• Tidak ada hasil yang ditemukan

MADRASAH: SEJARAH KELAHIRANNYA HINGGA NIZAMIYYAH. Erlan Muliadi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MADRASAH: SEJARAH KELAHIRANNYA HINGGA NIZAMIYYAH. Erlan Muliadi"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

MADRASAH:

SEJARAH KELAHIRANNYA HINGGA NIZAMIYYAH Erlan Muliadi

Abstrak: Madrasah merupakan lembaga pendidikan Islam awal

yang didirikan oleh Nizam Al Mulk pada masa pemerintahan Dinasti Saljuq. Madrasah sebagai sebuah institusi yang mampu mengantarkan perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam dan selanjutnya berkontribusi positif bagi perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Barat. Dalam sejarah berdirinya madrasah, terdapat dua teori yang menjelaskan tentang proses transformasi dari masjid ke madrasah. Teori pertama dari Ahmad Shalaby menyatakan bahwa proses transformasi madrasah terjadi secara langsung yaitu dari masjid ke madrasah, sedangkan George Makdisi menyatakan bahwa transformasi berlangsung melalui perantara masjid-khan kemudian menjadi madrasah. Terlepas dari pertentangan proses transformasi madrasah tersebut, dalam catatan sejarah bahwa madrasah merupakan lembaga par exellenxe. Madrasah berkembang menjadi sebuah lembaga pendididkan Islam yang mampu melahirkan tokoh-tokoh muslim dari zaman dahulu hingga sekarang.

KataKunci: Ilmu Pengetahuan, Lembaga Pendidikan, Madrasah

Pendahuluan

enelusuri jejak historis dari lembaga pendidikan Islam (madrasah) merupakan hal yang sangat menarik, dan urgen sehingga latar belakang historis menjadi titik awal dalam pengembangan madrasah menuju arah yang lebih baik bagi dunia pendidikan masa kini dan masa yang akan datang. Sejarah kemudian menjadi hal yang penting guna mengambil pelajaran, seperti diungkapkan oleh Donald V. Gawronski dalam Minhaji bahwa “Sejarah adalah upaya interpretasi terhadap segala sesuatu

Jurusan PAI, FITK, IAIN Mataram. Email: erlan.muliadi@yahoo.com

(2)

seputar kehidupan manusia dan juga masyarakat, tujuan pokoknya adalah untuk mengembangkan pemahaman terhadap aktifitas manusia bukan hanya yang terjadi pada masa lalu tapi juga masa sekarang (Minhaji, 2010:14).

Madrasah merupakan bagian dari lembaga pendidikan yang telah memberikan kontribusi positif bagi perkembangan dunia pendidikan Islam pada masa lalu, masa sekarang bahkan masa yang akan datang. Madrasah sebagai elemen dalam pendidikan dalam kancah dunia Islam awal, pertengahan dan modern telah mengalami berbagai macam perkembangan, dari sejak kelahirannya telah berevolusi dalam berbagai hal, baik institusi, kurikulum maupun manajemen pengelolaan. Perkembangan madrasah dari masa ke masa memberikan dampak yang positif bagi kemajuan perkembangan dunia keislaman di seluruh dunia termasuk juga di Indonesia.

Namun, dalam catatan sejarah madrasah bukanlah merupakan lembaga pendidikan awal yang ditelurkan Islam, tercatat bahwa pendidikan awal umat Islam diselengarakan dalam beberapa tahap dan mengalami perkembangan sehingga madrasah bisa muncul sebagai wahana baru penyelenggaraan pendidikan bagi umat Islam, penyelenggaran pendidikan Islam di masjid merupakan awal dari tempat bagi pendidikan Islam itu sendiri (Zuziyanti, dkk, 2012:75). Tercatat dalam berbagai literatur bahwa kuttab, rumah, istana, dan perpustakaan serta banyak lagi istilah tempat yang digunakan dalam menyelenggarakan pendidikan Islam pada masa awal.

Mengetahui secara jelas dari sejarah kelahiran hingga pendirian madrasah Nizamiyyah oleh Nizham Al-Mulk yang dikatakan sebagai tonggak awal lembaga pendidikan Islam (madrasah) merupakan hal yang penting dan akan menjadi bagian dari tujuan ditulisnya makalah ini. Penulisan artikel ini dengan menggali informasi-informasi dari literatur-literatur yang penulis temukan. Dan mencoba untuk menganalisa dengan pendekatan sosio-historis yang artinya penulis mencoba bukan hanya memaparkan sejarah secara deskriptif akan tetapi juga mencoba untuk melihat kaitan

(3)

kemunculan madrasah ini dengan keadaan masyarakat yang mengitarinya.

Institusi Pendidikan Islam Pra-madrasah

Dalam catatan sejarah, madrasah merupakan anak kandung dari lembaga pendidikan yang telah ada pada masa awal Islam, lembaga pendidikan Islam pada dasarnya telah mulai diperkenalkan oleh Nabi Muhammad SAW pada awal kelahiran Islam, Nabi Muhammad SAW menjadikan Masjid sebagai sarana dalam berbagai aktivitas, berupa dakwah, pendidikan dan ibadah. Begitu juga ketika Nabi hijrah ke Madinah, Nabi membangun masjid dalam rangka mendidik umat Islam, dalam tulisan Munir Ud Din Ahmed, mengatakan bahwa: “Muhammad used sit in his mosque in

Madina to teach his companions” (Ahmed, 1968:115).

Pada perkembangan selanjutnya seiring bertambahnya jumlah umat Islam dan perkembangan dari ilmu pengetahuan yang pesat, sehingga masjid tak mampu lagi menampung jumlah umat yang ingin mendapatkan ilmu pengetahuan, dan juga masjid secara fungsi utama sebagai tempat beribadah telah terganggu dengan

halaqah yang dihelat. Fungsi masjid sebagai tempat pendidikan

dalam perkembangannya dipertimbangkan kembali, sehingga mendorong dibukanya lembaga pendidikan baru. Dalam hal ini,

terdapat sejumlah teori yang menjelaskan alasan

dipertimbangkannya kembali masjid sebagai tempat pendidikan, sehingga terjadi transformasi lembaga pendidikan dari masjid ke bentuk lainnya, ialah Pertama, kegiatan pendidikan di masjid dianggap telah mengganggu fungsi utama lembaga itu sebagai tempat ibadah. Kedua, berkembangnya kebutuhan ilmiah sebagai akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan. Ketiga, timbulnya orientasi baru dalam penyelenggaraan pendidikan. Sebagian guru mulai berfikir untuk mendapatkan rizeki melalui kegiatan pendidikan (Maksum, 1999:55-56).

Masjid pada dasarnya bukanlah merupakan lembaga tunggal sebagai wadah diadakannya pendidikan Islam, melainkan terdapat beberapa tempat dan institusi pendidikan Islam awal, pra klasik

(4)

hingga munculnya penggunaan madrasah secara terminologi untuk pertama kalinya.

Pada masa Islam awal (zaman Rasullah) selain masjid, institusi yang digunakan sebagai tempat kegiatan belajar mengajar, membaca, menulis, dan menghafal al-Quran pada zaman Rasulullah saw dikenal sebagai Darul Arqam ( rumah kediaman sahabat, al-Arqam bin Abi al-al-Arqam r.a), sebagai tempat yang digunakan nabi dalam dakwah menyampaikan risalah Islam, rumah sahabat ini merupakan tempat dicetaknya generasi awal umat Islam yang terbukti ketaatannya, pengabdiannya pada Rasulullah dan Allah SWT. Jika mencermati proses belajar mengajar yang dilakukan pada masa awal ini (Darul Arqam) berlangsung secara sistematis dan telah menggariskan tujuannya dengan jelas, yaitu mendidik kader Islam sehingga output yang dihasilkan merupakan generasi terbaik umat Islam sepanjang sejarah peradaban dunia, sehingga tak berlebihan kiranya apabila dikatakan bahwa lembaga pendidikan ini merupakan lembaga pendidikan fenomenal pertama yang diselenggarakan umat Islam di kota Mekkah.

Selanjutnya seiring perkembangan jumlah umat Islam, perluasan wilayah kekuasaan Islam, sesuai dengan kebutuhan dan perubahan masyarakat muslim maka lembaga pendidikan merupakan suatu kebutuhan mendasar bagi umat Islam itu sendiri. Perkembangan dan kebutuhan masyarakat ditandai oleh :

1. Perkembangan ilmu, kaum muslimin pada awalnya membutuhkan pemahaman al-Qur’an sebagai apa adanya, begitu juga membutuhkan keterampilan membaca dan menulis. Ibn Khaldun mencatat bahwa pada awal kedatangan Islam, orang Quraisy yang pandai membaca dan menulis hanya berjumlah 17 orang. Semuanya laki-laki. Pada masa Umawi, masyarakat muslim telah banyak memerhatikan ‘ilm

naqliyah, yaitu ilmu-ilmu yang berkaitan dengan Qur’an

al-Karim yang meliputi: al-Tafsir, al-Qira’at, al-Hadits dan ushul fiqh, dan Ulum Lisaniyah seperti ‘ilmlughah, ‘ilm an-nahw, ‘ilm

al-Bayan, dan al-Adab. Pada masa Abbasiyah sangat mungkin

(5)

al’Aqliyah atau ilmu kealaman, seperti kedokteran, filsafat, dan

matematika.

2. Perkembangan kebutuhan, pada masa awal, yang menjadi kebutuhan utama ialah mendakwahkan Islam. Karena itu, sasaran pun pada mulanya ditujukan pada orang-orang dewasa. Ketika keadaan semakin baik, penganut Islam semakin banyak dan kuat, terdapatlah kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang lebih maju, termasuk mempersiapkan pegawai. (Nizar (ed), 2009:131-132)

Beberapa hal di atas menunjukkan akan pentingnya mendirikan

sebuah lembaga pendidikan sebagai gerbong menuju

perkembangan Islam dan peradaban Islamyang maju. Pendirian lembaga pendidikan ini juga dinilai penting karena penyebaran agama, perluasan wilayah dengan pembentukan negara dan dinamika masyarakat yang terus berubah—beberapa latar belakang pendirian lembaga pendidikan Islam disampaikan Prof. Machasin dalam perkuliahan Sejarah Sosial dan kelembagaan Pendidikan Islam pada tanggal 6 Oktober 2012.

Lembaga pendidikan Islam pra madrasah dalam dunia Islam tercatat sangat bervariatif seiring perkembangan Islam, lembaga pendidikan Islam masa klasik tersebut antara lain :

1. Suffah

Pada masa Rasulullah saw, shuffah adalah suatu tempat yang telah dipakai untuk aktivitas pendidikan. Biasanya tempat ini menyediakan pemondokan bagi pendatang baru dan mereka yang tergolong miskin

2. Kuttab/maktab

Tempat untuk menulis, atau tempat di mana dilangsungkan kegiatan tulis-menulis

3. Majlis

Istilah majlis dipakai dalam pendidikan sejak abad pertama Islam. Mulanya merujuk pada arti tempat-tempat pelaksanan belajar mengajar. Pada perkembangan selanjutnya majlis berarti sesi di mana aktivitas pengajaran atau diskusi berlangsung 4. Halaqah

(6)

Halaqah artinya lingkaran. Proses pembelajaran yang dilakukan dengan cara para santri duduk mengitari/mengelilingi gurunya (Rahman, 1984:264). Kegiatan halaqah ini biasanya dilakukan dimasjid atau di rumah-rumah.

5. Masjid

Dalam sejarah Islam, masjid memiliki fungsi sebagai tempat berlangsungnya proses belajar mengajar dari zaman nabi saw sampai tahap Islamberikutnya.

6. Khan

Khan merupakan sebuah bangunan yang didirikan di samping masjid, sebagai tempat penginapan bagi para pelajar yang datang dari berbagai kota. Selain itu, khan juga dijadikan sebagai tempat belajar. Khan ini dibangun ketika masjid sebagai tempat beribadah menjadi terganngu dengan adanya kegiatan pembelajaran diseputarnya.

7. Ribath

Dalam kaitannya dengan pendidikan, ribath berarti tempat kegiatan kaum sufi yang ingin menjauhkan diri dari kehidupan duniawi, biasanya ribath dihuni oleh sejumlah orang miskin yang secara bersama-sama menjalankan aktivitas keilmuan disamping melakukan praktik-praktik sufistik.

8. Rumah-rumah Ulama

Pada masa awal perkembaangan Islam, Nabi SAW menyampaikan risalah Islam dirumah beliau sendiri dan juga dirumah para sahabat, ada beberapa alasan mengapa rumah ulama sebagai alternatif lembaga pendidikan antara lain: Pertama, alasan keamanan seperti terjadi pada masa Nabi saw menyampaikan dakwah Islam secara sembunyi-sembunyi, kedua, munculnya dikotomi antara ilmu-ilmu agama dan umum, dimana muncul kecenderungan untuk memusuhi bahkan melarang pengetahuan umum diajarkan lembaga pendidikan yang terbuka. Ketiga, ketika lembaga-lembaga pendidikan diintervensi oleh penguasa, sehingga bagi ulama yang berbeda faham keagamaan dan politik tidak diperkenankan mengajar di lembaga-lembaga pendidikan terbuka.

(7)

9. Perpustakaan

Dalam sejarah Islam masa klasik, perpustakaan bukan hanya merupakan tempat kumpulan buku, tetapi juga berfungsi sebagai tempat atau sarana belajar, saling tukar-menukar informasi, dan berdiskusi bagi para guru dan ilmuan. Selain itu juga, di perpustakaan dilakukan aktivitas penterjemahan, penulisan naskah, dan penjilidan.

10. Obsevatorium dan Rumah Sakit

Sebagimana perpustakaan, Obsevatorium juga difungsikan sebagai lembaga pendidikan atau sebagai tempat untuk transmisi ilmu pengetahuan. Di Obsevatorium ini sering diadakan kajian-kajian ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani. Mehdi Nakosteen (1964:45) memberikan gambaran beberapa jenis pendidikan Islam awal yang ada di dunia muslim, yaitu:

Organization of Muslim Education, 750-1350 Known as maktabs or kuttabs (writing schools) Known as 1) Mosque schools (masjid) 2) Mosque circles (halaqa) 3) Madrasahs, outside of mosque, offering both secondary and college disilines

1) Bait al-Hikams (house of wisdom)

2) Bookshops as centers of research

3) Literary salons as center of exchange of views and disputation of issues

5 or 6 to 14 elementary mostly outside the mosque in shops or tutors’ house

To 18 or above Secondary-college The transition from secondary to college was flexible and based upon individual initiative

University education and post-university education 1) Public libraries,

semi-public libraries, and private libraries in home of scholars, as center of reserach and scholarship 2) Higer education also was

carried on in some mosques exclusively, such as Al-Azhar

(8)

Beberapa catatan tentang lembaga pendidikan Islam di atas memberikan kita gambaran akan varian lembaga yang ada dan berkembang di dunia muslim era awal, dan sekali lagi menjadi indikasi akan perhatian besar umat Islam pada ilmu pengetahuan, sehingga dalam catatan sejarah era golden age merupakan era yang layak dicapai umat Islam karena besarnya perhatian, penghargaan dan antusiasme kaum muslim terhadap ilmu pengetahuan.

Sejarah Berdirinya Madrasah

Pendidikan Islam secara kelembagaan tampak dalam berbagai bentuk dan variasi seperti yang digambarkan diatas, di samping lembaga yang bersifat umum seperti masjid dan lembaga-lembaga lain yang mencerminkan kekhasan orientasinya, secara umum, pada abad keempat hijrah dikenal beberapa sistem pendidikan Islam

Disebutkan lima sistem dengan klasifikasi sebagai berikut: sistem pendidikan Mu’tazilah, sistem pendidikan Ikhwan al-Safa’. Sistem pendidikan bercorak fiqih, sistem pendidikan bercorak tasawuf dan sistem pendidikan bercorak filsafat (Shalaby, 1954:1). Ahli lain menyebutkan bahwa institusi yang digunakan oleh masing-masing dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Falasuf menggunakan: Daral-Hikmah, al-Muntadiyat, Hawanit, dan

Warraq’in

2. Mutasawwif menggunakan: al-Zawaya, al-Ribat, al-Masajid dan

halaqat al-Dzikr

3. Syi’iyyin menggunakan: Dar al-Hikmah, al-Masajid, Pertemuan Rahasia

4. Mutakallimin menggunakan:masajid, maktabat, Hawanit,

al-Warraqin, dan al-Muntadiyat

5. Fuqaha (ahli Hadits): al-Katatib, al-Madaris, al-masajid. (Hassan, 1988:16)

Dalam sejarah Islam dikenal banyak sekali tempat dan pusat pendidikan dengan jenis, tingkatan dan sifat khas. Ahmad Shalaby menyebutkan tempat-tempat itu. Ia membagi institusi-institusi pendidikan Islam tersebut menjadi dua kelompok, yaitu kelompok sebelum madrasah dan sesudah madrasah (Maksum, 1999:52).

(9)

Madrasah dengan demikian dianggap tonggak baru dalam penyelenggaraan pendidikan Islam. Madrasah yang dimaksud ialah madrasah yang dibangun oleh Nizam al-Mulk, namun yang perlu diingat bahwa sekalipun madrasah mulai berkembang institusi-institusi sebelum madrasah itu tetap digunakan sesuai sifat tradisionalnya sekalipun jumlah dan peminatnya sedikit.

Dalam berbagai literatur juga, kita menemukan bahwa madrasah terkenal yang dibangun oleh umat Islam yaitu madrasah Nizamiyah dibawah komando Nizam Al Mulk pada tahun 459 H, yang menjadi tonggak awal sejarah madrasah di dunia. Akan tetapi Madrasah Nizamiyah ini pada dasarnya bukanlah merupakan madrasah pertama yang didirikan, tercatat dalam literatur bahwa sebelum pendirian madrasah Nizamiyyah ini, telah terdapat madrasah Baihaqiyah yang didirikan di Nisapur, madrasah Sa’diyyah dan Madrasah di Khurasan yang dibangun 165 tahun sebelum madrasah Nizamiyah didirikan (Habib dalam Suwito, 2008:215; lihat juga Quraishi, 1983:26-27).

Madrasah Nizamiyah menjadi madrasah pertama yang sangat terkenal dan beberapa sejarawan juga menyebutnya sebagai madrasah yang pertama kali dibangun, ini didasarkan pada Nizam al Mulk merupakan orang yang sangat berjasa dalam membangun jaringan lembaga pendidikan besar yang bernama madrasah. Pengaruh yang ditimbulkan oleh madrasah Nizamiyah ini juga melampui dari madrasah-madrasah yang dibangun sebelumnya. Ahmad Shalaby, misalnya menjadikan pendirian Madrasah Nizamiyyah ini sebagai pembatas, untuk membedakan dengan era pendidikan sebelumnya (Maksum, 1999:61; Lihat juga Bayard, 1962:19). Era baru itu ialah pada adanya ketentuan-ketentuan yang jelas dalam komponen-komponen pendidikan.Nizam al-Mulk bukan orang pertama mendirikan madrasah, akan tetapi, ia telah berjasa membesarkan nama lembaga pendidikan madrasah, dan dari skala usaha, ia adalah orang pertama yang membangun jaringan lembaga pendidikan yang besar yang bernama madrasah.

Menurut ahli sejarah Islam Lainnya, bahwa Nizam al-Mulk adalah orang yang mula-mula mendirikan madrasah dalam Islam,

(10)

karena pada masa sebelum Nizam al-Mulk adalah pengajaran Agama diberikan di masjid-masjid, bukan di gedung-gedung madrasah, seperti yang dilakukan oleh Nizam al-Mulk. Sedangkan

BaitulHikmah di Baghdad dan Darul Ilmi di Kairo adalah gedung

perpustakaan, bukan gedung madrasah. Hanya gedung perpustakaan pada masa itu bukan saja tempat membaca tetapi juga tempat belajar dan berdebat dalam berbagai macam masalah dan berbagai macam ilmu pengetahuan (Hanifi, 1962:174-175). Oleh karena itu setengah ahli sejarah menamakan BaitulHikmah di Baghdad dan DarulIlmi (Darul Hikmah) di Kairo itu adalah perpustakaan.

Seperti dijelaskan diatas bahwa transformasi kelembagaan pendidikan Islam mengalami beberapa fase perkembangan sebelum

term madrasah menjadi lembaga pendidikan yang digunakan oleh

lembaga pendidikan Islamdidunia. Secara garis besar terdapat dua teori yang mengungkapkan transformasi lembaga pendidikan Islam (masjid) ke madrasah, yaitu teori yang dinyatakan George Makdisi dan Ahmad Shalaby.

George Makdisi mengungkapkan bahwa transformasi masjid ke madrasah terjadi secara tidak langsung, dengan perantara, Makdisi mengajukan teori bahwa asal muasal pertumbuhan madrasah merupakan hasil dari tiga tahap, yaitu: tahap masjid, tahap masjid-khan dan tahap madrasah. Tahap masjid berlangsung sekitar abad ke delapan dan sembilan, masjid yang dimaksud bukanlah masjid yang digunakan untuk shalat jumat untuk seluruh kota (masjid Jami’) akan tetapi masjid biasa yang di samping untuk shalat juga sebagai majlis ta’lim. Tahap kedua adalah lembaga masjid-khan yaitu masjid yang dilengkapi dengan bangunan khan (asrama, pemondokan) yang masih bergandengan dengan masjid, dan setelah dua perkembangan tadi kemudian muncullah madrasah yang khusus diperuntukkan sebagai lembaga pendidikan (Makdisi, 1991:1-56).

Berbeda dengan Makdisi, Ahmad Shalaby mengatakan transformasi ini secara langsung tanpa perantara. Ahmad Shalaby menjelaskan bahwa perkembangan masjid ke madrasah terjadi

(11)

secara langsung, karena perkembangan madrasah merupakan konsekuensi logis dari perkembangan dan semakin ramainya kegiatan pengajian yang diadakan di masjid sehingga mengganggu ketentraman dalam beribadah di masjid (Shalaby, 1954:55).

Dua pendapat di atas terlihat agak berbeda, namun pada dasarnya memiliki kesamaan secara implisit, perbedaan hanyalah pada rincian pentahapannya, Ahmad Shalaby menyatakan perubahan secara langsung, dari masjid yang telah mengalami modifikasi, yang telah dilengkapi dengan serambi-serambi belajar dan tempat-tempat pemondokan. Gambaran ini menyerupai apa yang dimaksud oleh Makdisi sebagai masjid-khan.

Madrasah Nizamiyyah

Sebagai tonggak sejarah baru dalam lembaga pendidikan Islam, madrasah Nizamiyyah menjadi hal yang penting untuk dikaji, di samping merupakan pembatas dari lembaga pendidikan Islam seperti yang diungkapkan Ahmad Shalaby, madrasah Nizamiyyah adalah merupakan lembaga yang menjadi sentral pengembangan keilmuan Islam pada masa itu.

Sebagai suatu ide, madrasah khususnya madrasah Nizamiyah mempunyai pengaruh yang monumental dalam tradisi keilmuan masyarakat dunia Islam khususnya, tradisi madrasah juga secara historis memberikan dampak yang signifikan terhadap tradisi akademik Barat—dalam berbagai tempat dalam bukunya, Makdisi memberikan penjelasan bahwa bagaimana pengaruh yang ditularkan madrasah Nizamiyah kepada keilmuan Barat (Baca juga pernyataan Mehdi Nakosteen, [2003:50]).

Latar belakang berdirinya madrasah Nizamiyah

Sebelum mendirikan madrasah, seperti yang dijelaskan di atas bahwa kaum muslimin mengenal berbagai macam lembaga pendidikan Islam yang variatif. Kemunculan madrasah sebagai model lembaga pendidikan baru dalam dunia Islam, tak terlepas dari kekuasaan dunia Islampada masa Dinasti Saljuq.

(12)

Penggagas berdirinya madrasah ini adalah seorang wazir terkenal Dinasti Saljuq yang bernama Nizam al-Mulk (465-485 H), ia menjadi wazir pada masa pemerintahan Sultan Alb Arsalan dan Sultan Malik Syah (Hitti, 2002:607-608).

Madrasah Nizamiyyah ini didirikan dekat pinggir sungai Dijlah, di tengah-tengah pasar Selasah di Baghdad, mulai dibangun pada tahun 457 H/1065 M dan selesai pada tahun 459 H. Madrasah ini tetap hidup sampai pertengahan abad keempat belas Miladi, yaitu ketika dikunjungi oleh Ibnu Bathuthah (al-Jumbulati, Al-Tuwaanisi, 1994:31).

Madrasah-madrasah Nizam al-Mulk ini termasyhur di seluruh penjuru dunia. Pada tiap-tiap kota Nizam al Mulk mendirikan madrasah yang besar. Diantaranya di Baghdad, Balkh, Naisapur, Harat, Ashfahan, Basran, Marw, Mausul, dan lain-lain. Bahkan pada tiap-tiap kota diseluruh Irak dan Khurasan ada satu madrasah.

Madrasah-madrasah Nizamiyyah itu dapat disamakan dengan fakultas-fakultas masa sekarang ini, karena mengingat guru-guru yang menjadi pengajar adalah ulama-ulama kelas wahid dalam catatan sejarah tokoh dunia Islam, diantara guru-guru tersebut ialah:

a. Abu Ishak As-Syirazi (wafat 476 H=1083 M) b. Abu Nashr As-Shabbagh (477 H=1084 M) c. Abul Qasim Al’Alawi (482 H=1089)

d. Abu Abdullah Al Thabari (495 H=1101 M) e. Abu Hamid Al-Ghazali (505 H =1111 M) f. Radliyud-Din Al-Qazwaini (575 H=1179 M)

g. Al-Firuzabadi (817 H=1414 M) dan lain-lain. (Yunus, 1990:73-74)

Madrasah Nizamiyyah berada pada wilayah otoritas dari Dinasti Saljuq. Dinasti Saljuq sendiri memiliki kekuasaan yang sangat luas, masyarakat yang berada pada wilayah kekuasaan, tentunya dengan jumlah yang besar disamping juga memiliki latar belakang agama, suku bangsa, sosial dan budaya yang berbeda, bentangan kekuasaan yang luas dan masyarakat yang multikultural inilah yang kiranya menjadi salah satu faktor dari berbagai macam faktor pendirian

(13)

madrasah sebagai pusat pelayanan kebutuhan masyarakat akan pendidikan.

Seperti yang penulis jelaskan di atas mengutip pendapat pakar sejarah pendidikan Islam bahwa pendirian madrasah ini merupakan konsekuensi logis dari pertambahan jumlah murid atau peserta didik pada masa pertumbuhan dan perkembangan dunia Islam, oleh karena itu, pendidikan sejatinya harus mengalami perkembangan yang pada awal cenderung berorientasi individual menjadi massal.

Akan tetapi, di samping motifasi kependidikan, juga kita tidak bisa pungkiri bahwa pendirian madrasah ini juga memiliki kepentingan politik dari Dinasti Saljuq sendiri. Dinasti Buwaihi yang menguasai kekhalifahan Bani Abbasiyah saat itu, yang kemudian ditaklukkan oleh Dinasti Saljuqyang notabenenya menganut aliran keagamaan syi’i, sedangkan Dinasti Saljuq sendiri menganut aliran Sunni.

Aliran Sunni dan Syi’i memiliki doktrin atau ideologi pilitik yang berbeda, sehingga apabila ingin menghilangkan pengaruh yang ditinggalkan oleh Dinasti Buwaihi yang ada di tengah-tengah masyarakat, maka untuk mengatasinya, Dinsati Saljuq melakukan propaganda yang salah satunya dengan pendirian madrasah Nizamiyyah ini, sebagai contoh, Universitas Nizamiyyah di Baghdad didirikan untuk menandingi Universitas al-Azhar di Kairo yang dikuasai Dinasti Fatimiyyah yang beraliran Syi’ah (Suwito, 2008:152).

Dari uraian di atas, maka tampak bahwa pendirian madrasah Nizamiyyah pada masa Dinasti Saljuq ini sarat dengan kepentingan pemerintah. Kepentingan ideologis-politik penguasa tampaknya dominan di samping kepentingan kependidikan agama dan kepentingan pribadi dari penguasa saat itu.

George Makdisi dalam tulisannya memberikan gambaran tentang motivasi Nizam al-Mulk lebih memilih pendirian madrasah daripada lembaga lainnya untuk tujuan ideologis-politik, Makdisi menjelaskan (Penulis ringkas sedikit):

(14)

“Why did Nizam al-mulk choose to endow a network of madrasas rater than a network of masjids?...,the answer is seems to me, is that the madrasa alone, already in exsitence as an institution, could answer his particular need. He founded his network of madrasa to implement his political-polices throughout the vast lands of the empire under his way. The institution which could be lend itself to such use had to be one which could be established without ties of an official religious nature, such as to bring it under the jurisdiction of the caliph, as in the jami’ where the caliph was the final appointing authority, or in the masjid where the imam was responsible to the caliph, or even in a madrasa whose administrative committee represented the community of the local school of law. To manipulate a cathedral mosque or mosque-college was out of question . therefore the institution Nizam choose as an instrument of his policies was one whose administration could be kept outside the reach of the caliph’s authority, an authority which had its place the public opinion of the times”. (Makdisi, 1991:51)

(Mengapa Nizam al Mulk lebih memilih mendirikan madrasah dari pada masjid? ... menurutku, jawabannya ialah dengan adanya madrasah itu sendiri, keberadaannya sebagai sebuah institusi siap untuk memenuhi kebutuhan atau tujuan tertentu. Dia membangun madrasah untuk mempertahankan hegemoni kekuasan dan kepentingan politik -ideologi. Lembaga itu sendiri merupakan salah satu tempat yang tepat untuk menerapkan hal tersebut (politik-ideologi) sehingga mampu meredam gejolak paham keagamaan lain (syiah), untuk menundukkan paham tersebut tunduk pada kekuasaan khalifah, seperti didalam masjid imam bertanggung jawab penuh terhadap khalifah, atau juga seperti di madrasah yang merepresentasikan kelompok tersebut sebagai wadah sekolah hukum. Untuk menjadikan masjidjami dan masjidyang didalamnya dihelat pendidikan tidak berkembang, untuk ituNizam memilih cara untuk menyebarkan paham keagamaannya yaitu pendirian sebuah institusi selain masjid pada saat itu, sehingga dengan wadah itu ideologinya dapat tersebar dimasyarakat pada masa itu.)

Materi Pendidikan Madrasah Nizamiyah

Madrasah Nizamiyyah yang dibangun atas beberapa motifasi dan kepentingan yang mengitarinya berimbas pada materi pendidikan yang diajarkan didalamnya, madrasah Nizamiyyah yang dijadikan alat propaganda oleh Bani Saljuq dalam menekan pengaruh aliran keagamaan syi’ah dan dalam rangka menyebarkan aliran Sunni diseluruh wilayah kekuasaan dinasti Bani Saljuq.

Untuk memuluskan kepentingan yang diemban oleh institusi ini, maka Bani Saljuq memasukkan materi keagamaan Sunni didalam

(15)

rangkaian kurikulum madrasah Nizamiyyah. Sehingga cukup beralasan mengapa materi keagamaan cukup mendominasi dalam “salah satu aspek kurikulum” madrasah pada saat itu—penyebutan salah satu aspek kurikulum, karena kurikulum bukan hanya daftar mata pelajaran (materi) an sich. Kurikulum itu berisi tujuan, isi, cara/metode dan evaluasi (materi kuliah yang disampaikan Prof. Dr. Sutrisno: UIN Sunan kalijaga, 13/10/2012).

Yang lebih penting lagi, karena pemilihan materi pelajaran memiliki kaitan dengan tujuan politis, atau tujuan-tujuan sektarian, maka tekhnik penyampaiannya pun cenderung tertutup dan bersifat indoktrinasi. Ideologisasi dari materi-materi pelajaran tidak memberikan kesempatan untuk mengembangkan cara berpikir bebas, lebih jauh lagi keterlibatan penguasa ini juga menyangkut metode yang digunakan dalam proses belajar mengajar, metode yang dominan digunakan adalah metode iqra (ceramah) dan imla (dikte), dan proses belajar mengajar hanya terbatas pada menghafal, membaca dan mengulang ucapan orang-orang sebelumnya, tanpa tambahan dan pembaharuan (Maksum, 1999: 72-74).

Menurut Basy’ar Awad dalam Suwito, bahwa bukti dominasi ilmu-ilmu keagamaan dalam madrasah dibuktikan dari dokumen wakaf madrasah Nizamiyyah, yakni :

a. Nizamiyyah merupakan wakaf yang disediakan untuk kepentingan penganut madzhab Syafi;i dalam fiqih dan ushul fiqh

b. Harta benda yang diwakafkankepada Nizamiyyah adalah untuk kepentingan penganut mazhab Syafi.i dalam fiqih dan ushul fiqh.

c. Pejabat-pejabat utama Nizamiyyah harus bermadzhab Syafi’i dalam fiqh dan ushul fiqh; ini mencakup mudarris, wa’idh dan pustakawan

d. Nizamiyyah harus mempunyai seorang tenaga pengajar bidang kajian al-Qur’an

e. Nizamiyyah harus mempunyai seorang tenaga pengajar bahasa arab, dan

(16)

f. Setiap staf menerima bagian tertentu dari penghasilan yang diperoleh dari harta wakaf Nizamiyyah. (Suwito, 2008:155) Menurut Mahmud Yunus, rencana pengajaran di madrasah Nizamiyyah pada saat itu tidak diketahui dengan jelas, namun bisa dikatakan bahwa kurikulum Madrasah Nizamiyyah pada saat itu didominasi oleh ilmu-ilmu keagamaan atau ilmu-ilmu syari’ah. Bukti-buktinya adalah:

a. Tidak ada seorang ahli sejarah yang mengatakan bahwa di antara materi pelajaran yang diajarkan di madrasah Nizamiyyah adalah ilmu kedokteran, ilmu falak, dan ilmu passti. Tetapi mereka hanya menyebutkan bahwa di antara materi pelajarannya adalah nahwu, ilmu kalam, dan ilmu fiqh.

b. Guru-guru yang mengajar di madrasah Nizamiyyah adalah ulama syari’ah seperti: Abu Ishaq Syarazi, Ghazali, al-Qazwaini, ibn al-Jauzi dan lain-lain. Tidak dikatakan bahwa di sana juga ada guru filsafat. Maka madrasah Nizamiyyah itu adalah madrasah syari’ah bukan madrasah filsafat.

c. Pendiri madrasah Nizamiyyah itu bukanlah orang yang membela filsafat dan bukan pula orang yang membantu pembebasan filsafat

d. Zaman berdirinya madrasah Nizamiyyah bukanlah zaman keemasan filsafat melainkan zaman penindasan terhadap filsafat. (Yunus, 1990:75)

Catatan Akhir

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa lembaga pendidikan Islam sejak masa Rasulullah sampai saat ini nampak sangat variatif. Hal ini tidak lepas dari faktor perkembangan peradaban maupun kebutuhan manusia. Semangat untuk dapat membaca dan menulis merupakan kekuatan lembaga pendidikan Islam pra madrasah untuk berkembang lebih pesat. Selain itu aktifitas menulis beserta hasil tulisannya juga menjadi sumbangan tersendiri bagi kemajuan lembaga pendidikan era ini.

Di awal perkembangannya, meskipun telah banyak lembaga pendidikan yang berbeda-beda, namun lembaga pendidikan Islam

(17)

ini belum menampakkan diri sebagai sebuah sistem yang terorganisir dengan rapi. Lembaga pendidikan Islam baru benar-benar nampak ketika lahirnya Madrasah Nizamiyyah yang dipelopori oleh Nizam al Mulk.

Dua ahli sejarah pendidikan Islam menyatakan transformasi Masjid ke madrasah yaitu tanpa perantara atau secara langsung oleh Ahmad Shalaby dan George Makdisi menyatakan bahwa transformasi masjid ini melalui perantara yaitu dari masjid, masjid-khan kemudian madrasah.

Lahirnya lembaga madrasah yang menjadi pembeda dari pendidikan pra madrasah dan pasca madrasah (Madrasah Nizamiyyah) secara resmi tidak semata-mata didorong oleh kebutuhan ilmu pengetahuan di masa itu, namun juga dicampuri oleh kepentingan politik para penguasa. Maka tidak mengherankan jika sampai saat ini pendidikan juga seringkali dipolitisi, sebab sejak awal perkembangannya hal ini pun memang telah banyak dilakukan oleh para penguasa.

Daftar Pustaka

Ahmad Shalaby, History Of muslim Education, Beirut: Dar Al-Kashshaf, 1954.

Akh. Minhaji, Sejarah Sosial dalam Studi Islam, Yogyakarta: Suka Press, 2010.

Ali al-Jumbulati & Abdul F. Al-Tuwaanisi, Dirasatun Muqaaranatun

fit-Tarbiyatil Islamiyyah, terj. Arifin. Jakarta: Rineka Cipta, 1994

Bayard Dodge, Muslim Education in Medieval Times, Washington, D.C : The Middle East Institute, 1962.

Erlan Muliadi, Sejarah Peradaban Islam. Jember: Bina Insan, 2012. Fazlur Rahman, Islam, terj. Ahsin. Bandung: Penerbit Pustaka,

1984.

George makdisi, Religion, Law and Learning in Classical Islam, USA: Variorum, 1991.

(18)

Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Hidakarya Agung, 1990

Maksum, Madrasah: Sejarah dan Perkembangannya, Jakarta: Logos, 1999.

Manzoor A. Hanifi, A Survey Of Muslim Institutions And Culture, New Delhi: Kalan Mahal, 1962

Mansoor A. Quraishi, Some Aspects of Muslim Education, Lahore: Universal Books, 1983.

Mehdi Nakosteen, History of Islamic Origins Of Western Education. Colorado: University Of Colorado Press, 1964.

,Kontribusi Islam Atas Dunia Intelektual Barat: Deskripsi Analisis

Abad Keemasan Islam, terj. Joko. Surabaya: Risalah Gusti, 2003.

Muhammad Hassan, Madaris al-Tarbiyah fi al-Hadarah al-Islamiyah, Kairo: Dar al-Fikr al-‘Arabi, 1988.

Munir Ud Din Ahmed, Muslim Education and the Scholars’ Social

Status, Zurich: Dar Islam, 1968.

Philip K. Hitti, History Of The Arabs, terj. Cecep Lukman dan Dedi S. Riyadi. Jakarta: Serambi, 2002

Samsul Nizar & M. Syaifudin, Isu-Isu Kontemporer Tentang Pendidikan

Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2010.

Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Pendidikan

Era Rasulullah Sampai Indonesia, Jakarta: Kencana, 2009.

Referensi

Dokumen terkait

Customer Relationship Management (CRM) adalah merupakan salah satu sarana untuk menjalin hubungan yang berkelanjutan antara perusahaan dengan pelanggan, dengan

Pada periode ini, khususnya di Jawa, bahan bangunan yang digunakan pada umumnya adalah kayu, bambu, simp, ule Htan, dan ragum, dengan sistem kontruksi yang banyak

Valbury Asia Securities or their respective employees and agents makes any representation or warranty or accepts any responsibility or liability as to, or in relation to, the

Penelitian Tugas Akhir yang berkaitan dengan prosedur pemberian pembiayaan syariah sudah banyak diteliti oleh para mahasiswa.Salah satunya adalah penelitian yang berjudul

Bila dimungkinkan kedua hal diatas dapat terpenuhi maka diyakini hasil dari cetakan menggunakan Simulasi Mesin Pencetak Batu Bata Berbasis PLC akan jauh lebih banyak bila

beberapa faktor yakni harga buah jeruk manis, pendapatan konsumen, dan

Dari tabel 1.1 terlihat bahwa prestasi belajar matematika siswa kelas VIII-B masih kurang maksimal. Adapun kriteria ketuntasan minimum di SMP Negeri 4 Narmada pada mata

Berdasarkan analisis data dan pembahasan dari penelitian dan pengembangan ini dapat disimpulkan bahwa. 1) Modul matematika berilustrasi komik layak digunakan dalam