• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Oleh : RENDRA TRINANDA PUTRA NIM:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI. Oleh : RENDRA TRINANDA PUTRA NIM:"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) pada Program Studi Hukum Tata Negara (Siyasah) Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh :

RENDRA TRINANDA PUTRA NIM: 11160453000020

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2020 M/ 1442 H

(2)

i

EFEKTIVITAS PENYELESAIAN KASUS SENGKETA INFORMASI PADA KOMISI INFORMASI PUBLIK ( KIP )

DALAM PEMUNGUTAN DANA SOSIAL ANALISIS PUTUSAN NOMOR 011/III/KIP- PS-A-/2016

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2020 M/ 1442 H

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

pada Program Studi Hukum Tata Negara (Siyasah) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh :

RENDRA TRINANDA PUTRA NIM: 11160453000020

Pembimbing :

Dr. Hj. Masyrofah, S.Ag., M.Si NIP. 19781230 200112 2 002

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

(3)

ii

(4)

iii

(5)

iv ABSTRAK

Rendra Trinanda Putra, NIM. 111604530000020, “EFEKTIVITAS PENYELESAIAN KASUS SENGKETA INFORMASI PADA KOMISI INFORMASI PUBLIK (KIP) DALAM PEMUNGUTAN DANA SOSIAL ANALISIS PUTUSAN NOMOR 011/III/KIP-PS-A-/2016’’, Program Studi Hukum Tata Negara Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 1442 H/2020 M.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme penyelesaian kasus sengketa informasi di Komisi Informasi Publik dan mengetahui sejauh mana efektivias dari penyelesaian kasus sengketa informasi pada Komisi Informasi Publik. Adapun, penelitian merupakan penelitian normatif yuridis yang menggunakan metode analisis kualitatif. Sedangkan sumber data yang diperoleh berupa sumber hukum primer, hukum sekunder, dan bahan non-hukum.

Penyelesaian sengketa informasi oleh Komisi Informasi dapat dilakukan melalui pengadilan dan di luar pengadilan. Jika tergugatnya adalah badan publik negara maka dilaksanakan melaui Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). Namun, jika tergugatnya adalah badan publik non-negara, maka jalur hukumnya melalui Peradilan Negeri. Majelis hakim PN atau PTUN akan melakukan pemeriksaan secara sederhana terhadap putusan Komisi Informasi. Dalam penyelesaian sengketa informasi di komisi informasi publik identik dengan penyelesaian adjudikasi dan mediasi dimana proes ini merupakan penyelesaikan sengketa di luar arbitrase dan peradilan umum, biasanya dilakukan oleh seorang ajudikator untuk menghasilkan putusan yang dapat diterima oleh kedua pihak

Pelaksanaan putusan NOMOR 011/III/KIP-PS-A-/2016 bisa dibilang cukup efektif.

Observasi yang penulis lakukan di beberapa Alfamart, memang sekarang kasir akan menanyakan terlebih dahulu jika total belanja dari konsumen terbilang ganjil (contoh Rp.

7.300, maka kasir akan menanyakan apakah bersedia jika disumbangkan Rp. 200?). Selain itu, ada konsumen dapat melihat secara langsung informasi donasi yang terkumpul yang terpajang di depan kasir, sehingga setiap orang yang membayar bisa melihat jelas pengumuman tersebut.

Kata Kunci : Efektivitas, Komisi Informasi Publik, Pemungutan Dana Sosial Pembimbing : Dr. Hj. Masyrofah, S.Ag., M.Si

Daftar Pustaka : Dari tahun 1999 sampai 2020

(6)

v

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah swt. berkat nikmat, anugerah dan ridha-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “EFEKTIVITAS PENYELESAIAN KASUS SENGKETA INFORMASI PADA KOMISI INFORMASI PUBLIK ( KIP ) DALAM PEMUNGUTAN DANA SOSIAL ANALISIS PUTUSAN NOMOR 011/III/KIP-PS-A-/2016”.

Shalawat serta salam penulis limpahkan kepada Nabi Muhammad saw. yang telah memimpin umat Islam menuju jalan yang diridhai Allah swt. Dalam penyelesaian skripsi ini, tak luput peran pihak-pihak yang senantiasa sabar dan setia membantu, membimbing serta mendoakan. Sehingga dengan rasa hormat, penulis ingin mengucapakan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Amany Burhanuddin Umar Lubis., Lc, MA, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta;

2. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.A., M.H., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;

3. Sri Hidayati, M.Ag., Ketua Program Studi Hukum Tata Negara (Siyasah);

4. Dr. Hj. Masyrofah, S.Ag., M.Si., Sekretaris Program Studi Hukum Tata Negara (Siyasah) dan dosen pembimbing penulis;

5. Seluruh dosen dan civitas akademika Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Rasa terima kasih dan hormat atas segala ilmu, pengalaman, bimbingan, dan arahan yang diberikan kepada penulis selama menempuh pendidikan Strata Satu (S1) nya;

6. Pimpinan dan seluruh pengurus Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang banyak memberi kontribusi berupa literasi dan pustaka sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik;

7. Teman-teman Hukum Tata Negara (HTN) 2016, terima kasih atas empat tahunnya serta teman-teman Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII);

8. Keluarga besar penulis, terutama Ayahanda dan Ibunda penulis, Bapak Anda

(7)

vi

Rupanda dan Ibu Suwiti yang selalu memberikan dukungan dan kasih sayang penuh kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) dengan pencapaian yang luar biasa;

9. Dan pihak lain yang turut terlibat dalam penulisan skripsi ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu membalas kebaikan rekan-rekan semua.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

Jakarta, 14 September 2020 M/ 1442 H

Rendra Trinanda Putra 11160453000020

(8)

vii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi, Pembatasan,dan Rumusan Masalah... C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... D. Review Studi Terdahulu ... E. Metode Penelitian ... F. Sistematika Penulisan ... BAB II EFEKTIFITAS HUKUM DAN INFORMASI PUBLIK A. Pengertian Efektifitas ... 10

B. Teori Efektifitas Hukum ... 11

C. Definisi dan Tujuan Keterbukaan Informasi Publik ... 14

D. Klasifikasi Informasi Publik ... 15

E. Dasar Hukum Keterbukaan Informasi Publik ... 17

F. Keterbukaan Informasi Publik dalam Perspektif Siyasah ... 20

G. Teori Maqashid al-Syariah ... 28

BAB III KOMISI INFORMASI PUBLIK DAN PEMUNGUTAN DANA SOSIAL A. Latar Belakang lahirnya Undang-Undang Keterbukaan Informasi ... 38

B. Sejarah Berdirinya Komisi Informasi Publik ... 40

C. Tugas dan Fungsi Komisi Informasi Publik ... 43

D. Prosedur Penyelesaian Kasus Sengketa Objek Penelitian tentang Pemumgutan Dana Sosial ... 45

E. Deskripsi Putusan Sengketa Informasi dan Pemungutan Dana Sosial ... 46

BAB IV EFEKTIVITAS PENYELESAIAN KASUS SENGKETA INFORMASI PADA KOMISI INFORMASI PUBLIK ( KIP ) DALAM PEMUNGUTAN DANA SOSIAL A. Kekuatan Mengikat Putusan Komisi Informasi Publik ... 43

B. Tahapan Penyelesaian Kasus Sengketa Informasi dalam Pemungutan Dana Sosial ... 48

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 52

B. Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54

(9)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Telah terjadi banyak revolusi di muka bumi ini, mulai dari perubahan struktur sosial sampai dengan bergesernya pandangan politik. Salah satu hal yang menarik untuk diperbincangkan adalah pergeseran dari era feodalisme menuju era demokrasi, dalam konsep ini salah satu hal yang dianggap fundamental adalah bagaimana semua yang di lakukan oleh elit harus dipantau 24 jam oleh rakyat dan apapun yang telah dikerjakan harus dipertanggung jawabkan ke publik (keterbukaan)1. Dengan demikian, keterbukaan informasi dapat dimaknai sebagai kondisi yang memungkinkan sektor komunikasi yang bersifat massal menyentuh hampir semua bidang kehidupan masyarakat.2

Pasca gelombang reformasi, salah satu yang perlu dibanggakan adalah diterbitkannya Undang-Undang yang mewajibkan penyelenggara negara untuk lebih bersikap transparan kepada warganya, di mana rakyat memiliki hak untuk mengetahui dan memperoleh informasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dengan mengacu pada Pasal 28F Undang- Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya termasuk hak untuk mencari, memperoleh memiliki dan menyimpan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang ada.

Dengan dasar dan pertimbangan itu pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik yang mengatur lebih dalam tentang keterbukaan informasi dan transparansi penyelenggaraan negara sebagai salah satu wujud dari kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis.

Bentuk realisasi dari undang-undang ini adalah terbentuknya lembaga yang bernama Komisi Informasi Publik (KIP) yang berfungsi menjalankan undang-undang keterbukaan informasi publik serta peraturan pelaksanaannya juga. Maka demikian, peluang terbukanya informasi kepada seluruh masyarakat menjadi semakin jelas.

Hadirnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) ini merupakan tonggak penting bagi perkembangan demokrasi di Indonesia.

1 Budi Winarno, Kebijakan Publik Teori dan Proses, (Jakarta: PT Buku Kita, 2008), h. 95.

2 Ichlasul Amal dan Armaidy Armawi, Keterbukaan Informasi dan Ketahanan Nasional, (Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press,1996), h. Xii.

(10)

2

Sebagai sebuah bentuk freedom of information act, undang-undang ini mengatur pemenuhan kebutuhan informasi yang terkait dengan kepentingan publik. Kehadiran UU KIP ini sekaligus memberikan penegasan bahwa keterbukaan informasi publik bukan saja merupakan bagian dari hak asasi manusia secara universal, namun juga merupakan constitutional rights sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 28F perubahan kedua UUD 1945.3

Di samping itu, tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) mensyaratkan pemerintahan yang terbuka sebagai salah satu fondasinya, dan kebebasan memperoleh informasi merupakan prasyarat untuk menciptakan pemerintahan terbuka. Pemerintahan terbuka adalah penyelenggaraan pemerintahan yang transparan, terbuka, dan partisipatoris.

Semakin terbuka penyelenggaraan negara untuk diawasi publik, maka penyelenggaraan negara tersebut makin dapat dipertanggungjawabkan.4

Untuk menjalankan amanah tersebut, sebagaimana dirinci dalam UU KIP ini, Komisi Informasi Publik memiliki tugas yang ditegaskan dalam Pasal 26 ayat (1) yaitu: (a) menerima, memeriksa, dan memutus permohonan penyelesaian sengketa infornasi Publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi non litigasi yang diajukan oleh setiap pemohon informasi publik berdasarkan undang-undang ini; (b) menetapkan kebijakan umum pelayanan informasi publik;

(c) menetapkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis.5

Dalam menjalankan tugas sebagaimana Pasal 26 ayat (1) poin (a) tersebut, KIP memiliki wewenang yaitu: (a) memanggil dan mempertemukan para pihak yang bersengketa;

(b) meminta catatan atau bahan yang relevan yang dimiliki badan publik terkait untuk mengambil keputusan dalam upaya penyelesaian sengketa informasi publik; (c) meminta keterangan atau menghadirkan pejabat badan publik ataupun pihak yang terkait sebagai saksi dalam penyelesaian sengketa informasi publik; (d) mengambil sumpah setiap saksi yang didengar keterangannya dalam ajudikasi non-litigasi penyelesaian sengketa informasi publik;

dan (e) membuat kode etik yang diumumkan kepada publik sehingga masyarakat dapat menilai kinerja Komisi Informasi.

Melihat ketentuan pasal-pasal di atas, maka posisi Komisi Informasi lebih merupakan lembaga intermediary6 yang keberadaannya diharapkan mampu menjembatani kepentingan

3 Sastro, Dhoho A, dkk.Mengenal Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik. (Jakarta:

Pelitaraya Selaras,2010), h. 20

4 Hendri Subagiyo, Anotasi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, (Jakarta: Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia dan Indonesia Center For Enviromental Law, 2009), h. 5

5 Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik

6 Jimly Asshiddiqie, Struktur Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Keempat UUD Tahun

(11)

publik dan badan-badan publik dalam hubungannya dengan akses informasi publik. Hanya saja, meski diatur secara rinci dalam undang-undang tersebut, seringkali terjadi perbedaan tafsir sehingga menyebabkan terjadinya konflik, seperti badan publik dengan publik itu sendiri.

Karenanya, tantangan paling esensial dalam UU KIP tersebut terletak pada implementasi serta kekuatan eksekutorialnya. Jaminan hak memperoleh informasi publik jelas dan tegas memang telah tertuang dalam Pasal 4 UU KIP yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak melihat dan mengetahui informasi publik, menghadiri pertemuan publik, mendapatkan salinan informasi publik melalui permohonan, dan menyebarluaskan informasi publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Namun demikian, dogmatik norma tersebut hanya akan terhenti pada kertas uang jika tidak ditopang dengan langkah-langkah implementatif yang lebih konkrit. Singkatnya, Komisi Informasi sudah semestinya proaktif untuk turut ambil bagian dalam penyelesaian berbagai kasus aktual sesuai dengan bidang garapannya. Dan yang lebih penting adalah kekuatan eksekusi yang dimiliki Komisi Informasi bersifat non litigasi, membuat banyak pihak kerap tidak memandang komisi tersebut. Sebab bagaimanapun ketentuan acara yang diatur, pada ujungnya tidak memiliki kekuatan mengikat melainkan hanya bersifat kesukarelaan para pihak.

Terlebih lagi, Komisi Informasi seringkali dijadikan tergugat ketika telah memutus suatu kasus sengketa informasi. Misalnya, Komisi Informasi pernah digugat Mabes Polri di PTUN Jakarta atas putusan kasus sengketa informasi rekening gendut sejumlah perwira Polri.

Komisi Informasi juga pernah digugat Pemerintah Kota Medan di Pengadilan Negeri Medan karena putusan sengketa informasi penerimaan calon pegawai negeri sipil. Memang, peluang tersebut ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008, bahwa pihak yang tidak setuju dapat mengajukan gugatan ke PTUN atau pengadilan negeri. Namun Undang-Undang tidak menjelaskan secara rinci siapa yang dapat dijadikan tergugat. Dengan kata lain, Komisi Informasi kehilangan marwahnya di hadapan kasus sengketa informasi.

Contoh yang paling konkrit akhir-akhir ini adalah ketika Mustholih Siradj yang sedang berbelanja di salah satu minimarket milik perusahaan PT. Sumber Alfaria Trijaya TBK. Pada saat hendak membayar belanjaannya di meja kasir, ia mencoba menanyakan pengelolaan hasil donasi sisa belanjaan di Mini Market tersebut. Alhasil, sang penjaga kasir tak mampu menjelaskan pengelolaan donasi sisa belanjaan itu. Kemudian, Mustholih mencoba menyurati perusahaan yang bersangkutan untuk meminta penjelasan tentang pengelolaan sisa belanjaan tersebut. Namun, pihak yang bersangkutan tidak memberikan balasan. Imbasnya, Mustholih membawa persoalan tersebut ke Komisi Informasi Pusat untuk disengketakan.

1945, (Makalah Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan HAM, 2003), h. 8

(12)

4

Tepat Rabu, pada tanggal 14 desember 2016 ditetapkan putusan dari perkara diatas dengan nomor putusan : 011/III/KIP-PS-A/2016 yang menetapkan perusahaan PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk kalah dalam sengketa ini dan diperintahkan untuk membuka informasi mengenai pengelolaan uang donasi sisa uang belanjaan itu. Alih-alih membuka informasi itu kepada saudara Mustholih, perusahaan ini tidak mengindahkan perintah dari komisi informasi pusat ini, bahkan balik menuntuk komisi informasi pusat dan saudara Mustholih ke Mahkamah Agung untuk memperpanjang perkara ini.7 Alasan di balik peristiwa hukum ini memang mempunyai argumentasi yang logis, karena putusan lembaga ini bersifat non litigasi atau dalam hal ini dianggap putusan yang diputuskan tidak memiliki dasar kekuatan hukum yang mengikat. Kemudian muncul pertanyaan besar bagaimana legalitas putusan lembaga ini jika ternyata putusannya hanya bersifat nonlitigasi?

Berdasarkan latar belakang dari permasalahan aktual yang telah diuraikan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dalam skripsi dengan judul “Efektivitas Penyelesaian Kasus Sengketa Informasi Pada Komisi Informasi Publik ( KIP ) Dalam Pemungutan Dana Sosial Analisis Putusan Nomor 011/III/KIP-PS-A-/2016”.

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi masalah

Berdasarkan masalah yang telah dipaparkan dalam latar belakang diatas, masalah dapat diidentifikasi menjadi 3 (tiga) masalah yaitu:

a. Beberapa tahun belakangan ini peneliti merasa kurang optimalnya kinerja birokrasi dalam mewujudkan good governance, sehingga mendorong keterbukaan informasi pada publik yang tidak lain adalah prasyarat untuk mendukung istilah diawal tadi.

b. Kurang tegas nya isi dalam UU KIP itu sendiri, sehingga menimbulkan multitafsir. Akibatnya terjadinya konflik antara badan publik ini dengan publik itu sendiri.

c. Kekuatan eksekusi dari lembaga ini bersifat non litigasi, sehingga sebagian orang tidak memandang posisi dari lembaga ini, karena hasil putusannya yang lemah dan tidak mengikat melainkan hanya bersifat sukarela.

2. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini penulis memberikan batasan masalah guna terfokusnya

7 Putusan Sengeketa Informasi Nomor : 011/III/KIP-PS-A/2016

(13)

pembahasan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Adapun batasan masalahnya hanya pada identifikasi maslah yang ketiga, yakni ruang lingkup mengenai mekanisme penyelesaian kasus sengketa informasi publik serta efektifitas dan tidaknya menyelesaikan kasus sengketa informasi pada Komisi Informasi Publik dengan menjadikan Putusan Nomor 011/III/KIP-PS/2016 sebagai landasan analisisnya.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah, maka rumusan masalah disusun dengan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

a. Bagaimana mekanisme penyelesaian kasus sengketa informasi oleh Komisi Informasi Publik?

b. Bagaimana efektifitas penyelesaian kasus sengketa informasi Komisi Informasi Publik dalam pungutan dana sosial?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan diadakannya penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui bagaimana mekanisme penyelesaian kasus sengketa informasi di Komisi Informasi Publik

b. Untuk mengeahui sejauh mana efektifitas penyelesaian kasus sengketa informasi pada Komisi Informasi Publik

2. Manfaat Penelitian

Kegunaan penelitian ini diuraikan menjadi dua bagian, yaitu kegunaan teoritis dan kegunaan praktis.

a. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan penyelenggara negara terutama dalam tupoksi kasus sengketa informasi. Dengan demikian dapat diketahui apakah Komisi Informasi Publik dapat dikuatkan melalui perundang-undangan pada bagian wewenang dan tugasnya, atau menghilangkan Komisi Informasi sebab tidak efektif dalam menyelesaikan kasus sengketa informasi.

b. Kegunaan Praktis

Adapun manfaat praktis dari penelitian ini dapat diharapkan menjadi informasi bagi elemen masyarakat untuk mengetahui Peran Komisi Informasi Publik dalam penyelesaian sengketa informasi publik.

(14)

6

D. Review Studi Terdahulu

1. Skripsi yang ditulis oleh Kartika Putri Rianda Siregar pada tahun 2015 dengan judul “Penyelesaian Sengketa Informasi Oleh Komisi Informasi Yang Diberikan BPOM Terkait Keselamatan Konsumen Mengkonsumsi Suatu Produk.” Skripsi ini membahas mengenai penyelesaian sengketa antara Komisi Informasi dengan BPOM terkait keselamatan konsumen dalam mengkonsumsi suatu produk.

Perbedaan skripsi ini dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis, adalah penelitian ini menitik beratkan pada efektifitas hasil putusan komisi informasi publik dalam kasus sengketa informasi.8

2. Skripsi yang ditulis oleh Yogi Wiratman pada ahun 2016 dengan judul

“Kedudukan dan Wewenang Komisi Informasi Publik Berdasarkan Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2008 dihubungkan dengan Pasal 28 F Undang- Undang Dasar 1945”.9 Perbedaan skripsi ini dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yang dilakukan oleh penulis, adalah penelitian ini fokus pada efektifitas hasil putusan komisi informasi publik dalam kasus sengketa, sedangkan skripsi Yogi Wiratman membahas masalah kedudukan dan wewenang Komisi informasi publik.

3. Skripsi yang ditulis Slamet Haryanto pada tahun 2017 dengan judul “Peran Komisi Informasi Publik dalam Proses Eksekusi Terhadap Putusan Sengketa Informasi Yang Berkekuatan Hukum Tetap Dalam Tinjauan UU No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik.10

Perbedaan skripsi ini dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yang dilakukan oleh penulis, adalah penelitian ini fokus pada efektifitas hasil putusan komisi informasi publik dalam kasus sengketa.

E. Metode penelitian 1. Jenis penelitian

8 Kartika Putri Rianda Siregar, Penyelesaian Sengketa Informasi Oleh Komisi Informasi Yang Diberikan BPOM Terkait Keselamatan Konsumen Mengkonsumsi Suatu Produk, (Sumatra Utara: Unievrsitas Sumatra Utara Press, 2015)

9 Yogi Wiratman, Kedudukan dan Wewenang Komisi Informasi Publik Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 dihubungkan dengan Pasal 28 F Undang-Undang Dasar 1945, (Bandung: Universitas Pasundan Press, 2016)

10 Slamet Haryanto, Peran Komisi Informasi Publik dalam Proses Eksekusi Terhadap Putusan Sengketa Informasi Yang Berkekuatan Hukum Tetap Dalam Tinjauan UU No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, (Semarang: Universitas Semarang Press, 2017)

(15)

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah normatif yuridis, Pendekatan ini mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan/atau badan publik yang terkait serta norma-norma hukum yang ada dalam masyarakat.11

Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif yang tidak membutuhkan populasi dan sampel karena jenis penilitian ini menekankan pada aspek pemahaman suatu norma hukum yang terdapat di dalam perundang-undangan serta norma-norma yang hidup dan berkembang di masyarakat.

Penelitian kualitatif menggunakan lingkungan mejadi objek penelitiannya sebagai sumber data. Maksudnya adalah data dan informasi lapangan ditarik maknanya dan konsepnya melalui pemaparan deskriptif analitik tanpa harus menggunakan angka, sebab lebih mengutamakan proses terjadinya suatu peristiwa dalam siatuasi alami.

2. Pendekatan penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah normatif yuridis, Pendekatan normatif yuridis tersebut berdasarkan kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan atau putusan badan publik serta norma-norma hukum yang ada dalam masyarakat.12

Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan yakni yuridis normatif, maka pendekatan yang digunakan adalah Pendekatan Perundang-undangan (statue approach) yakni pendekatan yang menekankan pembahasan menggunakan legislasi dan regulasi13, dan Pendekatan Konsep (conceptual approach) yang merujuk pada doktrin- doktrin hukum yang ada14. Dalam hal ini, objek normaif yuridis terletak di dalam hasil Putusan KIP dalam sengketa informasi dengan Nomor putusan :Nomor 011/III/KIP- PS/2016.

3. Sumber data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan bahan hukum antara lain sebagai beikut :

a. Bahan hukum primer yang digunkan untuk data dalam penelitian ini adalah hasil putusan sengketa informasi Komisi Informasi Publik dengan Putusan Nomor 011/III/KIP-PS/2016.

11Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Cet. 2, (Jakarta:Sinar Grafika,2010), h. 105.

12Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, h. 105.

13Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, h. 137.

14Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, h. 178.

(16)

8

b. Bahan hukum sekunder dalam penelitian merujuk pada buku-buku yang berkenaan dengan Hukum Tata Negara, Lembaga Informasi Publik, serta jurnal atau tulisan-tulisan yang mendukung penelitian ini.

c. Bahan hukum tersier yang digunakan dalam penelitian ini bisa berupa petunjuk atau penjelasan yang maknanya terdapat hubungan dengan bahan primer dan sekunder seperti berita hukum,ensiklopedia hukum, dan blog yang membahas hukum dan lain-lain.

4. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan studi kepustakaan. Dalam teknik ini peneliti akan mencari rujukan untuk mendukung materi muatan penelitian ini melalui berbagai literatur seperti buku, perkuliahan, bahan ajar, jurnal skripsi, tesis, serta undang-undang di berbagai perpustakaan dan universitas.15

5. Teknik analisis data

Ada tiga tahap yang digunakan penulis dalam penelitian ini : Reduksi data, yakni proses pemilihan data dengan cara mana yang di kode, mana yang di buang, meringkas bagian yang tersebar, dan fenomena apa yang sedang berkembang. Ini betujuan untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, sehingga di akhir nanti kesimpulan dapat ditarik dan di verifikasi, Penyajian data, proses penyederhanaan informasi dari hasil yang ditemukan di lapangan yang sifatnya sangat kompleks, kemudian diubah menjadi kesuatuan dengan bentuk yang selekif atau berkonfigurasi, dengan tujuan agar mudah dipahami, Kemudian Penarikan kesimpulan merupakan sebagian dari keseluruhan kegiatan dari konfigurasi yang utuh.16

Dalam penelitian ini teknik yang dilakukan peneliti diawal mengumpulkan data yang mendukung penelitian ini berupa hasil putusan sengketa informasi serta bahan hukum lainnya yang berhubungan dengan judul penelitian ini, lalu kemudian dari hasil tersebut, dikaji isi (content), baik terkait kata-kata (word), makna (meaning), simbol, ide, tema-tema dan berbagai pesan lain yang dimaksudkan dalam isi hasil putusan sengketa infromasi dan materi yang terkait dengan lembaga ini.

Secara detail langkah-langkah yang dilakukan dalam melakukan analisis tersebut adalah : Pertama, semua bahan hukum yang diperoleh melalui normatif

15 Nazril, M. Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2010)

16 Matthew Dan Michael Huberman, “Analisis Data Kualitatif”,(Jakarta : UI PRESS, 2009), hal 18.

(17)

disistematisir dan diklasifikasikan menurut objek bahasanya. Kedua, setelah disistematisir dan diklasifikasikan kemudian dilakukan eksplikasi, yang diuraikan dan dijelaskan objek yang diteliti berdasarkan teori. Ketiga, bahan yang dilakukan evaluasi, yakni dinilai dengan menggunakan ukuran ketentuan hukum maupun teori hukum yang berlaku.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah bab perbab, dimana antara BAB yang satu dengan BAB yang lain memiliki keterkaitan. Sistematikan penulisan yang dimaksud adalah sebagai berikut:

BAB I: PENDAHULUAN. Pada bab ini terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review studi terdahulu, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II: TINJAUAN UMUM TENTANG EFEKTIFITAS DAN INFORMASI PUBLIK. Pada bab ini terdiri dari pengertian efektifitas, teori efektifitas hukum, defenisi informasi publik, tujuan keterbukaan informasi publik, klasifikasi informasi publik, dasar hukum keterbukaan informasi.

BAB III: TINJAUAN UMUM KOMISI INFORMASI PUBLIK. Pada bab ini membahas tentang Komisi Informasi Publik yang terdiri dari: Konteks kelahiran undang- undang keterbukaan informasi, sejarah berdirinya Komisi Informasi Publik, tugas dan fungsi Komisi Informasi Publik, prosedur penyelesaian kasus sengketa informasi yang dirinci dari penyelesaian sengketa di pengadilan dan di luar pengadilan, deskripsi putusan.

BAB IV: EFEKTIFITAS PENYELESAIAN KASUS SENGKETA INFORMASI DI KOMISI INFORMASI PUBLIK. Pada bab ini membahas efektifitas penyelesaian kasus sengketa informasi di Komisi Informasi Publik dengan merinicinya dalam sub bahasan sebagai berikut: Mekanisme dan proses sengketa informasi di KIP, Kekuatan mengkikat putusan Komisi Informasi Publik, efektifitas penyelesaian kasus sengket informasi di Komisi Informasi Publik.

BAB V : PENUTUP. Pada bab ini berisi tentang uraian kesimpulan dan saran yang sesuai dengan pokok permasalahan yang penulis kaji.

(18)

10 BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG EFEKTIFITAS DAN INFORMASI PUBLIK

A. Pengertian efektifitas

Efektitivitas merupakan kata yang berakar dari kata efektif, dalam sistem kerja dengan model apapun kata efektif ini pasti digunakan karena memang merupakan unsur yang mendukung hasil kerja yang bernilai baik, dengan kata lain efektifitas merupakan barometer untuk menguji seberapa jauh hasil kerja sesuai dengan tujuan yang telah disepakati1, berikut ini merupakan defenisi efektifitas dari beberapa ahli :

Hidayat berpendapat bahwa efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana semakin besar presentase terget yang dicapai berarti semakin tinggi efektifitasnya.

Sedangkan, Prasetyo Budi Saksono mengungapkan bahwa efektifitas adalah seberapa besar tingkat kelekatan output yang dicapai denga output yang diharapkan dari sejumlah input.

Di sisi lain, Muasaroh menjelaskan bahwa efektivitas suatu program dapat dilihat dari aspek-aspek antara lain: (1) Aspek tugas atau fungsi, yaitu lembaga dikatakan efektivitas jika melaksanakan tugas atau fungsinya, begitu juga suatu program pembelajaran akan efektiv jika tugas dan fungsinya dapat dilaksanakan dengan baik dan peserta didik belajar dengan baik; (2) Aspek rencana atau program, yang dimaksud dengan rencana atau program disini adalah rencana pembelajaran yang terprogram, jika seluruh rencana dapat dilaksanakan maka rencana atau progarm dikatakan efektif; (3) Aspek ketentuan dan peraturan, efektivitas suatu program juga dapat dilihat dari berfungsi atau tidaknya aturan yang telah dibuat dalam rangka menjaga berlangsungnya proses kegiatannya. Aspek ini mencakup aturan-aturan baik yang berhubungan dengan guru maupun yang berhubungan dengan peserta didik, jika aturan ini dilaksanakan dengan baik berarti ketentuan atau aturan telah berlaku secara efektif; dan (4) Aspek tujuan atau kondisi ideal, suatu program kegiatan dikatakan efektif dari sudut hasil jika

1 Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung; Citra Aditya Bakti,2003. hlm 85

(19)

tujuan atau kondisi ideal program tersebut dapat dicapai. Dalam beberapa pengertian diatas mampu diambil kesimpulan bahwa sesuatu dapat dikatakan efektifitas jika tercapainya sasaran yang telah ditentukan sebelumnya.

B. Teori Efektivitas hukum

Efektifitas hukum adalah suatu kemampuan hukum untuk menciptakan atau melahirkan keadaan atau situasi yang dikehendaki oleh hukum atau diharapkan oleh hukum.Suatu produk hukum dikatakan efektif apabila produk hukum tersebut telah dilakukan atau dilaksanakan dalam praktiknya2. Seperti Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi yang juga sebagai salah satu produk hukum akan dapat dikatakan efektif apabila telah dilaksanakan dalam praktiknya. Teori efektivitas hukum menurut Soerjono Soekanto adalah bahwa efektif atau tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5 (lima) faktor3, yaitu:

1. Faktor hukumnya sendiri (undang-undang),

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum,

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum,

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan,

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa. Kelima faktor tersebut saling berkaitan satu sama lainnya, oleh karena merupakan esensi penegakan hukum, serta juga merupakan tolok ukur daripada efektivitas penegakan hukum. Berdasarkan hal tersebut apabila dikaitkan dengan produk hukum dalam hal ini Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Infromasi, dalam rangka mewujudkan tujuannya, maka ketidakefektifan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Infromasi oleh beberapa faktor sebagai berikut:

2 Soerjono Soekanto, Penegakan Hukum, (Bandung; Bina Cipta,1983), h.80

3 Soerjono Soekanto, Penegakan Hukum, (Bandung; Bina Cipta,1983), h.82

(20)

12

a. Faktor Hukum

Berdasarkan teori-teori ilmu hukum, dapat dibedakan tiga macam hal mengenai berlakunya hukum sebagai kaidah. Hal itu diungkapkan sebagai berikut:

1) kaidah hukum berlaku secara yuridis, apabila penentuannya didasarkan pada kaidah yang lebih tinggi tingkatannya atau terbentuk atas dasar yang telah ditetapkan.

2) Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah tersebut efektif.

Artinya, kaedah dimaksud dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa walaupun tidak diterima oleh warga masyarakat atau kaidah itu berlaku karena adanya pengakuan dari masyarakat.

3) Kaidah hukum berlaku secara filosofis, yaitu sesuai dengan cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi. Kaidah hukum jika dikaji secara mendalam, agar hukum itu berfungsi maka setiap kaidah hukum harus memenuhi unsur- unsur yuridis, sosiologis, dan filosofis, sebab bila kaidah hukum hanya berlaku secara yuridis, ada kemungkinan kaidah itu merupakan kaidah mati, kalau hanya berlaku secara sosiologis dalam arti teori kekuasaan, maka kaidah itu menjadi a turan pemaksa, apabila hanya berlaku secara filosofis kemungkinannya kaidah itu hanya merupakan hukum yang dicita-citakan.

b. Faktor Penegak

Hukum akan berfungsi jika mentalitas atau kepribadian petugas penegak hukum menjalankan perannya dengan baik. Jika secara normatif peraturan sudah baik, tetapi kualitas petugas kurang baik, maka akan terjadi ketidakefetivan pada penegakan hukum di masyarakat. Oleh karena itu, salah satu kunci keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian penegak hukum. Fungsi penegak hukum di sini adalah fungsi dalam rangka mensosialisasikan adanya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan infromasi maupun ikut serta mewujudkan tujuan dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan infromasi.

c. Faktor Sarana atau Fasilitas

Pendukung Faktor sarana atau fasilitas pendukung mencakup perangkat lunak dan perangkat keras, salah satu contoh perangkat lunak adalah pendidikan. Masalah

(21)

perangkat keras dalam hal ini adalah sarana fisik yang berfungsi sebagai faktor pendukung. Apabila hal-hal itu tidak terpenuhi, maka mustahil penegakan hukum akan tercapai penegakannya. Terkait dengan faktor sarana dan fasilitas, saat ini di Indonesia, di berbagai daerah dalam lingkup desa sekalipun telah banyak adanya organisasi- organisasi atau lembaga-lembaga kecil sepeti LBH ataupun lembaga resmi dari pemerintah yang berperan penting untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang keterbukaan informasi, agar masyarakat juga paham bahwa pentingnya peran mereka dalam mengawal semua perangkat negara agar tidak terjadi kecurangan ataupun kesalahan yang sifatnya teknis.

d. Faktor Masyarakat

Salah satu faktor yang mengefektifkan suatu peraturan adalah warga masyarakat.

Yang dimaksud di sini adalah kesadarannya untuk mematuhi suatu peraturan perundang-undangan, yang kerap disebut derajat kepatuhan. Derajat kepatuhan baru dapat diukur jika telah ada pengetahuan masyarakat terhadap hukum. Bila suatu peraturan perundang-undangan telah diundangkan dan diterbitkan menurut prosedur yang sah dan resmi, maka secara yuridis peraturan perundang-undangan itu berlaku.

Kemudian timbul asumsi bahwa setiap warga masyarakat dianggap mengetahui adanya undang-undang tersebut (fiksi hukum), namun, asumsi tersebut tidaklah seperti demikian adanya. Pengetahuan masyarakat terhadap Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi, jika telah diketahui adanya, maka dapat dibuat ukuran kepatuhan masyarakat sebagai salah satu faktor penyebab efektif atau tidaknya udang-undang ini.

e. Faktor Kebudayaan

Kebudayaan menurut Soerjono Soekanto, mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat, yaitu mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, dan menentukan sikapnya kalau mereka berhubungan dengan orang lain. Dengan demikian, kebudayaan adalah suatu garis pokok tentang perikelakuan yang menetapkan peraturan mengenai apa yang harus dilakukan, dan apa yang dilarang. Kebudayaan Indonesia didasari hukum adat. Hukum adat tersebut merupakan hukum kebiasaan yang berlaku di kalangan rakyat terbanyak. Di samping itu,

(22)

14

berlaku pula hukum tertulis (perundangundangan) yang timbul dari golongan tertentu dalam masyarakat yang mempunyai kekuasaan dan wewenang yang resmi. Hukum perundang-undangan tersebut harus mencerminkan nilai-nilai yang menjadi dasar dari hukum adat supaya hukum perundang-undangan tersebut dapat berlaku secara efektif.4

C. Defenisi dan Tujuan Keterbukaan informasi publik 1. Definisi Keterbukaan Informasi Publik

Sesuai dalam undang-undang nomor 14 tahun 2008 infromasi publik diartikan sebagai informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.5

2. Tujuan keterbukaan Informasi Publik

Tujuan dari keterbukaan informasi publik dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yaitu:

1. Menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik.

2. Mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik.

3. Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan badan publik yang baik.

4. Mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu transparan, efektif dan efisien, akuntabel, serta dapat dipertanggungjawabkan.

4 Soerjono Soekanto, Penegakan Hukum, (Bandung; Bina Cipta,1983), h. 83

5 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008,Pasal 1 ayat 2.

(23)

5. Mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak.

6. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

7. Meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan badan publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.

Dalam tujuan UU KIP, memang sudah jelas bahwa UU KIP memberikan jaminan akses atas hak setiap warga negara atas informasi.6

D. Klasifikasi Informasi Publik

Dalam pasal 2 UU KIP ada beberapa asas yang tercantum dan sekaligus menjadi klasifikasi jenis informasi publik : pertama setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi publik; kedua, infromasi publik yang dikecualikan bersifat ketat dan terbatas; ketiga, setiap informasi publik harus dapat diperoleh setiap pemohon informasi publik dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana; keempat, informasi publik yang dikecualikan bersifat rahasia sesuai dengan undang-undang, kepatuhan dan kepentingan umum, tolak ukur dalam poin keempat ini berdasarkan pada pengujian tentang kosekuensi yang muncul akibat dari informasi yang disebarkan ke masyarakat dan juga telah dipertimbangkan terlebih dahulu bahwa dengan menutup informasi publik dapat melindungi kepentingan yang lebih maslahat dari pada membukanya atau justru sebaliknya.7

Informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala diatur dalam pasal 9 UU KIP. Informasi tersebut harus disediakan secara berkala (rutin) dalam jangka waktu tertentu setidaknya setiap 6 bulan sekali. Cara penyebaran informasi publik ini juga haraus mudah dijangkau masyarakat degan menggunakan bahasa yang mudah dipahami, meliputi : informasi yang berkaitan dengan badan publik (seperti profil, kedudukan, kepengurusan, maksud tujuan didirikannya badan publik tersebut),

6 Ahmad M.Ramli, KIP dan Good Governance, (Makalah disampaikan pada Seminar Sosialisai UU KIP di Jakarta Tahun 2009), h.3.

7 N.G.B Mandica-Nur, Panduan Keterbukaan Informasi Publik (KIP) Untuk Petugas Pengelola dan Pemberi Informasi di Badan Publik, (IRDI dan USAID, Cetakan Pertama, 2009), h. 7

(24)

16

informasi tentang kinerja badan publik, informasi tentang laporan keuangan dan informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. dalam pasal 10 diatur tentang informasi yang harus diumumkan secara serta merta, artinya infromasi ini diumumkan tanpa adanya penundaan, dalam hal ini misalnya, informasi yang menyangkut ancaman terhadap kelangsungan hidup orang banyak, seperti, bencana alam, kerusuhan massa, dan lain-lain. Informasi yang wajib tersedia setiap saat diatur dalam pasal 11 UU KIP, namun untuk memperolehnya harus dilakukan dengan mengajukan permintaan, yang termasuk dalam kategori informasi ini antara lain : daftar seluruh informasi dalam pengusaan badan publik, keputusan badan publik dan pertimbangannya; kebijakan badan publik dan dokumen pendukungnya; rencana proyek dan anggaran tahunannya; perjanjian badan publik dengan pihak ketiga, informasi dalam pertemuan yang bersifat terbuka untuk umum; prosedur kerja yang berkaitan dengan layanan publik; laporan layanan akses informasi dan informasi; lain yang telah dinyatakan terbuka untuk akses publik berdasarkan putusan sengketa informasi publik8.

Disamping ada informasi yang wajib disediakan ada pula informasi yang dikecualikan, yakni terdapat dalam pasal 17 UU KIP menyebutkan beberapa kategori informasi yang dikecualikan, yaitu:

1. Informasi publik jika dibuka dan disebarluaskan kepada pemohon informasi publik dapat menghambat jalannya proses penegakan hukum;

2. Informasi publik jika dibuka dan disebarluaskan kepada pemohon informasi publik dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha yang tidak sehat;

3. Informasi publik jika dibuka dan disebarluaskan kepada pemohon informasi publik dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara;

4. Informasi publik jika dibuka dan disebarluaskan kepada pemohon informasi publik dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia;

8 Nunuk Febriananingsih, “Keterbukaan Informasi Publik dalam Pemerintahan Terbuka Menuju Tata Pemerintahan yang Baik”, Jurnal Rechtsvinding. Vol. 4 No.1, April 2012, h. 141

(25)

5. Informasi publik jika dibuka dan disebarluaskan kepada pemohon informasi publik dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional;

6. Informasi publik jika dibuka dan disebarluaskan kepada pemohonan informasi publik dapat merugikan kepentingan hubunagn luar negeri;

7. Informasi publik jika dibuka dan disebarluaskan kepada pemohonan informasi publik dapat mengungkapkan akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang;

8. Informasi publik jika dibuka dan disebarluaskan kepada pemohonan informasi publik dapat mengungkap rahasia pribadi, memorandum atau surat-surat antara badan publik, yang menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan komisi informasi atau pengadilan;

9. Informasi yang tidak boleh diungkap berdasarkan undang-undang.9

Dalam pasal 17 memang telah diatur mengenai informasi yang dkecualikan untuk disebarluaskan. Akan tetapi, akses terhadap informasi yang dikecualikan tetap dapat dilakukan sepanjang informasi yang dikecualikan tersebut menyangkut data pribadi seorang (privacy) dengan ketentuan pihak yang rahasianya diungkap memberikan persetujuan tertulis atas pengungkapan yang terkait dengan posisi seseorang dalam jabatan-jabatan publik.

E. Dasar Hukum Keterbukaan Informasi Publik

Majelis umum PBB sebenarnya telah mengadopsi resolusi 59 (1) sejak tahun 1946, dimana isi dari resolusi tersebut menyatakan bahwa “kebebasan informasi adalah hak asasi yang fundamental dan merupakan tanda dari seluruh kebebasan yang akan menjadi titik perhatian PBB”. berangkat dari sini PBB kemudian mengakui hak atas informasi menjadi hak yang diakui secara internasional, yakni daiatur dalam pasal 19 deklarasi Universal HAM PBB yang menyatakan bahwa10:

9 Nunuk Febriananingsih, “Keterbukaan Informasi Publik dalam Pemerintahan Terbuka Menuju Tata Pemerintahan yang Baik”, Jurnal Rechtsvinding. Vol. 4 No.1, April 2012, h. 143.

10 Toby Mendel, Freedom of information as an Internationaly Protected Human Right, articel 19

(26)

18

“Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan mengemukakan pendapat dan gagasan hak ini mencakup hak untuk memegang pendapat tanpa campur tangan, dan mencari, menerima dan menyebarluaskan informasi dan gagasan melalui media apapun tanpa mempertimbangkan garis batas negara.”

Berbicara masalah keindonesiaan, masalah ini sebenarnya telah mendapat ruang tersendiriyang menjadi bentuk pengakuan atas hak informasi sebagaimana diatur dalam konsitusi perubahan kedua undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dalam pasal 28F yang menyatakan bahwa:

“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengmbangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki dan menyimpan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”

Maka dari itu, hak atas informasi tidak hanya menjadi hak asasi semata melainkan juga merupakan hak konsitusi setiap rakyat Indonesia. Esensi yang terkandung di dalamnya adalah pengakuan hak atas informasi yang dianggap tidak hanya melekat pada diri manusia sebagai warga negara tetapi juga diakui secara pribadi.

Undang-undang nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) sendiri telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sejak 30 April 2008 dan mulai berlaku dua tuhan setelahnya tepatnya tanggal 30 April 2008, yang kemduian diundangkan dalam lembaran negara republik Indonesia tahun 2008 nomor 61 dan tambahan lembaran negara Republik Indonesia nomor 4846. UU KIP ini merupakan bentuk pengimplementasian dari sikap negara yang menjamin hak terhadap semua orang untuk memperoleh informasi publik dalam rangka mewujudkan birokrasi yang tranparan dan bentuk partisipasi warga negara dengan bentuk berperan aktif dan peran pengawasan dalam penyelenggaraan negara.

Selain itu UU KIP juga menjadi landasan operasional yang memberikan jaminan akses informasi bagi masyarakat secara luas dari lembaga publik non pemerintahan dan perusahaaan-perusahaan publik yang mendapat alokasi dana dari aanggaran pendapatan

(www.article19.org, diakses pada tanggal 07 Juli 2020).

(27)

belanja negara (APBN), Anggararan pendapatan belanja daerah (APBD), bantuan luar negri dan dari himpunan dana masyarakat. Dengan demikian, eksistensi UU KIP semakian menagaskan akses masyarakat terhadap informasi merupakan hak asasi manusia yang diakui oleh konsitusi UUD Tahun 1945.

Keterbukaan informasi tidak hanya diatur dalam hukum konvensional tetapi diatur juga dalam hukum Islam. Islam adalah al-din yang merupakan suatu totalitas yang mencakup dua ruang lingkup, yaitu hubungan manusia dengan Allah Swt dan hubungan manusia dengan manusia serta alam lingkungan hidupnya atau hablu min Allah wa hablum min al-nas,11 maka dapat diketahui bahwa hubungan agama dengan negara dan hubungan agama dengan hukum sangat erat sekali. Ia dapat diibaratkan seperti lingkaran konsentris. Kecuali itu, salah satu karakteristik hukum Islam tampak pada substansinya yang komprehensif. Hukum Islam tidak hanya mengatur aspek-aspek publik, termasuk pula aspek keterbukaan informasi publik.

Cara-cara atau sistem yang baik dan bermanfaat sesuai dengan teori al-maslahat al-mursalah (untuk kepentingan umum) patut diperhatikan dan dipertimbangkan. Untuk menjaga suatu sistem keterbukaan di dalam masyarakat bisa untuk mengetahui informasi apa saja yang dapat diakses oleh setiap pengguna informasi publik. Karena pemerintahan modern pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat.

Pemerintahan tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri tetapi juga untuk melayani masyarakat, menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap pengguna informasi publik meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan badan publik yang baik.

Dengan demikian dapat diartikan keterbukaan informasi dibenarkan dalam hukum Islam, sesuai dengan ketentuan Undang-Undang yang mengatur tentang Keterbukaan Informasi Publik.

11 Tahir Azahry, Negara Hukum, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 207

(28)

20

F. Keterbukaan Informasi Publik dalam Perspektif Siyasah

Keterbukaan Informasi Publik merupakan bagian dari fikih siyasah, karena semua kebijakkan yang diambil oleh pemerintah berdasarkan hasil pemikiran manusia untuk mewujudkan kemaslahatan rakyat dan terhindar dari kemudaratan. Di samping itu, implementasi kebijakkan yang diambil pemerintah tentu sejalan dengan ajaran Islam agar terwujudnya good governance. Hubungan fikih siyasah dengan keterbukaan informasi publik terletak pada sistem pengaturan, pengendalian, dan pelaksanaan dalam suatu negara atau wilayah. Dalam fikih siyasah, kebijakkan atau keputusan selalu didasarkan kepada ajaran Islam atau wahyu Ilahi (top down), sedangkan good governance berangkat dari pemikiran manusia (button up).12

Dalam perspektif sejarah, fikih siyasah telah dilaksanakan oleh Rasulullah SAW setelah melakukan hijrah dari Mekkah ke Madinah dalam rangka mengatur dan mengarahkan umatnya menuju tatanan sosial budaya. Sebagai kepala pemerintahan, semua kebijakan yang dirancang oleh Rasullah SAW adalah bentuk implementasi dari fikih siyasah. Kedudukannya sebagai kepala pemerintahan, menjadikan semua kebijakkan Rasulullah saw. merupakan pelaksanaan fikih siyasah. Dalam tinjauan fikih siyasah,tujuan dari keterbukaan Informasi Publik adalah untuk mewujudkan pemerintahan yang baik berdasarkan prinsip–prinsip yang telah dirumuskan yaitu, tranparansi, akuntabilitas, efektifitas dan efisiensi serta rule of law, sehingga kemaslahatan umat manusia dapat dicapai.

Sebelumnya, penulis ingin menjabarkan terlebih dahulu mengenai teori mashlahat mursala. Adapun, kata maslahah berarti kepentingan, manfaat yang jika digunakan bersama dengan kata mursalah berarti bermakna kepentingan yang tidak terbatas, tidak terikat, atau kepentingan yang diputuskan secara bebas. Metode maslahah mursalah muncul sebagai pemahaman mendasar tentang konsep bahwa syariat ditujukan untuk kepentingan masyarakat dan berfungsi untuk memberikan kemanfaatan dan mencegah kemudaratan.Syariat Islam diturunkan bukan untuk kepentingan Allah SWT,

12 M. Ainul Yaqin, Analisis Yuridis tentang Implementasi Peraturan Bupati No. 9 Tahun 2019 tentang Keterbukaan Informasi Publik dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Kabupatenn Nganjuk Perspektof Fikih Siyasah (Studi Kasus Desa Kuncir Kecamatan Ngetos Kabupaten Nganjuk),

(Tulungagung: IAIN Tulungagung Press, 2019), h. 34.

(29)

melainkan untuk kepentingan manusia itu sendiri. Oleh karena itu, kemashlahatan manusia selalu menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan syariat. Adanya penyelewengan terhadap syariat Islam makan menimbulkan kerugian bagi manusia itu sendiri. Paradigma teologi inilah yang melahirkan konsep mashlahat mursalah sebagai dasar menetapkan hukum.1713

Pandangan yang lebih liberal tentang mashlahat mursalah dikemukakan oleh Al-Thufiy, seorang ulama ushul dari kalangan Hambali, yang berbeda dari pandangan para ulama terdahulu dan sesamanya. Ia melandaskan pemikirannya tentang mashlahat mursalah berdasarkan firman Allah SWT dalam Q.S Al-Baqarah: 185 yaitu:

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang

13 M. Ainul Yaqin, Analisis Yuridis tentang Implementasi Peraturan Bupati No. 9 Tahun 2019 tentang Keterbukaan Informasi Publik dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Kabupatenn Nganjuk Perspektof Fikih Siyasah (Studi Kasus Desa Kuncir Kecamatan Ngetos Kabupaten Nganjuk),

(Tulungagung: IAIN Tulungagung Press, 2019), h. 35.

(30)

22

diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur (Q.S. Al-Baqarah ayat 185).”

Al-Thufiy juga berpendapat bahwa secara keseluruhan tujuan Al-Qur’an dan hadis adalah terwujudnya kemashlahatan manusia di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, setiap kemashlahatan pasti diajarkan oleh Islam dan tidak perlu mencari nash yang mendukungnya. Sebab tanpa didukung oleh nash, mashlahat sendiri telah menjadi dalil yang qathiy pada dirinya, sebagai salah satu penetapan hukuman syara‟.14

Atas dasar mashlahat, para sahabat mengambil kebijakan dalam pemerintahannya. Abu Bakar mengumpulkan shahifah yang terpisah-pisah, sebelumnya Alquran tertulis dalam satu Mushaf. Namun karena memandang didalamnya terdapat kebaikkan dan untuk kemashlahatan bagi umat manusia, maka Abu Bakar melakukannya sekalipun tidak pernah diperintah oleh Rasulullah SAW. Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab ia memberlakukan pajak, inventarisasi dokumen- dokumen, menetapkan pembatasan kota–kota, membuat penjarah, memberikan berbagai macam hukuman peringatan (takzir) bagi pelanggar hukum, misalnya menumpahkan susu yang dicampur air, dan menarik kekayaan pejabat yang berbisnis di tengah jabatan mereka. Hal ini dilakukan oleh Umar bin Khattab pada masa pemerintahannya untuk mewujudkan kemaslahatan manusia sehingga dapat menciptakan good governance.

Pada masa pemerintahan Usman bin Affan. Ia menyatukan kaum muslimin dalam satu mushaf, dan menyebarkan mushaf tersebut ke seluruh negeri, lalu membakar mushaf – mushaf lain, dengan tujuan dapat menciptakan pemerintahan yang baik.15

Dalam penetapan hukum Islam dikenal dengan istilah siyasah syar’iyah, yaitu suatu hukum yang didasarkan kepada kemashlahatan dan kepentingan umum. Oleh karena itu, siyasah syar’iyah terkait erat dengan maqasid alsyariah. Tujuan yang hendak dicapai dalam penentuan hukum adalah kemaslahatan umat dalam rangka menuju kebahagiaan dan kesejahteraan bersama. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tidak

14 M. Ainul Yaqin, Analisis Yuridis tentang Implementasi Peraturan Bupati No. 9 Tahun 2019 tentang Keterbukaan Informasi Publik dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Kabupatenn Nganjuk Perspektof Fikih Siyasah (Studi Kasus Desa Kuncir Kecamatan Ngetos Kabupaten Nganjuk),

(Tulungagung: IAIN Tulungagung Press, 2019), h. 36.

15 Yusuf Qardhawi, Fikih Taysir Modern Praktis Mempelajari Fikih, cet. Ke-1, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2011), h.86.

(31)

ada perbedaan antara siyasah syar‟iyah yang terkait dengan penyelenggaraan negara dan siyasah syar‟iyah dalam pembentukkan hukum, semua mengacu kepada kemaslahatan bersama. Oleh karena itu, para ahli fiqih menyatakan bahwa kebijakan penguasa tidak harus memiliki acuan yang terperinci dalam Alquran dan Hadis, karena acuan siyasah syar‟iyah adalah kemaslahatan umat, sedangkan indikasi kemaslahatan umat ada pada prinsip umum yang diinduksi dari berbagai ayat dan Hadis Rasulullah saw. Oleh karena itu, dalam menjalankan pemerintahan suatu negara dalam Islam, seluruh pihak harus terlibat, baik negarawan, intelektual, ulama, ekonom, pengusaha, militer, cendikiawan, maupun rakyat, karena urusan negara mencakup seluruh persoalan umat. Siyasah syar‟iyah berasal dari dua kata yaitu siyasah yang yang berarti mengatur, mengendalikan, mengurus, atau membuat keputusan.16

Dalam kamus al-Munjid fi al-lughah wa al-I’lam, kata siyasah yang berarti mewujudkan kemaslahatan manusia dan mengarahkannya kejalan yang benar baik sekarang maupun yang akan datang. Sedang syar‟iyah adalah hukum- hukum dan aturan – aturan yang telah ditetapkan oleh Allah swt untuk hambaNya agar diikuti dalam hubungannya dengan Allah swt. Abdul Wahab Khallaf mengartikan siyasah syar’iyah sebagai pengelolaan masalah umum bagi negara bernuansa Islam yang menjamin terealisasinya kemaslahatan dan terhindar dari kemudharatan dengan tidak melanggar ketentuan syariah dan prinsip – prinsip syariah yang umum meskipun tidak sesuai dengan pendapat – pendapat para Imam Mujtahid.17

Keterbukaan Informasi Publik adalah persoalan fiqih siyasah atau siyasah syar‟iyah, karena good governance adalah masalah ijtihady yang implementasinya diserahkan kepada pihak pemerintah untuk mengambil kebijakan sekalipun tidak dijelaskan secara rinci dalam AlQuran dan Hadis namun dapat memberikan kemaslahatan kepada manusia dalam hidupnya. Adapun, prinsip dari good governance

16 Djazuli, Fikih Siyasah Implementasi Kemaslahatan Umat dalam Rambu-Rambu Syariah, cet 1 ( Bogor: Kencana, 2013), h. 40.

17 M. Ainul Yaqin, Analisis Yuridis tentang Implementasi Peraturan Bupati No. 9 Tahun 2019 tentang Keterbukaan Informasi Publik dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Kabupatenn Nganjuk Perspektof Fikih Siyasah (Studi Kasus Desa Kuncir Kecamatan Ngetos Kabupaten Nganjuk),

(Tulungagung: IAIN Tulungagung Press, 2019), h. 38.

(32)

24

antara lain, yaitu: transparan, akuntabilitas, efektif dan efisien, serta penegakkan hukum.

Baik pemerintah maupun masyarakat harus selalu bekerja sama dalam menciptakan suasan kondusif, memberikan rasa aman dan nyaman, jauh dari kegaduhan, dalam bingkai yang telah ditetapkan oleh ajaran Islam supaya prinsip yang diajarkan oleh good governance senapas dengan ajaran islam dalam mewujudkan pemerintahan yang baik.18

Metode kajian fiqih siyasah atau siyasah syari’ah tidak jauh berbeda dengan metode kajian dalam mempelajari fikih yaitu metode ushul fikih dan kaidah – kaidah fikih, yaitu: qiyas, istihsan, ‘urf, mashlahah mursalah, dan istihbab. Metode-metode ini dapat digunakan oleh umat Islam bebas untuk mengantisipasi setiap perkembangan yang terjadi sesuai dengan lingkungan, situasi, kondisi yang dihadapi13. Adapun, fikih siyasah adalah suatu ilmu yang otonom sekalipun bagian dari ilmu fikih. Bahasan ilmu fikih mencakup individu, masyarakat dan negara: meliputi bidang ibadah, muamalah, kekeluargaan, perikatan, kekayaan warisan, peradilan, kriminal, acara pembuktian, kenegaraan dan hukum internasional. Fikih siyasah adalah mengkhususkan pada bidang muamalah dengan spesialisasi segala ihwal dan seluk beluk tata pengaturan negara pemerintahan.19

Dalam persoalan good governance, pendekatan yang dilakukan adalah maslahah mursalah, karena metode tersebut sangat sesuai dengan kondisi dan tempat demi mewujudkan suatu kemaslahatan dalam pemerintahan sehingga dapat tercipta pemerintahan yang baik. Karena semua kebijakan – kebijakan yang diambil oleh pemerintah untuk kebaikkan masyarakat yang dipimpinnya.

Adapun prinsip – prinsip pemerintahan yang baik dalam Islam terdapat pada Keputusan Komisi A ijma’ Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia IV Tahun 2012 Tentang Masail Asasiyah Wathaniyah (Masalah Strategis Kebangsaan, Prinsip-

18 M. Ainul Yaqin, Analisis Yuridis tentang Implementasi Peraturan Bupati No. 9 Tahun 2019 tentang Keterbukaan Informasi Publik dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Kabupatenn Nganjuk Perspektof Fikih Siyasah (Studi Kasus Desa Kuncir Kecamatan Ngetos Kabupaten Nganjuk),

(Tulungagung: IAIN Tulungagung Press, 2019), h. 40.

19 Suyuthi Pulungan, Fikih Siyasah: Ajaran Sejarah dan Pemikiran, cet. 5 (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hal 27

(33)

prinsip Pemerintahan Yang Baik Menurut Islam (Mabadi al-Hukum al-Fadhila), diantaranya adalah:

1. Kaidah fiqhiyah menegaskan, Tasharruf al-imam „ala al- ra‟iyyah manuth bi al-mashlahah (kebijakan pemerintah terhadap rakyatnya harus berorientasi kepada kemaslahatan).20

2. Dalam memikul tugas kepemimpinan publik, penyelenggara negarakhususnya pemerintah harus memenuhi syarat, antara lain:

a. Memiliki kemampuan nalar (kecerdasan) untuk menetapkankebijakan yang menyangkut rakyat dan kemaslahatan mereka(siyasah al- ra‟iyyah wa tadbir mashalihihim)

b. Memiliki kemampuan, ketahanan fisik dan mental dengan landasan iman dan taqwa yang membuatnya mampu untuk menyelesaikan berbagai krisis dan menetapkan hukum serta kebijakan secara benar (al- ijtihad fî al- nawazil wa al-ahkam).21

3. Setiap kebijakan yang diambil oleh pemegang kekuasaan negara, baik eksekutif maupun legislatif dan yudikatif harus didasarkan pada tujuan untuk mewujudkan kemaslahatan rakyat yang bersifat umum serta menghilangkan kemafsadatan dari mereka (iqamah al- mashalih wa izalah al-mafasid).

Dalam implementasinya, mencegah terjadinya kemafsadatan harus didahulukan dari pada upaya mewujudkan kemaslahatan (dar‟u almafasid muqaddam „ala jalbi al-mashalih).22

20 M. Ainul Yaqin, Analisis Yuridis tentang Implementasi Peraturan Bupati No. 9 Tahun 2019 tentang Keterbukaan Informasi Publik dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Kabupatenn Nganjuk Perspektof Fikih Siyasah (Studi Kasus Desa Kuncir Kecamatan Ngetos Kabupaten Nganjuk),

(Tulungagung: IAIN Tulungagung Press, 2019), h. 42.

21 M. Ainul Yaqin, Analisis Yuridis tentang Implementasi Peraturan Bupati No. 9 Tahun 2019 tentang Keterbukaan Informasi Publik dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Kabupatenn Nganjuk Perspektof Fikih Siyasah (Studi Kasus Desa Kuncir Kecamatan Ngetos Kabupaten Nganjuk),

(Tulungagung: IAIN Tulungagung Press, 2019), h. 43.

22 M. Ainul Yaqin, Analisis Yuridis tentang Implementasi Peraturan Bupati No. 9 Tahun 2019 tentang Keterbukaan Informasi Publik dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Kabupatenn Nganjuk Perspektof Fikih Siyasah (Studi Kasus Desa Kuncir Kecamatan Ngetos Kabupaten Nganjuk),

(Tulungagung: IAIN Tulungagung Press, 2019), h. 43.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil kegiatan pengabdian masyarakat penyukuhan kesehatan dan kegiatan donor darah pada masyarakat di desa Manisrejo menunjukkan bahwa dengan penyuluhan dapat meningkatkan

Penelitian telah dilakukan di rumah kaca Balai Penelitian Ternak, Ciawi Bogor untuk mengetahui pengaruh inokulan Nodulin Plus dalam membentuk bintil akar dan menambat nitrogen

Pada saat penelitian dilakukan, perturan yang masih berlaku dan mejadi dasar untuk pembuatan sistem presensi di lingkungan Kementerian XYZ adalah Pemerintah nomor: 53

Jadi, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri adalah suatu perubahan yang dialami seseorang dalam hidupnya sebagai suatu proses yang sedang berlangsung, atau sebagai

Palliation (strategi koping yang berfokus pada emosi emotional focused coping), perilaku kategori ini merupakan suatu usaha yang diarahkan untuk mengatasi,

- Penekanan lokal, media ini merupakan sarana promosi yang secara khusus dapat mempromosikan produk atau merek baru dengan korespondensi alamat produsennya

Uji variabel tingkat suku bunga domestik memiliki nilai signifikansi tingkat suku bunga domestik berpengaruh terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI).

❖ Peserta ujian akhir semester adalah mahasiswa yang telah mengambil suatu mata kuliah yang tercantum dalam Kartu Studi Mahasiswa (KSM) dan mengikuti kegiatan