• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENGGUNAAN TEMPE SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBUATAN ISIAN BURGER TERHADAP KOMPOSISI ZAT GIZI DAN DAYA TERIMANYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PENGGUNAAN TEMPE SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBUATAN ISIAN BURGER TERHADAP KOMPOSISI ZAT GIZI DAN DAYA TERIMANYA"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

1 Pengaruh Penggunaan Tempe sebagai Bahan Dasar Pembuatan Isian Burger Terhadap Komposisi Zat Gizi dan Daya Terimanya

Nurwahyu Utami (091000006) utami_nurwahyu@yahoo.co.id / utami.nurwahyu@gmail.com

PENGARUH PENGGUNAAN TEMPE SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBUATAN ISIAN BURGER TERHADAP KOMPOSISI ZAT GIZI

DAN DAYA TERIMANYA

(The influence of tempeh as ingredients in the making of patty to the nutrient composition and the acceptable)

Nurwahyu Utami1, Jumirah2, Albiner Siagian2 1

Alumni Mahasiswa Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat USU 2

Staf Pengajar Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat USU

ABSTACT

Tempeh burger is one of an innovative product of burgers, which has high phyto-protein. Most of people know that tempeh only made from soybean, but the other legume such as mung bean and red kidney bean can also be processed into tempeh because they almost have the similar nutrient composition with soybean.

This was an experimental study that aims to determine the nutrient composition and the acceptable of patty with the difference of tempeh ingredients, such as soybean, mung bean, and red kidney bean.

Based on laboratory test at the Laboratory of Nutrition FKM and Food Technology Laboratory FP USU, showed that the soybean tempeh patty has highest content of energy, fat, and carbohydrate; while the highest content of protein and ash belongs to the mung bean tempeh patty. Based on the organoleptic test by 30 students of FKM USU as a panelist, showed that the soybean tempeh patty was the most preferred. With Anova Test, the difference of tempeh for making the tempeh patty was only influenced different variety of color, aroma, and texture, but not for the taste. It’s recommended that consumer, especially those who like burgers but limiting meat consumption, make tempeh burger as their alternative snack. The mung bean tempeh patty was the best choice for young people who are still in their growth stage, because it had highest content of protein and ash. It is also need to do the further study to eliminate unpleasant contained in mung bean and red kidney bean tempeh patty.

Keywords: Tempeh Patty, Nutrient Composition, Acceptability

PENDAHULUAN

Burger telah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu. Bermula dari pedagang asal Timur Tengah yang menikmati daging kambing cincang di salah satu restoran di Hamburg, Jerman. Hamburg kala itu adalah pusat perdagangan dan juga sebagai tempat berkumpulnya para pedagang asal Arab (Hardiman, 2011).

Burger sangat popular hingga kini, penggemarnya tidak sedikit. Tua muda, kecil dewasa, menyukai burger. Karena itu, banyak orang yang menjadikan burger sebagai salah satu komoditas dalam usaha jasa boga. Dan ternyata burger juga bisa membuat orang kaya raya, karena bisnis ini sangat menjanjikan dan sudah menjadi makanan berbagai kalangan karena banyak dijual oleh jaringan restoran

cepat saji atau kafe-kafe, bahkan burger saat ini sudah lazim dijajakan di sekolah-sekolah menggunakan gerobak sepeda atau stand semi permanen (Sarwono, 2010).

Burger tempe merupakan salah satu olahan inovatif dari burger. Burger tempe kaya akan protein nabati yang berasal dari tempe itu sendiri. Hadirnya burger tempe merupakan salah satu inovasi di bidang kuliner, di mana tempe (bahan pangan nabati) sebagai makanan khas Indonesia dijadikan sebagai bahan pengganti daging (bahan pangan hewani) dalam pembuatan isian burger, juga dapat menjadi pilihan bagi orang-orang yang dengan alasan tertentu tidak dapat memakan daging. Sebagai bahan makanan yang sehat dengan harga ekonomis, tempe

(2)

2 Pengaruh Penggunaan Tempe sebagai Bahan Dasar Pembuatan Isian Burger Terhadap Komposisi Zat Gizi dan Daya Terimanya

Nurwahyu Utami (091000006) utami_nurwahyu@yahoo.co.id / utami.nurwahyu@gmail.com layak dijadikan sebagai bahan pembuatan

makanan populer, seperti burger.

Erwin (2006), menyatakan bahwa saat ini masyarakat sudah mulai memerhatikan pola makan yang sehat alami. Bahan pangan sumber protein nabati mulai lebih banyak dikonsumsi sebagai pengganti bahan pangan sumber protein hewani yang perlu dibatasi pemakaiannya, terutama karena kondisi kesehatan tertentu, misalnya karena mengalami hiperkolesterolemia, atau penyakit kardiovaskular lainnya yang terkait dengan konsumsi lemak atau kolesterol yang berlebihan. Konsumsi tempe di Indonesia sendiri sekitar 6,45 kg per orang per tahunnya, dan 2,4 juta ton per tahunnya, Indonesia sekarang ini adalah negara pengonsumsi tempe terbesar di dunia (Setiadi, 2012).

Seperti halnya kedelai, kacang hijau dan kacang merah pun merupakan sumber protein nabati yang tidak kalah jika dibandingkan dengan sumber protein hewani. Bukan hanya mengandung protein, zat gizi lain seperti karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral juga terkandung di dalamnya, selain itu kedua jenis kacang ini pun relatif mudah diolah menjadi tempe jika dibandingkan dengan jenis kacang-kacangan lainnya.

Potensi dari kedua jenis kacang-kacangan tersebut untuk dijadikan tempe memungkinkan dapat diolah menjadi berbagai jenis penganan, salah satunya adalah isian burger.

Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh penggunaan tempe (tempe kacang kedelai, kacang hijau, dan kacang merah) sebagai bahan dasar pembuatan isian burger terhadap komposisi zat gizi serta daya terimanya berdasarkan indikator warna, rasa, aroma, dan tekstur. Sehingga dapat memberikan informasi baik kepada masyarakat, maupun produsen tempe mengenai pembuatan tempe berbahan selain kedelai dan penggunaan bahan pangan nabati sebagai alternatif untuk menggantikan bahan pangan hewani, terutama daging yang harganya relatif lebih mahal. Selain itu, hal ini juga merupakan salah satu cara mengoptimalkan pemanfaatan bahan pangan lokal sebagai salah satu realisasi diversifikasi

pangan, alternatif pengolahan tempe sebagai penganan yang tidak kalah saing dengan penganan populer asal mancanegara, alternatif jajanan sehat dengan harga ekonomis yang dapat dibuat di rumah dan dikonsumsi semua kalangan, terutama orang-orang yang dengan alasan kesehatan atau alasan tertentu lainnya membatasi konsumsi daging yang biasanya digunakan sebagai bahan dalam pembuatan isian burger.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini bersifat eksperimen dengan menggunakan desain penelitian deskriptif. Sedangkan untuk mengetahui pengaruhnya, maka digunakan uji statistik.

Pembuatan isian burger tempe dan pengujian daya terima terhadap mahasiswa yang berjumlah 30 orang di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dilakukan pada bulan Mei 2013. Komposisi zat gizi isian burger tempe (kadar air, abu, lemak, protein, karbohidrat, dan energi) diketahui melalui uji laboratorium yang dilakukan di Laboratorium Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian – Universitas Sumatera Utara dilakukan pada bulan Mei 2013. Untuk mengetahui kadar air dan abu digunakan metode gravimetri, kadar protein menggunakan metode Kjeldahl, dan kadar lemak menggunakan metode ekstraksi (Soxhletasi). Sementara kadar karbohidrat dan energi diperoleh melalui perhitungan.

Penerimaan panelis terhadap isian burger tempe berdasarkan uji kesukaan (hedonik) yang diperoleh kemudian ditabulasikan dan dianalisis menggunakan uji varians (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji Ganda Duncan (Duncan’n Multiple Ranges

Test).

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Isian Burger Tempe

Penggunaan tempe kacang kedelai, kacang hijau, dan kacang merah dalam pembuatan isian burger menghasilkan isian burger tempe dengan karakteristik yang berbeda. Isian burger tempe kacang kedelai (A1) berwarna kuning keemasan, memiliki rasa khas tempe dan gurih, beraroma khas tempe, dan bertekstur lembut. Isian burger

(3)

3 Pengaruh Penggunaan Tempe sebagai Bahan Dasar Pembuatan Isian Burger Terhadap Komposisi Zat Gizi dan Daya Terimanya

Nurwahyu Utami (091000006) utami_nurwahyu@yahoo.co.id / utami.nurwahyu@gmail.com tempe kacang hijau (A2) berwarna kuning

kecokelatan, memiliki rasa gurih dan diakhir terasa agak langu, beraroma khas tempe namun tercium langu, dan bertekstur agak lembut. Sedangkan isian burger tempe kacang merah (A3) berwarna kehitam-hitaman, memiliki rasa khas kacang merah dan diakhir terasa agak langu, beraroma khas tempe namun agak langu, dan bertekstur lembut.

Analisis Komposisi Zat Gizi Isian Burger Tempe Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi

Berdasarkan uji laboratorium yang dilakukan, komposisi zat gizi yang terkandung dalam setiap 100 gram isian burger tempe dapat dilihat pada Tabel 1. berikut.

Tabel 1. Komposisi Zat Gizi Per 100 gram Isian Burger Tempe

ZatGizi Isian Burger Tempe

A1 A2 A3 Energi (Kkal) Kadar Karbohidrat (%) Kadar Air (%) Kadar Protein (%) Kadar Abu (%) Kadar Lemak (%) 268,56 33,37 42,86 6,77 5,00 12,00 155,68 9,15 63,93 13,84 6,00 7,08 227,92 28,52 51,52 5,96 4,00 10,00

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa komposisi zat gizi yang terdapat pada isian burger tempe lebih rendah jika dibandingkan dengan komposisi zat gizi yang terdapat pada kacang-kacangan yang dipakai sebagai bahan pembuatan tempenya. Hal tersebut dikarenakan perendaman kacang-kacangan yang terlalu lama dapat menyebabkan penurunan kandungan gizinya. Hasil penelitian Lo et al. dalam Koswara (1992) mengungkapkan bahwa perendaman kacang kedelai selama 24 jam dan 76 jam berturut-turut akan menurunkan kandungan protein sebesar 36 dan 38 % dari jumlah protein semula. Oleh karena itu pengolahan kacang-kacangan yang melalui proses perendaman dapat menurunkan kandungan gizinya.

Namun, kandungan anti gizi dan senyawa penyebab off-flavor (menimbulkan bau dan rasa yang tidak dikehendaki) yang terdapat pada kacang-kacangan, terutama kacang kedelai akan menurun dengan proses

perendaman, perebusan, ataupun pengukusan. Kandungan anti gizi dalam kacang kedelai antara lain anti tripsin, hemaglutinin, fitat, dan oligosakarida penyebab flatulensi, sedangkan kelompok senyawa penyebab off-flavor antara lain penyebab bau langu (beany flavor), penyebab rasa pahit dan penyebab rasa kapur (chalky flavor) (Koswara, 1992).

Berikut disajikan analisis komposisi zat gizi isian burger tempe berdasarkan angka kecukupan gizi per 50 gram isian burger tempe (per keping isian burger tempe).

Tabel 2. Analisis Komposisi Zat Gizi Isian Burger Tempe Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi Laki-Laki Usia 19 – 29 Tahun

Zat Gizi Isian Burger Tempe AKG

A1 A2 A3

Energi (kkal) 134,28 77,84 113,96 2550*

% Sumbangan 5,27 3,05 4,47

Protein (gr) 3,34 6,92 2,98 60*

% Sumbangan 5,56 11,53 4,49

* Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, 2004 dalam Almatsier (2011)

Berdasarkan Tabel 2, dapat diketahui bahwa penggunaan tempe kacang kedelai (A1) sebagai bahan dasar pembuatan isian burger menyumbang kecukupan energi terbesar, yaitu 5,27% dari kebutuhan energi sehari laki-laki usia 19 – 29 tahun. Sedangkan penggunaan tempe kacang hijau (A2) sebagai bahan dasar pembuatannya menyumbang kecukupan protein terbesar, yaitu 11,53% dari kebutuhan protein sehari laki-laki berusia 19 – 29 tahun.

Tabel 3. Analisis Komposisi Zat Gizi Isian Burger Tempe Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi Perempuan Usia 19 – 29 Tahun

Zat Gizi Isian Burger Tempe AKG

A1 A2 A3

Energi (kkal) 134,28 77,84 113,96 1900*

% Sumbangan 7,07 4,10 6,00

Protein (gr) 3,34 6,92 2,98 50*

% Sumbangan 6,68 13,84 5,96

* Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, 2004 dalam Almatsier (2011)

Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui bahwa penggunaan tempe kacang kedelai (A1) sebagai bahan dasar pembuatan isian burger menyumbang kecukupan energi terbesar, yaitu 7,07% dari kebutuhan energi sehari perempuan usia 19 – 29 tahun. Sedangkan

(4)

4 Pengaruh Penggunaan Tempe sebagai Bahan Dasar Pembuatan Isian Burger Terhadap Komposisi Zat Gizi dan Daya Terimanya

Nurwahyu Utami (091000006) utami_nurwahyu@yahoo.co.id / utami.nurwahyu@gmail.com penggunaan tempe kacang hijau (A2) sebagai

bahan dasar pembuatannya menyumbang kecukupan protein terbesar, yaitu 13,84% dari kebutuhan protein sehari perempuan berusia 19 – 29 tahun.

Analisis Organoleptik Warna Isian Burger Tempe

Pengujian organoleptik terhadap warna yang dihasilkan dari isian burger tempe oleh panelis menunjukkan bahwa warna isian burger dengan tempe kacang kedelai (A1) dan kacang hijau (A2) sebagai bahan dasar pembuatannya sama-sama disukai sedangkan warna yang dihasilkan dari isian burger dengan tempe kacang merah (A3) sebagai bahan dasar pembuatan isiannya tidak disukai. Hal ini dikarenakan warna yang dihasilkan dari isian burger tempe kacang kedelai (A1) dan kacang hijau (A2) cenderung terang, dan dianggap menimbulkan daya tarik saat dilihat.

Tabel 4. Hasil Analisis Organoleptik Warna Isian Burger Tempe

Skala Hedonik

Isian Burger Tempe

A1 A2 A3

Panelis Skor Panelis Skor Panelis Skor

Sangat Suka Suka Agak Suka Tidak Suka 8 20 2 0 32 60 4 0 2 17 11 0 8 51 22 0 2 1 10 17 8 3 20 17 Total 30 96 30 81 30 48 % 80,00 67,50 40,00

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam terhadap warna dari ketiga perlakuan pada isian burger tempe (lihat Tabel 5) diperoleh FHitung (51,54) > FTabel (3,15) yang bermakna bahwa perbedaan bahan dasar tempe sebagai bahan dasar pembuatan isian burger memberi pengaruh yang nyata terhadap warna isian burger tempe yang dihasilkan.

Tabel 5. Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA)

Isian Burger Tempe Berdasarkan

Indikator Warna Sumber Keragaman Db JK KT F hitung F tabel (0,05) Ket Sampel 2 40,20 20,10 51,54 3,15 Ada Perbe daan Panelis 29 17,83 0,61 Error 58 22,47 0,39 Total 89 80,50

Berdasarkan Uji Ganda Duncan (lihat Tabel 6), dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap warna isian burger

tempe kacang kedelai, kacang hijau, dan kacang merah berbeda satu sama lain dan yang paling disukai adalah warna yang dihasilkan oleh isian burger tempe kacang kedelai (A1).

Tabel 6. Hasil Uji Duncan’s Multiple Ranges Test Isian Burger Berdasarkan Indikator Warna Perlakuan Tempe Kacang Merah (C) Tempe Kacang Hijau (B) Tempe Kacang Kedelai (A) Rata-rata 1,60 2,70 3,20 B – C = 2,70 – 1,60 = 1,10 > 0,31 A – C = 3,20 – 1,60 = 1,60 > 0,33 A – B = 3,20 – 2,70 = 0,50 > 0,31 Jadi, B ≠ C Jadi, A ≠ C Jadi, A ≠ B

Suatu bahan yang bernilai gizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak menarik atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya (Winarno, 2002). Oleh karena itu, isian burger dengan tempe kacang merah sebagai bahan dasar pembuatannya tidak disukai, sebab warnanya kurang menarik (kehitam-hitaman), bahkan menimbulkan kesan bahwa isian burger tempe tersebut gosong. Padahal beberapa orang panelis menyebutkan bahwa warna yang paling mendekati isian burger pada umumnya adalah sampel berkode A3 (isian burger tempe kacang merah).

Analisis Organoleptik Rasa Isian Burger Tempe

Pengujian organoleptik terhadap rasa yang dihasilkan dari isian burger tempe oleh panelis menunjukkan bahwa rasa isian burger dengan tempe kacang kedelai (A1) dan kacang merah (A3) sebagai bahan dasar pembuatannya sama-sama disukai, sedangkan rasa yang dihasilkan dari isian burger dengan tempe kacang hijau (A2) sebagai bahan dasar pembuatan isiannya termasuk kategori agak disukai.

Tabel 7. Hasil Analisis Organoleptik Rasa Isian Burger Tempe

Skala Hedonik

Isian Burger Tempe

A1 A2 A3

Panelis Skor Panelis Skor Panelis Skor

Sangat Suka Suka Agak Suka Tidak Suka 4 20 5 1 16 60 10 1 3 10 15 2 12 30 30 2 7 9 10 4 28 27 20 4 Total 30 87 30 74 30 79 % 72,50 61,67 65,83

(5)

5 Pengaruh Penggunaan Tempe sebagai Bahan Dasar Pembuatan Isian Burger Terhadap Komposisi Zat Gizi dan Daya Terimanya

Nurwahyu Utami (091000006) utami_nurwahyu@yahoo.co.id / utami.nurwahyu@gmail.com Berdasarkan hasil analisis sidik ragam

terhadap rasa yang dihasilkan dari ketiga perlakuan pada isian burger tempe (lihat Tabel 8) diperoleh Fhitung (2,82) < Ftabel (3,15), dapat disimpulkan bahwa perbedaan bahan dasar tempe sebagai bahan dasar pembuatan isian burger tempe tidak memberi pengaruh yang nyata terhadap rasa isian burger tempe yang dihasilkan.

Tabel 8. Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA)

Isian Burger Tempe Berdasarkan

Indikator Rasa Sumber Keragaman Db JK KT F hitung Ftabel (0,05) Ket Sampel 2 2,87 1,44 2,82 3,15 Tidak Ada Perbedaan Panelis 29 29,33 1,01 Error 58 29,80 0,51 Total 89 62,00

Menurut Winarno (2002), meskipun rasa dapat dijadikan standar dalam penilaian mutu, di sisi lain rasa adalah suatu yang nilainya sangat relatif. Pada umumnya, bahan pangan tidak hanya terdiri dari salah satu rasa saja, tetapi merupakan gabungan dari berbagai rasa secara terpadu sehingga menimbulkan cita rasa yang utuh.

Analisis Organoleptik Aroma Isian Burger Tempe

Menurut Winarno (2002), aroma makanan banyak menentukan kelezatan bahan makanan tersebut. Aroma baru dapat dikenali bila berbentuk uap, dan molekul-molekul komponen bau tersebut harus sempat menyentuh silia sel olfactory, dan diteruskan ke otak dalam bentuk impuls listrik oleh ujung-ujung syaraf olfactory. Pada umumnya, bau yang diterima oleh hidung dan otak lebih banyak merupakan berbagai ramuan atau campuran empat bau utama, yaitu harum, asam, tengik, dan hangus.

Pengujian organoleptik terhadap aroma yang dihasilkan dari isian burger tempe oleh panelis menunjukkan bahwa aroma isian burger dengan tempe kacang kedelai (A1) dan kacang merah (A3) sebagai bahan dasar pembuatannya sama-sama disukai, sedangkan aroma yang dihasilkan dari isian burger dengan tempe kacang hijau (A2) sebagai bahan dasar pembuatan isiannya termasuk

kategori agak disukai. Hal ini dikarenakan aroma yang ditimbulkan tempe kacang kedelai dan kacang merah merupakan khas aroma tempe dan aroma kacang merah, sedangkan isian burger dengan tempe kacang hijau beraroma khas tempe dan agak langu.

Tabel 9 Hasil Analisis Organoleptik Aroma Isian Burger Tempe

Skala Hedonik

Isian Burger Tempe

A1 A2 A3

Panelis Skor Panelis Skor Panelis Skor

Sangat Suka Suka Agak Suka Tidak Suka 7 16 7 0 28 48 14 0 2 12 14 2 8 36 28 2 5 10 11 4 20 30 22 4 Total 30 90 30 74 30 76 % 75,00 61,67 63,33

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam terhadap aroma yang dihasilkan dari ketiga perlakuan pada isian burger tempe (lihat Tabel 9) diperoleh Fhitung (5,64) > Ftabel (3,15), dapat disimpulkan bahwa perbedaan bahan dasar tempe sebagai bahan dasar pembuatan isian burger memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap aroma isian burger tempe yang dihasilkan.

Tabel 9. Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA)

Isian Burger Tempe Berdasarkan

Indikator Aroma Sumber Keragaman Db JK KT F hitung Ftabel (0,05) Ket Sampel 2 5,07 2,54 5,64 3,15 Ada Perbe daan Panelis 29 26,67 0,92 Error 58 26,26 0,45 Total 89 58,00

Berdasarkan Uji Ganda Duncan (lihat Tabel 10) terhadap aroma dari ketiga perlakuan, disimpulkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap aroma isian burger dengan tempe kacang hijau dan kacang merah sebagai bahan dasar pembuatannya adalah sama, namun aroma isian burger dengan tempe kacang kedelai sebagai bahan dasar pembuatannya berbeda dengan kedua isian burger tempe lainnya. Hal ini berarti bahwa aroma isian burger tempe kacang kedelai lebih disukai daripada aroma isian burger tempe yang lain karena isian burger tempe kacang kedelai memiliki nilai yang paling tinggi (3,00), di mana semakin tinggi penilaian, maka aroma isian burger tempe akan semakin disukai.

(6)

6 Pengaruh Penggunaan Tempe sebagai Bahan Dasar Pembuatan Isian Burger Terhadap Komposisi Zat Gizi dan Daya Terimanya

Nurwahyu Utami (091000006) utami_nurwahyu@yahoo.co.id / utami.nurwahyu@gmail.com

Tabel 10. Hasil Uji Duncan’s Multiple Ranges Test Isian Burger Berdasarkan Indikator Aroma Perlakuan Tempe Kacang Hijau (C) Tempe Kacang Merah (B) Tempe Kacang Kedelai (A) Rata-rata 2,47 2,53 3,00 B – C = 2,53 – 2,47 = 0,06 > 0,34 A – C = 3,00 – 2,47 = 0,53 > 0,36 A – B = 3,00 – 2,53 = 0,47 > 0,34 Jadi, B = C Jadi, A ≠ C Jadi, A ≠ B

Analisis Organoleptik Tekstur Isian Burger Tempe

Menurut Winarno (2002), tekstur dan konsistensi suatu bahan akan memengaruhi cita rasa yang ditimbulkan bahan tersebut karena dapat memengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan terhadap kelenjar air liur. Agar suatu senyawa dapat dikenal rasanya, senyawa tersebut harus dapat larut dalam air liur sehingga dapat mengadakan hubungan dengan mikrovilus dan impuls yang terbentuk dikirim melalui syaraf ke pusat susunan syaraf. Semakin kental konsistensi suatu senyawa, maka akan semakin lama senyawa tersebut larut dalam air liur, maka akan semakin lama pula rasa dari senyawa tersebut dapat dikenali.

Pengujian organoleptik terhadap tekstur yang dihasilkan dari isian burger tempe oleh panelis menunjukkan bahwa tekstur isian burger dengan tempe kacang kedelai (A1) dan kacang merah (A3) sebagai bahan dasar pembuatannya sama-sama disukai, sedangkan tekstur yang dihasilkan dari isian burger dengan tempe kacang hijau (A2) sebagai bahan dasar pembuatan isiannya termasuk kategori agak disukai. Hal ini dikarenakan tekstur yang ditimbulkan tempe kacang kedelai dan kacang merah cenderung lembut, sedangkan isian burger dengan tempe kacang hijau cenderung agak kasar meskipun pada saat proses pelunakannya sudah dilakukan agak lama. Hal ini dikarenakan pada saat proses pembuatan tempe, kacang hijau mendapatkan perlakuan untuk pelunakan kacang yang lebih sedikit dibandingkan dengan kacang kedelai dan kacang merah, sebab pelunakan yang lebih

akan mengakibatkan kacang hijau tidak dapat ditumbuhi oleh kapang.

Tabel 11. Hasil Analisis Organoleptik Tekstur Isian Burger Tempe

Skala Hedonik

Isian Burger Tempe

A1 A2 A3

Panelis Skor Panelis Skor Panelis Skor

Sangat Suka Suka Agak Suka Tidak Suka 4 20 6 0 16 60 12 0 1 12 14 3 4 36 28 3 10 9 6 5 40 27 22 5 Total 30 88 30 71 30 84 % 73,30 59,17 70,00

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam terhadap tekstur yang dihasilkan dari ketiga perlakuan pada isian burger tempe (lihat Tabel 12) diperoleh Fhitung (3,94) > Ftabel (3,15), dapat disimpulkan bahwa perbedaan bahan dasar tempe sebagai bahan dasar pembuatan isian burger memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap tekstur isian burger tempe yang dihasilkan.

Tabel 12. Hasil Analisis Sidik Ragam (ANOVA)

Isian Burger Tempe Berdasarkan

Indikator Tekstur Sumber Keragaman Db JK KT F hitung Ftabel (0,05) Ket Sampel 2 5,27 2,64 3,94 3,15 Ada Perbe daan Panelis 29 20,90 0,72 Error 58 38,73 0,67 Total 89 64,90

Berdasarkan Uji Ganda Duncan (lihat Tabel 13) terhadap tekstur dari ketiga perlakuan, disimpulkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur isian burger dengan tempe kacang kedelai dan kacang merah sebagai bahan dasar pembuatannya adalah sama, namun tekstur isian burger dengan tempe kacang hijau sebagai bahan dasar pembuatannya berbeda dengan kedua isian burger tempe lainnya. Hal ini berarti bahwa tekstur isian burger dengan tempe kacang kedelai dan tempe kacang merah sebagai bahan dasar pembuatannya lebih disukai daripada tekstur isian burger dengan tempe kacang hijau sebagai bahan dasar pembuatannya karena isian burger dengan tempe kacang hijau sebagai bahan dasar pembuatannya memiliki nilai yang paling rendah (2,37), di mana semakin rendah

(7)

7 Pengaruh Penggunaan Tempe sebagai Bahan Dasar Pembuatan Isian Burger Terhadap Komposisi Zat Gizi dan Daya Terimanya

Nurwahyu Utami (091000006) utami_nurwahyu@yahoo.co.id / utami.nurwahyu@gmail.com penilaian, maka tekstur isian burger tempe

akan semakin tidak disukai.

Tabel 13. Hasil Uji Duncan’s Multiple Ranges Test Isian Burger Berdasarkan Indikator Tekstur Perlakuan Tempe Kacang Hijau (C) Tempe Kacang Merah (B) Tempe Kacang Kedelai (A) Rata-rata 2,37 2,80 2,93 B – C = 2,80 – 2,37 = 0,43 > 0,42 A – C = 2,93 – 2,37 = 0,56 > 0,36 A – B = 2,93 – 2,80 = 0,13 > 0,42 Jadi, B ≠ C Jadi, A ≠ C Jadi, A = B Penerimaan Konsumen Terhadap Isian Burger Tempe

Berdasarkan uji organoleptik terhadap warna, rasa, aroma dan tekstur; isian burger tempe kacang kedelai memiliki skor penilaian yang paling tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa isian burger tempe kacang kedelai (A1) lah yang paling disukai dibandingkan dengan isian burger jenis lainnya. Namun, jika dilihat dari kategori kesukaan, isian burger tempe kacang kedelai dan kacang hijau sama-sama masih dalam kategori suka (antara 62,50 – 81,24%).

Proses penginderaan terdiri dari tiga tahap, yaitu adanya rangsangan terhadap indera kita oleh suatu benda, kemudian diteruskan oleh sel-sel syaraf dan datanya diproses oleh otak, sehingga kita akan memperoleh kesan tertentu terhadap benda tersebut. Dengan adanya rekaman memori yang ada pada otak kita, maka otak akan menginterpretasikan, mengatur, dan mengintergrasikan rangsangan yang masuk menjadi persepsi. Kemudian tanggapan atau respon diformulasikan berdasarkan persepsi kita (Setyaningsih dkk, 2010). Oleh karena itu, orang yang cenderung terbiasa mengonsumsi tempe kecang kedelai atau makanan lain pada umumnya, akan mengatakan menyukai makanan tersebut karena telah terbiasa baik dengan warna, rasa, aroma, maupun teksturnya. Tambah lagi, Setyaningsih dkk (2010) menyatakan bahwa pada kenyataannya, manusia kerap memberikan respon yang berbeda-beda terhadap rangsangan yang sama. Harus dipahami juga bahwa perbedaan yang terjadi antara dua orang dapat disebabkan oleh adanya perbedaan sensasi yang diterima

karena perbedaan sensitivitas organ penginderaannya, atau karena kurangnya pengetahuan terhadap beberapa bau atau rasa tertentu (dipengaruhi oleh rekaman memori otak), atau juga karena kurangnya pelatihan dalam mengekspresikan apa yang mereka rasakan dalam kata-kata atau angka.

KESIMPULAN

1. Jika dilihat dari energi dan lemak yang dihasilkan oleh isian burger tempe, maka isian burger tempe kacang kedelai merupakan penyumbang energi dan lemak yang paling besar, sedangkan isian burger tempe kacang hijau menyumbang energi dan lemak yang paling sedikit.

2. Karbohidrat yang terkandung dalam isian burger tempe kacang kedelai merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan isian burger tempe yang lain, sedangkan kandungan karbohidrat terendah terdapat pada isian burger tempe kacang hijau. 3. Jika dilihat dari kadar protein dan kadar

abunya, isian burger tempe kacang hijaulah yang memiliki kadar protein dan kadar abu tertinggi, sedangkan yang terendah terdapat pada isian burger tempe kacang merah.

4. Pada umumnya ketiga jenis isian burger tempe dengan perbedaan bahan dasar tempe dapat diterima oleh konsumen. 5. Isian burger yang paling disukai oleh

konsumen (dengan kategori kesukaan suka) adalah isian burger tempe kacang kedelai, diikuti isian burger tempe kacang hijau, dan yang terakhir adalah isian burger tempe kacang merah.

6. Warna isian burger tempe kacang kedelai dan isian burger tempe kacang hijau disukai, sedangkan warna isian burger tempe kacang merah tidak disukai.

7. Rasa, aroma, dan tekstur isian burger tempe kacang kedelai dan isian burger tempe kacang merah disukai; sedangkan rasa, aroma, dan tekstur isian burger tempe kacang hijau agak disukai.

8. Berdasarkan analisa sidik ragam, perbedaan penggunaan tempe sebagai bahan dasar pembuatan isian burger hanya memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap warna, aroma, dan tekstur, tetapi tidak terhadap rasanya.

(8)

8 Pengaruh Penggunaan Tempe sebagai Bahan Dasar Pembuatan Isian Burger Terhadap Komposisi Zat Gizi dan Daya Terimanya

Nurwahyu Utami (091000006) utami_nurwahyu@yahoo.co.id / utami.nurwahyu@gmail.com

SARAN

1. Disarankan bagi mereka yang menyukai burger, namun dengan alasan tertentu membatasi asupan akan daging yang umumnya menjadi bahan dasar pembuatan isian burger untuk menjadikan burger tempe sebagai alternatif penganan pilihannya.

2. Bagi mereka yang masih dalam masa pertumbuhan disarankan untuk memilih burger tempe dengan penggunaan tempe kacang hijau sebagai bahan dasar pembuatan isiannya, karena memiliki kandungan protein dan mineral yang lebih tinggi dibandingkan dengan isian burger jenis lain.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk meminimalisir rasa langu yang terdapat pada isian burger tempe dengan penggunaan tempe kacang hijau dan kacang merah sebagai bahan dasar pembuatannya.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S., dkk. 2011. Gizi Seimbang

dalam Daur Kehidupan.Jakarta : PT

Gramedia Pustaka Utama.

Erwin, L. T. 2006. Masakan Tempe dan

Tahu Lezat dan Sehat Alami.Jakarta :

Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Hardiman, I. 2011. Aneka Burger Bungkus

Jakarta : Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

Hardiman, I. 2011. Resep Hamburger

Favorit Sehat dan Lezat di Bawah 500 Kalori. Jakarta : Penerbit PT Gramedia

Pustaka Utama.

Koswara, S. 1992. Teknologi Pengolahan

Kedelai : Menjadikan Makanan Bermutu. Cetakan I. Jakarta : PT.

Penebar Swadaya.

Sarwono, B. 2010. Usaha Membuat Tempe

dan Oncom. Jakarta : Penebar Swadaya.

Setiadi, B. 2012. Menjadikan Tempe

sebagai Pangan Dunia

http://ristek.go.id/index.php/module/Ne

ws+News/id/10883/print. Diakses pada tanggal 03 April 2013

Setyaningsih, D., dkk. 2010. Analisis Sensori

: untuk Industri Pangan dan Agro.

(9)

1 PEMANFAATAN IKAN PORA-PORA SEBAGAI BAHAN BAKU TAMBAHAN

PEMBUATAN KERUPUK DAN DAYA TERIMANYA

(The utilization of pora-pora fish as an additional ingredient in making of cracker and its acceptability)

Yati Oktaviani Br Keliat1, Zulhaida Lubis2, Albiner Siagian2 1

Alumni Mahasiswa Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat USU ² Staf Pengajar Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat USU

ABSTRACT

Crackers that is made with the addition of pora-pora fish is expected to increase the diversity of fish crackers that has been on the market and also increase the nutritional value of the cracker itself. The purpose of this study was to determine the effect of pora-pora fish to the nutrients composition and acceptability of crackers. This research use experimental design consisting of a treatment i.e the addition of pora-pora fish in making crackers with three concentrations (5%, 10%, and 15%). Protein content of pora-pora fish crackers P1, P2, and P3 is

2,00%, 4,11%, and 6,40%. Calcium content of pora-pora fish crackers P1, P2, and P3 is 28,6 mg,

51,3 mg, 77,1 mg. Based on organoleptic test of color and texture the most preferred is crackers with the addition of pora-pora fish 5%, while the flavor and taste the most preferred is cracker with the addition of pora fish 15%. Based on the analysis of variance, the addition of pora-pora fish with deffrent concentration in making crackers gave a significantly different effect on the color and texture, but the addition of fish pora-pora different concentration, does not give a different effect on the flavor and taste of the crackers. It is suggestioned for consumer to make pora-pora fish crackers as an alternative food precent variations in household and industry levels. Also be made to introduce pora-pora fish crackers to cooperate with the school canteen and other foods made with the addition of the diversification of pora-pora fish.

Keyword : Crackers, Pora-Pora Fish, Acceptability Test

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara maritim yang terbagi atas pulau-pulau dan sebagian wilayahnya merupakan perairan yang cukup luas. Potensi yang cukup luas terdapat di laut Indonesia berupa sumber daya alam yang melimpah, termasuk didalamnya terdapat banyak spesies ikan khususnya ikan yang dapat dikonsumsi. Tidak hanya di lautan namun, di air tawar juga terdapat ikan yang melimpah.

Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang sangat potensial untuk dikembangkan. Peningkatan konsumsi ikan diharapkan dapat menanggulangi masalah kekurangan protein yang masih banyak ditemui pada anak-anak pra-sekolah, ibu hamil dan ibu menyusui di Indonesia.

Dari data yang telah didapat dapat diketahui bahwa selama lima tahun terakhir

yakni, dari 2007-2011, konsumsi ikan per kapita masyarakat Indonesia terus meningkat, Rata-rata kenaikan sebesar 5,06 %. Hal ini dapat menjelaskan bahwa tingkat konsumsi ikan masyarakat Indonesia diharapkan dapat terus meningkat dari tahun ketahun. Dilihat dari rata-rata konsumsi ikan di Indonesia dalam kurun waktu 5 tahun terakhir yaitu 29,40 kg/kapita/tahun, besaran angkanya ini masih di bawah Pola Pangan Harapan (PPH) sebesar 30,40 kg/kapita/tahun (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011).

Selain mengandung protein ikan juga mengandung kalsium yang banyaknya hampir setara dengan kalsium yang ada dalam susu. Peranan kalsium selain sebagai pembentukan tulang dan gigi tetapi juga memegang peranan penting pada berbagai proses fisiologik dan biokhemik di dalam tubuh (Krisno, 2009).

(10)

2 Kalsium yang baik juga terdapat pada

ikan kecil karena ikan kecil dimakan seluruh tubuhnya termasuk tulangnya sehingga memberikan persentasi tinggi kalsium yang berasal dari tulang belulangnya tersebut. Ikan kecil segar merupakan sumber yang paling penting untuk kalsium bagi anak-anak yang sedang tumbuh (Ellya, 2010).

Ikan pora-pora merupakan salah satu pangan lokal yang berasal dari Danau Toba. Berdasarkan harga jual pasar, harga ikan pora-pora berkisar Rp. 6.000 sampai Rp. 7000 per kg. Selain harganya yang murah ikan pora-pora ini juga memiliki nilai gizi yang cukup tinggi terutama kandungan protein dan kalsiumnya. Pemanfaatan ikan pora-pora untuk di daerah sekitar Danau Toba sudah mulai digalakkan, namun untuk daerah diluar Danau Toba pemanfaatan ikan pora-pora masih kurang.

Pada umumnya salah satu makanan hasil olahan dari ikan adalah kerupuk ikan. Produk makanan kering dengan bahan baku ikan dicampur dengan tepung tapioka ini sangat digemari masyarakat bahkan kerupuk sudah dikenal baik disegala usia maupun tingkat sosial. Makanan ini menjadi makanan kegemaran masyarakat dikarenakan rasanya yang enak, gurih, dan ringan, selain itu juga memiliki kandungan zat kimia yang dibutuhkan oleh tubuh manusia (Wahyono dan Marzuki, 2003).

Dengan melihat hal tersebut saya berkeinginan untuk membuat alternatif agar ikan pora-pora dapat dikonsumsi masyarakat dengan melakukan diversifikasi terhadap ikan pora-pora yang juga merupakan salah satu penganekaragaman pangan.

Pada pembuatan kerupuk ikan pora-pora ini akan menggunakan konsentrasi yang berbeda dimana penentuan konsentrasi ini diambil batas bawah dan batas atas adonan, dimana dalam menentukan batas bawah disesuaikan dengan warna kerupuk yang biasa yaitu putih kekuning-kuningan sedangkan untuk batas atas ditentukan dengan sampai batas adonan dapat dibuat.

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh penambahan ikan pora-pora sebagai bahan baku tambahan dalam pembuatan kerupuk terhadap komposisi zat gizi protein dan kalsium kerupuk.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat eksperimen dengan rancangan acak lengkap yang terdiri atas satu faktor yaitu penambahan ikan pora-pora dalam pembuatan kerupuk dimana yang berbeda hanya konsentrasi yang digunakan yaitu 5%, 10% dan 15% (r=3) dengan simbol P1, P2, dan P3 yang semuanya diulang sebanyak 2 kali (i=1,2).

Pembuatan kerupuk dengan penambahan ikan pora-pora dilakukan pada bulan April 2013. Pengambilan data untuk uji daya terima dilaksanakan pada bulan April 2013 di SD Negeri No. 060971 Kemenangan Tani Medan terhadap siswa kelas V.

Data yang dikumpulkan, diolah secara manual. Hasil nilai rata-rata dianalisis untuk mengetahui data yang berdistribusi normal dengan menggunakan Uji Kesamaan Varians (Uji Bartlet). Selanjutnya dilakukan Analisa Sidik Ragam dan Uji Ganda Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam penelitian pembuatan kerupuk

ikan pora-pora ini bahan yang digunakan salah satunya adalah ikan pora-pora segar, dengan ciri-ciri berwarna hitam, memiliki sisik putih dan halus, panjang 10-12 cm dan memiliki ekor berwarna kuning. Berat utuh ikan pora-pora yang diperlukan dalam penelitian ini berkisar 300-400 gram yang diperoleh dari Pasar Pancur Batu.

Karakteristik kerupuk ikan pora-pora 5% (P1) berwarna putih kekuningan, beraroma khas kerupuk, rasanya khas kerupuk, dan teksturnya renyah. Kerupuk ikan pora-pora 10% (P2) berwarna kuning kecokelatan, rasa kerupuknya sedikit didominasi oleh rasa ikan pora-pora, dan aromanya sudah mulai tercium aroma ikan pora-pora, sedangkan untuk tekstur sedikit keras. Kerupuk ikan pora-pora 15% (P3) berwarna kuning kecokelatan, aroma didominasi dengan aroma ikan pora-pora, rasa khas ikan pora-pora, dan untuk tekstur sedikit keras.

Berdasarkan pengujian organoleptik terhadap warna oleh panelis menunjukkan bahwa kerupuk ikan pora-pora P1, P2 dan P3 yang paling disukai yaitu kerupuk ikan pora-pora P1 sedangkan untuk kerupuk ikan pora-pora P2 dan P3 masih kurang disukai dari segi

(11)

3 warna. Hal ini dikarenakan warna yang

dihasilkan dari kerupuk ikan pora-pora P1 masih tidak terlalu berbeda dengan warna kerupuk pada dasarnya yaitu putih kekuningan sehingga lebih kelihatan menarik. Sedangkan untuk kerupuk ikan pora-pora P2 dan P3 warnanya kuning kecokelatan sehingga menjadi kurang menarik. Penilaian organoleptik terhadap warna kerupuk ikan pora-pora dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Analisa Organoleptik Warna Kerupuk Ikan Pora-Pora

Warna Perlakuan Pembuatan Kerupuk

Kriteria S k o r P1 P2 P3 Pa ne lis Skor % Pa ne lis Skor % Pa ne lis Skor % Suka 3 21 63 52 12 36 30,0 13 39 32 K. Suka 2 16 32 26 23 46 38,3 15 30 25 T. Suka 1 3 3 3 5 5 4,2 12 12 10 Total 40 98 81 40 87 72,4 40 81 67

Hasil analisa sidik ragam terhadap warna kerupuk ikan pora-pora dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini :

Tabel 2. Hasil Analisa Sidik Ragam terhadap Warna Sum Keragaman Db JK KT 0,05 Ket Perlakuan 2 3,27 1,63 3,16 3,07 Ada perbe daan Galat 117 60,5 0,52

Berdasarkan hasil analisa sidik ragam terhadap warna dari ketiga perlakuan pada kerupuk yang dihasilkan ( (3,16) > (3,07)) bermakna bahwa penambahan ikan pora-pora dengan berbagai variasi memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap warna kerupuk yang dihasilkan.

Hasil uji ganda duncan terhadap warna kerupuk ikan pora-pora dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Uji Ganda Duncan terhadap Warna

Perlakuan P3 P2 P1

Rata-rata skor warna P1 – P2 = 2,425 – 2,175 = 0,25 < 0,32 P1 – P3 = 2,425 – 2,025 = 0,40 > 0,38 P2 – P3 = 2,175 – 2,025 = 0,15 < 0,32 2,025 2,175 2,425 Jadi P1 = P2 Jadi P1 ≠ P3 Jadi P2 = P3

Berdasarkan uji ganda duncan terhadap warna dari ketiga perlakuan pada kerupuk yang dihasilkan maka diketahui ada perbedaan secara nyata antara perlakuan dan berdasarkan uji ganda duncan dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap warna yang paling disukai yaitu kerupuk ikan pora-pora P1.

Suatu makanan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memilki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya. Warna makanan yang menarik akan

meningkatkan cita rasa suatu makanan ( Winarno,1992).

Penilaian organoleptik terhadap aroma kerupuk ikan pora-pora dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini.

Tabel 4. Hasil Analisa Organoleptik Aroma Kerupuk Ikan Pora-Pora

Warna Perlakuan Pembuatan Kerupuk

Kriteria S k o r P1 P2 P3 Pa ne lis Skor % Pa ne lis Skor % Pa ne lis Skor % Suka 3 14 42 35 14 42 35 20 20 50,0 K. Suka 2 22 44 36 17 34 28 12 12 20,0 T. Suka 1 4 4 3,4 9 9 8 8 8 6,6 Total 40 90 75 40 85 70 40 92 76,6

Pengujian organoleptik terhadap aroma oleh panelis menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai aroma kerupuk ikan pora-pora P3 dengan skor tertinggi 92 (76,6%) dan skor ini masuk dalam kategori kurang suka.

(12)

4 Hasil analisa sidik ragam terhadap aroma

kerupuk ikan pora-pora dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Hasil Analisa Sidik Ragam Terhadap Aroma Sumber Keragaman Db JK KT 0,05 Ket Perlakuan 2 0,65 0,32 0,61 3,07 Tidak ada perbe daan Galat 117 62,3 0,53

Berdasarkan hasil analisia sidik ragam terhadap aroma dari ketiga perlakuan pada kerupuk ikan pora-pora dengan nilai

0,610 ternyata lebih kecil dari 3,07 bermakna bahwa penambahan ikan pora-pora dengan berbagai variasi konsentrasi tidak memberi pengaruh secara nyata terhadap aroma kerupuk ikan pora-pora.

Munculnya aroma pada kerupuk ikan pora-pora disebabkan oleh bahan-bahan yang digunakan yaitu ikan pora-pora yang memiliki aroma yang khas. Menurut winarno (1992), aroma suatu makanan banyak menentukan kelezatan bahan makanan, dan dalam hal ini aroma lebih banyak sangkut pautnya dengan alat panca indera penghidu.

Pengujian organoleptik terhadap rasa pada kerupuk ikan pora-pora yaitu yang mendapat skor tertinggi yaitu kerupuk ikan pora-pora P3 dengan skor 106 (88,33%). Begitupun kerupuk dengan perlakuan yang lain mendapat skor yang tidak jauh berbeda dengan kerupuk ikan pora-pora P3. Penilaian organoleptik terhadap rasa kerupuk ikan pora-pora dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Analisa Organoleptik Rasa Kerupuk Ikan Pora-Pora

Warna Perlakuan Pembuatan Kerupuk

Kriteria S k o r P1 P2 P3 Pa ne lis Skor % Pa ne lis Skor % Pa ne lis Skor % Suka 3 26 78 65 24 72 60 29 87 72,5 K. Suka 2 13 26 22 10 20 17 8 16 13,3 T. Suka 1 1 1 1 6 6 5 3 3 2,50 Total 40 105 88 40 98 82 40 106 88,33

Rasa pada ikan yang khas dan lezat akan muncul, apabila pada saat pembuatan kerupuk ikan dilakukan dengan penambahan

bumbu yang sesuai untuk menghilangkan bau amis ikan. Namun, rasa pahit ataupun rasa yang khas dari ikan tidak akan hilang dan akan tetap ada. Rasa pahit pada kerupuk bisa diakibatkan adanya pencemaran dari empedu pada ikan (Hanny, 2011).

Hasil analisa sidik ragam terhadap rasa kerupuk ikan pora-pora dapat dilihat pada tabel 7 berikut

Tabel 7. Hasil Analisa Sidik Ragam terhadap Rasa Sumber Keragaman Db JK KT 0,05 Ket Perlakuan 2 0,95 0,48 1,17 3,07 Tidak ada perbe daan Galat 117 47,4 0,41

Berdasarkan hasil analisa sidik ragam terhadap rasa dari ketiga perlakuan pada kerupuk ikan pora-pora diperoleh

1,17 < 3,07 yang bermakna bahwa penambahan ikan pora-pora dengan berbagai variasi tidak memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap rasa kerupuk ikan pora-pora yang dihasilkan.

Penilaian organoleptik terhadap tekstur kerupuk ikan pora-pora dapat dilihat pada Tabel 8 berikut

Tabel 8. Hasil Analisa Organoleptik Tekstur Kerupuk Ikan Pora-Pora

Warna Perlakuan Pembuatan Kerupuk

Kriteria S k o r P1 P2 P3 Pa ne lis Skor % Pa ne lis Skor % Pa ne lis Skor % Suka 3 29 87 73 13 26 22 26 78 65,0 K. Suka 2 11 22 18 15 30 25 5 10 8,3 T. Suka 1 0 0 0 12 12 10 9 9 7,5 Total 40 109 91 40 68 57 40 106 80,83

Pengujian organoleptik terhadap tekstur pada kerupuk ikan pora-pora oleh panelis menunjukkan bahwa panelis menyukai tekstur kerupuk ikan pora-pora P1 dengan skor tertinggi yaitu 109 (91%). Kerupuk ikan pora-pora yang dihasilkan memiliki tekstur yang renyah sehingga lebih disukai panelis. Sedangkan tekstur kerupuk ikan pora-pora P2 mendapat skor terendah yaitu 68 (56,67%), karena pada kerupuk ikan pora-pora ini memiliki tekstur yang sedikit keras

(13)

5 dikarenakan jumlah ikan pora-pora sudah lebih

banyak dibandingkan yang pertama sehingga menurunkan nilai kesukaan dari panelis.

Hasil analisa sidik ragam terhadap tekstur kerupuk ikan pora-pora dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 9. Hasil Analisa Sidik Ragam Terhadap Tekstur Sumber Keragaman Db JK KT 0,05 Ket Perlakuan 2 10,0 5,03 7,32 3,07 Ada perbe daan Galat 117 70,5 0,69

Berdasarkan hasil analisa sidik ragam terhadap tekstur dari ketiga perlakuan pada kerupuk ikan pora-pora diperoleh

7,32 > 3,07 yang bermakna bahwa penambahan ikan pora-pora dengan berbagai variasi konsentrasi memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap tekstur kerupuk ikan pora-pora yang dihasilkan.

Hasil uji ganda duncan terhadap tekstur kerupuk ikan pora-pora dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Hasil Uji Ganda Duncan terhadap Tekstur

Perlakuan P2 P3 P1

Rata-rata skor tekstur P1 – P3 = 2,675 – 2,425 = 0,25 < 0,36 P1 – P2 = 2,675 – 1,975 = 0,70 > 0,44 P3 – P2 = 2,425 – 1,975 = 0,45 > 0,36 1,975 2,425 2,675 Jadi P1 = P3 Jadi P1 ≠ P2 Jadi P3 ≠ P2

Berdasarkan Uji Ganda Duncan dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur kerupuk ikan pora-pora P1 sama dengan tekstur kerupuk ikan pora-pora P3, namun tekstur kerupuk ikan pora-pora P2 berbeda dengan kedua kerupuk ikan pora-pora yang lain.

Hasil analisis kerupuk ikan pora-pora dapat dilihat dari tabel 11 dibawah ini, dimana parameter yang diuji yaitu protein dan kalsium.

Tabel 11. Hasil Analisa Kandungan Gizi Kerupuk Ikan Pora-Pora

Parameter Kerupuk Ikan Pora-Pora

P1 P2 P3

Protein 2,00 % 4,11 % 6,40 % Kalsium 28,6 mg 51,3 mg 77,1 mg

Dilihat dari hasil ini kadar protein dan kalsium pada kerupuk ikan pora-pora meningkat sesuai dengan semakin tinggi konsentrasi ikan pora-pora dalam pembuatan kerupuk.

Kadar protein pada kerupuk ikan pora-pora ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan kerupuk ikan dengan pati. Hal ini mungkin dikarenakan adanya proses pemanasan yang dilakukan beberapa kali seperti pengukusan, penjemuran dan proses penggorengan pada suhu yang sangat tinggi sehingga dapat mengakibatkan protein terdenaturasi (Tababaka, 2004). Namun, jika dibandingkan dengan kerupuk dengan penambahan tulang ikan patin dengan konsentrasi 30% kandungan protein kerupuk ikan pora-pora masih lebih tinggi, hal ini dapat terjadi karena berbeda species ikan yang digunakan dalam pembuatan kerupuk.

Kerupuk ikan pora-pora 15% yang dapat dikategorikan sebagai kerupuk sumber protein karena menurut SII (1990), syarat minimal kadar protein dari kerupuk sumber protein adalah 5%. Dalam mengkonsumsi kerupuk ikan pora-pora sebanyak 100 gram dapat menambah asupan protein 3% dari kebutuhan perharinya untuk anak sekolah.

Dengan melihat hal ini maka sangat baik disarankan bagi anak sekolah untuk mengkonsumsi kerupuk ikan pora-pora P3 baik dijadikan sebagai pelengkap makan maupun sebagai camilan, dikarenakan anak pada usia sekolah 6-15 tahun masih dalam masa pertumbuhan sehingga membutuhkan lebih banyak asupan protein dibandingkan orang dewasa normal. Sehingga dengan mengkonsumsi kerupuk ini akan dapat menambah asupan protein anak sekolah selain dari makanan yang dimakannya (Devi, 2012).

Kadar kalsium pada kerupuk ikan pora-pora lebih tinggi dibandingkan kerupuk ikan dengan pati. Kandungan kalsium kerupuk ikan pora-pora ini juga masih lebih tinggi jika

(14)

6 dibandingkan dengan kandungan kalsium

kerupuk dengan penambahan tulang ikan patin. Hal ini dimungkinkan karena perbedaan jenis ikan yang digunakan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan kerupuk ikan. Berdasarkan Novarno dalam Tababaka (1990) menyatakan bahwa kandungan mineral pada ikan tergantung pada species, dan bagian tubuh ikan yang digunakan.

Faktor penyumbang kalsium pada kerupuk ikan pora-pora ini adalah dari tulang ikan pora-pora karena pada pembuatan kerupuk ikan pora-pora ini ikan pora-pora dihaluskan bersama dengan tulang belulangnya. Dan diketahui bahwa tulang pada ikan dapat memberikan persentasi tinggi kalsium (Ellya, 2010).

Jika dilihat dari kandungan kalsiumnya maka kerupuk ikan pora-pora ini sangat baik dikonsumsi oleh anak sekolah dikarenakan pada usia ini kebutuhan akan kalsium juga meningkat dimana saat usia anak 10 tahun sampai 18 tahun, yaitu mencapai 1.000 mg per hari.

Dengan melihat jumlah kalsium yang harus dipenuhi oleh anak usia 10-18 tahun yang disarankan untuk dikonsumsi yaitu kerupuk ikan pora-pora P3 dimana dengan mengkonsumsi kerupuk ikan pora-pora ini sebanyak 100 gram maka dapat menambah asupan kalsium 8% dari kebutuhan perharinya. Hasil analisa penerimaan konsumen terhadap kerupuk dengan penambahan ikan pora-pora dengan melihat berdasarkan indikator yang dinilai dapat dilihat pada tabel 12 berikut ini :

Tabel 12. Penerimaan konsumen terhadap Kerupuk Ikan Pora-Pora dengan Melihat Berdasarkan Indikator

Indikator yang Dinilai Kerupuk P1 Kerupuk P2 Kerupuk P3 Warna 98 87 81 Aroma 90 85 92 Rasa 105 98 106 Tekstur 109 68 97 Total 402 338 376 Rata-Rata 100,50 84,50 94 Persentase 83,75 70,42 78,33

Keterterimaan konsumen terhadap bahan makanan umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain citarasa ( aroma, tekstur, rasa dan warna, harga, gengsi serta nilai gizi kesehatan (Gidion, 2005).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dilihat dari aspek citarasa, keterterimaan konsumen terhadap kerupuk ikan pora-pora P1 dan P3 sama-sama disukai oleh konsumen. Berdasarkan aspek keterterimaan konsumen terhadap citarasa kerupuk ikan pora-pora dan aspek gizi maka yang layak untuk diperkenalkan kepada masyarakat sebagai variasi pangan yaitu kerupuk ikan pora-pora P3 dikarenakan dari faktor keterterimaan konsumen terhadap citarasa kerupuk ikan pora-pora P3 ini termasuk kategori suka dan dari aspek gizi hanya kerupuk P3 yang telah memenuhi syarat kerupuk sumber protein dan juga mengandung kadar kalsium yang tinggi.

KESIMPULAN

1. Penambahan ikan pora-pora memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap warna dan tekstur kerupuk ikan pora-pora yang dihasilkan. Semakin banyak ikan pora-pora maka semakin tidak disukainya warna kerupuk ikan pora-pora sedangkan untuk tekstur yang tidak disukai pada kerupuk ikan pora-pora dengan penambahan ikan pora-pora 10% (P2). 2. Penambahan ikan pora-pora dengan

berbagai jenis variasi tidak memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap aroma dan rasa kerupuk ikan pora-pora yang dihasilkan.

3. Kerupuk ikan pora-pora dengan penambahan ikan pora-pora 5%, 10%, dan 15% masing-masing memberi sumbangan protein per 100 gram yaitu 2,00 % b/b, 4,11% b/b, dan 6,40% b/b.

4. Kerupuk ikan pora-pora dengan penambahan ikan pora-pora 5%, 10%, dan 15% masing-masing memberi sumbangan kalsium per 100 gram yaitu 28,6 mg, 51,3 mg, dan 77,1 mg.

5. Kerupuk yang memenuhi syarat sebagai kerupuk sumber protein adalah kerupuk ikan pora-pora P3 dengan kadar protein 6,40 % b/b sesuai dengan Standar Industri Indonesia (SII).

(15)

7 SARAN

1. Agar masyarakat menjadikan kerupuk ikan pora-pora sebagai alternatif variasi pangan ditingkat rumah tangga ataupun tingkat industri.

2. Perlu dilakukan upaya untuk lebih memperkenalkan kerupuk ikan pora-pora kepada masyarakat seperti bekerjasama dengan pihak kantin sekolah untuk memperkenalkan kerupuk ikan pora-pora pada anak sekolah.

3. Perlu dilakukan penelitian lain terkait penambahan ikan pora-pora dalam rangka penganekaragaman makanan.

4. Perlu dilakukan penelitian lanjutan terkait kandungan gizi lain dalam kerupuk ikan pora-pora.

DAFTAR PUSTAKA

Devi, N. 2012. Gizi Anak Sekolah. PT. Kompas Media Nusantara, Jakarta Ellya, E.S. 2010. Gizi Dalam Kesehatan

Reproduksi. Cetakan Pertama. Jakarta

: TIM

Gidion. 2005. Daya Terima Konsumen

terhadap Jus Lidah Buaya yang Ditambahi Markisa dan/atau Lemon. Skripsi Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan

Hanny, I. 2011. Teknologi Pengolahan

Pangan : Rambak Kulit Ikan. Jakarta

: Kanisius

Kementerian Kelautan dan Perikanan. Group 16. Konsumsi Ikan perkapita Penduduk Indonesia 5 Tahun Terakhir. Diakses 24 Januari 2012 ;

http://suarakarya.com

Krisno, A.B. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Gizi.

Cetakan Keempat. UMM press,

Malang

Tababaka, R. 2004. Pemanfaatan Tulang

Ikan Patin (Pangasius sp) Sebagai Bahan Tambahan Kerupuk. Skripsi

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor

Winarno. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Cetakan Keenam. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Wahyono, R dan Marzuki. 2003. Pembuatan

(16)

1

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG DAN HASIL PARUTAN BIT MERAH DALAM PEMBUATAN BISKUIT TERHADAP KANDUNGAN GIZI

The influence of addition beetroot flour and grated to making biscuit of nutrient composition)

Winda Melisa Br. Ginting1, Evawany², Jumirah² 1

Alumni Mahasiswa Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat USU ² Staf Pengajar Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat USU

ABSTRACT

Beetroot (Beta vulgaris L) is significantly suitable to consider in supporting the food diversification. To support food diversification, need to be introduced products beetroot to get a new food alternatives. Beetroot is potential as a source of nutrients, as well of its macro and micro nutrients contents. One of processed that can be made from beetroot that is biscuit that can be kind of biscuit on the market.

This study was the experiment of making biscuit with the addition beetroot flour and grated for 20%. The purpose of this experimental study to know the influence of addition beetroot flour and grated on nutrients composition biscuit. Content of phosphorus, calcium, iron based on the analysis of AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry), content of energy, carbohydrate, protein and fat calculation based of DKBM (Lisf of Food Composition).

The result of this experiment showed that content of phosphorus, calsium, iron more higher than the biscuit without addition of beetroot. Biscuit beetroot flour have content of phosphorus 129,73 mg, calsium 91,26 mg, iron 3,95 mg, meanwhile biscuit beetroot grated have content of phosphorus 91,53 mg, calsium 65,81 mg, iron 3,11 mg. Based on calculation of DKBM (List of Food Composition), showed that the biscuit beetroot flour has highest content of energy, carbohydrate, fat, meanwhile the biscuit beetroot grated only content of fat that high.

It’s recommended for people to take beetroot biscuit as alternative food. Also, it is necessary to research to use beetroot for other foods diversification.

Keywords: biscuit, beetroot, nutrient composition.

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan daerah tropis yang kaya akan hasil sumber daya alam. Salah satu hasilnya adalah sayuran. Seperti yang kita ketahui sayuran merupakan salah satu sumber pangan yang begitu penting untuk dikonsumsi oleh masyarakat, karena kandungan gizi pada sayuran sendiri sudah terbukti berperan penting dalam menunjang kesehatan tubuh.

Untuk hidup sehat, makanan yang kita konsumsi harus mengandung zat gizi, seperti karbohidrat, protein, lemak, mineral dan vitamin. Zat gizi vitamin dan mineral banyak dikandung oleh sayuran dan buah-buahan. Sayuran merupakan bahan pangan yang mudah didapatkan diberbagai tempat. Hanya saja, masih banyak orang yang tidak suka mengonsumsinya dengan berbagai alasan. Padahal dengan kandungan vitamin dan

mineralnya yang begitu lengkap serta bervariasi, sayuran merupakan bahan pangan yang sangat penting bagi kita. Selain kandungan vitamin dan mineralnya, sayuran juga banyak mengandung serat yang melancarkan pencernaan (Novary,1997).

Komoditas sayuran sangat layak untuk dipertimbangkan dalam menunjang program diversifikasi pangan. Mengingat, Indonesia sudah lama menerapkan sistem diversifikasi pangan. Pemerintah sendiri sudah menyadari pentingnya dilakukan diversifikasi pangan, karena program tersebut dapat meningkatkan mutu gizi makanan yang dikonsumsi sehingga dapat meningkatkan status gizi masyarakat (Almatsier, 2011).

Salah satu sayuran yang mempunyai potensi untuk dikembangkan di Indonesia adalah bit. Pemilihan bit merah sebagai bahan

(17)

2 penambahan karena bit merah merupakan

salah satu jenis sayuran yang mempunyai banyak manfaat bagi kesehatan. Menurut Wirakusumah (2007) beberapa nutrisi yang terkandung dalam umbi bit antara lain, vitamin A, B, C. Selain vitamin, umbi bit juga merupakan sumber mineral seperti fosfor, kalsium dan zat besi. Selain itu, kandungan zat gizi lain yang terkandung dalam umbi bit adalah serat atau fiber jenis selulosa yang dapat membantu mengatasi gangguan kolesterol.

Biskuit adalah salah satu jenis kue kering yang sampai saat ini banyak digemari oleh masyarakat sebagai makanan jajanan atau camilan dari berbagai kelompok ekonomi dan kelompok umur. Menurut Moehji (2000) biskuit sering dikonsumsi oleh anak balita, anak usia sekolah, dan orang tua, yang biasa dikonsumsi sebagai makanan selingan atau makanan bekal. Harga biskuit yang terjangkau oleh berbagai kelompok ekonomi juga menjadi satu alasan mengapa biskuit banyak disukai oleh masyarakat.

Menurut SNI (1992), biskuit merupakan jenis kue kering yang dibuat dari adonan keras, berbentuk pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat, dapat berkadar lemak tinggi atau rendah. Konsumsi rata-rata kue kering di kota besar dan pedesaan di Indonesia 0,40 kg/kapita/tahun.

Secara umum bahan utama pembuatan biskuit adalah tepung terigu, sehingga biskuit yang biasa dikonsumsi hanya mengandung zat gizi makro saja, dan sedikit mengandung zat gizi mikro. Dengan adanya teknologi fortifikasi diharapkan biskuit tidak lagi sekedar makanan ringan yang mengandung zat gizi makro. Pada penelitian ini dilakukan penambahan tepung dan hasil parutan bit dalam pembuatan biskuit terhadap kandungan gizi, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kandungan zat besi, kalsium, dan fosfor.

Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukan penambahan bit dalam berbagai jenis pangan menunjukkan peningkatan kandungan vitamin dan mineral pada makanan tersebut. Lily Yenawaty (2011) melakukan penelitian dalam rangka penggunaan bit yang dimanfaatkan sebagai

pewarna alami pada mie dan menunjukkan bahwa kandungan vitamin A, C dan khususnya antioksidan lebih tinggi jika dibandingkan dengan mie pada umumnya.

Berdasarkan hasil penelitian Herrisdiano Ajuan (2008), aplikasi penggunaan bubuk ekstrak bit yang digunakan dalam pembuatan terasi, menunjukkan bahwa aplikasi pewarna bit sebagai pewarna alami masih memenuhi standar mutu terasi udang menurut Ditjen Perikanan. Menurut hasil penelitian Giwang Petriana, dkk (2013) umbi bit merah juga dimanfaatkan dalam pembuatan sirup dengan konsentrasi 2,5%, 5%, 7,5%, 10%, dan 12,5%. Dan untuk daya terima sirup terhadap panelis bahwa konsentasi sirup yang paling disukai adalah 5%.

Selain itu, ada juga hasil program kreativitas mahasiswa pada pembuatan biskuit bit yang dikombinasikan dengan tepung limbah tahu sebagai salah satu pengembangan produk inovatif yang bergizi tinggi dalam upaya pemenuhan gizi masyarakat.

Dalam hal ini, penambahan tepung bit merah dan hasil parutan bit merah merupakan salah satu bentuk pengolahan makanan tambahan atau jajanan yang dimana dapat memberi sumbangan zat gizi yang dibutuhkan sehingga dapat memberikan manfaat yang besar untuk mengurangi kekurangan zat gizi mikro di Indonesia.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini bersifat eksperimen dengan menggunakan desain penelitian deskriptif.

Eksperimen dilakukan di Laboratorium Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (FKM-USU), sedangkan untuk pengujian zat gizi biskuit dilakukan di Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai bulan Mei 2013.

Penggunaan bahan di dalam eksperimen ini, dipilih bahan yang berkualitas baik, misalnya kondisi bahan masih baik, tidak busuk, tidak berubah warna dan tidak kadaluarsa. Adapun bahan yang digunakan di dalam eksperimen ini yaitu :

(18)

3 a. Bahan untuk pembuatan biskuit

Air, baking powder, bit segar, garam, gula halus, kuning telur, maizena, tepung terigu, dan susu bubuk.

b. Bahan untuk penilaian zat gizi biskuit Ammonium molibdat, ammonium metavanadat, aquadest, asam sitrat, asam perklorat, HCl, HNO3,kalium hidrogen fosfat, larutan standart Ca, larutan standart Cl3, larutan standart Fe, larutan standart fosfor, dan larutan standart Mg.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Biskuit yang Dihasilkan

Penambahan tepung bit merah dan hasil parutan bit merah dalam pembuatan biskuit menghasilkan biskuit dengan karakteristik yang berbeda. Biskuit dengan penambahan tepung bit merah (A1) berwarna cokelat, beraroma khas bit, rasanya didominasi oleh bit sehingga menyebabkan adanya rasa sedikit pahit pada biskuit, dan teksturnya sedikit keras. Sedangkan biskuit dengan penambahan hasil parutan bit merah (A2) berwarna merah muda, beraroma khas biskuit, rasanya khas biskuit dan teksturnya renyah.

Pada penelitian ini, pembuatan biskuit terdiri dari dua bahan utama yaitu penambahan tepung bit merah dan hasil parutan bit merah yang ditambahkan ke dalam adonan biskuit. Jumlah yang digunakan dalam masing-masing adonan dengan penambahan tepung bit merah 50 gr dan hasil parutan bit adalah 50 gr yang terdiri dari tepung terigu serta ditambahkan bahan-bahan lainnya.

Penambahan tepung bit merah dan hasil parutan bit merah yang dilakukan adalah 20% (50 gr tepung bit merah : 200 gr tepung terigu) dan (50 gr hasil parutan bit merah : 200 gr tepung terigu). Setiap perlakuan penambahan tepung bit merah dan hasil parutan bit merah (adonan) menghasilkan 500 gr biskuit yaitu 50 keping biskuit dengan berat 10 gr/keping.

Kandungan Zat Gizi Biskuit dengan Penambahan Tepung Bit Merah dan Hasil Parutan Bit Merah

Berdasarkan perhitungan ang mengacu pada DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan), kandungan zat gizi yang

terkandung dalam setiap 100 gram biskuit ( 10 keping biskuit) dapat dilihat pada tabel 1 berikut.

Tabel 1. Kandungan Zat Gizi Biskuit per 100 gr

Zat Gizi Kandungan Gizi

Biskuit * A1 A2

Kalori (kkal) 458 474,84 447,4

Protein (gr) 6,9 7,84 6,4

Lemak (gr) 14,4 20,98 20,92

Karbohidrat (gr) 75,1 64,4 59,3

*Dikutip dari Daftar Komposisi Bahan Makanan Depkes RI, 2005.

Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa ada perbedaan kandungan zat gizi yang dari kedua perlakuan.

Analisis Kandungan Mineral Biskuit dengan Penambahan Tepung Bit Merah dan Hasil Parutan Bit Merah

Hasil analisis kandungan mineral biskuit dapat dilihat pada gambar 1

Gambar 1. Histogram Hasil Analisis Mineral Biskuit

Berdasarkan gambar 1 biskuit dengan penambahan tepung bit merah memiliki kandungan fosfor sebesar 129,73 mg, kalsium sebesar 91,26 mg dan zat besi sebesar 3,95 mg. Sedangkan biskuit dengan penambahan hasil parutan bit merah memiliki kandungan fosfor 91,53 mg, kalsium sebesar 65,81 mg dan zat besi sebesar 3,11 mg. Terjadi peningkatan kandungan fosfor, kalsium dan zat besi jika dibandingkan dengan biskuit tanpa penambahan tepung bit merah dan hasil parutan bit merah.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, biskuit yang disarankan untuk dikonsumsi adalah biskuit dengan penambahan tepung bit

3.95 3.11 91.26 65.81 129.73 91.53 0 20 40 60 80 100 120 140 A1 A2 (m g) Zat besi Kalsium Fosfor

Gambar

Tabel  2.  Hasil  Analisa  Sidik  Ragam  terhadap  Warna  Sum  Keragaman  Db  JK  KT  0,05  Ket  Perlakuan  2  3,27  1,63  3,16  3,07  Ada  perbe daan Galat 117 60,5 0,52
Tabel 5. Hasil Analisa Sidik Ragam Terhadap  Aroma  Sumber  Keragaman  Db  JK  KT  0,05  Ket  Perlakuan  2  0,65  0,32  0,61  3,07  Tidak  ada  perbe daan Galat 117 62,3 0,53
Tabel  12.  Penerimaan  konsumen  terhadap  Kerupuk  Ikan  Pora-Pora  dengan  Melihat Berdasarkan Indikator
Tabel 1. Kandungan Zat Gizi Biskuit per 100 gr  Zat Gizi  Kandungan Gizi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga, dapat ditarik kesimpulan bahwa aplikasi website ini dapat memudahkan admin dalam mengelola dan menyimpan data-data yang berhubungan dengan booking lapangan

Sekolah) Terhadap Variabel Y (Sikap Siswa Pada Perubahan Status

Respon hipersensitivitas tipe lambat merupakan respon imun seluler yang melibatkan aktivasi sel Th yang akan melepaskan sitokin dan meningkatkan aktivitas makrofag sehingga

Sarana Agro Nusantara (PT. SAN) merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang jasapengurusan transportasi (UJTP)/Freight Forwarding dan memiliki jumlah tenaga kerja yang

007 Jumlah Teknologi untuk Peningkatan Produtivitas Tanaman Perkebunan 008 Jumlah benih sumber :- Jumlah bibit tebu melalui teknologi SE (Planlet) 009 Jumlah Benih Sumber : kopi

The enforcement of contracts is necessary for efficient exchange and investment in economic activities. Contracts can be en- forced through a variety of mechanisms, both public

Dalam hal terdapat perbedaan data antara DI PA Petikan dengan database RKA-K/ L-DI PA Kementerian Keuangan maka yang berlaku adalah data yang terdapat di dalam database RKA-K/ L-DI

Skripsi adalah tugas akademik akhir yang harus ditulisd oleh mahasiswa utk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1)... PROSEDUR