• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RISALAH RAPAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RISALAH RAPAT"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

RISALAH RAPAT

PANITIA KERJA RANCANGAN UNDANG·UNDANG TENTANG

PEMBINAAN DAN PERLINDUNGAN KETENAGAKERJAAN (RUU PPK) DAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG

PENYELESAIAN PERSELISIHAN INDUSTRIAL (RUU PPI)

Tahun Sidang Masa Persidangan Rapat ke-

Jenis Rapat Sifat Rapat Hari/tanggal Waktu Deng an Tempat

2002-2003 Ill

8

Rapat Panitia Kerja Tertutup

Rabu, 19 Juni 2002 Pukul 14.30 WIB

Tim RUU PPK dan PPI Depnakertrans RI Ruang Rapat Komisi VII DPR RI

Ketua Rapat Sekretaris Rapat Acara

Ors. Tjarda Muchtar, M.B.A./Wakil Ketua Pansus RUU PPK & PPI Rr. Anita Soekardjo, S.H./Kabag Set. Komisi VII DPR RI

Pembahasan RUU PPK dan PPI

Hadir 11 orang anggota Panja

PIMPINAN PANJA 1. Ors. Tjarda Muchtar, M.B.A.

2. H. Amru Almutashim, S.H., M.M.

1. FRAKSI PDIP 1. Rusman Lumbantoruan

2. Dr. Rekso Ageng Herman 2. FRAKSI PG 1. Peddy Tandawuya, B.A.

2. H. Hasanuddin Murad, S.H.

3. Ors. lbnu Munzir

3. FRAKSI PPP 1. -

4. FRAKSI PKB 1. Dr. A. N. Radjawane

5. TNl/POLRI 1. Max Tamaela

2. Suwitno Adi

6. FRAKSI REFORMASI 1. K.H. Luthfi Achmad

7. FRAKSI KKI 1. -

8. FRAKSI PBB 1. -

9. FRAKSI POU

1. -

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

(2)

KETUA RAPAT (T JARDA MUCHTAR/F-PG):

Skor saya cabut.

Sebagaimana biasanya, Pak Dirjen kita baca kesimpulan atau kesepakatan kita kemarin pada tanggal 18 Juni 2002 hasil pembahasan DIM rumusan baru dari pemerintah, tambahan ayat 3 (tiga) dan ayat (4) baru tentang Outsourching, semula Pasal a menjadi pasal 76 a ayat (3) perubahan dan atau penambahan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan

Keputusan Menteri. Ayat (4) dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak tercapai, maka demi hukum status hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan penerima pemborongan beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi kerja.

Penjelasan Pasal 72 tentang pekerja yang bersifat tetap. Yang dimaksud dengan pekerjaan yang bersifat tetap dalam ayat ini adalah pekerja yang bersifat terus menerus tidak terputus-putus tidak dibatasi waktu dan merupakan bagian dari suatu proses produksi dalam satu perusahaan atau pekerja yang bukan musiman.

Pekerja yang bukan musiman adalah pekerjaan yang tidak tergantung cuaca atau pekerjaan yang dibutuhkan, karena adanya kondisi tertentu.

Rumusan Pasal 76 b baru ayat (1) Hubungan kerja dan pelaksana pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 a ayat (1) dalam Pasal 76 a ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis antara perusahaan lain dengan pekerja/buruh yang dipekerjakannya.

Ayat (2), Perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 a ayat (1) harus berbentuk badan hukum. Ayat (3), dalam hal perusahaan lain bukan berbentuk badan hukum dan tidak mampu memenuhi isi perjanjian kerja, maka perusahaan yang menyerahkan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 a ayat (1) bertanggungjawab atas pemenuhan perjanjian kerja tersebut. Ayat (4), Perlindungan kerja, syarat-syarat kerja, dan kondisi kerja bagi pekerja/buruh pada perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 a ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

Pasal 149 baru ayat (4) lnstansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan setelah menerima pemberitahuan pemogokan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) segera melakukan upaya agar terjadi kesepakatan untuk menyelesaikan perselisihan antara pekerja/buruh dengan pengusaha. Penjelasan ayat (4), upaya penyelesaian yang dimaksud ayat ini dilakukan oleh mediator dan merupakan mekanisme yang harus ditempuh, sehingga penyelesaian melalui mediasi dalam ayat ini merupakan pengecualian terhadap prosedur Penyelesaian Perrselisihan Hubungan Industrial yang diatur dalam Undang-Undang ini tentang Penyelesaian Perselisihan Hubugan Industrial Ayat (5) Dalam hal upaya penyelesaian perselisihan tidak mencapai kesepakatan, maka instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) harus sudah menyampaikan anjuran tertulis kepada kedua belah pihak sebelum terjadi mogok kerja, agar para pihak mengajukan perkaranya kepada pengadilan perselisihan hubungan industrial yang dilengkapi dengan risalah hasil perundingan.

Bab I Ketentuan Umum angka 10, kompetensi kerja adalah kemampuan kerja setiap individu sesuai dengan standar yang ditetapkan dengan menggunakan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja.

Angka 14, Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.

Angkat 15, Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah.

Angka 20, Lembaga kerjasama tripartit adalah forum komunikasi, konsultasi dan musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan yang anggotanya terdiri dari unsur organisasi pengusaha, organisasi pekerja/buruh dan pemerintah.

Angka 25, Penutupan Perusahaan atau terkenal dengan istilah Lock Out adalah tindakan pengusaha menghentikan sebagian-sebagian atau seluruh kegiatan perusahaan untuk sementara waktu sebagai akibat gagalnya perundingan, karena pekerja/buruh mengajukan tuntutan yang melampaui kemampuan perusahaan.

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

(3)

Angka 26, Pemutusan Hubungan Kerja adalah pengakhiran hubungan kerja ,karena satu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.

Tambahan ayat (4) dan (5) Pasal 89 tentang waktu kerja, ketentuan waktu istirahat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a dan huruf b tidak berlaku untuk sektor usaha dan pekerjaan tertentu.

Ayat (5). Ketentuan waktu istirahat sebagaimana dimaksud ayat (4) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 138 ayat (1) Pengusaha dilarang mengganti perjanjian kerja bersama dengan peraturan perusahaan selama di perusahaan yang bersangkutan masih ada serikat pekerja dan serikat buruh.

Ayat (2). Dalam hal di perusahaan tidak ada lagi serikat pekerja /serikat buruh dan perjanjian kerja bersama diganti dengan peraturan perusahaan, maka ketentuan yang ada dalam peraturan perusahaan tidak boleh lebih rendah dari ketentuan yang ada dalam perjanjian kerja bersama.

Usulan baru pemerintah Pasal 138 a ayat (1) dalam hal perjanjian kerja bersama yang sudah berakhir masa berlakunya akan diperpanjang atau diperbarui dan di perusahaan tersebut hanya terdapat satu serikat pekerja/serikat buruh, maka perpanjangan atau pembuatan pembaharuan Perjanjian Kerja Bersama tidak mensyaratkan ketentuan Pasal 131 baru. Ayat (2) Dalam hal Perjanjian Kerja Bersama yang sudah berakhir masa berlakunya akan diperpanjang/diperbarui dan di perusahaan tersebut terdapat lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh dan serikat pekerja/serikat buruh yang dulu berunding tidak lagi memenuhi ketentuan Pasal 131 a ayat (1), maka perpanjangan atau pembuatan pembaharuan perjanjian kerja bersama dilakukan oleh serikat pekerja/serikat buruh yang anggotanya lebih 50% dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan bersama-sama dengan serikat pekerja/serikat buruh yang membuat Perjanjian Kerja Bersama terdahulu dengan membentuk tim perundingan secara profesional. Ayat (3). Dalam hal Perjanjian Kerja Bersama yang sudah berakhir masa berlakunya akan diperpanjang atau diperbarui dan di perusahaan tersebut terdapat lebih dart satu serikat pekerja/serikat buruh dan tidak satupun serikat pekerja/serikat buruh yang ada memenuhi ketentuan Pasal 131 a ayat (1), maka perpanjangan atau pembuatan pembaruan Perjanjian Kerja Bersama dilakukan menurut ketentuan Pasal 131 ayat (2) dan (3).

Demikian bapak ibu sekalian hasil kesepakatan kita tanggal 18 bulan Juni. Yang kedua bapak ibu sekalian sekretariat sudah di edarkan jadwal, sudah terima pak ? jadwal ? tolong, tidak usah dibicarakan tentatif saja ya.

Baik bapak ibu sekalian, karena ada mekanisme yang berlaku di pembahasan kita ada titipan dari Pansus ke Panja, dan ada titipan Panja ke Timus, ada titipan Panja ke Timsin, kalau melihat itu.

f. TNl/POLRI (SUWITNO ADI):

Saya ingin klarifikasi saja. lni penjelasan ya, saya kira ayat (4) tadi ternyata penjelasan ayat (4) soalnya menyebutkan Pasal ini. Saya kira Pasal tadi temyata penjelasan.

KETUA RAPAT:

Baik, bapak ibu sekalian saya lanjutkan, kalau kita dari Pansus ke Panja , Panja ke Timus, Panja ke Timsin, itu kalau boleh katakan top down, tetapi di kita tidak top down juga ada materi-materi yang dart Timsin ke Timus, Timus ke Panja . Hart ini kita ada titipan dart Timus ke Panja yang harus kita ambil kesepakatan karena tanggung jawab Panja ini sebelum kita ke Pansus.

f·PDIP (RUSMAN LUMBANTORUAN):

Dari sisiran tugas-tugas Panja kemarin masih tersisa Pasal 48.

WAKIL KETUA (AMRU ALMUT ASHIM):

ltu yang terakhir saja.

f ·PDIP (RUSMAN LUMBANTORUAN):

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

(4)

KETUA RAPAT:

Dipersilakan Timus lapor atau menyampaikan penjelasan.

f. TNl/POLRI (SUWITNO ADI):

Mahon ijin ini Pak Sahroji saya yang menyampaikan, berhubung orang nya tidak ada. Jadi disini antara Pasal 5 dan Pasal 6 itu sepertinya maknanya sama oleh karena itu perlu diputuskan oleh Panja, terus kemudian Pasal 7 dalam menetapkan,

Pasal 5 berbunyi pengusaha wajib memberikan kesempatan yang sama tanpa diskriminasi kepada setiap tenaga kerja untuk memperoleh pekerjaan.

Pasal 6, Pengusaha wajib memberikan perlakuan yang sama tanpa diskriminasi kepada pekerja/buruh, bedanya Pasal 5 itu kesempatan, Pasal 6 perlakuan. Pada substansinya kelihatannya sama saja begitu.

WAKIL KETUA (AMRU ALMUTASHIM):

ltu kalau saya begini, memberi kesempatan itu misalnya dalam latihan pelatihan didalam pelatihan dan sebagainya, ltu namanya kesempatan, kalau perlakuan misalnya dalam hal gaji, dalam hal hak-hak nya, tapi mungkin pemerintah afdol memberikan penjelasan.

KETUA RAPAT:

Silakan Pemerintah!

PEMERINTAH:

Memang Pasal 5 dan 6 ini terkesan sama

1

tapi sebetulnya tidak sama. Jadi kalau kita melihat kata-kata terakhir pada Pasal 5, setiap tenaga kerja untuk memperoleh pekerjaan. Jadi ini bisa belum bekerja dia pak, belum bekerja untuk mendapatkan pekerjaan tidak boleh ada diskriminasi, tapi kalau Pasal 6 ini ada terhadap tenaga kerja yang sudah bekerja dimana syarat-syarat kerja dan perlindungannya tidak boleh ada diskriminasi. lni memang dijadikan Pasal berdekatan karena babnya kebetulan berjudul kesempatan dan perlakuan yang sama. Jadi beda sekali antara Pasal 5 dan Pasal 6 pak.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Ada kementar?

Baik Pasal 5 dan 6 sebagaimana saran Timus tidak ada perubahan, pengulangan oke saja.

(RAPAT: SETUJU)

f·TNl/POLRI (SUWITNO ADI):

Pasal 7 ayat (3), dalam menetapkan kebijakan strategi dan pelaksanaan program pembangunan ketenagakerjaan yang berkesinambungan pemerintah harus berpedoman pada perencanaan tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat 1.lni rekomendasinya.

Direkomendasikan ke Panja penyesuaian penulisan Pasal 7 ayat (3), setelah berkesinambungan ditambah kata pemerintah harus berpedoman. Bukan berdasarkan, aslinya berdasarkan, berdasarkan dan mengacu.

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

(5)

KETUA RAPAT:

Dalam penyusunan kebijakan-kebijakan strategidan pelaksanaan program pembangunan ketenagakerjaan yang berkesinambungan pemerintah harus berdasarkan /berpedoman usulan berpedoman kan? dan mengacu pada perencanaan tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Berkesinambungan, pemerintah di sini tidak ada?

WAKIL KETUA (AMRU ALMUTASHIM):

Adaini.

F·PDIP (RUSMAN LUMBANTORUAN):

Kata berkesinambungan saja diganti dengan berpedoman itu

KETUA RAPAT:

Dalam penyusunan Ketenagakerjaan dan dalam menyusun kebijakan strategi dan pelaksanaan program pembangunan ketenagakerjaan yang berkeseinambungan harus berpedoman pada perencanaan ketenagakerjaan.

Caba ayat (1)nya Dalam rangka pembangunan ketenagakerjaan pemerintah menyusun dan menetapkan perencanaan tenagakerja dan menyusun kebijakan ketenagakerjaan. Kalau begitu tambah pemerintah.

Ayat (3) Dalam menyusun kebijakan strategi dan pelaksaan program pembangun ketenagakerjaan yang berkesinambungan, pemerintah harus berpedoman berdasar kan hilang, pada perencanaan tenagakerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)setuju?

(RAPAT: SETUJU)

F·PKB (RADJAWANE):

Pak Ketua,

Anggota Timus di Depok ada perubahan forrnulasi pak ayat (1) Dalam rangka pembangunan ketenagakerjaan pemerintah menetapkan kebijakan dan menyusun perencanaan ketenagakerjaan.

WAKIL KETUA (AMRU ALMUTASHIM):

Yang bawah itu yang dipakai

KETUA RAPAT:

Yang merah, Pemerintah menyusun dan menetapkan perencanaan ketenagakerjaan.

F-PKB (RADJAWANE):

Bukan pak, menetapkan kebijakan pak. Jadi kebijakan sudah disusun yang disusun itu perencanaan tenagakerja pak.

KETUA RAPAT:

Dalam rangka pembangunan ketenagakerjaan,pemerintah menetapkan kebijakan dan menyusun perencanaan

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

(6)

F-PKB (RADJAWANE):

Menyusun perencanan tenagakerja.

KETUA RAPAT:

Dalam rangka pembangunan ketenagakerjaan,pemerintah menetapkan kebijakan dan menyusun perencanaan tenagakerja. Dan satunya hilang itu. Ahli Bahasa, setuju ini ya, pemerintah?

PEMERINTAH:

Setuju?

{RAPAT: SETUJU)

PEMERINTAH:

Pasal 14 ayat (1) Lembaga Pelatihan kerja swasta dapat berbentuk badan hukum indonesia atau perorangan, ini rekomendasinya ditinjau badan hukum Indonesia atau bukan perorangan jadi hukum publik atau hukum pripat begitu Hukum Indonesia. Hukum itu hanya pripat dan publik. Disini kalau hukum lndonesia/atau perorangan harusnya hukum publik atau pripat

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

lni ada Ahli Hukum baru ini.

WAKIL KETUA {AMRU ALMUT ASHIM):

Memang kalau jaman Belanda itu memang badan hukum Indonesia, saya kira lndonesianya sudah tidak badan hukum, Jadi lembaga pelatihan kerja swasta dapat berbentuk badan hukum atau perorangan, jadi Indonesia hilang. Kita kan sudah Indonesia sekarang ini, kalau jaman Belanda memang ada badan hukum Indonesia dan badan hukum yang asli pribumi. Saya kira itu saja.

F-PKB {RADJAWANE):

Boleh informasi Pak ketua.

KETUA RAPAT:

Silakan Pak Radjawane!

F-PKB {RADJAWANE):

Terima kasih Pak Ketua,

Memang berbicara secara intensif dengan Pak Gunawan ahli hukum mengenai Sadan Hukum ini, Indonesia memang dikenal hanya dua badan hukum pak, Badan hukum publik dan Sadan hukum perorangan/privat, kalau untuk l~mbaga swasta biasanya tidak berlaku Sadan Hukum publik itu. Tapi istilah Sadan Hukum Indonesia itu memang ada pak, termasuk paguyuban-paguyuban itu. Paguyuban itu Sadan Hukum Indonesia, ini informasi yang saya terima langsung dari ahli hukum kita. Jadi Sadan Hukum Indonesia kalau mau di katakan berbentuk paguyuban sebetulnya itu bisa pak atau perorangan, untuk swasta bisa, untuk swasta tidak bisa berbentuk publik.

Terima kasih.

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

(7)

KETUA RAPAT:

Baik, Pak Hasan.

F·PG (HASANUDDIN MURAD):

Jadi begini, badan hukum ini kan bisa saja ada badan hukum asing di Indonesia, oleh karena itulah penekanan Indonesia adalah Sadan Hukum Indonesia. Artinya kalau itu sebuah perusahaan, perusahaan yang badan hukumnya itu dimiliki oleh orang indonesia. Jadi itu penekanan dari badan hukum disini. Jadi itu konteks pemahaman yang barangkali bisa saya lihat dari pengertian badan hukum Indonesia ini. Ada saja badan hukum asing, perusahaan asing disini kan ada badan hukumnya juga mereka punya perusahaan asing. Jadi penegasannya itu.

T erima kasih

KETUA RAPAT:

PakAmru!

WAKIL KETUA (AMRU ALMUT ASHIM):

Kalau begitu juga nanti perorangan. Perorangan Indonesia., perorangan asing. Saya kira ini sudah klir kho pak ini, kalau jaman Belanda kita masih belajar Hukum Belanda memang badan hukum Indonesia artinya badan hukum yang bersumber pada hukum perdata Indonesia. Memang perdata Indonesia dan Perdata Belanda ada beberapa perbedaan, tapi saya kira dengan istilah badan hukum dihilangkan, sekarang kan Undang-Undang tentang PT badan hukum tidak ada badan hukum lndonesianya, saya kira selesai. Sadan hukum atau perorangan. Sekarang Indonesia sudah merdeka, tapi kadang-kadang istilah Belanda itu masih dicantumkan. Saya kira betul saja dari Timus ini.

KETUA RAPAT:

Pemerintah !

PEMERINTAH:

Saya bukan ahli hukum, tapi bukan ingin memperkeruh suasana, jadi dengan demikian pak ini kemungkinannya nanati kalau ada badan hukum asing apa tidak boleh ? ini kemungkinan saja kan.

Apa boleh, justru kita ingin menekankan badan hukum Indonesia nya. Kalau mengenai hukum publik sama perorangan ini sebenarnya bukan badan, yang saya tahu hukum publik ini. Jadi nanti kalau dibuang lndonesianya pada satu saat misalnya didalam era globalisasi ini ada badan hukum asing boleh tidak membuat lembaga pelatihan.

WAKIL KETUA (AMRU ALMUT ASHIM):

Pak saya ingin tanya ya. Bab ini kan urut pak mulai Pasal 7, 8, sampai 14 ini urut. lni semua bicara orang Indonesia pak ini. Jadi Pasal 7, Pasal 8, 9, 10, pelatihan ini kan semua pelatihan dan seandainya badan hukum asing apa bisa melarang . misalnya ada orang menawarkan pak tempat saya. Misalnya pengusaha tangerang dari Jepang punya perusahaan disitu apa kita melarang, misalnya MENAWARKAN tempat saya dipakai. lni kan pelatihan pak, mulai Pasal pelatihan kerja ini, lembaga pelatihan kerja ini saya kira urut semuanya.

Pelatihan kerja Pasal 9, Pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan dan seterusnya.

Pasal 10, Pelatihan kerja dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan agar pasar kerja dan seterusnya.

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

(8)

Pasal 11, Setiap tenagakerja berhak untuk memperoleh dan atau meningkatkan dan atau mengembangkan kompetensi.

Pasal 12, Pengusaha bertanggung jawab.

Pasal 13 Pelatihan kerja diselenggarakan oleh lembaga pelatihan kerja pemerintah, lembaga pelatihan kerja swasta, atau lembaga pelatihan kerja perusahaan. Kan ini pak, terjemahan dari Pasal 13 ayat (1) ini lembaganya, kalau memang sulit ya ini saja, diganti ini saja. Lembaga pelatihan kerja swasta atau lembaga pelatihan kerja perusahaan itu saja. Artinya badan hukum itu milik perorangan bentuknya badan hukum atau milik perorangan begitu.

f ·PG {HASANUDIN MURAD):

Saya bukan hanya sekedar istilah, tapi ini punya implikasi yang sangat luas. Kalau hanya badan hukum satu saat dalam rangka AFTA dalam rangka apa segala macam masuklah sebuah lembaga pelatihan, lembaga pendidikan dari asing ada di Indonesia, apakah mereka juga boleh melakukan, membentuk suatu lembaga pelatihan kerja ini. Nah yang kita masukkan disini adalah hanya badan hukum Indonesia, swasta Indonesia, jadi nantinya katakanlah bahwa pada suatu saat masuk lembaga pelatihan Indonesia katakanlah sejenis seperti yang selama ini yang juga bisa mendidik kita Anggota- anggota Dewan ini apa itu UNDP segala macam itu, seperti itu. nah, apakah mereka juga punya kompetensi untuk melakukan hal seperti ini, padahal yang dimaksud Pasal ini adalah itu tidak termasuk. Jadi itu yang maksudnya badan hukum Indonesia, oleh karena itu Pak Amru saya dan Pak Kyai ini tidak ingin berdebat panjang.

f. TNl/POLRI {SUWITNO ADI):

Jadi yang kemarin diperdebatkan itu adalah hkum publik dan hukum privat, sekarang kalau artinya badan hukum menjadi satu itu, saya kira benar badan hukum Indonesia, kemarin memang yang diperdebatkan adalah hukumnya thok. Hukum privat dan hukum publik, jadi kalau ini badan hukum menjadi satu, saya kira benar, jadi ini di ricek, silakan pak profesor.

f·PKB {RADJAWANE):

Karena kita semuanya tidak menguasai secara sangat cermat istilah-istilah tentang badan hukum, saya rasa kita pending sebentar di bagian ini untuk meminta keterangan resmi ahli hukum hari ini justru kita perlukan beliau tidak ada.

f ·PG {DEDDY T ANDAWUY A):

Saya mau mengatakan bahwa badan hukum tanpa kata Indonesia ini hanya dikaitkan pada jaman Belanda, tetapi badan hukum ditambah Indonesia itu dikaitkan masa yang akan datang yang tadi sudah dijelaskan. Oleh sebab itu saya berpendapat kita selesaikanlah ini bahwa badan hukum Indonesia dipakailah kata bahasa Indonesia itu sebagaimana sudah dijelaskan. Jadi saya sepakat lembaga pelatihan kerja swasta dapat berbentuk badan hukum Indonesia atau perorangan. Seperti itu kalimatnya.

T erima kasih.

KETUA RAPAT:

PakAmru.

WAKIL KETUA (AMRU ALMUTASHIM):

Gini saja lah karena masih ada yang ragu-ragu. kita kalau badan hukum Indonesia itu Pak Gunawan besok betul ya sudah kalau masih belum ya pakai badan hukum saja. Tapi Indonesia ini yang pending Indonesia ini, badan hukum Indonesia ini, besok saja diserahkan pada pemerintah,

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

(9)

konsultasi ahli hukum pakai Indonesia apa tidak, kalau besok mengatakan tidak ya kata Indonesia dihilagkan, kalau pakai ya pakai itu saja.

KETUA RAPAT:

Jampi-jampi saja pak.

F-PG (PEDDY T ANDAWUY A):

Kalau demikian pak, ini mantap penuh tanpa rapat lagi seperti ini.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Begitu bapak ibu sekalian.

PEMERINT AH:

Mungkin sebelum itu begini pak, ada intermezo saja sekedar mengisi wawasan kita, bahwa sebetulnya sekarang itu ada lembaga pelatihan Jepang yang mau buka di Indonesia, JICA itu pak, tapi kita nggak memperbolehkan karena sampai sekarang yang boleh mendirikan lembaga pelatihan kerja itu hanya badan hukum Indonesia, entah nanti kalau misalnya ini kita hapus, mereka kita boleh kan masuk.

WAKIL KETUA (AMRU ALMUTASHIM):

Reaseningnya apa kalau misalnya Jepang melatih Indonesia itu ruginya Indonesia apa ? DPR RI saja dilatih oleh UNDP boleh dan banyak itu.

PEMERINTAH:

Kalau UNDP hanya uangnya saja itu pak.

KETUA RAPAT:

Silakan TNl/POLRll

F· TNl/POLRI (MAX TAMAELA):

Jadi mungkin ini yang dipermasalahkan lembaga pelatihannya pak, jadi lembaga pelatihannya ya pak, jadi lembaga pelatihan yang di badan hukum kan di lembaga pelatihannya, jadi kalau dari orang luar boleh saja siapa saja boleh, tetapi harus lembaga pelatihannya itu ya lembaga pelatihan orang Indonesia. Sadan hukumnya, jadi siapa saja.

T erima kasih.

F·PDIP (RUSMAN LUMBANTORUAN):

Kalau meragukan kata Indonesia dikatakan badan hukum milik nasional. Jadi kepemilikan sebenamya kita persoalkan. Kepemilikan itu lndoneisia atau asing

PEMERINTAH:

Tugas itu kami terima pak untuk konsultasi dengan ahli hukum.Terima kasih.

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

(10)

KETUA RAPAT:

Jadi bapak ibu sekalian ada kesepakatan kita sementara tetap berbadan hukum Indonesia atau perorangan dengan kesepakatan seandainya pemerintah sudah berkonsultasi atau penjelasan dari ahli hukum tidak mengganggu Indonesia disitu jalan, kalau mengganggu sebelum dihapus, itu diinformalkan saja lah, ya begitu. Timus? artinya diimformalkan itu pak kita tidak usah sidang sudah dibicarakan jangan hilang-hilang saja lndonesianya.

(RAPAT: SETUJU)

Lanjut, bapak ibu sekalianr

f. TNl/POLRI (SUWITNO ADI):

Masih Pasal 14 ayat (4), itu rekomendasinya sebelum kata pemerintah ditambah instansi, jadi lengkapnya lembaga pelatihan kerja yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah mendaftarkan kegiatannya kepada instansi yang bertanggungjawab dibidang ketenagakerjaan di daerah Kabupaten/Kota. lni alasannya kalau hanya pemerintah itu luas kalau instansi itu jelas, instansi ini ini ini.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Setuju?

f·PDIP (RUSMAN LUMBANTORUAN):

Bagaimana kalau instansi diganti kata lembaga, karena ada instansi di bawahnya lagi supaya tidak rancu.

WAKIL KETUA (AMRU ALMUTASHIM):

Pasal 16 nya Lembaga Pelatihan.

f. TNl/POLRI (SUWITNO ADI):

Lembaga pelatihan yang diselenggarakan oleh instansi yang menerima ... .

KETUA RAPAT:

Kaya SESPA gitu ya. Setuju?

(RAPAT: SETUJU)

KETUA RAPAT:

Timus ini bikin gara-gara.

F· TNl/POLRI (SUWITNO ADI):

Pasal 16 ayat ( 1) itu yang direkomendasikan menghilangkan kata berdasarkan prinsip sukarela, jadi setelah dihilangkan berdasarkan prinsip sukarelanya berubah menjadi lembaga pelatihan kerja

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

(11)

swasta yang telah memperoleh ijin dan lembaga pelatihan kerja pemerintah/lembaga pelatihan kerja perusahaan yang telah mendaftar dapat memperoleh akreditasi dari lembaga akreditasi. Berdasarkan prinsip sukarelanya dihilangkan, karena alasannya pad a Pasal sebelumnya kan ada masalah kompetensi, berarti lembaga pelatihannya harus terakreditasi.

T erima kasih.

KETUA RAPAT:

Setuju?

(RAPAT: SETUJU) Lan jut!

f·TNl/POLRI (SUWITNO ADI):

Pemagangan dilaksanakan atas dasar perjanjian pemagangan antara peserta dengan pengusaha dibuat secara tertulis.

KETUA RAPAT:

Ditambah, setelah pengusaha agar dibuat secara tertulis yang dibuat secara tertulis.

f ·PDIP (RUSMAN LUMBANTORUAN):

Ada 2 substansi pertama tertulis itu, kedua, antara siapa dengan siapa ? Timus merumuskan antara peserta dengan ..

KETUA RAPAT:

Saya baca ulang, Pemagangan di laksanakan atas dasar perjanjian pemagangan antara peserta dengan pengusaha yang dibuat secara tertulis. Setuju ya.

WAKIL KETUA (AMRU ALMUTASHIM):

Sebelumnya ini kan perjanjian pemagangan , itu yang atasnya itu kan ada pemerintah, perorangan, dan lembaga swasta, badan hukum swasta. Jadi apa nggak cukup lembaga swasta ini saja , kan ada tiga pak, pemagangan dilaksanakan atas dasar perjanjian pemagangan antara peserta dengan pengusaha, oh sudah ada ya pengusaha.

(RAPAT: SETUJU)

f. TNl/POLRI (SUWITNO ADI):

Pasal 22 ayat (2), itu kata dianggap dihapus, jadi rumusannya akan menjadi pemagangan yang diselenggarakan tidak melalui perjanjian pemagangan sebagaimana dimaksud ayat (2) tidak sah.

Dimaksud ayat (1) ini dianggapnya hi/ang. Jadi lengkapnya Pemagangan yang diselenggarakan tidak melalui perjanjian pemagangan sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1} tidak sah dan status peserta dianggap sebagai pekerja perusahaan yang bersangkutan.

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

(12)

WAKIL KETUA (AMRU ALMUTASHIM):

Dianggapnya kan dua, dianggap yang diatas yang hilang. Setelah ayat 1 koma dianggap hilang.

Dianggapnya terlalu banyak.

KETUA RAPAT:

Dianggapnya yang diatas dibuang. Setuju ya?

(RAPAT: SETUJU)

Pemagangan yang diselenggarakan tidak melalui perjanjian pemagangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak sah dan status peserta dianggap sebagai pekerja/buruh perusahaan yang bersangkutan.

F-PDIP (RUSMAN LUMBANTORUAN):

Dianggap yang kedua juga diganti saja dengan menjadi.

KETUA RAPAT:

Pemagangan yang diselenggarakan tidak melalui per)an11an pemagangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak sah dan status peserta menjasi pekerja/buruh pekerja yang bersangkutan.

WAKIL KETUA (AMRU ALMUTASHIM):

Substannsinya begini pak, substansi asli ke redaksi ini memang peserta dianggap sebagai pekerja perusahaan, sekarang hanya merubah saja, kata dianggap itu diberubah menjadi.

Substansinya tetap, itu nggak ada perubahan.

KETUA RAPAT:

Kata-kata dianggap dibuang kedua-duanya diganti dengan berubah menjadi.

f. TNl/POLRI (MAX TAMAELA):

lni kalau kita baca kita takut salah penafsirannya, takutnya yang pemagangan ... itu tidak sah ..

Jadi bukan bahwa itu nanti dianggap tidak sah, kalau kita baca kalimatnya dikira bahwa yang diatas tidak sah. Pemagangan yang diselenggarakan tidak melalui perjanjian pemagangan sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak sah, kan bisa dibaca begitu pak, berarti diatas tidak sah. Nanti dianggap yang diatas tidak sah. ltu lain artinya lagi, kalau kata dianggap diatas tetap sah.

KETUA RAPAT:

Saya baca ulang bapak ibu sekalian ayat (3), Pemagangan yang diselenggarakan tidak melalui program pemagangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dianggap tidak sah dan status peserta berubah menjadi pekerja/buruh perusahaan yang bersangkutan.

Setuju?

(RAPAT: SETUJU) Pasal 36 lanjut!

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

(13)

F· TNI /POLRI (SUWITNO ADI):

Pasal 36 itu rekomendasi, Pasal 36 dibahas untuk dihapus. Pasal 36 Pegawai Negeri Sipil, Anggota Tentara Nasional Indonesia, dan Angota Kepolisian Republik Indonesia dilarang melakukan kegiatan usaha yang berhubungan dengan jasa penempatan tenagakerja. Alasannya begini Pasal 36 ini keberadaannya dulu ada kaitannya dengan Bab Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri. Bab itu hilang tetapi Pasal ini kok masih tetap muncul. Kemudian Pegawai Negeri Sipil, Polri, TNI adalah pemerintah, ini kalau kita baca Pasal 34 f. Pasal 35 ayat ( 1), Pelaksana penempatan tenagakerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 terdiri dari instansi pemerintah yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan, jadi instansi yang lain tidak boleh ya kan, berarti sudah pasti instansi dalam negeri, Palisi, Tentara itu pasti tidak boleh.

WAKIL KETUA (AMRU ALMUTASHIM):

Apa yang dimaksud Pak Witno tadi betul. lni barang tersisa, mestinya kita dulu kita alihkan pada pembuatan penempatan dan perlindungan tenagakerja luar negeri. lni memang tersisa, Jadi kita rekomendasikan lisan saja nanti dibahas disana. lni dihapus saja disini.

KETUA RAPAT:

Di-drop ya.Pemerintah setuju?

PEMERINTAH:

lni menambah penjelasan saja pak, kalau dikatakan bahwa Pasal 36 ini merupakan bagian daripada tenagakerja luar negeri sebenamya tidak 100 % benar, karena PJTKI dalam negeri sendiri pun ada misalnya tenaga kerja yang bekerja di Batam. ltu ada perusahaan pengerahannya itu pak, jadi dalam rangka prosedur akad lokal itu dimungkinkan adanya perusahaan yang melakukan pengerahan tenagakerja sebagai lembaga swasta disamping pemerintah. hanya persoalannya sekarang apakah memang substansi ini kita perlu atau tidak. ltu saja. hanya saya ingin menjelaskan bahwa memang tidak di luar negeri, tetapi didalam negeri pun ada PJTKI. Sekarang substansinya apakah memang perlu kita atur PNS sama TNI ini boleh. ltu saja pak.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Gaji Pegawai Negeri dengan TN I sud ah tinggi apa belum. Kai au belum nggak apa-apa drop saja ini kita kasih bu at usahalah.

f· TNl/POLRI (SUWITNO ADI):

Jadi Pegawai Negeri Sipil, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia itu kan termasuk dalam instansi pemerintah. Sekarang Pasal 35, Pelaksana penempatan tenagakerja sebagaimana dimaksud Pasal 34 terdiri dari:

a. lnstansi pemerintah yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan dan;

b. Lembaga swasta berbadan hukum.

Kita hanya a saja. lnstansi pemerintah yang bertanggungjawab dibidang ketenagakerjaan berarti instansi lain tidak boleh sudah, TNI, POLRI, Departemen Pertambangan, Departemen Dalam Negeri, Departemen Luar Negeri itu tidak boleh, hanya Departemen Tenagakerja yang diperbolehkan, dan kalau ingin mempertegas nanti di dalam Bab sanksi boleh dikeluarkan. Di Bab sanksi boleh, apabila ada instansi yang diluar ketenagakerjaan melakukan, maka sanksinya apa.

Terima kasih.

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

(14)

WAKIL KETUA (AMRU ALMUTASHIM):

lni masih kelompok Timus pak!

KETUA RAPAT:

Silakan!

F·REFORMASI (LUFTHI ACHMAD):

Artinya begini, Pasal 36 itu keberadaannya kalau tidak dibuang itu mubazir, karena sudah ada penjelasan di Pasal 35. ya saya setuju itu didrop.

Terima kasih.

F·PG (HASANUDIN MURAD):

Penekanan dalam Pasal ini, kalau menurut pemahaman saya mudah-mudahan kita sama disini adalah orangnya, jadi bukan oknumnya , bukan lembaganya, jadi PNS, Anggota TNI, dan Anggota Polri jadi oknumnya, karena dikhawatirkan kalau oknum ini nantinya, karena disini adalah lembaga swasta kan, nanti mereka membuat suatu badan hukum yang bergerak di bidang PJTKI, nah itu yang dilarang. Barang kali itu yang saya pahami dari pasal 36. Menurut saya kalau itu pemahamannya maka pasal ini masih relevan.

Teri ma kasih.

KETUA RAPAT:

Pak Rusman.

F·PDIP (RUSMAN LUMBANTORUAN):

Jadi memang bukan ayat a- nya Pasal 35 ayat (1) a memang rujukannya karena kalau di ayat (1) a itu adalah lembaganya, sedang yang diatur disini adalah anggotanya. Anggota TNI, Anggota Polri, tapi untuk tidak membuat bias yang terlalu jauh tentang terangan posisi daripada PNS Tentara.

Saya kira ini relevan untuk di-drop out. Tapi penunjukannya maaf pak bukan ke ayat (1), karena ayat {1) jelas instansi pemerintah, tapi kalau di ayat {2) itu nanti lembaga swasta ber badan hukum. Si anggota TNI pun, si Anggota Polri pun kalau mau bergerak di bidang itu harus membentuk badan hukum swasta itu saja saya kira penjelasannya. Jadi untuk tidak membuat diskriminasi kita katakan tadi tidak diskriminatif, ini lebih bag us di- drop.

Terima Kasih.

f ·PG (IBNU MUNZIR):

Menyangkut Pasal 36 ini PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI dilarang melakukan usaha yang berhubungan dengan jasa penempatan tenaga kerja, saya nilai Pasal ini relevan, kalau dikaitkan dengan Undang-Undang yang lain , Undang-Undang lain toh juga melarang PNS itu berusaha katakanlah untuk membuat PT dan segala macam . Seingat saya Undang-Undang PT itu melarang PNS, tentara untuk berbisnis dalam artian bukan institusinya, individunya. lndividunya lebih-lebih lagi terlarang. Nah itu berarti pada Pasal 35 yang tadi itu menyangkut institusi, kalau Pasal ini dihilangkan berarti oknum boleh, nah ini yang akan bertentangan dengan Undang-Undang lainnya. Berarti oknum PNS bisa membentuk usaha swasta PJTKI misalnya lalu kemudian ia berusaha begitu juga Anggota TNI. Padahal ini yang dihindari. Oleh sebeb itu Pasal ini tetap relevan, untuk mempertegas posisi institusinya dilarang, individu yang terkait dengan ini juga dilarang. ltu maksudnya.

T erima kasih.

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

(15)

F-PDIP (RUSMAN LUMBANTORUAN):

Saya kira memang kalau kita kaji sebenamya PNS dengan yang dikatakan tadi kan sudah ada undang-undangnya. Jadi tanpa ada kondisi ini sudah harus dilarang. Di TNl/POLRI pun tanpa disebut larangan ini sudah ada bahwa tugas TNI itu, tugas POLRI itu begini-begini. Sebagai anggota dia, sebagai perorangan dia terikat ke situ. Jadi tanpa disebutpun disini dia sudah terikat kepada hukum lain. Ketentuan lain yang ada di perundang-undangan kita, jadi ini seperti kata beliau tadi, ini mubazir malah menambah-nambah ini karena memang sudah ada yang mengatur itu. Anggota PNS sudah diatur oleh Undang-undang Kepegawaian. Anggota TN l/POLRI sudah diatur oleh Undang-Undang yang lain.

F·PG (IBNU MUNZIR):

Ya kalau pikiran kita seperti itu, maka di dalam setiap membuat Undang-Undang apa yang diatur undang-undang sebelumnya tidak perlu lagi ada. Karena selama ini toh kita membuat undang- undang yang mutatis mutandis, karena spesifik masalahnya. Jadi katakanlah kalau yang seperti tadi itu umum dalam usaha. Nah ini sekarang spesifik menyangkut pembinaan perlindungan tenagakerja termasuk penempatannya. Maka secara spesifik dimuat Pasal itu yang sifatnya mutatis mutandis tidak bertentangan dengan Undang-Undang yang lain. Nah itulah makanya dia dibuat. Tapi kalau pikiran seperti itu maka banyak Pasal-Pasal ini yang terkait dengan lainnya yang perlu kita muat. ltu persoalannya disitu.

Terima kasih.

F· TNl/POLRI (SUWITNO ADI):

Kalau tadi dibilang ada Undang-Undang PT yang ayatnya sudah mengatakan begitu kenapa ini dibuat lagi, kan cukup di PT saja iya kan?. Tidak perlu undang-undang ini dibuat, jadi setiap undang- undang harus mencantumkan Pasal ini dan saya menangkap kenapa dibuat Pasal ini, adalah sepertinya yang membuat kesemrawutan adalah masalah TNl/POLRI dan PNS. Saya membaca buku ini Saat Kau Berpangku Tangan Korban-korban terus Berjatuhan Mencari Keadilan. Apa kesimpulannya ini bukan masalah TNI dan POLRI dan PNS, tapi masalah percaloan, masalah premanisasi, masalah PJTKI yang tidak benar yang tidak beres. Masalahnya itu. Boleh baca ini.

Memang kita kan di ayat ini juga sudah ada TAP 7 MPR. Tugas dan fungsi Tentara adalah ini, ini, ini,.

kalau kita melaksanakan diluar itu harus dituntut. Ada disini militer tunduk pada Hukum Mliter dan Hukum Sipil, sekarang Pidana Umum.

Terimakasih.

F·PG (HASANUDDIN MURAD}:

Kalau saya begini pak, sebenamya sederhana ya, kalau yang instansi pemerintah itu sebenamya Pegawai Negeri Departemen Tenaga Kerja yang dilarang. Tapi kalau anggota tentara apa ada? anggota tentara yang masuk ke ini saya kira, kalau di Undang-undang PT sudah ada, saya kira misalnya tidak masuk juga nggak ada masalah.

KETUA RAPAT:

Baik, bapak ibu sekalian!

PEMERINTAH:

Jadi pimpinan kalau begitu pemahaman kita semua seperti apa yang disampaikan oleh Pak lbnu barangkali bahwa semua dalam TAP MPR sudah ada. dalam Undang-Undang yang lain sudah ada. Dari pada ini menimbulkan sesuatu yang katakanlah ada diskriminasi yang sebenamya sudah diatur secara jelas dalam undang-undang yang lain. Ya sudahlah kita drop saja Pasal ini, toh kan

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

(16)

konsekuensinya karena sudah ada undang-undang yang lain melarang berusaha di bidang ini.

T erimakasih.

KETUA RAPAT:

Oulu saya sebagai Pegawai Negeri Sipil yang bekerja di BUMN. Jadi Anggota TNI ini hanya enam bulan kembali kepada masing-masing tahun 74-75, sekarang silakan pemerintah kalau ini drop, bagaimana tanggapannya.

PEMERINTAH:

Ya memang dulu terus terang saja bahwa Pasal 36 ini dikaitkan dengan penempatan tenaga kerja di luar negeri itu dasamya dulu, kalau kita kembali kepada bagian-bagian Bab ini, logikanya memang kalau Pasal 36 ini ikut ke dalam Bab penempatan tenagakerja di luar negeri, kalau Bab-nya sudah hilang, Pasalnya juga hilang. Tapi tadi kita juga berdiskusi bahwa. PJTKI itu sekarang memang tidak hanya ada di luar negeri, tapi ada di dalam negeri. Kemudian dulu latar blakang mengapa ini ada agar untuk menjaga netralitas Pegawai Negeri dan TNI POLRI, sebab kalau misalnya Pegawai Negeri ikut berkiprah di dalam kegiatan yang semacam ini apalagi orang Departemen Tenaga Kerja itu dikhawatirkan pertama, bisa menyalahgunakan kewenangan atau sebaliknya orang nanti akan berduyun-duyun mencari Pegawai Depnaker saja supaya lebih terjamin gitu, sehingga tidak menguntungkan di dalam kompetisi, itu dulu ceritanya, tapi kalau memang tadi di dalam beberapa alasan lbu dan Bapak yang terhormat keberadaan Pasal ini tidak terlalu urgent dan pamerintah juga tidak begitu berkeberatan untuk dihapus, karena di dalam ketentuan lainnya yang mengatur tentang Pegawai Negeri juga ada sektor-sektor usaha yang memang sudah dilarang secara jelas ya.

T erima kasih

KETUA RAPAT:

Jadi Bapak/lbu sekalian.

F-PG (IBNU MUNZIR}:

Sebelum ditutup barangkali sebelumdiputuskan. Sebenamya saya tidak keberatan, tapi saya tidak melihat dari latar belakang seperti yang dijelaskan tadi, saya justru menganggap bahwa dalam aturan UU biasanya memang pokok itukan diatur dikatakanlah di salah satu UU, tetapi tidak menutup kemungkinan pada UU yang lain itu dipertegas, karena spesiftkasi masalahnya, jadi itu sifatnya apa namanya dalam satu aturan yang khusus itu dimuat lagi dalam UU yang dibuat yang baru untuk itu, tetapi dia merujuk dan tidak boleh bertentangan dengan UU yang sudah ada, itulah sebabnya sehingga ketika saya melihat ini saya mengatakan ini dimungkinkan atau diperlukan, tetapi dengan Penjelasan Pemerintah tadi bahwa landasannya seperti tadi ya itu tidak ada salahnya sih hanya selama ini kita tahu jujur aja kita katakana, katakanlah bisa pegawai negeri UU PT melarang ya orang juga tetap membuat kok perusahaan dengan PNS, tapi dia pakai KTP swasta gitu selama ini jujur saja, tapi yang lain juga begitu banyak harus begitu kan UU sifatnya mengatur dan ini, sehingga menyebut secara rinci dan apa eksplisit ya lmplisit maksud saya itu dimaksudkan untuk itu kalau misalnya dianggap katakanlah itu nanti bisa juga ini Pasal ini bisa diatur nanti dipenempatan tenaga kerja, karena penempatan tenaga kerja tidak hanya diluar negeri, di dalam negeri juga iya gitu jadi misalnya nanti kalau dibuat UU Penempatan tenaga kerja kan nanti diatur di dalam negeri, luar negeri, penyebutan Pasal ini juga masih relevan. ltu boleh dalam masalah saya kira tapi dasar berpikimya saya kira bukan karena dianggap penyebab masalah itu Pegawai Negeri Sipil dan TNI, saya kira bukan itu, itu yang kita pahami pak ya mungkin kalau buku saya tidak pemah baca ya pak, tetapi yang kita pahami selama ini penyebab itu memang ada mekanisme yang salah ada mekanisme yang salah dan pelakunya banyak bukan cuma individu yang seperti tadi disebut itu tetapi mekanisme yang salah di dalam penempatan, perlindungan yang lemah dan juga di JPJ yang tidak ada, itu saya kira yang sumber masalahnya.

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

(17)

Saya kira demikian Pak, kalau toh ada yang mungkin beropini ,seperti yang bapak bawa bukunya itu, itu saya kira bagian dari opini yang berkembang tetapi yang kita pahami tidak seperti itu, saya juga belum pernah membaca buku itu.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Jadi Kesimpulannya kita drop ya?

Baik, bapak ibu sekalian mumpung pak Herman baru datang nih Pasal 36 kita drop

(RAPAT: SETUJU)

f. TNUPOLRI (SUWITNO ADI):

Saya lanjutkan Pasal 55 ayat (6) itu rekomendasinya Timus menemukan istilah tenaga kerja warga negara asing atau tenaga kerja asing disesuaikan dengan ketentuan umum. Jadi di ketentuan umum itu sudah dijelaskan tenaga kerja asing adalah tenaga kerja Warga Negara Asing, kalau memang sudah dijelaskan diketentuan umum begitu, maka di Pasal-Pasalnya harusnya cukup menyebutkan tenaga kerja asing tidak perlu lagi menyebutkan tenaga kerja Warga Negara Asing,

Teri ma Kasih.

KETUA RAPAT:

Warga Negara saja yang di-drop. Ya kalau gitu tolong, ini kerja Timus sebetulnya merumuskan yang tidak cocok dengan apa yang ada itu.

WAKIL KETUA (AMRU ALMUTASHIM):

Timus sebenarnya nggak usah dibawa kesini.

KETUA RAPAT:

Ya putuskan saja sebetulnya Timus, jadi tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) yang masa kerjanya habis dan tidak dapat diperpanjang dapat diganti oleh tenaga kerja asing lainnya, warganya hilang. Setuju ya.

(RAPAT: SETUJU)

Pasal 59 tenaga kerja asing dilarang menduduki jabatan yang mengurusi Personalia dan atau jabatan-jabatan tertentu, ini sama saya kira pak.

Terima kasih.

{RAPAT: SETUJU)

f ·PDIP (RUSMAN LUMBANTORUAN):

Jadi kalau demikian yang minta di-drop usul Timus.

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

(18)

f. TNl/POLRI {SUWITNO ADI):

Pasal 71 rekomendasinya kata tidak dapat diganti dengan kata dilarang pada pasal 71 ayat (1 ), jadi bunyinya perjanjian kerja untuk waktu tertentu dilarang mensyaratkan adanya masa perjalanan kerja. Pasal 71 telah diperbaiki oleh Timus, perjanjian kerja untuk waktu tertentu dilarang mensyaratkan adanya masa percobaan kerja, tidak dapat diganti dilarang setuju ?

(RAPAT: SETUJU) Lanjut, Timus!

Pasal 72 ayat (2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap, "tidak dapat" itu diganti kata

11

dilarang" setuju?

(RAPAT: SETUJU)

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik, bapak ibu sekalian, Tim untuk amanat Timus kepada Panja ada yang diusulkan Timus drop ada yang diusulkan Panja drop demikian kesimpulannya.

Bapak ibu sekalian, ke bahan Rapat Panja tanggal 19 Juni tahun 2002. Usul pemerintah Pasal 48 yang semula berbunyi. Silahkan Pemerintah.

PEMERINTAH:

Yang ada tulisannya bahan Rapat Panja tanggal 19 Juni 2002 pak, bukan yang tanggal 19 pak ya.

KETUA RAPAT:

Baik, pak ibu sekalian sudah dapat bahannya sudah dapat, bahan Rapat Panja tanggal 19 Juni tahun 2002 sudah, dengan usulan baru. Silahkan Pemerintah baca.

PEMERINTAH:

Pasal 48 baru ayat (1) "Pelaksana penempatan tenaga kerja pemerintah dilarang memungut biaya penempatan baik lansung maupun tidak langsung sebagian atau keseluruhan kepada tenaga kerja". Ayat (2) Lembaga penempatan tenaga kerja swasta dapat memungut biaya penempatan tenaga kerja kepada pengguna tenaga kerja, jadi kalau menurut ayat ini tidak diperbolehkan memungut kepada tenaga kerjanya. Ayat (3) " Komponen dan besarnya biaya penempatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri". Menjadi itu saja pak.

KETUA RAPAT:

Baik, Bapak lbu sekalian yang sudah diusulkan dan diputuskan Pasal 84 dan Pasal 48 lama yang atas setelah direnung-renung oleh Pemerintah ada kelemahan-kelemahan dari masing-masing ayat tersebut, sehingga ada perbaikan, perbaikan sudah dibacakan oleh Pemerintah tadi 48 baru, kalau kita bandingkan ayat (2) dengan ayat (2) lama dan ayat (2) baru, ayat (2) baru ini Lembaga penempatan tenaga kerja swasta dapat memungut biaya untuk dapat memungut biaya itu ditetapkan

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

(19)

oleh di di masukan dalam ayat ke 3 ditetapkan oleh keputusan Menteri. Lebih lanjut ditetapkan oleh Menteri. Silahkan Pak Amru.

WAKIL KETUA (AMRU ALMUT ASHIM):

Kalau· saya ini terlalu mencampuri urusan swasta ini, jadi sebenarnya yang atas saja sudah cukup inikan lembaga penempatan tenaga kerja swasta, saya kira initidak perlu diatur itu antara pengguna dan lembaga swasta ini kan sudah ada perjanjian kerja sendiri, saya kira Pemerintah tidak perlu mengatur atau UU tidak perlu mengatur bagaimana hubungan kerja mereka, yang diatur yang pemerintah ini saja, jadi yang bawah itu yang pemerintah itu sudah betul, saya setuju dari itu yang swasta tidak usah diatur itu, tidak usah diatur, kalau tidak usah diatur kalau tidak bisa diatur artinya boleh, yang dilarang itu pemerintah saja, swasta tidak perlu diatur disini, saya kira begitu pak swasta dengan penempatan tenaga kerja tidak perlu diatur biar mereka melakukan hubungan kerja sendiri, pengusaha mau cari untung kok , jadi tidak kalau diatur disini malah lemah, menurut saya.

T erima kasih.

f ·PG (HASANUDDIN MURAD):

Pimpinan!

KETUA RAPAT:

Silahkan!

f·PG (HASANUDDIN MURAD):

Sebelum kita sampai kepada kesimpulan, seperti apa yang dikatakan oleh Pak Amru, saya melihat bahwa ayat (2) ini, jadi satu dengan ayat (3), karena apa? apabila pemerintah tidak ikut mengatur tentang berkaitan dengan pemungutan kepada tenaga kerja penempatan tenaga kerja yang dilakukan oleh swasta, maka nantinya bisa saja terjadi sangat mahal sekali dan memberatkan bagi tenaga kerja. Oleh karena itulah di bawah kan komponen dan besar biaya penempatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri artinya disini ada campur tangan pemerintah didalam rangka pemungutan biaya oleh swasta dalam penempatan tenaga kerja itu, jadi sebelum kita sampai kepada itu barangkali ini bisa menjadi bahan pertimbangan kita agar tenaga kerja kita tidak menjadi objek dari swasta.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Pak Rahmad? Batal? Silahkan!

f ·PDIP (RUSMAN LUMBANTORUAN):

Jadi sejarahnya jaman dahulu kala Pasal 48 ayat (1) ini kita sudah diputuskan oke. Yang rumusannya adalah Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja tanpa batas entah pun, Jadi kalau bahasa saya, nggak bukanitu, yang dulu penempatan pelaksana penempatan Tenga Kerja baik pemerintah maupun swasta dilarang memungut biaya penempatan ini, itu rumusan yang lama yang sudah oke dulu, itu sudah pernah oke, jadi tanpa rumusan ada baik pemerintah maupun swasta jadi begini rumusannya yang itu sudah oke. Nah kemarin-kemarin itu berkembang pemikiran ada kemungkinan

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

(20)

pemerintah ini dikatakan bukan kepada tenaga kerjanya, tetapi ke penggunanya. Jadi kalau PJTKI itu tidak dari tenaga kerja yang dari bisa dalam bisa luar pak, umum pak ini umum. Nah itulah jadi artinya itu barangkali yang Pemerintah mau rumuskan dengan 2 ayat, kalau pelaksana penempatan Tenaga kerja dalam hal ini pemerintah dilarang mengutip apa pun,kalau lembaga penempatan Tenagakerja yang swasta dapat memungut biaya itu, tetapi bukan dari tenagakerjanya, tapi dari penggunannya . Jadi itu barangkali yang perlu clear bagi kita sekarang lalu komponen-komponen itu jadi ini sudah 3 kali berubah sebenarnya 4 kali berubah sebenamya, jadi itu sebenarnya yang perlu kita diskusikan.

Pertama-tama apakah konsisten dengan rumusan ini semua lembaga pelaksana penempatan tenagakerja itu terlarang untuk memungut biaya itu dulu yang pertama itu sudah pemah kita okekan dulu, kalau itu kita mau rubah dicabut dulu itu.

Yang kedua sekarang kalau yang dimaksudkan terlarang itu adalah pemerintah rumusan ayat (1) ini perlu dirubah, karena kalimat ini justru janggal kalau membacanya Pelaksana Penempatan Tenaga kerja Pemerintah seperti tenaga kerja, jadi pemerintah sebagai pelaksana penempatan tenaga kerja seharusnya begitu, pemerintah sebagai Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja dilarang memungut biaya, jadi kalau ini kita sepakati kita rubah susunan kalimatnya tentang swasta saya belum punya pendapat.

Terima Kasih.

KETUA RAPAT:

Silahkan Pak Amru!

WAKIL KETUA (AMRU ALMUTASHIM):

Saya berpikir pak, kalau luar negeri jangan diatur disini, andai toh diatur disini nanti luar negeri itu ngatur sendiri ini juga nggak ada gunanya, kalau mau tegas saja yang dalam negeri, jadi tanpa ini pak jadi analog spesialis kata penempatan tenaga kerja luar negeri itu akan diatur sendiri disana berarti disini tidak berlaku di luar negeri, kalau saya yang kita atur yang disini UU penempatan apa Pembinaan dan perlindungan Tenaga kerja khusus dalam negeri, dibacanya mesti bagitu pak, kalau nanti muncul penempatan tenaga dan perlindungan tenaga kerja di luar negeri. Jadi bacanya mesti begitu. Jadi ini kita baca dalam negeri. Saya berpendapat soal redaksi silakan, jadi kalau pemerintah memang saya kira tidak benar kalau memungut, tapi nggak memungut jangan-jangan orangnya memungut gitu itu saja pertanyaannya. Orangnya lya jangan-jangan begitu. ltu yang perlu kita berikan penjelasan mungkin. Soal lembaga swasta itukan hubungan perdata pak mereka dipindahkan inikan begini misalnya penyebaran minyak di Dumai. pengeboran minyak di Dumai butuh tenagakerja tukang apa las atau tukang apa itu babat hutannya sekarang brising itu atau panen-panen kelapa sawit di Riau ini kan banyak tenaga Jawa digerakkan di sana pulang, NTB, Jawa Timur lah daripada saya cerita orang lain Jawa Timur, digerakkan kesana inikan urusan mereka, mereka dengan mereka kenapa Pemerintah ngatur gitu loh, apakah segala sesuatu kehidupan ini harus dicampuri Pemerintah? kalau saya tidak pertu merekakan sudah sama-sama sepakat gitu, kalau saya demikian logika saya demikian.

Teri ma kasih.

KETUA RAPAT:

Pak Herman silahkan!

f·PDIP (REKSO AGENG HERMAN):

Terima kasih Pimpinan.

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

(21)

ldealisnya sih memang begitu pak. saya sepakat dengan pak dari PKB memang, jangan gitu dong kalau pak Amru tuh katanya kurang etis kalo menyebut nama Jadi dari PKB aja nyebutnya PKB yang ini bukan yang itu. ltu PKB Pak Amru itu, idealisnya memang begitu Pemerintah itu jangan ikut campur hanya kalau kita pikirkan karena komponen itu kalau nggak ada yang menempatkan yang jadi korban itu tenaga kerja juga itu dia kasih tinggi lalu tenagakerja digencet disitu nggak ada nggak ada ngatur kalau begini Pemerintah memang melindungi sebenarnya dengan adanya ini pemerintah mencoba melindungi tenagakerja yang ada gitu karena komponen yang menetapkan pemerintah disini kira-kira begitu mungkin hanya redaksinya perlu diatur lebih manis. Terima kasih.

KETUA RAPAT:

lni saya bingung ini dulu yang keras Pak Herman, Pemerintah jangan ikut campur sekarang Pak Herman malah mendukung Pemerintah.

f ·PDIP (REKSO AGENG HERMAN):

Kalau di atas perlu itu, kalau di atas jangan, kalau di atas jangan itu bisa-bisa kita repot di atas penempatannya.

KETUA RAPAT:

Karena dulu PKB Pemerintah, PKB dulu Pemerintah!

f·PDIP (REKSO AGENG HERMAN):

Jangan gitu donk!

KETUA RAPAT:

Silahkan Pemerintah dikasih kita penjelasan mengatur ini latar belakang silahkan.

f ·PG (IBNU MUNZIR):

Ketua, sebelum pemerintah ketua karena mumpung supaya sekalian dijawab, jadi memang seperti dikatakan pak Amru urusan penempatan tenagakerja ke luar negeri itu sifatnya lag spesialis, jadi memang ditempatkan nanti pada UU yang akan dibuat menyangkut itu, oleh sebab itu kalau UU ini mengatur penempatan tenaga kerja dalam negeri maka memang harus tegas disebutkan penempatan tenaga kerja di dalam negeri ,itu satu.

kemudian yang kedua, saya kira kita semua memang mesti memahami katakanlah konstruksi dari mekanisme Penempatan tenaga kerja yang berlaku selama ini, memang disektor tenaga kerja ini dalam penempatannya ada yang namanya komponen biaya yang diatur oleh pemerintah itu yang jadi standar, sehingga ketika dia melakukan itu tidak boleh keluar jauh dari standar itu, apakah ini tetap mesti kita rumuskan untuk bisa melindungi tenagakerja itu saya kira ini dibicarakan disini.

kemudian yang berikutnya, memang mesti kita pahami jangan sampai kita mengatur hal-hal sangat detail dari urusan usaha dan usaha karena badan usaha seperti katakanlah misalnya ayat (2) yang lembaga Penempatan tenaga kerja itu tentu bekerja karena bisa memungut dan di usemya penggunanya, kalau tidak ada buat apa usaha kalau gitu, kecuali kalau kita mau katakan mematikan usaha ini semua nggak usah kita rumuskan yang tegas, saya pikir rumusan ini memang juga nggak perlu lembaga Penempatan tenaga kerja swasta dapat memungut biaya penempatan tenaga kerja kepada pengguna tenaga kerja, tanpa disebutpun ayat ini ya pasti memungut karena itu letak bisnisnya

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

(22)

disitu ada marjin itunya dalam menempatkan dia membiayai, mengirim begitu. Nah ini yang saya kira mesti kita pikirkan, tetapi isitilah tidak memungut dalam penempatan tidak dipungut itu memang juga harus tegas nanti saya mungkin butuh penjelasan pak yang lebih jauh sisi mananya, misalnya katakanlah itu itu dalam prakteknya kan selama ini biasa suka kalau yang di luar negeri, dia minta untuk pembayaran pasport dia sendiri yang bersangkutan apakah itu juga tidak dimungkinkan padahal dia untuk bikin pasport dia gitu untuk KTP dia untuk urusan izin dia gitu. Nah ini yang mesti mungkin jelas dari pemerintah sekalian kesempatan ini, saya mohon di jawab itu.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik, silahkan Pemerintah!

PEMERINTAH:

Bapak-bapak pimpinan dan bapak anggota yang saya horrnati, pertama mungkin kami ingin menjelaskan bahwa ayat {2) ini kan isinya 2, pertama adanya lembaga penempatan tenaga kerja swasta, kemudian yang ke-2 isinya bahwa kalaupun ada pemungutan biaya itu dikenakan kepada pengguna tenaga kerja, jadi kalau ayat ini kita hilangkan berarti nanti dia bisa memungut biaya kepada tenaga kerja, sedangkan kita ingin melindungi tenaga kerja untuk tidak dipungut ini esensi dari pada ayat (2).

Kemudian berikutnya adalah bahwa andaikata, misalnya tidak ada penempatan komponen serta besamya biaya dalam rangka penempatan tenaga kerja yang akan dibebankan kepada pengguna tenaga kerja itu, ini nanti akan bisa terjadi persaingan tidak sehat pak, sebab misalnya selama ini kita mencantumkan adanya biaya pelatihan, kemudian transport kalau memang tidak kita jelaskan begitu ada perusahaan yang bisa memberikan dengan harga murah, tapi dia nggak perlu melatih, sehingga kualitas menjadi kurang nah nanti akibatnya kepada tenaga kerja juga kalau dia sudah bekerja temyata dengan kualitas yang tidak memadai dia akan di PHK oleh perusahaan yang ditempati. Jadi sebetulnya esensi dari pada ketiga ayat ini adalah untuk memberikan perlindungan yang dalam notabene bukan kita berrnaksud untuk membatasi ruang gerak kemungkinan-kemungkinan yang dapat dilakukan oleh para pihak di dalam melaksanakan perjanjian, tapi ini adalah perlindungan berdasarkan pengalaman- pengalaman selama ini yang sudah kita lihat sudah diaturpun kadang-kadang masih banyak yang tidak benar apalagi kalau secara tidak eksplisit kita mengatur tentang itu.

Kemudian yang kedua yang terjadi selama ini adalah kepada pengguna pengguna tenaga kerja itu dapat dimintakan biaya yang rendah, tapi sisa itu dimintakan kepada tenaga kerja katakanlah misalnya secara real penempatan tenaga kerja itu 1000 rupiah, tapi dia jual 500 kapada pengguna tenaga kerja, dia dia mintakan 500 kepada tenaga kerja supaya tenaga kerja dia yang dipakai oleh perusahaan itu sementara yang 500 itu di bawah tangan dia minta kepada tenaga kerja. Jadi jumlah- jumlah yang semacam ini perlu kita tetapkan kalau tidak nanti akan mengurangi aspek perlindungan baik kepada tenaga kerja maupun kepada perusahaan yang melakukan perjanjian itu sendiri, sebab nanti di dalam rangka ini banyak modus operandi yang bukan yang akhirnya juga berdampak kepada merendahnya perlindungan kepada tenaga kerja kita. Jadi kalau kami berpendapat pertama penetapan komponen dan besarnya biaya ini perlu yang kemudian ayat (2) itu kita perlukan terutama di dalam menetapkan bahwa pengguna tenaga kerjalah yang punya kewajiban dalam rangka membayar semua akibat dari penempatan tenaga kerja itu sendiri.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Ada lagi komentar setelah penjelasan.

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

(23)

f·PDIP (REKSO AGENG HERMAN):

Pimpinan maaf, say a masih berpikir tadi apa yang dikatakan pak Amru tuh langsung Pak Amru namanya disebut disini, sret gitu saya lagi berpikir inikan kita lagi bicara inikan UU pokok, sedangkan tadi yang kira-kira sudah beberapa kali disebut kok pokok 3 kali kalau nggak salah saya dengamya begitu dan apa yang disebutkan pak Amru bilang itu UU PT KLN penempatan tenaga kerja luar negeri tadi disret gitu kalau ini dimasukkan ini juga berlaku ini banyak hal-hal yang nggak bisa masuk kesitu pak, ini dasar-dasar bisa kalau ini memang mengadops juga nanti untuk UU PT KLN ini bisa nggak ketemu pak nanti, yakin gak bisa ketemu, ini bukan bersifat umum, kalau sudah ini masuk kelihatannya ini UU yang sekarang kita bicarakan ini untuk KKWT ini atau untuk perluasan kesempatan kerja ini yang sekarang untuk dalam negeri ini kelihatannya pak ya kalau luar negeri tidak banyak yang nggak bisa dimasukkan pak, itu hanya pemikiran saja silahkan dipikirkan.

T erima kasih.

KETUA RAPAT:

Silahkan dipikirkan mari kita berpikir!

WAKIL KETUA (AMRU ALMUTASHIM):

Saya berpikir saya sudah keluar pikirannya jadi apa yang dikatakan pak Rusman tadi ayat (1) disempumakanlah pelaksanaan penempatan tenagakerja dalam negeri yang dilakukan oleh lnstansi Pemerintah itu saja pak.

KETUA RAPAT:

Coba-coba diikutin dengan tulisan dilayar apa yang dibicarakan Pak Amru, coba ulangi lagi.

WAKIL KETUA (AMRU ALMUT ASHIM):

Pelaksanaan Penempatan tenagakerja dalam negeri pelaksanaan penempatan tenaga kerja dalam negeri oleh lnstansi Pemerintah seterusnya sama, itu jelas ya, ini untuk membedakan yang bawah diatur,jadi khusus dalam negeri,luar negeri kena ini nanti 15 dolar ini hilang itu ... oleh karena itu ini dalam negeri pak, tapi pak Rusman ahli bahasa biasanya.

KETUA RAPAT:

Baik, Bapak lbu sekalian setelah Pak Amru berpikir-pikir dan sudah mengeluarkan pikiran maka ayat (1) menjadi Pelaksanaan Penempatan Tenaga kerja dalam negeri oleh lnstansi Pemerintah yang dilakukan oleh lnstansi Pemerintah, yang dilakukan oleh lnstansi Pemerintah dilarang memungut biaya penempatan baik langsung maupun tidak langsung sebagian atau keseluruhan kepada tenagakerja.

Baik kita renung sebentar mengheningkan cipta dimulai. Setuju ya? Pemerintah?

PEMERINTAH:

Kalau begini bagaimana Pak? karena di ayat (2) kita pakai lembaga Penempatan Tenaga Kerja swasta, kalau ayat (1) Lembaga Penempatan Tenaga Kerja Pemerintah ...

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

(24)

WAKIL KETUA (AMRU ALMUTASHIM):

Pakai pelaksana Penempatan tenaga kerja oleh lembaga Pemerintah oleh Lembaga swasta gitu.

PEMERINTAH:

Tidak kan di ayat sebelumnya ada lembaga Penempatan Tenaga Kerja swasta ,jadi ayat (2) karena ada lembaga Penempatan Tenaga kerja swasta di atas lembaga penempatan tenagakerja Pemerintah

KETUA RAPAT:

Lembaga penempatan tenaga kerja dalam negeri yang dilakukan oleh lnstansi Pemerintah dilarang memungut biaya penempatan, baik langsung maupun tidak langsung sebagian atau keseluruhan kepada Tenaga kerja. Tadi kan pelaksanaan Pak, kalau inikan lembaga, beda.

f ·PG (IBNU MUNZIR):

Ya ketua, kalau kosepnya Pemerintah ini tadi awal kalimatnya itu kepada institusi, jadi institusi dilarang memungut gitu kan? sementara kalau Pak Amru tadi tak lebih pada mekanisme penyelenggaraanya, jadi pelaksanaan itu kan mekanisme penyelenggaraannya jadi kegiatannya disitu nah sekarang yang dimaksud Pak Amru kan substansi itu bagaimana penempatan Tenaga kerja dalam negeri, saya kira nah ini mesti kita slip kalau yang diskip di atas maka pelaksanaan memang seperti Pak Amru tapi kalo kita titik· tekannya pada pelaksanaan penempatan tenaga kerja Pemerintah atau Lembaga Pemerintah Tenaga kerja dilarang memungut biaya penempatan tenaga kerja di dalam negeri baik langsung maupun tidak langsung itu bisa begitu. Jadi dalam negerinya itu pada penempatan tenaga kerja dalam negeri , kalau untuk lembaga yang awal kalimatnya, tapi kalau yang Pak Amru tadi tuh itu juga bagus saya kira. Jadi Lembaga pelaksana penempatan Tenaga kerja.

WAKIL KETUA (AMRU ALMUT ASHIM):

Pemerintah bikin lembaga sendiri.

f·PDIP (RUSMAN LUMBANTORUAN):

Lembaga pemerintah yang ditempatkan kalau ini

WAKIL KETUA (AMRU ALM UT ASHIM):

Pak,kalau isinya sudah tidak terlalu sudha yang tadi sajalah, hudupkan yang asli.

KETUA RAPAT:

Caba yang asli .

WAKIL KETUA (AMRU ALMUTASHIM):

lnstansi pemerintah, coba di kembalikan ini kan intinya tidak ada masalah

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

(25)

KETUA RAPAT:

Lembaga jadi hilang coba yang asli aja coba.

WAKIL KETUA (AMRU ALMUTASHIM):

Pelaksana Penempatan Tenaga kerja bagaimana tadi yang dilakukan oleh Pemerintah dilarang memungut biata penembapatan tenagakerja di dalam negeri,

KETUA RAPAT:

Sudah, Pelaksana Penempatan Tenaga kerja oleh lnstansi Pemerintah dilarang memungut biaya, penempatan tenaga kerja dalam negeri baik langsung maupun tidak langsung, sebagian atau keseluruhan kepada tenaga kerja. lni gratis lni ya.

F· TNl/POLRI (SUWITNO ADI):

Pimpinan, ijin pak sebentar pak sebelum menempatkan tambahan kata dalam negeri ini sebetulnya Pasal-Pasal sebelumnya sudah ada tambahan misalnya penempatan tenaga kerja terdiri dari penempatan tenaga kerja di dalam negeri dan b penempatan tenaga kerja di luar negeri terus Pasal berikutnya masih titik-titik memang belum dibaca ketentuan mengenai penempatan tenaga kerja di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal titik-titik huruf b diatur dengan UU. Jadi UU ini sudah Penempatan kan ada penempatan dalam negeri terus kemudian lnstansi Pemerintah di Pasal 35 dalam Pemerintah yang berkaitan dengan ketenagakerjaan bukan lnstansi pemerintah seluruhnya, tapi instansi pemerintah yang berkaitan dengan ketenagakerjaan, jadi sebetulnya rumusannya cukup pelaksana penempatan tenaga kerja seperti dimaksud Pasal 35 ayat (1 ), 1 a dilarang memungut dst.

KETUA RAPAT:

T erima kasih.

F· TNl/POLRI (SUWITNO ADI):

Siapa yang suruh saya bubarkan di POLRI itu?

F·PDIP (RUSMAN LUMBANTORUAN):

Ayat (1) huruf a ya sudah jelas ini,

KETUA RAPAT:

Ya cukup jelas ini, setuju ya? supaya jangan dirubah-rubah lagi.

(RAPAT: SETUJU)

Ayat {2)1

BIDANG ARSIP DAN MUSEUM

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga Apabila remaja memiliki konsep diri negatif yang ditunjukkan dengan penilaian negatif terhadap diri dengan menganggap dirinya kurang dapat diterima oleh individu lain, maka

Ilmu dapat merupakan suatu metode berpikir secara obyektif dalam menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia fuktual dan berprinsip untuk mengorganisasikan dan

Dengan menggunakan model tersebut diperoleh variabel yang signifikan terhadap TPAK perempuan Jawa Timur adalah TPAK laki-laki, persentase penduduk miskin, PDRB perkapita, UMK,

Penelitian ini dilakukan dengan melihat dan mengeksplor tanggapan mengenai praktik kartu kredit syariah dalam hal ini aplikasi iB Hasanah Card dari berbagai sudut

Pengakuan adalah proses penetapan terpenuhinya kriteria pencatatan suatu kejadian atau peristiwa dalam catatan akuntansi sehingga akan menjadi bagian yang melengkapi unsur

dengan diperbolehkannya terdakwa mengakui semua hal yang didakwakan kepadanya dan mengaku bersalah melakukan tindak pidana yang diancam tidak lebih dari 7 (tujuh) tahun,

dan Adriana Parera yang tidak henti-hentinya memberikan dukungan moral dan materi, serta selalu mendoakan dan mengingatkan penulis agar menyelesaikan karya tulis