• Tidak ada hasil yang ditemukan

Simbiose Mutualisme Pertanian Dengan Vila Melalui Agrowisata Di Kawasan Pariwisata Ubud, Bali.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Simbiose Mutualisme Pertanian Dengan Vila Melalui Agrowisata Di Kawasan Pariwisata Ubud, Bali."

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN TAHUNAN

HIBAH BERSAING

SIMBIOSE MUTUALISME PERTANIAN DENGAN

VILA MELALUI AGROWISATA DI KAWASAN

PARIWISATA UBUD, BALI

Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun

Ketua/Anggota Tim:

I Made Kusuma Negara, S.E., M.Par. (0029057805) I Made Adikampana, S.T., M.T. (0024027704)

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)
(3)

RINGKASAN

Keberadaan vila di sekitar areal pertanian di kawasan pariwisata Ubud belum mampu memberikan manfaat berarti bagi masyarakat lokal khususnya petani. Para petani yang tergabung dalam institusi subak kemudian melakukan resistensi berupa pembenaran terhadap berbagai aktivitasnya untuk mendapatkan manfaat yang dibangkitkan pariwisata. Pembenaran yang dilakukan cenderung kurang memperhatikan keberlanjutan pembangunan pariwisata. Terkait dengan fenomena tersebut, penelitian ini bertujuan untuk merumuskan alternatif pembangunan pariwisata berkelanjutan dengan memadukan aktivitas pertanian dengan vila yang berada di sekitarnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat tiga target penelitian yang harus dicapai khususnya pada tahun pertama ini, yaitu : mengidentifikasi manfaat vila bagi aktivitas pertanian di sekitarnya, mengetahui sikap petani terhadap keberadaan vila di sekelilingnya, dan sebaliknya juga mengetahui sikap manajemen vila terhadap aktivitas pertanian di sekitarnya.

Konsep agrowisata dan pariwisata berbasis masyarakat digunakan sebagai pendekatan dalam penelitian ini. Agrowisata merupakan jenis pariwisata alternatif yang menjamin adanya hubungan saling menguntungkan antara aktivitas pertanian dengan pariwisata (dalam konteks ini adalah jenis akomodasi vila). Kebutuhan data guna menjawab pertanyaan penelitian dipenuhi melalui berbagai teknik, yaitu tinjauan pustaka, observasi, dan wawancara. Data yang terkumpul dikelompokkan dan dijabarkan sesuai target penelitian dan kemudian dibahas secara deskriptif untuk mencapai tujuan penelitian.

(4)

PRAKATA

Puji Syukur kehadapan Tuhan atas segala yang diberikan dan dengan limpahan perhatian, bantuan, dukungan serta dorongan yang sangat berarti kepada tim peneliti untuk menyelesaikan laporan tahunan penelitian Hibah Bersaing. Penelitian Hibah Bersaing untuk tahun pertama ini fokus mengkaji manfaat vila bagi aktivitas pertanian di sekitarnya, sikap petani terhadap keberadaan vila, dan sikap manajemen vila terhadap aktivitas pertanian di kawasan pariwisata Ubud.

Untuk penyelesaian laporan penelitian ini, tim peneliti mengucapkan terima kasih kepada: Direktur Riset dan Pengabdian Masyarakat Kemristekdikti, Rektor Universitas Udayana, Ketua LPPM Universitas Udayana, Dekan Fakultas Pariwisata Universitas Udayana, dan Ketua Program Studi S1 Destinasi Pariwisata Universitas Udayana yang telah memberikan kesempatan dan mendorong tim peneliti untuk melaksanakan fungsi penelitian terkait dengan pengamalan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Tidak lupa juga tim peneliti mengucapkan terima kasih kepada masyarakat Desa Lodtunduh, Ubud, krama subak, dan manajemen vila atas segala informasi yang diberikan.

Tim peneliti menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan penelitian ini, untuk itu kritik dan saran sangat diharapkan. Semoga laporan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan dan besar harapan kami agar penelitian ini dapat dilanjutkan untuk merumuskan model pengembangan pariwisata yang memadukan aktivitas pertanian dengan vila yang berada di sekelilingnya.

Denpasar, Oktober 2015

(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... 1

HALAMAN PENGESAHAN ... 2

RINGKASAN ... 3

PRAKATA ... 4

DAFTAR ISI ... 5

DAFTAR TABEL ... 7

DAFTAR GAMBAR ... 8

DAFTAR LAMPIRAN ... 9

BAB 1. PENDAHULUAN ... 10

1.1. Latar Belakang ... 10

1.2. Urgensi Penelitian ... 11

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 13

2.1. Agrowisata ... 13

2.2. Pariwisata Berbasis Masyarakat ... 15

2.3. Modal ... 19

2.4. Peta Jalan Penelitian ... 20

BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ... 21

3.1. Tujuan Penelitian ... 21

3.2. Manfaat Penelitian ... 21

BAB 4. METODE PENELITIAN ... 22

4.1. Pendekatan Penelitian ... 22

4.2. Jenis dan Sumber Data ... 22

4.3. Teknik Pengumpulan Data ... 22

4.4. Analisis Deskriptif ... 23

4.5. Bagan Alir Penelitian ... 24

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

5.1. Perspektif Vila dan Krama Subak terhadap Pertanian ... 25

5.2. Siasat Vila dan Krama Subak Mempertahankan Eksistensi Dualisme ... 27

5.2.1. Siasat pihak vila ... 27

(6)

5.3. Dari Siasat Menuju Strategi ... 30

BAB 6. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA ... 32

6.1. Tujuan Penelitian Tahun Berikutnya ... 32

6.2. Bagan Alir Penelitian Tahun Berikutnya ... 32

BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34

(7)

DAFTAR TABEL

(8)

DAFTAR GAMBAR

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

(10)

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pariwisata sebagai bagian dari kegiatan manusia menimbulkan dampak yang tidak hanya dialami pelaku kegiatan (konsumen maupun produsen), tetapi juga oleh masyarakat di sekitar lokasi produksi, konsumsi dan pola-pola perjalanan wisata (Yang et al., 2013). Saat ini pariwisata dikembangkan sebagai salah satu strategi untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat (Andereck dan Nyaupane, 2011). Hal ini disebabkan karena pariwisata merupakan industri yang mampu menciptakan berbagai manfaat, baik secara langsung (direct effects), tidak langsung (indirect effects), maupun ikutan (induced effects) bagi masyarakat (Stynes et al., 2000; Okazaki, 2008). Ketika pariwisata mulai dikembangkan, pertimbangan awal yang menjadi fokus utama adalah memastikan bahwa pariwisata dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat di sekitarnya atau disebut dengan masyarakat lokal (Sherman dan Dixon, 1991). Manfaat pariwisata bagi masyarakat lokal tersebut selanjutnya akan menumbuhkan penerimaan, dukungan, dan partisipasi masyarakat terhadap pariwisata. Adanya penerimaan, dukungan, dan partisipasi masyarakat terhadap pariwisata menurut Simpson, 2009 dan Matarrita-Cascante et al., 2010, merupakan modal utama keberlanjutan pariwisata (sustainable tourism). Selain itu, keberlanjutan pariwisata akan tercipta apabila industri pariwisata secara simultan mampu memenuhi berbagai keinginan dan kebutuhan masyarakat (Liu, 2003). Sering kali penyebab munculnya permasalahan dalam pembangunan pariwisata karena terabaikannya kepentingan masyarakat tersebut. Masyarakat cenderung akan membenarkan berbagai cara untuk memenuhi keinginan dan kebutuhannya, meskipun cenderung kontra produktif dengan keberlanjutan pembangunan pariwisata. Kondisi ini tentunya dapat memicu konflik kepentingan di antara masyarakat lokal dan industri pariwisata.

(11)

kunjungannya yang relatif tinggi. Ini dibuktikan dengan masuknya Ubud sebagai satu-satunya destinasi di Bali bahkan di Indonesia dalam sepuluh besar destinasi pariwisata terfavorit di Asia versi penghargaan Travellers's Choice Destinations tripAdvisor (travel.okezone.com, 2014). Tingginya kunjungan ke Ubud, tentu saja berdampak pada peningkatan penyediaan amenitas pariwisata, terutama fasilitas akomodasi. Salah satu jenis akomodasi yang marak dikembangkan adalah vila. Sebagian besar vila di Ubud memilih lokasi di wilayah perdesaan yang menawarkan keautentikan budaya pertanian (agriculture) sebagai basis atraksi. Namun akhir-akhir ini terdapat permasalahan yang melibatkan masyarakat lokal terutama petani dengan keberadaan vila yang berada di sekitar areal pertaniannya. Permasalahan ini diduga bersumber dari minimnya manfaat pariwisata dari keberadaan vila yang diterima oleh petani. Para petani yang tergabung dalam institusi subak melakukan pembenaran terhadap berbagai aktivitasnya untuk mendapatkan manfaat pariwisata yang cenderung kurang memperhatikan keberlanjutan pembangunan pariwisata. Untuk itu sangat penting dilakukan penelitian yang dapat merumuskan alternatif pembangunan pariwisata berkelanjutan yang dapat memberikan kontribusi atau manfaat yang tidak hanya bagi produsen dan konsumen pariwisata, melainkan juga untuk petani yang sejatinya adalah pemilik basis atraksi atau modal pariwisata tersebut.

1.2. Urgensi Penelitian

(12)

Permasalahan keberlanjutan pembangunan pariwisata juga teramati di kawasan pariwisata Ubud, Bali. Ubud terkenal sebagai destinasi pariwisata yang menawarkan kehidupan masyarakat perdesaan Bali yang memiliki budaya agraris religius. Dengan basis atraksi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa tren pengembangan produk pariwisata Ubud termasuk akomodasinya lebih mengarah ke wilayah perdesaan. Salah satu jenis akomodasi yang banyak dikembangkan adalah vila. Sebagian besar pemilihan lokasi vila di kawasan pariwisata Ubud berada di sekitar areal persawahan milik para petani atau krama subak. Keberadaan vila ini tentu saja dapat memberikan dampak, baik positif maupun negatif terutama bagi aktivitas pertanian. Namun sayang, adanya pengembangan vila di sekitar areal persawahan belum memberikan manfaat yang berarti. Ini ditunjukan dengan munculnya resistensi krama subak terhadap keberadaan vila. Krama subak melakukan pembenaran terhadap berbagai aktivitasnya untuk mendapatkan manfaat pariwisata yang cenderung kurang memperhatikan keberlanjutan pembangunan pariwisata. Bentuk pembenaran tersebut diantaranya membangun kandang penggemukan sapi di sekitar vila dengan maksud untuk memberikan ketidaknyamanan aroma bagi penghuninya dan menghalangi view vila ke areal persawahan dengan menanam pakan sapi dan pisang.

(13)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Agrowisata

Istilah agrowisata (agrotourism) memiliki pemahaman yang sama dengan agritourism yaitu kegiatan mengisi waktu luang di lingkungan pertanian (Sznajder et al., 2009). Agrowisata dapat dijelaskan dari dua perspektif yang berbeda, yaitu dari sisi wisatawan dan sisi industri pariwisata. Berdasarkan perspektif wisatawan, agrowisata dipahami sebagai familiarisasi individu atau kelompok terhadap aktivitas pertanian dengan terlibat di dalamnya untuk mendapatkan pengalaman (Marques, 2006). Sedangkan dari perspektif industri pariwisata, agrowisata merupakan penyediaan produk pariwisata baik atraksi, fasilitas maupun layanan untuk menarik kunjungan ke lingkungan pertanian (Barbieri dan Mshenga, 2008). Dengan demikian agar produk agrowisata yang dikembangkan dapat menarik dan terbangun interaksi intens antara aktivitas pertanian dengan wisatawan maka skala pengembangan yang dipilih adalah skala kecil (Kizos and Iosifides, 2007). Berdasarkan hal tersebut, Flanigen et al., 2014 menyebutkan bahwa pengembangan produk agrowisata harus memenuhi karakteristik sebagai berikut: 1. mengandung aktifitas pertanian atau proses produksi sektor pertanian dalam

arti luas

2. ikut terlibat dalam aktivitas pertanian

3. adanya keaslian pengalaman mengenai aktivitas pertanian

Seringkali pembahasan tentang produk agrowisata dikaitkan dengan pengembangan wilayah perdesaan atau dalam konteks pariwisata dikenal dengan istilah pariwisata perdesaan (Sznajder et al., 2009; Flanigen, 2014). Pariwisata perdesaan dapat dilihat sebagai pariwisata yang tumbuh di wilayah perdesaan. Namun pada dasarnya pariwisata perdesaan tidak hanya dapat dipahami berdasarkan aspek geografis semata, melainkan juga menjadi bagian tidak terpisahkan dengan lingkungan dan kehidupan masyarakat lokal (Lane, 1994; Roberts dan Hall, 2004). Untuk itu kemudian pariwisata perdesaan secara ideal harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu:

(14)

3. berskala kecil 4. bersifat tradisional

5. tumbuh perlahan dan seimbang 6. dikelola oleh masyarakat lokal

Untuk memenuhi keriteria tersebut, maka isu penting yang perlu mendapatkan perhatian adalah dampak pengembangan pariwisata terhadap wilayah perdesaan. Beberapa literatur menunjukkan bahwa dampak pariwisata terhadap wilayah perdesaan akan berbeda-beda tergantung dari jumlah dan jenis wisatawan yang berkunjung, pengorganisasian produk pariwisata, integrasi pariwisata dalam pengembangan masyarakat perdesaan, dan tahapan dalam siklus hidup destinasi pariwisata (Briedenham and Wickens, 2004). Kajian-kajian tersebut juga menyatakan bahwa selain ketrampilan, koordinasi dan kontrol masyarakat lokal akan sangat menentukan dampak pariwisata perdesaan. Sebagai contoh suatu kasus tentang kepemilikan usaha pariwisata perdesaan oleh individu atau pengusaha non lokal telah menjadikan masyarakat lokal tidak mendapatkan keuntungan berarti dari pengembangan pariwisata perdesaan. Page dan Getz (1997) berdasarkan beberapa hasil penelitian tentang sikap masyarakat lokal terhadap pariwisata menyimpulkan bahwa masyarakat lokal yang mendapatkan manfaat dan mempunyai kontrol terhadap pengembangan pariwisata cenderung bersikap positif.

Dampak positif pariwisata memerlukan pertimbangan matang dan memenuhi prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Prinsip pembangunan berkelanjutan terkait erat dengan pengembangan pariwisata yang ramah lingkungan, layak secara ekonomi, dan dapat diterima oleh sosial budaya masyarakat lokal. Menurut WTO (1998), pariwisata berkelanjutan harus menjamin tiga hal penting yaitu:

1. memanfaatkan secara optimal (keseimbangan pemanfaatan) sumberdaya lingkungan fisik

(15)

3. memastikan kelayakan dan manfaat sosial ekonomi (pekerjaan, pendapatan, layanan sosial, dan pengentasan kemiskinan) bagi seluruh pengambil keputusan.

Pengembangan pariwisata berkelanjutan membutuhkan keterlibatan dari segenap pengambil keputusan yang terkait serta kepemimpinan yang kuat untuk memastikan tumbuhnya ruang-ruang berpartisipasi terutama untuk masyarakat lokal. Pariwisata berkelanjutan juga harus mampu memberikan kepuasan dan kesadaran bagi wisatawan tentang isu-isu pembangunan berkelanjutan.

2.2. Pariwisata Berbasis Masyarakat

Pariwisata berbasis masyarakat merupakan salah satu jenis pariwisata yang memasukkan partisipasi masyarakat sebagai unsur utama dalam pariwisata guna mencapai tujuan pembangunan pariwisata berkelanjutan (Telfer dan Sharpley, 2008). Pemahaman ini sejalan dengan pemikiran Garrod et al., (2001); Timothy dan Boyd (2003) yang menyebutkan pariwisata berbasis masyarakat sebagai partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata. Dalam hal ini, partisipasi masyarakat dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: ikut terlibat dalam proses pengambilan keputusan dan pembagian manfaat pariwisata.

(16)

bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengembangan pariwisata. Berhubungan dengan hal tersebut, Mowforth dan Munt (1998) serta Ramukumba, et al. (2011) kemudian membagi partisipasi masyarakat dalam tujuh tingkatan, yaitu:

1. partisipasi manipulatif; adanya keterwakilan masyarakat dalam kelembagaan pariwisata, namun wakil masyarakat ini tidak mempunyai kekuasaan

2. partisipasi pasif; masyarakat hanya diinformasikan hal yang sudah diputuskan atau kejadian yang sudah berlangsung

3. konsultasi; masyarakat berpartisipasi dengan menjawab pertanyaan yang diajukan oleh pihak eksternal

4. partisipasi material insentif; masyarakat berkontribusi dengan memberikan sumber daya yang dimilikinya dan kemudian mandapat kompensasi material berupa makanan dan minuman, pekerjaan, uang, dan insentif materi lainnya 5. partisipasi fungsional; pihak eksternal menginisiasi keterlibatan masyarakat

dengan membentuk kelompok untuk menentukan tujuan bersama dan terlibat dalam pengambilan keputusan. Akan tetapi partisipasi tersebut muncul setelah adanya program dari pihak eksternal dengan tujuan untuk efektifitas dan efisiensi program

6. partisipasi interaktif; masyarakat mengadakan analisis secara bersama-sama, merumuskan program untuk mencapai tujuan, dan penguatan institusi lokal dengan difasilitasi oleh pihak eksternal. Partisipasi jenis ini sudah ideal karena masyarakat mendapatkan pembelajaran tentang sistem dan struktur, sehingga mampu mengalokasikan sumber daya untuk mencapai tujuan.

7. mobilisasi sendiri; masyarakat mempunyai inisiatif sendiri dalam proses perencanaan pembangunan tanpa ada intervensi dari pihak eksternal. Peran pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat sangat dibutuhkan dalam menyediakan dukungan kerangka kerja.

(17)
[image:17.595.125.497.374.552.2]

kecil, dibangun oleh masyarakat lokal, serta melibatkan berbagai elemen lokal seperti pengusaha, organisasi, dan pemerintah lokal (Hatton, 1999 dalam Telfer dan Sharpley, 2008; Leslie, 2012). Terkait dengan pembangunan pariwisata berskala kecil, Jenkins (1982) telah melakukan perbandingan antara pariwisata skala kecil dengan skala besar untuk mengetahui dampak pembangunan pariwisata terhadap masyarakat lokal. Berdasarkan komparasi tersebut diketahui bahwa pembangunan pariwisata berskala kecil mempunyai karakteristik yang sangat berbeda dari pembangunan pariwisata berskala besar. Adanya perbedaan krakteristik tentunya akan menghasilkan perbedaan dampak pula terhadap masyarakat lokal. Adapun perbedaan karakteristik tersebut dapat diilustrasikan dalam tabel berikut :

Tabel 1. Karakteristik Pembangunan Pariwisata Skala Kecil dan Skala Besar

Skala kecil Skala besar

secara fisik menyatu dengan struktur ruang/kehidupan masyarakat lokal

secara fisik terpisah dari komunitas lokal, namun efektif membangun citra kuat udalam rangka promosi

perkembangan kawasan wisata bersifat spontan/tumbuh atas inisiatif masyarakat lokal (spontaneous)

pengembangan kawasan melalui perencanaan yang cermat dan profesional (well planned) partisipasi aktif masyarakat lokal

dalam pembangunan pariwisata

investor dengan jaringan internasional sebagai pelaku utama usaha

kepariwisataan interaksi terbuka dan intensif antara

wisatawan dengan masyarakat lokal

interaksi sangat terbatas antara wisatawan dengan masyarakat lokal Sumber : Diolah dari Jenkins, 1982

Berdasarkan tabel di atas dapat dikatakan bahwa peluang terbesar partisipasi masyarakat lokal dalam pariwisata, akan muncul jika pariwisata dikembangkan dengan skala kecil dan terbuka melakukan interaksi dengan wisatawan.

(18)

Pertama, pada kenyataannya masyarakat lokal dalam suatu destinasi pariwisata terbagi ke dalam berbagai faksi atau golongan yang saling mempengaruhi berdasarkan kelas masyarakat (kasta), gender, dan kesukuan. Antar faksi biasanya saling menyatakan paling memiliki atau mempunyai hak istimewa (privilege) keberadaan sumberdaya pariwisata. Golongan elit masyarakat tertentu sering berada dalam posisi mendominasi pelaksanaan pariwisata berbasis masyarakat, lalu memonopoli pembagian atau penerimaan manfaat pariwisata (Mowforth dan Munt, 1998). Berdasarkan hal tersebut, partisipasi secara adil (equitable) menjadi pertimbangan penting dalam mendorong pembangunan pariwisata berbasis masyarakat. Selain itu juga isu-isu tentang kelas masyarakat, gender, dan kesukuan penting dipertimbangkan terutama dalam perencanaan pengembangan pariwisata. Tantangan kedua adalah permasalahan dalam masyarakat untuk mengidentifikasi pariwisata sebagai strategi pengembangan masyarakat lokal. Masyarakat pada umumnya tidak cukup punya informasi, sumberdaya, dan kekuatan dalam hubungannya dengan berbagai pengambil keputusan lainnya dalam pembangunan pariwisata, sehingga masyarakat lokal rentan terhadap eksploitasi. Campbell (1999) juga menyatakan hal yang sama bahwa minimnya kesempatan berpartisipasi dalam pariwisata dan sektor lain yang terkait, akibat dari kesulitan yang dialami masyarakat dalam mengidentifikasi manfaat pariwisata.

Selain tantangan yang sudah dijelaskan sebelumnya, dalam pembangunan pariwisata berbasis masyarakat juga akan berhadapan dengan berbagai hambatan. Tosun (2000) mengidentifikasi tiga hambatan dalam pembangunan pariwisata berbasis masyarakat terutama di negara berkembang. Adapun hambatan-hambatan tersebut berupa :

1. keterbatasan operasional; termasuk dalam hambatan ini adalah sentralisasi administrasi publik, lemahnya koordinasi, dan minimalnya informasi pariwisata.

(19)

jumlah sumberdaya manusia (SDM) terlatih, dan minim akses ke modal/finansial.

3. keterbatasan kultural, yaitu : terbatasnya kapasitas terutama pada masyarakat miskin dan apatis atau rendahnya kesadaran pariwisata masyarakat lokal Semua jenis keterbatasan tersebut, dapat menciptakan masalah serius dalam partisipasi masyarakat, baik untuk pengambilan keputusan atau perencanaan yang tepat maupun secara bersama-sama membagi manfaat pariwisata.

2.3. Modal

Berdasarkan pemikiran Bourdieu dalam Fashri, 2014, modal dapat dikatakan sebagai suatu kekuatan spesifik yang beroperasi di dalam ranah. Ranah adalah hubungan yang terstruktur dan mengatur posisi individu maupun kelompok dalam ruang sosial. Setiap ranah menuntut individu maupun kelompok untuk memiliki sumber daya atau modal agar dapat bertahan hidup dalam masyarakat atau relasi sosial. Dengan kata lain, modal dapat menentukan posisi dan status individu atau kelompok dalam masyarakat. Representasi individu maupun kelompok dalam relasi sosial terbangun dari adanya praktek-praktek pertukaran modal.

(20)

Berbagai jenis modal tersebut dapat dipertukarkan satu dengan yang lainnya. Semakin besar individu atau kelompok mengakumulasi modal tertentu, maka semakin besar pula peluang untuk mengkonversi antar modal. Dari kesemua jenis modal yang ada, modal ekonomi dan budayalah yang memiliki daya kuat untuk menentukan jenjang hirarkis dalam masyarakat. Prinsip hirarki dan diferensiasi masyarakat tergantung pada jumlah modal yang diakumulasi. Makin besar jumlah modal yang dikuasai dapat menunjukkan dominasi (kekuasaan dan hirarki tertinggi) dalam masyarakat.

2.4. Peta Jalan Penelitian

Tahun I:

Hubungan pertanian dengan vila: - Kontibusi vila bagi pertanian

- Sikap petani terhadap keberadaan vila di sekelilingnya

- Sikap manajemen vila terhadap aktivitas pertanian di sekitarnya

Tahun II:

Model agrowisata terpadu di kawasan pariwisata Ubud

Pariwisata dan Pertanian

Tujuan: Keberlanjutan

pariwisata Keberadaan vila di

[image:20.595.95.527.330.578.2]

sekeliling areal pertanian

(21)

BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1.Tujuan Penelitian

Penelitian tahun pertama ini mempunyai tujuan untuk memetakan relasi pertanian dengan vila. Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat tiga target yang harus dicapai dalam penelitian ini, yaitu :

1. Mengidentifikasi manfaat vila bagi aktivitas pertanian di sekitarnya

2. Mengetahui sikap petani terhadap keberadaan vila di sekelilingnya, dan sebaliknya

3. Mengetahui sikap manajemen vila terhadap aktivitas pertanian di sekitarnya

3.2.Manfaat Penelitian

(22)

BAB 4. METODE PENELITIAN 4.1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan memverifikasi hubungan konsepsual pariwisata terhadap kondisi empiris (Veal, 2006). Konstruksi konsep agrowisata dan pariwisata berbasis masyarakat didasarkan pada tinjauan pustaka. Kondisi empiris dikumpulkan dan diketahui dengan berbagai teknik, disesuaikan dengan variable penelitian. Sedangkan dalam tahap analisis dan sintesis digunakan metode deskriptif guna menjelaskan kaitan atau hubungan sebab akibat antar variabel penelitian.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Data kuantitatif, adalah data yang berupa bilangan yang akan disusun serta diinterprestasikan.

2. Data kualitatif, data berupa deskripsi atau uraian berdasarkan hasil tinjauan pustaka, observasi, dan wawancara

Data dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer akan digali melalui observasi dan wawancara dengan masyarakat, manajemen vila, wisatawan, dan pakar/praktisi agrowisata. Sedangkan data sekunder melalui tinjauan pustaka yang relevan.

4.3. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini akan menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu tinjauan pustaka, observasi, dan wawancara. Teknik wawancara dipilih untuk mendalami pemahaman atas pengetahuan tentang pertanyaan penelitian yang berhubungan dengan kontribusi atau manfaat vila bagi aktivitas pertanian, sikap petani terhadap keberadaan vila di sekelilingnya, sikap manajemen vila dan wisatawan terhadap aktivitas pariwisata, dan rumusan model agrowisata terpadu.

(23)

1. Tinjauan pustaka. Tinjauan pustaka dimaksudkan untuk mendapatkan pemahaman tentang beberapa konsep pokok dalam penelitian ini, yaitu agrowisata, manfaat pariwisata, praktik pariwisata, dan pariwisata berbasis masyarakat lokal.

2. Observasi, yaitu usaha pengumpulan data dengan pengamatan langsung di lapangan untuk menguji dan melengkapi data yang telah didapatkan sebelumnya.

3. Wawancara. Wawancara akan dilakukan dengan beberapa informan di lokasi penelitian yang memiliki informasi penting untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Adapun informan tersebut yaitu :

- tokoh masyarakat dan tokoh subak - manajemen vila

- wisatawan

- pakar dan praktisi agrowisata

Mereka dipilih karena pengetahuan dan ketokohannya (purposive) yang diharapkan dapat memberikan informasi komprehensif tentang pemasalahan dan solusi yang terkait dengan model agrowisata terpadu yang mensinergikan aktivitas pertanian dengan vila di kawasan pariwisata Ubud.

4.4. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif adalah menafsirkan data dan informasi yang terkait dengan variabel dan fenomena yang terjadi pada saat penelitian dilakukan dan kemudian menyajikannya sesuai dengan yang sebenarnya (apa adanya). Dalam penelitian ini, yang ditafsirkan berupa:

- kontribusi atau manfaat keberadaan vila terhadap aktivitas pertanian di sekitarnya

- sikap petani terhadap keberadaan vila di sekelilingnya

- sikap manajemen vila dan wisatawan terhadap aktivitas pertanian di sekitarnya

(24)

4.5. Bagan Alir Penelitian

Persiapan :

- Tinjauan pustaka - Studi pendahuluan - Proposal penelitian

Sikap petani (krama subak) terhadap pariwisata terutama keberadaan vila di sekelilingnya Sikap manajemen vila terhadap aktivitas pertanian di sekitarnya

Analisis dan sintesis

Analisis dan sintesis

Model agrowisata terpadu di kawasan

pariwisata Ubud!

Kondisi eksisting hubungan aktivitas pertanian dengan vila

!

- Temu tim

- Seminar proposal - Pengumpulan

proposal

Penelitian tahun I - Tinjauan pustaka - Observasi

- Wawancara kepada masyarakat, tokoh subak, krama subak, manajemen vila - Data sekunder

- Temu tim

- Laporan penelitian - Publikasi jurnal

terakreditasi yaitu Jurnal Kawistara

Penelitian tahun II - Tinjauan pustaka - Wawancara kepada

masyarakat, tokoh subak, manajemen vila, wisatawan, dan pakar atau praktisi agrowisata

- Temu tim

- Laporan penelitian - Publikasi jurnal

internasional yaitu Journal of Heritage Tourism

Identifikasi manfaat vila bagi aktivitas

[image:24.595.111.511.146.663.2]

pertanian di sekitarnya

(25)

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ubud dikenal sebagai destinasi pariwisata yang menawarkan kehidupan masyarakat perdesaan Bali yang memiliki budaya agraris religius. Dengan basis atraksi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa tren pengembangan produk pariwisata Ubud termasuk komponen akomodasi lebih mengarah ke wilayah perdesaan. Jenis akomodasi yang banyak dikembangkan saat ini adalah vila. Sebagian besar pemilihan lokasi vila di kawasan pariwisata Ubud berada di sekitar areal pertanian milik para petani. Salah satu lokasi pengembangan vila di kawasan pariwisata Ubud teramati di Lodtunduh. Lodtunduh merupakan suatu desa dalam kawasan pariwisata Ubud yang mayoritas masyarakatnya bekerja di sektor pertanian dengan menggarap persawahan dan tegalan. Pengelolaan pertanian masyarakat didasarkan atas sistem subak. Fenomena menarik kemudian tampak di Lodtunduh, yaitu pola pembangunan vila yang mengelilingi areal pertanian milik para petani atau krama (anggota) subak. Dapat dikatakan bahwa secara sadar vila telah memanfaatkan aktivitas pertanian tersebut sebagai salah satu daya tarik wisata agar wisatawan tinggal lebih lama di vila. Keberadaan vila tersebut sebagai bagian dari produk pariwisata tentu saja dapat memberikan dampak, baik positif maupun negatif terutama bagi aktivitas pertanian masyarakat yang berada di sekitarnya.

5.1. Perspektif Vila dan Krama Subak terhadap Pertanian

(26)

pertanian, dari pra produksi - produksi - dan pasca produksi. Sedangkan pihak vila menafsir pertanian sebagai daya tarik wisata sehingga memberikan nilai tambah bagi keberadaan vila.

Dapat disebutkan bahwa Lodtunduh sebagai suatu ruang sosial telah ditafsirkan berbeda-beda sesuai dengan ranahnya masing-masing. Krama subak dengan ranah pertaniannya dan pihak vila dengan ranah pariwisatanya. Dualisme ini menciptakan hubungan atau relasi disharmonis di antara krama subak dan pihak vila. Ini menunjukkan belum ada perspektif yang sama dan bersama dalam memandang aktivitas pertanian sebagai basis atraksi wisata. Dengan kata lain, belum tercipta ranah bersama, yang dalam penelitian ini disebut dengan agrowisata.

Meskipun dalam praktek pariwisatanya, pihak vila telah memanfaatkan aktivitas pertanian sebagai daya tarik wisata, akan tetapi habitusnya belum dapat memenuhi perspektif agrowisata. Wisatawan yang menginap selama ini bersikap pasif, hanya menikmati suasana aktivitas pertanian yang tampak sangat jelas dari vila. Selain itu wisatawan tidak difasilitasi untuk berinteraksi secara aktif dengan krama subak serta merasakan proses pertanian secara langsung. Dalam konteks ini wisatawan yang menginap di vila dapat dikatagorikan sebagai tamu. Terlebih lagi, perilaku pihak vila yang terkadang membuang sampah ke saluran irigasi subak. Keadaan ini menunjukkan cara pandang pihak vila yang tidak memasukan aktivitas pertanian sebagai aset atau sumber daya pariwisata yang wajib dijaga keberlanjutannya.

(27)

5.2. Siasat Vila dan Krama Subak Mempertahankan Eksistensi Dualisme

Temuan berikut menunjukkan adanya upaya yang dilakukan baik oleh pihak vila maupun krama subak yang berakibat pada eksisnya cara pandang dualisme dalam ruang sosial Lodtunduh. Perbedaan cara pandang tersebut jika tidak dikelola baik akan dapat melahirkan tata relasi konfliktual. Walaupun suasana disharmoni ini belum tereksplisitasi menjadi konflik terbuka, akan tetapi jika dibiarkan terus-menerus bukan tidak mungkin akan meledak dan menyebabkan biaya mahal secara ekonomi dan sosial. Biaya ekonomi yang harus ditanggung terkait dengan kerusakan-kerusakan material, sedangkan biaya sosial terkait dengan disintegrasinya masyarakat Lodtunduh.

5.2.1. Siasat pihak vila

Dalam mempertahankan eksistensinya, pihak vila melakukan beberapa upaya diantaranya :

1. Siasat sosial budaya

(28)

sosial strategis. Dengan siasat ini, vila mendapatkan dua keuntungan sekaligus berupa keamanan menjalankan usahanya dan memiliki wakil dalam memenuhi undangan dan kegiatan di banjar dinas maupun adat.

2. Siasat ekonomi

Siasat ini dilakukan pihak vila dalam rangka menjaga posisi sosial yang lebih tinggi terhadap masyarakat lokal. Dengan kata lain guna makin mengukuhkan tata relasi patron-client. Upaya yang dilakukan pihak vila adalah dengan memberi sumbangan atau bantuan ke desa adat, banjar, serta institusi subak. Status sebagai pemberi tersebut menjadikan pihak vila berkedudukan lebih tinggi yaitu sebagai patron. Praktik menyumbang-disumbang inilah yang melahirkan logika karitatif dalam penyelenggaraan pariwisata di Lodtunduh. Logika ini menjadi basis kesadaran pihak vila dalam praktik pariwisata, yang dihasilkan dari ketidakmampuan masyarakat lokal (peminta sumbangan) dalam mengenali posisi sesungguhnya pada domain pariwisata. Hal ini tampak pula dari tata relasi patron-client yang terbangun, ketika posisi pengontrak lahan menjadi lebih tinggi dan justru pihak pemilik lahan yang terkesan meminta pekerjaan. Selain itu, perilaku meminta sumbangan dan bantuan dari desa adat, banjar maupun institusi subak kepada pihak vila, semakin mengokohkan posisinya sebagai patron. Fenomena menarik terjadi ketika sudah ada vila yang melakukan perpanjangan kontrak dengan masyarakat lokal pemilik lahan. Ini berarti selama vila beroperasi kedua belah pihak merasa nyaman dengan pola relasi patronasi tersebut. Hal ini berakibat kepada eksistensi doxa (kesadaran semu) patronasi berbasis modal ekonomi yang dimiliki pihak vila. Munculnya kesadaran semu akan semakin memapankan logika karitatif dalam bentuk menyumbang-disumbang.

3. Siasat politik

(29)

dukungan dalam penyelenggaraan bisnis akomodasi. Kondisi ini menjadikan masyarakat lokal segan jika melakukan konflik terbuka dengan vila. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa institusi utama penopang pola patronasi vila ternyata adalah banjar dimana vila-vila berlokasi, yaitu Banjar Abian Semal Kaja Kauh. Fenomena ini dapat dipahami, karena institusi banjar tersebut adalah penguasa wilayah tempat beroperasinya vila-vila tersebut. Ini menunjukkan bahwa intensifikasi patronasi dengan logika karitatif berada dalam Banjar Abian Semal Kaja Kauh. Banjar Abian Semal Kaja Kauh adalah ranah atau tempat pertukaran modal berlangsung, dengan doxa bahwa modal ekonomi merupakan modal dominan. Pertanyaannya kemudian, dimana posisi subak? Dengan tata relasi yang demikian, sesungguhnya pihak yang paling dirugikan adalah para petani dengan institusi subaknya. Subak paling lemah posisi sosialnya karena relatif tidak memiliki modal dalam ranah. Dapat dikatakan subak teralienasi di tempatnya sendiri karena dianggap tidak penting dalam penyelenggaraan pariwisata di Lodtunduh. Bahkan subak dianggap sebagai pihak yang mengganggu, karena beberapa aktivitas pertaniannya dapat mengurangi kenyamanan tamu vila.

5.2.2. Siasat institusi subak

Beberapa upaya yang dilakukan krama subak, baik personal maupun secara institusional (melalui subak), tidaklah secanggih yang dilakukan pihak vila. Hal ini dikarenakan ketidakmampuan subak dalam mengidentifikasi modal yang dimiliki dalam penyelenggaraan pariwisata. Terlebih lagi, ranah pariwisata yang mewadahi kepentingan bersama di Lodtunduh memang belum terbentuk. Krama subak melakukan siasat perlawanan secara sporadis, tradisional, dan tidak langsung. Perlawana krama subak merupakan bentuk ekspresi kekecewaan guna mendapatkan perhatian pihak vila. Beberapa bentuk perlawanan krama subak dilakukan dengan melakukan aktivitas:

(30)

- menghalangi pandangan vila ke areal persawahan dengan menanam pandan, pakan sapi dan pisang.

Motiviasi tindakan perlawanan krama subak adalah untuk menciptakan kondisi yang tidak kondusif bagi kenyamanan tamu vila. Siasat yang dijalankan krama subak tersebut malah justru semakin memperlemah posisinya. Terjadi apa yang disebut sebagai blaming the victim (menyalahkan korban). Hal ini disebabkan karena adanya pihak yaitu Banjar Abian Semal Kaja Kauh yang memiliki modal simbolis, sehingga memiliki kuasa untuk menilai dalam ranah. Jenis modal ini sangat penting karena dengan kuasanya untuk menafsir kebenaran akan menjadikan pihak yang memilikinya akan sangat dominan posisi sosialnya. Ketidakmampuan krama subak dalam mengidentifikasi jenis modal yang dimiliki karena adanya doxa yang dimapankan oleh koalisi vila dan elit banjar. Sehingga diperlukan jenis kesadaran baru dalam pola pikir petani, yaitu dari pemikiran praktis menuju reflektif.

5.3. Dari Siasat Menuju Strategi

Praktik-praktik kontra produktif yang telah disebutkan sebelumnya dipengaruhi oleh perspektif dualisme. Perspektif ini memberikan pondasi pada tafsir sendiri-sendiri tehadap pertanian, sehingga membatasi potensi masyarakat lokal berpartisipasi dalam penyelenggaraan pariwisata Lodtunduh. Praktik meminta dan memberi sumbangan disebabkan oleh adanya logika karitatif pada pola pikir para pihak di Lodtunduh. Praktik yang berdasar logika karitatif sangat jamak terjadi saat ini di kawasan pariwisata Ubud bahkan Bali. Masyarakat lokal sejatinya adalah pemilik ruang dengan segala modal di dalamnya, malah berada dalam posisi meminta-minta dalam ruangnya sendiri.

(31)
(32)

BAB 6. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA 6.1. Tujuan Penelitian Tahun Berikutnya

Kelanjutan penelitian ini mempunyai tujuan untuk membangun model pengembangan pariwisata yang memadukan aktivitas pertanian dengan vila yang berada di sekitarnya. Model yang dibangun menyesuaikan dengan prinsip-prinsip pengembangan produk agrowisata, yaitu adanya produk wisata berbasis aktivitas pertanian, interaksi intensif antara petani dengan wisatawan, dan keautentikan pengalaman yang didapatkan wisatawan. Dengan model ini diharapkan dapat mengoptimalkan manfaat keberadaan vila khususnya bagi karma subak, sehingga tercipta hubungan simbiose mutualisme antara pertanian dengan vila khususnya di kawasan pariwisata Ubud, Bali.

6.2. Bagan Alir Penelitian Tahun Berikutnya

Penelitian tahun I

Analisis dan sintesis

Model pengembangan!

agrowisata!

Kondisi eksisting hubungan aktivitas pertanian dengan vila

!

Penelitian tahun II - Tinjauan pustaka - Wawancara kepada

masyarakat, tokoh subak, manajemen vila, wisatawan, dan pakar atau praktisi agrowisata

- Temu tim

- Laporan penelitian - Publikasi jurnal

[image:32.595.111.503.375.735.2]

internasional yaitu Journal of Heritage Tourism

(33)

BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN

Belum adanya ruang bersama bagi para pihak dalam penyelenggaraan pariwisata di Lodtunduh disebabkan oleh belum terciptanya ranah pariwisata. Disebut ranah pariwisata karena merupakan arena bagi para pihak tersebut memperjuangkan modal pariwisata guna memperoleh posisi sosial yang setimpal. Yang terdapat di Lodtunduh sekarang ini merupakan ruang sosial dengan aktivitas para pihak dalam ranah ekslusifnya masing-masing. Memang telah terdapat ranah pariwisata yang memanfaatkan aktivitas pertanian dengan pihak vila sebagai aktor utamanya. Namun ranah tersebut merupakan ranah pariwisata yang dibuat sepihak oleh pihak vila, sehingga menjadi ranah eksklusif pihak vila. Demikan pula krama subak masih berkutat di ranah pertanian saja dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.

(34)

DAFTAR PUSTAKA

Andereck, K. L. and Nyaupane, G. P., 2011, Exploring the Nature of Tourism and Quality of Life Perceptions among Residents, Journal of Travel Research, 50: 248-260

Barbieri, C., and Mshenga, P. M., 2008, The role of the firm and owner characteristics on the performance of agritourism farms. Sociologia Ruralis, 48: 166–183

Briedenhann, J. & Wickens, E., 2004, Rural Tourism-Meeting the Challenges of the New South Africa, International Journal of Tourism Research, 6: 189-203.

Campbell, 1999, Ecotourism in Rural Developing Communities, Annals of Tourism Research, 26: 534-553

Fashri, Fauzi. 2014. Pierre Bourdieu; Menyingkap Kuasa Simbol. Yogyakarta: Jalasutra

Flanigan, S., Blackstock, K., dan Hunter, C., 2014, Agritourism from the perspective of providers and visitors: a typology-based study, Tourism Management, 40: 394-405

Garrod, B., Wilson, J.C., and Bruce, D.B., 2001, Planning for Marine Ecotourism in the EU Atlantic Area: Good Practice Guidelines, Project Report, University of the West of England, Bristol

Hanifah, M., 2014, Ubud Masuk 10 Besar Destinasi Wisata Terfavorit di Asia, travel.okezone.com, diakses tanggal 16 April 2014

Inskeep, E., 1991, Tourism Planning: An Integrated and Sustainable Development Approach, Van Nostrand Reinhold, USA

Jenkins, C. L., 1982, The Effects Of Scale In Tourism Projects In Developing Countries, Annals of Tourism Research, 9: 229-249

Kizos, T., and Iosifides, T., 2007, The contradictions of agrotourism development in Greece: evidence from three case studies. South European Society and Politics, 12: 59–77.

(35)

Leslie, David, 2012, Responsible Tourism; Concepts, Theory and Practice, CABI, UK

Liu, Z., 2003, Sustainable Tourism Development: A Critique, Journal of Sustainable Tourism, 11: 459-475

Marques, H., 2006, Searching for complementarities between agriculture and tourism-the demarcated wine-producing regions of northern Portugal. Tourism Economics, 12: 147–155

Matarrita-Cascante, D., Brennan, M. A., and Luloff, A. E., 2010, Community agency and sustainable tourism development: the case of La Fortuna,

Costa Rica, Journal of Sustainable Tourism, 18: 735-756

Mowforth, Martin and Munt, Ian, 1998, Tourism and Sustainability; New Tourism in the Third World, Routledge, New York

Murphy, Peter E., 1985, Tourism A Community Approach, Methuen, New York Okazaki, Etsuko, 2008, A Community-Based Tourism Model: Its Conception and

Use, Journal of Sustainable Tourism, 16: 511- 529

Page, S. J. & Getz, D. (Eds.), 1997, The business of rural tourism: international perspectives, International Thomson Business Press, London, Boston. Ramukumba, Talani, Pietersen, Jacques , Mmbengwa, Victor M., and Coetzee,

Willie, 2011, Participatory development of peri-urban and rural poor communities in tourism in the Garden Route area of Southern Cape, South

Africa, African Journal of Hospitality, Tourism and Leisure, 1(4): 1-9 Roberts, L. and Hall, D., 2004, Consuming the countryside: Marketing for rural

tourism, Journal of Vacating Marketing, 10: 253-263

Scheyvens, Regina, 2002, Tourism for Development; empowering communities, Prentice Hall, England

Simpson, M. C., 2009, An integrated approach to assess the impacts of tourism on community development and sustainable livelihoods, Community Development Journal, 44: 186-208

(36)

Stynes, Daniel J., Propst, Dennis B., Chang, Wen-Huei and Sun, YaYen, 2000, Estimating National Park Visitor Spending and Economic Impacts,

Department of Park Recreation and Tourism Resources, Michigan State University

Sznajder, M., Przezbórska, L., and Scrimgeour, F., 2009, Agritourism, CABI, UK Telfer, Richard and Sharpley, David J., 2008, Tourism and Development in the

Developing World, Routledge, New York

Timothy, Dallen J., 1999, Participatory Planning; A View of Tourism in Indonesia, Annals of Tourism Research, 26: 371-391

Timothy, Dallen J. and Boyd, Stephen W., 2003, Heritage Tourism, Pearson Education, England

Tosun, Cevat, 2000, Limits to community participation in the tourism development process in developing countries, Tourism Management, 21: 613-633

Veal, A. J., 2006, Research Methods for Leisure and Tourism; A Practical Guide, Pearson Education, England

WTO, 1998, Guide for Local Authorities on Developing Sustainable Tourism, World Tourism Organization.

(37)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Instrumen Penelitian 1. Ceklis kelengkapan instrumen

No. Kelengkapan Keterangan

A. Panduan wawancara

B. Panduan pengambilan gambar C. Alat rekam suara

D. Kamera E. Laptop F. Charger G. Flashdisk H. Buku catatan I. Pulpen J. Map

K. Buku harian

2. Panduan wawancara

Target: menggali informasi kondisi ruang dan ranah pariwisata, modal, ekspektasi mengenai pariwisata, permasalahan yang dihadapi, kearifan lokal, kelembagaan, dan jenis partisipasi masyarakat dalam pengembangan pariwisata

A.Ranah atau ruang

- Kegiatan pariwisata yang sedang berlangsung

- Lembaga yang terlibat (masyarakat, pemerintah, swasta) B.Komposisi modal

- Ekonomi (individu/kelompok dan trajektori) - Budaya (individu/kelompok dan trajektori) - Sosial (individu/kelompok dan trajektori) - Simbolik (individu/kelompok dan trajektori) C.Permasalahan yang dihadapi

- Etos (need for achievement, need for power, need for affiliation) - Struktural (adat, kebijakan dinas, dan lain-lain)

(38)

- Laten - Romantisme - Futuristik E. Kearifan lokal F. Kelembagaan

- Ruang-ruang diskursif (formal dan informal) - Mekanisme pengambilan keputusan

- Manajemen konflik

3. Catatan penelitian

Sumber Aspek

Penekanan

Temuan/ Informasi

Kekurangan

informasi Keterangan

4. Panduan pengambilan gambar A.Narasumber

(39)

Lampiran 2. Personalia Tenaga Peneliti

Ketua Peneliti A. Identitas Diri

1 Nama Lengkap (dengan gelar) I Made Kusuma Negara, SE., M.Par. L 2 Jabatan Fungsional Lektor

3 Jabatan Struktural Ketua Jurusan Industri Perjalanan Wisata 4 NIP/NIK/No.Identitaslainnya 197805292003121001

5 NIDN 0029057805

6 Tempat dan Tanggal Lahir Denpasar, 29 Mei 1978

7 Alamat Rumah Perum Taman Gatsu No. 4, Jl. Subak Dalem IA Denpasar Bali

8 No. Telp./Faks./HP 081999609090

9 Alamat Kantor Jl. Dr. R. Gorris No. 7 Denpasar 10 No. Telp./Faks. 0361223798

11 Alamat e-mail kusuma.negara[at]unud.ac.id kusumatourism[at]gmail.com

12 Lulusan yang telah dihasilkan S-1 = 34 orang; S-2 = - orang; S-3 = - orang 13 Mata Kuliah yang diampu 1. Ekonomi Pariwisata

2. Statistik Pariwisata

3. Teknologi dan Informasi Pariwisata 4. Aplikasi Komputer

5. Seminar Pariwisata

B. Riwayat Pendidikan

Program S-1 S-2 S-3

Nama Perguruan Tinggi Universitas Udayana

Universitas Udayana

-

Bidang Ilmu Ekonomi

Pembangunan

Kajian Pariwisata

-

Tahun Masuk 1996 2001 -

Tahun Lulus 2001 2003 -

Judul Skripsi/Tesis/Desertasi Analisis Pengaruh Pertumbuhan Sektor Tersier terhadap Perekonomian Bali Persepsi Wisatawan Mancanegara terhadap Pelayanan Kesehatan di Bali -

Nama Pembimbing/Promotor Made Suyana Utama, SE., MS.

Drs. I Gusti Bagus

Indrajaya, M.Si.

Dr. I Wayan Tjatera, M.Sc. Drs. I Nyoman Madiun, M.Sc.

(40)

C. Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir

(Bukan Skripsi, Tesis, maupun Disertasi)

No. Tahun Judul Penelitian

Pendanaan

Sumber*) Jumlah (Juta Rp.) 1 2008 Pengembagangan LP Kerobokan

Denpasar sebagai Upaya

Meminimalkan Tindak Kriminal di Bali

Hibah Bersaing

50

2 2008 Persepsi Wisatawan Nusantara terhadap Kondisi Kepariwisataan Bali

Dosen Muda 7,5

3 2011 Potensi Ikan Air Tawar di Danau Batur sebagai Pengembangan Wisata Alternatif

Dosen Muda 7,5

4 2013 Hipersosialisasi Kriminalitas Narapidana di LP. Kerobokan Denpasar (Studi Multidisipliner Merancang Model Pengembangan LP.)

Hibah Bersaing

45

*) Tuliskan sumber pendanaan : PDM, SKW, Pemula, Fundamental, Hibah Bersaing, Hibah Pekerti, Hibah Pascasarjana, Hikom, Stranas, Kerjasama Luar Negeri dan Publikasi Internasional, RAPID, Unggulan Stranas atau sumber lainnya.

D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat

Pendanaan

Sumber*) Jumlah (Juta Rp.) 1 2008 Sosialisasi Penerapan

Prinsip-Prinsip Ekowisata pada Masyarakat Objek Wisata Air Panas Banjar, Kab. Buleleng

DIPA Unud 2,5

2 2009 Strategi Pemasaran Café di Sentra Pariwisata Pantai Kedonganan dalam Menghadapi Krisis Global

DIPA Unud 2,5

3 2010 Pelatihan Bahasa Jepang Bagi Karyawan Industri Café Seafood di Kawasan Pariwisata Pantai

Jimbaran

DIPA Unud 2

4 2011 Pelatihan Bahasa Inggris dan Pelayanan Prima Bagi Karyawan Industri Café di Sentra Pariwisata di Pantai Kedonganan

DIPA Unud 4

5 2012 IBM Bagi Kelompok Ekowisata di Desa Belimbing, Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan

DIKTI 40

(41)

E. Pengalaman Penulisan Artikel Ilmiah dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir

No. Judul Artikel Ilmiah Volume/Nomor Nama Jurnal 1 Branding Destination : Upaya

Mendongkrak Citra Bali

Volume 8 Nomor 2 Analisis Pariwisata 2 Potensi Ikan Air Tawar Di Danau

Batur sebagai Pengembangan Wisata Alternatif

Volume 12 Nomor 1 Analisis Pariwisata

3 Persepsi Wisatawan Nusantara terhadap Kondisi Kepariwisataan Bali

Volume 3 Nomor 1 Jurnal Ilmiah Hospitality Management

F. Pengalaman Penyampaian Makalah Secara Oral pada Pertemuan/ Seminar Ilmiah dalam 5 Tahun Terakhir

No. Nama Pertemuan ilmiah/ Seminar

Judul Artikel Ilmiah

Waktu dan Tempat 1 Seminar Nasional Kesehatan dalam

Pariwisata untuk Meningkatkan Kualitas Pariwisata dalam Rangka Visit Indonesian Year 2008

Peranan Kesehatan Wisata dalam Mendukung Citra Bali 2008, Fak. Kedokteran Universitas Udayana

G. Pengalaman Penulisan Buku dalam 5 Tahun Terakhir

No. Judul buku Tahun Jumlah

Halaman

Penerbit

1 Branding Destination : Upaya Mendongkrak Citra Bali dalam Buku Pariwisata Berkelanjutan dalam Pusaran Krisis Global

2010 294 Udayana University Press ISBN : 978602856654 4

H. Pengalaman Perolehan HKI dalam 5 – 10 Tahun Terakhir

No. Judul/Thema HKI Tahun Jenis No.P/ID

- - - - -

I. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial Lainnya dalam 5 Tahun Terakhir

No.

Judul/Tema/Jenis Rekayasa Sosial Lainnya yang Telah

Diterapkan

Tahun Tempat Penerapan

Respon Masyarakat

(42)

J. Penghargaan yang Pernah Diraih dalam 10 tahun Terakhir (dari pemerintah, asosiasi, atau institusi lainnya)

No. Jenis Penghargaan Institusi Pemberi

Penghargaan Tahun 1 Anugrah Pengabdian Kepada

Masyarakat Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat, Universitas Udayana 2008 Anggota Peneliti A. Identitas Diri

1 Nama Lengkap (dengan gelar) I Made Adikampana, S.T., M.T. 2 Jenis Kelamin L/P

3 Jabatan Fungsional Lektor Kepala

4 NIP/NIK/No.Identitas lainnya 197702242001121002

5 NIDN 0024027704

6 Tempat dan Tanggal Lahir Negara, 24 Februari 1977 7 Alamat e-mail adikampana@gmail.com 8 Nomor Telepon/HP 08123884484

9 Alamat Kantor Jl. DR. R. Goris No. 7 Denpasar 10 Nomor Telepom/Faks. (0361) 223798

11 Lulusan yang telah dihasilkan S-1 = 56 orang; S-2 = - orang; S-3 = - orang 12 Mata Kuliah yang diampu 1. Geografi Pariwisata

2. Proses Perencanaan pariwisata 3. Perencanaan Kawasan Pariwisata 4. Perencanaan Destinasi Pariwisata 5. Pariwisata Berbasis Masyarakat

B. Riwayat Pendidikan

Program S-1 S-2 S-3

Nama Perguruan Tinggi Institut Teknologi Nasional Bandung Universitas Gadjah Mada Universitas Udayana

Bidang Ilmu Teknik

Planologi

Teknik Arsitektur Pariwisata

Pariwisata

Tahun Masuk - Lulus 1995 - 2001 2004 - 2006 2012 - Judul Skripsi/Tesis/Desertasi Identifikasi

(43)

Lima di Kota Bandung Nama Pembimbing/Promotor Ir. Akhmad

Setiobudi, M.Sc.

Prof. Ir. Wiendu Nuryanti, M.Arch., Ph.D.

-

C. Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir

(Bukan Skripsi, Tesis, maupun Disertasi)

No. Tahun Judul Penelitian

Pendanaan

Sumber*) Jumlah (Juta Rp.) 1 2010 Pembangunan Pariwisata Berbasis

Komunitas di Atraksi Wisata Ceking

HB, DIKTI 46,5

2 2011 Desa Wisata Berbasis Masyarakat sebagai Model Pemberdayaan Masyarakat di Desa Pinge

PDM, Unud 7,5

3 2013 Model Partisipasi Masyarakat Lokal Dalam Pengembangan Pariwisata Ekologis

PUPT, DIKTI 62

4 2013 Partisipasi Masyarakat Lokal Dalam Pengembangan Kawasan Pariwisata Candi Dasa Provinsi Bali

HB, DIKTI 45

5 2014 Model Partisipasi Masyarakat Lokal Dalam Pengembangan Pariwisata Ekologis

PUPT, DIKTI 64

6 2014 Model Integrasi Masyarakat Lokal dalam Perencanaan Destinasi Pariwisata Perdesaan

HB, DIKTI 48,75

* Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema penelitian DIKTI maupun dari sumber lainnya.

D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat

Pendanaan

Sumber*) Jumlah (Juta Rp.) 1 2011 Penataan Kemitraan dan

Kelembagaan Desa Wisata Tista Kecamatan Kerambitan

Kabupaten Tabanan

DIPA, Unud 4

2 2012 Pengembangan Agrotourism Berbasis Ipteks Terpadu di Desa Lod Tunduh Kabupaten Gianyar

IbM, DIKTI 45

3 2013 Pengembangan Atraksi Agrowisata Terpadu Berbasis Ipteks

IbM, DIKTI 49

4 2014 IbM Desa Pakraman Pinge yang Menghadapi Permasalahan

(44)

Pengembangan Produk Desa Wisata

* Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema pengabdian kepada masyarakat DIKTI maupun dari sumber lainnya.

E. Publikasi Artikel Ilmiah dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir

No. Judul Artikel Ilmiah Volume/Nomor Nama Jurnal 1 Analisis Dampak Budaya Pembangunan

Bandara Internasional Terhadap Masyarakat Sekitarnya

2/2, 2011 dwijenAGRO

2 Desa Wisata Berbasis Masyarakat sebagai Model Pemberdayaan Masyarakat di Desa Pinge

12/1, 2012 Analisis Pariwisata

3 Integrasi Masyarakat Lokal dalam

Perencanaan Destinasi Pariwisata (Sebagai manifestasi praktek dekonstruktif)

3/1, 2012 Jurnal Ilmiah Hospitality Management 4 Optimalisasi Kontribusi Pariwisata Ceking

terhadap Ekonomi Masyarakat Lokal

2/1, 2012 Jurnal Ilmiah Pariwisata 5 Tantangan Pengembangan Pariwisata di

Daerah Pinggiran

5/1, 2014 Jurnal Ilmiah Hospitality Management 6 Partisipasi Masyarakat Lokal dalam

Pengembangan Pariwisata Ekologis

9/3, 2014 Jurnal

Kepariwisataan Indonesia

F. Pemakalah Seminar Ilmiah (Oral Presentation) dalam 5 Tahun Terakhir

No. Nama Pertemuan ilmiah/ Seminar

Judul Artikel Ilmiah

Waktu dan Tempat 1 Kegiatan Temu Karya Pengembangan

Kawasan Pariwisata Terpadu

Pengintegrasian Pengembangan Pariwisata dalam Ekonomi Masyarakat Lokal 2010 Bali

2 Seminar Hasil-Hasil Penelitian 2011 Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Udayana

Kontribusi Pariwisata Ceking terhadap Ekonomi Masyarakat Lokal 2011 Bali

3 Seminar Hasil-Hasil Penelitian Pariwisata Badan Pengembangan Sumber Daya Pariwisata Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia

Kajian Dampak Bandara terhadap Budaya Masyarakat 2012 Bali

(45)

Pengembangan Kawasan Pariwisata Candi Dasa Provinsi Bali 5 Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2014 Dampak

Pariwisata Perdesaan bagi Masyarakat Lokal 2014 Bali

G. Karya Buku dalam 5 Tahun Terakhir

No. Judul buku Tahun Jumlah

Halaman

Penerbit

1 Pariwisata Berkelanjutan dalam Pusaran Krisis Global

2010 xiv + 294 Udayana University Press 2 Pariwisata Kalimantan:

Pemikiran & Perjalanan ke Jantung Borneo

2010 xiii + 155 Arsimedik Publisher

3 The Exellence Research Universitas Udayana 2011

2011 vii + 182 Udayana University Press 4 Prosiding Seminar Nasional

Sains dan Teknologi 2014

2014 xxviii + 1032 Udayana University Press

H. Perolehan HKI dalam 5 – 10 Tahun Terakhir

No. Judul/Thema HKI Tahun Jenis No.P/ID

- - - - -

I. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial Lainnya dalam 5 Tahun Terakhir

No.

Judul/Tema/Jenis Rekayasa Sosial Lainnya

yang Telah Diterapkan

Tahun Tempat Penerapan

Respon Masyarakat

1 Rencana Induk

Pengembangan Pariwisata Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur

2012 Kabupaten Nunukan

Mendukung program

J. Penghargaan dalam 10 tahun Terakhir (dari pemerintah, asosiasi, atau institusi lainnya)

No. Jenis Penghargaan

Institusi Pemberi Penghargaan

Tahun

1 Peneliti Muda Terbaik Tingkat Universitas Udayana Bidang Sosial

(46)

Lampiran 3. Publikasi

Artikel di Jurnal Kawistara (submitted)

MEMUTUS LOGIKA KARITATIF DALAM PRAKTIK PARIWISATA DI UBUD, BALI

ABSTRACT

Many villas in Ubud located around agricultural land owned by farmers who are members of Subak. There is a deal that the villas are required to provide material contributions to local institutions including Subak. Such contributions produce caritative framework which not in line towards the sustainability of tourism. This paper addressed to offer the guidelines of sustainable tourism practice in Ubud. To fulfill this purpose, data has collected from observations and interviews with selected informants and then analyzed descriptively. The analysis indicated that there is dualism perspective against agriculture, which has implications towards exclusivity in-group, especially farmers and villas. Each group attempts to maintain the dualism perspective by applying various tactics, which can lead to disharmonies relations between groups. Thus requires social guidance in order to reduce caritative framework by creating common tourism sphere through agrotourism.

Keywords: farmer, villa, caritative, agrotourism, Ubud

ABSTRAK

Banyak vila di Ubud memilih lokasi di sekitar areal pertanian milik petani yang tergabung dalam institusi Subak. Terdapat kesepakatan bahwa vila wajib memberikan bantuan atau sumbangan dalam bentuk material ke institusi setempat termasuk Subak. Kesepakatan menyumbang-disumbang dalam praktik pariwisata tersebut telah melahirkan logika karitatif dan jauh dari konteks keberlanjutan pariwisata. Tulisan ini ditujukan untuk memberikan arahan keberlanjutan dalam praktik pariwisata di Ubud. Kebutuhan data dipenuhi dengan observasi dan wawancara yang kemudian dibahas secara deskriptif. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa terdapat dualisme cara pandang terhadap pertanian yang berimplikasi pada aktivitas eksklusif kelompok, khususnya petani maupun vila. Setiap kelompok berupaya untuk mempertahankan eksistensi dualisme tersebut dengan menerapkan berbagai siasat, yang dapat berujung pada tata relasi konfliktual. Untuk itu dibutuhkan panduan sosial guna memutus mata rantai logika karitatif dengan membangun ranah pariwisata bersama antara petani dengan vila melalui wisata Subak atau agrowisata.

Kata-kata kunci : petani, vila, karitatif, agrowisata, Ubud

PENGANTAR

(47)

satu strategi untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat (Andereck dan Nyaupane, 2011). Hal ini disebabkan karena pariwisata merupakan industri yang mampu menciptakan berbagai pengaruh atau manfaat bagi masyarakat (Okazaki, 2008). Ketika pariwisata mulai dikembangkan, pertimbangan pertama yang menjadi fokus adalah memastikan bahwa pariwisata dapat membangkitkan dan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat di sekitarnya atau disebut dengan masyarakat lokal. Manfaat pariwisata bagi masyarakat lokal selanjutnya akan menumbuhkan penerimaan, dukungan, dan partisipasi masyarakat tersebut terhadap pariwisata. Timothy, 1999; Timothy dan Tosun, 2003, menyebutkan bahwa partisipasi masyarakat lokal dalam pariwisata dapat dilakukan dalam dua cara, yakni partisipasi dalam pengambilan keputusan dan partisipasi dalam berbagi manfaat pariwisata. Adanya partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata menurut Simpson, 2009 dan Matarrita-Cascante et al., 2010 merupakan modal keberlanjutan pariwisata. Masyarakat lokal merupakan komponen penting produk pariwisata di suatu destinasi (Inskeep, 1991). Mengintegrasikan masyarakat lokal dalam pengembangan produk pariwisata menjadi prasyarat mutlak keberlanjutan pariwisata. Integrasi tersebut dapat tercipta bila pariwisata dapat memberikan berbagai manfaat, baik sosial budaya, lingkungan, maupun ekonomi bagi masyarakat lokal. Selain itu, keberlanjutan pariwisata akan tercipta apabila mampu secara simultan memenuhi berbagai kebutuhan, termasuk kebutuhan masyarakat lokal (Liu, 2003). Sering kali penyebab munculnya permasalahan dalam pembangunan pariwisata karena terabaikannya kepentingan masyarakat tersebut. Masyarakat lokal akan membenarkan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhannya, meskipun cenderung kontra produktif dengan keberlanjutan pariwisata.

(48)

besar destinasi pariwisata terfavorit di Asia versi penghargaan Travellers's Choice Destinations tripAdvisor (Hanifah, 2014). Tingginya kunjungan ke Ubud berakibat pada peningkatan penyediaan amenitas pariwisata, terutama fasilitas akomodasi. Salah satu jenis akomodasi yang saat ini banyak dikembangkan adalah vila. Mayoritas vila di kawasan pariwisata Ubud memilih lokasi di wilayah perdesaan, terutama di sekitar areal pertanian milik para petani sebagai anggota atau krama Subak. Adanya vila ini tentu saja dapat memberikan pengaruh khususnya bagi krama Subak tersebut. Namun sayang, pengembangan vila di sekitar areal pertanian belum mampu memberikan manfaat atau kontribusi yang berarti. Ini ditunjukan dengan munculnya resistensi krama Subak terhadap keberadaan vila. Krama Subak melakukan pembenaran terhadap berbagai aktivitasnya demi mendapatkan kontribusi dari keberadaan vila yang kurang memperhatikan keberlanjutan pariwisata. Bentuk pembenaran tersebut diantaranya membangun kandang penggemukan sapi di sekitar vila dengan maksud untuk memberikan ketidaknyamanan bagi penghuni vila dan menghalangi pandang (view) vila ke areal pertanian dengan menanam tanaman penghalang tertentu.

Siasat perlawanan berupa pembenaran yang ditunjukkan krama Subak kemudian menghasilkan kesepakatan berupa pemberian bantuan atau sumbangan material oleh vila ke institusi Subak yang utamanya digunakan untuk upacara keagamaan. Kesepakatan menyumbang-disumbang inilah yang melahirkan logika karitatif dan jauh dari konteks keberlanjutan pariwisata. Ironisnya, logika ini selanjutnya menjadi basis kesadaran setiap pelaku yaitu krama Subak dan manajemen vila termasuk pula masyarakat sekitar vila lainnya dalam pengembangan pariwisata di kawasan pariwisata Ubud. Berdasarkan fenomena tersebut, tulisan ini ditujukan untuk merubah siasat menjadi strategi yang mampu memutus mata rantai logika karitatif dalam praktik pariwisata di kawasan pariwisata Ubud.

(49)

pengalaman dan pandangan masyarakat lokal dan pengelola vila. Teknik pengumpulan data melalui observasi dan wawancara. Wawancara dilakukan terhadap informan terpilih karena pengetahuan dan ketokohannya. Keseluruhan informan berjumlah sembilan orang yang terdiri dari unsur petani, ketua Subak atau pekaseh, pemimpin desa adat/desa pakraman dan desa dinas, serta pengelola vila. Informasi yang digali terkait dengan perspektif masing-masing informan terutama petani dan pengelola vila terhadap pertanian serta hubungan yang selama ini terjalin antara masyarakat lokal khususnya petani dengan pengelola vila. Informasi yang terkumpul selanjutnya ditafsirkan dan disajikan sesuai dengan sebenarnya secara deskriptif.

REKONSTRUKSI PARIWISATA BERBASIS PERTANIAN

Ubud merupakan kawasan pariwisata yang menawarkan kehidupan masyarakat perdesaan Bali yang memiliki budaya agraris religius. Dengan basis atraksi tersebut, dapat dinyatakan bahwa tren pengembangan produk pariwisata Ubud termasuk komponen akomodasi lebih mengarah ke wilayah perdesaan. Saat ini jenis akomodasi yang banyak dikembangkan berupa vila. Sebagian besar pemilihan lokasi vila di kawasan pariwisata Ubud berada di sekitar areal pertanian milik krama Subak. Salah satu area pengembangan vila di kawasan pariwisata Ubud teramati di Lodtunduh. Lodtunduh merupakan desa di dalam kawasan pariwisata Ubud (Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 16 Tahun 2012) yang mayoritas masyarakatnya bekerja di sektor pertanian dengan menggarap persawahan dan tegalan. Pengelolaan pertanian masyarakat Lodtunduh didasarkan atas sistem Subak. Yang menarik kemudian tampak di Lodtunduh adalah pola pembangunan vila yang mengelilingi areal pertanian krama Subak. Dapat dikatakan bahwa vila secara sadar telah memanfaatkan aktivitas pertanian tersebut sebagai faktor penarik agar wisatawan datang berkunjung dan tinggal lebih lama di vila.

(50)

tulisan ini terdapat dua pembahasan yaitu tentang ranah dan strukturasi pariwisata. Pembahasan mengenai ranah pariwisata bermanfaat dalam identifikasi pelaku pariwisata, modal yang diperjuangkan, dan jenis kesadaran yang dimiliki setiap pelaku pariwisata. Setelah semua teridentifikasi, kemudian menstrukturasi pariwisata berbasis pertanian. Strukturasi dibutuhkan untuk memproduksi struktur yang berupa kesepakatan bersama para pelaku tentang aturan (rules) dalam suatu sistem pariwisata. Aturan yang disepakati merupakan representasi kepentingan bersama dengan tujuan untuk membangun praktik pariwisata konstruktif dan produktif di kawasan pariwisata Ubud dan khususnya di Lodtunduh.

Gagasan tentang ranah dan strukturasi dalam mengkaji fenomena pariwisata Lodtunduh didasarkan atas pemikiran Pierre Bourdieu dan Anthony Giddens. Keduanya mempromosikan cara pandang baru dalam menafsirkan fenomena sosial yang sebelumnya didominasi oleh perspektif dualisme. Perspektif dualisme adalah cara pandang yang terbagi menjadi dua paradigma berpikir yakni naturalistis-positivistis dan humanistis-interpretatif (Poloma, 2003). Masing-masing cara pandang tersebut bersikukuh bahwa pemikirannyalah yang benar, sedangkan lainnya salah. Untuk itu Bourdieu dan Giddens berupaya untuk memberikan alternatif terhadap dominasi perspektif dualisme melalui istilah yang disebut dengan perspektif dualitas. Bagi keduanya, perspektif dualisme sudah tidak memadai dalam membahas realitas sosial masyarakat kontemporer yang sedemikian kompleksnya. Objek kajian tentang masyarakat bukanlah individu atau struktur, tapi lebih pada proses berpadunya individu dan struktur yang akhirnya menghasilkan suatu praktik sosial. Jadi dapat dikatakan bahwa praktik sosial inilah yang menjadi fokus kajian tentang fenomena sosial, karena dari praktik sosial akan dapat diketahui realitas sosial yang terjadi. Dengan mengkaji praktik sosial tersebut, Bourdieu melahirkan teori strukturalisme genetis, sedangkan Giddens memperkenalkan teori strukturasi.

(51)

dalam penentuan strategi pariwisata berbasis pertanian dalam rangka memutus logika karitatif. Pariwisata berbasis pertanian ini disebut rekonstruksi mengingat di Lodtunduh saat ini telah berlangsung praktik pariwisata yang menunjukan adanya permasalahan antara krama Subak dengan pengelola vila.

Kondisi Eksisting Pariwisata Lodtunduh

Dalam mengidentifikasi kondisi pariwisata Lodtunduh saat ini, digunakan teori strukturalisme genetis Bourdieu dengan persamaan sebagai berikut :

(Habitus x Modal) + Ranah = Praktik

Beberapa konsep dalam persamaan di atas berguna untuk mengidentifikasi praktik pariwisata Lodtunduh. Selain itu, bahasan Bourdieu lainnya mengenai ruang sosial dan doxa juga digunakan dalam pembahasan ini.

(52)

dengan komposisi yang bervariasi. Modal dapat dikatakan sebagai sebuah konsentrasi kekuatan spesifik yang beroperasi dalam ranah (Bourdieu dalam Fashri, 2014). Modal berperan sebagai relasi sosial yang terdapat di dalam suatu sistem pertukaran (Bourdiue dalam Mahar et al., 2005). Dengan demikian modal dapat dipertukarkan dan dapat menentukan posisi dan status individu atau kelompok dalam ranah dan ruang sosial (Fashri, 2014). Terdapat empat macam modal, yaitu modal budaya, modal sosial, modal ekonomi, dan modal simbolik. Modal budaya merupakan pengetahuan, kode-kode budaya, etika, yang berperan dalam penentuan dan reproduksi kedudukan sosial. Sementa

Gambar

Tabel 1. Karakteristik Pembangunan Pariwisata Skala Kecil dan Skala Besar
Gambar 1. Peta Jalan Penelitian
Gambar 2. Bagan Alir Penelitian
Gambar 3. Bagan Alir Penelitian Lanjutan

Referensi

Dokumen terkait

Dari penelitian ini disarankan perlu adanya penelitian lebih lanjut terhadap struktur komunitas Echinodermata di zona intertidal Pantai Krakal dan Drini dengan

Dalam kurun waktu itu aksi-aksi perlawanan dilakukan oleh petani Rengas yang mengalami perubahan dalam interaksi kontentasinya yakni dari aksi kolektif menjadi aksi

EVA>0, maka telah terjadi nilai tambah ekonomis (NITAMI) dalam perusahaan, sehingga semakin besar EVA yang dihasilkan maka harapan para penyandang dapat

Every element of the brand identity including the color of the logo and the typography on the brand name adds to the personality.. ◦ Brand equity is the value of

Distribusi species fitolankton di bagian tengah dan hilir merata dengan Indeks Kemerataan (E) berturut-turut yaitu 0,87 dan 0,81.. Tidak ada species fitoplankton di bagian

Bubut bahan tersebut pada bagian eksentrik dengan mesin bubut cekam bebas yang telah diset, sampai ukuran Ø 10x20 mm.. Buat chamfer 1x45º pada bagian

[r]

Sebagai sumber dari segala hukum atau sumber tertib hukum Indonesia maka pancasila tercantum dalam ketentuan tertinggi yaitu pembukaan UUD 1945, kemudian dijelmakan atau