• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Konstruksi Bertahap Struktur Rangka Beton Bertulang Dengan Perkuatan Dinding Pengisi Berlubang.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Konstruksi Bertahap Struktur Rangka Beton Bertulang Dengan Perkuatan Dinding Pengisi Berlubang."

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KONSTRUKSI BERTAHAP STRUKTUR RANGKA

BETON BERTULANG DENGAN PERKUATAN DINDING

PENGISI BERLUBANG

COVER TUGAS AKHIR

Oleh:

Komang Kurniawan Adhi Kusuma

1204105018

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)
(3)
(4)

ABSTRAK

Analisis konstruksi bertahap struktur rangka beton bertulang dengan perkuatan dinding pengisi (RPD) berlubang telah dilakukan. Awalnya, gedung perkantoran rangka beton bertulang berlantai 3, 4, dan 5 didesain dengan SNI gempa 2002 kemudian dikontrol menggunakan SNI gempa 2012. Dengan menggunakan metode finite element (FEM): SAP2000 V.17, dari hasil simulasi terdapat kenaikan luas tulangan pada komponen struktur. Untuk mengatasi kenaikan luas tulangan, strategi perkuatan pada rangka beton dengan dinding pengisi berlubang dengan variasi rasio lubang 0%, 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, dan 60% disertai lintel sebagai perkuatan lubang.

Dinding pengisi dimodel menggunakan shell elemen dan elemen gap disertakan sebagai interksi dinding dengan rangka. Perbandingan antara gedung rangka dinding pengisi dianalisis berdasarkan konstruksi bertahap dan analisis konvensional untuk menentukan integritas strukturnya.

Dari hasil semua analisis model gedung dapat disimpulkan bahwa penambahan dinding pengisi pada struktur dapat meningkatkan kekakuan dan kekuatan strukur. Hal ini dapat dilihat berdasarkan simpangan dan gaya-gaya dalam yang terjadi. Simpangan pada model RDP memiliki nilai yang lebih kecil hingga 66% jika dibandingkan dengan model RT. Momen lentur berkurang hingga 21% pada balok, gaya gesernya berkurang hingga 15%, momen kolom berkurang hingga 45%, dan gaya geser kolom berkurang hingga 35%. Sementara gaya aksial kolom di sekitar dinding meningkat sebesar 2-10%. Hasil analisis konstruksi bertahap memiliki hasil yang sedikit lebih besar jika dibandingkan dengan analisis konvensional. Perbedaan yang terjadi sebesar 1% untuk simpangan, 0,2-2%. pada momen dan gaya geser balok, 0,1-7% pada momen dan gaya geser kolom, dan 3-12 % pada kolom disekitar dinding pengisi. Disimpulkan pula bahwa tidak semua model RDP memiliki luas tulangan yang lebih kecil dari pada luas tulangan terpasang. Hanya model RDP dengan rasio lubang 10% dan 20% yang memiliki luas tulangan lebih kecil dibandingkan luas tulangan terpasang. Lintel dan kolom praktis yang berada disekitar lubang memberikan peningkatan yang signifikan terhadap kekakuan dan kekuatan struktur.

(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nya penyusunan Tugas Akhir yang berjudul “Analisis Konstruksi Bertahap Struktur Rangka Beton Bertulang dengan Perkuatan Dinding Pengisi Berlubang” ini dapat diselesaikan.

Tugas Akhir ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya tak lepas dari bimbingan, bantuan, dorongan semangat dari berbagai pihak, sehingga melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Made Sukrawa, MSCE., Ph.D. dan Bapak I Gede Adi Susila, ST., MSc., Ph.D. selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir, serta Bapak Dr. Ir. I Wayan Suweda, MSP., Mphil. selaku Dosen Pembimbing Akademik. Orang tua, keluarga, dan teman-teman yang memberikan dukungan penuh dalam penyelesaian studi S1. Terima kasih pula kepada I Nyoman Widiana Surya dan Made Hendra Prayoga atas bantuannya dalam proses pengerjaan Tugas Akhir ini.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini jauh dari sempurna baik dari isi

maupun teknis penulisannya, untuk itu penulis menerima segala kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk penulisan yang lebih baik nantinya.

Denpasar, Mei 2016

(6)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined. 1.1. Latar Belakang ... Error! Bookmark not defined.

1.2. Rumusan Masalah ... Error! Bookmark not defined.

1.3. Tujuan ... Error! Bookmark not defined.

1.4. Manfaat ... Error! Bookmark not defined.

1.5. Batasan Masalah ... Error! Bookmark not defined.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined. 2.1. Beban Gempa Berdasarkan SNI 1726:2002 ... Error! Bookmark not defined.

2.2. Beban Gempa Berdasarkan 1726:2012 ... Error! Bookmark not defined.

2.3. Perbandingan SNI 03:1726:2002 dengan SNI 1726:2012 ....Error! Bookmark not defined.

2.4. Perkuatan Struktur ... Error! Bookmark not defined.

2.5. Dinding Pengisi... Error! Bookmark not defined. 2.5.1 Definisi ... Error! Bookmark not defined.

2.5.2 Rangka dengan Dinding Pengisi ... Error! Bookmark not defined.

2.6. Pemodelan Dinding Pengisi dengan Strat Diagonal ... Error! Bookmark not defined.

2.7. Pemodelan DInding Pengisi dengan Elemen Shell ... Error! Bookmark not defined.

2.8. Pemodelan Hubungan antara Rangka dengan Dinding Pengisi ... Error! Bookmark not defined.

2.9. Sifat Nonlinear Material Beton dan Dinding Pengisi ... Error! Bookmark not defined.

2.10.Analisis Konstruksi Bertahap ... Error! Bookmark not defined.

2.11.Penelitian Terkait ... Error! Bookmark not defined.

2.11.1.Kakaletsis and Karayannis (2009) ... Error! Bookmark not defined.

(7)

2.11.3.Sukrawa (2015) ... Error! Bookmark not defined. BAB III METODE PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined.

3.1 Kerangka Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

3.2 Validasi Metode Pemodelan ... Error! Bookmark not defined.

3.2.1 Data Material ... Error! Bookmark not defined.

3.2.2 Data Geometri Struktur ... Error! Bookmark not defined. 3.2.3 Pemodelan Elemen Shell ... Error! Bookmark not defined.

3.2.4 Analisis Linier dengan Reduksi EI ... Error! Bookmark not defined.

3.3 Pemodelan Struktur Gedung 3, 4 dan 5 Tingkat ... Error! Bookmark not defined.

3.3.1 Data Material ... Error! Bookmark not defined.

3.3.2 Data Geometri Struktur ... Error! Bookmark not defined.

3.3.3 Pembebanan ... Error! Bookmark not defined.

3.3.4 Analisis Konstruksi Bertahap ... Error! Bookmark not defined. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... Error! Bookmark not defined.

4.1 Validasi ... Error! Bookmark not defined. 4.1.1 Diagram Gaya-Perpindahan Model Rangka Dinding Penuh (MRDP)

... Error! Bookmark not defined.

4.1.2 Diagram Gaya-Perpindahan Model Rangka Dinding Pengisi dengan Bukaan Pintu (M1/II)... Error! Bookmark not defined. 4.1.3 Diagram Gaya-Perpindahan Model Rangka Dinding Pengisi dengan

Bukaan Jendela (M2/II) ... Error! Bookmark not defined. 4.2 Model Gedung 3, 4, dan 5 Lantai ... Error! Bookmark not defined.

4.3 Model Gedung 3, 4, dan 5 Lantai dengan Perkuatan Dinding Pengisi . Error! Bookmark not defined.

4.3.1 Simpangan ... Error! Bookmark not defined.

4.3.2 Gaya-Gaya Dalam ... Error! Bookmark not defined.

4.3.3 Perbandingan Luas Tulangan ... Error! Bookmark not defined.

BAB V PENUTUP ... Error! Bookmark not defined. 5.1. Simpulan ... Error! Bookmark not defined.

(8)

LAMPIRAN B ... Error! Bookmark not defined. LAMPIRAN C ... Error! Bookmark not defined.

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Bentuk tipikal spektrum respons gempa rencana ... Error! Bookmark not defined.

Gambar 2. 2 Spektrum respons desain ... Error! Bookmark not defined. Gambar 2.3 Efektifitas Perkuatan Struktur ... Error! Bookmark not defined. Gambar 2.4 Rangka dengan Dinding Pengisi ... Error! Bookmark not defined. Gambar 2.5 Model Dinding Pengisi Sebagai Strat DiagonalError! Bookmark not

defined.

Gambar 2.6 Elemen Gap ... Error! Bookmark not defined. Gambar 2.7 Kurva Hubungan Tegangan dan Regangan Dinding Pengisi ... Error!

Bookmark not defined.

Gambar 2.8 Perbandingan Momen Analisis Konvensional dan Analisis Konstruksi Bertahap... Error! Bookmark not defined. Gambar 2.9 Spesimen struktur RDP (a) detail tulangan struktur rangka beton

bertulang, (b) unit bata, (c) struktur RDP dengan bukaan jendela dan (d) struktur RDP dengan bukaan pintu, dalam mm. ... Error! Bookmark not defined.

Gambar 2.10 Kurva Perbandingan Gaya Lateral dengan Perpindahan dan Pola Keruntuhan dari Benda Uji S ... Error! Bookmark not defined. Gambar 2.11 Kurva Perbandingan Gaya Lateral dengan Perpindahan dan Pola

Keruntuhan dari Benda Uji WO2 ... Error! Bookmark not defined. Gambar 2.12 Kurva Perbandingan Gaya Lateral dengan Perpindahan dan Pola

Keruntuhan dari Benda Uji DO2 .... Error! Bookmark not defined. Gambar 2.13 Dimensi dan penulangan dari rangka beton bertulang dan potongan

melintang (Sumber: Sigmund and Penava (2012)) ... Error! Bookmark not defined.

Gambar 2.14 Kurva Perbandingan Gaya Lateral dengan Perpindahan dan Pola Keruntuhan dari Benda Uji 1/III (RT) dan Benda Uji 2/III ... Error! Bookmark not defined.

Gambar 2.16 Kurva Perbandingan Gaya Lateral dengan Perpindahan dan Pola Keruntuhan dari Benda Uji 1/II dan Benda Uji 2/II ... Error! Bookmark not defined.

Gambar 2. 23 Geometri Rangka diuji (baris pertama) dan model yang sesuai dengan menggunakan strut dan elemen shell (baris kedua). .. Error! Bookmark not defined.

Gambar 2. 24 kurva beban-deformasi model IFS, IFO, dan BF (kiri) dan IFOL dan IFO (kanan)... Error! Bookmark not defined. Gambar 2. 25 Kontur tegangan maksimum WO4 tanpa lintel (kiri) dan WO4L

(10)

Gambar 3.2 Kurva Tegangan Regangan Dinding Pengisi ... Error! Bookmark not defined.

Gambar 3.3 Konfigurasi Elemen Shell ... Error! Bookmark not defined. Gambar 3.4 Kurva Tegangan Regangan Dinding Pengisi ... Error! Bookmark not

defined.

Gambar 3.5 Geometri Struktur Gedung (a) Denah, (b) Portal Gedung 3 Tingkat, (c) Portal Gedung 4 Tingkat, (d) Portal Gedung 5 Tingkat.... Error! Bookmark not defined.

Gambar 3.6 Variasi Lubang Dinding Pengisi ... Error! Bookmark not defined. Gambar 3.7 Tahapan Anlaisa Konstruksi Bertahap (a) Tahap 1, (b) Tahap 2, (c)

Tahap 3 ... Error! Bookmark not defined. Gambar 3.8 Pendefinisian Load Case Analisis Konstruksi Bertahap (a) Tahap 1,

(b) Tahap 2, (c) Tahap 3 ... Error! Bookmark not defined. Gambar 4. 1 Kurva Gaya-Perpindahan MRDP ... Error! Bookmark not defined. Gambar 4. 2 Kurva Gaya-Perpindahan M1/II ... Error! Bookmark not defined. Gambar 4. 3 Kurva Gaya-Perpindahan M2/II ... Error! Bookmark not defined. Gambar 4.4Model Gedung 3 Lantai ... Error! Bookmark not defined. Gambar 4.5Model Gedung 4 Lantai ... Error! Bookmark not defined. Gambar 4.6Model Gedung 5 Lantai ... Error! Bookmark not defined. Gambar 4.7 Luas tulangan (mm2) Portal X Gedung 3 Lantai (SNI 1726-2002)

... Error! Bookmark not defined. Gambar 4.8 Luas tulangan (mm2) Portal X Gedung 4 Lantai (SNI 1726-2002)

... Error! Bookmark not defined. Gambar 4.9 Luas tulangan (mm2) Portal X Gedung 5 Lantai (SNI 1726-2002)

... Error! Bookmark not defined. Gambar 4.11 Luas tulangan (mm2) Portal X Gedung 4 Lantai (SNI 1726-2012)

... Error! Bookmark not defined. Gambar 4.12 Luas tulangan (mm2) Portal X Gedung 5 Lantai (SNI 1726-2012)

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbandingan SNI 03:1726:2002 dengan SNI 1726:2012 ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 2.2 Spesimen eksperimen... Error! Bookmark not defined. Tabel 2.3 Sifat material yang digunakan ... Error! Bookmark not defined. Tabel 2.4 Spesimen eksperimen... Error! Bookmark not defined. Tabel 2.5 Sifat material yang digunakan ... Error! Bookmark not defined. Tabel 3.1 Penamaan Model ... Error! Bookmark not defined. Tabel 3.2 Variasi Beban dan EI ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.1 Dimensi penampang struktur ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.2 Perbandingan Gaya Geser Dasar model RT ... Error! Bookmark not

defined.

Tabel 4.3 Perbandingan Luas Tulangan RT3 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.4 Perbandingan Luas Tulangan RT4 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.5 Perbandingan Luas Tulangan RT5 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.12 Perbandingan Luas Tulangan Model Gedung 3 Lantai ... Error!

Bookmark not defined.

Tabel 4.13 Perbandingan Luas Tulangan Model Gedung 4 Lantai ... Error! Bookmark not defined.

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ditetapkannya SNI 1726:2012 sebagai revisi dari SNI 1726:2002 tentang tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur gedung dan non gedung, maka terdapat beberapa perubahan pada parameter gempa rencana. Salah satu dari perubahan akibat revisi tersebut adalah peningkatan kategori risiko gempa, sebagai contoh daerah Bali selatan yang sebelumnya berada pada wilayah gempa V dengan resiko gempa sedang menjadi KDS D. Perubahan ini akan mengakibatkan terjadinya peningkatan beban gempa rencana dan peningkatan pendetailan struktur.

Secara teori peningkatan beban gempa rencana akibat perubahan ini akan menyebabkan terjadinya kerusakan pada struktur bangunan yang didesain berdasarkan SNI lama. Kerusakan yang terjadi diawali dengan terjadinya tegangan berlebih pada komponen-komponen struktur seperti balok dan kolom. Permasalahan inilah yang perlu ditidaklanjuti dengan pemberian perkuatan

seismik pada struktur bangunan yang sudah berdiri (eksisting).

Saat ini terdapat banyak metode perkuatan struktur yang sudah dilakukan.

Beberapa metode yang sudah sering dilakukan, antara lain peningkatan kekuatan elemen struktur dengan pembesaran dimensi, pengurangan beban komponen non-struktural, penambahan komponen struktural dan penambahan komponen pengaku seperti breising dan dinding pengisi.

(13)

Strat diagonal merupakan metode pemodelan dinding pengisi yang telah ditetapkan dalam FEMA-356. Pemodelan dengan cara ini memiliki beberapa kelemahan akibat kesederhanaannya, salah satunya adalah tidak mampu memodel dinding dengan bukaan atau lubang dengan akurat. Telah dilakukan penelitian mengenai pemodelan dinding pengisi berlubang dengan menggunakan strat diagonal, dengan hasil respon model strat lebih lemah dibandingkan dengan model elemen shell.

Dalam memodel dinding pengisi, metode elemen shell dapat menggambarkan perilaku struktur secara lebih mendetail seperti tegangan yang terjadi pada dinding dan interaksi dinding terhadap struktur rangka di sekelilingnya. Pemodelan dinding dengan lubang pun dapat dibuat dengan mudah. Model mikro seperti ini juga dapat dibuat menjadi lebih kompleks, seperti memperhitungkan bidang kontak antara material dinding dan struktur rangkanya dengan membuat elemen gap (Dorji & Thambiratnam, 2009)

Pada prakteknya di lapangan, bukaan atau lubang pada dinding memiliki perkuatan di bagian tepi lubangnya. Perkuatan seperti kolom dan balok praktis ini

sudah diuji pengaruhnya terhadap kinerja struktur rangka dengan dinding pengisi berlubang oleh Sigmund & Penava (2012). Dalam penelitiannya, keberadaan

kolom praktis tersebut memberi pengaruh terhadap pola keruntuhan struktur, daktilitas dan perilaku struktur secara keseluruhan.

(14)

Terkait dengan uraian tersebut, maka dalam penelitian ini akan dilakukan analisis terhadap penambahan dinding pengisi berlubang sebagai perkuatan seismik pada struktur gedung. Analisis dilakukan secara bertahap, dimana dinding pengisi ditambahakan setelah struktur dibebani beban mati dan beban hidup. Struktur dibebani beban gempa setelah dinding pengisi ditambahkan. Sebagai pembanding, dibuat model struktur rangka terbuka dan model struktur dengan perkuatan dinding pengisi yang dianalisis dengan metode analisis konvensional.

1.2. Rumusan Masalah

Dari permasalahan yang diuraikan pada latar belakang dapat ditarik

rumusan masalah berupa: “Bagaimanakah prilaku struktur rangka beton bertulang yang diberikan perkuatan dinding pengisi berlubang menggunakan analisis konstruksi bertahap yang dibandingkan dengan analisis konvensional”.

1.3. Tujuan

Adapun tujuan yang ingin dicapai melalui penulisan penelitian ini adalah, untuk mengetahui prilaku struktur rangka beton bertulang yang diberikan

perkuatan dinding pengisi berlubang menggunakan analisis konstruksi bertahap.

1.4. Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dapat memberi ulasan tentang perkuatan seismik berupa dinding pengisi berlubang.

2. Dapat menunjukan perbedaan antara analisis secara konvensional dengan analisis konstruksi bertahap pada struktur rangka beton bertulang dengan perkuatan dinding pengisi berlubang.

1.5. Batasan Masalah

1. Posisi lubang yang ditinjau pada dinding pengisi adalah konsentris. 2. Penenmpatan dinding pengisi direncanakan pada bentang tengah

(15)

3. Struktur diasumsikan terjepit pada level sloof, sehingga interaksi struktur dengan tanah tidak diperhitungkan.

(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Beban Gempa Berdasarkan SNI 1726:2002

Pada peraturan perencanaan beban gempa SNI 1726:2002 digunakan faktor-faktor yang disesuaikan dengan perencanaan suatu struktur yang terdiri dari wilayah gempa, percepatan puncak muka tanah (Ao), faktor keutamaan gedung

(I), faktor reduksi gempa (R), dan waktu getar alami (Tc). Faktor-faktor tersebut

digunakan untuk menghitung faktor respon gempa (C) dengan rumus:

�� =�� (2.1)

dengan

�� = � × �� (2.2)

� = × � (2.3)

� = . × � (2.4)

dimana:

Ar = Pembilang dalam persamaan hiperbola Faktor Respons Gempa C Am = Percepatan respons maksimum

T = Waktu getar alami struktur gedung (detik)

ζ = Koefisien pengali dari jumlah tingkat struktur gedung n = Jumlah tingkat

2.2. Beban Gempa Berdasarkan 1726:2012

Peraturan perencanaan beban gempa pada gedung-gedung di Indonesia yang berlaku saat ini diatur dalam SNI Gempa 1726:2012. Pada peraturan ini

dijelaskan tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan perhitungan untuk analisis beban gempa sebagai berikut:

1. Geografis

Perencanaan beban gempa pada sebuah gedung tergantung dari lokasi gedung tersebut dibangun. Hal ini disebabkan karena wilayah yang berbeda memiliki percepatan batuan dasar yang berbeda pula.

(17)

Faktor ini ditentukan berdasarkan jenis pemanfaatan gedung. Gedung dengan kategori risiko I dan II memiliki faktor keutamaan gedung 1, untuk kategori resiko III memiliki faktor 1.25, dan kategori resiko IV memiliki faktor 1.5.

3. Kategori Desain Seismik

Pembagian kategori desain seismik dari rendah ke tinggi yaitu A, B, C, D, E, dan F. Penentuan kategori ini dapat dilihat pada lampiran A Tabel A5.

4. Sistem penahan gaya seismik

Struktur dengan sistem penahan gaya seismik memiliki faktor reduksi gempa atau koefisien modifikasi respon (R), faktor kuat lebih sistem

(Ω0), dan faktor pembesaran defleksi (Cd) yang berbeda-beda sesuai

dengan Tabel A6 pada lampiran A.

2.3. Perbandingan SNI 03:1726:2002 dengan SNI 1726:2012

SNI 1726-2012 mengenai Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung merupakan peraturan gempa

terbaru yang menggantikan SNI 03-1726-2002. Perubahan yang terdapat pada revisi tersebut salah satunya terkait kategori desain seismik (KDS). Sebagai

contoh daerah Bali selatan yang sebelumnya berada pada wilayah gempa V dengan resiko gempa sedang menjadi KDS D. Tabel 2.1 menunjukkan perbandingan secara rinci dari kedua SNI.

Tabel 2.1 Perbandingan SNI 03:1726:2002 dengan SNI 1726:2012

No SNI 03: 1726:2002 SNI 1726:2012

1 Nilai faktor keutamaan diatur pada Tabel

A.1 SNI 1726:2002. Pada SNI ini nilai I ditentukan berdasarkan perkalian nilai I1

dan I2 pada Tabel A.1.

Dalam menentukan kategori risiko bangunan dan faktor keutamaan bangunan bergantung dari fungsi/jenis

(18)

2 Jenis tanah pada SNI 1726:2002 Pasal

4.6.3 ditetapkan dalam tiga kategori, yakni tanah keras, tanah sedang dan tanah lunak.

Berdasarkan sifat-sifat tanah pada situs, maka situs harus diklasifikasi sebagai kelas situs SA, SB, SC, SD,

SE, atau SF.

3 Penentuan wilayah gempa disesuaikan

dengan lokasi/daerah pada Peta Wilayah Gempa Indonesia pada Pasal 4.7.1 SNI 1726:2002. Indonesia ditetapkan terbagi

dalam 6 wilayah gempa, wilayah gempa 1 adalah wilayah dengan kegempaan paling rendah dan wilayah 6 dengan kegempaan paling tinggi.

Parameter spektrum respons percepatan pada periode pendek (SMS)

dan periode 1 detik (SD1) yang sesuai

dengan pengaruh klasifikasi situs,

harus ditentukan dengan perumusan berikut.

rencana pada struktur gedung, maka untuk masing-masing wilayah gempa ditetapkan Spektrum Respons Gempa Rencana C-T, dengan bentuk tipikal seperti Gambar 2.1.

Gambar 2. 1 Bentuk tipikal spektrum respons gempa rencana

Sumber: SNI 1726:2002

Bila spektrum respons desain diperlukan oleh tata cara ini dan prosedur gerak tanah dari spesifik-situs tidak digunakan, maka kurva spektrum respons desain harus dikembangkan dengan mengacu pada Gambar 2.2 sesuai SNI 1726:2012.

Gambar 2. 2 Spektrum respons desain

(19)

5 Nilai faktor reduksi gempa ditentukan

berdasarkan tingkat daktilitas struktur dan jenis sistem struktur yang digunakan. Nilai

maksimum faktor tersebut (Rm) untuk beberapa sistem struktur diatur pada Tabel

3 SNI 1726:2002.

berdasarkan sistem penahan gaya seismik struktur bangunan.

6 Pasal 5.6 SNI 1726:2002 mengatur

pembatasan waktu getar alami fundamental untuk mencegah penggunaan struktur gedung yang terlalu fleksibel. Nilai waktu getar alami fundamental T1 dari struktur

gedung harus dibatasi, bergantung pada koefisien ζ untuk wilayah gempa tempat struktur gedung berada dan jumlah tingkatnya n menurut persamaan:

T1 < ζ . n (2.8)

Keterangan:

ζ = koefisein sesuai wilayah gempa

(Tabel 8 SNI 1726:2002) n = jumlah tingkat

Untuk menentukan perioda

fundamental struktur (T), digunakan perioda fundamental pendekatan (Ta). Periode fundamental pendekatan (Ta) dalam detik, ditentukan dari persamaan

berdasarkan Tabel 15 SNI 1726:2012.

Ta=0,1N (2.9) Keterangan:

N = jumlah tingkat

7 Gaya geser dasar dari metode statik

ekuivalen dihitung berdasarkan persamaan berikut.

Persamaan yang digunakan dalam menghitung gaya geser dasar dalam

(20)

R = faktor reduksi gempa persamaan tersebut tidak boleh kurang dari persamaan berikut:

Cs=0,044SDSIe>0,01 (2.13)

Sebagai tambahan, untuk struktur yang berlokasi di daerah dengan S1 sama

dengan atau lebih besar dari 0,6 g, maka Cs harus tidak kurang dari

persamaan berikut: Cs=

6.1.2 SNI 1726:2002 harus didistribusikan sepanjang tinggi struktur gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik ekuivalen Fi yang menangkap pada pusat

(21)

2.4. Perkuatan Struktur

Perkuatan struktur pada gedung eksisting dapat berupa pembeseran dimensi komponen struktur dan penambahan komponen struktur baru. Pembesaran dimensi komponen dapat dilakukan dengan jacketing, sementara penambahan komponen struktur baru dapat berupa penambahan breising atau dinding geser (dinding penahan geser). Dari Gambar 2.1 dapat dilihat beberapa jenis perkuatan yang sudah sering dilakukan. Dari gambar tersebut jenis perkuatan

post-cast shear walls dan steel braced frames, merupakan perkutan yang paling

efektif. Dalam penelitian ini akan ditinjau perkuatan struktur berupa Concrete

Bloks Gambar 2.3 juga menjelaskan tentang kekakuan dan daktilitas dari

masing-masing jenis perkuatan.

Gambar 2.3 Efektifitas Perkuatan Struktur

Sumber: Sugano (1989), CEB (1997)

2.5. Dinding Pengisi

2.5.1 Definisi

(22)

non-2.5.2 Rangka dengan Dinding Pengisi

RDP (infilled frame) adalah struktur yang terdiri atas kolom dan balok berbahan baja atau beton bertulang dengan dinding pengisi berbahan batu-bata ataupun batako seperti terlihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Rangka dengan Dinding Pengisi

Perilaku struktur rangka akibat adanya dinding pengisi tentu berbeda dengan struktur rangka tanpa dinding pengisi. Perilaku seperti deformasi dan gaya-gaya dalam pada struktur akan diterima pula oleh dinding pengisi yang berarti dinding pengisi akan mendistribusikan gaya-gaya yang ada pada struktur sampai pada batas kemampuannya. Adanya kontak antara dinding dan struktur yang mengelilinginya dan perilaku struktur ketika mendapat beban lateral mengakibatkan dinding pengisi mengalami pola keruntuhan tertentu.

Keruntuhan yang terjadi pada dinding salah satunya terjadi pada bagian

sudut-sudutnya. Ketika menerima beban lateral, struktur rangka akan menekan dinding bagian ujung, sementara dinding akan menahan gaya tersebut. Konsep

inilah yang menjadi dasar untuk memodelkan dinding pengisi sebagai sebuah strat diagonal.

2.6. Pemodelan Dinding Pengisi dengan Strat Diagonal

(23)

atas material yang tidak homogen sehingga kuat tarik yang dimiliki material ini diabaikan. Perumusan untuk lebar strat pun sudah banyak berkembang. Salah satu rumus 2.18 yang cukup banyak digunakan termasuk dalam peraturan FEMA-356 terkait analisis dinding pengisi seperti dijelaskan pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Model Dinding Pengisi Sebagai Strat Diagonal

� = . � ℎ� − . � (2.18)

dimana λ1 adalah:

� = [� �� � sin θ

� ℎ ] (2.19)

dengan a adalah lebar strat diagonal, rinf adalah panjang strat, Eme adalah modulus elastisitas dinding pengisi, Efe Icol adalah modulus elastisitas dan momen inersia kolom, tinf adalah tebal dinding dan tebal strat, hcol adalah tinggi kolom di antara as balok, hinf adalah tinggi dinding pengisi, dan θ adalah sudut yang dibentuk oleh strat diagonal.

Berdasarkan cara diatas, pemodelan dinding pengisi sebagai strat diagonal tidak akan mampu meninjau adanya bukaan atau lubang pada dinding. Maka dari itu, Asteris, et al. (2012) mengusulkan adanya faktor reduksi terhadap dimensi strat diagonal akibat adanya lubang. Faktor reduksi ini dapat dirumuskan pada persamaan 2.20 berikut.

� = − �� . + �� . (2.20)

dengan αw adalah persentase lubang (luas lubang dibagi luas dinding). h kolom

r

a

?

h dinding

(24)

2.7. Pemodelan DInding Pengisi dengan Elemen Shell

Elemen shell merupakan suatu bentuk sistem struktur berbentuk bidang (area) yang dapat dikerjakan gaya sejajar bidang maupun tegak lurus bidang (Dewobroto, 2013). Pada program SAP2000, penggunaan elemen shell dapat dibagi menjadi tiga sesuai dengan perilakunya yaitu:

1. Membran

Elemen membran hanya dapat memperhitungkan gaya-gaya yang bekerja sejajar dengan bidang (in-plane) dan momen drilling (momen yang bekerja dengan sumbu putar tegak lurus arah bidang). Elemen ini dapat digunakan jika ingin memodel suatu bidang tanpa memperhitungkan gaya tegak lurus bidang.

2. Pelat

Elemen pelat merupakan kebalikan dari elemen membran, yaitu hanya dapat menerima gaya tegak lurus arah bidang (out-of-plane). Model pelat pondasi yang memiliki rasio ketebalan yang kecil dapat menggunakan elemen pelat ini.

3. Shell

Jika dibutuhkan suatu elemen dengan perilaku gabungan antara elemen

membran dan elemen pelat, maka elemen shell merupakan pilihannya. Elemen shell memiliki kemampuan untuk menahan gaya searah maupun tegak lurus

bidang.

(25)

2.8. Pemodelan Hubungan antara Rangka dengan Dinding Pengisi

Hubungan antara rangka dengan dinding pengisi dimodel menggunakan elemen gap. Elemen gap merupakan elemen yang menghubungkan dua material yang berbeda dengan tujuan untuk menyalurkan gaya yang berasal dari masing-masing material tersebut. Pada program SAP2000 terdapat fitur link element atau elemen penghubung yang dapat digunakan sebagai elemen gap. Elemen ini bekerja dengan cara mengikat dua buah titik simpul dan dapat dilepas sesuai kondisi tertentu. Gambar 2.6 menunjukkan elemen gap dan komponennya, dengan i dan j sebagai simpul (titik ujung) dari elemen gap. Simpul atau titik ujung yang dimaksud nodal dari elemen frame dan nodal elemen shell sedangkan k merupakan nilai kekakuan dari elemen gap.

Gambar 2.6 Elemen Gap

Aplikasi elemen kontak ini pada dinding pengisi salah satunya dibahas dalam penelitian dari Dorji & Thambiratnam (2009). Pada penelitian tersebut dijelaskan tentang perbandingan kekakuan yang dimiliki oleh elemen gap dengan kekakuan dari dinding pengisi. Hubungan dari kekakuan kedua elemen tersebut dapat dilihat pada persamaan 2.21 berikut

� = . � + (2.21)

(26)

dimana Kg adalah kekakuan dari gap element dalam satuan N/mm, Ki adalah

kekakuan dari dinding pengisi, Ei adalah modulus elastisitas dinding dan t adalah

tebal dinding.

2.9. Sifat Nonlinear Material Beton dan Dinding Pengisi

Sebuah material atau bahan memiliki sifat nonlinier yang berarti material tersebut dapat menurun kekuatannya pada batas tegangan tertentu. Material yang berbeda tentunya memiliki kekuatan yang berbeda. Hal yang digunakan untuk menunjukkan perilaku material salah satunya adalah modulus elastisitas. Parameter ini memberikan gambaran tentang kemampuan suatu material untuk mengalami deformasi. Semakin kecil nilai modulus elastisitas maka semakin mudah suatu material dapat mengalami perpanjangan atau perpendekan. Berdasarkan SNI 2847:2013, modulus elastisitas pada material beton dapat dicari dengan rumus berikut:

untuk beton dengan berat volume antara 1440 dan 2560 kg/m3 menggunakan rumus

�� = �� . . √�′� (2.23)

Nilai tegangan dan regangan material beton dapat digambarkan dalam kurva nonlinier. Pada program SAP2000 dapat dibuat kurva tegangan regangan secara otomatis berdasarkan ketentuan dari Mander.

Pada material dinding dapat diketahui nilai modulus elastisitasnya berdasarkan pendekatan dari FEMA-356 dengan rumus

� = �′ (2.24)

(27)

Gambar 2.7 Kurva Hubungan Tegangan dan Regangan Dinding Pengisi

Sumber: Kaushik et al. (2007)

Kurva bagian lengkung (parabolic variation) dari titik nol sampai bagian

puncak (ε’m, f’m) dan pada saat f’mturun sebesar 90% (0.9f’m) dapat dicari dengan

persamaan sebagai berikut:

′ = � �′ −

�′ (2.25)

Kemudian untuk bagian lurus (linear variation) digunakan persamaan sebagai berikut:

− .9 ′ . ′ − .9 ′ =

� −� @ .9 ′

�′ −� @ .9 ′ (2.26)

dengan:

′ = � ′ .7 (2.27)

� = . 7. (2.28)

dimana:

Cj = faktor dari kuat tekan mortar

fj = kuat tekan mortar (MPa)

(28)

2.10. Analisis Konstruksi Bertahap

Berdasarkan CSI Analysis Reference Manual (2015), analisis konstruksi bertahap merupakan bagian analisis nonlinier khusus yang memerlukan beberapa kondisi sehingga dapat diterima program. Konstruksi bertahap memungkinkan kita sebagai pengguna untuk menentukan tahapan yang ingin ditambahkan atau dikurangi dari struktur yang dianalisis, memilih secara selektif beban yang akan dikerjakan pada struktur, serta mempertimbangkan perilaku material struktur terhadap waktu, seperti usia, penyusutan dan rangkaknya.

Analisis konstruksi bertahap digolongkan menjadi analisis nonlinier statik karena dalam analisisnya struktur yang dianalisis dapat berubah seiring waktu. Oleh karena itu, analisis konstruksi bertahap dapat dikerjakan bersamaan dengan beberapa tahap yang melibatkan analisis nonlinier lainnya seperti Time History Analysis dan Stiffness Basic Analysis. Dalam analisis konstruksi bertahap, hasil analisis pada tahap terakhirlah yang akan digunakan sebagai acuan.

Dalam SAP2000, untuk setiap analisis nonlinier konstruksi bertahap, akan ditentukan beberapa tahapan yang akan digunakan. Tahapan-tahapan ini akan

dianalisis sesuai dengan urutan tahapan yang ditentukan, mulai dari tahap pertama dan seterusnya. Pengguna dapat menentukan berapa banyak tahapan yang

diinginkan dalam satu Load Case. Analisis konstruksi bertahap juga dapat diteruskan dari satu Load Case ke Load Case lainnya. Dalam tiap tahapan, perlu ditentukan beberapa hal sebagai berikut:

a. Durasi, dalam hari. Hal ini akan digunakan untuk Time-dependent effects. Namun, jika analisis ini tidak ingin digunakan, atur durasinya menjadi nol. b. Jumlah objek yang dikelompokkan dalam tahap tersebut ditambahkan ke

struktur. Usia/umur objek merupakan fungsi dari Time-dependent effects jika diperhitungkan.

c. Jumlah objek yang dihilangkan dari struktur.

d. Jumlah objek yang akan dibebani ditentukan. Apakah seluruh objek yang ada akan dibebani ataukah hanya objek dalam grup yang baru ditambahkan dalam tahapan ini yang akan dibebani.

(29)

memudahkan, sehingga dalam analisis konstruksi bertahap, langkah pertama dalam analisis adalah untuk menentukan kelompok/grup untuk setiap tahapannya.

Setiap tahapan dalam analisis konstruksi bertahap dianalisis secara terpisah untuk tahapan yang telah ditentukan. Analisis setiap tahap memiliki dua bagian, yaitu:

1. Perubahan struktur dan pengaplikasian beban dianalisis.

2. Ketika ditentukan kondisi durasi sama dengan nol, kemudian dianalisis

time-dependent material effects. Selama masa ini, struktur tidak berubah dan

pengaplikasiannya beban diangap konstan.

Dalam analisis konstruksi bertahap ini, kondisi yang benar-benar dipakai adalah kondisi terakhir dari struktur. Jika suatu objek berada di beberapa kelompok, maka objek tersebut akan diasumsikan sesuai dengan kelompok terakhir yang mengikutsertakannya.

SAP2000 juga mengeluarkan tutorial yang membahas konstruksi bertahap. Dalam tutorial tersebut dijelaskan perbandingan gaya dalam (momen) pada struktur gedung bertingkat yang dianalisis dengan analisis konvensional dan

dengan analisis konstruksi bertahap. Dari perbandingan tersebut dapat dilihat momen pada struktur yang dianalisis secara bertahap lebih besar dua kali dari

pada momen pada struktur yang dianalisis secara konvensional seperti terlihat pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Perbandingan Momen Analisis Konvensional dan Analisis Konstruksi Bertahap

(30)

2.11. Penelitian Terkait

Penelitian terkait dinding pengisi telah banyak dilakukan. Beberapa diantaranya merupakan eksperimen laboratorium dan ada pula yang berupa pemodelan komputer.

2.11.1.Kakaletsis and Karayannis (2009)

Kakaletsis and Karayannis (2009) melakukan penelitian laboratorium mengenai perilaku struktur rangka dinding pengisi dengan bukaan. Dalam penelitiannya, terdapat 10 spesimen yang diuji, ditunjukkan pada Tabel 2.1. Spesimen yang diuji berupa struktur RT (Bare Frame), struktur RDP dengan dinding solid, dan struktur RDP dengan bukaan. Untuk bukaan, parameter yang digunakan yaitu bentuk bukaan dan ukuran bukaan. Terdapat tiga spesimen bukaan jendela dengan ukuran perbandingan la/l sebesar 0.25, 0.38, 0.50 dan tiga spesimen bukaan pintu dengan ukuran perbandingan la/l sebesar 0.25, 0.38, dan 0.50. Selain itu, ada dua spesimen menggunakan parameter untuk lokasi bukaan pada struktur rangka dengan perbandingan x/l sebesar 0.167. Dimana, l adalah panjang dinding pasangan bata, la adalah lebar bukaan, dan x adalah jarak antara

garis pusat dari bukaan ke tepi dinding pengisi, terlihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Spesimen eksperimen

Notasi Benda Uji

Bentuk bukaan Ukuran Bukaan la/l Jarak

bukaan x/l

(31)

(300x600) mm untuk balok dan (450x450) mm untuk kolom. Pasangan bata dinding pengisi dalam spesimen memiliki ketinggian (H) = 800 mm dan panjang (l) = 1200 mm, ditunjukkan pada Gambar 2.12(c) dan Gambar 2.12(d), yang mewakili dinding partisi bagian luar struktur yang bentuk asli di lapangan dengan tinggi (H) = 2.40 m dan panjang (l) = 3.60 m, dimana rasio H/l = 1/1.50. Pada eksperimen menggunakan dimensi bata (60x60x93) mm, terlihat gambar 2.12(b). Dimensi bata sesuai dengan 1/3 skala dengan bentuk asli bata dengan dimensi (180x180x300) mm. Data material dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Gambar 2.9 Spesimen struktur RDP (a) detail tulangan struktur rangka beton bertulang, (b) unit bata, (c) struktur RDP dengan bukaan jendela dan (d) struktur

RDP dengan bukaan pintu, dalam mm.

Sumber: Kakaletsis and Karayannis (2009)

Tabel 2.3 Sifat material yang digunakan

Sifat Mekanik Nilai yang Terukur

Campuran Semen/Plester

Kuat Tekan fm 0.22 ksi (1.53 MPa)

Pasangan Bata

Kuat tekan | | untuk rongga fc90 0.74 ksi (5.11 MPa)

Modulus elastisitas | | untuk rongga E90 97.29 ksi (670.30 MPa)

Geser modulus G 37.65 ksi (259.39 MPa)

Rangka Beton

(32)

Beban lateral dibuatkan menggunakan alat double action hydraulic

actuator sedangkan beban vertikal menggunakan hydraulic jacks, dipasang

dengan empat strands di bagian atas setiap kolom, yang konstan dan terus-menerus disesuaikan selama pengujian. Tingkat beban tekan aksial per kolom ini ditetapkan sebesar 50 kN dengan rata-rata tegangan tekan sebesar 0.1 MPa untuk kekuatan tekan.

Hasil utama dari eksperimen laboratorium adalah grafik hubungan antara beban lateral dan perpindahan, selain itu ditampilkan pola kegagalan yang terjadi pada struktur, disajikan pada Gambar 2.10, 2.11 dan 2.12

Gambar 2.10 Kurva Perbandingan Gaya Lateral dengan Perpindahan dan Pola Keruntuhan dari Benda Uji S

Sumber: Kakaletsis and Karayannis (2009)

Gambar 2.11 Kurva Perbandingan Gaya Lateral dengan Perpindahan dan Pola Keruntuhan dari Benda Uji WO2

(33)

Gambar 2.12 Kurva Perbandingan Gaya Lateral dengan Perpindahan dan Pola Keruntuhan dari Benda Uji DO2

Sumber: Kakaletsis and Karayannis (2009)

Spesimen S pada Gambar 2.10 memiliki dinding penuh, dimana retak pada dinding terjadi pada drift 0.3%. Sendi plastis terjadi pada bagian atas dan bawah kolom pada drift 1.1%. Kegagalan dari spesimen ini didominasi dengan retak diagonal di dinding pada drift 1.9%. Spesimen WO2 dengan bukaan jendela pada

Gambar 2.11 mengalami retak pertama di dinding pada drift 0.3% sampai 0.4%. Sendi plastis terjadi pada ujung atas dan bawah kolom pada drift 0.3% sampai

0.9%. Spesimen DO2 pada Gambar 2.12 mengalami retak pertama di dinding pada drift 0.3%. Sendi plastis terjadi pada bagian atas dan bawah kolom pada drift 0.4% sampai 0.6%.

Berdasarkan hasil penelitian laboratorium tersebut disimpulkan bahwa ukuran bukaan dari bentuk yang sama tampaknya tidak jauh mempengaruhi perilaku benda uji. Retak pada dinding dan terpisahnya dinding dari struktur terjadi pada tahap sebelum adanya leleh pada tulangan kolom. Pada perpindahan yang besar pada kasus model dengan bukaan, beban lateral tetap ditahan oleh struktur sementara dinding pengisi mulai berhenti menahan beban.

2.11.2.Sigmund and Penava (2012)

(34)

dimana Group I tanpa perkuatan di sekitar lubang, Group II dengan perkuatan di sekitar lubang, dan Group III merupakan spesimen refrensi dengan dan tanpa perkuatan dinding pengisi. Untuk bukaan, parameter yang digunakan yaitu bentuk bukaan, ukuran bukaan, dan letak bukaan. Terdapat empat spesimen bukaan jendela dengan ukuran yang sama, yaitu 500/600 mm dan empat spesimen bukaan pintu dengan ukuran yang sama, yaitu 350/900 mm. Selain itu, terdapat dua spesimen refrensi yaitu rangka terbuka dan rangka dinding pengisi penuh (tanpa bukaan), seperti ditunjukkan pada Tabel 2.4

Tabel 2.4 Spesimen eksperimen

NO Kode Gambaran Model Eksperimen Dimensi Lubang

1 1/II

350/900 mm

konsentris

2 2/II

500/600 mm

konsentris

3 1/III -

4 2/III -

Sumber: Sigmund and Penava (2012)

(35)

Gambar 2.13 Dimensi dan penulangan dari rangka beton bertulang dan potongan melintang

Sumber: Sigmund and Penava (2012)

Tabel 2.5 Sifat material yang digunakan

Sifat Mekanik Nilai yang Terukur

Campuran Semen/Plester

Kuat Tekan f’cp 5,15 MPa

Pasangan Bata

Kuat tekan f’cm 2,7 Mpa

Modulus elastisitas Ec 3900 Mpa

Regangan Ultimate ɛ 0,57 ‰

Rangka Beton

Kuat tekan f’c 45 Mpa

Tulangan Memanjang dan Transversal

Kuat Leleh fys 600 MPa

Kuat Ultimate fus 700 MPa

Modulus Elastisitas Es 210000 MPa

Lintel (Kolom Praktis)

Kuat Tekan f’cl 30 MPa

Sumber: Sigmund and Penava (2012)

Beban vertikal diaplikasikan pada ujung atas dari masing-masing kolom dan beban horizontal diaplikasikan pada ujung-ujung balok. Perpindahan vertikal dari kolom ditopang oleh balok baja, dimana pergeseran horizontal masih

mungkin terjadi pada perletakan rol. Balok penyokong utama diangkur pada lantai dasar yang kuat. Tes dilakukan dengan beban vertikal yang konstan dan beban

(36)

specimen berprilaku fleksibel dan dilanjutkan dengan control perpindahan hingga terjadi keruntuhan pada dinding.

Hasil utama dari eksperimen laboratorium adalah grafik hubungan antara beban lateral dan perpindahan, selain itu ditampilkan pola kegagalan yang terjadi pada struktur, disajikan pada Gambar 2.14, 2.15, 2.16 dan 2.17

Gambar 2.14 Kurva Perbandingan Gaya Lateral dengan Perpindahan dan Pola Keruntuhan dari Benda Uji 1/III (RT) dan Benda Uji 2/III

Sumber: Sigmund and Penava (2012)

Gambar 2.16 Kurva Perbandingan Gaya Lateral dengan Perpindahan dan Pola Keruntuhan dari Benda Uji 1/II dan Benda Uji 2/II

Sumber: Sigmund and Penava (2012)

(37)

2.11.3.Sukrawa (2015)

Untuk mengetahui respon gempa dari struktur dinding pengisi beton bertulang dengan variasi bukaan dinding, model 3-D komputer dibuat untuk bangunan 3, 4, dan 5 lantai dengan fungsi bangunan Hotel yang terdiri dari enam rangka dari 3 bentang. Pada arah X, bentang tengah terbuka dan bentang sisi terisi penuh dengan dinding padat. Pada arah Y, dinding interior terdiri dari bukaan pintu di sudut dan dinding eksterior terdiri dari bukaan jendela dengan variasi rasio 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100%. Sebelum pemodelan struktur 3-D, model validasi 2-D menggunakan strat diagonal dan elemen shell yang dibuat berdasarkan hasil tes rangka dinding pengisi sederhana dengan berbagai variasi bukaan dan tempat pemasangannya. Untuk model strat, dinding dengan bukaan dimodel menggunakan faktor reduksi lebar strat diagonal. Untuk model elemen shell dinding dimodelkan dengan elemen gap pada permukaan antara rangka dan dinding. Mengingat terjadinya retak dan hubungan antara tegangan-regangan non linear dari bahan, diagram beban lateral - perpindahan model strat dan elemen shell harus sesuai dengan hasil tes. Model dengan lintel pada sekitar bukaan

dinding juga dibuat untuk validasi. Model elemen shell kemudian digunakan untuk membuat model 3-D bangunan hotel dengan lintel pada sekitar bukaan

dinding. Analisis dan desain model 3-D menunjukkan bahwa respon gempa dari struktur dinding pengisi beton bertulang dengan rasio bukaan 20% sampai 60% secara signifikan kaku dan lebih kuat dari yang tanpa dinding pengisi. Namun, kontribusi dinding pengisi dengan bukaan 80% dalam memperkecil simpangan setiap tingkat dan rangka biasa diabaikan. Dengan demikian, dinding pengisi dengan rasio lubang kurang dari 80% harus dipertimbangkan dalam pemodelan struktural untuk mendapatkan analisis yang lebih akurat dan desain yang lebih efisien.

(38)

bukaan besar, studi terbaru menunjukkan bahwa dinding pengisi berlubang masih memberikan kontribusi terhadap kekakuan lateral dari rangka. Dengan demikian, formula baru untuk memperhitungkan bukaan di dinding yang diusulkan. Dengan demikian, kedua dinding dan bukaan patut dipertimbangkan dalam pemodelan struktural untuk mendapatkan respon yang lebih akurat dan dapat digunakan untuk mendesain struktur yang mengalami beban gempa.

Pada bangunan hotel, struktur terdiri dari rangka 3 bentang, bentang tengah adalah untuk penyekat dan bentang samping untuk ruangan. Dinding antara kamar yang padat yang terbuat dari batu bata, batako, atau ringan blok beton (AAC). Dinding interior memiliki bukaan pintu, dan dinding eksterior memiliki bukaan jendela. Dinding-dinding yang relatif lemah dan rapuh yang dibingkai oleh beton bertulang (RC) atau balok baja dan kolom untuk membentuk kerangka pengisi (IF) sistem dengan kekuatan dan kekakuan lateral secara signifikan lebih tinggi daripada rangka terbuka. Selain kekuatan dan kekakuan, daktilitas rangka dinding pengisi di bawah beban gempa lebih dari 6, lebih dari nilai yang direkomendasikan untuk kinerja yang baik dari struktur. Dalam

makalah ini penekanan diberikan kepada efek termasuk dinding pengisi dengan bukaan pada respon gempa model 3-D struktur beton bertulang untuk bangunan

hotel yang dijelaskan di atas. Dinding eksterior terdiri dari berbagai bukaan jendela dengan kolom praktis beton bertulang dan balok (lintel) sekitar bukaan untuk memperkuat dinding di sepanjang bukaan. Lintel juga sebagai rangka dari jendela atau pintu yang terbuat dari bahan yang lebih lemah seperti kayu atau aluminium yang mewakili praktek terbaik lokal di Bali dan daerah lainnya di Indonesia.

(39)

struktur. Perkembangan terkini dalam pemodelan rangka dinding pengisi dengan bukaan dinding (IFO) banyak digunakan dimodifikasi strat diagonal tanpa lintel di sekitar bukaan dinding. Dalam penelitian ini, model elemen shell digunakan dan diterapkan untuk model 3-D bangunan hotel. Model elemen shell akan memungkinkan menganalisis tegangan dinding dan lintel sekitar bukaan. Dibandingkan dengan model 2-D, model 3-D juga akan langsung memasukkan efek dari beban gravitasi, lantai, dan balok longitudinal. Sebelum pemodelan struktur 3-D, model validasi yang dibuat untuk model sederhana 2-D IF dan IFO berdasarkan hasil tes yang dilaporkan dalam literature untuk memastikan keakuratan model, menggunakan diagonal strut dan model elemen shell. Sebuah model rangka terbuka (BF) juga termasuk untuk perbandingan.

a. Model Validasi untuk rangka dinding pengisi dengan dinding penuh (IFS) dan rangka dinding pengisi dengan bukaan dinding (IFO)

Model eksperimental skala 1/3 rangka dinding pengisi dengan dinding penuh (IFS) dan dengan bukaan (IFO) dibuat dan diuji oleh Kakaletsis dan

Karayannis beban. Dalam tulisan ini, model komputer menggunakan software SAP2000 versi 15 dibuat validasi berdasarkan empat dari delapan model yang

diuji. Gambar. 1 menunjukkan pengujian dan model komputer. Baris pertama menunjukkan geometri rangka diuji. Model yang sesuai dengan menggunakan strat diagonal dan elemen shell ditampilkan di baris kedua. Rangka terbuka (BF), IFS, dan dua IFO dengan bukaan pusat jendela (WO4) dan bukaan pintu eksentrik (DX1) dengan rasio bukaan 21% dimodelkan untuk melihat efek dari bukaan dinding dalam referensi untuk BF dan IFS. Model strat digunakan strat diagonal tunggal dan elemen shell model yang digunakan gap elemen pada permukaan antara rangka dan dinding. Karakteristik material untuk beton dan dinding pengisi yang digunakan untuk percobaan. dengan mutu beton (f'c) adalah 28,51 MPa dan mutu dinding pengisi (sejajar dengan lubang) (fm') adalah 5.11 MPa.

(40)

2.810 MPa. Pada laporan pengujian nilai Em diberi 670,3 MPa, nilai yang sangat rendah dibandingkan dengan yang dijelaskan oleh peneliti lain. Model tersebut dibuat langkah demi langkah sampai beban maksimum seperti pada tes tercapai. Sebagai peningkatan beban, sifat bahan dan rangka yang bervariasi mengingat non-linear hubungan tegangan regangan dan retak pada rangka selama tes. Modulus elastisitas digunakan untuk nilai yang lebih rendah memuat (sekitar 40% dari beban maksimum) dan modulus elastis pada titik-titik yang digunakan pada beban yang lebih tinggi. Beberapa penyesuaian yang dibuat berdasarkan data uji untuk membuat kurva beban-perpindahan dari kedua model komputer sebanding dengan hasil tes. Model IFO dengan lintel sekitar bukaan (IFOL) juga dibuat menggunakan elemen shell untuk dibandingkan dengan model IFO tanpa lintel.

Gambar 2. 3 Geometri Rangka diuji (baris pertama) dan model yang sesuai dengan menggunakan strut dan elemen shell (baris kedua).

Sumber: Sukrawa (2015)

Model strat untuk IFS unsur penggunaan untuk batang dan strut diagonal, dimana kedua ujung strut yang di-release melawan rotasi.

Pengembangan model strat untuk IFO berikut dimodifikasi model yang diusulkan strat diagonal, di mana lebar strat untuk dinding penuh dikurangi

dengan faktor λ, tergantung dari rasio lubang, α (rasio lubang ke daerah dinding)

dengan menggunakan persamaan diusulkan oleh Asteris, et.al

Respon dari model yang diplot dalam dua hubungan beban-perpindahan

seperti ditunjukkan pada Gambar. 2.24 Angka kiri menunjukkan kurva beban - perpindahan untuk IFS, IFO (WO4 dan DX1), dan BF bersama-sama dengan data

(41)

Hal ini terlihat dari angka kiri bahwa respon dari model komputer yang mirip dengan data tes, dimana kekakuan menurun dari IFS ke IFO dan BF. Hal ini juga jelas bahwa respon dari strat dan elemen shell model tidak sebanding dan model dengan bukaan jendela sentris dan bukaan pintu sudut dengan rasio yang sama menghasilkan respon yang sebanding. Melihat data yang lebih detail namun, ditemukan bahwa model elemen shell cocok dengan data tes yang lebih baik dari model strat untuk semua model rangka dinding pengisi. Bandingkan dengan data uji, model strat memberikan respon kaku untuk IFS tapi respon yang lebih fleksibel untuk IFO. Perbedaan ini terkait dengan faktor reduksi dalam persamaan 4 yang melemahkan kekuatan dinding dengan bukaan dan mengakibatkan respon yang lebih lemah. Tanggapan IFOL mirip dengan model tanpa lintel dengan peningkatan sedikit kekakuan. Efek kaku ini karena penambahan lintel tampaknya logis dan oleh karena itu, model elemen shell dengan lintel digunakan untuk model 3-D.

Gambar 2. 4 kurva beban-deformasi model IFS, IFO, dan BF (kiri) dan IFOL dan IFO (kanan)

(42)

Gambar 2. 5 Kontur tegangan maksimum WO4 tanpa lintel (kiri) dan WO4L dengan lintel (kanan)

Sumber: Sukrawa (2015)

Gambar. 3 menunjukkan model WO4 menunjukkan kontur tegangan maksimum model tanpa lintel (kiri) dan dengan lintel (kanan). Retak tarik terjadi pada 2 sudut lubang dan kompresi maksimum terjadi pada 2 sudut lain dari lubang. Membandingkan warna kiri dan kanan angka itu jelas bahwa tarik dan tekan tekanan pada sudut pembukaan WO4L secara signifikan lebih rendah dibandingkan WO4. Dengan demikian, keberadaan lintel memperkaku rangka dan memperkuat dinding di sekitar lubang.

Hubungan beban-deformasi di arah Y karena vertikal dan lateral beban kombinasi untuk model M3OR, M4OR, dan M5OR ditunjukkan pada Gambar. 2.26. Hal ini jelas dari grafik simpangan pertingkat sebagai rasio bukaan dinding menjadi lebih besar. Menggunakan perpindahan atap M300 sebagai acuan, perpindahan atap M320, M340, dan M360 berkurang 51%, 33% dan 17%, masing-masing. Pengurangan perpindahan serupa diamati untuk M4OR. Untuk M5OR pengurangan yang sesuai adalah 45%, 32%, dan 16%, masing-masing. Persentase penurunan perpindahan yang lebih kecil diamati untuk struktur lebih

tinggi. Atap perpindahan MS80 bagaimanapun, adalah 1% lebih rendah dari MS00. Perpindahan pertingkat antar semua model tidak melebihi nilai batas dari

(43)

Displacement (mm) Displacement (mm) Displacement(mm)

Gambar 2. 6 kurva beban - deformasi di arah Y: 3 lantai (kiri); 4 lantai (tengah); 5 lantai (kanan)

Sumber: Sukrawa (2015)

Tekanan maksimum di dinding meningkat dengan ketinggian bangunan dan menurun dengan ketinggian lantai. Sehubungan dengan rasio membuka, tekanan tinggi yang diamati pada dinding dengan rasio bukaan yang lebih rendah. Dengan demikian, tekanan maksimum terjadi pada lantai dasar M520. tegangan tekan maksimum yang diamati adalah 0,10 MPa untuk M320, 0,13 MPa untuk M420, dan 0,14 MPa untuk M520. Tegangan tarik maksimum yang diamati di daerah kecil di sudut pembukaan dengan nilai 0,27 MPa untuk M320, 0.31 MPa untuk M420, dan 0,40 MPa untuk M520. Untuk pasangan dinding dengan fm dari 3 MPa, kekuatan tarik diperkirakan 0,3 MPa. Oleh karena itu, tegangan tarik pada dinding M420 dan M520 melebihi kekuatan tarik dan karenanya, dinding kuat diperlukan untuk lantai bawah 4 dan 5 gedung-gedung Hotel bertingkat.

Beban aksial maksimum di ambang 40 kN di kompresi dan 23 kN

dalam tegangan. Tegangan tekan yang sesuai 1.78 MPa, yang 0.178fcl dan tegangan tarik yang sesuai adalah 0,10 MPa, yaitu 0.01fcl. Oleh karena itu lintel tidak tertekan dan penguatan minimal 4 No. 10 tulangan dengan sengkung No 6 tulangan dengan 150 jarak mm memadai.

(44)

pengisi dengan bukaan dinding Namun, respon dari model elemen shell sesuai dengan data tes yang lebih baik daripada model strut, di mana faktor reduksi untuk lebar strut melemahkan kekuatan rangka. Lintel sekitar bukaan dinding memperkaku rangka dan memperkuat dinding di sekitar bukaan dan karenanya, harus digunakan untuk desain yang lebih baik dari kerangka pengisi dengan bukaan dinding.

Dari analisis dan desain model 3-D untuk tipikal 3, 4, dan 5 lantai bangunan hotel menggunakan rangka dan elemen shell ditemukan bahwa respon gempa dari rangka beton bertulang di-diisi dengan dinding rasio bukaan 20% sampai 60% secara signifikan kaku dan lebih kuat dari yang tanpa dinding pengisi. Namun, kontribusi dinding dengan bukaan 80% dalam mengurangi penyimpangan lantai dan rangka dapat diabaikan. Dengan demikian, dinding pengisi dengan rasio bukaan kurang dari 80% harus dipertimbangkan dalam pemodelan struktural untuk mendapatkan analisis yang lebih akurat dan desain yang efisien. Tegangan pada dinding pengisi dan lintel dapat diperoleh langsung dari model elemen shell dan oleh karena itu, model dapat dengan mudah

Gambar

Tabel 2.1 Perbandingan SNI 03:1726:2002 dengan SNI 1726:2012
Gambar 2. 1 Bentuk tipikal spektrum
Gambar 2.3 Efektifitas Perkuatan Struktur Sumber: Sugano (1989), CEB (1997)
Gambar 2.4 Rangka dengan Dinding Pengisi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sifat fisik kertas daur ulang berbahan baku limbah kertas (A) adalah mempunyai permukaan kertas yang kasar, berwarna putih keabuan, mempunyai daya lipat dan daya

Cambridge Assessment International Education 1 Hills Road, Cambridge, CB1 2EU, United Kingdom Tel: +44 (0)1223 553554 Fax: +44 (0)1223 553558. Email: info@cambridgeinternational.org

Tujuan penelitian adalah diperlukan suatu sistem monitoring yang real time, mudah digunakan dan mudah dianalisa sehingga dapat dipergunakan untuk memperbaiki sistem

Allah Bapa di Surga, Yesus Kristus dan Bunda Maria juru slamatku.. Ibu dan Bapakku yang telah mendukungku, memberiku

Berdasarkan hasil analisis data tersebut, dapat dikatakan bahwa etnis Jawa memberikan stereotip etnis Tionghoa mencakup atribut-atribut sebagai orang-orang yang merasa lebih unggul

Pada perlakuan dengan penambahan ekstrak pegagan dengan konsentrasi 15% tampak terjadi penghambatan pertumbuhan pada minggu ke 2 setelah penaburan di masa awal

dipatuhi supaya klien lebih memahami tentang etika busana muslim yang sebenar yang mewajibkan seorang wanita untuk menutup auratnya dengan sempurna. Hal ini boleh

1) Berdasarkan observasi tingkat kebersihan yang terdapat di SMP Negeri 10 Magelang sudah relatif bersih karena para siswa di sekolah tersebut sudah dibiasakan