ANALISA KADAR SARI LARUT AIR DAN KADAR SARI LARUT ETANOL PADA SIMPLISIA DAUN BAYAM BERDURI (Amaranthus spinos. L) DAN SIMPLISIA DAUN
SELEDRI (Apium graveolens. L) DI BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI MEDAN
TUGAS AKHIR
OLEH :
NURUL AFWA YUSTIKA SARI HUTAGALUNG NIM 162410019
PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat, karunia, dan ridhoNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Analisa Kadar Sari Larut Air dan Kadar Sari Larut Etanol pada Simplisia Daun Bayam Berduri (Amaranthus spinos. L) dan Simplisia Daun Seledri (Apium graveolens. L) Di Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan”. Tugas Akhir ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar ahlimadya Analis Farmasi dan Makanan pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kadar sari larut air dan kadar sari larut etanol pada Simplisia Daun Bayam Berduri (Amaranthus spinos. L) dan Simplisia Daun Seledri (Apium graveolens. L) apakah telah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketetapan pada Farmakope Herbal Indonesia.
Selama penulisan Tugas Akhir ini penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, penulis tidak akan dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, penulis megucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini, yaitu kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Popi Patilaya, S.Si,. M.Sc. Apt., selaku Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dra. Sudarmi, M.Si, Apt., selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan nasihat dan bimbingan hingga Tugas Akhir ini selesai.
4. Seluruh dosen dan staf di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
5. Ibu Sri Chasnawati, Bapak Hari Mulyadi Falah dan seluruh staf dan pegawai Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan (Baristand).
6. Teristimewa kepada orang-orang terkasih yang selalu menjadi bagian
Simanjuntak, serta kepada seluruh keluarga besar yang senantiasa mendoakan, memberi semangat dan mendukung penulis dalam keadaan apapun.
7. Teman-teman mahasiswa D3 Analis Farmasi dan Makanan angkatan 2016 untuk kebersamaan, kerjasama dan kenangan selama 3 tahun masa perkuliahan.
Penulis menyadari bahwa penulisan Tugas Akhir ini kurang dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi penyempurnaan Tugas Akhir ini. Semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan pendidikan.
Medan, Mei 2019 Penulis
Nurul Hutagalung NIM 162410019
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Nurul Afwa Yustika Sari Hutagalung Nomor Induk Mahasiswa : 162410019
Program Studi : D III Analis Farmasi dan Makanan
Judul Tugas Akhir : Analisa Kadar Sari Larut Air dan Kadar Sari Larut Etanol pada Simplisia Daun Bayam Berduri (Amaranthus spinos. L) dan Simplisia Daun Seledri (Apium graveolens. L) Di Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan
dengan ini menyatakan bahwa tugas akhir ini ditulis berdasarkan data dari hasil pekerjaan yang saya lakukan sendiri, dan belum pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar ahli madya di perguruan tinggi lain, dan bukan plagiat karena kutipan yang ditulis telah menyebutkan atau mencantumkan sumbernya di dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari ada pengaduan dari pihak lain karena di dalam tugas akhir ini ditemukan plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia menerima sanksi apapun oleh Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dan bukan menjadi tanggung jawab pembimbing.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya untuk dapat digunakan jika diperlukan sebagaimana mestinya.
Medan, Agustus 2019 Yang Menyatakan,
Nurul Hutagalung NIM 162410019
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR... iii
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL... viii
DAFTAR GAMBAR... ix
DAFTAR LAMPIRAN... x
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Tujuan dan Manfaat... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 4
2.1 Tanaman Bayam... 4
2.1.1Uraian Tumbuhan Bayam Berduri... 5
2.1.2 Klasifikasi Tumbuhan... 5
2.1.3 Kandungan Kimia dan EfekFarmakologis... 6 2.1.4 Identitas Simplisia... 6
2.2 Uraian Tumbuhan Seledri... 7
2.2.1 Klasifikasi Tumbuhan... 8
2.2.2 Kandungan Kimia dan Efek Farmakologis... 8 2.2.3 Identitas Simplisia... 9
2.3 Simplisia ... 9
2.4 Pengertian Ekstrak... 14
2.4.1 Metode Pembuatan Ekstrak... 14
BAB III METEOLOGI PERCOBAAN... 19
3.1 Tempat dan Waktu Percobaan ... 19
3.2 Alat dan Bahan... 19
3.2.1 Alat... 19
3.2.2 Bahan... 19
3.3 Cara Pengujian Sampel... 19
3.4 Cara Penetapan Parameter... 19
3.5 Prosedur Percobaan... 20
3.5.1 Penyiapan Sampel... 20
3.5.2 Penetapan Kadar Sari Larut Air... 20
3.5.3 Penetapan Kadar Sari Larut Etanol ... 20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 22
4.1 Hasil ... 22
4.2 Pembahasan... 23
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 25
5.1 Kesimpulan... 25
5.2 Saran... 25
DAFTAR PUSTAKA... 26
LAMPIRAN TABEL... 29
LAMPIRAN GAMBAR... 30
LAMPIRAN PERHITUNGAN... 32
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Hasil kadar sari larut air dan kadar sari larut etanol... 22 Tabel 2. Kadar Sari Larut Air... 29 Tabel 3. Kadar Sari Larut Etanol... 29
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tanaman Bayam Berduri ... 30
Gambar 2. Tanaman Seledri ... 30
Gambar 3. Serbuk Simplisia Daun Bayam Duri ... 30
Gambar 4. Serbuk Simplisia Daun Seledri... 30
Gambar 5. Kadar Sari Larut Air Bayam Ulangan 1 ... 30
Gambar 6. Kadar Sari Larut Air Bayam Ulangan 2 ... 30
Gambar 7. Kadar Sari Larut Air Seledri 1... 31
Gambar 8. Kadar Sari Larut Air Seledri 2... 31
Gambar 9. Kadar Sari Larut Etanol Bayam Ulangan 1 ... 31
Gambar 10. Kadar Sari Larut Etanol Bayam Ulangan 2... 31
Gambar 11. Kadar Sari Larut Etanol Seledri 1... 31
Gambar 12. Kadar Sari Larut Etanol Seledri 2... 31
DAFTAR LAMPIRAN
1. Perhitungan Kadar Sari Larut Air ... 32 2. Perhitungan Kadar Sari Larut Etanol ... 34
ANALISA KADAR SARI LARUT AIR DAN KADAR SARI LARUT ETANOL PADA SIMPLISIA DAUN BAYAM BERDURI (Amaranthus spinos. L) DAN SIMPLISIA DAUN SELEDRI (Apium graveolens. L) DI
BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI MEDAN
Abstrak
Simplisia Daun Bayam Berduri (Amaranthus spinos. L) dan Simplisia Daun Seledri (Apium graveolens. L) merupakan bahan-bahan obat alam yang berguna sebagai antipiretik, sebagai sayuran, penyedap masakan sayuran, mengobati penyakit tekanan darah tinggi, antidiare dan masih banyak lagi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar sari larut air dan kadar sari larut etanol pada Simplisia Daun Bayam Berduri (Amaranthus spinos. L) dan Simplisia Daun Seledri (Apium graveolens. L) apakah telah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketetapan pada Farmakope Herbal Indonesia. Sampel diperoleh dari Baristand Industri Medan. Penentuan kadar sari larut air dan etanol dilakukan dengan parameter non spesifik ekstrak. Hasil penelitian pada kadar sari larut air dan etanol menunjukkan bahwa simplisia daun bayam berduri masing-masing 23,295% dan 10,795% serta simplisia daun seledri masing-masing 39,185% dan 17,54%. Menurut Farmakope Herbal Indonesia kadar sari larut air dan etanol pada simplisia daun bayam berduri masing-masing tidak kurang dari 7,5% dan tidak kurang dari 7,6% sedangkan pada simplisia daun seledri tidak kurang dari 10,3%
dan tidak kurang dari 5,2%. Kadar sari larut air dan etanol pada simplisia daun bayam berduri dan daun seledri memenuhi persyaratan Farmakope Herbal Indonesia.
Kata kunci : kadar sari larut air dan etanol, daun bayam berduri, daun seledri.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia dikaruniai kekayaan alam yang melimpah. Alam Indonesia keanekaragaman hayati merupakan sumber kecantikan yang tidak ada habisnya.
Pada zaman yang sudah modern ini, ternyata jamu masih diakui keberadaannya oleh masyarakat Indonesia. Seruan kembali ke alam atau istilah back to nature menjadi bahan pembicaraan seiring dengan semakin dirasakannya manfaat ramuan alam tradisional. Mengingat potensi yang sangat membantu meningkatnya kualitas kesehatan masyarakat, pemanfaatan ramuan tersebut seharusnya terus digalakkan (Tilaar, 1998).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional, obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun-temurun digunakan untuk pengobatan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat (Peraturan Menteri Kesehatan No.6, 2012).
Simplisiaadalah bahan alami yang digunakan untuk bahan obat dan belum mengalami perubahan proses apapun, dan kecuali dinyatakan lain umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibagi menjadi tiga golongan, yaitu simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelikan/mineral (Gunawan, 2010).
Semua tumbuhan bayam berasal dari Amerika, namun kini tumbuhan bayam sudah tersebar keseluruh dunia. Salah satu bayam yang sudah tersebar ke
seluruh dunia yaitu bayam duri. Tumbuhan bayam duri merupakan tumbuhan liar yang sering tumbuh di pekarangan rumah dan di halaman-halaman sekolah, di semak, di ladang atau di jalan-jalan kampung serta dipinggir-pinggir sungai.
Bayam duri (Amaranthus spinosus L.) termasuk tumbuhan jenis Amaranth (Thomas, 1989).
Tanaman seledri dipergunakan sebagai pelengkap masakan ataupun sebagai obat, selain itu tumbuhan seledri bersifat aditif dalam bahan makanan sehingga dipergunakan dalam jumlah sedikit tetapi penting (Embarsari, 2015).
Seledri (Apium graveolens L.) mengandung gizi cukup tinggi dan lengkap yaitu protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A, vitamin B1, vitamin C dan air. Selain kandungan gizinya cukup tinggi, seledri juga mengandung zat glukosa, apiol, flavonoid dan apiin (Jannah, 2016).
Penetapan kadar sari yang larut dalam air dimaksudkan untuk mengetahui jumlah senyawa yang dapat tersari dengan air dari suatu simplisia. Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol dimaksudkan untuk mengetahui jumlah senyawa yang dapat tersari dengan etanol dari suatu simplisia (Handayani dkk, 2017).
Penggunaan dua pelarut tersebut karena keduanya merupakan cairan pelarut yang diperbolehkan dan memenuhi syarat kefarmasian (pharmaceutical grade). Pelarut air dimaksudkan untuk melarutkan senyawa polar dan etanol untuk melarutkan senyawa non polar jika dibandingkan dengan pelarut air yang terdapat dalam sampel (Paramita dkk, 2019).
Metode ekstraksi maserasi adalah proses pengangkatan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada
temperatur ruangan kamar. Alasan pemilihan metode ekstraksi maserasi karena banyak mempunyai keuntungan dibandingkan dengan metode ekstraksi lainnya.
Keuntungan utama metode ekstraksi maserasi yaitu prosedur dan peralatan yang sederhana, metode ekstraksi maserasi tidak dipanaskan sehingga bahan alam tidak menjadi terurai, memungkinkan banyak senyawa terekstraksi meskipun beberapa senyawa memiliki kelarutan terbatas dalam pelarut pada suhu kamar (Heinrich, 2004).
Tujuan uji kadar sari larut air dan uji kadar sari larut etanol pada simplisia daun bayam berduri dan simplisia daun seledri untuk dijadikan standar atau kontrol untuk mutu dari obat herbal (Anonim, 2007). Syarat kadar sari larut air dan larut etanol pada bayam berduri masing-masing tidak kurang dari 7,5% dan tidak kurang dari 7.6%.). Syarat kadar sari larut air dan larut etanol pada seledri masing-masing tidak kurang dari 10,3% dan tidak kurang dari 5,2% (Ditjen POM, 2010).
1.2 Tujuan dan Manfaat 1.2.1 Tujuan
Untuk mengetahui apakah kadar sari larut air dan kadar sari larut etanol pada Simplisia Daun Bayam Berduri (Amaranthus spinos. L) dan Simplisia Daun Seledri (Apium graveolens. L) telah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketetapan pada Farmakope Herbal Indonesia.
1.2.2 Manfaat
1. Memberikan pengetahuan tambahan bagi peneliti dan pembaca.
2. Memberikan pengalaman kerja selama PKL di Balai Riset dan Stardardisasi Industri Medan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Bayam
Bayam adalah tanaman sayur-sayuran dengan nama ilmiah Amaranthus sp. Kata “amaranth” dalam bahasa Yunani berarti abadi. Tumbuhan ini dikenal sebagai sayuran sumber zat besi yang penting bagi tubuh. Bayam (Amaranthus sp) bayak dipromosikan sebagai sayuran dan sumber gizi bagi penduduk yang berada di negara berkembang. Tanaman bayam mengandung gizi yang tinggi dan komposisinya lengkap. Bayam mempunyai daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan tumbuh, sehingga dapat ditanam di dataran rendah sampai dataran tinggi. Penggolongan jenis bayam dibedakan atas dua macam yaitu bayam liar dan bayam dibudidaya (Rukmana, 1995).
Bayam liar memiliki dua tipe yaitu bayam tanah (Amaranthus blitum L) dan bayam berduri ( Amaranthus spinosis L). Kedua jenis bayam ini biasanya tumbuh liar artinya jarang atau tidak dikonsumsi oleh masyarakat. Ciri utama dari tanaman bayam liar adalah batangnya berwarna merah dan daunnya kaku (kasap) bahkan hingga berduri (Rukmana, 1995).
Jenis bayam yang dibudidayakan dibedakan atas 2 macam yaitu: Bayam cabut atau bayam hijau (Amaranthus tricolor sp) dan Bayam tahun ( Amaranthus hybidrus L ). Ciri-ciri dari bayam cabut adalah memiliki batang kemerahan atau
hijau keputihan dan mempunyai bunga yang keluar dari ketiak cabang. Bayam cabut yang batangnya merah sering disebut bayam merah, sedangkan bayam cabut yang batangnya putih sering disebut bayam putih. Ciri-ciri dari tanaman bayam tahun adalah memiliki daun yang lebar-lebar (Rukmana, 1995).
2.1. 1 Uraian Tumbuhan Bayam Berduri
Tumbuham bayam duri (A.spinosus L.) mempunyai batang yang tegak, lunak atau basah, tingginya dapat mencapai 1 meter, kerap bercabang banyak dan berduri. Daun bulat telur memanjang berbentuk lanset, panjang 5-8 cm, dengan ujung tumpul dan pangkal runcing. Daun pelindung dan anak daun pelindung runcing, panjangnya sama dengan tenda bunga. Daun tenda bunga berjumlah 5 dengan panjang 2-3 mm, gundul, hijau atau ungu dengan tepi transparan (Steenis, 2002).
Sebagai tanda khas dari tumbuhan bayam duri yaitu pada batang pohon, tepatnya dipangkal tangkai daun terdapat duri. Bunganya terletak di bawah duduk diketiak, yang atas terkumpul menjadi karangan bunga di ujung dan duduk di ketiak, bentuk bunga seperti bulir atau bercabang pada pangkalnya. Bulir ujung sebagian besar jantan, tidak berduri. Benang sari 5, lepas, tanpa taju yang disisipkan diantaranya. Kepala putik duduk, bentuk benang. Buah bulat memanjang dengan tutup yang rontok serta bayam duri juga berbiji (Steenis, 2002).
Tumbuhan bayam duri (A. Spinosus L.) merupakan tumbuhan yang tumbuh baik di tempat-tempat yang cukup sinar matahari dengan suhu udara antara 25°-35°C (Thomas, 1989).
2.1.2 Klasifikasi Tumbuhan Bayam Berduri
Berdasarkan ilmu taksonomi, klasifikasi tumbuhan bayam beduri adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Caryophyllales Famili : Amaranthaceae Genus : Amaranthus
Spesies : Amaranthus spinosus L. (Tjitrosoepomo, 2004) 2.1.3 Kandungan Kimia dan Efek Farmakologis
Bayam duri memiliki kandungan kimia antara lain vitamin A, C dan K, zat besi, garam-garam fosfat, piridoksin, kalium nitratrutin, serta amarantin (Permadi, 2006).
Selain sifatnya yang meluruhkan air seni, bayam duri juga mempunyai sifat sebagai antipiretik, penghilang racun, menghilangkan bengkak, antidiare dan membersihkan darah (Permadi, 2006).
2.1.4 Identitas Simplisia
Berupa helaian daun kering melipat atau menggulung tidak beraturan dengan tangkai daun yang panjang, pangkal tumpul atau membulat, tepi daun tidak rata, beringgit atau bergerigi tidak tajam, warna hijau kehitaman, tidak berbau, rasa sedikit asam (Ditjen POM, 2011).
Persyaratan :
a) Susut pengeringan, tidak lebih dari 10%
b) Abu total, tidak lebih dari 9,1%
c) Abu tidak larut asam, tidak lebih dari 0,3%
d) Sari larut air, tidak kurang dari 7,5%
e) Sari larut etanol, tidak kurang dari 7,6% (Ditjen POM, 2011).
2.2 Uraian Tumbuhan Seledri
Herba seledri merupakan terna, tumbuh tegak, tinggi sekitar 50 cm dengan bau aromatik yang khas. Batang bersegi, beralur, beruas, tidak berambut, bercabang dengan daun 3-7 helai. Anak daun bertangkai, panjang 1-2,7 cm, pertulangan menyirip, berwarna hijau keputih-putihan. Bunga majemuk berbentuk payung, 8-12 buah, kecil-kecil, berwarna putih. Buah kotak, berbentuk kerucut, panjang 1-1,5 mm, berwarna hijau kekuningan. Seledri dipanen setelah berumur 6 minggu sejak ditanam. Tangkai daun yang agak tua dipotong 1 cm diatas pangkal daun. Daun muda dibiarkan tumbuh untuk dipanen kemudian. Tangkai daun yang berdaging dab berair dapat di makan mentah sebagai lalap, sedangkan daun digunakan untuk penyedap masakan sayur (Mun’im dan Hanani, 2011).
Menurut Soewito (1991), seledri termasuk dalam famili Umbeliflorae.
Menurut jenisnya, tanaman ini dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu : 1. Seledri daun (Apium graveolens L. Var Scalinum Alef)
Jenis ini tumbuh di tanah yang agak kering dan yang digunakan adalah daunnya. Cara yang digunakan untuk memanennya adalah dengan dicabut.
2. Seledri potong (Apium graveolens L. Var. Sylvestre Alef)
Seledri jenis ini lebih suka tumbuh di tanah yang mengandung pasir ataukerikil serta basah tetapi tidak sampai tergenang. Cara memetiknya adalah dengan cara dipotong.
3. Seledri berumbi (Apium graveolens L. Var. Rapaceum Alef)
Jenis seledri berumbi ini tumbuh di tanah yang gembur dan banyakmengandung air.Bentuk batangnya membesar bagaikan umbi.Bagian yang paling umum digunakan adalah bagian umbi dan batang.
Di antara ketiga golongan seledri tersebut yang banyak ditanam di Indonesia adalah seledri daun (Apium graveolens L. Var Scalinum Alef).Tanaman seledri dapat dipetik hasilnya setelah berumur 2 – 3 bulan setelah penaburan benih (Soewito, 1991).
2.2.1 Klasifikasi Tumbuhan Seledri Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta Kelas : Mangnolisisa Ordo : Apicedes Famili : Apiceae Genus : Apium
Spesies : Apium graveolens L (Arisandi dan Sukohar, 2016).
2.2.2 Kandungan Kimia dan Efek Farmakologis
Seluruh bagian tanaman mengandung glikosida, apiin, isoquersetin, umbilliferon, mannite, inosite, asparagin, glutamin, cholin, linamaros, provitamin A, vitamin C dan vitamin B. Biji mengandung senyawa kumarin berupa bergapten, seselin, isoimperatorin, astenol, isopimpinelin dan apigrafin. Daun mengandung minyak atsiri beupa apiol, bisabolen, calamenen, camphen, carvacrol, cuminal, β-caryophyllen, p-cymene, dihidrocarvon, elemen, elemicin, farnesen, humuladienon, humulen, limonen, mycren, nyristicin, ocimen, a-pinen, β-pinen, santalol, sedanolid, β-selinen, sesquiterpen asetat, terpinen, terpineol, garam fosfat, vitamin A, vitamin B dan vitamin C. Batang daun dan biji mengandung apiin dan apigenin (Mursito, 2007).
Menurut Ashari (1995), di daerah tropis seperti Indonesia, tanaman seledrikurang besar ukuran batangnya sehingga seluruh bagian tanaman digunakan sebagai sayur. Seledri banyak mengandung vitamin A, vitamin B1, vitamin C, dan berkalori tinggi.Selain sebagai sayuran, seledri juga dapat digunakan sebagai obat-obatan terutama untuk tekanan darah tinggi.Daunnya juga bisa digunakan sebagai bahan kosmetika.
2.2.3 Identitas Simplisia
Berupa daun tipis, rapuh, bentuk belah ketupat miring, panjang 2-8 cm, lebar 2-5 cm, pangkal dan ujung anak daun runcing, panjang tangkai anak daun 1- 3 cm, warna hijau tua, bau san rasa khas (Ditjen POM, 2010).
Persyaratan :
a) Susut pengeringan, tidak lebih dari 13%
b) Abu total, tidak lebih dari 19,3%
c) Abu tidak larut asam, tidak lebih dari 4,2%
d) Sari larut air, tidak kurang dari 10,3%
e) Sari larut etanol, tidak kurang dari 5,2% (Ditjen POM, 2010).
2.3 Simplisia
Simplisia adalah bentuk jamak dari kata simpleks yang berasal dari kata simple, berarti satu atau sederhana.Istilah simplisia dipakai untuk menyebut
bahan-bahan obat alam yang masih berada dalam wujud aslinya atau belum mengalami perubahan bentuk.Departemen Kesehatan RI membuat batasan tentang simplisia sebagai berikut. Simplisia adalah bahan alami yang digunakan untuk bahan obat dan belum mengalami perubahan proses apapun, dan kecuali dinyatakan lain umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan maka simplisia
dibagi menjadi tiga golongan, yaitu simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelikan/mineral (Gunawan, 2010).
Berdasarkan bahan bakunya simplisia biasa diperoleh dari tanaman liar dan atau dari tanaman yang dibudidayakan.Jika simplisia diambil dari tanaman budi daya maka keseragaman umur, masa panen, dan galur (asal usul, garis keturunan) tanaman dapat dipantau. Sementara jika diambil dari tanaman liar maka banyak kendala dan variabilitas yang tidak bias dikendalikan seperti asal tanaman, umur, dan tempat tumbuh (Gunawan, 2010).
Dasar pembuatan simplisia meliputi beberapa tahapan. Adapun tahapan tersebut dimulai dari pengumpulan bahan baku, sortasi basah, pencucian, pengubahan bahan, pengeringan, sortasi kering, pengepakan, dan penyimpanan (Gunawan, 2010).
1) Pengumpulan bahan baku
Tahapan pengumpulan bahan baku sangat menentukan kualitas bahan baku. Faktor yang paling berperan dalam tahapan ini adalah masa panen.
Berdasarkan garis besar pedoman panen, pengambilan bahan baku tanaman Berdasarkan garis besar pedoman panen, pengambilan bahan baku tanaman dilakukan sebagai berikut.
a. Biji
Pengambilan biji dapat dilakukan pada saat mulai mengeringnya buah atau sebelum semuanya pecah.
b. Buah
Pengambilanbuah tergantung tujuandan pemanfaatan kandungan
aktifnya. Panen buah bias dilakukan saat menjelang masak (misalnya Piper nigrum), setelah benar-benar masak (misalnya adas), atau dengan
cara melihat perubahan warna/bentuk dari buah yang bersangkutan (misalnya jeruk, asam, dan papaya).
c. Bunga
Pemanenan bunga tergantung dari tujuan pemanfaatan kandungan aktifnya.Panen dapat dilakukan pada saat menjelang penyerbukan, saat bunga, masih kuncup (seperti pada Jasminum sambac, melati), atau saat bunga sudah mulai mekar (misalnya Rosa sinensis, mawar).
d. Daun atau herba
Panen daun atau herba dilakukan pada saat proses fotosintesis berlangsung maksimal, yaitu ditandai dengan saat-saat tanaman mulai berbunga atau buah mulai masak. Untuk pengambilan pucuk daun, dianjurkan dipungut pada saat warna pucuk daun berubah menjadi daun tua.
e. Kulit batang
Pemanenan kulit batang hanya dilakukan pada tanaman yang sudah cukup umur.Saat panenyang paling baik adalah awal musim kemarau.
f. Umbi lapis
Panen umbi dilakukan pada saat akhir pertumbuhan.
g. Rimpang
Panen rimpang dilakukan pada saat awal musim kemarau.
h. Akar
Panen akar dilakukan pada saat proses pertumbuhan berhenti atau tanaman sudah cukup umur. Panen yang dilakukan terhadap akarumumnya akan
mematikan tanaman yang bersangkutan (Gunawan, 2010).
2) Sortasi basah
Sortasi basah adalah pemilahan hasil panen ketika tanaman masih segar.
Sortasi dilakukan terhadap:
a. Tanah dan kerikil, b. Rumput-rumputan,
c. Bahan tanaman lain atau bagian lain dari tanaman yang tidak digunakan, d. Bagian tanaman yang rusak (dimakan ulat dan sebagainya) (Gunawan,
2010).
3) Pencucian
Pencucian simplisia dilakukan untuk membersihkan kotoran yang melekat, terutama bahan-bahan yang berasal dari dalam tanah juga bahan-bahan yang tercemar pestisida (Gunawan, 2010).
4) Pengubahan bentuk
Pada dasarnya tujuan penngubahan bentuk simplisia adalah untuk memperluas permukaan bahan baku. Semakin luas permmukaan bahan baku akan semakin cepat kering, maka perlu dilakukan pengubahan bentuk pada bahan (Gunawan, 2010).
5) Pengeringan
Proses pengeringan simplisia, terutama bertujuan sebagai berikut..
a. Menurunkan kadar air sehingga bahan tersebut tidak mudah ditumbuhi kapang dan bakteri.
b. Menghilangkan aktivitas enzim yang bisa menguraikan lebih lanjut kandungan zat aktif.
c. Memudahkan dalam hal pengelolaan proses selanjutnya (ringkas, mudah disimpan, tahan lama, dan sebagainya) (Gunawan, 2010).
6) Sortasi kering
Sortasi kering adalah pemilihan bahan setelah mengalami proses pengeringan. Pemilihan dilakukan terhadap bahan-bahan yang terlalu gosong, bahan yang rusak akibat terlindas roda kendaraan (misalnnya dikeringkan di tepi jalan raya), atau dibersihkan dari kotoran hewan (Gunawan, 2010).
7) Pengepakan dan penyimpanan
Setelah tahap pengeringan dan sortasi kering selesai maka simplisia perlu ditempatkan dalam suatu wadah tersendiri agar tidak saling bercampur antara simplisia satu dengan lainnya (Gunawan, 2010).
Adapun faktor yang mempengaruhi pengepakan dan penyimpanan simplisia adalah sebagai berikut.
a. Cahaya.
b. Oksigen atau sirkulasi udara.
c. Reaksi kimia yang terjadi antara kandungan aktif tanaman dengan wadah.j d. Penyerapan air.
e. Kemungkinan terjadinya proses dehidrasi.
f. Pengotoran dan atau pencemaran, baik yang diakibatkan oleh serangga, kapang, bulu-bulu tikus atau binatang lain (Gunawan, 2010).
Beberapa catatan tentang penyimpanan simplisia dijelaskan sebagai berikut.
a) Jenis-jenis simplisia yang tahan disimpan adalah kulit kayu, kayu, akar, serta bahan-bahan yang mengandung dammar, resin, dan sejenisnya. Ini dikarenakan bahan-bahan tersebut relatif kurang menyerap air.
a) Simplisia yang mudah mennyerap air adalah daun, herba kering, bahan yang banyak bulu-bulunya serta tipis, dan umbi-umbian yang banyak mengandung amilum. Bahan-bahan ini mampu mennyerap air hingga 10- 15% dari bobot bahan,
b) Pengaruh kadar air terhadap glikosida dapat mengakibatkan penguraian dari glikosida yang bersangkutan jika kadar airnya mencapai lebih dari 8%.
c) Kadar air simplisia paling layak adalah kurang dari 5% (Gunawan, 2010).
Pemeriksaan mutu simplisia dapat dilakukan yang terdiri dari:
a. Pemeriksaan organoleptik, meliputi pemeriksaan warna, bau, dan rasa dari bahan,
b. Pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, meliputi pemeriksaan ciri-ciri bentuk luar yang spesifik dari bahan (morfologi) maupun cirri-ciri spesifik dari bentuk anatominya.
c. Pemeriksaan fisika dan kimiawi, meliputi tetapan fisika (indeks bias, titik lebur, dan kelarutan) serta reaksi-reaksi identifikasi kimiawi seperti reaksi warna dan pengendapan.
d. Uji biologi, penetapan angka kuman, pencemaran, dan percobaan terhadap binatang (Gunawan, 2010)
2.4 Pengertian Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang diperoleh dengan Mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang sesuai. Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang terisi diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Ditjen POM, 1995).
Ekstraksi merupakan proses penyarian senyawa kimia yang terdapat dalam bahan alam atau bersasal di dalam sel dengan menggunakan pelarut dan metode yang tepat. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Ditjen POM, 1995).
2.4.1 Metode pembuatan ekstrak
Metode pembuatan ekstrak yang umum digunakan adalah ekstraksi dengan menggunakan suatu pelarut, ekstraksi dapat dilakukan dengan cara panas atau cara dingin. Pelarut atau cairan penyari yang digunakan dalam ekstraksi dapat berupa air, etanol, campuran etanolair, dan eter (Harborne, 1987).
Cara ekstraksi yang dilakukan tergantung dari sifat zat aktif yang terkandung dalam simplisia tersebut (Ditjen POM, 1995).
1. Cara dingin a) Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Maserasi bertujuan untuk menarik zat-zat yang tahan pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan.Secara teknologi maserasi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada
keseimbangan.Maserasi dilakukan dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada
ruangan atau kamar (Ditjen POM,2000).
Maserasi berasal dari bahasa latin Macerace berarti mengairi dan melunakan. Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana. Dasar dari maserasi adalah melarutnya bahan kandungan simplisia dari sel yang rusak, yang terbentuk pada saat penghalusan, ekstraksi (difusi) bahan kandungan dari sel yang masih utuh. Setelah selesai waktu maserasi, artinya keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel dengan masuk kedalam cairan, telah tercapai maka proses difusi segera berakhir. Selama maserasi atau proses perendaman dilakukan pengocokan berulang-ulang. Upaya ini menjamin keseimbangan konsentrasi bahan ekstraksi yang lebih cepat didalam cairan.
Sedangkan keadaan diam selama maserasi menyebabkan turunannya perpindahan bahan aktif. Secara teoritis pada pada suatu maserasi tidak memungkinkan terjadinya ekstraksi absolut. Semakin besar perbandingan simplisia terhadap cairan pengekstraksi, akan semakin banyak hasil yang diperoleh (Voigh, 1994).
b) Perkolasi
Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prinsip perkolasi adalah sebagai berikut : Serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang dibagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak ke bawah disebabkan oleh
kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan di atasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan (Ditjen POM, 1986).
Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain : gaya berat, kekuatan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosis, adhesi, daya kapiler dan daya gesekan (friksi). Cara perjolasi lebih baik daripada cara maserasi karena aliran penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi dengan larutan konsentrasinya lebih rendah (Ditjen POM, 1986).
2. Cara panas a). Refluks
Refluks adalah penyarian untuk mendapatkan ekstrak cair yaitu dengan proses penguapan dengan menggunakan alat refluks. Prinsip kerja refluks yaitu dengan cara cairan penyari diisikan pada labu, serbuk simplisia diisikan pada tabung dari kertas saring atau tabung yang berlubang-lubang dari gelas, baja tahan karat atau bahan lainya yang cocok. Cairan penyari dipanaskan hingga mendidih.
Uap penyari akan naik ke atas melalui serbuk simplisia. Uap penyari mengembun karena didinginkan oleh pendingin balik. Embun turun melalui serbuk simplisia sambil melarutkan zat aktifnya dan kembali ke labu. Cairan akan menguap kembali berulang seperti proses di atas (Ditjen POM, 1986). Keuntungan dari metode refluks ini yaitu menggunakan pelarut yang sedikit, hemat serta ekstrak yang didapat lebih sempurna sedangkan kerugian metode ini yaitu uap panas langsung melalui serbuk simplisia (Ditjen POM, 1986).
b). Sokhletasi
Soxhletasimerupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan, cairan penyari dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi
menjadi molekul-molekul air oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia dalam klongsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah melewati pipa sifon (Ditjen POM, 1986).
Alat soxhletasi merupakan penyempurnaan alat ekstraksi, alat tersebut disebut alat ”Soxhlet”. Uap cairan penyari naik ke atas melalui pipa samping, kemudian diembunkan kembali oleh pendingin tegak. Cairan turun ke labu melalui tabung yang berisi serbuk simplisia. Cairan penyari sambil turun melarutkan zat aktif serbuk simplisia karena adanya sifon maka setelah cairan mencapai permukaan sifon, seluruh cairan kembali ke labu. Cairan ini lebih menguntungkan karena uap panas tidak melalui serbuk simplisia, tetapi melalui pipa samping. Ekstraksi sempurna ditandai bila cairan di sifon tidak berwarna, tidak tampak noda jika di KLT, atau sirkulasi telah mencapai 20-25 kali. Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan (Ditjen POM 1986).
c) Digesti
Digesti merupakan maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinyu) pada temperatur yang lebih tinggi dari suhu kamar, secara umum dilakukan pada suhu 40-50°C (Ditjen POM, 2000).
d) Infus
Infus merupakan ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur berkisar antara 96-98°C) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Ditjen POM, 2000).
e) Dekok
Dekok merupakan infus pada waktu yang lebih lama (≥30 menit) dengan temperatur sampai titik didih air (Ditjen POM 2000).
BAB III
METEOLOGI PERCOBAAN
3.1 Tempat dan Waktu Percobaan
Percobaan dilakukan di Laboratorium Makanan Minuman Hasil Pertanian dan Laboratorium Pengujian Instrument Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan yang berada di jalan Sisingamangaraja No.24 Medan pada tanggal 18 Februari sampai 18 Maret 2019.
3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat
Alat yang digunakan batang pengaduk, cawan penguap, corong, desikator, erlenmeyer 250 mL, kertas saring, labu ukur 100 mL, oven, penangas air listrik, penjepit tabung, pipet volume 25 mL, spatula dan timbangan analitik.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan adalah akuades, etanol, simplisia daun seledri (Apium graveolens L.) dan simplisia daun bayam berduri (Amaranthus spinosus L.).
3.3 Cara Pengambilan Sampel
Sampel simplisia Daun Seledri (Apium graveolens L.) dan simplisia daun bayam berduri (Amaranthus spinosus L.) diperoleh dari Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan.
3.4 Cara Penetapan Parameter
Analisa kadar pada simplisia daun seledri dan daun bayam berduri dilakukan dengan parameter Non Spesifik Ekstrak (Penetapan kadar sari larut air dan Penetapan kadar sari larut etanol).
3.5 Prosedur Penelitian 3.5.1 Penyiapan Sampel
Serbuk simplisia Daun Seledri (Apium graveolens L.) dan simplisia daun bayam berduri (Amaranthus spinosus L.) dibuat dari simplisia utuh yang sudah dikeringkan melalui proses pembuatan serbuk dengan cara diblender tanpa menyebabkan kerusakan atau kehilangan kandungan kimia yang dibutuhkan dan diayak dengan mengunakan ayakan (Ditjen POM, 2011).
3.5.2 Penetapan Kadar Sari Larut Air pada Simplisia
Timbang seksama 2 gram contoh ke dalam sebuah labu ukur 100 ml yang telah diketahui bobotnya, di rendam dengan akuades hingga tanda garis. Dikocok selama 6 jam kemudian dibiarkan selama 18 jam ditempat yang gelap. Di saring, filtratnya dikumpul. Dipipet sebanyak 25 ml filtrat ke dalam cawan yang telah diketahui bobot kosongnya. Dipanaskan di atas penangas air sampai kering, lalu dimasukkan ke dalam oven selama 2 jam pada suhu 105±2oC. Dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit, lalu ditimbang sampai bobot konstan. Dihitung kadar sari airnya (Ditjen POM, 2011).
3.5.3 Penetapan Kadar Sari Larut Etanol pada Simplisia
Timbang seksama 2 gram contoh ke dalam sebuah labu ukur 100 ml yang telah diketahui bobotnya, di rendam dengan etanol hingga tanda garis. Dikocok selama 6 jam kemudian dibiarkan selama 18 jam ditempat yang gelap. Di saring, filtratnya dikumpul. Dipipet sebanyak 25 ml filtrat ke dalam cawan yang telah diketahui bobot kosongnya. Dipanaskan di atas penangas air sampai kering, lalu dimasukkan ke dalam oven selama 2 jam pada suhu 105±2oC. Dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit, lalu ditimbang sampai bobot konstan.
Dihitung kadar sari airnya (Ditjen POM, 2011).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Penetapan kadar sari larut air dan penetapan kadar sari larut etanol pada simplisia daun bayam berduri dan simplisia daun seledri dilakukan dengan metode maserasi dan memperoleh hasil kadar sari larut air dan kadar sari larut etanol seperti pada tabel 1
Tabel 1. Hasil kadar sari larut air dan kadar sari larut etanol
Sampel Parameter Persyaratan (FHI
2010,2011) Hasil
Simplisia Daun Bayam Berduri
Kadar Sari Larut
Air Tidak kurang dari 7,5% 23,295%
Kadar Sari Larut
Etanol Tidak kurang dari 7,6 % 10,795%
Simplisia Daun Seledri
Kadar Sari Larut
Air Tidak kurang dari 10,3% 39,07%
Kadar Sari Larut
Etanol Tidak kurang dari 5,2 % 17,54%
Hasil kadar sari larut air dan kadar sari larut etanol pada simplisia daun bayam berduri sebesar 23,465% dan 10,795% sedangkan menurut Farmakope Herbal Indonesia tidak kurang dari 7,5% dan tidak kurang dari 7,6% maka hasilnya memenuhi syarat (Ditjen POM, 2010).
Hasil kadar sari larut air dan kadar sari larut etanol pada simplisia daun seledri sebesar 39,185% dan 17,54% sedangkan menurut Farmakope Herbal Indonesia tidak kurang dari 10,3% dan tidak kurang dari 5,2%maka hasilnya
Penelitian tersebut dilakukan pengulangan guna mendapatkan hasil yang lebih akurat. Hasil pengulangan dapat dilihat pada tabel 2 dan 3 pada lampiran tabel halama 29.
4.2 Pembahasan
Simplisiaadalah bahan alami yang digunakan untuk bahan obat dan belum mengalami perubahan proses apapun, dan kecuali dinyatakan lain umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibagi menjadi tiga golongan, yaitu simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelikan/mineral (Gunawan, 2010).
Daun bayam berduri dan daun seledri adalah simplisa yang telah melalui tahap pembuatan simplisia mulai dari pengumpulan bahan baku, sortasi basah, pencucian, pengubahan bahan, pengeringan, sortasi kering, pengepakan dan penyimpanan.
Uji kadar sari dari suatu ekstrak bahan obat alam dimaksudkan agar dapat memberikan gambaran awal sejumlah kandungan. Berbagai senyawa penyarian dari bahan obat alam seperti penyarian dengan pelarut air atau alkohol digunakan untuk menentukan presentase tersarinya dengan pelarut tersebut (Anonim, 2007).
Uji ini sangat barmanfaat bagi kita, karena kita dapat menentukan kadar dari suatu sampel sehingga memudahkan kita dalam pembuatan suatu sediaan obat yang sesusai yang kita inginkan.
Berbagai senyawa penyarian dari bahan obat alam seperti penyarian dengan pelarut air atau alkohol digunakan untuk menentukan presentase tersarinya dengan pelarut tersebut. Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol lebih sering digunakan untuk mengetahui apakah bahan baku obat tradisional
tersebut dapat larut dalam pelarut organik. Penetapan kadar sari larut dalam air digunakan untuk menentukan kemampuan dari bahan obat tersebut apakah tersari dalam pelarut air (Anonim, 2007).
Metode maserasi dipilih sebagai metode dalam proses ekstraksi karena sifat daun yang lunak dan mudah mengembang dalam cairan pengekstraksi. Selain itu, maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana karena cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat altif. Zat aktif akan larut dan adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam dengan di luar sel menyebabkan larutan yang terpekat keluar hingga keseimbangan konsentrasi antara larutan di dalam dengan di luar sel (Markham, 1988).
Kemampuan bahan obat terserap dalam air dapat menjadi acauan penggunaan jamu dalam bentuk rebusan (infusa) oleh masyarakat. Sehingga efek yang diinginkan tercapai, sedangkan kemampuan bahan obat tersari dalam etanol dapat dijadikan standar dalam pembuatan sediaan ekstrak. Besarnya kadar yang tersari dapat dijadikan standar atau kontrol untuk mutu dari suatu bahan atau obat herbal tersandarkan (Anonim, 2007).
Dalam menetapkan besarnya kadar sari yang terkandung dalam bahan obat tradisional (ekstrak) dilakukan beberapa kali penimbangan hingga diperoleh bobot tetap/konstan. Bobot konstan yang dimaksud adalah dua kali penimbangan berturut-turut berbeda tidak lebih dari 0,5 mg tiap gram sisa yang ditimbang (Anonim, 2007).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kadar sari larut air dan etanol pada simplisia daun seledri (Apium graveolens L.) dan simplisia daun bayam berduri (Amaranthus spinosus L.)
memenuhi persyaratan berdasarkan Farmakope Herbal Indonesia tahun 2010 dan 2011.
5.2 Saran
Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan parameter yang berbeda yaitu Parameter Non Spesifik (Penetapan kadar air, Penetapan kadar abu total dan Penetapan kadar abu tak larut asam) guna mengetahui apakah sampel simplisia daun bayam berduri dan simplisia daun seledri dapat dijadikan sebagai obat tradisional.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2007). Penuntun Praktikum Faemakognosi I. Makassar: Universitas Muslim Indonesia
Arisandi, R dan S. Asep. (2016). Seledri (Apium graveolens L.) sebagai Agen Kemopreventf bagi kanker. Majority. Volume 5, No 2. Lampung:
Universitas Lampung. Halaman: 96
Ashari, Sumeru. (1995). Hortikultura Aspek Budidaya. Jakarta: UI Press.
Ditjen POM. (1986). Sediaan Galenik. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Ditjen POM. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Embarsari, R. P. (2015). Pertumbuhan dan Hasil Seledri (Apium graveolens L.) pada Sistem Hidroponik Sumbu dengan Jenis Sumbu dan Media Tanam Berbeda. Jurnal Agro. Volume 2, No 2. Halaman: 1-2
Fadilah, D. (2014). Parameter Standarisasi Mutu Simplisia. Diakses dari:
https://fadilahdaniah.wordpress.com/2014/04/22/parameter-standarisasi- mutu-simplisia. pada tanggal 22 Mei 2019.
Gunawan, D dan S. Mulyani. (2010). Ilmu Obat Alam (Farmakognosi Jilid I).
Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman: 9-18
Handayani, dkk. (2017). Penapisan Fitokimia dan Karakterisasi Simplisia Daun Jambu Mawar. Jurnal Farmasi. Volume 5, No 3. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Halaman: 180
Harborne, J. B. (1987). Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan. Edisi ke 2. Bandung: ITB. Halaman: 123
Heinrich, M., dkk. (2004). Fundamentals of Pharmacognosy and phytotherapy.
United Kingdom: Churchill Livingstone. Halaman : 288
Jannah, H. (2016). Pengaruh Paranet pada Suhu dan Kelembaban Terhadap Pertumbuhan Seledri (Apium graveolens L.). Jurnal Pendidikan Mandala.
Volume 1. Mataram: FPMIPA IKIP Mataram. Halaman: 56
Markham, K.R. (1988). Cara Mengidentifikasi Flavonoid, terjemahanKosasih Padmawinata. Bandung: Penerbit Liberty.
Mursito, B. (2007). Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Jantung. Jakarta:
Penebar Swadaya. Cetakan ke 6. Halaman: 89-90
Paramita dkk. Karakterisasi Simplisia Teh Hitam dari Tanaman Camelia sinensis Var. assamica dari Perkebunan Teh Bali Cahaya Amerta, Desa Angseri, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, Bali. Jurnal Kimia. Bali:
Universitas Udayana. Halaman: 63
Permadi, A. (2006). Tanaman Obat Pelancar Air Seni. Jakarta: Penebar Swadaya.
Halaman: 21-22
Rukmana, R. (1994). Bayam, Bertanam dan Pengelolaan Pasca Panen.
Yogyakarta: Kanisius.
Soewito. (1991). Bercocok Tanam Seledri. Jakarta: Titik Terang.
Steenis, V. (2002). Flora untuk Sekolah di Indonesia. Diterjemahkan oleh Moeso Sarjowinoto, Edisi ke 6. Jakarta: Prodni Paramita. Halaman: 177-178 Tilaar, M. (1998). Pandangan Industri Obat Tradisional Terhadap Penyediaan
Simplisia Tanaman Obat dari Hasil Budidaya. Jakarta: Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan.
Thomas, A. N. S. (1989). Tanaman Obat Tradisional. Yogyakarta: Kanisius.
Halaman: 25
Tjitrosoepomo, C. (2004). Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman: 130-135
Voight, R. (1994). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Edisi V. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada Press.
LAMPIRAN
LAMPIRAN TABEL
Tabel 2. Kadar Sari Larut Air
Nama contoh
Berat contoh
(W)
Bobot cawan + endapan (W1)
Bobot cawan
kosong (W2) Kadar Rata- Rata
Simplisia Daun Bayam
Beduri
2,0065 g 64,2783 g 64,1616 g 23,26%
23,295%
2,0073 g 59,2624 g 59,1453 g 23,33%
Simplisia Daun Seledri
2,0010 g 60,3545 g 60,1570 g 39,30%
39,185%
2,0005 g 61,3143 g 61,1189 g 39,07%
Tabel 3. Kadar Sari Larut Etanol
Nama contoh
Berat contoh
(W)
Bobot cawan + endapan (W1)
Bobot cawan
kosong (W2) Kadar Rata- Rata
Simplisia Daun Bayam
Beduri
2,0105 g 60,7287 g 60,6740 g 10,88%
10,795%
2,0125 g 67,2511 g 67,1972 g 10,71%
Simplisia Daun Seledri
2,0003 g 65,2102 g 65,1217 g 17,69%
17,54%
2,0002 g 60,6324 g 60,5454 g 17,39%
LAMPIRAN GAMBAR
Gambar 1 : Tanaman Bayam Berduri Gambar 2 : Tanaman Seledri
Gambar 3: Serbuk Simplisia Gambar 4 : Serbuk Simplisia Daun Daun Bayam Duri Seledri
Gambar 5: Kadar Sari Larut Air Bayam Gambar 6: Kadar Sari Larut Air Bayam
Duri Ulangan 1 Duri Ulangan 2
Gambar 7: Kadar Sari Larut Air Gambar 8: Kadar Sari Larut Air Seledri Ulangan 1 Seledri Ulangan 2
Gambar 9: Kadar Sari Larut Etanol Gambar 10: Kadar Sari Larut etanol Bayam Duri Ulangan 1 Bayam Duri Ulangan 2
Gambar 11: Kadar Sari Larut Etanol Gambar 12: Kadar Sari Larut Etanol Seledri Ulangan 1 Seledri Ulangan 2
LAMPIRAN PERHITUNGAN 1. Perhitungan Kadar Sari Larut Air
Kadar sari larut air = 1- 2 x
x 100 Keterangan:
W = bobot contoh (gram)
W1 = bobot cawan + endapan (gram) W2 = bobot cawan kosong (gram) FP = Faktor Pengenceran
a) Simplisia Daun Bayam Berduri Ulangan 1 = 64 2783 –64,1616 g x 4
2,0065 g x 100 = 0,1167 g x 4
2,0065 g x 100 = 0,4668 g
2,0065 g x 100 = 0,2326 x 100%
= 23,26%
Ulangan 2 = 59,2624 g–59,1453 g x 4
2,0073 g x 100 = 0,1171g x 4
2,0073 g x 100 = 0,4684 g
2,0075 g x 100 = 0,2333 x 100%
= 23,33%
Kadar Sari Larut Air = 23,6 23,33
2 = 46,59
2 = 23,295%
b) Simplisia Daun Seledri Ulangan 1 = 60,3545 g –60, g x 4
2,0010 g x 100 = 0,1966 g x 4
2,0010 g x 100 = 0,7864 g
2,0010 g x 100 = 0,3930 x 100%
= 39.30%
Ulangan 2 = 61,3143 g–61,1189 g x 4
2,0005 g x 100 = 0,1954g x 4
2,0005 g x 100 = 0,7816 g
2,0005 g x 100 = 0,3907 x 100%
= 39,07%
Kadar Sari Larut Air = 39,30 39,07
2 = 78,37
2 = 39,185%
2. Perhitungan Kadar Sari Larut Etanol Perhitungan:
Kadar sari larut etanol = 1- 2 x
x 100 W = bobot contoh , dalam gram
W1 = bobot cawan + endapan, dalam gram W2 = bobot cawan kosong, dalam gram FP = Faktor Pengenceran
a). SimplisiaDaun Bayam Berduri Ulangan 1 = 60,7287 g –60,6740 g x 4
2,0105 g x 100 = 0,0547 g x 4
2,0105 g x 100 = 0,2188g
2,0105 g x 100 = 0,1088 x 100%
= 10,88%
Ulangan 2 = 67,2511 g–67,1972 g x 4
2,0125 g x 100 = 0,0539 g x 4
2,0125 g x 100 = 0,2156g
2,0125 g x 100 = 0,1071 x 100%
= 10,71%
Kadar Sari Larut Air = 10,88 10,71
2 = 21,592 = 10,795%
b). Simplisia Daun Seledri Ulangan 1 = 65,2102 g–65,1217 g x 4
2,0003 g x 100 = 0,0885g x 4
2,0003 g x 100 = 0,354g
2,0003 g x 100 = 0,1769 x 100%
= 17,69%
Ulangan 2 = 60,6324 g–60,5454 g x 4
2,0002 g x 100 = 0,087 g x 4
2,0002 g x 100 = 0,348g
2,0002 g x 100 = 0,1739 x 100%
= 17,39%
Kadar Sari Larut Etanol = 17,69 17,39 2 = 35,08
2 = 17,54%