• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 KERANGKA PEMIKIRAN

Proses Pembentukan Persepsi Konsumen

Kotler (2005) mendefiniskan persepsi sebagai proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambaran keseluruhan yang memiliki arti. Begitu pula menurut Robbins (2003) mendeskripsikan persepsi dalam kaitannya dengan lingkungan, yaitu sebagai proses dimana individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka. Dari definisi persepsi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa persepsi merupakan penilaian atau pandangan individu terhadap suatu objek. Individu menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi dan pengalaman-pengalaman yang ada, dan kemudian menafsirkannya untuk menciptakan keseluruhan gambaran yang berarti. Persepsi penting untuk diteliti karena dengan adanya persepsi, maka individu dapat menyadari dan mengerti tentang keadaan lingkungan di sekitarnya, dan dapat pula mempengaruhi individu dalam mengambil sebuah keputusan.

Menurut Robbins (2003), ada beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi dan selain itu memungkinkan terjadinya perbedaan persepsi antar individu terhadap objek yang sama. Faktor-faktor tersebut adalah : (1) pelaku persepsi, yang dalam hal penafsirannya sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi, yaitu sikap, motif/kebutuhan individu, suasana hati, pengalaman masa lalu, prestasi belajar sebelumnya dan pengharapan; (2) obyek atau target yang akan diamati, bisa berupa orang, benda atau peristiwa, sifat-sifat obyek atau target itu biasanya berpengaruh terhadap persepsi orang yang melihatnya; dan (3) situasi, adalah konteks objek atau peristiwa, yang meliputi unsur-unsur lingkungan sekitar dan waktu.

Persepsi dipengaruhi oleh faktor personal dan situasional. Krech dan Crutchfield (1977), menyebutnya sebagai faktor fungsional dan faktor struktural. Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang disebut sebagai faktor personal. Dalam hal ini yang membentuk persepsi bukan bentuk ataupun jenis stimuli, melainkan karakteristik orang yang memberikan respon pada stimuli itu. Sedangkan faktor struktural semata-mata berasal dari sifat stimuli fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkan pada sistem saraf individu. Selain itu, menurut Andersen (1972), persepsi juga sangat dipengaruhi oleh perhatian. Perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya menyerah.

Menurut Gaspersz ( 2001), faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan ekspektasi konsumen adalah:

1. Kebutuhan dan keinginan yang berkaitan dengan hal-hal yang dirasakan konsumen ketika ia sedang mencoba melakukan transaksi dengan produsen atau pemasok produk (perusahaan). Jika pada saat itu kebutuhan dan keinginan besar, harapan atau ekspektasi konsumen akan tinggi, demikian pula sebaliknya.

2. Pengalaman masa lalu (terdahulu) ketika mengkonsumsi produk dari perusahaan maupun pesaing-pesaingnya.

3. Pengalaman dari teman-teman, dimana mereka akan menceritakan kualitas produk yang akan dibeli oleh konsumen itu. Hal ini jelas mempengaruhi persepsi konsumen terutama pada produk-produk yang dirasakan beresiko tinggi.

4. Komunikasi melalui iklan dan pemasaran juga mempengaruhi persepsi konsumen. Kampanye yang berlebihan serta secara aktual tidak mampu memenuhi ekspektasi konsumen akan memberi dampak negatif terhadap persepsi konsumen tentang produk itu.

Setiap orang menerima begitu banyak data-data sensoris sehingga tidak mungkin untuk memprosesnya semua. Otak membawa data-data itu melewati suatu perceptual filter yang akan menahan beberapa bagian (selective attention) dan membuang yang lainnya. Perceptual selectivity adalah proses dimana seseorang menyaring dan memilih berbagai objek dan stimuli yang bersaing untuk memperoleh perhatian. Orang biasanya akan fokus pada stimuli yang memenuhi kebutuhan mereka dan konsisten dengan sikap, nilai dan personaliti mereka. Karakteristik dari stimuli itu sendiri juga akan mempengaruhi proses perceptual selectivity. Orang cenderung akan memperhatikan stimuli yang menonjol dari stimuli lainnya atau yang lebih kuat dari stimuli lainnya. Orang juga cenderung akan lebih memperhatikan segala sesuatu yang familiar dengan mereka (Daft 2003).

Menurut Schermerhon (2005), proses pembentukan persepsi secara umum terbagi dalam empat tahap, yaitu:

1. Perhatian dan seleksi (Attention and selection)

Pemilihan secara selektif dilakukan terhadap sebagian dari seluruh informasi yang ada. Proses seleksi ini berasal dari proses yang terkontrol, yaitu individu secara sadar memutuskan informasi mana yang akan diperhatikan dan mana yang diabaikan.

2. Organisasi (Organization)

Pada tahap ini seluruh informasi yang telah masuk seleksi pada tahap sebelumnya akan diorganisasikan. Adapun cara untuk mengorganisasi informasi secara efisien adalah melalui kerangka kognitif yang menggambarkan pengetahuan yang diorganisasi dengan pemberian konsep atau stimulus yang dibangun melalui pengalaman.

3. Interpretasi (Interpretation)

Setelah perhatian digambarkan pada stimulus tertentu dan informasi telah diorganisasi maka individu akan mencoba untuk memperoleh jawaban tentang makna dari informasi tersebut. Tahap ini sangat dipengaruhi oleh causal attribution, yaitu sebuah percobaan untuk menjelaskan mengapa sesuatu itu terjadi seperti itu. Demikian pula menurut Asngari (1984), pada tahap ini

diinterpretasikan mengenai fakta keseluruhan dari informasi tersebut dan diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku yang berupa respon.

4. Pencarian kembali (Retrieval)

Informasi yang telah disimpan dalam memori harus dicari kembali bila informasi tersebut digunakan. Individu akan lebih mudah mendapatkan kembali informasi yang telah tersimpan bila telah terskema dan terorganisir.

Konsumen membuat keputusan pembelian suatu produk biasanya berdasarkan persepsinya terhadap produk tersebut, dibandingkan objektif berdasarkan apa yang sebenarnya ada produk. Untuk itu pemahaman mengenai persepsi konsumen menjadi penting dalam penentuan strategi pemasaran suatu produk (Schiffman dan Kanuk 2008).

Perilaku Konsumen dalam Pemasaran

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, definisi konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak diperdagangkan. Sedangkan menurut Kotler (2005), konsumen didefinisikan sebagai individu atau kelompok yang berusaha untuk memenuhi atau mendapatkan barang atau jasa untuk kehidupan pribadi atau kelompoknya. Sementara itu, Solomon (2006) memberikan pengertian yang lebih luas lagi tentang konsumen. Konsumen adalah individu yang mengidentifikasi apa yang dibutuhkan (produk mapun jasa), melakukan pembelian terhadap apa yang dibutuhkan dan mengevaluasi pembelian terhadap apa yang dibutuhkan.

Menurut Kardes et al. (2010), Istilah konsumen dapat dibedakan menjadi konsumen individu dan konsumen organisasi. Konsumen individu membeli barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pribadi mereka sendiri maupun untuk orang lain. Sedangkan konsumen organisasi membeli barang dan jasa untuk menghasilkan barang dan jasa lainnya, menjual barang dan jasa untuk organisasi lain atau konsumen individu, dan membantu mengelola dan menjalankan kegiatan organisasinya.

Perilaku konsumen menurut Kotler dan Amstrong (2008) adalah bagaimana individu atau kelompok dan organisasi memilih, membeli dan menggunakan serta bagaimana barang, jasa, ide atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka. Begitu pula Schiffman dan Kanuk (2008) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai perilaku yang ditunjukkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk atau jasa yang diharapkan dapat memuaskan kebutuhannya. Sedangkan Hawkins dan Mothersbaugh (2010) menyebutkan bahwa perilaku konsumen adalah studi terhadap individu, kelompok, maupun organisasi dan proses yang mereka gunakan dalam memilih, memastikan, menggunakan, dan membuang produk, jasa, pengalaman, atau ide untuk memuaskan kebutuhan serta dampak dari proses tersebut terhadap konsumen dan masyarakat.

Perilaku konsumen merupakan hal-hal yang mendasari konsumen untuk membuat keputusan pembelian. Untuk barang berharga jual rendah (low-involvement) proses pengambilan keputusan dilakukan dengan mudah, sedangkan

untuk barang berharga jual tinggi (high-involvement) proses pengambilan keputusan dilakukan dengan dengan pertimbangan yang matang (Duncan, 2005).

Tiga perspektif riset perilaku konsumen menurut Sumarwan (2011) yaitu: 1. Perspektif pengambilan keputusan

Konsumen melakukan serangkaian aktivitas dalam membuat keputusan pembelian. Perspektif ini mengasumsikan bahwa konsumen memiliki masalah dan melakukan proses pengambilan keputusan rasional untuk memecahkan masalah tersebut.

2. Perspektif eksperiensial (pengalaman)

Perspektif ini mengemukakan bahwa konsumen sering kali mengambil keputusan membeli suatu produk tidak berdasarkan proses keputusan rasional tetapi karena alasan untuk kegembiraan, fantasi atau emosi yang di inginkan. 3. Perspektif pengaruh (behavioral)

Seseorang membeli suatu produk sering kali bukan karena keputusan rasional tapi karena dipengaruhi faktor luar seperti program pemasaran yang dilakukan produsen, faktor budaya, lingkungan fisik, faktor ekonomi dan undang-undang serta pengaruh lingkungan yang kuat membuat konsumen melakukan pembelian. Ketiga perspektif ini mempengaruhi cara berpikir dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen.

Kotler (2005) menyatakan bahwa titik tolak untuk memahami perilaku pembeli adalah model rangsangan-tanggapan. Model perilaku diawali dengan rangasangan pemasaran dan rangsangan lain (berupa ekonomi, teknologi, lingkungan atau yang lainnya) yang memasuki kesadaran pembeli. Selanjutnya karakteristik pembeli dan proses pengambilan keputusannya akan menimbulkan keputusan pembelian tertentu. Tugas pemasar adalah memahami apa yang terjadi dalam kesadaran pembeli mulai dari adanya rangsangan dari luar hingga munculnya keputusan pembelian pembeli. Terdapat dua pertanyaan yang harus dijawab oleh pemasar, yang pertama adalah bagaimana karakteristik pembeli mempengaruhi perilaku pembelian dan kedua yaitu bagaimana pembeli mengambil keputusan pembelian sebagaimana terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Model Perilaku Konsumen

Sumber: Kotler (2005)

Proses Pengambilan Keputusan Pembelian Konsumen

Perilaku konsumen merupakan hal yang mendasari konsumen untuk membuat keputusan pembelian. Keputusan merupakan pemilihan suatu tindakan dari dua atau lebih pilihan alternatif yang tersedia dengan berbagai pertimbangan yang mendasari (Simamora 2002; Schiffman dan Kanuk 2008). Keputusan

Rangsangan pemasaran dan rangsangan lain (lingkungan, ekonomi, politik, dll Karakteristik pembeli dan proses keputusan pembelian Keputusan pembelian (tempat pembelian, harga yang dibeli, tempat

konsumen untuk memiliki atau menggunakan suatu produk tidak muncul begitu saja, tetapi melalui tahapan tertentu yang mempengaruhi proses pembelian. Kotler dan Armstrong (2012) menggambarkan proses keputusan pembelian seorang konsumen secara umum terdiri dari lima tahap yaitu: (1) pengenalan masalah/kebutuhan; (2) pencarian informasi; (3) evaluasi alternatif; (5) keputusan pembelian; dan (6) perilaku pasca pembelian. Tahapan proses pengambilan keputusan pembelian dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Tahapan proses pengambilan keputusan pembelian

Sumber : Kotler dan Armstrong (2012)

Pada pembelian yang lebih rutin seorang konsumen tidak melewati keseluruhan tahap ini, misalnya hanya pengenalan kebutuhan selanjutnya langung melakukan keputusan pembelian dan perilaku pasca pembelian. Konsumen dalam memutuskan pembelian suatu produk ada dua kepentingan utama yang diperhatikannya yaitu: 1) Keputusannya pada ketersediaan dan kegunaan suatu produk, konsumen akan memutuskan untuk membeli suatu produk, jika produk yang ditawarkan tersebut tersedia dan bermanfaat baginya; 2) Keputusan pada hubungan dari produk atau jasa, konsumen akan memutuskan untuk membeli suatu produk jika produk tersebut mempunyai hubungan dengan yang diinginkan konsumen.

Pengenalan Kebutuhan

Pengenalan kebutuhan merupakan tahap pertama dalam proses keputusan pembelian, di mana konsumen menyadari akan kebutuhan tertentu (Kotler dan Armstrong 2012). Sedikit berbeda dengan Kotler dan Armstrong (2012), Solomon et al. (2006) dan Hawkins dan Mothersbaugh (2010) menggunakan istilah pengenalan masalah (problem recognition) sebagai tahapan pertama dalam proses keputusan pembelian. Pengenalan masalah terjadi ketika konsumen menyadari adanya perbedaan antara kondisi aktual saat ini dengan kondisi ideal atau kondisi yang diharapkan. Pengenalan masalah atau kebutuhan yang dipicu oleh rangsangan internal dan eksternal. Rangsangan internal yaitu kebutuhan dasar seseorang seperti rasa lapar, haus, dan lain-lain, sedangkan rangsangan eksternal yaitu pengaruh atau promosi dari berbagai sumber. Menurut Engel et al. (1995) pengenalan kebutuhan dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu informasi yang disimpan dalam ingatan, perbedaan individual, dan pengaruh lingkungan. Kebutuhan muncul karena adanya ketidaksesuaian yang ada antara keadaan yang diinginkan dengan keadaan aktual. Apabila ketidaksesuaian melebihi tingkat tertentu maka kebutuhan tersebut akan dikenali. Namun apabila ketidaksesuaian tersebut berada dibawah tingkat ambang, maka pengenalan kebutuhan tidak terjadi.

Pencarian Informasi

Pencarian informasi merupakan tahapan dalam proses keputusan pembelian di mana konsumen ingin mencari informasi yang lebih banyak terkait

Pengenalan kebutuhan Pencarian informasi Evaluasi alternatif Keputusan Pembelian Perilaku pasca pembelian

kebutuhannya (Kotler dan Armstrong 2012). Solomon et al. (2006) dan Hawkins dan Mothersbaugh (2010) menambahkan bahwa dalam pencarian informasi, konsumen dapat meninjau kembali ingatannya (pencarian internal) dan melakukan penelusuran lingkungan (pencarial eksternal) untuk mengidentifikasi berbagai pilihan yang tersedia yang mungkin dapat memenuhi kebutuhannya. Pencarian informasi ini dapat dilakukan hanya dengan memperbesar perhatian atau dengan melakukan pencarian aktif terhadap informasi yang dibutuhkan (Kotler dan Armstrong 2012).

Menurut Engel et al. (1995), faktor-faktor lain yang mempengaruhi tahap pencarian informasi ini adalah situasi pencarian, ciri-ciri produk, lingkungan eceran, dan konsumen itu sendiri. Solomon (2006) menyatakan bahwa pencarian informasi dapat dilakukan konsumen dengan dua cara, yaitu:

a. Pencarian internal dan pencarian eksternal

Menurut Engel et al. (1995) pencarian internal adalah pencarian informasi melalui ingatan untuk melihat pengetahuan yang relevan dengan keputusan. Apabila pencarian internal tidak mencukupi, konsumen akan mencari informasi tambahan melalui pencarian eksternal dari lingkungan. Pencarian eksternal didapat dari pengumpulan informasi dimana konsumen mendapatkan informasi yang mereka butuhkan melalui iklan, teman, atau orang-orang disekitarnya. Menurut Kotler (2005), sumber-sumber informasi konsumen dikelompokkan menjadi empat, yaitu: (1) sumber pribadi yang diperoleh dengan sendirinya (keluarga, teman, tetangga), (2) sumber komersial yang diperoleh dari promosi yang dilakukan pihak pemasar atau produsen (iklan tenaga penjual, pedagang eceran), (3) sumber umum (media massa, organisasi), dan (4) sumber pengalaman yang berasal dari pengalaman baik individu atau orang lain.

b. Pencarian sengaja dan tidak sengaja (kebetulan)

Pencarian sengaja atau pencarian aktif merupakan hasil dari pembelajaran konsumen yang didapat pada waktu sebelumnya dimana konsumen pada saat itu telah melakukan pencarian informasi yang relevan atas suatu produk atau telah merasakan beberapa alternatif produk secara langsung. Sedangkan pencarian tidak sengaja merupakan hasil dari stimuli iklan dan kegiatan promosi penjualan dari suatu produk yang dilakukan secara terus-menerus sehingga orang akan terus mengingat produk tersebut.

Evaluasi Alternatif

Evaluasi alternatif merupakan tahapan proses keputusan pembelian di mana konsumen menggunakan informasi yang ada untuk mengevaluasi sejumlah merek dalam kelompok pilihannya. Menurut Engel et al. (1995), pada tahap ini konsumen harus: (1) menentukan kriteria evaluasi berbagai alternatif yang akan digunakan untuk menilai alternatif, (2) memutuskan alternatif mana yang akan dipertimbangkan, (3) menilai kinerja dari alternatif yang dipertimbangkan, serta (4) memilih dan menerapkan kaidah keputusan untuk membuat pilihan akhir. Konsep dasar yang bisa membantu memahami evaluasi konsumen yaitu konsumen berusaha untuk memenuhi suatu kebutuhan, konsumen mencari manfaat tertentu dari suatu produk, dan konsumen memandang masing-masing produk sebagai sekumpulan atribut dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam memberikan manfaat untuk memuaskan kebutuhan itu sehingga konsumen memiliki sikap yang berbeda-beda dalam memandang atribut-atribut yang

dianggap relevan dan penting (Kotler 2005). Pada tahap ini konsumen membentuk preferensi atas suatu produk dan membentuk niat untuk membeli produk yang paling disukai.

Dalam evaluasi alternatif, konsumen mulai mempertimbangkan berbagai atribut pada setiap merek yang ada (Kotler dan Armstrong 2012). Solomon et al. (2006) dan Hawkins dan Mothersbaugh (2010) menambahkan bahwa konsumen melakukan evaluasi alternatif berdasarkan kriteria evaluatif tertentu. Kriteria biasanya akan bervariasi sesuai dengan kepentingan relatif mereka dan dengan kriteria tersebut maka konsumen akan menentukan beberapa alternatif yang salah satunya akan dipilih.

Kriteria evaluasi berisi akan atribut tertentu yang digunakan dalam menilai alternatif-alternatif pilihan. Beberapa ciri kriteria evaluasi yang umum adalah: a. Harga, menentukan pemilihan alternatif. Konsumen cenderung akan memilih

harga yang murah untuk suatu produk yang ia ketahui spesifikasinya. Namun jika konsumen tidak dapat mengevaluasi kualitas produk, maka harga merupakan indikator kualitas.

b. Nama merek, etika konsumen sulit untuk menilai kriteria kualitas produk, kepercayaan pada merek lama yang sudah memiliki reputasi baik dapat mengurangi resiko kesalahan dalam pembelian.

c. Negara asal, sering digunakan sebagai indikator.

d. Saliensi kriteria evaluasi, konsep saliensi mencerminkan ide bahwa kriteria evaluasi kerap berbeda pengaruhnya untuk konsumen yang berbeda dan juga produk yang berbeda. Atribut yang mencolok (salient) yang benar-benar mempengaruhi proses evaluasi disebut sebagai atribut determinan.

Keputusan Pembelian

Keputusan pembelian konsumen merupakan keputusan konsumen tentang merek mana yang dibeli, setelah sebelumnya pada tahap evaluasi alternatif konsumen telah melakukan pemeringkatan merek dan membentuk niat pembelian (Kotler dan Armstrong 2012). Dalam keputusan pembelian, konsumen juga mempertimbangkan di mana konsumen akan membeli produk tersebut dan bagaimana konsumen membeli produk tersebut (Hawkins dan Mothersbaugh 2010).

Menurut Solomon (2006) konsumen mempertimbangkan beberapa atribut produk dengan menggunakan aturan yang berbeda, tergantung pada kompleksitas dan kepentingan dari keputusan tersebut bagi mereka. Cara untuk membedakan aturan tersebut adalah dengan mengelompokkannya ke dalam:

a. Non-compensatory decision rules

Konsumen akan mengeliminasi produk-produk yang tidak sesuai dengan beberapa standar yang ditentukan. Semakin terkenal suatu merek maka akan semakin besar kemungkinan konsumen ini memilih merek tersebut untuk memenuhi kebutuhannya atas suatu kelompok barang.

b. Compensatory decision rules

Konsumen akan lebih melihat suatu produk secara utuh. Ketika kemampuan konsumen dalam mengolah informasi terbatas, biasanya konsumen ini akan lebih memilih produk yang memiliki atribut yang bernilai positif lebih banyak. Namun jika konsumen menghadapi situasi yang lebih rumit, konsumen juga

akan mempertimbangkan kepentingan relatif dari atribut bernilai positif serta bobot kepentingan dari merek produk.

Pada tahap ini, konsumen membentuk niat untuk membeli produk yang paling disukai. Menurut Kotler (2005), ada dua faktor yang berada diantara niat pembelian dan keputusan pembelian, yaitu (1) sikap oranglain, yaitu sejauh mana sikap oranglain dapat mengurangi alternatif seseorang, dan (2) situasi yang tidak terantisipasi yang dapat muncul dan mengubah niat pembelian. Faktor situasi yang tidak terantisipasi sangat dipengaruhi oleh resiko yang dirasakan dan ini berbeda-beda bagi setiap orang tergantung pada besarnya uang yang dipertaruhkan, ketidakpastian atribut, dan kepercayaan diri. Tahapan evaluasi alternatif dan keputusan pembelian dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Tahapan evaluasi alternatif dan keputusan pembelian

Sumber : Kotler (2005)

Perilaku Pasca Pembelian

Perilaku pasca pembelian merupakan tahapan proses keputusan pembelian konsumen di mana konsumen akan mengambil tindakan selanjutnya setelah melakukan pembelian berdasarkan kepuasan atau ketidakpuasan mereka (Kotler dan Armstrong 2012). Solomon et al. (2006) mengungkapkan bahwa kepuasan dan tidak kepuasan konsumen merupakan keseluruhan perasaan atau sikap yang dimiliki seseorang tentang suatu produk yang dibeli/dikonsumsinya. Kepuasan dan ketidakpuasan konsumen akan ditentukan dari selisih antar ekspektasi awal konsumen terhadap produk tersebut dengan kinerja produk yang sesungguhnya. Jika kinerja produk sama atau bakan lebih tinggi dari ekspektasi konsumen makan konsumen akan puas atau bahkan sangat puas, sebaliknya jika kinerja produk lebih rendah dari ekspektasi konsumen maka konsumen akan kecewa atau tidak puas (Kotler dan Armstrong 2012).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Konsumen Menurut Assael (1992) terdapat tiga faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen yaitu: (1) konsumen individual, (2) lingkungan yang mempengaruhi konsumen, dan (3) stimuli pemasaran atau yang disebut juga strategi pemasaran. Faktor-faktor ini kemudian diproses sehingga menghasilkan tanggapan dan perilaku konsumen. Sedangkan model perilaku konsumen menurut Kotler (2008),

Keputusan pembelian Evaluasi altenatif Niat pembelian Sikap orang lain

Situasi yang tidak terantisipasi

pemasaran dan rangsangan lain mempengaruhi pembelian dan menimbulkan tanggapan tertentu dari pembeli seperti dikemukakan pada Gambar 4.

Gambar 4 Model Perilaku Konsumen

Sumber: Kotler (2008)

Rangsangan pemasaran terdiri dari 4 P untuk produk fisik yang meliputi produk, harga, tempat, dan promosi. Sedangkan rangsangan pemasaran untuk produk jasa terdiri dari 7 P yaitu produk, harga, tempat, promosi, orang, proses, dan bukti fisik. Rangsangan lain adalah kekuatan utama dalam lingkungan, yaitu: ekonomi, teknologi, politik dan budaya. Rangsangan ini diproses dan kemudian menghasilkan keputusan pembelian, dimana pembeli memutuskan pilihan produk/jasa, merek, metode pembayaran, waktu dan jumlah. Ditambahkan pula oleh Kotler dan Armstrong (2012) bahwa perilaku pembelian konsumen sangat dipengaruhi oleh karakteristik budaya, sosial, pribadi, dan psikologis konsumen. Faktor Budaya

Faktor budaya memberikan pengaruh yang sangat besar pada perilaku konsumen. Faktor budaya yang dibahas disini meliputi budaya, sub budaya, dan kelas sosial.

a. Budaya

Menurut Kotler dan Armstrong (2012), budaya merupakan seperangkat nilai dasar, persepsi, keinginan, dan perilaku yang dipelajari oleh anggota suatu kelompok (masyarakat) dari keluarga maupun kelembagaan lainnya. Begitu pula menurut Hawkins dan Mothersbaugh (2010) menyebutkan bahwa budaya merupakan konsep yang komprehensif karena menyangkut hampir keseluruhan hal yang mempengaruhi pemikiran dan perilaku individu. Budaya merupakan dasar yang paling kuat dari terbentuknya keinginan dan perilaku seseorang sehingga mempengaruhi proses pembuatan keputusan seseorang. Setiap kelompok masyarakat mempunyai budaya tertentu, yang mana budaya tersebut dapat berbeda antar negara. Budaya yang berbeda akan membawa kepada proses keputusan pembelian yang berbeda pula (Hawkins dan Mothersbaugh 2010; Kotler dan Armstrong 2012).

Rangsangan Pemasaran - Produk/ jasa - Harga - Tempat/ distribusi - Promosi Rangsangan Lain - Ekonomi - Teknologi - Politik - Budaya Psikologi konsumen - Motivasi - Persepsi - Pembelajaran - Memori Karakteristik konsumen - Budaya - Sosial - Pribadi Proses Keputusan Pembelian - Pengenalan masalah - Pencarian Informasi - Evaluasi alternatif - Keputusan pembelian - Perilaku pasca pembelian Keputusan Pembelian - Pilihan produk - Pilihan merk - Pilihan penyalur - Jumlah pembelian - Waktu pembelian - Metode pembayaran

b. Sub Budaya

Sub budaya merupakan bagian yang lebih kecil dari budaya. Solomon et al. (2006) menyebutkan bahwa sub budaya adalah suatu kelompok dalam masyarakat di mana anggotanya berbagi seperangkat keyakinan, karakteristik, atau

Dokumen terkait