong (2008) adalah bagaimana individu atau kelompok dan organisasi memilih, membeli dan menggunakan serta bagaimana barang, jasa, ide atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka. Begitu pula Schiffman dan Kanuk (2008) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai perilaku yang ditunjukkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk atau jasa yang diharapkan dapat memuaskan kebutuhannya. Sedangkan Hawkins dan Mothersbaugh (2010) menyebutkan bahwa perilaku konsumen adalah studi terhadap individu, kelompok, maupun organisasi dan proses yang mereka gunakan dalam memilih, memastikan, menggunakan, dan membuang produk, jasa, pengalaman, atau ide untuk memuaskan kebutuhan serta dampak dari proses tersebut terhadap konsumen dan masyarakat.

Perilaku konsumen merupakan hal-hal yang mendasari konsumen untuk membuat keputusan pembelian. Untuk barang berharga jual rendah (low-involvement) proses pengambilan keputusan dilakukan dengan mudah, sedangkan

(33)

untuk barang berharga jual tinggi (high-involvement) proses pengambilan keputusan dilakukan dengan dengan pertimbangan yang matang (Duncan, 2005).

Tiga perspektif riset perilaku konsumen menurut Sumarwan (2011) yaitu: 1. Perspektif pengambilan keputusan

Konsumen melakukan serangkaian aktivitas dalam membuat keputusan pembelian. Perspektif ini mengasumsikan bahwa konsumen memiliki masalah dan melakukan proses pengambilan keputusan rasional untuk memecahkan masalah tersebut.

2. Perspektif eksperiensial (pengalaman)

Perspektif ini mengemukakan bahwa konsumen sering kali mengambil keputusan membeli suatu produk tidak berdasarkan proses keputusan rasional tetapi karena alasan untuk kegembiraan, fantasi atau emosi yang di inginkan. 3. Perspektif pengaruh (behavioral)

Seseorang membeli suatu produk sering kali bukan karena keputusan rasional tapi karena dipengaruhi faktor luar seperti program pemasaran yang dilakukan produsen, faktor budaya, lingkungan fisik, faktor ekonomi dan undang-undang serta pengaruh lingkungan yang kuat membuat konsumen melakukan pembelian. Ketiga perspektif ini mempengaruhi cara berpikir dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen.

Kotler (2005) menyatakan bahwa titik tolak untuk memahami perilaku pembeli adalah model rangsangan-tanggapan. Model perilaku diawali dengan rangasangan pemasaran dan rangsangan lain (berupa ekonomi, teknologi, lingkungan atau yang lainnya) yang memasuki kesadaran pembeli. Selanjutnya karakteristik pembeli dan proses pengambilan keputusannya akan menimbulkan keputusan pembelian tertentu. Tugas pemasar adalah memahami apa yang terjadi dalam kesadaran pembeli mulai dari adanya rangsangan dari luar hingga munculnya keputusan pembelian pembeli. Terdapat dua pertanyaan yang harus dijawab oleh pemasar, yang pertama adalah bagaimana karakteristik pembeli mempengaruhi perilaku pembelian dan kedua yaitu bagaimana pembeli mengambil keputusan pembelian sebagaimana terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Model Perilaku Konsumen

Sumber: Kotler (2005)

Proses Pengambilan Keputusan Pembelian Konsumen

Perilaku konsumen merupakan hal yang mendasari konsumen untuk membuat keputusan pembelian. Keputusan merupakan pemilihan suatu tindakan dari dua atau lebih pilihan alternatif yang tersedia dengan berbagai pertimbangan yang mendasari (Simamora 2002; Schiffman dan Kanuk 2008). Keputusan

Rangsangan pemasaran dan rangsangan lain (lingkungan, ekonomi, politik, dll Karakteristik pembeli dan proses keputusan pembelian Keputusan pembelian (tempat pembelian, harga yang dibeli, tempat

(34)

konsumen untuk memiliki atau menggunakan suatu produk tidak muncul begitu saja, tetapi melalui tahapan tertentu yang mempengaruhi proses pembelian. Kotler dan Armstrong (2012) menggambarkan proses keputusan pembelian seorang konsumen secara umum terdiri dari lima tahap yaitu: (1) pengenalan masalah/kebutuhan; (2) pencarian informasi; (3) evaluasi alternatif; (5) keputusan pembelian; dan (6) perilaku pasca pembelian. Tahapan proses pengambilan keputusan pembelian dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Tahapan proses pengambilan keputusan pembelian

Sumber : Kotler dan Armstrong (2012)

Pada pembelian yang lebih rutin seorang konsumen tidak melewati keseluruhan tahap ini, misalnya hanya pengenalan kebutuhan selanjutnya langung melakukan keputusan pembelian dan perilaku pasca pembelian. Konsumen dalam memutuskan pembelian suatu produk ada dua kepentingan utama yang diperhatikannya yaitu: 1) Keputusannya pada ketersediaan dan kegunaan suatu produk, konsumen akan memutuskan untuk membeli suatu produk, jika produk yang ditawarkan tersebut tersedia dan bermanfaat baginya; 2) Keputusan pada hubungan dari produk atau jasa, konsumen akan memutuskan untuk membeli suatu produk jika produk tersebut mempunyai hubungan dengan yang diinginkan konsumen.

Pengenalan Kebutuhan

Pengenalan kebutuhan merupakan tahap pertama dalam proses keputusan pembelian, di mana konsumen menyadari akan kebutuhan tertentu (Kotler dan Armstrong 2012). Sedikit berbeda dengan Kotler dan Armstrong (2012), Solomon et al. (2006) dan Hawkins dan Mothersbaugh (2010) menggunakan istilah pengenalan masalah (problem recognition) sebagai tahapan pertama dalam proses keputusan pembelian. Pengenalan masalah terjadi ketika konsumen menyadari adanya perbedaan antara kondisi aktual saat ini dengan kondisi ideal atau kondisi yang diharapkan. Pengenalan masalah atau kebutuhan yang dipicu oleh rangsangan internal dan eksternal. Rangsangan internal yaitu kebutuhan dasar seseorang seperti rasa lapar, haus, dan lain-lain, sedangkan rangsangan eksternal yaitu pengaruh atau promosi dari berbagai sumber. Menurut Engel et al. (1995) pengenalan kebutuhan dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu informasi yang disimpan dalam ingatan, perbedaan individual, dan pengaruh lingkungan. Kebutuhan muncul karena adanya ketidaksesuaian yang ada antara keadaan yang diinginkan dengan keadaan aktual. Apabila ketidaksesuaian melebihi tingkat tertentu maka kebutuhan tersebut akan dikenali. Namun apabila ketidaksesuaian tersebut berada dibawah tingkat ambang, maka pengenalan kebutuhan tidak terjadi.

Pencarian Informasi

Pencarian informasi merupakan tahapan dalam proses keputusan pembelian di mana konsumen ingin mencari informasi yang lebih banyak terkait

Pengenalan kebutuhan Pencarian informasi Evaluasi alternatif Keputusan Pembelian Perilaku pasca pembelian

Gambar

Tabel  1  Luas  panen,  produksi,  produktivitas,  dan  kebutuhan  bawang  merah  nasional tahun 2010–2014  Tahun  Luas  Panen  (Ha)  Pertum-buhan (%)  Produksi (Ton)  Pertum-buhan (%)  Produk tivitas (Ton/Ha) Pertum-buhan (%)  Kebutuhan (Ton)  Pertum-buha
Tabel  2    Volume  dan  nilai  ekspor-impor  bawang  merah  konsumsi  di  Indonesia  tahun 2010-2014  Tahun  Ekspor  Impor  Volume  (ton)  Pertum-buhan  (%)  Nilai (000  US$)  Pertum-buhan (%)  Volume (ton)  Pertum-buhan (%)  Nilai  (000  US$)   Pertum-bu
Tabel 3  Kebutuhan  benih, produksi  benih, impor  benih dan benih jabal  bawang    merah tahun 2010–2014
Tabel 4  Luas  panen,  produksi,  dan  produktivitas  bawang  merah  di Kabupaten  Cirebon  Tahun  Luas  Panen  (Ha)  Pertum-buhan (%)  Produksi (Ton)   Pertum-buhan (%)  Produktivitas (Ton/Ha)   Pertum-buhan  (%)  2009         3 995    -          39 961
+7

Referensi

Dokumen terkait